SKRIPSI
Oleh
SKRIPSI
Oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini
merupakan skripsi dengan judul, “PEMBUATAN BIOSORBEN DARI
CANGKANG BUAH KARET (Hevea brasilliensis) MENGGUNAKAN
AKTIVATOR KALIUM HIDROKSIDA (KOH) UNTUK MENURUNKAN
ASAM LEMAK BEBAS DAN BILANGAN PEROKSIDA PADA CPO (Crude
Palm Oil)” berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universtas Sumatera Utara. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada dunia
industri tentang pembuatan biosorben dari cangkang buah karet (Hevea
brasilliensis) menggunakan aktivator kalium hidroksida (KOH) untuk
menurunkan asam lemak bebas dan bilangan peroksida pada CPO (Crude Palm
Oil). Beberapa data dari Skripsi ini telah diterima dan diseminarkan pada :
Conference on Engineering Science and Technology (CEST) di Grand Aston City
Hall, Medan pada tanggal 7 September 2017 dengan judul “RUBBER FRUIT
SHELL HEVEA BRASILLIENSIS) AS BIO SORBENT TO REMOVE FFA
(FREE FATTY ACID) CONTENT IN CPO (CRUDE PALM OIL)”.
Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan dan penyelesaian
penulisan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Fatimah, M.T selaku Dosen penguji yang telah memberikan
banyak arahan dan bimbingan dalam penyusunan dan pelaksanaan skripsi ini.
3. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.Si selaku Dosen Penguji dan Koordinator
Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara.
iv
Medan, 2018
vi
Jurnal Publish :
vii
Tujuan dari penlitian ini untuk menghasilkan biosorben dari cangkang buah karet yang
diaktivasi dengan kalium hidroksida (KOH) untuk menurunkan kandungan asam
lemak bebas (FFA) dan bilangan peroksida pada minyak kelapa sawit dengan dosis
adsorben dan waktu reaksi yang paling baik. Bahan – bahan yang digunakan, antara
lain CPO (Crude Palm Oil), cangkang buah karet, kalium hidroksida, dan aquadest.
Variabel – variabel yang diamati, antara lain rasio adsorben : KOH dan suhu
karbonisasi dengan furnace pada proses modifikasi adsorben, serta waktu reaksi dan
dosis penambahan adsorben untuk proses adsorpsi pada minyak. Penelitian diawali
dengan modifikasi biosorben, dimana cangkang buah karet yang telah dibersihkan dan
dihaluskan sampai ukuran 140 mesh dikarbonisasi dengan suhu furnace 600oC, 700oC
dan 800oC kemudian diaktivasi dengan larutan KOH 30% dengan rasio adsorben :
KOH (b:v) sebesar 1:3 dan 1:4. Biosorben dengan hasil analisa bilangan iodin terbesar
digunakan dalam proses adsorpsi pada minyak yang dilakukan dengan memanaskan
100 gram CPO di atas hot plate pada suhu 90oC dengan pengadukan menggunakan
magnetic stirrer kecepatan 1000 rpm dilanjutkan dengan penambahan biosorben
sebanyak 1 %, 1,5 %, dan 2 % (dari berat CPO) dan waktu kontak 10, 20, 30 dan 40
menit, kemudian minyak disaring dengan pompa vakum. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rasio adsorben : kalium hidroksida terbaik adalah 1:4 pada suhu
karbonisasi 800oC dengan bilangan iodin sebesar 1.180,44 mg/g. Dosis biosorben
terbaik adalah 1,0 % pada waktu kontak 30 menit yang memberikan penurunan
terbesar terhadap kadar FFA pada CPO dengan kadar sebesar 2,13 % dengan
persentase penyisihan sebesar 57,56 %, serta penurunan bilangan peroksida dengan
jumlah sebesar 0,00247 meq/kg dengan persentase penurunan sebesar 72,56%. Hal ini
menunjukkan bahwa biosorben cangkang buah karet yang diaktivasi dengan KOH
efektif dalam menurunkan FFA dan bilangan peroksida pada CPO.
Kata kunci: biosorben, cangkang buah karet, CPO, FFA, bilangan peroksida
viii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BIOSORBENT FROM RUBBER FRUITSHELLS (Hevea
brasilliensis) BY POTASSIUM HYDROXIDE ACTIVATOR
TO DECLINE FREE FATTY ACID AND PEROXIDES OF
CRUDE PALM OIL
ABSTRACT
This study purpose is to produce of biosorbent from rubber fruit shell by activator
using potassium hydroxide to reduce of free fatty acid content (FFA) and peroxide
value (PV) in CPO (Crude Palm Oil) at the optimum biosorbent dose and contact time.
The used materials used were crude palm oil (CPO), rubber fruit shell, potassium
hydroxide, and distilled water. The observed variables observed were adsorbent :
potassium hydroxide ratio and furnace temperature in adsorbent activation process,
contact time and biosorbent dose in adsorption process. This study was begun by
adsorbent modification, where the cleaned and crushed rubber sheed shell was
screened through 140 mesh and then it was furnaced at 600oC, 700oC, and 800oC.
Biosorbent was then activated using 30% potassium hydroxide at biosorbent to
potassium hydroxide ratio of 1:3 and 1:4. Biosorbent with the highest iodine number
was used to adsorp FFA and PV in CPO. The adsorption was performed by heating
100 grams of CPO at 90oC with 1000 rpm, and followed by biosorbent addition of 1.0
%, 1.5 %, and 2.0 % (the used CPO) at 10, 20, 30 and 40 minutes of contact time, and
then the oil was filtered using vacuum filter. The results showed that the optimum
biosorbent to potassium hydroxide ratio was 1:4 at 800oC with iodine number of
1.180,449 mg/g. The optimum adsorbent dose was 1.0 % of the used CPO in 30
minutes of contact time with the highest FFA reduction at 2,13 % FFA content by
reduction percentage of 57,56 %, and PV reduction with peroxide value of 0,00247
meq/kg by reduction percentage of 72,56 %. This study showed that adsorbent from
rubber fruit shell by KOH activation was effective to reduce FFA content and PV in
CPO.
ix
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
PRAKATA iv
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR SINGKATAN xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUSAN MASALAH 5
1.3 TUJUAN PENELITIAN 5
1.4 MANFAAT PENELITIAN 5
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 CANGKANG BUAH KARET SEBAGAI BIOSORBEN 8
2.2 PROSES PEMBUATAN BIOSORBEN 11
2.3 MINYAK KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL) 13
2.4 PEMURNIAN CPO 14
2.4.1 Degguming CPO 15
2.4.2 Bleaching CPO 16
2.4.3 Pemucatan dengan Menggunaka Adsorben 17
2.5 ASAM LEMAK 18
xi
xi
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
PRAKATA iv
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR SINGKATAN xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUSAN MASALAH 5
1.3 TUJUAN PENELITIAN 5
1.4 MANFAAT PENELITIAN 5
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 CANGKANG BUAH KARET SEBAGAI BIOSORBEN 8
2.2 PROSES PEMBUATAN BIOSORBEN 11
2.3 MINYAK KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL) 13
2.4 PEMURNIAN CPO 14
2.4.1 Degguming CPO 15
2.4.2 Bleaching CPO 16
2.4.3 Pemucatan dengan Menggunaka Adsorben 17
2.5 ASAM LEMAK 18
xi
xii
xiii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
xiv
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
xv
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
L3.3 FOTO PERCOBAAN ADSORPSI KADAR ASAM
LEMAK BEBAS DAN BILANGAN PEROKSIDA
PADA MINYAK KELAPA SAWIT 75
xvi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN
xvii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
dibuat pada suhu 600°C, dimana karbon pada suhu ini memiliki daya serap
iodium 1163,1654 mg/gr ; dan daya serap ion besi sebesar 99% pada massa
optimum 1,5 gram dan waktu kontak 90 menit. Sunil et al. [5] mengenai efesiensi
penyerapan kandungan Chromium (VI) dari suatu larutan menggunakan adsorben
cangkang buah karet (Hevea brasiliensis) diperoleh pH optimum antara 1,0 dan
2,0 dengan efisiensi penyerapan paling baik yaitu chitosan yang dilapisi asam
pada biji karet yang diperlakukan dengan arang tempurung. Hutapea et al. [6],
tentang pemanfaatan cangkang buah karet dan limbah epicarp sebagai aktivasi
biochar, diperoleh bilangan iodin tertinggi 879,97 mg/g dengan konsentrasi
aktivator 15% suhu 800ºC. Pegketanang et al. [7] Aktivasi cangkang buah karet
menggunakan KOH (Kalium Hidroksida) yang diaplikasikan dalam kapasitor
elektroda. Hasil penelitian yang diperoleh dengan angka iodine tertinggi adalah
639,73 mg/g pada suhu karbonasi 900ºC dengan konsentrasi aktivator 30%..
Sulaiman. [8] Aktivasi cangkang buah karet menggunakan HCl (Asam Klorida)
untuk mengadsorpsi Pb(II), Zn(II) dan Fe(II). Hasil penelitian yang diperoleh
dengan penyerapan maksimum Pb (II) 15,41 mg/g.
Menurut Elly (2008), metode aktivasi yang dapat digunakan dalam
pembuatan karbonaktif, yaitu Aktivasi kimia yakni pengaktifan arang atau karbon
dengan menggunakan bahan-bahan kimia sebagai activating agent yang dilakukan
dengan cara merendam arang dalam larutan kimia, seperti ZnCl2, KOH, HNO3,
H3PO4, dan sebagainya [3].
