Anda di halaman 1dari 107

PEMBUATAN BIOSORBEN DARI CANGKANG BUAH

KARET (Hevea brasilliensis) MENGGUNAKAN


AKTIVATOR KALIUM HIDROKSIDA (KOH) UNTUK
MENURUNKAN ASAM LEMAK BEBAS DAN
BILANGAN PEROKSIDA PADA
CPO (Crude Palm Oil)

SKRIPSI

Oleh

FITRIANI INDAH LESTARI


130405032

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JANUARI 2018

Universitas Sumatera Utara


PEMBUATAN BIOSORBEN DARI CANGKANG BUAH
KARET (Hevea brasilliensis) MENGGUNAKAN
AKTIVATOR KALIUM HIDROKSIDA (KOH) UNTUK
MENURUNKAN ASAM LEMAK BEBAS DAN
BILANGAN PEROKSIDA PADA
CPO (Crude Palm Oil)

SKRIPSI

Oleh

FITRIANI INDAH LESTARI


130405032

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN


PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JANUARI 2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini
merupakan skripsi dengan judul, “PEMBUATAN BIOSORBEN DARI
CANGKANG BUAH KARET (Hevea brasilliensis) MENGGUNAKAN
AKTIVATOR KALIUM HIDROKSIDA (KOH) UNTUK MENURUNKAN
ASAM LEMAK BEBAS DAN BILANGAN PEROKSIDA PADA CPO (Crude
Palm Oil)” berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universtas Sumatera Utara. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada dunia
industri tentang pembuatan biosorben dari cangkang buah karet (Hevea
brasilliensis) menggunakan aktivator kalium hidroksida (KOH) untuk
menurunkan asam lemak bebas dan bilangan peroksida pada CPO (Crude Palm
Oil). Beberapa data dari Skripsi ini telah diterima dan diseminarkan pada :
Conference on Engineering Science and Technology (CEST) di Grand Aston City
Hall, Medan pada tanggal 7 September 2017 dengan judul “RUBBER FRUIT
SHELL HEVEA BRASILLIENSIS) AS BIO SORBENT TO REMOVE FFA
(FREE FATTY ACID) CONTENT IN CPO (CRUDE PALM OIL)”.
Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan dan penyelesaian
penulisan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Fatimah, M.T selaku Dosen penguji yang telah memberikan
banyak arahan dan bimbingan dalam penyusunan dan pelaksanaan skripsi ini.
3. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.Si selaku Dosen Penguji dan Koordinator
Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara.

iv

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Ir. Maya Sarah, ST, MT, Ph.D, IPM selaku Ketua Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dr. Erni Misran, S.T, M.T selaku Sekretaris Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Dr. Eng. Irvan, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah membimbing penulis dalam hal akademik selama kuliah di Teknik Kimi
Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh Dosen/Staf Pengajar Departemen Teknik Kimia Universitas
Sumatera Utara, yang telah mendidik dan membagikan ilmu kepada penulis
selama perkuliahan
8. Pegawai Administrasi Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera
Utara, yang telah membantu penulis dalam hal administrasi selama
perkuliahan.
9. Siti Nurfadilla Siregar selaku partner penelitian penulis yang telah bekerja
sama dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 2018

Fitriani Indah Lestari

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada :


1. Kedua orang tua, Bapak Syarifuddin dan Ibu Musinah, dan keluarga tercinta.
Tanpa kalian aku tidak akan mempunyai keinginan dan dorongan untuk
melanjutkan studi. Terimakasih atas support yang kalian berikan. Mungkin
apa yang telah aku berikan belum memberikan kepuasan untuk kalian.
Aku minta maaf
2. Sahabat Tersayang
Terimakasih atas dukungan, saran dan pengalaman yang berharga selama 4
tahun ini ya sahabat terutama untuk Blackpink Squad yaitu Hamda Eka
Agustini, Feni Dwi Desiyana dan Siti Nurfadilla Siregar. Semoga
persahabatan ini terus terikat dan kekal sampai akhir kiamat kelak. amin
3. Orang orang yang membantu saya
Terimakasih untuk guru dan dosen. Terimakasih sudah memberikan pelajaran
yang penting buat saya menimba ilmu.
Terimakasih untuk teman teman, atas dorongannya dan semangatnya.

vi

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Fitriani Indah Lestari


NIM : 130405032
Tempat, tanggal lahir : Sidodadi, 10 November 1995

Nama orang tua : Syarifuddin


Musinah

Alamat Alamat orang tua : Sidodadi, Dusun VII,


Kecamatan Kampung Rakyat,
Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Asal Sekolah:
MI Swasta Ihya Ulumuddin tahun 2001 - 2007
MTs Swasta Ihya Ulumuddin tahun 2007 - 2010
SMA Negeri 1 Rantau Selatan tahun 2010 - 2013
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 2013 - 2018

Pengalaman Kerja dan Organisasi:


1. Kerja Praktek di PTPN IV PGKM tahun 2016
2. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode
2016/2017 sebagai Anggota Bidang HKIA (Hubungan Keluar Instansi
dan Alumni)
3. Covalen Study Group (CSG) FT USU periode 2015/2016 sebagai
Anggota Bidang Kreativitas Mahasiswa

Jurnal Publish :

Rubber Fruit Shell (Hevea brasilliensis) as Biosorbent to Remove (Free


Fatty Acid) Content in CPO (Crude Palm Oil)

vii

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
viii

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Tujuan dari penlitian ini untuk menghasilkan biosorben dari cangkang buah karet yang
diaktivasi dengan kalium hidroksida (KOH) untuk menurunkan kandungan asam
lemak bebas (FFA) dan bilangan peroksida pada minyak kelapa sawit dengan dosis
adsorben dan waktu reaksi yang paling baik. Bahan – bahan yang digunakan, antara
lain CPO (Crude Palm Oil), cangkang buah karet, kalium hidroksida, dan aquadest.
Variabel – variabel yang diamati, antara lain rasio adsorben : KOH dan suhu
karbonisasi dengan furnace pada proses modifikasi adsorben, serta waktu reaksi dan
dosis penambahan adsorben untuk proses adsorpsi pada minyak. Penelitian diawali
dengan modifikasi biosorben, dimana cangkang buah karet yang telah dibersihkan dan
dihaluskan sampai ukuran 140 mesh dikarbonisasi dengan suhu furnace 600oC, 700oC
dan 800oC kemudian diaktivasi dengan larutan KOH 30% dengan rasio adsorben :
KOH (b:v) sebesar 1:3 dan 1:4. Biosorben dengan hasil analisa bilangan iodin terbesar
digunakan dalam proses adsorpsi pada minyak yang dilakukan dengan memanaskan
100 gram CPO di atas hot plate pada suhu 90oC dengan pengadukan menggunakan
magnetic stirrer kecepatan 1000 rpm dilanjutkan dengan penambahan biosorben
sebanyak 1 %, 1,5 %, dan 2 % (dari berat CPO) dan waktu kontak 10, 20, 30 dan 40
menit, kemudian minyak disaring dengan pompa vakum. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rasio adsorben : kalium hidroksida terbaik adalah 1:4 pada suhu
karbonisasi 800oC dengan bilangan iodin sebesar 1.180,44 mg/g. Dosis biosorben
terbaik adalah 1,0 % pada waktu kontak 30 menit yang memberikan penurunan
terbesar terhadap kadar FFA pada CPO dengan kadar sebesar 2,13 % dengan
persentase penyisihan sebesar 57,56 %, serta penurunan bilangan peroksida dengan
jumlah sebesar 0,00247 meq/kg dengan persentase penurunan sebesar 72,56%. Hal ini
menunjukkan bahwa biosorben cangkang buah karet yang diaktivasi dengan KOH
efektif dalam menurunkan FFA dan bilangan peroksida pada CPO.

Kata kunci: biosorben, cangkang buah karet, CPO, FFA, bilangan peroksida

viii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BIOSORBENT FROM RUBBER FRUITSHELLS (Hevea
brasilliensis) BY POTASSIUM HYDROXIDE ACTIVATOR
TO DECLINE FREE FATTY ACID AND PEROXIDES OF
CRUDE PALM OIL
ABSTRACT

This study purpose is to produce of biosorbent from rubber fruit shell by activator
using potassium hydroxide to reduce of free fatty acid content (FFA) and peroxide
value (PV) in CPO (Crude Palm Oil) at the optimum biosorbent dose and contact time.
The used materials used were crude palm oil (CPO), rubber fruit shell, potassium
hydroxide, and distilled water. The observed variables observed were adsorbent :
potassium hydroxide ratio and furnace temperature in adsorbent activation process,
contact time and biosorbent dose in adsorption process. This study was begun by
adsorbent modification, where the cleaned and crushed rubber sheed shell was
screened through 140 mesh and then it was furnaced at 600oC, 700oC, and 800oC.
Biosorbent was then activated using 30% potassium hydroxide at biosorbent to
potassium hydroxide ratio of 1:3 and 1:4. Biosorbent with the highest iodine number
was used to adsorp FFA and PV in CPO. The adsorption was performed by heating
100 grams of CPO at 90oC with 1000 rpm, and followed by biosorbent addition of 1.0
%, 1.5 %, and 2.0 % (the used CPO) at 10, 20, 30 and 40 minutes of contact time, and
then the oil was filtered using vacuum filter. The results showed that the optimum
biosorbent to potassium hydroxide ratio was 1:4 at 800oC with iodine number of
1.180,449 mg/g. The optimum adsorbent dose was 1.0 % of the used CPO in 30
minutes of contact time with the highest FFA reduction at 2,13 % FFA content by
reduction percentage of 57,56 %, and PV reduction with peroxide value of 0,00247
meq/kg by reduction percentage of 72,56 %. This study showed that adsorbent from
rubber fruit shell by KOH activation was effective to reduce FFA content and PV in
CPO.

Keyword : Biosorbent, CPO, FFA, PV, Rubber Fruit Shell.

ix
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
PRAKATA iv
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR SINGKATAN xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUSAN MASALAH 5
1.3 TUJUAN PENELITIAN 5
1.4 MANFAAT PENELITIAN 5
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 CANGKANG BUAH KARET SEBAGAI BIOSORBEN 8
2.2 PROSES PEMBUATAN BIOSORBEN 11
2.3 MINYAK KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL) 13
2.4 PEMURNIAN CPO 14
2.4.1 Degguming CPO 15
2.4.2 Bleaching CPO 16
2.4.3 Pemucatan dengan Menggunaka Adsorben 17
2.5 ASAM LEMAK 18

xi

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


2.5.1 Pengaruh Asam Lemak Bebas pada Mutu Minyak
Kelapa Sawit 19
2.5 PEROKSIDA 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 21
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 21
3.2.1 Bahan 21
3.2.2 Peralatan 21
3.3 PROSEDUR PERCOBAAN 22
3.3.1 Pembuatan Biosorben Cangkang Buah Karet 22
3.3.2 Proses Degumming dan Bleaching 23
3.4 PROSEDUR ANALISA 23
3.4.1 Analisa Uji Kadar Air pada Biosorben 23
3.4.2 Analisa Uji Kadar Zat Menguap (Volatile) pada
Biosorben 23
3.4.3 Analisa Uji Kadar Zat Abu pada Biosorben 23
3.4.4 Analisa Bilangan Biosorben pada Biosorben 24
3.4.5 Analisa Karakteristik Gugus Fungsi dengan
Spektrofotometri FTIR 24
3.4.6 Analisa Scanning Electron Microscope (SEM) 25
3.4.7 Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (%FFA) pada Minyak 25
3.4.3.1 Bahan Kimia 25
3.4.3.2 Cara Kerja 26
3.4.8 Analisa Bilangan Peroksida pada Minyak 27
3.5 FLOWCHART PENELITIAN 28
3.5.1 Pembuatan Biosorben Cangkang Buah Karet 28
3.5.2 Proses Degumming dan Bleaching 29
3.5.2 Analisa Bilangan Iodin pada Adsorben 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32
4.1. PEMBUATAN BIOSORBEN DARI CANGKANG BUAH
KARET 32
4.2 KARAKTERISTIK GUGUS FUNGSI PADA BIOSORBEN
xi

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


DARI CANGKANG BUAH KARET DENGAN
SPETROFOTOMETRI FTIR 36
4.3 KARAKTERISITIK STRUKTUR PORI PADA
PERMUKAAN ADSORBEN DARI CANGKANG
BUAH KARET DENGAN SCANNING ELECTRON
MICROSCOPE (SEM) 39
4.4 ADSORPSI KADAR ASAM LEMAK BEBAS (FFA) PADA
CPO 40
4.5 ADSORPSI KANDUNGAN PEROKSIDA PADA CPO 43
4.6 KESETIMBANGAN ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS
DAN BILANGAN PEROKSIDA 45
4.7 MODEL KINETIKA ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS
DAN BILANGAN PEROKSIDA 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 49
5.1 KESIMPULAN 49
5.2 SARAN 50
DAFTAR PUSTAKA 51

xi

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
PRAKATA iv
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR SINGKATAN xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUSAN MASALAH 5
1.3 TUJUAN PENELITIAN 5
1.4 MANFAAT PENELITIAN 5
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 CANGKANG BUAH KARET SEBAGAI BIOSORBEN 8
2.2 PROSES PEMBUATAN BIOSORBEN 11
2.3 MINYAK KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL) 13
2.4 PEMURNIAN CPO 14
2.4.1 Degguming CPO 15
2.4.2 Bleaching CPO 16
2.4.3 Pemucatan dengan Menggunaka Adsorben 17
2.5 ASAM LEMAK 18

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


2.5.1 Pengaruh Asam Lemak Bebas pada Mutu Minyak
Kelapa Sawit 19
2.5 PEROKSIDA 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 21
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 21
3.2.1 Bahan 21
3.2.2 Peralatan 21
3.3 PROSEDUR PERCOBAAN 22
3.3.1 Pembuatan Biosorben Cangkang Buah Karet 22
3.3.2 Proses Degumming dan Bleaching 23
3.4 PROSEDUR ANALISA 23
3.4.1 Analisa Uji Kadar Air pada Biosorben 23
3.4.2 Analisa Uji Kadar Zat Menguap (Volatile) pada
Biosorben 23
3.4.3 Analisa Uji Kadar Zat Abu pada Biosorben 23
3.4.4 Analisa Bilangan Biosorben pada Biosorben 24
3.4.5 Analisa Karakteristik Gugus Fungsi dengan
Spektrofotometri FTIR 24
3.4.6 Analisa Scanning Electron Microscope (SEM) 25
3.4.7 Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (%FFA) pada Minyak 25
3.4.3.1 Bahan Kimia 25
3.4.3.2 Cara Kerja 26
3.4.8 Analisa Bilangan Peroksida pada Minyak 27
3.5 FLOWCHART PENELITIAN 28
3.5.1 Pembuatan Biosorben Cangkang Buah Karet 28
3.5.2 Proses Degumming dan Bleaching 29
3.5.2 Analisa Bilangan Iodin pada Adsorben 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32
4.1. PEMBUATAN BIOSORBEN DARI CANGKANG BUAH
KARET 32
4.2 KARAKTERISTIK GUGUS FUNGSI PADA BIOSORBEN

xi

Universitas Sumatera Utara


DARI CANGKANG BUAH KARET DENGAN
SPETROFOTOMETRI FTIR 36
4.3 KARAKTERISITIK STRUKTUR PORI PADA
PERMUKAAN ADSORBEN DARI CANGKANG
BUAH KARET DENGAN SCANNING ELECTRON
MICROSCOPE (SEM) 39
4.4 ADSORPSI KADAR ASAM LEMAK BEBAS (FFA) PADA
CPO 40
4.5 ADSORPSI KANDUNGAN PEROKSIDA PADA CPO 43
4.6 KESETIMBANGAN ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS
DAN BILANGAN PEROKSIDA 45
4.7 MODEL KINETIKA ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS
DAN BILANGAN PEROKSIDA 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 49
5.1 KESIMPULAN 49
5.2 SARAN 50
DAFTAR PUSTAKA 51