Pada penelitian terdahulu tentang adsorben yang diaktivasi menggunakan
KOH (Kalium Hidroksida) adalah Pegketanang et al. [7] Aktivasi cangkang buah
karet menggunakan KOH (Kalium Hidroksida) yang diaplikasikan dalam
kapasitor elektroda. Hasil penelitian yang diperoleh dengan angka iodine tertinggi
adalah 639,73 mg/g pada suhu karbonasi 900ºC dengan konsentrasi aktivator
KOH (Kalium Hidroksida) 30%. Santoso et al. [9] Pembuatan dan Karakterisasi
Karbon Aktif dari Kulit Singkong (Manihot esculenta Crantz) Menggunakan
Activating Agent KOH. Hasil penelitian yang diperoleh dengan angka iodine
tertinggi 1113,863 mg/g pada perlakuan konsentrasi KOH 3 M dan Ikawati dan
Melati [10] Pembuatan Karbon Aktif dari Limbah Kulit Singkong UKM Tapioka
Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
Kabupaten Pati. Hasil penelitian yang diperoleh dengan angka iodine tertinggi
606,589% pada perlakuan konsentrasi KOH 0,3 N.
Minyak sawit berasal dari ekstraksi buah tanaman kelapa sawit. Buah kelapa
sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20% biji
(endokarp dan endosperm). Dari kelapa sawit, dapat diperoleh dua jenis minyak
yang berbeda sifatnya, yaitu minyak dari inti (endosperm) sawit disebut dengan
minyak inti sawit dan minyak dari sabut (mesokarp) sawit disebut minyak sawit
[11]. Pemisahan gum (degumming) merupakan proses pemisahan getah atau gum
yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin serta tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar ALB dalam minyak. Proses degumming
dilakukan untuk produk minyak makan karena bertujuan untuk menghilangkan
kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak dengan mengurangi jumlah ion logam
terutama Fe dan Cu [12] Pemucatan (bleaching), ialah suatu tahap proses
pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak.
Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil
adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan
arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia. Zat warna dalam minyak
akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum
dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida [13]
Telah banyak penelitian terdahulu yang membahas penggunaan adsorben
pada pengaplikasiannya dalam pemurnian minyak, khususnya pada tahap
degumming dan bleaching. Dimana beberapa diantaranya yaitu Abdullah et al.
[14] melakukan penelitian tentang optimasi pemucatan CPO (Crude Palm Oil)
menggunakan arang aktif dan bentonit dimana diperoleh perbandingan optimum
adsorben arang aktif dan bentonit yang dibutuhkan pada proses pemucatan CPO
adalah 0:1 (tanpa arang aktif) pada temperatur optimum 100 – 110 oC selama 3
jam. Rahayuan et al. [15], melakukan penelitian mengenai aktivasi tanah liat
secara asam dan penggunaannya sebagai adsorben untuk menurunkan bilangan
peroksida minyak goreng bekas. Dari hasil penelitian diperoleh penurunan
bilangan peroksida dari 16,26 meq/kg minyak menjadi 5,99 meq/kg. Hartono et
al. [16] menggunakan residu kopi sebagai adsorben untuk proses pemutihan CPO.
Dimana hasilnya dalam mengadsorpsi FFA (Free Fatty Acid), adsorben tanpa
Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
aktivasi memiliki hasil yang lebih baik dibanding dengan aktivasi sedangkan pada
adsorpsi warna CPO, adsorben yang diaktivasi memiliki hasil yang lebih baik
dibanding tanpa aktivasi, sedangkan adsorpsi PV (Peroxide Value). Pardede et al.
[17] melakukan penelitian tentang penyerapan kandungan fosofatida pada CPO
dengan menggunakan adsorben dari biji asam jawa, dimana hasil yang diperoleh
yaitu penyerapan kandungan fosfatida terbaik adalah sebesar 81,48% dengan
dosis biosorben 1 % dan waktu kontak 35 menit. Siburian et al. [18] juga
melakukan penelitian mengenai penurunan bilangan peroksida pada CPO
menggunakan adsorben dari biji asam jawa, hasil menunjukkan persentase
penurunan sebesar 39,72% dengan dosis biosorben 1% dan waktu kontak 35
menit pada temperature optimum 100 – 110 oC. Penelitian Aisyah et al. [19]
dalam penggunaan karbon aktif polong buah kelor untuk menurunkan PV & FFA
minyak jelantah, diperoleh hasil penurunan bilangan peroksida (PV) sebesar 6,80
meq/kg dan kadar FFA 0,35% dengan menggunakan 75 mg karbon aktif biji
kelor pada suhu 100 oC dan waktu adsorpsi selama 60 menit. Hartini [20] juga
melakukan penelitian penggunaan arang aktif dari sabut kelapa untuk menurunkan
PV & warna minyak jelantah dan diperoleh hasil bahwa pada dosis adsorben 10
gram dapat menurunkan bilangan peroksida pada minyak sebesar 1,99 meq/kg
0,244 waktu adsorpsi 60 menit. Wannahari dan Nordin [21] melakukan penelitian
mengenai penurunan bilangan peroksida pada minyak goreng dengan
menggunakan adsorben dari ampas tebu, hasil menunjukkan bahwa minyak telah
memenuhi standar PORAM dengan hasil waktu adsorpsi terbaik yaitu 10 menit
dengan menggunakan 7,5 gram adsorben ampas tebu. Proses pengolahan minyak
goreng bekas juga dilakukan oleh Widayat et al. [22] dengan menggunakan
adsorben zeolit alam untuk menurunkan FFA minyak jelantah. Dari hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa bilangan asam yang diperoleh sebesar 1,71. Ismail
et al. [23] melakukan penelitian mengenai pemanfaatan adsorben dengan
menggunakan 3 sampel adsorben yaitu sekan kacang tanah, limbah pabrik gula,
dan abu sekam padi sebagai alternatif bleaching dalam menyerap FFA, PV,
karoten dan warna. Dalam analisisnya diperoleh kondisi terbaik yaitu proses
bleaching dilakukan dibawah vakum (9 mmHg) pada suhu konstan 110 oC dengan
waktu adsorpsi selama 30 menit pada 2 gram adsorben dari limbah pabrik gula.
Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
Okolo dan Adejumo [24] dalam penelitiannya tentang bleaching pada minyak
sawit dengan menggunakan adsorben coconut pod ash yang telah diaktivasi. Hasil
penelitian menunjukkan sampel C memiliki FFA yang lebih rendah dengan nilai
saponifikasi yang tinggi dengan kondisi terbaiknya yaitu menggunakan 1,7 gram
adsorben coconut pod ash dengan waktu adsorpsi selama 15 menit pada suhu 90
o
C. Egbuna [25] melakukan penelitian mengenai adsorpsi zat warna pigmen pada
proses bleaching minyak sawit dengan menggunakan tanah liat lokal yang
diaktivasi dengan asam tetraoxosulphate (VI) dengan pengadukan selama 30
menit dengan dosis adsorben 1 %. Hasil yang diperoleh, stabilitas minyak dari
segi FFA sebesar 0, 12%, PV 3.0 m.eq / kg.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, dosis biosorben dan waktu adsorpsi sangat
berpengaruh pada proses penyerapan atau adsorpsi pada CPO untuk menurunkan
asam lemak bebas dan bilangan peroksida dengan memanfaatkan limbah
cangkang buah karet yang diolah menjadi biosorben dan diaktivasi menggunakan
KOH.
Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan informasi bahwa cangkang biji karet yang diaktivasi dapat
digunakan sebagai alternatif untuk menurunkan kandungan asam lemak
bebas dan bilangan peroksida pada CPO sehingga dapat dilakukan proses
degumming-bleaching yang lebih ekonomis serta mengurangi masalah
limbah di lingkungan masyarakat.
2. Memberikan informasi untuk industri pengolahan minyak kelapa sawit
mengenai kondisi proses terbaik yang dapat digunakan dalam menurunkan
kandungan asam lemak bebas dan bilangan peroksida pada CPO dengan
menggunakan cangkang buah karet yang diaktivasi.
Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
b. Variabel berubah :
1. Waktu kontak = 10, 20, 30, dan 40 menit
2. Dosis biosorben = 1 %, 1,5% dan 2%
Parameter yang dianalisa adalah :
Analisa pada Biosorben :
1. Analisa Uji Kadar Air
2. Analisa Uji Kadar Zat Menguap (volatile)
3. Analisa Uji Kadar Abu
4. Analisa Bilangan Iodin
5. Analisa Karakteristik Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri FTIR
6. Analisis Uji SEM (Scanning Electron Microscope)
Analisa pada Minyak :
1. Analisa Kadar FFA
2. Analisa Bilangan Peroksida
Analisa pada Biosorben setelah Proses Penyerapan :
1. Analisa Karakteristik Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri FTIR
2. Analisis Uji SEM (Scanning Electron Microscope)
Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
12
13
14
15
16
17
18
2.5.1 Pengaruh Asam Lemak Bebas pada Mutu Minyak Kelapa Sawit
Asam lemak bebas (ALB) adalah suatu asam yang dibebaskan pada proses
hidrolisis lemak oleh enzim. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang
juga terdapat dalam buah, tetapi berada diluar sel yang mengandung minyak. Jika
dinding sel pecah atau rusak karena proses pembusukan atau karena pelukaan
mekanik, tergores atau memar karena benturan, enzim akan bersinggungan
dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan berlangsung dengan cepat sehingga
membentuk gliserol dan asam lemak bebas [36].
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas
tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses
hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi
hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak bebas. Reaksi ini akan
dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim).
Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar asam lemak
bebas yang terbentuk [37].
Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor.
Faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pasca
panen atau kesalahan dalam proses pengangkutannya. Beberapa hal yang secara
langsung dapat mempengaruhi penurunan mutu minyak kelapa sawit diantaranya
asam lemak bebas, kadar air dan zat yang mudah menguap dan kadar pengotor
dan zat tidak larut [38].
2.6 PEROKSIDA
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Cara yang sering
19
20
3.2.2 Peralatan
Pada penelitian ini peralatan yang digunakan anatara lain:
1. Vacuum erlenmeyer
2. Pompa vakum
3. Corong buncher 110 mm
4. Spektrofotometer FTIR
20
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5. Termometer
6. Hot plate dan magnetic stirrer
7. Kertas Whatman No.1
8. Beaker glass
9. Tabung reaksi
10. Erlenmeyer
11. Corong gelas
12. Gabus
13. Oven
14. Desikator
15. Gelas ukur
16. Satu set alat titrasi
17. Ayakan 140 mesh
18. Lumpang dan alu
19. Stopwatch
20. Timbangan digital
21. Batang pengaduk
22. Penjepit tabung
23. Cawan porselen
24. Furnace
25. Alat uji SEM
21
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5. Biosorben dicuci & disaring lalu keringkan pada suhu 100oC sampai
kering.
6. Ulangi prosedur dengan rasio perbandingan 1:4 pada tiap sampel.
[3]
3.3.2 Proses Degumming dan Bleaching
1. Timbang 100 gram sampel CPO dan masukkan ke dalam beaker
glass.
2. CPO dipanaskan di atas hot plate hingga suhu 90 oC sambil diaduk
dengan menggunakan magnetic stirrer hingga homogen.
3. Tambahkan biosorben cangkang buah karet dengan dosis 1% (b/b)
dari CPO yang digunakan dan pertahankan temperatur hingga suhu
100 – 110oC selama 10 menit.
4. Saring dengan segera minyak tersebut dengan corong buchner dan
kertas saring Whatman No.1 dalam kondisi vakum.
5. Residu yang terdapat pada kertas saring dianalisa FTIR dan SEM.
6. Amati warna bleach oil yang diperoleh dan bandingkan dengan
warna pada CPO yang digunakan.
7. Ulangi percobaan untuk variasi waktu reaksi 10, 20, 30, dan 40
menit. Selanjutnya penambahan biosorben 1%, 1,5% dan 2% (b/b)
dari CPO yang digunakan.
[18]
22
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Analisa Uji Kadar Abu pada Biosorben
Timbang 1 gram sampel dalam cawan yang telah diketahui beratnya,
kemudian diabukan di dalam furnace hingga seluruh sampel menjadi abu,
kemudian didinginkan dalam eksikator hingga suhu konstan lalu ditimbang.
3.4.4 Analisa Bilangan Iodin pada Biosorben
1. Timbang 0,25 gram biosorben dan keringkan pada suhu 110 oC
selama 3 jam.
2. Lakukan pendinginan dalam desikator.
3. Selanjutnya tambahkan 25 ml larutan iod 0,1 N dan diaduk dengan
magnetic stirer selama 15 menit.
4. Saring dan diambil sebanyak 10 ml filtrat. Titrasi dengan larutan
Na2S2O3 0,1 N sampai warna kuning berkurang.
5. Selanjutnya tambahkan beberapa tetes indikator amilum 1% dan
dititrasi kembali sampai larutan tidak berwarna
6. Catat volume Na2S2O3 0,1 N yang terpakai. Titrasi juga dilakukan
untuk larutan blanko.
𝑉𝑥𝑁1
𝑚𝑔 10−
𝑁2
Bilangan Iodin (
𝑔
)= 𝑊2
𝑥 𝑊1 𝑥 𝐹𝑝
Dimana,
V = volume natrium tiosulfat yang diperlukan (ml)
N1 = normalitas natrium tiosulfat (N)
N2 = normalitas iodin (0,1 N)
W1 = jumlah iodin untuk setiap 1 ml larutan natrium tiosulfat 0,1
N
(12,69 mg/ml)
W2 = massa sampel (g)
Fp = faktor pengenceran (2,5)
[36]
23
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.4.5 Analisa Karakteristik Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri FTIR
Pada penelitian ini dilakukan uji Fourier Transform Infra Red (FTIR) pada
adsorben. Uji FTIR pada adsorben ini diperlukan untuk mengetahui gugus fungsi
yang terkandung dalam adsorben.
Dimana :
W = berat asam oksalat (gram)
V = berat volume larutan titar yang digunakan
(ml) 256 = berat equivalen asam oksalat
2. Pelarut: etanol 95% yang dinetralkan
24
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Etanol 95% dipanaskan di atas pemanas (hot plate) hingga mendidih.
Tambahkan kira-kira 0,5 ml indikator fenolftalein, kemudian titrasi
dengan larutan KOH 0,1 N hingga timbul warna merah muda (merah
jambu) yang stabil.
3. Larutan indikator fenolftalein 1% dalam alkohol 95%
4. Aquadest.
[37]
25
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
M = berat molekul FFA (gr/mol) = 25,6 sebagai asam palmitat
[38]
26
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
27
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.5 FLOWCHART PENELITIAN
3.5.1 Pembuatan Biosorben Cangkang Buah Karet
Alur proses pembuatan biosorben cangkang buah karet dapat digambarkan
melalui flowchart pada Gambar 3.1.
Mulai
Dikarbonasi dalam
Dikarbonasi furnace
dalam dengan variasi
furnacedengan suhu600oC;
variasisuhu
o o
500oC;550700
o C; o800
C; 600 C 650
C dan o
selama 1 jam 1 jam
C selama
Selesai
Selesai
28
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.5.2 Proses Degumming dan Bleaching
Alur proses adsorpsi CPO atau yang disebut proses degumming dan
bleaching dapat digambarkan melalui flowchart pada Gambar 3.2.
Mulai
Selesai Selesai
29
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.5.3 Analisa Bilangan Iodin pada Biosorben
Alur proses analisa bilangan iodin adsorben dapat digambarkan melalui
flowchart pada Gambar 3.3.
Mulai
Ya
Tambahkan beberapa tetes indikator amilum 1%
Catat volume Na2S2O3 0,1 N yang terpakai dan lakukan titrasi blanko
30
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
A
Selesai
31
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
32
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Kadar volatile terendah pada perlakuan 1 dimiliki oleh sampel yang
dikarbonisasi pada suhu 800°C sebesar 23,0 %. Pada perlakuan 2 kadar volatile
terendah dimiliki oleh sampel yang dikarbonisasi pada suhu 800°C sebesar 27,0 %.
Penurunan kadar zat menguap ini terjadi seiring dengan naiknya suhu karbonisasi
karbon yang digunakan. Menurut teori, besarnya kadar zat menguap ditentukan
oleh waktu dan suhu pengarangan. Ketika lama proses karbonisasi dan suhu
ditingkatkan maka zat menguap yang terbuang akan semakin banyak, sehingga
kadar zat menguap akan semakin rendah [42]. Adanya zat menguap yang masih
menempel pada karbon akan mempengaruhi daya serap karbon. Semakin tinggi
suhu maka zat menguap yang menutupi karbon semakin banyak yang menguap,
sehingga permukaan pori karbon yang tadinya tertutup akan terbuka dan
meningkatkan kemampuan menyerap karbon [12] Berdasarkan dari data yang
didapat, hasil penelitian telah memenuhi standar kadar volatile atau zat menguap
yang sesuai standar ketentuan SNI 06 – 3730 – 1995.
Kadar abu yang telah memenuhi standar SNI 06 – 3730 – 1995 bahwa standar
kadar abu pada adsorben maksimal 10% [12]. Pada perlakuan 1 dengan suhu 600°C
merupakan karbon aktif dengan kadar abu terendah yakni sebesar 2,0%. Pada
perlakuan 2 dengan suhu 600°C merupakan karbon aktif dengan kadar abu terendah
yakni sebesar 1,0 %. Menurut teori, semakin tinggi suhu maka kadar abu semakin
meningkat. [42].
33
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
(b:v) tertentu yang dinyatakan sebagai bilangan iodin (mg/g), yaitu jumlah mg iodin
yang dapat diserap oleh setiap 0,25 gram adsorben, sebagaimana digambarkan
melalui grafik pada Gambar 4.1 di bawah ini.
1200
1100
Bilangan Iodin (Mg/g)
1000
900
800
700 1:3
600 1:4
500
400
550 600 650 700 750 800 850
Suhu Kalsinasi (°C)
Dari grafik pada Gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa bilangan iodin
cenderung meningkat seiring dengan semakin tingginya suhu karbonisasi untuk
rasio adsorben : kalium hidroksida (b:v) dan dengan semakin kecilnya rasio
adsorben : kalium hidroksida (b:v) pada suhu karbonisasi yang sama, dan pada titik
tertentu mengalami penurunan. Pada perlakuan pertama, bilangan iodin paling
besar diperoleh yaitu pada suhu 800oC untuk rasio 1:4, sebesar 1.180,499 mg/g.
Sedangkan pada perlakuan kedua, bilangan iodin yang paling besar diperoleh yaitu
pada suhu 800oC untuk rasio 1:4, sebesar 988,433 mg/g. Standar bilangan iodin dari
arang aktif adalah 750 mg/g [45], sedangkan standar bilangan iodin dari adsorben
yang dibuat dari biomassa tanpa proses pengarangan tidak tersedia. Hal ini pula
yang menjadikan biosorben cangkang buah karet dengan perlakuan 1 lebih unggul
yaitu dengan mengkarbonisasikannya terlebih dahulu kemudian mengaktivasi
secara kimia.
Berdasarkan teori, daya adsorpsi adsorben terhadap iod memiliki korelasi
dengan luas permukaan dari adsorben. Semakin besar angka iod maka semakin
besar kemampuannya dalam mengadsorpsi adsorbat atau zat terlarut, untuk
bilangan iodin akan semakin bertambah, daya serap terhadap iod semakin besar
34
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dengan kenaikan suhu, ini berarti bahwa kualitas adsorben akan semakin baik dalam
penyerapan. Peningkatan bilangan iod terjadi sebagai akibat semakin banyaknya
pengotor yang terlepas dari permukaan adsorben. Seiring dengan peningkatan suhu,
pengotor-pengotor yang mulanya terdapat pada bagian pori dan menutupi pori, ikut
terlepas atau teruapkan sehingga memperluas permukaan adsorben. Semakin besar
luas permukaan adsorben maka semakin besar kemampuan adsorpsi adsorben [46],
namun pemanasan berlebihan dapat berakibat pada pengurangan mesopori dan
mikropori [47]. Volume aktivator yang terlalu besar akan menyebabkan rusaknya
struktur adsorben [48] dan dapat menghilangkan sifat aktif adsorben karena
kerusakan yang diakibatkan oleh pelarutan dan pecahnya pori adsorben [49].