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Cangkang Buah Karet 10
Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Biosorben Cangkang Buah Karet 28
Gambar 3.2 Flowchart Proses Degumming dan Bleaching 29
Gambar 3.3 Flowchart Analisa Bilangan Iodin pada Biosorben 31
Gambar 4.1 Pengaruh Suhu Karbonisasi terhadap Bilangan Iodin
Adsorben pada Rasio Adsorben : Kalium Hidroksida
(b:v) Tertentu 34
Gambar 4.2 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang
Buah Karet Sebelum Diaktivasi 36
Gambar 4.3 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben
Cangkang Buah Karet Setelah Diaktivasi 37
Gambar 4.4 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang
Buah Karet Telah Terpakai untuk Adsorpsi 37
Gambar 4.5 Hasil Analisa SEM (Scanning Electron Microscope) untuk
Adsorben Cangkang Buah Karet Sebelum Diaktivasi
(a) perbesaran 3000 kali (b) perbesaran 5000 kali 39
Gambar 4.5 Hasil Analisa SEM (Scanning Electron Microscope) untuk
Adsorben Cangkang Buah Karet Setelah Diaktivasi
(a) perbesaran 3000 kali (b) perbesaran 5000 kali 39
Gambar 4.7 Grafik Penurunan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
Minyak Kelapa Sawit pada Waktu Tertentu 41
Gambar 4.8 Grafik Penurunan Bilangan Peroksida Minyak Kelapa
Sawit pada Beberapa Kondisi Operasi 43
Gambar 4.9 Grafik Model Isoterm Freundlich pada Asam Lemak Bebas 45
Gambar 4.10 Grafik Model Isoterm Freundlich pada Bilangan Peroksida 46
Gambar 4.11 Grafik Kinetika Pseudo-Orde Dua Asam Lemak Bebas 47
Gambar 4.12 Grafik Kinetika Pseudo-Orde Dua Bilangan Peroksida 47

xiii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Kimia yang Terkandung dalam Cangkang


Buah karet 10
Tabel 2.2 Komposisi Kimia yang Terkandung dalam Cangkang Buah
Karet Setelah Analisa 10
Tabel 2.3 Satandard Mutu Minyak Kelapa Sawit 11
Tabel 2.4 Standard Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit 15
Tabel 2.5 Contoh Kadar Asam Lemak Jenuh dan Tidak Jenuh dan
Tidak Jenuh pada Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit 19
Tabel L1.1 Hasil Anlisa Rendemen (Yield) Biosorben 57
Tabel L1.2 Hasil Kadar Air pada Cangkang Buah Karet (%) 57
Tabel L1.3 Hasil Kadar Zat Menguap (Volatile) pada Cangkang Buah
Karet (%) 57
Tabel L1.4 Hasil Kadar Abu pada Cangkang Buah Karet (%) 58
Tabel L1.5 Bilangan Iodin Adsorben Cangkang Buah Karet untuk Setiap
Variasi (mg/g) 58
Tabel L1.6 Hasil Kadar Asam Lemak Bebas pada Cangkang Buah
Karet (%) 62
Tabel L1.7 Hasil Kadar Bilangan Peroksida pada Cangkang Buah
Karet (%) 63

xiv
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I DATA PENELITIAN 57


L1.2 DATA HASIL ANALISA RENDEMEN (YIELD)
BIOSORBEN 57
L1.2 DATA HASIL ANALISA KADAR AIR, KADAR
ZAT MENGUAP DAN KADAR ABU 57
L1.3 DATA HASIL ANALISA IODIN (Mg/g) PADA
BIOSORBEN CANGKANG BUAH KARET 58
L1.4 KARAKTERISTIK GUGUS FUNGSI PADA
ADSORBEN CANGKANG BUAH KARET
DENGAN SPEKTROFOTOMETRI FTIR 59
L1.5 KARAKTERISTIK STRUKTUR PORI PADA
ADSORBEN CANGKANG BUAH KARET
DENGAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPE
(SEM) 62
L1.6 KADAR ASAM LEMAK BEBAS PADA MINYAK
KELAPA SAWIT 63
LAMPIRAN II CONTOH PERHITUNGAN 64
L2.1 PERHITUNGAN RENDEMEN (YIELD)
BIOSORBEN 64
L2.2 PERHITUNGAN KADAR AIR, KADAR ZAT
MENGUAP DAN KADAR ABU BIOSORBEN 64
L2.3 PERHITUNGAN BILANGAN IODIN (Mg/g)
PADA BIOSORBEN 65
L2.4 PERHITUNGAN KADAR ASAM LEMAK 66
L2.5 PERHITUNGAN ISOTERM ADSORPSI 66
L2.6 PERHITUNGAN KINETIKA ADSORPSI 67
LAMPIRAN III FOTO HASIL PENELITIAN 68
L3.1 FOTO PERCOBAAN PEMBUATAN ADSORBEN
CANGKANG BUAH KARET 68
L3.2 FOTO ANALISA BILANGAN IODIN 73

xv
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
L3.3 FOTO PERCOBAAN ADSORPSI KADAR ASAM
LEMAK BEBAS DAN BILANGAN PEROKSIDA
PADA MINYAK KELAPA SAWIT 75

xvi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

CPO Crude Palm Oil


FFA Free Fatty Acid
FTIR Fourier Transform Infra Red
KOH Kalium Hidroksida
PV Peroxide Value
SEM Scanning Electron Microscope
SNI Standar Nasional Indonesia

xvii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman yang berasal dari Brazil.
Pada tahun 1902, mulai dibudidayakan di Indonesia. Negara-negara penghasil
karet alam terbesar terletak di Asia Tenggara, yaitu Malaysia, Indonesia dan
Thailand. Karet merupakan tanaman perkebunan yang dapat tumbuh dengan baik
di daerah yang memiliki ketinggian antara 0-400 mm di atas permukaan laut. [1].
Luas areal tanaman karet mencapai lebih dari 3 juta ha. Bila 1 ha kebun mampu
menghasilkan tak kurang dari 5.000 cangkang biji karet setiap tahun, maka akan
diperoleh banyak sekali cangkang biji karet yang dapat diolah. Di tinjau dari
kondisi tersebut, limbah yang akan dihasilkan meningkat dimasa mendatang
seiring dilakukannya pembukaan lahan-lahan baru oleh masyarakat untuk
perkebunan karet, sehingga dipandang perlu alternatif cara penanggulangan
limbah tersebut [2]. Secara fisik cangkang buah karet memiliki ciri ini sebagai
tumbuhan yang berlignin. Konstruksi cangkang yang keras mengindikasi bahwa
cangkang buah karet ini mengandung senyawa aktif berupa lignin [3]. Selain
pemanfaatannya yang masih kurang optimal, jika dibandingkan dengan bagian
buah lainnya, bagian cangkang termasuk bagian yang mengandung lignin yang
cukup banyak, sehingga bagian ini cukup potensial untuk diolah menjadi produk
karbon aktif (biosorben) yang sangat bermanfaat dan bernilai jual yang tinggi.
Hal ini akan membuat cangkang buah karet menjadi lebih termanfaatkan.
Sejumlah penelitian telah dilakukan terhadap tanaman karet (Hevea
brasiliensis) dengan dan tanpa pengaktifan. Penelitian yang dilakukan Vinsiah et
al. [3], untuk mengetahui karakterisasi dan daya serap karbon aktif yang dibuat
dari cangkah buah karet. Kondisi optimum pembuatan karbon aktif dalam
penelitian ini adalah karbon aktif yang dibuat pada suhu 600°C, dimana karbon
pada suhu ini memiliki daya serap iodium 500,6268 mg/g ; dan daya serap metilen
biru sebesar 14,1301 mg/g. Bangun, et al. [4] mengenai pembuatan arang aktif
dari cangkang buah karet untuk adsorpsi ion besi (II) dalam larutan. Kondisi
optimum pembuatan karbon aktif dalam penelitian ini adalah karbon aktif yang

Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
dibuat pada suhu 600°C, dimana karbon pada suhu ini memiliki daya serap
iodium 1163,1654 mg/gr ; dan daya serap ion besi sebesar 99% pada massa
optimum 1,5 gram dan waktu kontak 90 menit. Sunil et al. [5] mengenai efesiensi
penyerapan kandungan Chromium (VI) dari suatu larutan menggunakan adsorben
cangkang buah karet (Hevea brasiliensis) diperoleh pH optimum antara 1,0 dan
2,0 dengan efisiensi penyerapan paling baik yaitu chitosan yang dilapisi asam
pada biji karet yang diperlakukan dengan arang tempurung. Hutapea et al. [6],
tentang pemanfaatan cangkang buah karet dan limbah epicarp sebagai aktivasi
biochar, diperoleh bilangan iodin tertinggi 879,97 mg/g dengan konsentrasi
aktivator 15% suhu 800ºC. Pegketanang et al. [7] Aktivasi cangkang buah karet
menggunakan KOH (Kalium Hidroksida) yang diaplikasikan dalam kapasitor
elektroda. Hasil penelitian yang diperoleh dengan angka iodine tertinggi adalah
639,73 mg/g pada suhu karbonasi 900ºC dengan konsentrasi aktivator 30%..
Sulaiman. [8] Aktivasi cangkang buah karet menggunakan HCl (Asam Klorida)
untuk mengadsorpsi Pb(II), Zn(II) dan Fe(II). Hasil penelitian yang diperoleh
dengan penyerapan maksimum Pb (II) 15,41 mg/g.
Menurut Elly (2008), metode aktivasi yang dapat digunakan dalam
pembuatan karbonaktif, yaitu Aktivasi kimia yakni pengaktifan arang atau karbon
dengan menggunakan bahan-bahan kimia sebagai activating agent yang dilakukan
dengan cara merendam arang dalam larutan kimia, seperti ZnCl2, KOH, HNO3,
H3PO4, dan sebagainya [3].
Pada penelitian terdahulu tentang adsorben yang diaktivasi menggunakan
KOH (Kalium Hidroksida) adalah Pegketanang et al. [7] Aktivasi cangkang buah
karet menggunakan KOH (Kalium Hidroksida) yang diaplikasikan dalam
kapasitor elektroda. Hasil penelitian yang diperoleh dengan angka iodine tertinggi
adalah 639,73 mg/g pada suhu karbonasi 900ºC dengan konsentrasi aktivator
KOH (Kalium Hidroksida) 30%. Santoso et al. [9] Pembuatan dan Karakterisasi
Karbon Aktif dari Kulit Singkong (Manihot esculenta Crantz) Menggunakan
Activating Agent KOH. Hasil penelitian yang diperoleh dengan angka iodine
tertinggi 1113,863 mg/g pada perlakuan konsentrasi KOH 3 M dan Ikawati dan
Melati [10] Pembuatan Karbon Aktif dari Limbah Kulit Singkong UKM Tapioka

Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
Kabupaten Pati. Hasil penelitian yang diperoleh dengan angka iodine tertinggi
606,589% pada perlakuan konsentrasi KOH 0,3 N.
Minyak sawit berasal dari ekstraksi buah tanaman kelapa sawit. Buah kelapa
sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20% biji
(endokarp dan endosperm). Dari kelapa sawit, dapat diperoleh dua jenis minyak
yang berbeda sifatnya, yaitu minyak dari inti (endosperm) sawit disebut dengan
minyak inti sawit dan minyak dari sabut (mesokarp) sawit disebut minyak sawit
[11]. Pemisahan gum (degumming) merupakan proses pemisahan getah atau gum
yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin serta tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar ALB dalam minyak. Proses degumming
dilakukan untuk produk minyak makan karena bertujuan untuk menghilangkan
kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak dengan mengurangi jumlah ion logam
terutama Fe dan Cu [12] Pemucatan (bleaching), ialah suatu tahap proses
pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak.
Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil
adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan
arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia. Zat warna dalam minyak
akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum
dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida [13]
Telah banyak penelitian terdahulu yang membahas penggunaan adsorben
pada pengaplikasiannya dalam pemurnian minyak, khususnya pada tahap
degumming dan bleaching. Dimana beberapa diantaranya yaitu Abdullah et al.
[14] melakukan penelitian tentang optimasi pemucatan CPO (Crude Palm Oil)
menggunakan arang aktif dan bentonit dimana diperoleh perbandingan optimum
adsorben arang aktif dan bentonit yang dibutuhkan pada proses pemucatan CPO
adalah 0:1 (tanpa arang aktif) pada temperatur optimum 100 – 110 oC selama 3
jam. Rahayuan et al. [15], melakukan penelitian mengenai aktivasi tanah liat
secara asam dan penggunaannya sebagai adsorben untuk menurunkan bilangan
peroksida minyak goreng bekas. Dari hasil penelitian diperoleh penurunan
bilangan peroksida dari 16,26 meq/kg minyak menjadi 5,99 meq/kg. Hartono et
al. [16] menggunakan residu kopi sebagai adsorben untuk proses pemutihan CPO.
Dimana hasilnya dalam mengadsorpsi FFA (Free Fatty Acid), adsorben tanpa

Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
aktivasi memiliki hasil yang lebih baik dibanding dengan aktivasi sedangkan pada
adsorpsi warna CPO, adsorben yang diaktivasi memiliki hasil yang lebih baik
dibanding tanpa aktivasi, sedangkan adsorpsi PV (Peroxide Value). Pardede et al.
[17] melakukan penelitian tentang penyerapan kandungan fosofatida pada CPO
dengan menggunakan adsorben dari biji asam jawa, dimana hasil yang diperoleh
yaitu penyerapan kandungan fosfatida terbaik adalah sebesar 81,48% dengan
dosis biosorben 1 % dan waktu kontak 35 menit. Siburian et al. [18] juga
melakukan penelitian mengenai penurunan bilangan peroksida pada CPO
menggunakan adsorben dari biji asam jawa, hasil menunjukkan persentase
penurunan sebesar 39,72% dengan dosis biosorben 1% dan waktu kontak 35
menit pada temperature optimum 100 – 110 oC. Penelitian Aisyah et al. [19]
dalam penggunaan karbon aktif polong buah kelor untuk menurunkan PV & FFA
minyak jelantah, diperoleh hasil penurunan bilangan peroksida (PV) sebesar 6,80
meq/kg dan kadar FFA 0,35% dengan menggunakan 75 mg karbon aktif biji
kelor pada suhu 100 oC dan waktu adsorpsi selama 60 menit. Hartini [20] juga
melakukan penelitian penggunaan arang aktif dari sabut kelapa untuk menurunkan
PV & warna minyak jelantah dan diperoleh hasil bahwa pada dosis adsorben 10
gram dapat menurunkan bilangan peroksida pada minyak sebesar 1,99 meq/kg
0,244 waktu adsorpsi 60 menit. Wannahari dan Nordin [21] melakukan penelitian
mengenai penurunan bilangan peroksida pada minyak goreng dengan
menggunakan adsorben dari ampas tebu, hasil menunjukkan bahwa minyak telah
memenuhi standar PORAM dengan hasil waktu adsorpsi terbaik yaitu 10 menit
dengan menggunakan 7,5 gram adsorben ampas tebu. Proses pengolahan minyak
goreng bekas juga dilakukan oleh Widayat et al. [22] dengan menggunakan
adsorben zeolit alam untuk menurunkan FFA minyak jelantah. Dari hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa bilangan asam yang diperoleh sebesar 1,71. Ismail
et al. [23] melakukan penelitian mengenai pemanfaatan adsorben dengan
menggunakan 3 sampel adsorben yaitu sekan kacang tanah, limbah pabrik gula,
dan abu sekam padi sebagai alternatif bleaching dalam menyerap FFA, PV,
karoten dan warna. Dalam analisisnya diperoleh kondisi terbaik yaitu proses
bleaching dilakukan dibawah vakum (9 mmHg) pada suhu konstan 110 oC dengan
waktu adsorpsi selama 30 menit pada 2 gram adsorben dari limbah pabrik gula.

Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
Okolo dan Adejumo [24] dalam penelitiannya tentang bleaching pada minyak
sawit dengan menggunakan adsorben coconut pod ash yang telah diaktivasi. Hasil
penelitian menunjukkan sampel C memiliki FFA yang lebih rendah dengan nilai
saponifikasi yang tinggi dengan kondisi terbaiknya yaitu menggunakan 1,7 gram
adsorben coconut pod ash dengan waktu adsorpsi selama 15 menit pada suhu 90
o
C. Egbuna [25] melakukan penelitian mengenai adsorpsi zat warna pigmen pada
proses bleaching minyak sawit dengan menggunakan tanah liat lokal yang
diaktivasi dengan asam tetraoxosulphate (VI) dengan pengadukan selama 30
menit dengan dosis adsorben 1 %. Hasil yang diperoleh, stabilitas minyak dari
segi FFA sebesar 0, 12%, PV 3.0 m.eq / kg.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, dosis biosorben dan waktu adsorpsi sangat
berpengaruh pada proses penyerapan atau adsorpsi pada CPO untuk menurunkan
asam lemak bebas dan bilangan peroksida dengan memanfaatkan limbah
cangkang buah karet yang diolah menjadi biosorben dan diaktivasi menggunakan
KOH.

1.2 Perumusan Masalah


Dalam Penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah bagaimana
cara pembuatan biosorben dari cangkang buah karet yang diaktivasi dengan
Kalium Hidroksida (KOH) dan kemampuan cangkang buah karet yang diaktivasi
dalam menurunkan kandungan asam lemak bebas (FFA) dan bilangan peroksida
pada minyak kelapa sawit (CPO).

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari Penelitian ini adalah menghasilkan biosorben dari cangkang
buah karet yang diaktivasi dengan kalium hidroksida (KOH) dan kemampuan
cangkang buah karet yang diaktivasi dalam menurunkan kandungan asam lemak
bebas serta dan bilangan peroksida pada proses pemurnian minyak kelapa sawit
(CPO) dengan dosis biosorben dan waktu reaksi yang paling baik pada kondisi
penelitian.

Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan informasi bahwa cangkang biji karet yang diaktivasi dapat
digunakan sebagai alternatif untuk menurunkan kandungan asam lemak
bebas dan bilangan peroksida pada CPO sehingga dapat dilakukan proses
degumming-bleaching yang lebih ekonomis serta mengurangi masalah
limbah di lingkungan masyarakat.
2. Memberikan informasi untuk industri pengolahan minyak kelapa sawit
mengenai kondisi proses terbaik yang dapat digunakan dalam menurunkan
kandungan asam lemak bebas dan bilangan peroksida pada CPO dengan
menggunakan cangkang buah karet yang diaktivasi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Proses
Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara. Adapun bahan utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu
CPO sebagai bahan baku dan cangkang buah karet sebagai bahan penurun kadar
asam lemak bebas serta kandungan peroksida pada minyak kelapa sawit (CPO).
Variabel yang digunakan adalah :
Pembuatan Adsorben Cangkang Buah Karet :
a. Variabel tetap :
1. Ukuran partikel = 140 mesh [18]
2. Suhu Oven = 100oC [3]
3. Waktu Pemanasan Awal = 1 jam [3]
4. Waktu Pemanasan pada Oven = 2 jam [18]
5. Konsentrasi KOH = 30% [7]
b. Variabel berubah :
1. Rasio adsorben : KOH (b:v) = 1:3 dan 1:4 (Perlakuan 1 dan Perlakuan 2)
2. Suhu karbonasi = 600oC; 700; 800oC
Pemurnian Minyak CPO :
a. Variabel tetap :
1. Kecepatan Pengadukan = 1000 rpm [14]
2. Suhu Adsorpsi = 100 oC [14]

Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
b. Variabel berubah :
1. Waktu kontak = 10, 20, 30, dan 40 menit
2. Dosis biosorben = 1 %, 1,5% dan 2%
Parameter yang dianalisa adalah :
Analisa pada Biosorben :
1. Analisa Uji Kadar Air
2. Analisa Uji Kadar Zat Menguap (volatile)
3. Analisa Uji Kadar Abu
4. Analisa Bilangan Iodin
5. Analisa Karakteristik Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri FTIR
6. Analisis Uji SEM (Scanning Electron Microscope)
Analisa pada Minyak :
1. Analisa Kadar FFA
2. Analisa Bilangan Peroksida
Analisa pada Biosorben setelah Proses Penyerapan :
1. Analisa Karakteristik Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri FTIR
2. Analisis Uji SEM (Scanning Electron Microscope)

Universitas Universitas
Sumatera Sumatera Utara
Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CANGKANG BUAH KARET SEBAGAI BIOSORBEN


Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap
zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom
atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap kedalam [26]. Proses
adsorpsi menunjukkan kemampuan adsorbat untuk menempel pada bahan
penjerap. Proses ini dapat diterapkan pada pemisahan polutan terlarut atau untuk
mengambil kembali bahan yang bernilai tinggi tapi berjumlah sedikit pada suatu
campuran. Berdasarkan gaya yang bekerja, proses adsorpsi dibagi menjadi dua,
yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Pada adsorpsi fisika, gaya utama bekerja
adalah gaya gaya Van der Waals. Gaya ini relatif lemah dengan energi yang
terlibat sekitar 5 kkal/mol. Sementara pada adsorpsi kimia, terdapat proses
perpindahan elektron yang sama dengan pembentukan ikatan kimia antara
permukaan padatan dengan zat terjerap. Adsorpsi kimia biasanya terjadi pada
proses-proses katalitik heterogen. Aktivasi kimia pada adsorben pada umumnya
digunakan industri yang umumnya lebih efisien dalam penghilangan impurities
(kotoran) [18].
Mekanisme yang terjadi pada proses adsorpsi yaitu :
1. Molekul-molekul adsorben berpindah dari fase bagian terbesar larutan ke
permukaan interfasa, yaitu lapisan film yang melapisi permukaan adsorben
atau eksternal.
2. Molekul adsorben dipindahkan dari permukaan ke permukaan luar dari
adsorben (exterior surface).
3. Molekul-molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan luar adsorben
menyebar menuju pori-pori adsorben. Fase ini disebut dengan difusi pori.
4. Molekul adsorbat menempel pada permukaan pori-pori adsorben.
Ada dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Perbedaan
dasar antara adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia adalah sifat dari gayagaya yang
menyebabkan ikatan adsorpsi tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
1. Adsorpsi Fisika (Fisisorpsi)
Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Pada adsorpsi
fisika, terjadi beberapa lapisan gas. Besarnya energi adsorpsi fisika ±10 kj/mol.
Molekulmolekul yang diadsorpsi secara fisika tidak terikat kuat pada permukaan,
dan biasanya terjadi proses balik yang cepat (reversibel), sehingga mudah untuk
diganti dengan molekul yang lain. Adsorpsi fisika didasarkan pada gaya Van Der
Waals serta dapat terjadi pada permukaan yang polar dan non polar. Adsorpsi juga
mungkin terjadi dengan mekanisme pertukaran ion. Permukaan padatan dapat
mengadsorpsi ion-ion dari larutan dengan mekanisme pertukaran ion. Oleh karena
itu, ion pada gugus senyawa permukaan padatan adsorbennya dapat bertukar
tempat dengan ion-ion adsorbat.
2. Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi)
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi
kimia. Pada adsorpsi kimia, hanya satu lapisan gaya yang terjadi. Besarnya energi
adsorpsi kimia ±100 kj/mol. Adsorpsi jenis ini menyebabkan terbentuknya ikatan
secara kimia sehingga diikuti dengan reaksi kimia, maka adsorpsi jenis ini akan
menghasilkan produksi reaksi berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang
terjadi pada kemisorpsi sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan
permukaan padatan sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali (irreversibel).
Dengan demikian dapat diartikan bahwa pelepasan kembali molekul yang terikat
di adsorben pada kemisorpsi sangat kecil [18].
Karet merupakan salah satu jenis tanaman HTI (Hasil Tanaman Industri)
yang cukup banyak ditanam dan berhasil dikembangkan khususnya dalam dunia
industri. Di Indonesia, karet merupakan satu dari sepuluh komoditi strategis
agroindustri. Karet atau memiliki nama latin Hevea brasilliensis merupakan
tanaman asli dari lembah Sungai Amazon, Brazil, Amerika Selatan. Tanaman
dapat tumbuh baik di daerah daratan rendah yakni hingga ketinggian 200 m dari
permukaan laut dengan kebutuhan sinar matahari minimum 5 – 7 jam perhari.
Karet mampu tumbuh hingga mencapai ketinggian 15 – 25 m [3].
Secara fisik cangkang buah karet memiliki ciri ini sebagai tumbuhan yang
berlignin. Konstruksi cangkang yang keras mengindikasi bahwa cangkang buah
karet ini mengandung senyawa aktif berupa lignin. Selain pemanfaatannya yang

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
masih kurang optimal, jika dibandingkan dengan bagian buah lainnya, bagian
cangkang termasuk bagian yang mengandung lignin yang cukup banyak,
sehingga bagian ini cukup potensial untuk diolah menjadi produk karbon aktif
yang sangat bermanfaat dan bernilai jual yang tinggi. Hal ini akan membuat
cangkang buah karet menjadi lebih termanfaatkan [3].

Gambar 2.1 Cangkang Buah Karet [3]


Adapun Komposisi Kimia yang terkandung dalam cangkang buah karet
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Komposisi Kimia yang Terkandung dalam Cangkang Buah Karet [3]
Komposisi Penyusun Presentase (%)
Selulosa 48,64
Lignin 33,54
Pentosan 16,81
Kadar Silika 0,52
(Sumber : Vinsiah)
Adapun Komposisi Kimia yang terkandung dalam cangkang buah karet
setelah dilakukan analisa dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2 Komposisi Kimia yang Terkandung dalam Cangkang Buah Karet
Setelah Analisa [27]
Komposisi Penyusun Presentase (%)
Kadar Air 14,3
Kadar Abu 0,1
Serat dan berbagai senyawa karbon 85,6
(Sumber : Selpiana)
10

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
2.2 PROSES PEMBUATAN BIOSORBEN
Secara umum, proses pembuatan adsorben terdiri dari proses karbonisasi
pirolitik bahan dasar serta proses aktivasi. Selama proses karbonisasi, komponen
yang mudah menguap akan terlepas dan karbon mulai membentuk struktur pori-
pori dimana proses pembentukan pori-pori ini akan ditingkatkan pada proses
aktivasi. Pada proses aktivasi, terjadi pembukaan pori-pori yang masih tertutup
dan peningkatan ukuran dari pori-pori kecil yang telah terbentuk.
Proses pembuatan karbon aktif dibedakan menjadi 2, yaitu metode langsung
dan tidak langsung. Pada metode langsung, bahan dasar dibentuk sesuai ukuran
yang diinginkan kemudian akan melalui proses karbonisasi serta aktivasi, lalu
produk yang didapatkan kemudian disaring, metode langsung ini biasa dipakai
untuk karbon aktif yang berbahan dasar tempurung kelapa, batu bara yang relatif
padat, dan bahan dasar lainnya yang digunakan untuk membuat karbon aktif yang
berbentuk serbuk atau Powdered Activated Carbon (PAC), metode tidak langsung
digunakan untuk karbon aktif yang berbahan dasar batu bara muda, peat, serta
petrol coke, untuk karbon aktif dengan bahan dasar seperti ini diperlukan proses
reconstitution dan pretreatment selain proses-proses pada metode langsung di
atas. Pada karbon aktif yang berbahan dasar batu bara muda, diperlukan proses
pretreatment untuk mengontrol kehilangan pori-pori kecil selama proses
karbonisasi yang disebabkan karena adanya sweeling dan softening dari batu bara
tersebut [28].
Karbonisasi merupakan proses pemecahan atau peruraian selulosa menjadi
karbon pada suhu sekitar 275°C. Tujuan dari dilakukannya proses karbonisasi
adalah untuk menghilang senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam bentuk
unsur-unsur non karbon, hidrogen, dan oksigen. Karbonisasi adalah proses
pembakaran material organik pada bahan baku. Karbonisasi akan menyebabkan
terjadinya dekomposisi material organik bahan baku dan pengeluaran pengotor.
Sebagian besar unsur non-karbon akan hilang pada tahap ini. Pelepasan unsur-
unsur yang volatil ini akan membuat struktur pori-pori mulai terbentuk/pori-pori
mulai terbuka. Seiring karbonisasi, struktur pori awal akan berubah. Karbonisasi
dihentikan bila tidak mengeluarkan asap lagi. Penambahan suhu memang
diperlukan untuk mempercepat reaksi pembentukan pori. Namun, pembatasan

11

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
suhu pun harus dilakukan. Suhu yang terlalu tinggi, seperti di atas 1000oC akan
mengakibatkan banyaknya abu yang terbentuk sehingga dapat menutupi pori-pori
dan membuat luas permukaan berkurang serta daya adsorpsinya menurun [29].
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses karbonisasi :
 Waktu karbonisasi yaitu apabila waktu karbonisasi diperpanjang maka reaksi
karbonisasi akan semakin sempurna sehingga hasil arang semakin turun tetapi
cairan dan gas makin meningkat, waktu karbonisasi berbeda-beda tergantung
pada jenis-jenis dan jumlah bahan yang diolah.
 Suhu karbonisasi, suhu karbonisasi berpengaruh terhadap hasil arang karena
semakin tinggi suhu, arang yang diperoleh makin berkurang tapi hasil cairan
dan gas semakin meningkat [29].
Pada proses produksi karbon aktif, proses aktivasi merupakan proses yang
terpenting karena proses ini sangat menentukan sekali terhadap kualitas karbon
aktif yang dihasilkan baik luas area permukaan maupun daya adsorpsinya. Pada
prakteknya, karbon aktif diproduksi baik dengan aktivasi kimiawi maupun
aktivasi fisis :
 Aktivasi kimiawi digunakan untuk bahan dasar yang mengandung selulosa
dan menggabungkan antara tahap karbonisasi dan tahap aktivasi. Zat kimia
yang dapat mendehidrasi seperti seng (II) klorida (ZnCl2) atau phosporic
acid (H3PO4) ditambahkan ke bahan dasar pada temperatur yang telah
dinaikkan. Produk ini kemudian dipanaskan secara pirolisis sehingga
menyebabkan degradasi selulosa. Kemudian produk tersebut didinginkan dan
activating agent kemudian diekstrak. Karbon aktif yang diproduksi dengan
cara ini adalah karbon aktif serbuk dengan densitas rendah, tanpa proses
treatment yang khusus, mempunyai proporsi pori-pori kecil yang rendah,
sehingga membuat kurang cocok digunakan pada proses penghilangan
micropollutants dan zat-zat yang menyebabkan bau tidak sedap. Masalah
yang timbul jika menggunakan H3PO4 sebagai zat kimia yang dapat
mendehidrasi adalah diperlukannya proses tambahan yaitu leaching ion
phospat dari karbon. Aktivasi kimiawi ini bertujuan mengurangi
pembentukan pengotor dan produk samping dengan cara merendam bahan

12

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
mentah (contoh: kayu) dalam senyawa aktivasi kimiawi, contohnya senyawa:
asam sulfat.
 Aktivasi fisis biasa digunakan untuk memproduksi karbon aktif yang akan
digunakan untuk water treatment dan prosesnya adalah endotermis. Proses
endotermis ini melibatkan kontak antara activating agent berfasa gas,
biasanya steam, walaupun CO2 dan air juga terkadang digunakan, dengan
arang pada temperatur 850 - 1000oC. Pada proses ini seringkali terjadi
reduksi dari ukuran adsorben yang disebabkan karena kelebihan oksidasi
eksternal selamagas pengoksidasi berdifusi ke dalam karbon yang tidak
teraktivasi [28].

2.3 MINYAK KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL)


Minyak sawit berasal dari ekstraksi buah tanaman kelapa sawit. Buah kelapa
sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20% biji
(endokarp dan endosperm). Dari kelapa sawit, dapat diperoleh dua jenis minyak
yang berbeda sifatnya, yaitu minyak dari inti (endosperm) sawit disebut dengan
minyak inti sawit dan minyak dari sabut (mesokarp) sawit disebut minyak sawit.
Perbedaan antara minyak sawit dan minyak inti sawit adalah adanya pigmen
karotenoid pada minyak sawit sehingga berwarna kuning merah. Komposisi
karotenoid yang terdeteksi pada minyak sawit terdiri dari α-, β-, γ-, karoten dan
xantofil, sedangkan minyak inti sawit tidak mengandung karotenoid [11].
Tabel 2.3 Standard Mutu Minyak Kelapa Sawit [11].
Karakteristik Persyaratan Mutu
Warna Jingga Kemerahan
Kadar Air Maksimal 0,5%
Asam lemak bebas (sebagai asam Maksimal 5
palmitat)
Kadar β-karoten 500-700 ppm
Kadar tokoferol 700-1000 ppm

Minyak inti sawit mengandung berbagai komponen asam lemak. Komposisi


trigliserida yang mendominasi minyak inti sawit adalah trilaurin, yaitu trigliserida

13

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
dengan tiga asam laurat sebagai ester asam lemaknya. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam laurat yang tinggi dan kisaran titik leleh yang sempit, sedangkan
minyak sawit mentah hanya memiliki sedikit kandungan asam laurat dan kisaran
titik leleh yang luas. Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh asam palmitat
(C16) sekitar (40-46%), kandungan asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat
(C18:1) sekitar (39-45%) dan asam linoleat (7-11%), sedangkan pada minyak inti
sawit didominasi oleh asam laurat (46-52 %), asam miristat (14-17%), dan asam
oleat (13-19%) [11].
CPO (crude palm oil) merupakan minyak kasar yang diperoleh dengan cara
ekstraksi daging buah sawit dan biasanya masih mengandung kotoran terlarut dan
tidak terlarut dalam minyak. Pengotor yang dikenal dengan sebutan gum atau
getah ini terdiri dari fosfatida, protein, hidrokarbon, karbohidrat, air, logam berat,
resin, asam lemak bebas (FFA), tokoferol, pigmen dan senyawa lainnya [30].
Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki
susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak
menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan serta
industri non pangan seperti kosmetik, farmasi, serta minyak sawit telah
dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar.
Asam lemak kelapa sawit dihasilkan dari proses hidrolisasi, baik secara
kimiawi maupun enzimatik. Proses hidrolisis menggunakan enzim lipase dari
jamur Aspergillus niger dinilai lebih menghemat energi karena dapat berlangsung
pada suhu 10 - 250ºC. Asam lemak digunakan sebagai bahan untuk detergen,
bahan softener (pelunak) untuk produksi makanan, tinta, tekstil, aspal, dan perekat
[31].