Pada rasio 1:3 dan 1:4 (perlakuan 1 dan 2) bilangan iodin terus meningkat
seiring dengan bertambahnya suhu karbonisasi. Pada suhu 600oC, bilangan iodin
mengalami peningkatan seiring dengan semakin kecilnya rasio adsorben : kalium
hidroksida. Pada suhu 700oC, bilangan iodin mengalami penurunan dengan
semakin kecilnya rasio adsorben: kalium hidroksida dari 1:3 ke 1:4 (perlakuan 1
dan 2). Pada suhu 800oC, bilangan iodin kembali mengalami peningkatan seiring
dengan semakin kecilnya rasio adsorben : kalium hidroksida.
Dengan membandingkan teori dan hasil yang diperoleh dari penelitian,
beberapa ketidakteraturan pada data dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan.
Pertama, perlakuan adsorben pada rasio 1:4 (perlakuan 1 dan 2) dengan suhu
karbonisasi 700oC akan memperluas pori-pori pada adsorben dan rusak pada saat
pemanasan mencapai nilai tertentu. Kedua, pada rasio 1:4 (perlakuan 1 dan 2)
dengan suhu karbonisasi 700oC telah terjadi cracking yang menyebabkan
berkurangnya mesopori dan mikropori pada adsorben. Ketiga, pada volume
aktivator dengan rasio 1:4 (perlakuan 1 dan 2), adsorben telah rusak akibat adanya
pelarutan pada strukturnya. Kondisi yang paling baik untuk menghasilkan adsorben
dari cangkang buah karet dengan bilangan iodin yang paling tinggi adalah pada
rasio adsorben : kalium hidroksida 1:4 (perlakuan 1 dan 2) pada suhu karbonisasi
800oC.
35
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4.2 KARAKTERISASI GUGUS FUNGSI PADA ADSORBEN DARI
CANGKANG BUAH KARET DENGAN SPEKTROFOTOMETRI
FTIR
Adsorben sebelum dan setelah diaktivasi, serta adsorben yang telah terpakai
(spent adsorbent) untuk adsorpsi kandungan pengotor pada CPO selanjutnya
dikarakterisasi gugus-gugus fungsinya dengan spektofotometri FTIR. Gugus-gugus
yang terdapat pada adsorben dapat disimpulkan dengan membandingkan puncak
gelombang yang terbentuk dengan literatur, yaitu dari tabel korelasi IR [50].
Adapun hasil yang diperoleh diberikan pada Gambar 4.2, 4.3, dan 4.4 berikut.
Gambar 4.2 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Sebelum Diaktivasi
547,78 cm-1 : gugus C-Br (alkil halida) 1492,90 cm-1 : gugus C-H (alkana)
975,98 cm-1 : gugus C-H (alkena romatik) 1546,91 cm-1 : gugus NO2
1087,85 cm-1 : gugus C-O (asam karboksilat) (senyawa nitro)
1141,86 cm-1 : gugus C-N (amina alifatik) 1600,92 cm-1 : gugus N-H (amina)
1188,15 cm-1 : gugus C-H (alkil halida) 2877,79 cm-1 : gugus C-H (Alkana)
1238,30 cm-1 : gugus C-N (amina)
Gambar 4.2 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Sebelum Diaktivasi
36
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2071,02 cm-1 : gugus C-H
(komp. Aromatik)
2851,19 cm-1 : gugus C-H (aldehid)
2919,45 cm-1 : gugus C-H
719,48 cm-1 : gugus C=C (alkena) 1739,04 cm-1 : gugus C=O (ester)
(asam karboksilat)
870,39 cm-1 : gugus C-O (alkohol tersier) 2071,02 cm-1 : gugus C-H
-1
1098,72 cm : gugus N-H (amina) 3859,38 cm-1 :(komp.
gugus Aromatik)
-OH (alkohol
-1
ikatanC-H
1158,75 cm : gugus C-O (alkohol tersier) 2851,19 cm-1 : gugus hidrogen)
(aldehid)
1372,16 cm-1 : gugus N-O (senyawa nitro) 3859,38 cm-1 : gugus -OH (alkohol
1563,314.6
Gambar cm-1 : gugus
Hasil C-H
Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
ikatan hidrogen)
(komp. Aromatik)
Gambar 4.3 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Setelah Diaktivasi
Gambar 4.4 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Telah Terpakai untuk Adsorpsi
37
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 4.2 dan 4.3 dapat dibandingkan gugus fungsi yang terdapat
pada adsorben, sebelum dan setelah diaktivasi. Dari kedua grafik pada Gambar 4.2
dan 4.3 dapat dilihat bahwa proses pengaktivasian tidak memberikan perubahan
yang berarti terhadap gugus-gugus fungsi yang terkandung pada kedua adsorben.
Adsorben sebelum diaktivasi mengandung gugus asam karboksilat, alkil halida,
senyawa karbon cincin aromatik, karbondioksida, senyawa nitro, alkana dan
amina.. Kandungan gugus –OH hidroksil pada cangkang buah karet memiliki
kecenderungan berinteraksi dengan adsorbat [51]. Adsorben yang diaktivasi
menggunakan KOH akan bereaksi dengan karbon sehingga akan membentuk pori-
pori baru serta menghasilkan karbon dioksida yang berdifusi ke permukaan karbon,
dimana activating agent (KOH) akan mengoksidasi karbon dan merusak
permukaan bagian dalam karbon sehingga akan terbentuk pori dan meningkatkan
daya adsorpsi [52].
Pada adsorben yang telah dikontakkan dengan CPO, ada beberapa gugus
fungsi yang terikat oleh adsorben setelah pengontakkan. Pada bilangan gelombang
1147,77 cm-1 terdapat gugus C-O asam karboksilat yang merupakan indikasi
adanya senyawa asam lemak bebas. Pada bilangan gelombang 1232,29 cm-1
terdapat gugus –OH yang merupakan indikasi melekatnya senyawa polar peroksida
HOOH. Keton dan aldehid merupakan senyawa yang menyebabkan kekeruhan dan
bau tengik atau rancid pada minyak. Gugus alkanol yang berperan menyerap
kandungan pengotor spesifik pada CPO tidak ditemukan lagi pada adsorben setelah
diaktivasi, yang berarti keseluruhannya telah terpakai untuk proses adsorpsi pada
permukaan adsorben. Senyawa amina dan nitro yang terdapat pada adsorben, baik
sebelum dan setelah diaktivasi, serta setelah dikontakkan dengan CPO,
kemungkinan besar didapatkan cangkang buah karet dari tanah dan pupuk tanaman
[53]. Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi
dan hidrolitik, baik enzimatik maupun nonenzimatik. Kerusakan pada minyak
kelapa sawit menyebabkan bau tengik atau rancid terutama disebabkan oleh aldehid
dan keton [54]. Dari hasil spektrofotmetri IR ini dapat disimpulkan bahwa adsorben
dari cangkang buah karet dapat mengadsorpsi kandungan asam karboksilat berupa
asam lemak bebas, senyawa peroksida, aldehid, dan keton dari minyak kelapa sawit.
38
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4.3 KARAKTERISITIK STRUKTUR PORI PADA PERMUKAAN
ADSORBEN DARI CANGKANG BUAH KARET DENGAN
SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM)
(c) (d)
Gambar 4.6 Hasil Anlisa SEM (Scanning Electron Microscope) untuk Adsorben
Cangkang Buah Karet Setelah Diaktivasi (a) perbesaran 3000 kali dan (b)
perbesaran 5000 kali
39
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 4.5 dan 4.6 dapat dibandingkan permukaan dan struktur pori
yang terdapat pada adsorben, sebelum dan setelah diaktivasi. Dari kedua gambar
pada Gambar 4.5 dan 4.6 dapat dilihat bahwa proses pengaktivasian dapat
memberikan perubahan terhadap adsorben yaitu menambah besaran pori dan
membentuk pori baru. Diantara perubahan tersebut sebelum diaktivasi yang
berbentuk rongga gelap adalah pori-pori yang perbesarannya masih kecil dan masih
sedikit. Sedangkan, setelah diaktivasi pori-pori adsorben yang ditandai dengan
rongga gelap tersebut membesar dan bertambah banyak karena adanya
pengaktivasian. Menurut teori, dengan adanya pengaktivasian terhadap arang
membuat sampel menjadi lebih transparan atau semakin tipis sehingga daya kontak
karbon akan semakin besar, hal ini menandakan bahwa volatile dan tar semakin
terlepas dari karbon karena adanya aktivator. Hal tersebut akan berakibat pada
semakin besarnya luas permukaan pada adsorben tersebut. Semakin besar bilangan
iodin yang diperoleh maka pori-pori yang terbentuk semakin banyak dan semakin
besar pula luar permukaan biosorben [55]. Pori-pori menjadi lebih lebar karena
hilangnya sebagian rongga yang tertutup dalam partikel karbon [56]
40
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
6
5
4
FFA (%)
1,0%
3 1,5%
2 2,0%
1
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)
Gambar 4.7 Grafik Penurunan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Minyak
Kelapa Sawit pada Waktu Tertentu
Kadar asam lemak bebas mula-mula pada minyak kelapa sawit adalah 5,02
%. Untuk penambahan dosis adsorben cangkang buah karet sebesar 1,0 % dalam
minyak pada waktu 10 menit, kadar asam lemak bebas dalam minyak turun menjadi
3,32 %. Pada waktu 20 menit kadar asam lemak bebas dalam minyak turun menjadi
3,28 %. Pada waktu 30 menit kadar asam lemak bebas dalam minyak turun menjadi
2,13 %. Dan pada waktu 40 menit kadar asam lemak bebas dalam minyak
mengalami peningkatan menjadi 2,3 %. Untuk penambahan dosis adsorben asam
jawa sebesar 1,5 % dalam minyak pada waktu 10 menit, kadar asam lemak bebas
dalam minyak turun menjadi 4,57 %. Pada waktu 20 menit kadar asam lemak bebas
dalam minyak turun menjadi 3,96 %. Pada waktu 30 menit kadar asam lemak bebas
dalam minyak turun menjadi 2,15 % dan pada waktu 40 menit kadar asam lemak
bebas dalam minyak mengalami peningkatan menjadi 2,18 %. Untuk penambahan
dosis adsorben cangkang buah karet sebesar 2,0 % dalam minyak pada waktu 10
menit, kadar asam lemak bebas dalam minyak turun menjadi 4,57 %. Pada waktu
20 menit kadar asam lemak bebas dalam minyak turun menjadi 3,96 %. Pada waktu
30 menit kadar asam lemak bebas dalam minyak turun menjadi 2,13 % dan pada
waktu 40 menit kadar asam lemak bebas dalam minyak mengalami peningkatan
menjadi 2,18 %.
Menurut teori, biosorben mampu menurunkan kadar asam lemak bebas dan
bilangan asam pada minyak. Proses adsorpsi pada adsorben terjadi melalui tiga
tahap dasar, yaitu zat terjerap pada arang bagian luar, kemudian menuju pori-pori
adsorben, dan terjerap pada dinding bagian dalam arang, sehingga asam lemak
41
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
bebas dan dan bilangan asam dapat diturunkan Adanya proses pengadukan, maka
asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak akan sering melakukan kontak
atau bertumbukan dengan adsorben. Bila terus-menerus mengalami tumbukan,
maka asam lemak bebas tersebut akan mendekati adsorben. Akhirnya, asam lemak
bebas berpindah dari minyak menuju adsorben, selanjutnya asam lemak bebas
tersebut akan menyebar dan mengisi atau menempel pada dinding pori atau
permukaan adsorben [45] Pada industri minyak goreng, bleaching earth yang
digunakan sebagai adsorben pemucatnya menggunakan dosis bleaching earth 1,0
% dari berat CPO. [57]
Kadar FFA pada dosis adsorben 1,0 % menurun pada menit ke 10 sampai 30
yaitu dari 4,15 % sampai 2,13 % tetapi mengalami peningkatan pada menit ke 40
sebesar 2,36 %. Kadar FFA pada dosis adsorben 1,5 % menurun pada menit ke 10
sampai 30 yaitu dari 4,43 % sampai 2,14 % tetapi mengalami peningkatan pada
menit ke 40 sebesar 2,43 %. Kadar FFA pada dosis adsorben 2,0 % menurun pada
menit ke 10 sampai 30 yaitu dari 4,57 % sampai 2,15 % tetapi mengalami
peningkatan pada menit ke 40 sebesar 2,18 %. Hal ini mungkin dapat disebabkan
oleh semakin lama waktu kontak minyak kelapa sawit dengan adsorben
mengakibatkan minyak semakin lama berinteraksi dengan panas yang memicu
pembentukan asam lemak bebas.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pemanfaatan adsorben cangkang
buah karet yang diaktivasi dengan kalium hidroksida 30% dengan rasio (b:v) 1:4
dengan dosis penambahan adsorben ke dalam minyak sebanyak 1,0 % dari berat
minyak dengan waktu kontak selama 30 menit menghasilkan penurunan kadar asam
lemak bebas paling besar dari 5,02 % menjadi 2,13 % telah sesuai dengan standar
SNI (01-2901-2006) yaitu 1,8 – 6,9 %. Oleh karena itu, dengan pertimbangan
ekonomi terhadap jumlah penggunaan adsorben, dosis 1,0 % dipilih sebagai dosis
terbaik untuk adsorpsi kandungan asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit
dan telah memenuhi standar kandungan asam lemak bebas pada minyak kelapa
sawit setelah proses adsorpsi. Persentase penurunan kadar FFA adalah sebesar
57,56 %.
42
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4.5 ADSORPSI KANDUNGAN PEROKSIDA PADA CPO
Kandungan peroksida pada minyak kelapa sawit sebelum dilakukan proses
adsorpsi dengan adsorben adalah 0,0153 meq/kg minyak. Dari penelitian ini dapat
dilihat bahwa bilangan peroksida mengalami penurunan yang optimum untuk setiap
variasi waktu kontak dan dosis adsorben. Adsorpsi pada waktu 30 menit dengan
penambahan dosis adsorben 1,0 % menghasilkan penurunan bilangan peroksida
paling besar. Hasil adsorpsi penurunan bilangan peroksida dapat digambarkan
melalui grafik pada Gambar 4.11 di bawah ini.
0.01
Bilangan Peroksida
0.008
meq/Kg)
1,0%
0.006
1,5%
0.004 2,0%
0.002
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)
Gambar 4.8 Grafik Penurunan Bilangan Peroksida Minyak Kelapa Sawit
pada Beberapa Kondisi Operasi
Untuk penambahan dosis adsorben sebesar 1,0 % pada waktu 10 menit,
bilangan peroksida dalam minyak meningkat menjadi 0,0045 meq/kg. Pada waktu
20 menit bilangan peroksida menurun menjadi 0,0038 meq/kg. Pada waktu 30
menit bilangan peroksida menurun menjadi 0,0024 meq/kg. Pada waktu 40 menit
bilangan peroksida mengalami peningkatan menjadi 0,0056 meq/kg. Untuk
penambahan dosis adsorben sebesar 1,5 % pada waktu 10 menit, bilangan peroksida
dalam minyak meningkat menjadi 0,0088 meq/kg. Pada waktu 20 menit bilangan
peroksida menurun menjadi 0,00795 meq/kg. Pada waktu 30 menit bilangan
peroksida menurun menjadi 0,00677 meq/kg. Pada waktu 40 menit bilangan
peroksida mengalami peningkatan menjadi 0,00788 meq/kg. Untuk penambahan
dosis adsorben sebesar 2,0 % pada waktu 10 menit, bilangan peroksida dalam
minyak meningkat menjadi 0,0056 meq/kg. Pada waktu 20 menit bilangan
peroksida menurun menjadi 0,0046 meq/kg. Pada waktu 30 menit bilangan
peroksida menurun menjadi 0,00341 meq/kg. Pada waktu 40 menit bilangan
peroksida mengalami peningkatan menjadi 0,00678 meq/kg.
43
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Menurut teori, bilangan peroksida dinyatakan sebagai banyaknya mili
ekuivalen peroksida dalam setiap 1 kg minyak, lemak, dan senyawa lain. Bilangan
peroksida merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan minyak.
Semakin tinggi bilangan peroksida semakin rendah kualitas minyak. Interaksi
antara peroksida dengan adsorben kemungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika
karena setiap partikel-partikel adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben
melalui gaya Van der Waals atau yang disebut dengan ikatan hidrogen [45]
Semakin lama waktu pemanasan minyak kelapa sawit menyebabkan
perubahan struktur asam lemak yang menyebabkan terbentuknya peroksida [57].
Standar untuk bilangan peroksida CPO hasil adsorpsi adalah nol meq/kg [58] Pada
permunian minyak kelapa sawit konvensional dengan menggunakan asam fosfat
dengan dosis 1 % penurunan bilangan peroksida dari 2,9 meq/kg menjadi 2,83
meq/kg [57]
Dari grafik pada Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa penurunan bilangan
peroksida yang dihasilkan berfluktuasi. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa
faktor. Pertama, penggunaan dosis adsorben yang rendah tidak efektif dalam
menyerap peroksida lebih banyak karena permukaan porinya telah tertutup dengan
pengotor yang lain. Kedua, pemanasan dan waktu reaksi yang lama rentan
mengakibatkan naiknya bilangan peroksida.
Dari hasil penelitian, pada waktu kontak 30 menit dengan dosis adsorben 1,0
% memberikan hasil bilangan peroksida paling optimum sebesar 0,00247 meq/kg
minyak dan telah sesuai dengan SNI (01-2901-2006) yaitu < 2 meq. Waktu 30 menit
dipilih sebagai waktu kontak terbaik karena telah memberikan hasil adsorpsi yang
optimal dan telah memenuhi standar bilangan peroksida pada minyak kelapa sawit
hasil adsorpsi. Waktu kontak yang lebih lama tidak memberikan hasil yang
signifikan, sehingga dengan pertimbangan ekonomi dan efisiensi waktu maka dapat
digunakan waktu yang lebih singkat. Persentase penurunan bilangan peroksida
adalah sebesar 72,56 %.
44
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4.6 KESETIMBANGAN ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS DAN
BILANGAN PEROKSIDA
Dari data hasil analisa yang dilakukan untuk kesetimbangan yang cocok untuk
asam lemak bebas dan bilangan peroksida adalah kesetimbangan adsorpsi
menggunakan bentuk Fruendlich, dimana kesetimbangan adsorpsi bentuk
Freundlich disajikan dalam persamaan berikut :
1
𝐿𝑜𝑔 𝑞𝑒 = 𝐿𝑜𝑔 𝑘𝑓 + 𝐿𝑜𝑔 𝐶𝑒 [33]
𝑛
0.5
FFA
0.4
Linear (FFA)
Log qe
0.3
0.2
45
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
0.000
-2.344 -2.275 -2.169
-0.500
Log qe
-1.000 PV
y = -0.2014x - 1.7688
-1.500 R² = 0.9996 Linear (PV)
-2.000
-2.500
Log Ce
Dari data penelitian pada grafik 4.9 dan 4.10 diatas menunjukan bahwa
kurva garis linier dengan kesesuaian yang baik yaitu menunjukan harga korelasi
mendekati satu. Dimana hasil dari grafik diatas untuk asam lemak bebas
memperoleh korelasi yaitu : R2 = 0,9583 dengan persamaan y = -0,133x + 0,5353.
Sedangkan untuk bilangan peroksida memperoleh harga korelasi yaitu : R2 = 0,9996
dengan persamaan y = -0,2014x – 1,7688.