2.4 PEMURNIAN CPO


Proses pemurnian merupakan tahap yang diperlukan dalam produksi minyak
dan lemak nabati. Tujuan dari proses ini adalah untuk menghilangkan pengotor
serta komponen lain yang dapat mempengaruhi kualitas akhir produk. Kualitas
akhir produk yang perlu dipantau adalah rasa, stabilitas penyimpanan, dan warna.
Sangat penting memilih proses pemurnian yang sesuai untuk memproduksi
produk akhir dengan kualitas tinggi dan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Ada

14

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
dua jenis proses pemurnian yang umum dalam teknologi pengolahan minyak
kelapa sawit, yaitu pemurnian secara kimia (alkali) dan pemurnian secara fisika.
Perbedaan dasar keduanya adalah pada bahan kimia yang digunakan serta cara
penghilangan FFA (Free Fatty Acid).
Proses pemurnian minyak nabati pada umumnya terdiri dari 4 tahap, yaitu: a)
proses pemisahan gum (degumming), b) proses pemisahan asam lemak bebas
(netralisasi) dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau
pereaksi lainnya sehingga terbentuk sabun, c) proses pemucatan (bleaching) yang
merupakan proses penghilangan komponen warna coklat seperti karotenoid &
tokoferol, dan d) proses penghilangan bau (deodorisasi) yang merupakan proses
penghilangan asam lemak bebas dan komponen penyebab bau tidak sedap seperti
peroksida, keton dan senyawa hasil oksidasi lemak lainnya [18].
Adapun standard mutu minyak sawit, minyak inti sawit dan inti sawit
disebutkan pada table 2.4 berikut ini :
Tabel 2.4 Standard mutu minyak sawit, minyak inti sawit dan inti sawit [32]
Karakteristik Minyak Inti Sawit Minyak Inti Keterangan
Sawit Sawit
Asam Lemak Bebas 5% 3,5 % 2,9 % Maksimal
Kadar Kotoran 0,5 % 0,02 % 0,176 % Maksimal
Kadar Zat Menguap 0,5% 7,5 % 0,2 % Maksimal
Bilangan Peroksida 6 meq - 2,2 meq Maksimal
Bilangan Iodine 44-58 mg/g - 10,5 – 185 mg/g -
Kadaar logam (Fe, Cu) 10 ppm - - -
Lovibond 3-4 R - - -
Kadar Minyak - 47 % - Maksimal
Kontaminasi - 6% - -
Kadar pecah - 15 % - Maksimal

2.4.1 Degumming CPO


Degumming adalah proses pemisahan gum, yaitu proses pemisahan getah
atau lendir yang terdiri dari fosfolipid, protein, residu, karbohidrat, air dan resin.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk proses pemisahan gum antara lain

15

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
adalah pemanasan, penambahan asam (H3PO4, H2SO4 dan HCl) atau basa
(NaOH), pemisahan gum dengan cara hidrasi dan pemisahan gum dengan
menggunakan garam seperti natrium khlorida dan natrium fosfat.
Degumming biasanya dilakukan dengan cara dehidrasi gum agar bahan
nontrigliserida tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul
dengan proses pemisahan yang dapat dilakukan dengan cara sentrifusi. Sedangkan
fosfatida dipisahkan dengan cara menyalurkan uap panas ke dalam CPO sehingga
terpisah dari minyak, sedangkan fosfatida yang tidak larut air dapat dipisahkan
dengan penambahan asam fosfat. Asam fosfat ini dapat menginisiasi terbentuknya
gumpalan sehingga mempermudah pengendapan kotoran, selain itu
penggunaannya dapat menurunkan bilangan peroksida minyak yang telah
dipucatkan dan dapat meningkatkan kestabilan warna, akan tetapi semakin tinggi
kadar asam fosfat yang digunakan maka bilangan peroksida dari minyak yang
telah dipucatkan akan semakin meningkat. Degumming yang menggunakan uap
panas disamping asam fosfat disebut sebagai wet degumming, sedangkan bila
dilakukan tanpa menggunakan air dinamakan dry degumming [18].

2.4.2 Bleaching CPO


Proses pemucatan (bleaching) dimaksudkan untuk mengurangi atau
menghilangkan zat-zat warna (pigmen) dalam minyak mentah, baik yang terlarut
ataupun yang terdispersi. Warna minyak mentah dapat berasal dari warna bawaan
minyak ataupun warna yang timbul pada proses pengolahan. biasa terdapat di
dalam minyak mentah ialah karotenoid yang berwarna merah atau kuning,
klorofil. dan turunannya yang berwarna hijau. Jenis pemucatan yang biasanya
digunakan adalah proses bleaching dengan adsorpsi. Proses ini menggunakan zat
penyerap (adsorben) yang memiliki aktivitas permukaan yang tinggi untuk
menyerap zat warna yang terdapat dalam minyak mentah. Di samping menyerap
zat warna, adsorben juga dapat menyerap zat yang memiliki sifat koloidal lainnya
seperti gum dan resin. Adsorben yang paling banyak digunakan dalam proses
pemucatan minyak dan lemak adalah tanah pemucat (bleaching earth) dan arang
(carbon). Arang sangat efektif dalam menghilangkan pigmen warna merah, hijau
dan biru, tetapi karena harganya terlalu mahal, dalam pemakaiannya biasa

16

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
dicampur dengan tanah pemucat dengan jumlah yang disesuaikan dengan jenis
minyak mentah yang akan dipucatkan [18].

2.3.3 Pemucatan dengan Menggunakan Adsorben


Pemucatan dengan menggunakan tanah pemucat prinsipnya adalah
pemucatan dengan adsorpsi. Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan pada
lapisan permukaan atau antar fasa, dimana molekul dari suatu materi terkumpul
pada bahan pengadsorpsi atau adsorben. Ditinjau dari bahan yang teradsorpsi dan
bahan pengadsorben adalah dua fasa yang berbeda, oleb sebab itu dalam peristiwa
adsorpsi, meteri teradsorpsi akan terkumpul antar muka kedua fasa tersebut.
Peristiwa adsorpsi pada prinsipnya adalah netralisasi gaya tarik yang keluar
dari suatu permukaan. Gaya tarik enter molekul pada permukaan dan dengan yang
berada pada bahagian dalam suatu material adalah tidak sama. Molekul pada
permukaan cenderung menarik molekul disekitarnya, maka molekul pada
permukaan akan saling terikat lebih kuat satu sama lain, dan dapat menekan
molekul dibawah permukaan, sehingga muncullah pengertian tegangan
permukaan.
Pendapat tentang mekanisme adsorpsi zat warna pada proses pemucatan
minyak kelapa sawit masih terdapat kesimpang siuran, sebagian pendapat bahwa
gejala tersebut adalah peristiwa kimia dan yang lain menyatakan hal itu adalah
peristiwa fisika, akan tetapi disimpulkan sebagai affinitas/permukaan terhadap
substrat. Pada adsorpsi fisika terjadi proses cepat dan setimbang (reversibel)
sedangkan adsorpsi kimia berlangsung lambat tetapi ireversibel. Perbedaan antara
adsorpsi kimia dengan adsorpsi fisika kadang-kadang tidak jelas dan banyak
prinsip-prinsip adsorpsi fisika berlaku juga pada adsorpsi kimia. Gaya-gaya yang
terlibat pada proses adsorpsi antara lain gaya tarik Van der Walls yang non polar,
pembentukan ion hidrogen, gaya penukaran ion dan pembentukan ikatan kovalen.
Freundlich mengusulkan persamaan matematika yang meninjau hubungan
antara zat yang diadsorpsi dengan konsentragi zat pengadsorpsi yang dinyatakan
sebagai berikut:
[33]

Ket : qe = jumlah adsorbat permassa biosorben

17

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Ce = konsentrasi kestimbangan adsorbat
n = intensitas adsorpsi
kf = kapasitas adsorpsi biosorben dan konstanta freundlich
Model isotherm Freundlich asam lemak bebas dan bilangan peroksida
dilakukan dengan membuat grafik hubungan antara dan grafik hubungan antara
log Ce vs log qe.

2.5 ASAM LEMAK


Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau
lemak, baik berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat
yang mempunyai rantai karbon yang panjang, dimana R adalah rantai karbon yang
jenuh atau yang tidak jenuh. Rantai karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang
tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap
disebut rantai karbon tidak jenuh. Makin panjang rantai karbon, makin tinggi titik
leburnya. Asam palmitat dan asam stearat berupa zat padat pada suhu kamar.
Disamping itu, makin banyak jumlah ikatan rangkap makin rendah titik leburnya.
Asam lemak yang terdapat pada hewan dan tumbuhan umumnya ialah asam lemak
dengan jumlah atom karbon genap yaitu antara 14 – 22, sedangkan asam lemak
yang banyak dijumpai mempunyai jumlah atom karbon sebanyak 16 dan 18 asam
lemak jenuh [34].
Asam lemak secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap
(hanya memiliki ikatan tunggal) pada rantai karbonnya.
2. Asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang memiliki ikatan rangkap
pada rantai karbonnya [35]
Tabel 2.5 Contoh Kadar Asam Lemak Jenuh dan Tidak Jenuh dan Tidak
Jenuh pada Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit [32].
Asam Lema k Jumlah Atom Minyak Sawit Minyak Inti Sawit
C (%) (%)
Asam Kaproat 8 - 2–4
Asam Kaprilat 10 - 3–7
Asam Laurat 12 1 41 – 55

18

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Asam Miristat 14 1 -2 14 – 19
Asam Palmitat 16 32 – 47 6 – 10
Asam Stearat 18 4 – 10 1–4
Asam Oleat 18 : 1 38 – 50 10 – 20
Asam Linoleat 18 : 2 5 – 14 1–5
Asam lenoleat 18 : 3 1 1–5

2.5.1 Pengaruh Asam Lemak Bebas pada Mutu Minyak Kelapa Sawit
Asam lemak bebas (ALB) adalah suatu asam yang dibebaskan pada proses
hidrolisis lemak oleh enzim. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang
juga terdapat dalam buah, tetapi berada diluar sel yang mengandung minyak. Jika
dinding sel pecah atau rusak karena proses pembusukan atau karena pelukaan
mekanik, tergores atau memar karena benturan, enzim akan bersinggungan
dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan berlangsung dengan cepat sehingga
membentuk gliserol dan asam lemak bebas [36].
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas
tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses
hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi
hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak bebas. Reaksi ini akan
dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim).
Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar asam lemak
bebas yang terbentuk [37].
Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor.
Faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pasca
panen atau kesalahan dalam proses pengangkutannya. Beberapa hal yang secara
langsung dapat mempengaruhi penurunan mutu minyak kelapa sawit diantaranya
asam lemak bebas, kadar air dan zat yang mudah menguap dan kadar pengotor
dan zat tidak larut [38].

2.6 PEROKSIDA
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Cara yang sering
19

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara
alkali iodide dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan
pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat. Penentuan peroksida
ini kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun peroksida bereaksi
sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya
hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan
oleh reaksi antara alkali iodide dengan oksigen dari udara [39].
Faktor- faktor yang Dapat menaikkan Bilangan Peroksida adalah :
1. Lamanya Pemanasan Pemanasan selama 10 – 12 jam pertama, bilangan iod
akan berkurang dengan kecepatan konstan, sedangkan jumlah oksigen dalam
lemak bertambah dan selanjutnya menurun setelah pemanasan 4 jam kedua.
Kandungan persenyawaan karbonil bertambah dalam minyak selama proses
pemanasan kemudian berkurang sesuai dengan berkurangnya jumlah oksigen
2. Suhu Pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah diselidiki dimana
minyak yang dipanaskan pada suhu 160ºC dan 200ºC, menghasilkan bilangan
peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan 120ºC. Hal ini
merupakan suatu indikasi bahwa persenyawaan peroksida bersifat tidak stabil
terhadap panas.
3. Akselerator oksidasi Kecepatan aerasi juga memegang peranan penting dalam
menentukan perubahan - perubahan selama oksidasi thermal, dimana bilangan
iod semakin menurun dengan bertambahnya kecepatan aerasi. Senyawa
karbonil dalam lemak- lemak yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai
prooksidan atau akselerator pada proses oksidasi [40].

20

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Proses
Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama lebih kurang 6 bulan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN


3.2.1 Bahan
Pada penelitian ini bahan-bahan yang digunakan antara lain:
1. Minyak kelapa sawit (CPO)
2. Cangkang buah karet
3. Kalium Hidroksida (KOH) 30% N
4. Aquadest
5. Indikator Fenolftalein
6. Asam Asetat (CH3COOH)
7. Kloroform (CHCl3)
8. Iodin (I2)
9. Larutan Iodium 0,1 N
10. Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,01 N
11. Natrium Hidroksida (NaOH) 0,1 N
12. Kalium Iodida (KI)
13. Asam Oksalat
14. Etanol (C2H6OH)

3.2.2 Peralatan
Pada penelitian ini peralatan yang digunakan anatara lain:
1. Vacuum erlenmeyer
2. Pompa vakum
3. Corong buncher 110 mm
4. Spektrofotometer FTIR

20
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5. Termometer
6. Hot plate dan magnetic stirrer
7. Kertas Whatman No.1
8. Beaker glass
9. Tabung reaksi
10. Erlenmeyer
11. Corong gelas
12. Gabus
13. Oven
14. Desikator
15. Gelas ukur
16. Satu set alat titrasi
17. Ayakan 140 mesh
18. Lumpang dan alu
19. Stopwatch
20. Timbangan digital
21. Batang pengaduk
22. Penjepit tabung
23. Cawan porselen
24. Furnace
25. Alat uji SEM

3.3 PROSEDUR PERCOBAAN


3.3.1 Pembuatan Biosorben Cangkang Buah Karet
1. Cangkang buah karet dicuci dengan air lalu dikeringkan di bawah sinar
matahari.
2. Cangkang buah karet dipotong berukuran kecil lalu dikarbonasi dalam
furnace dengan variasi suhu 600oC; 700oC dan 800 oC selama 1 jam.
3. Biosorben yang dihasilkan dihaluskan lalu diayak dengan ayakan 140
mesh.
4. Biosorben direndam dalam larutan aktivator KOH 30% selama 24 jam
dengan ratio perbandingan biosorben : KOH 1:3 (b/v).

21
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5. Biosorben dicuci & disaring lalu keringkan pada suhu 100oC sampai
kering.
6. Ulangi prosedur dengan rasio perbandingan 1:4 pada tiap sampel.
[3]
3.3.2 Proses Degumming dan Bleaching
1. Timbang 100 gram sampel CPO dan masukkan ke dalam beaker
glass.
2. CPO dipanaskan di atas hot plate hingga suhu 90 oC sambil diaduk
dengan menggunakan magnetic stirrer hingga homogen.
3. Tambahkan biosorben cangkang buah karet dengan dosis 1% (b/b)
dari CPO yang digunakan dan pertahankan temperatur hingga suhu
100 – 110oC selama 10 menit.
4. Saring dengan segera minyak tersebut dengan corong buchner dan
kertas saring Whatman No.1 dalam kondisi vakum.
5. Residu yang terdapat pada kertas saring dianalisa FTIR dan SEM.
6. Amati warna bleach oil yang diperoleh dan bandingkan dengan
warna pada CPO yang digunakan.
7. Ulangi percobaan untuk variasi waktu reaksi 10, 20, 30, dan 40
menit. Selanjutnya penambahan biosorben 1%, 1,5% dan 2% (b/b)
dari CPO yang digunakan.
[18]

3.4 PROSEDUR ANALISA


3.4.1 Analisa Uji Kadar Air pada Biosorben
Timbang 1 gram sampel dalam cawan yang telah diketahui beratnya,
o
kemudian dioven pada suhu 110 C hingga beratnya kosntan, kemudian
didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.

3.4.2 Analisa Uji Kadar Zat Menguap (Volatile) pada Biosorben


Timbang 1 gram sampel dalam cawan yang telah diketahui beratnya,
kemudian dioven pada suhu 900oC selama 7 menit. Setelah penguapan selesai,
cawan dimasukkan ke dalam deksikator hingga suhu konstan dan selanjutnya
ditimbang.

22
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Analisa Uji Kadar Abu pada Biosorben
Timbang 1 gram sampel dalam cawan yang telah diketahui beratnya,
kemudian diabukan di dalam furnace hingga seluruh sampel menjadi abu,
kemudian didinginkan dalam eksikator hingga suhu konstan lalu ditimbang.
3.4.4 Analisa Bilangan Iodin pada Biosorben
1. Timbang 0,25 gram biosorben dan keringkan pada suhu 110 oC
selama 3 jam.
2. Lakukan pendinginan dalam desikator.
3. Selanjutnya tambahkan 25 ml larutan iod 0,1 N dan diaduk dengan
magnetic stirer selama 15 menit.
4. Saring dan diambil sebanyak 10 ml filtrat. Titrasi dengan larutan
Na2S2O3 0,1 N sampai warna kuning berkurang.
5. Selanjutnya tambahkan beberapa tetes indikator amilum 1% dan
dititrasi kembali sampai larutan tidak berwarna
6. Catat volume Na2S2O3 0,1 N yang terpakai. Titrasi juga dilakukan
untuk larutan blanko.