Isoterm adsorpsi Freundlich didasarkan atas terbentuknya lapisan
monolayer dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Namun pada
adsorpsi Freundlich situs-situs aktif pada permukaan adsorben bersifat heterogen
[59]
Diperoleh kesimpulan dari kajian ini bahwa biosorben cangkang buah karet
yang diaktivasi dengan KOH yang digunakan untuk mengadsorpsi asam lemak
bebas dan bilangan peroksida telah sesuai dengan model kesetimbangan adsorpsi,
dimana harga korelasi yang didapat mendekati satu.
46
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
t 1 1
2
t [60]
qt k 2 qe qe
Keterangan:
qe : kapasitas penjerapan pada kesetimbangan
qt : kapasitas penjerapan pada waktu t
k2 : konstanta laju adsorpsi orde dua semu
t : waktu adsorpsi
20
y = 2.6666x + 4.1659
15 R² = 0.7918
t/qt
10 FFA
Linear (FFA)
5
0
10 20 30 40
t (menit)
Gambar 4.11 Kurva Kinetika Pseudo-Orde Dua Asam Lemak Bebas
4000
y = 893.73x - 51.021
R² = 0.9686
3000
t/qt
2000 PV
Linear (PV)
1000
0
10 20 30 40
t (menit)
Gambar 4.12 Kurva Kinetika Pseudo-Orde Dua Bilangan Peroksida
47
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dari data penelitian pada grafik 4.11 dan 4.12 diatas menunjukan bahwa
kurva garis linier dengan kesesuaian yang baik yaitu menunjukan harga korelasi
mendekati satu. Dimana hasil dari grafik diatas untuk asam lemak bebas
memperoleh korelasi yaitu : R2 = 0,7918 dengan persamaan y = 2,6666x + 4,1659.
Sedangkan untuk bilangan peroksida memperoleh harga korelasi yaitu : R2 = 0,9686
dengan persamaan y = -893,73x-51,021.
Dari hasil yang diperoleh adsorben cangkang buah karet yang diaktivasi
dengan KOH yang digunakan untuk mengadsorpsi asam lemak bebas dan bilangan
peroksida telah sesuai dengan model kinetika adsorpsi, dimana harga korelasi yang
didapat mendekati satu. Namun, apabila dibandingan diantara keduanya model
kinetika adsorpsi pseudo-orde dua ini lebih cocok digunakan untuk bilangan
peroksida dibandingan untuk asam lemak bebas, karena harga korelasi pada
bilangan peroksida lebih baik dibandingkan dengan asam lemak bebas.
48
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Bilangan iodin adsorben cangkang buah karet terbesar dengan aktivator
kalium hidroksida sebesar 1.180,499 mg/g pada suhu 800 oC dan rasio
adsorben : kalium hidroksida 1:4 (b/v)
2. Kadar air dan kadar abu telah sesuai dengan standar SNI 06-370-1995 yaitu
kadar air sebesar 3,2%, kadar abu sebesar 2,0 % dan kadar zat menguap
terendah sebesar 23,0 %.
3. Dari hasil spektofotometri FTIR sebelum dan sesudah adsorben
dikontakkan dengan CPO, dapat disimpulkan bahwa adsorben menyerap
gugus asam karboksilat, aldehid, dan keton yang dapat menyebabkan
kerusakan CPO.
4. Dari hasil SEM (Scanning Electron Microscope) sebelum dan sesudah
adsorben diaktivasi, dapat disimpulkan bahwa sebelum adsorben diaktivasi
belum adanya terbentuk rongga pori yang ditandai dengan lubang gelap
pada gambar dan setelah diaktivasi rongga pori yang ditandai dengan lubang
gelap pada adsorben terbentuk semakin banyak dan pori porinya semakin
besar.
5. Kondisi terbaik untuk adsorpsi kandungan asam lemak bebas dan bilangan
peroksida pada CPO adalah pada waktu kontak 30 menit dan dosis adsorben
1,0 % menghasilkan kadar asam lemak bebas minimum sebesar 2,13 %
dengan persentase penurunan sebesar 57,56 %. Hal ini telah sesuai dengan
SNI (Standar Nasional Indonesia). Sedangkan Bilangan peroksida
minimum yang diperoleh adalah 0,00247 meq/kg.minyak dengan persen
penurunan sebesar 72,56 %. Yang juga telah sesuai dengan SNI (Standar
Nasional Indonesia)
6. Model isoterm Freundlich lebih sesuai digunakan untuk bilangan peroksida
pada CPO dengan harga korelasi R2 = 0,9996, y = -0,2014x - 1,768.
49
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
7. Model kinetika orde dua lebih sesuai digunakan untuk bilangan peroksida
pada CPO dengan harga korelasi R2 = 0,9686, y = 893,73x - 51,021
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan kepada peneliti selanjutnya, yaitu :
1. Disarankan untuk menggunakan aktivator asam seperti asam sulfat agar
dapat dibandingkan dengan aktivator basa.
2. Disarankan untuk menggunakan bahan baku dengan limbah padat
contohnya cangkang telur, cangkang kerang.
3. Dilakukan pengaplikasian untuk mengadsorpsi minyak jelantah, limbah
cair dan udara.
4. Dilakukan penelitian dengan perbandingan ukuran, rasio, dan waktu yang
berbeda, namun diaktivasi dengan aktivator yang sama.
5. Dilakukan uji BET (Brunnauer Emmet Teller) sehingga dapat mengetahui
besar dari diameter pori adsorben.
50
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
[1] Julian, Ridho Tri. “Pemanfaatan Limbah Cangkang Biji Karet Menjadi Briket
Sebagai Bahan Bakar Alternatif Dengan Bahan Perekat Amilum”
Palembang. Politeknik Negeri Sriwijaya. 2016.
[2] Rosdelima. “Pembuatan Karbon Aktif Dari Campuran Arang Cagkang Sawit
dan Cangkang Biji Karet Dengan Aktivator HCL, NaOH dan NaCL”.
Palembang. Politeknik Negeri Sriwijaya. 2016.
[3] Vinsiah, Rananda. Andi Suharman dan Desi. “Pembuatan Karbon Aktif dai
Cangkang Kulit Buah Karet (Hevea brasiliensis)”. Palembang :
Universitas Sriwijaya.
[4] Bangun, Teger Ardyansah. Titin Anita Zaharah dan Anis Shofiyani.
“Pembuatan Arang Aktif dari Cangkang Buah Karet untuk Adsorpsi
Ion Besi (III) dalam Larutan”. Pontianik : Universtitas Tanjungpura.
2016.
[5] Sunil, Bindu. Namita Das. Mohan Thomas. Mathew T.V. dan K.C. Philip.
“Adsorptive Removal of Cr(VI) From Aqueous Solution Using Rubber
Seed Shell Charcoal”. India : Journal of Industrial Pollution Control.
2012.
[8] Sulaiman, Siti Zaharah Binti. “Adsorption of Pb(II), Zn(II) and Fe(II) Using
Rubber Seed Shell”. Malaysia : Universitas Malaysia Pahang. 2012.
[9] Santoso, Rendi Hadi. Bambang Susilo dan Wahyunanto Agung Nugroho.
“Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Kulit Singkong
(Mahinot esculenta Crantz) Menggunakan Activating Agent KOH”.
Universitas Brawijaya. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan
Biosistem Vol. 2 No. 3. 2014.
[10] Ikawati dan Melati. Pembuatan Karbon Aktif dari Limbah Kulit Singkong
UKM Tapioka Kabupaten Pati. Universitas Diponegoro. Semarang.
2016
51
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
[11] Darusmy, Aira. “Reaksi Transesterifikasi Degummed Palm Oil (DPO) untuk
Menghasilkan Biodiesel Sawit Menggunakan Lipozyme TL IM
sebagai Biokatalis”. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2015.
[12] Harahap, Azlia Hafisa. “Analisis Triasilgliserol pada Cocoa Butter Equivalent
yang Dibuat dari RBDPO dan Asam Stearat Menggunakan Katalis
Enzim Dedak Padi”. Medan. Universitas Sumatera Utara. 2014.
[15] Baiq Deana Rahayuan, Yeti Kurniasih, Baig Asma Nufida, “Aktivasi Tanaha
Liat Secara Asam dan Penggunaannya sebagai Adsorben untuk
Menurunkan Bilangan Peroksida Minyak Goreng Bekas”. Mataram :
Pendidikan Kimia, FPMIPA IKIP. 2015.
[17] Pardede, Agnes Sartika Doharma, Agus Mangiring Siburian dan Seatiaty
Pandia, “Tamarind Seeds As Adsorbent to Remove Phophatides
Content in CPO (Crude Palm Oil)”, Internatioanle Conf. on
Advances in Environment, Agiculture & Medical Sciences. 2014. Hal
42-46.
[18] Siburian, Agus Mangiring. “Pemanfaatan Adsorben dari Biji Asam Jawa
(Tamarindus indica) untuk Menurunkan Kandungan Asam Lemak
Bebas dan Bilangan peroksida pada CPO”. Medan : Universitas
Sumatera Utara. 2014.
[19] Aisyah, Siti. Eny Yulianti, Ghanaim Fasya, “Penurunan Angka Peroksida dan
Asam Lemak Bebas (FFA) pada Proses Bleaching Minyak Goreng
Bekas oleh Karbon Aktif Polong Buah Kelor (Moringa Oliefera.
Lamk) dengan Aktivasi NaCl”, ALCHEMY, 1(2) 2010 : hal. 93 – 103.
[20] Yustinah, Hartini “Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif
dari Sabut Kelapa”, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan
Sumber Daya Alam Indonesia. ISSN 1693 – 4393, 2011.
52
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
[21] R. Wannahari, M. F. N. Nordin, “Reduction of Peroxide Value in Used Palm
Cooking Oil Using Bagasse Adsorbent”, American International
Journal of Contemporary Research, 2(1) 2012 : hal. 185 – 191.
[26] Asyhar, M Aidil. “Pengaruh Massa Adsorben dan Waktu Kontak terhadap
penurunan Bilangan Peroksida pada Minyak Goreng Bekas Oleh
Arang Aktif temppurung Kemiri (Aleuriites Moluccana)”. Medan ::
Universitas Sumatera Utara.
[27] Selpiana. Maman Setiawan dan Ilham Rahmana. “Pengaruh Rasioa Perekat
Damar Dan Ukuran Serbuk Arang Pada Biobriket Cangkang Biji
Karet dan LDPE”. Palembang : Universitas Sriwijaya. Jurnsl Teknik
Kimia No.3, Volume: 21. 2015.
[28] Pujiyanto. “Pembuatan krbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batubara”
Depok : Universitas Indonesia. 2010.
[29] Sitorus, Oktavia dan Desiani. “Peningkatan Potensi Campuran Serat Sabut
Kelapa dan Serbuk Kayu Gergaji Teraktivasi H2SO4 Sebagai Media
Adsorben Zat Warna Terhadap Limbah Kain Songket”. Palembang :
Politeknik Negeri Sriwijaya. 2014.
[30] Ristianingsih, Yuli. Sutijan dan Arief Budiman. “Studi Kinetika Proses Kimia
dan Fisika penghilangan Getah Crude Palm Oil (CPO) dengan Asam
Fosfat”. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. 2011.
53
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
[32] Damanik, Rudi Syaputra. “Pengaruh Kadar Air terhadap Kadar Asam Lemak
Bebas (ALB) dari Minyak CPKO (Crude Palm kernel Oil) pada tangki
Timbun (Storage Tank) di PT. Sarana Agro Nusantara Unit
Belawan”. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2008.
[33] Estiaty, Lenny Marilyn. “Kesetimbangan dan kinetika Adsorpsi Ion CU2+ Pada
Zeolit -H”, Riset Geologi dan Pertimbangan (Juni, 2013) hal. 127 –
141.
[34] Manik, Desi HN. “Pengaruh Temperatur dan Perbandingan Gliserol dengan
Minyak Kelapa Terhadap Produk Gliserolisi Menggunakan Katalis
NaOH” Medan : Universitas Sumatera Utara. 2008.
[35] Ulfah, Afhami. “Penentuan Kadar Phosfor dalam Crude Palm Oil (CPO) dan
Refened Bleaching Deodorized palm Olein (RBDPO)”. Medan :
Unversitas Sumatera Utara. 2014.
[36] Purba, Nirma. “Analisa Asam Lemak bebas (ALB) dari CPO Fresh CPO
Outspecb dan CPO Blending di PTPN III Perdagangan PKS Sei
Mangkei”. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2011.
[37] Pilipus. “Pengaruh Lama Penyimpanan CPO ( Crude palm Oil) Terhadap
kadar Asam Lemak, Kadar iar dan Kadar Kotoran”. Makassar :
Universitas Hasanuddin. 2014.
[38] Kusdiandi, Dicky. “Penentuan Air dan Asam Lemak Bebas (ALB) pada Palm
Kernel Oil (PKO) di PT Multimas Nabati Asahan Kuala Tanjung-
Batubara”. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2012.
[39] Esterlita, Marina Olivia. “Pengaruh Penambahan Aktivator ZnCl2, KOH dan
H3PO4 Dalam Pembuatan Karbon Aktif dari Pelepah Aren (Arenge
Pinnata)” Medan : Universitas Sumatera Utara. 2015.
[40] Damanik, Azhari. “Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Dari Crude Palm Oil
(CPO) Pada Tangki Timbun Di PT. Sarana Agro Nusantara”. Medan
: Universitas Sumatera Utara. 2008.
[41] Badan Standardisasi Nasional, “Minyak Kelapa Sawit Mentah (Crude Palm
Oil)”, SNI 01-2901-2006, 2006.
[42] Fauziah, Nailul. “ Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia
Mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika dan Aplikasinya Sebagai
Adsorben” Bogor : Institut Pertanian Bogor. 2009.
[43] Prastiwi, Dini Aulia. “Penggunaan ZnCl2 Sebagai Aktivator Karbon Aktif Dari
Limbah Padat Agar dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Pada Limbah
Cair Industri Tahu” Bogor : Institut Pertanian Bogor. 2014.
54
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
[44] Hendra, Djeni. “Pembuatan Arang Aktif Dari Limbah Pembalakan Kayu
Puspa dengan Teknoologi Produksi Skala Semi Pilot” UDC. 2007.
[46] Laos, Landiana Etni. Masturi dan Ian Yulianti. “Pengaruh Suhu Aktivasi
Terhadap Daya Serap Karbon Aktif Kulit Kemiri” Semarang :
Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal). E-ISSN 2476-9398.
[48] W. M. Johnson, J. A. Maxwell, Rock and Mineral Analysis. Edisi Kedua, (New
York: John Wiley & Sons Inc., 1981).
[51] Nilanjana Rao (2005), “Use of Plant Material as Natural Coagulants for
Treatment of Watewater”, Diakses 1 Maret 2014 dari
Visionriviewpoint
http://www.visionriviewpoint.com/article.asp?articleid=48
[52] Yuliusman dan Muhammad Yusuf Ramly Dunggio. “Adsorpsi Gas Karbon
Monoksida (CO) dan Penjernihan Asap Kebakaran dengan
Menggunakan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa Termodifikasi
TiO2” Depok : Universitas Indonesia. 2013.
[53] David W. Martin, Biokimia, (Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 1992).
[54] Fereidoon Shahidi, Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Sixth Edition,
Volome 2 Edible Oil and Fat Products : Edible Oils, (New Jersey :
John Wiley & Sons, Inc., 2005), hal. 372.
55
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
[56] Manik, Fitriana Sabrina. “Pemanfaatan Spent Bleaching Earth dari Proses
Pemucatan CPO Sebagai Bahan Baku Briket” Bogor : Institut
Pertanian Bogor. 2010.
[57] Noor Azian Morad, Mustafa Kamal Abd Aziz, Rohani binti Mohd Zin,
“Process Design in Degumming and Bleaching of Palm Oil”,
Research, Centre of Lipids Engineering and Applied Research
(CLEAR), Universiti Teknologi Malaysia, Vote No. 74198, 2006.
[60] Zulfikar, Muhammad Ali. Tri Widiansyah dan Saepudin Suwarsa. “Studi
Kinetika Adsorpsi Zat Warna Tekstil Remazol Brillian (RB) Red
F3B”. Surakrta : Universitas Negeri Surakarta. ISBN : 979363174-0.
2014.
56
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 1
DATA PENELITIAN
L1.2 DATA HASIL ANALISA KADAR AIR, KADAR ZAT MENGUAP DAN
KADAR ABU
Tabel L1.2 Hasil Kadar Air pada Cangkang Buah Karet (%)
Kadar Air (%)
Suhu
Perlakuan 1 Perlakuan 2
oC
1:3 1:4 1:3 1:4
600 9,7 7,9 8,6 7,7
700 9,4 5,6 8,1 4,8
800 4,2 3,2 3,3 2,9
Tabel L1.3 Hasil Kadar Zat Menguap (Volatile) pada Cangkang Buah Karet (%)
Kadar Zat Menguap (%)
Suhu
Perlakuan 1 Perlakuan 2
oC 1:3 1:4 1:3 1:4
600 53 51 52 50
700 46 44 47 42
800 26 23 32 27
57
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tabel L1.4 Hasil Kadar Abu pada Cangkang Buah Karet
Kadar Abu
Suhu oC
Perlakuan 1 Perlakuan 2
1:3 1:4 1:3 1:4
600 0,02 0,03 0,01 0,03
700 0,03 0,04 0,02 0,04
800 0,05 0,05 0,04 0,05
Setelah Diaktivasi
Suhu
(oC) Sebelum Diaktivasi Rasio Adsorben : Kalium Hidroksida
(b:v)
Perlakuan 1 Perlakuan 2
Perlakuan 1 Perlakuan 2
1:3 1:4 1:3 1:4
600 558,492 412,273 469,641 630,877 465,073 589,388
700 634,650 436,784 913,896 761,580 877,609 741,324
800 685,422 449,754 1.129,671 1.180,449 976,978 988,007
58
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
L1.4 KARAKTERISASI GUGUS FUNGSI PADA ADSORBEN CANGKANG
BUAH KARET DENGAN SPETROFOTOMETRI FTIR
547,78 cm-1 : gugus C-Br (alkil halida) 1492,90 cm-1 : gugus C-H (alkana)
-1
975,98 cm : gugus C-H (alkena romatik) 1546,91 cm-1 : gugus NO2
1087,85 cm-1 : gugus C-O (asam karboksilat) (senyawa nitro)
1141,86 cm-1 : gugus C-N (amina alifatik) 1600,92 cm-1 : gugus N-H (amina)
1188,15 cm-1 : gugus C-H (alkil halida) 2877,79 cm-1 : gugus C-H (Alkana)
1238,30 cm-1 : gugus C-N (amina)
Gambar L1.1 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Sebelum Diaktivasi
Gambar L1.2 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Setelah Diaktivasi
59
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
518,17 cm-1 : gugus C=H (alkena aromatik)
715,60 cm-1 : gugus C-H (alkana) 1741, 15 cm-1: gugus C=O (keton)
1147,77 cm-1 : gugus C-O (asam karboksilat) 2850,95 cm-1 : gugus –CO-
1232,29 cm-1 : gugus O-H (alkohol) (aldehid)
1372,41 cm-1 : gugus N-O (senyawa nitro) 2919,70 cm-1 : gugus C-H
1459,20 cm-1 : gugus C-H (komp. Aromatik) (asam karboksilat)
Gambar L1.3 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Telah Terpakai untuk Adsorpsi
(a) (b)
Gambar L1.4 Hasil Anlisa SEM (Scanning Electron Microscope) untuk Adsorben