𝑉𝑥𝑁1
𝑚𝑔 10−
𝑁2
Bilangan Iodin (
𝑔
)= 𝑊2
𝑥 𝑊1 𝑥 𝐹𝑝

Dimana,
V = volume natrium tiosulfat yang diperlukan (ml)
N1 = normalitas natrium tiosulfat (N)
N2 = normalitas iodin (0,1 N)
W1 = jumlah iodin untuk setiap 1 ml larutan natrium tiosulfat 0,1
N
(12,69 mg/ml)
W2 = massa sampel (g)
Fp = faktor pengenceran (2,5)
[36]

23
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.4.5 Analisa Karakteristik Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri FTIR
Pada penelitian ini dilakukan uji Fourier Transform Infra Red (FTIR) pada
adsorben. Uji FTIR pada adsorben ini diperlukan untuk mengetahui gugus fungsi
yang terkandung dalam adsorben.

3.4.6 Analisa Scanning Electron Microscope (SEM)


Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron
yang didesain untuk mengamati permukaan objek solid secara langsung. Pada
penelitian ini, dilakukan uji SEM untuk mengetahui melihat bentuk morfologi
permukaan dan pori adsorben yang dilakukan dengan alat uji SEM.

3.4.7 Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (%FFA) pada Minyak


3.4.7.1 Bahan Kimia
1. Larutan titar terdiri dari:
a. Larutan kalium hidroksida (KOH) 0,1 N
Larutkan 5,6 gram natrium hidroksida dalam 1 liter aquadest.
Standardisasi.
Standarisasi larutan titar KOH 0,1 N dilakukan dengan menggunakan
asam oksalat sebagai berikut:
a. Ditimbang 0,1 gram Kristal asam oksalat kemudian dimasukkan
kedalam Erlenmeyer 250 ml
b. Kemudian dilarutkan dengan 100 ml aquadest hingga larut
c. Ditambah 3 tetes indikator fenolftalein 1%
d. Dititrasi dengan larutan KOH sampai terbentuk larutan bewarna
meraah rose
e. Dicatat volume KOH yang digunakkan
f. Perhitungan:
W x 1000
Normalitas larutan KOH =
V x 204,2

Dimana :
W = berat asam oksalat (gram)
V = berat volume larutan titar yang digunakan
(ml) 256 = berat equivalen asam oksalat
2. Pelarut: etanol 95% yang dinetralkan

24
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Etanol 95% dipanaskan di atas pemanas (hot plate) hingga mendidih.
Tambahkan kira-kira 0,5 ml indikator fenolftalein, kemudian titrasi
dengan larutan KOH 0,1 N hingga timbul warna merah muda (merah
jambu) yang stabil.
3. Larutan indikator fenolftalein 1% dalam alkohol 95%
4. Aquadest.
[37]

3.4.7.2 Cara Kerja


1. Panaskan minyak pada suhu 60 oC hingga 70 oC, aduk hingga homogen.
2. Timbang minyak sesuai tabel di bawah ini ke dalam erlenmeyer.
% Asam Lemak Bebas Berat Contoh ± 10% (g)
< 1,8 10 ± 0,02
1,8 – 6,9 5 ± 0,01
< 6,9 2,5 ± 0,01

3. Tambahkan 50 ml pelarut alkoholyang sudah dinetralkan.


4. Panaskan di atas penangas air atau pemanas dan atur suhunya pada 40 oC
hingga sampel larut semua.
5. Tambahkan larutan indikator fenolftalein sebanyak 1 – 2 tetes.
6. Titrasi dengan larutan titar sambil digoyang-goyang hingga mencapai titik
akhir yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda (merah
jambu) yang stabil selama 30 detik.
7. Catat volume larutan titar yang digunakan.
8. Lakukan analisa duplo, perbedaan antara kedua hasil uji tidak boleh
melebihi 0,05%.
9. Kadar asam lemak bebas sampel dapat dihitung berdasarkan persamaan
berikut:
NxVxM
% Asam Lemak Bebas =
gr sampel

Ket : N= normalitas larutan NaOH (mol/l)


V = volume larutan NaOH terpakai (ml)

25
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
M = berat molekul FFA (gr/mol) = 25,6 sebagai asam palmitat
[38]

3.4.8 Analisa Bilangan Peroksida pada Minyak


1. Timbang 5 gram minyak ke dalam erlenmeyer 250 ml dan tambahkan 30
ml lautan asam asetat – kloroform 3 : 2.
2. Aduk agar minyak larut, kemudian tambahkan 0,5 ml larutan jenuh KI.
3. Didiamkan selama 1 menit sambil digoyang dan tambahkan 30 ml aquadest
secepat.
4. Tambahkan 0,5 ml larutan kanji dan titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N
secara perlahan dan dengan pengocokan yang kuat. Titrasi hingga warna
kuning hampir hilang dan lanjutkan titrasi warna biru tepat hilang.
5. Untuk setiap jenis sampel, dilakukan titrasi blanko dengan cara dan
perlakuan yang sama seperti sampel, titrasi blanko harus tidak lebih dari 0,1
ml larutan natrium tiosulfat 0,01 N.
6. Nilai bilangan peroksida dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:
(S−B) x N x 1000
Bilangan Peroksida, meq/kg =
W
Dimana : N = normalitas Na2S2O3
B = volume Na2S2O3 0,01 N yang terpakai dalam titrasi blanko
S = volume Na2S2O3 0,01 N yang terpakai dalam titrasi sampel
W = berat sampel dalam gram
[19]

26
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
27
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.5 FLOWCHART PENELITIAN
3.5.1 Pembuatan Biosorben Cangkang Buah Karet
Alur proses pembuatan biosorben cangkang buah karet dapat digambarkan
melalui flowchart pada Gambar 3.1.

Mulai

Cangkang buah karet dicuci dengan air

Dikeringkan dengan cara dijemur di


bawah sinar matahari

Dikarbonasi dalam
Dikarbonasi furnace
dalam dengan variasi
furnacedengan suhu600oC;
variasisuhu
o o
500oC;550700
o C; o800
C; 600 C 650
C dan o
selama 1 jam 1 jam
C selama

Dihaluskan dan diayak dengan ayakan 140 mesh

Direndam dalam larutan aktivator


Kalium Hidroksida (KOH) 30%
rasio 1:3 dan 1:4 selama 24 jam

Dicuci dan disaring lalu dipanaskan pada suhu


100oC sampai kering

Dilakukan analisa uji kadar


Dilakukan air,bilangan
analisa kadar zat menguap
iodin (volatile), kadar
dan gugus
abu, bilangan iodin, gugus fungsi
fungsi dengan
dengan FTIRFTIR, dan analisa SEM

Diambil data hasil


Ulangi analisa ujiuntuk
percobaan kadarrasio
air, kadar zat
menguap
adsorben dan suhu karbonai yangiodin,
(volatile), kadar abu, bilangan lain gugus
fungsi dengan FTIR, dan analisa SEM

Selesai
Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Biosorben Cangkang Buah Karet

28
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.5.2 Proses Degumming dan Bleaching
Alur proses adsorpsi CPO atau yang disebut proses degumming dan
bleaching dapat digambarkan melalui flowchart pada Gambar 3.2.

Mulai

Timbang 100 gram sampel CPO


dan masukkan ke dalam beaker

Dipanaskan di atas hot plate hingga suhu 90 oC sambil diaduk


dengan menggunakan magnetic stirrer hingga homogen

Tambahkan biosorben cangkang buah karet dengan dosis


1 % (b/b) dari CPO yang digunakan

Naikkan temperatur hingga suhu


100 oC selama 30 menit

Saring dengan segera minyak tersebut dengan corong buncher


dan kertas saring Whatman No.1 dalam kondisi vakum

Dilakukan analisa kadar asam lemak bebas dan


bilangan peroksida pada minyak hasil penyaringan
Dilakukan analisa kadar asam lemak Dilakukan analisa Spektrofotometri
bebas dan bilangan peroksida pada FTIR pada adsorben yang tertinggal di
minyak hasil penyaringan kertas saring
Ulangi percobaan untuk
variasi yang lain

Diambil data analisa kadar asam SelesaiDiambil data analisa Spektrofotometri


lemak bebas (%FFA) dan bilangan FTIR (kandungan gugus fungsi) pada
peroksida (meq/kg) Gambar
pada minyak
3.2 hasil adsorben
Prosedur yang tertinggal di kertas
Utama
penyaringan saring

Selesai Selesai

Gambar 3.2 Proses Degumming dan Bleaching

29
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.5.3 Analisa Bilangan Iodin pada Biosorben
Alur proses analisa bilangan iodin adsorben dapat digambarkan melalui
flowchart pada Gambar 3.3.
Mulai

Keringkan 1 gram biosorben pada suhu 110


o
C selama 3 jam

Didinginkan di dalam desikator

Tambahkan 50 ml larutan iod 0,1 N dan aduk


dengan magnetic stirer selama 15 menit

Saring dan ambil sebanyak 10 ml filtrat

Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N

Apakah warna kuning Tidak


pada larutan berkurang?

Ya
Tambahkan beberapa tetes indikator amilum 1%

Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N

Apakah larutan menjadi Tidak


tidak berwarna?

Catat volume Na2S2O3 0,1 N yang terpakai dan lakukan titrasi blanko

30
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
A

Hitung dan ambiliodin


bilangan data pada
bilangan iodin
biosorben

Selesai

Gambar 3.3 Flowchart Analisa Bilangan Iodin pada Biosorben

31
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PEMBUATAN BIOSORBEN DARI CANGKANG BUAH KARET


Pada penelitian ini, dilakukan dua perlakuan pada adsorben dari bahan baku
cangkang buah karet. Perlakuan pertama, cangkang buah karet dikarbonisasi
dengan suhu 600oC, 700oC dan 800oC selama 1 jam dengan yield 65,04%; 38,25%
dan 24,14%, kemudian diaktivasi secara kimia dengan aktivator kalium hidroksida
(KOH) 30% selama 24 jam dengan variasi rasio adsorben : kalium hidroksida (b:v)
sebesar 1:3 dan 1:4. Sedangkan pada perlakuan kedua, cangkang buah karet
diaktivasi terlebih dahulu menggunakan aktivator kalium hidroksida (KOH) 30%
selama 24 jam dengan variasi rasio adsorben : kalium hidroksida (b:v) sebesar 1:3
dan 1:4, kemudian dikarbonisasi dengan suhu 600oC, 700oC dan 800oC selama 1
jam dengan yield 45,76%; 42,33% dan 33,61%.

1. Hasil Analisa Kadar


Pada proses analisa kadar air, kadar abu dan kadar zat terbang (volatile matter)
metode yang digunakan adalah metode gravimetrik yakni dengan menghitung
kuantitas atau jumlah sampel berdasarkan perhitungan selisih berat zat.
Dari hasil penelitian. Pada perlakuan 1 kadar air terendah dimiliki oleh sampel
karbon yang dikarbonisasi pada suhu 800°C yakni sebesar 3,2 %. Sedangkan pada
perlakuan 2, kadar air terendah dimiliki oleh sampel karbon yang dikarbonisasi
pada suhu 800°C yakni sebesar 2,9 %. Kadar air ini mengalami penurunan seiring
dengan naiknya suhu karbonisasi yang digunakan. semakin tinggi suhu maka
semakin meningkat pula proses dehidrasi dalam karbon sehingga air yang
terkandung semakin banyak yang menguap dan kadarnya akan semakin rendah [42]
Kadar air yang semakin tinggi akan menyebabkan daya serap karbon semakin
berkurang [43] Kadar air yang tinggi lebih disebabkan oleh sifat higroskopis
adsorben, dan juga adanya molekul uap air yang terperangkap di dalam kisi-kisi
heksagonal adsorben terutama pada proses pendinginan [44] Analisa kadar air pada
penelitian ini telah sesuai dengan SNI 06 – 3730 – 1995 bahwa standar kadar air
pada adsorben maksimal 15% [12]

32
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Kadar volatile terendah pada perlakuan 1 dimiliki oleh sampel yang
dikarbonisasi pada suhu 800°C sebesar 23,0 %. Pada perlakuan 2 kadar volatile
terendah dimiliki oleh sampel yang dikarbonisasi pada suhu 800°C sebesar 27,0 %.
Penurunan kadar zat menguap ini terjadi seiring dengan naiknya suhu karbonisasi
karbon yang digunakan. Menurut teori, besarnya kadar zat menguap ditentukan
oleh waktu dan suhu pengarangan. Ketika lama proses karbonisasi dan suhu
ditingkatkan maka zat menguap yang terbuang akan semakin banyak, sehingga
kadar zat menguap akan semakin rendah [42]. Adanya zat menguap yang masih
menempel pada karbon akan mempengaruhi daya serap karbon. Semakin tinggi
suhu maka zat menguap yang menutupi karbon semakin banyak yang menguap,
sehingga permukaan pori karbon yang tadinya tertutup akan terbuka dan
meningkatkan kemampuan menyerap karbon [12] Berdasarkan dari data yang
didapat, hasil penelitian telah memenuhi standar kadar volatile atau zat menguap
yang sesuai standar ketentuan SNI 06 – 3730 – 1995.
Kadar abu yang telah memenuhi standar SNI 06 – 3730 – 1995 bahwa standar
kadar abu pada adsorben maksimal 10% [12]. Pada perlakuan 1 dengan suhu 600°C
merupakan karbon aktif dengan kadar abu terendah yakni sebesar 2,0%. Pada
perlakuan 2 dengan suhu 600°C merupakan karbon aktif dengan kadar abu terendah
yakni sebesar 1,0 %. Menurut teori, semakin tinggi suhu maka kadar abu semakin
meningkat. [42].

2. Hasil Analisa Bilangan Iodin


Sebelum dan setelah diaktivasi, dilakukan analisa bilangan iodin terhadap
adsorben. Pada perlakuan pertama, bilangan iodin adsorben cangkang buah karet
sebelum diaktivasi pada suhu 600 oC adalah 558,492 mg/g, pada suhu 700 oC adalah
634,65 mg/g dan pada suhu 800oC adalah 685,422 mg/g. Sedangkan pada perlakuan
kedua, bilangan iodin adsorben cangkang buah karet sebelum diaktivasi pada suhu
600 oC adalah 412,273 mg/g, pada suhu 700 oC adalah 436,786 mg/g dan pada suhu
800oC adalah 449,752 mg/g. Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan, dimana
adsorben dengan bilangan iodin tertinggi pada perlakuan pertama dan kedua tanpa
aktivasi yaitu 685,422 mg/g dan 449,752 mg/g dengan suhu karbonasi 800 oC. Dari
hasil penelitian diperoleh adsorben dengan kapasitas adsorpsi yang paling baik dari
berbagai variasi suhu karbonisasi dengan furnace dan rasio adsorben : aktivator

33
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
(b:v) tertentu yang dinyatakan sebagai bilangan iodin (mg/g), yaitu jumlah mg iodin
yang dapat diserap oleh setiap 0,25 gram adsorben, sebagaimana digambarkan
melalui grafik pada Gambar 4.1 di bawah ini.

1200
1100
Bilangan Iodin (Mg/g)

1000
900
800
700 1:3
600 1:4
500
400
550 600 650 700 750 800 850
Suhu Kalsinasi (°C)

Gambar 4.1 Pengaruh Suhu Karbonisasi terhadap Bilangan Iodin


Adsorben pada Rasio Adsorben : Kalium Hidroksida (b:v) Tertentu

Dari grafik pada Gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa bilangan iodin
cenderung meningkat seiring dengan semakin tingginya suhu karbonisasi untuk
rasio adsorben : kalium hidroksida (b:v) dan dengan semakin kecilnya rasio
adsorben : kalium hidroksida (b:v) pada suhu karbonisasi yang sama, dan pada titik
tertentu mengalami penurunan. Pada perlakuan pertama, bilangan iodin paling
besar diperoleh yaitu pada suhu 800oC untuk rasio 1:4, sebesar 1.180,499 mg/g.
Sedangkan pada perlakuan kedua, bilangan iodin yang paling besar diperoleh yaitu
pada suhu 800oC untuk rasio 1:4, sebesar 988,433 mg/g. Standar bilangan iodin dari
arang aktif adalah 750 mg/g [45], sedangkan standar bilangan iodin dari adsorben
yang dibuat dari biomassa tanpa proses pengarangan tidak tersedia. Hal ini pula
yang menjadikan biosorben cangkang buah karet dengan perlakuan 1 lebih unggul
yaitu dengan mengkarbonisasikannya terlebih dahulu kemudian mengaktivasi
secara kimia.
Berdasarkan teori, daya adsorpsi adsorben terhadap iod memiliki korelasi
dengan luas permukaan dari adsorben. Semakin besar angka iod maka semakin
besar kemampuannya dalam mengadsorpsi adsorbat atau zat terlarut, untuk
bilangan iodin akan semakin bertambah, daya serap terhadap iod semakin besar

34
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dengan kenaikan suhu, ini berarti bahwa kualitas adsorben akan semakin baik dalam
penyerapan. Peningkatan bilangan iod terjadi sebagai akibat semakin banyaknya
pengotor yang terlepas dari permukaan adsorben. Seiring dengan peningkatan suhu,
pengotor-pengotor yang mulanya terdapat pada bagian pori dan menutupi pori, ikut
terlepas atau teruapkan sehingga memperluas permukaan adsorben. Semakin besar
luas permukaan adsorben maka semakin besar kemampuan adsorpsi adsorben [46],
namun pemanasan berlebihan dapat berakibat pada pengurangan mesopori dan
mikropori [47]. Volume aktivator yang terlalu besar akan menyebabkan rusaknya
struktur adsorben [48] dan dapat menghilangkan sifat aktif adsorben karena
kerusakan yang diakibatkan oleh pelarutan dan pecahnya pori adsorben [49].
Pada rasio 1:3 dan 1:4 (perlakuan 1 dan 2) bilangan iodin terus meningkat
seiring dengan bertambahnya suhu karbonisasi. Pada suhu 600oC, bilangan iodin
mengalami peningkatan seiring dengan semakin kecilnya rasio adsorben : kalium
hidroksida. Pada suhu 700oC, bilangan iodin mengalami penurunan dengan
semakin kecilnya rasio adsorben: kalium hidroksida dari 1:3 ke 1:4 (perlakuan 1
dan 2). Pada suhu 800oC, bilangan iodin kembali mengalami peningkatan seiring
dengan semakin kecilnya rasio adsorben : kalium hidroksida.
Dengan membandingkan teori dan hasil yang diperoleh dari penelitian,
beberapa ketidakteraturan pada data dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan.
Pertama, perlakuan adsorben pada rasio 1:4 (perlakuan 1 dan 2) dengan suhu
karbonisasi 700oC akan memperluas pori-pori pada adsorben dan rusak pada saat
pemanasan mencapai nilai tertentu. Kedua, pada rasio 1:4 (perlakuan 1 dan 2)
dengan suhu karbonisasi 700oC telah terjadi cracking yang menyebabkan
berkurangnya mesopori dan mikropori pada adsorben. Ketiga, pada volume
aktivator dengan rasio 1:4 (perlakuan 1 dan 2), adsorben telah rusak akibat adanya
pelarutan pada strukturnya. Kondisi yang paling baik untuk menghasilkan adsorben
dari cangkang buah karet dengan bilangan iodin yang paling tinggi adalah pada
rasio adsorben : kalium hidroksida 1:4 (perlakuan 1 dan 2) pada suhu karbonisasi
800oC.

35
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4.2 KARAKTERISASI GUGUS FUNGSI PADA ADSORBEN DARI
CANGKANG BUAH KARET DENGAN SPEKTROFOTOMETRI
FTIR
Adsorben sebelum dan setelah diaktivasi, serta adsorben yang telah terpakai
(spent adsorbent) untuk adsorpsi kandungan pengotor pada CPO selanjutnya
dikarakterisasi gugus-gugus fungsinya dengan spektofotometri FTIR. Gugus-gugus
yang terdapat pada adsorben dapat disimpulkan dengan membandingkan puncak
gelombang yang terbentuk dengan literatur, yaitu dari tabel korelasi IR [50].
Adapun hasil yang diperoleh diberikan pada Gambar 4.2, 4.3, dan 4.4 berikut.

Gambar 4.2 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Sebelum Diaktivasi

547,78 cm-1 : gugus C-Br (alkil halida) 1492,90 cm-1 : gugus C-H (alkana)
975,98 cm-1 : gugus C-H (alkena romatik) 1546,91 cm-1 : gugus NO2
1087,85 cm-1 : gugus C-O (asam karboksilat) (senyawa nitro)
1141,86 cm-1 : gugus C-N (amina alifatik) 1600,92 cm-1 : gugus N-H (amina)
1188,15 cm-1 : gugus C-H (alkil halida) 2877,79 cm-1 : gugus C-H (Alkana)
1238,30 cm-1 : gugus C-N (amina)

Gambar 4.2 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Sebelum Diaktivasi

36
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2071,02 cm-1 : gugus C-H
(komp. Aromatik)
2851,19 cm-1 : gugus C-H (aldehid)
2919,45 cm-1 : gugus C-H
719,48 cm-1 : gugus C=C (alkena) 1739,04 cm-1 : gugus C=O (ester)
(asam karboksilat)
870,39 cm-1 : gugus C-O (alkohol tersier) 2071,02 cm-1 : gugus C-H
-1
1098,72 cm : gugus N-H (amina) 3859,38 cm-1 :(komp.
gugus Aromatik)
-OH (alkohol
-1
ikatanC-H
1158,75 cm : gugus C-O (alkohol tersier) 2851,19 cm-1 : gugus hidrogen)
(aldehid)
1372,16 cm-1 : gugus N-O (senyawa nitro) 3859,38 cm-1 : gugus -OH (alkohol
1563,314.6
Gambar cm-1 : gugus
Hasil C-H
Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
ikatan hidrogen)
(komp. Aromatik)

Gambar 4.3 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Setelah Diaktivasi

518,17 cm-1 : gugus C=H (alkena aromatik)


715,60 cm-1 : gugus C-H (alkana) 1741, 15 cm-1: gugus C=O (keton)
1147,77 cm-1 : gugus C-O (asam karboksilat) 2850,95 cm-1 : gugus –CO-
1232,29 cm-1 : gugus O-H (alkohol) (aldehid)
1372,41 cm-1 : gugus N-O (senyawa nitro) 2919,70 cm-1 : gugus C-H
1459,20 cm- : gugus C-H (komp. Aromatik) (asam karboksilat)

Gambar 4.4 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Telah Terpakai untuk Adsorpsi

37
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 4.2 dan 4.3 dapat dibandingkan gugus fungsi yang terdapat
pada adsorben, sebelum dan setelah diaktivasi. Dari kedua grafik pada Gambar 4.2
dan 4.3 dapat dilihat bahwa proses pengaktivasian tidak memberikan perubahan
yang berarti terhadap gugus-gugus fungsi yang terkandung pada kedua adsorben.
Adsorben sebelum diaktivasi mengandung gugus asam karboksilat, alkil halida,
senyawa karbon cincin aromatik, karbondioksida, senyawa nitro, alkana dan
amina.. Kandungan gugus –OH hidroksil pada cangkang buah karet memiliki
kecenderungan berinteraksi dengan adsorbat [51]. Adsorben yang diaktivasi
menggunakan KOH akan bereaksi dengan karbon sehingga akan membentuk pori-
pori baru serta menghasilkan karbon dioksida yang berdifusi ke permukaan karbon,
dimana activating agent (KOH) akan mengoksidasi karbon dan merusak
permukaan bagian dalam karbon sehingga akan terbentuk pori dan meningkatkan
daya adsorpsi [52].
Pada adsorben yang telah dikontakkan dengan CPO, ada beberapa gugus
fungsi yang terikat oleh adsorben setelah pengontakkan. Pada bilangan gelombang
1147,77 cm-1 terdapat gugus C-O asam karboksilat yang merupakan indikasi
adanya senyawa asam lemak bebas. Pada bilangan gelombang 1232,29 cm-1
terdapat gugus –OH yang merupakan indikasi melekatnya senyawa polar peroksida
HOOH. Keton dan aldehid merupakan senyawa yang menyebabkan kekeruhan dan
bau tengik atau rancid pada minyak. Gugus alkanol yang berperan menyerap
kandungan pengotor spesifik pada CPO tidak ditemukan lagi pada adsorben setelah
diaktivasi, yang berarti keseluruhannya telah terpakai untuk proses adsorpsi pada
permukaan adsorben. Senyawa amina dan nitro yang terdapat pada adsorben, baik
sebelum dan setelah diaktivasi, serta setelah dikontakkan dengan CPO,
kemungkinan besar didapatkan cangkang buah karet dari tanah dan pupuk tanaman
[53]. Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi
dan hidrolitik, baik enzimatik maupun nonenzimatik. Kerusakan pada minyak
kelapa sawit menyebabkan bau tengik atau rancid terutama disebabkan oleh aldehid
dan keton [54]. Dari hasil spektrofotmetri IR ini dapat disimpulkan bahwa adsorben
dari cangkang buah karet dapat mengadsorpsi kandungan asam karboksilat berupa
asam lemak bebas, senyawa peroksida, aldehid, dan keton dari minyak kelapa sawit.

38
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4.3 KARAKTERISITIK STRUKTUR PORI PADA PERMUKAAN
ADSORBEN DARI CANGKANG BUAH KARET DENGAN
SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM)

Keterangan : = Rongga pori


(a) (b)
Gambar 4.5 Hasil Anlisa SEM (Scanning Electron Microscope) untuk
Adsorben Cangkang Buah Karet Sebelum Diaktivasi (a) perbesaran 3000 kali
dan (b) perbesaran 5000 kali

Keterangan : = Rongga pori

(c) (d)

Gambar 4.6 Hasil Anlisa SEM (Scanning Electron Microscope) untuk Adsorben
Cangkang Buah Karet Setelah Diaktivasi (a) perbesaran 3000 kali dan (b)
perbesaran 5000 kali

39
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 4.5 dan 4.6 dapat dibandingkan permukaan dan struktur pori
yang terdapat pada adsorben, sebelum dan setelah diaktivasi. Dari kedua gambar
pada Gambar 4.5 dan 4.6 dapat dilihat bahwa proses pengaktivasian dapat
memberikan perubahan terhadap adsorben yaitu menambah besaran pori dan
membentuk pori baru. Diantara perubahan tersebut sebelum diaktivasi yang
berbentuk rongga gelap adalah pori-pori yang perbesarannya masih kecil dan masih
sedikit. Sedangkan, setelah diaktivasi pori-pori adsorben yang ditandai dengan
rongga gelap tersebut membesar dan bertambah banyak karena adanya
pengaktivasian. Menurut teori, dengan adanya pengaktivasian terhadap arang
membuat sampel menjadi lebih transparan atau semakin tipis sehingga daya kontak
karbon akan semakin besar, hal ini menandakan bahwa volatile dan tar semakin
terlepas dari karbon karena adanya aktivator. Hal tersebut akan berakibat pada
semakin besarnya luas permukaan pada adsorben tersebut. Semakin besar bilangan
iodin yang diperoleh maka pori-pori yang terbentuk semakin banyak dan semakin
besar pula luar permukaan biosorben [55]. Pori-pori menjadi lebih lebar karena
hilangnya sebagian rongga yang tertutup dalam partikel karbon [56]

4.4 ADSORPSI KADAR ASAM LEMAK BEBAS (FFA) PADA CPO


Dari penelitian ini dapat dilihat penurunan kadar asam lemak bebas (FFA)
pada CPO yang optimum dari berbagai variasi waktu kontak dan dosis adsorben.
Pada waktu 30 menit dengan penambahan dosis adsorben 1% menghasilkan
penurunan kadar FFA paling besar. Hasil tersebut dapat dilihat melalui grafik pada
Gambar berikut.

40
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
6
5
4

FFA (%)
1,0%
3 1,5%
2 2,0%
1
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)

Gambar 4.7 Grafik Penurunan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Minyak
Kelapa Sawit pada Waktu Tertentu
Kadar asam lemak bebas mula-mula pada minyak kelapa sawit adalah 5,02
%. Untuk penambahan dosis adsorben cangkang buah karet sebesar 1,0 % dalam
minyak pada waktu 10 menit, kadar asam lemak bebas dalam minyak turun menjadi
3,32 %. Pada waktu 20 menit kadar asam lemak bebas dalam minyak turun menjadi
3,28 %. Pada waktu 30 menit kadar asam lemak bebas dalam minyak turun menjadi
2,13 %. Dan pada waktu 40 menit kadar asam lemak bebas dalam minyak
mengalami peningkatan menjadi 2,3 %. Untuk penambahan dosis adsorben asam
jawa sebesar 1,5 % dalam minyak pada waktu 10 menit, kadar asam lemak bebas
dalam minyak turun menjadi 4,57 %. Pada waktu 20 menit kadar asam lemak bebas
dalam minyak turun menjadi 3,96 %. Pada waktu 30 menit kadar asam lemak bebas
dalam minyak turun menjadi 2,15 % dan pada waktu 40 menit kadar asam lemak
bebas dalam minyak mengalami peningkatan menjadi 2,18 %. Untuk penambahan
dosis adsorben cangkang buah karet sebesar 2,0 % dalam minyak pada waktu 10
menit, kadar asam lemak bebas dalam minyak turun menjadi 4,57 %. Pada waktu
20 menit kadar asam lemak bebas dalam minyak turun menjadi 3,96 %. Pada waktu
30 menit kadar asam lemak bebas dalam minyak turun menjadi 2,13 % dan pada
waktu 40 menit kadar asam lemak bebas dalam minyak mengalami peningkatan
menjadi 2,18 %.
Menurut teori, biosorben mampu menurunkan kadar asam lemak bebas dan
bilangan asam pada minyak. Proses adsorpsi pada adsorben terjadi melalui tiga
tahap dasar, yaitu zat terjerap pada arang bagian luar, kemudian menuju pori-pori
adsorben, dan terjerap pada dinding bagian dalam arang, sehingga asam lemak
41
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
bebas dan dan bilangan asam dapat diturunkan Adanya proses pengadukan, maka
asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak akan sering melakukan kontak
atau bertumbukan dengan adsorben. Bila terus-menerus mengalami tumbukan,
maka asam lemak bebas tersebut akan mendekati adsorben. Akhirnya, asam lemak
bebas berpindah dari minyak menuju adsorben, selanjutnya asam lemak bebas
tersebut akan menyebar dan mengisi atau menempel pada dinding pori atau
permukaan adsorben [45] Pada industri minyak goreng, bleaching earth yang
digunakan sebagai adsorben pemucatnya menggunakan dosis bleaching earth 1,0
% dari berat CPO. [57]
Kadar FFA pada dosis adsorben 1,0 % menurun pada menit ke 10 sampai 30
yaitu dari 4,15 % sampai 2,13 % tetapi mengalami peningkatan pada menit ke 40
sebesar 2,36 %. Kadar FFA pada dosis adsorben 1,5 % menurun pada menit ke 10
sampai 30 yaitu dari 4,43 % sampai 2,14 % tetapi mengalami peningkatan pada
menit ke 40 sebesar 2,43 %. Kadar FFA pada dosis adsorben 2,0 % menurun pada
menit ke 10 sampai 30 yaitu dari 4,57 % sampai 2,15 % tetapi mengalami
peningkatan pada menit ke 40 sebesar 2,18 %. Hal ini mungkin dapat disebabkan
oleh semakin lama waktu kontak minyak kelapa sawit dengan adsorben
mengakibatkan minyak semakin lama berinteraksi dengan panas yang memicu
pembentukan asam lemak bebas.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pemanfaatan adsorben cangkang
buah karet yang diaktivasi dengan kalium hidroksida 30% dengan rasio (b:v) 1:4
dengan dosis penambahan adsorben ke dalam minyak sebanyak 1,0 % dari berat
minyak dengan waktu kontak selama 30 menit menghasilkan penurunan kadar asam
lemak bebas paling besar dari 5,02 % menjadi 2,13 % telah sesuai dengan standar
SNI (01-2901-2006) yaitu 1,8 – 6,9 %. Oleh karena itu, dengan pertimbangan
ekonomi terhadap jumlah penggunaan adsorben, dosis 1,0 % dipilih sebagai dosis
terbaik untuk adsorpsi kandungan asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit
dan telah memenuhi standar kandungan asam lemak bebas pada minyak kelapa
sawit setelah proses adsorpsi. Persentase penurunan kadar FFA adalah sebesar
57,56 %.

42
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4.5 ADSORPSI KANDUNGAN PEROKSIDA PADA CPO
Kandungan peroksida pada minyak kelapa sawit sebelum dilakukan proses
adsorpsi dengan adsorben adalah 0,0153 meq/kg minyak. Dari penelitian ini dapat
dilihat bahwa bilangan peroksida mengalami penurunan yang optimum untuk setiap
variasi waktu kontak dan dosis adsorben. Adsorpsi pada waktu 30 menit dengan
penambahan dosis adsorben 1,0 % menghasilkan penurunan bilangan peroksida
paling besar. Hasil adsorpsi penurunan bilangan peroksida dapat digambarkan
melalui grafik pada Gambar 4.11 di bawah ini.

0.01
Bilangan Peroksida

0.008
meq/Kg)

1,0%
0.006
1,5%
0.004 2,0%

0.002
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)
Gambar 4.8 Grafik Penurunan Bilangan Peroksida Minyak Kelapa Sawit
pada Beberapa Kondisi Operasi
Untuk penambahan dosis adsorben sebesar 1,0 % pada waktu 10 menit,
bilangan peroksida dalam minyak meningkat menjadi 0,0045 meq/kg. Pada waktu
20 menit bilangan peroksida menurun menjadi 0,0038 meq/kg. Pada waktu 30
menit bilangan peroksida menurun menjadi 0,0024 meq/kg. Pada waktu 40 menit
bilangan peroksida mengalami peningkatan menjadi 0,0056 meq/kg. Untuk
penambahan dosis adsorben sebesar 1,5 % pada waktu 10 menit, bilangan peroksida
dalam minyak meningkat menjadi 0,0088 meq/kg. Pada waktu 20 menit bilangan
peroksida menurun menjadi 0,00795 meq/kg. Pada waktu 30 menit bilangan
peroksida menurun menjadi 0,00677 meq/kg. Pada waktu 40 menit bilangan
peroksida mengalami peningkatan menjadi 0,00788 meq/kg. Untuk penambahan
dosis adsorben sebesar 2,0 % pada waktu 10 menit, bilangan peroksida dalam
minyak meningkat menjadi 0,0056 meq/kg. Pada waktu 20 menit bilangan
peroksida menurun menjadi 0,0046 meq/kg. Pada waktu 30 menit bilangan
peroksida menurun menjadi 0,00341 meq/kg. Pada waktu 40 menit bilangan
peroksida mengalami peningkatan menjadi 0,00678 meq/kg.
43
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Menurut teori, bilangan peroksida dinyatakan sebagai banyaknya mili
ekuivalen peroksida dalam setiap 1 kg minyak, lemak, dan senyawa lain. Bilangan
peroksida merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan minyak.
Semakin tinggi bilangan peroksida semakin rendah kualitas minyak. Interaksi
antara peroksida dengan adsorben kemungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika
karena setiap partikel-partikel adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben
melalui gaya Van der Waals atau yang disebut dengan ikatan hidrogen [45]
Semakin lama waktu pemanasan minyak kelapa sawit menyebabkan
perubahan struktur asam lemak yang menyebabkan terbentuknya peroksida [57].
Standar untuk bilangan peroksida CPO hasil adsorpsi adalah nol meq/kg [58] Pada
permunian minyak kelapa sawit konvensional dengan menggunakan asam fosfat
dengan dosis 1 % penurunan bilangan peroksida dari 2,9 meq/kg menjadi 2,83
meq/kg [57]
Dari grafik pada Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa penurunan bilangan
peroksida yang dihasilkan berfluktuasi. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa
faktor. Pertama, penggunaan dosis adsorben yang rendah tidak efektif dalam
menyerap peroksida lebih banyak karena permukaan porinya telah tertutup dengan
pengotor yang lain. Kedua, pemanasan dan waktu reaksi yang lama rentan
mengakibatkan naiknya bilangan peroksida.
Dari hasil penelitian, pada waktu kontak 30 menit dengan dosis adsorben 1,0
% memberikan hasil bilangan peroksida paling optimum sebesar 0,00247 meq/kg
minyak dan telah sesuai dengan SNI (01-2901-2006) yaitu < 2 meq. Waktu 30 menit
dipilih sebagai waktu kontak terbaik karena telah memberikan hasil adsorpsi yang
optimal dan telah memenuhi standar bilangan peroksida pada minyak kelapa sawit
hasil adsorpsi. Waktu kontak yang lebih lama tidak memberikan hasil yang
signifikan, sehingga dengan pertimbangan ekonomi dan efisiensi waktu maka dapat
digunakan waktu yang lebih singkat. Persentase penurunan bilangan peroksida
adalah sebesar 72,56 %.

44
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4.6 KESETIMBANGAN ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS DAN
BILANGAN PEROKSIDA
Dari data hasil analisa yang dilakukan untuk kesetimbangan yang cocok untuk
asam lemak bebas dan bilangan peroksida adalah kesetimbangan adsorpsi
menggunakan bentuk Fruendlich, dimana kesetimbangan adsorpsi bentuk
Freundlich disajikan dalam persamaan berikut :

1
𝐿𝑜𝑔 𝑞𝑒 = 𝐿𝑜𝑔 𝑘𝑓 + 𝐿𝑜𝑔 𝐶𝑒 [33]
𝑛

Ket : qe = jumlah adsorbat permassa biosorben


Ce = konsentrasi kestimbangan adsorbat
n = intensitas adsorpsi
kf = kapasitas adsorpsi biosorben dan konstanta freundlich
Model isotherm Freundlich asam lemak bebas dan bilangan peroksida
dilakukan dengan membuat grafik hubungan antara dan grafik hubungan antara log
Ce vs log qe
Grafik isoterm Freundlich untuk asam lemak bebas dan bilangan peroksida
dapat dilihat pada gambar 4.9 dan 4.10 berikut.

0.5
FFA
0.4
Linear (FFA)
Log qe

0.3

0.2

0.1 y = -0.133x + 0.5353


R² = 0.9583
0
0.38 0.39 0.34
Log Ce
Gambar 4.9 Grafik Model Isoterm Freundlich pada Asam Lemak Bebas

45
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
0.000
-2.344 -2.275 -2.169
-0.500

Log qe
-1.000 PV
y = -0.2014x - 1.7688
-1.500 R² = 0.9996 Linear (PV)

-2.000

-2.500
Log Ce

Gambar 4.10 Grafik Model Isoterm Freundlich pada Bilangan Peroksida

Dari data penelitian pada grafik 4.9 dan 4.10 diatas menunjukan bahwa
kurva garis linier dengan kesesuaian yang baik yaitu menunjukan harga korelasi
mendekati satu. Dimana hasil dari grafik diatas untuk asam lemak bebas
memperoleh korelasi yaitu : R2 = 0,9583 dengan persamaan y = -0,133x + 0,5353.
Sedangkan untuk bilangan peroksida memperoleh harga korelasi yaitu : R2 = 0,9996
dengan persamaan y = -0,2014x – 1,7688.
Isoterm adsorpsi Freundlich didasarkan atas terbentuknya lapisan
monolayer dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Namun pada
adsorpsi Freundlich situs-situs aktif pada permukaan adsorben bersifat heterogen
[59]
Diperoleh kesimpulan dari kajian ini bahwa biosorben cangkang buah karet
yang diaktivasi dengan KOH yang digunakan untuk mengadsorpsi asam lemak
bebas dan bilangan peroksida telah sesuai dengan model kesetimbangan adsorpsi,
dimana harga korelasi yang didapat mendekati satu.

4.7 MODEL KINETIKA ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS DAN


BILANGAN PEROKSIDA
Dari data hasil analisa yang dilakukan untuk model kinetika adsorpsi
dilakukan dengan menggunakan model kinetika adsorpsi pseudo-orde 2 untuk asam
lemak bebas dan bilangan peroksida, dimana model kinetika adsorpsi pseudo-orde
2 ini disajikan dalam persamaan berikut :

46
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
t 1 1
 2
 t [60]
qt k 2 qe qe
Keterangan:
qe : kapasitas penjerapan pada kesetimbangan
qt : kapasitas penjerapan pada waktu t
k2 : konstanta laju adsorpsi orde dua semu
t : waktu adsorpsi

Model kinetika adsorpsi pseudo-orde 2 asam lemak bebas dan bilangan


peroksida dilakukan dengan membuat grafik hubungan antara dan grafik hubungan
antara t/qt vs t (waktu)
Grafik kinetika pseudo-orde 2 untuk asam lemak bebas dan bilangan
peroksida dapat dilihat pada gambar 4.11 dan 4.12 berikut.

20
y = 2.6666x + 4.1659
15 R² = 0.7918
t/qt

10 FFA
Linear (FFA)
5

0
10 20 30 40
t (menit)
Gambar 4.11 Kurva Kinetika Pseudo-Orde Dua Asam Lemak Bebas

4000
y = 893.73x - 51.021
R² = 0.9686
3000
t/qt

2000 PV
Linear (PV)
1000

0
10 20 30 40
t (menit)
Gambar 4.12 Kurva Kinetika Pseudo-Orde Dua Bilangan Peroksida

47
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dari data penelitian pada grafik 4.11 dan 4.12 diatas menunjukan bahwa
kurva garis linier dengan kesesuaian yang baik yaitu menunjukan harga korelasi
mendekati satu. Dimana hasil dari grafik diatas untuk asam lemak bebas
memperoleh korelasi yaitu : R2 = 0,7918 dengan persamaan y = 2,6666x + 4,1659.
Sedangkan untuk bilangan peroksida memperoleh harga korelasi yaitu : R2 = 0,9686
dengan persamaan y = -893,73x-51,021.
Dari hasil yang diperoleh adsorben cangkang buah karet yang diaktivasi
dengan KOH yang digunakan untuk mengadsorpsi asam lemak bebas dan bilangan
peroksida telah sesuai dengan model kinetika adsorpsi, dimana harga korelasi yang
didapat mendekati satu. Namun, apabila dibandingan diantara keduanya model
kinetika adsorpsi pseudo-orde dua ini lebih cocok digunakan untuk bilangan
peroksida dibandingan untuk asam lemak bebas, karena harga korelasi pada
bilangan peroksida lebih baik dibandingkan dengan asam lemak bebas.

48
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Bilangan iodin adsorben cangkang buah karet terbesar dengan aktivator
kalium hidroksida sebesar 1.180,499 mg/g pada suhu 800 oC dan rasio
adsorben : kalium hidroksida 1:4 (b/v)
2. Kadar air dan kadar abu telah sesuai dengan standar SNI 06-370-1995 yaitu
kadar air sebesar 3,2%, kadar abu sebesar 2,0 % dan kadar zat menguap
terendah sebesar 23,0 %.
3. Dari hasil spektofotometri FTIR sebelum dan sesudah adsorben
dikontakkan dengan CPO, dapat disimpulkan bahwa adsorben menyerap
gugus asam karboksilat, aldehid, dan keton yang dapat menyebabkan
kerusakan CPO.
4. Dari hasil SEM (Scanning Electron Microscope) sebelum dan sesudah
adsorben diaktivasi, dapat disimpulkan bahwa sebelum adsorben diaktivasi
belum adanya terbentuk rongga pori yang ditandai dengan lubang gelap
pada gambar dan setelah diaktivasi rongga pori yang ditandai dengan lubang
gelap pada adsorben terbentuk semakin banyak dan pori porinya semakin
besar.
5. Kondisi terbaik untuk adsorpsi kandungan asam lemak bebas dan bilangan
peroksida pada CPO adalah pada waktu kontak 30 menit dan dosis adsorben
1,0 % menghasilkan kadar asam lemak bebas minimum sebesar 2,13 %
dengan persentase penurunan sebesar 57,56 %. Hal ini telah sesuai dengan
SNI (Standar Nasional Indonesia). Sedangkan Bilangan peroksida
minimum yang diperoleh adalah 0,00247 meq/kg.minyak dengan persen
penurunan sebesar 72,56 %. Yang juga telah sesuai dengan SNI (Standar
Nasional Indonesia)
6. Model isoterm Freundlich lebih sesuai digunakan untuk bilangan peroksida
pada CPO dengan harga korelasi R2 = 0,9996, y = -0,2014x - 1,768.

49
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
7. Model kinetika orde dua lebih sesuai digunakan untuk bilangan peroksida
pada CPO dengan harga korelasi R2 = 0,9686, y = 893,73x - 51,021

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan kepada peneliti selanjutnya, yaitu :
1. Disarankan untuk menggunakan aktivator asam seperti asam sulfat agar
dapat dibandingkan dengan aktivator basa.
2. Disarankan untuk menggunakan bahan baku dengan limbah padat
contohnya cangkang telur, cangkang kerang.
3. Dilakukan pengaplikasian untuk mengadsorpsi minyak jelantah, limbah
cair dan udara.
4. Dilakukan penelitian dengan perbandingan ukuran, rasio, dan waktu yang
berbeda, namun diaktivasi dengan aktivator yang sama.
5. Dilakukan uji BET (Brunnauer Emmet Teller) sehingga dapat mengetahui
besar dari diameter pori adsorben.

50
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

[1] Julian, Ridho Tri. “Pemanfaatan Limbah Cangkang Biji Karet Menjadi Briket
Sebagai Bahan Bakar Alternatif Dengan Bahan Perekat Amilum”
Palembang. Politeknik Negeri Sriwijaya. 2016.

[2] Rosdelima. “Pembuatan Karbon Aktif Dari Campuran Arang Cagkang Sawit
dan Cangkang Biji Karet Dengan Aktivator HCL, NaOH dan NaCL”.
Palembang. Politeknik Negeri Sriwijaya. 2016.

[3] Vinsiah, Rananda. Andi Suharman dan Desi. “Pembuatan Karbon Aktif dai
Cangkang Kulit Buah Karet (Hevea brasiliensis)”. Palembang :
Universitas Sriwijaya.

[4] Bangun, Teger Ardyansah. Titin Anita Zaharah dan Anis Shofiyani.
“Pembuatan Arang Aktif dari Cangkang Buah Karet untuk Adsorpsi
Ion Besi (III) dalam Larutan”. Pontianik : Universtitas Tanjungpura.
2016.

[5] Sunil, Bindu. Namita Das. Mohan Thomas. Mathew T.V. dan K.C. Philip.
“Adsorptive Removal of Cr(VI) From Aqueous Solution Using Rubber
Seed Shell Charcoal”. India : Journal of Industrial Pollution Control.
2012.

[6] Hutapea, Sumihar. Ellen Lumisar Panggabean. Andi Wijaya. “Utilization of


Rubber Seed Shells and Epicarp Wastes as Activated Biochar”.
Medan : Chemistry and Material Research. Vol 7. 2015.

[7] Pagketanang, Thanchanok. Apichart Artnasewa. Prasong Wongwicha. Mallika


Thabuot. “Microporous Activated Carbon from KOH-Activation of
Rubber Seed-hells for Application in Capacitor Electrode”. Thailand
: Science Direct. 2015.

[8] Sulaiman, Siti Zaharah Binti. “Adsorption of Pb(II), Zn(II) and Fe(II) Using
Rubber Seed Shell”. Malaysia : Universitas Malaysia Pahang. 2012.

[9] Santoso, Rendi Hadi. Bambang Susilo dan Wahyunanto Agung Nugroho.
“Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Kulit Singkong
(Mahinot esculenta Crantz) Menggunakan Activating Agent KOH”.
Universitas Brawijaya. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan
Biosistem Vol. 2 No. 3. 2014.

[10] Ikawati dan Melati. Pembuatan Karbon Aktif dari Limbah Kulit Singkong
UKM Tapioka Kabupaten Pati. Universitas Diponegoro. Semarang.
2016

51
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
[11] Darusmy, Aira. “Reaksi Transesterifikasi Degummed Palm Oil (DPO) untuk
Menghasilkan Biodiesel Sawit Menggunakan Lipozyme TL IM
sebagai Biokatalis”. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2015.

[12] Harahap, Azlia Hafisa. “Analisis Triasilgliserol pada Cocoa Butter Equivalent
yang Dibuat dari RBDPO dan Asam Stearat Menggunakan Katalis
Enzim Dedak Padi”. Medan. Universitas Sumatera Utara. 2014.

[13] Abdillah, Muhammad Havizh. Pemurnian Minyak dari Limbah Pengolahan


Ikan. Bogor. Institut Pertanian Bogor. 2008.

[14] Abdullah, Yudhistira Abdi Atmanegara, Radna Nurmasari, “Optimasi


Pemucatan CPO Menggunakan Arang Aktif dan Bentonit”, Jurnal
Ilmu Dasar, 11(2) 2010 : hal. 124 – 128.

[15] Baiq Deana Rahayuan, Yeti Kurniasih, Baig Asma Nufida, “Aktivasi Tanaha
Liat Secara Asam dan Penggunaannya sebagai Adsorben untuk
Menurunkan Bilangan Peroksida Minyak Goreng Bekas”. Mataram :
Pendidikan Kimia, FPMIPA IKIP. 2015.

[16] Budi Hartono S, Indraswati N, Setiawan, L.E, Edi-Soetaredjo M, Kristaria


M.A, “Bleaching of Crude Palm Oil (CPO) Using Adsorbent
Prepared from Pyrolyzed Cofee Residues”, Departement of Chemical
Engineering. 2004.

[17] Pardede, Agnes Sartika Doharma, Agus Mangiring Siburian dan Seatiaty
Pandia, “Tamarind Seeds As Adsorbent to Remove Phophatides
Content in CPO (Crude Palm Oil)”, Internatioanle Conf. on
Advances in Environment, Agiculture & Medical Sciences. 2014. Hal
42-46.

[18] Siburian, Agus Mangiring. “Pemanfaatan Adsorben dari Biji Asam Jawa
(Tamarindus indica) untuk Menurunkan Kandungan Asam Lemak
Bebas dan Bilangan peroksida pada CPO”. Medan : Universitas
Sumatera Utara. 2014.

[19] Aisyah, Siti. Eny Yulianti, Ghanaim Fasya, “Penurunan Angka Peroksida dan
Asam Lemak Bebas (FFA) pada Proses Bleaching Minyak Goreng
Bekas oleh Karbon Aktif Polong Buah Kelor (Moringa Oliefera.
Lamk) dengan Aktivasi NaCl”, ALCHEMY, 1(2) 2010 : hal. 93 – 103.

[20] Yustinah, Hartini “Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif
dari Sabut Kelapa”, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan
Sumber Daya Alam Indonesia. ISSN 1693 – 4393, 2011.

52
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
[21] R. Wannahari, M. F. N. Nordin, “Reduction of Peroxide Value in Used Palm
Cooking Oil Using Bagasse Adsorbent”, American International
Journal of Contemporary Research, 2(1) 2012 : hal. 185 – 191.

[22] Widayat, Suherman, dan K. Haryani., “Optimasi Proses Adsorbsi Minyak


Goreng Bekas dengan Adsorbent Zeolit Alam: Studi Pengurangan
Bilangan Asam”, Jurnal Penelitian Teknik Kimia, 17(1) 2006.

[23] Ismail, Muhammad Imran, Muhammad Hazim Hamidon. Mohd Zuhilmie


Mihd Sofi dan Nur Shahirah Azmi, “Renewable Bleaching Alternative
(RBA) For Palm Oil Refining From Waste Materials”, Journal of
Applied Environmental and Biological Sciences. 6 (7S). 2016. Hal 52-
57.

[24] Okolo, J dan Adejumo, B, “ Effect of Bleaching on Some Quality Attributes


of Crude Palm Oil”, International Organization of Scientific
Research. Vol. 04, Issue 12. 2014. Hal 25-28.

[25] Egbuna S.O, “ Development of Kinetic Model For Adsoption of Caroteniods


on Activated Clay in the Beaching of Palm Oil”, International
Journa of Research in Engineering and Technology. Volume: 03
Issue: 01. 2014. Hal 371-380.

[26] Asyhar, M Aidil. “Pengaruh Massa Adsorben dan Waktu Kontak terhadap
penurunan Bilangan Peroksida pada Minyak Goreng Bekas Oleh
Arang Aktif temppurung Kemiri (Aleuriites Moluccana)”. Medan ::
Universitas Sumatera Utara.

[27] Selpiana. Maman Setiawan dan Ilham Rahmana. “Pengaruh Rasioa Perekat
Damar Dan Ukuran Serbuk Arang Pada Biobriket Cangkang Biji
Karet dan LDPE”. Palembang : Universitas Sriwijaya. Jurnsl Teknik
Kimia No.3, Volume: 21. 2015.

[28] Pujiyanto. “Pembuatan krbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batubara”
Depok : Universitas Indonesia. 2010.

[29] Sitorus, Oktavia dan Desiani. “Peningkatan Potensi Campuran Serat Sabut
Kelapa dan Serbuk Kayu Gergaji Teraktivasi H2SO4 Sebagai Media
Adsorben Zat Warna Terhadap Limbah Kain Songket”. Palembang :
Politeknik Negeri Sriwijaya. 2014.

[30] Ristianingsih, Yuli. Sutijan dan Arief Budiman. “Studi Kinetika Proses Kimia
dan Fisika penghilangan Getah Crude Palm Oil (CPO) dengan Asam
Fosfat”. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. 2011.

[31] Hakiki, Rizlinda. “Penentuan Zat Perduksi pada Gliserin dengan


Menggunakan Spektrofotometer UV-Visible”. Medan : Universitas
Sumatera Utara.

53
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
[32] Damanik, Rudi Syaputra. “Pengaruh Kadar Air terhadap Kadar Asam Lemak
Bebas (ALB) dari Minyak CPKO (Crude Palm kernel Oil) pada tangki
Timbun (Storage Tank) di PT. Sarana Agro Nusantara Unit
Belawan”. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2008.

[33] Estiaty, Lenny Marilyn. “Kesetimbangan dan kinetika Adsorpsi Ion CU2+ Pada
Zeolit -H”, Riset Geologi dan Pertimbangan (Juni, 2013) hal. 127 –
141.

[34] Manik, Desi HN. “Pengaruh Temperatur dan Perbandingan Gliserol dengan
Minyak Kelapa Terhadap Produk Gliserolisi Menggunakan Katalis
NaOH” Medan : Universitas Sumatera Utara. 2008.

[35] Ulfah, Afhami. “Penentuan Kadar Phosfor dalam Crude Palm Oil (CPO) dan
Refened Bleaching Deodorized palm Olein (RBDPO)”. Medan :
Unversitas Sumatera Utara. 2014.

[36] Purba, Nirma. “Analisa Asam Lemak bebas (ALB) dari CPO Fresh CPO
Outspecb dan CPO Blending di PTPN III Perdagangan PKS Sei
Mangkei”. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2011.

[37] Pilipus. “Pengaruh Lama Penyimpanan CPO ( Crude palm Oil) Terhadap
kadar Asam Lemak, Kadar iar dan Kadar Kotoran”. Makassar :
Universitas Hasanuddin. 2014.

[38] Kusdiandi, Dicky. “Penentuan Air dan Asam Lemak Bebas (ALB) pada Palm
Kernel Oil (PKO) di PT Multimas Nabati Asahan Kuala Tanjung-
Batubara”. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2012.

[39] Esterlita, Marina Olivia. “Pengaruh Penambahan Aktivator ZnCl2, KOH dan
H3PO4 Dalam Pembuatan Karbon Aktif dari Pelepah Aren (Arenge
Pinnata)” Medan : Universitas Sumatera Utara. 2015.

[40] Damanik, Azhari. “Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Dari Crude Palm Oil
(CPO) Pada Tangki Timbun Di PT. Sarana Agro Nusantara”. Medan
: Universitas Sumatera Utara. 2008.

[41] Badan Standardisasi Nasional, “Minyak Kelapa Sawit Mentah (Crude Palm
Oil)”, SNI 01-2901-2006, 2006.

[42] Fauziah, Nailul. “ Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia
Mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika dan Aplikasinya Sebagai
Adsorben” Bogor : Institut Pertanian Bogor. 2009.

[43] Prastiwi, Dini Aulia. “Penggunaan ZnCl2 Sebagai Aktivator Karbon Aktif Dari
Limbah Padat Agar dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Pada Limbah
Cair Industri Tahu” Bogor : Institut Pertanian Bogor. 2014.

54
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
[44] Hendra, Djeni. “Pembuatan Arang Aktif Dari Limbah Pembalakan Kayu
Puspa dengan Teknoologi Produksi Skala Semi Pilot” UDC. 2007.

[45] Evika. “Penggunaan Adsorben Arang Aktif Tempurung Kelapa Pada


Permukaan Minyak Goreng Bekas” Pekanbaru : Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. 2011.

[46] Laos, Landiana Etni. Masturi dan Ian Yulianti. “Pengaruh Suhu Aktivasi
Terhadap Daya Serap Karbon Aktif Kulit Kemiri” Semarang :
Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal). E-ISSN 2476-9398.

[47] H. Xin, J. Liu, F. Fan, Z. Feng, G. Jia, Q. Yang, C. Li. “Mesoporous


Ferrosilicates with High Content of Isolated Iron Species Synthesized
in Mild Buffer Solution and Their Catalytic Application. Microporous
and Mesoporous Materials, Vol. 113 2008 : hal. 231 – 239.

[48] W. M. Johnson, J. A. Maxwell, Rock and Mineral Analysis. Edisi Kedua, (New
York: John Wiley & Sons Inc., 1981).

[49] B. Louise, “Adsorption of Chromium (VI) by a Low-Cost Adsorbent,


Chemosphere, 30(1) 2002 : hal. 561 – 578.

[50] Kristianingrum, Susila. “Handout Spektroskopi Infra Merah (Infrared


Spectroscopy, IR)” 2000.

[51] Nilanjana Rao (2005), “Use of Plant Material as Natural Coagulants for
Treatment of Watewater”, Diakses 1 Maret 2014 dari
Visionriviewpoint
http://www.visionriviewpoint.com/article.asp?articleid=48

[52] Yuliusman dan Muhammad Yusuf Ramly Dunggio. “Adsorpsi Gas Karbon
Monoksida (CO) dan Penjernihan Asap Kebakaran dengan
Menggunakan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa Termodifikasi
TiO2” Depok : Universitas Indonesia. 2013.

[53] David W. Martin, Biokimia, (Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 1992).

[54] Fereidoon Shahidi, Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Sixth Edition,
Volome 2 Edible Oil and Fat Products : Edible Oils, (New Jersey :
John Wiley & Sons, Inc., 2005), hal. 372.

[55] Situmorang, Tiur Malinda dan Rakhmawati Farma. “Pengaruh Aktivator


Kimia Terhadap Kualitas Karbon Aktif Dari Kulit Singkong Sebagai
Bahan Penyerap Logam Berat” Riau : Universitas Riau. 2017.

55
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
[56] Manik, Fitriana Sabrina. “Pemanfaatan Spent Bleaching Earth dari Proses
Pemucatan CPO Sebagai Bahan Baku Briket” Bogor : Institut
Pertanian Bogor. 2010.

[57] Noor Azian Morad, Mustafa Kamal Abd Aziz, Rohani binti Mohd Zin,
“Process Design in Degumming and Bleaching of Palm Oil”,
Research, Centre of Lipids Engineering and Applied Research
(CLEAR), Universiti Teknologi Malaysia, Vote No. 74198, 2006.

[58] K. L. Er, “Quality Control Laboratories in Refineries”, Proceedings of


Workshop on Quality in the Palm Oil Industry, (Agustus, 1985) hal.
203 – 208.

[59] Amaria. “Adsorpsi Ion Sianida dalam Larutan Menggunakan Adsorben


Hibrida Aminopropil Silika Gel dari Sekam Padi Terimpregnasi
Aluminium” Surabaya : Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. 19, No.
1, Maret. 2012 : hal. 56 – 65.

[60] Zulfikar, Muhammad Ali. Tri Widiansyah dan Saepudin Suwarsa. “Studi
Kinetika Adsorpsi Zat Warna Tekstil Remazol Brillian (RB) Red
F3B”. Surakrta : Universitas Negeri Surakarta. ISBN : 979363174-0.
2014.

56
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 1
DATA PENELITIAN

L1.1 DATA HASIL ANALISA RENDEMEN (YIELD) BIOSORBEN


Tabel L1.1 Hasil Analisa Rendemen (Yield) Biosorben
Suhu Berat Adsorben (gram)
Yield
Perlakuan Karbonisasi Sebelum Setelah
(%)
(oC) Karbonisasi Karbonisasi
600 30,95 20,13 65,04
I 700 32,34 12,37 38,25
800 26,89 6,49 24,14
600 12,37 5,66 45,76
II 700 12,12 5,13 42,33
800 9,58 3,13 33,61

L1.2 DATA HASIL ANALISA KADAR AIR, KADAR ZAT MENGUAP DAN
KADAR ABU
Tabel L1.2 Hasil Kadar Air pada Cangkang Buah Karet (%)
Kadar Air (%)
Suhu
Perlakuan 1 Perlakuan 2
oC
1:3 1:4 1:3 1:4
600 9,7 7,9 8,6 7,7
700 9,4 5,6 8,1 4,8
800 4,2 3,2 3,3 2,9

Tabel L1.3 Hasil Kadar Zat Menguap (Volatile) pada Cangkang Buah Karet (%)
Kadar Zat Menguap (%)
Suhu
Perlakuan 1 Perlakuan 2
oC 1:3 1:4 1:3 1:4
600 53 51 52 50
700 46 44 47 42
800 26 23 32 27

57
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tabel L1.4 Hasil Kadar Abu pada Cangkang Buah Karet
Kadar Abu
Suhu oC
Perlakuan 1 Perlakuan 2
1:3 1:4 1:3 1:4
600 0,02 0,03 0,01 0,03
700 0,03 0,04 0,02 0,04
800 0,05 0,05 0,04 0,05

L1.3 DATA HASIL ANALISA BILANGAN IODIN (Mg/g) PADA


ADSORBEN CANGKANG BUAH KARET
Tabel L1.5 Bilangan Iodin Adsorben Cangkang Buah Karet untuk Setiap Variasi
(mg/g)

Setelah Diaktivasi
Suhu
(oC) Sebelum Diaktivasi Rasio Adsorben : Kalium Hidroksida
(b:v)
Perlakuan 1 Perlakuan 2
Perlakuan 1 Perlakuan 2
1:3 1:4 1:3 1:4
600 558,492 412,273 469,641 630,877 465,073 589,388
700 634,650 436,784 913,896 761,580 877,609 741,324
800 685,422 449,754 1.129,671 1.180,449 976,978 988,007

58
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
L1.4 KARAKTERISASI GUGUS FUNGSI PADA ADSORBEN CANGKANG
BUAH KARET DENGAN SPETROFOTOMETRI FTIR

547,78 cm-1 : gugus C-Br (alkil halida) 1492,90 cm-1 : gugus C-H (alkana)
-1
975,98 cm : gugus C-H (alkena romatik) 1546,91 cm-1 : gugus NO2
1087,85 cm-1 : gugus C-O (asam karboksilat) (senyawa nitro)
1141,86 cm-1 : gugus C-N (amina alifatik) 1600,92 cm-1 : gugus N-H (amina)
1188,15 cm-1 : gugus C-H (alkil halida) 2877,79 cm-1 : gugus C-H (Alkana)
1238,30 cm-1 : gugus C-N (amina)

Gambar L1.1 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Sebelum Diaktivasi

719,48 cm-1 : gugus C=C (alkena)


870,39 cm-1 : gugus C-O (alkohol tersier) 2071,02 cm-1 : gugus C-H
1098,72 cm-1 : gugus N-H (amina) (komp. Aromatik)
1158,75 cm-1 : gugus C-O (alkohol tersier) 2851,19 cm-1 : gugus C-H (aldehid)
1372,16 cm-1 : gugus N-O (senyawa nitro) 2919,45 cm-1 : gugus C-H
1563,31 cm-1 : gugus C-H (asam karboksilat)
(komp. Aromatik) 3859,38 cm-1 : gugus -OH (alkohol
1739,04 cm-1 : gugus C=O (ester) ikatan hidrogen)

Gambar L1.2 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Setelah Diaktivasi

59
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
518,17 cm-1 : gugus C=H (alkena aromatik)
715,60 cm-1 : gugus C-H (alkana) 1741, 15 cm-1: gugus C=O (keton)
1147,77 cm-1 : gugus C-O (asam karboksilat) 2850,95 cm-1 : gugus –CO-
1232,29 cm-1 : gugus O-H (alkohol) (aldehid)
1372,41 cm-1 : gugus N-O (senyawa nitro) 2919,70 cm-1 : gugus C-H
1459,20 cm-1 : gugus C-H (komp. Aromatik) (asam karboksilat)

Gambar L1.3 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Telah Terpakai untuk Adsorpsi

L1.5 KARAKTERISASI STRUKTUR PORI PADA PERMUKAAN


ADSORBEN CANGKANG BUAH KARET DENGAN SCANNING
ELECTRON MICROSCOPE (SEM)

Keterangan : = Rongga pori

(a) (b)
Gambar L1.4 Hasil Anlisa SEM (Scanning Electron Microscope) untuk Adsorben
Cangkang Buah Karet Sebelum Diaktivasi (a) perbesaran 3000 kali dan (b)
perbesaran 5000 kali

60
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : = Rongga pori

(a) (b)

Gambar L1.5 Hasil Anlisa SEM (Scanning Electron Microscope) untuk


Adsorben Cangkang Buah Karet Setelah Diaktivasi (a) perbesaran 3000 kali
dan (b) perbesaran 5000 kali

L1. 6 KADAR ASAM LEMAK BEBAS PADA MINYAK KELAPA SAWIT


Tabel L1.6 Hasil Kadar Asam Lemak Bebas pada Cangkang Buah Karet (%)

(c) (d)

FFA (%)
Dosis FFA awal t : 10 t : 20 t : 30 t : 40 t : 50 t : 60
Adsorben (%) menit menit menit menit menit menit
(%)
1,00 3,33 3,32 2,13 2,40 2,73 3,89
1,50 5,02 3,50 4,32 2,14 2,43 2,89 3,44
2,00 4,57 3,96 2,15 2,18 3,35 3,80

61
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
L1. 7 BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK KELAPA SAWIT
Tabel L1.7 Hasil Kadar Abu pada Cangkang Buah Karet
BILANGAN PEROKSIDA (meq/kg minyak)
PV Awal
Dosis
(meq/kg t : 10 t : 20 t : 30 t : 40
Adsorben
minyak) menit menit menit menit
(%)
1,00 0,00456 0,00387 0,00247 0,00453
1,50 0,0153 0,00880 0,00795 0,00677 0,00531
2,00 0,00561 0,00465 0,00341 0,00678

62
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 1
DATA PENELITIAN

L1.1 DATA HASIL ANALISA RENDEMEN (YIELD) BIOSORBEN


Tabel L1.1 Hasil