Cangkang Buah Karet Sebelum Diaktivasi (a) perbesaran 3000 kali dan (b)
perbesaran 5000 kali
60
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : = Rongga pori
(a) (b)
(c) (d)
FFA (%)
Dosis FFA awal t : 10 t : 20 t : 30 t : 40 t : 50 t : 60
Adsorben (%) menit menit menit menit menit menit
(%)
1,00 3,33 3,32 2,13 2,40 2,73 3,89
1,50 5,02 3,50 4,32 2,14 2,43 2,89 3,44
2,00 4,57 3,96 2,15 2,18 3,35 3,80
61
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
L1. 7 BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK KELAPA SAWIT
Tabel L1.7 Hasil Kadar Abu pada Cangkang Buah Karet
BILANGAN PEROKSIDA (meq/kg minyak)
PV Awal
Dosis
(meq/kg t : 10 t : 20 t : 30 t : 40
Adsorben
minyak) menit menit menit menit
(%)
1,00 0,00456 0,00387 0,00247 0,00453
1,50 0,0153 0,00880 0,00795 0,00677 0,00531
2,00 0,00561 0,00465 0,00341 0,00678
62
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 1
DATA PENELITIAN
L1.2 DATA HASIL ANALISA KADAR AIR, KADAR ZAT MENGUAP DAN
KADAR ABU
Tabel L1.2 Hasil Kadar Air pada Cangkang Buah Karet (%)
Kadar Air (%)
Suhu
Perlakuan 1 Perlakuan 2
oC
1:3 1:4 1:3 1:4
600 9,7 7,9 8,6 7,7
700 9,4 5,6 8,1 4,8
800 4,2 3,2 3,3 2,9
Tabel L1.3 Hasil Kadar Zat Menguap (Volatile) pada Cangkang Buah Karet (%)
Kadar Zat Menguap (%)
Suhu
Perlakuan 1 Perlakuan 2
oC 1:3 1:4 1:3 1:4
600 53 51 52 50
700 46 44 47 42
800 26 23 32 27
57
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tabel L1.4 Hasil Kadar Abu pada Cangkang Buah Karet
Kadar Abu
Suhu oC
Perlakuan 1 Perlakuan 2
1:3 1:4 1:3 1:4
600 0,02 0,03 0,01 0,03
700 0,03 0,04 0,02 0,04
800 0,05 0,05 0,04 0,05
Setelah Diaktivasi
Suhu
(oC) Sebelum Diaktivasi Rasio Adsorben : Kalium Hidroksida
(b:v)
Perlakuan 1 Perlakuan 2
Perlakuan 1 Perlakuan 2
1:3 1:4 1:3 1:4
600 558,492 412,273 469,641 630,877 465,073 589,388
700 634,650 436,784 913,896 761,580 877,609 741,324
800 685,422 449,754 1.129,671 1.180,449 976,978 988,007
58
Universitas Sumatera Utara
L1.4 KARAKTERISASI GUGUS FUNGSI PADA ADSORBEN CANGKANG
BUAH KARET DENGAN SPETROFOTOMETRI FTIR
547,78 cm-1 : gugus C-Br (alkil halida) 1492,90 cm-1 : gugus C-H (alkana)
-1
975,98 cm : gugus C-H (alkena romatik) 1546,91 cm-1 : gugus NO2
1087,85 cm-1 : gugus C-O (asam karboksilat) (senyawa nitro)
1141,86 cm-1 : gugus C-N (amina alifatik) 1600,92 cm-1 : gugus N-H (amina)
1188,15 cm-1 : gugus C-H (alkil halida) 2877,79 cm-1 : gugus C-H (Alkana)
1238,30 cm-1 : gugus C-N (amina)
Gambar L1.1 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Sebelum Diaktivasi
Gambar L1.2 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Setelah Diaktivasi
59
Universitas Sumatera Utara
518,17 cm-1 : gugus C=H (alkena aromatik)
715,60 cm-1 : gugus C-H (alkana) 1741, 15 cm-1: gugus C=O (keton)
1147,77 cm-1 : gugus C-O (asam karboksilat) 2850,95 cm-1 : gugus –CO-
1232,29 cm-1 : gugus O-H (alkohol) (aldehid)
1372,41 cm-1 : gugus N-O (senyawa nitro) 2919,70 cm-1 : gugus C-H
1459,20 cm-1 : gugus C-H (komp. Aromatik) (asam karboksilat)
Gambar L1.3 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Telah Terpakai untuk Adsorpsi
(a) (b)
Gambar L1.4 Hasil Anlisa SEM (Scanning Electron Microscope) untuk Adsorben
Cangkang Buah Karet Sebelum Diaktivasi (a) perbesaran 3000 kali dan (b)
perbesaran 5000 kali
60
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : = Rongga pori
(a) (b)
(c) (d)
FFA (%)
Dosis FFA awal t : 10 t : 20 t : 30 t : 40 t : 50 t : 60
Adsorben (%) menit menit menit menit menit menit
(%)
1,00 3,33 3,32 2,13 2,40 2,73 3,89
1,50 5,02 3,50 4,32 2,14 2,43 2,89 3,44
2,00 4,57 3,96 2,15 2,18 3,35 3,80
61
Universitas Sumatera Utara
L1. 7 BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK KELAPA SAWIT
Tabel L1.7 Hasil Kadar Abu pada Cangkang Buah Karet
BILANGAN PEROKSIDA (meq/kg minyak)
PV Awal
Dosis
(meq/kg t : 10 t : 20 t : 30 t : 40
Adsorben
minyak) menit menit menit menit
(%)
1,00 0,00456 0,00387 0,00247 0,00453
1,50 0,0153 0,00880 0,00795 0,00677 0,00531
2,00 0,00561 0,00465 0,00341 0,00678
62
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 2
CONTOH PERHITUNGAN
Misalnya untuk biosorben hasil modifikasi pada suhu 600 oC dan rasio
biosorben : asam nitrat 1:3 adalah :
1,01−0,96
Kadar Air = x 100%
0,96
= 5,208 %
63
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Kadar Zat Menguap
𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑔𝑟)
Kadar Zat Menguap = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑢𝑟 (𝑔𝑟)
Misalnya untuk biosorben hasil modifikasi pada suhu 600 oC dan rasio
biosorben : asam nitrat 1:3 adalah :
0,07
Kadar Zat Menguap = 0,89 x 100%
= 15,66 %
Kadar Abu
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 (𝑔𝑟)
Kadar Abu = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑢𝑟 (𝑔𝑟)
Misalnya untuk biosorben hasil modifikasi pada suhu 600 oC dan rasio
biosorben : asam nitrat 1:3 adalah :
0,02
Kadar Abu = 0,83 x 100%
= 2,41 %
𝑉𝑥𝑁1
𝑚𝑔 10−
𝑁2
Bilangan Iodin (
𝑔
)= 𝑊2
𝑥 𝑊1 𝑥 𝐹𝑝
Dimana,
V = volume natrium tiosulfat yang diperlukan (ml)
N1 = normalitas natrium tiosulfat (N)
N2 = normalitas iodin (0,1 N)
W1 = jumlah iodin untuk setiap 1 ml larutan natrium tiosulfat 0,1 N
(12,69 mg/ml)
W2 = massa sampel (g)
Fp = faktor pengenceran (2,5)
Misalnya untuk adsorben hasil modifikasi pada suhu karbonisasi 700oC dan
rasio adsorben : kalium hidroksida (b:v) sebesar 1:3, diketahui :
V = 2,8 ml
N1 = 0,1 N
64
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
W2 = 0,25 gram
Maka :
2,8 𝑥 0,1
𝑚𝑔 10−
0,1
Bilangan Iodin ( )= 𝑥 12,693 𝑥 2,5
𝑔 0,25
= 913,896 mg/g
NxVxM
% Asam Lemak Bebas =
gr sampel
= 2,13
65
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Isoterm Freundlich
1
𝐿𝑜𝑔 𝑞𝑒 = 𝐿𝑜𝑔 𝑘𝑓 + 𝐿𝑜𝑔 𝐶𝑒
𝑛
Bilangan Peroksida
Dimana, waktu kesetimbangan terjadi pada saat 40 menit
Massa ce qe ce/qe log ce log qe
bisorben (gr)
1 0,00453 0,01077 0,42161 -2,344 -1,968
1,5 0,00531 0,00666 0,79729 -2,275 -2,177
2 0,00678 0,00426 0,00426 -2,169 -2,371
66
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Asam Lemak Bebas
Dimana, waktu kesetimbangan terjadi pada saat 40 menit
qe Waktu (t) qt t/qt
(menit)
2,62 10 1,69 5,91716
2,62 20 1,70 11,7647
2,62 30 2,89 10,3806
2,62 40 2,62 15,26718
Bilangan Peroksida
Dimana, waktu kesetimbangan terjadi pada saat 40 menit
qe Waktu (t) qt t/qt
(menit)
0,01077 10 0,01074 931,0987
0,01077 20 0,01143 1749,781
0,01077 30 0,01283 2338,270
0,01077 40 0,01077 3714,020
67
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 3
FOTO HASIL PENELITIAN
68
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.3 Sampel Hasil Kalsinasi dalam Furnace
69
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.5 Sampel Diayak dengan Ayakan 140 mesh
70
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.7 Sampel Cangkang Buah Karet Diaktivasi dengan Kalium Hidroksida
(KOH) 30%
71
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.9 Adsorben Hasil Pengeringan di Dalam Oven
72
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.11 Hasil Titrasi dengan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
Gambar 3.12 Hasil Titrasi dengan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N Setelah
Penambahan Amilum
73
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
L3.3 FOTO PERCOBAAN ADSORPSI KADAR ASAM LEMAK BEBAS
DAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK KELAPA SAWIT
74
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.15 Adsorben Sisa Reaksi atau Spent Adsorbent dan Adsorben dengan
Hasil Adsorpsi Terbaik
75
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.17 Hasil Titrasi Kadar Asam Lemak Bebas
76
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.19 Minyak Hasil Adsorpsi Terbaik
77
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara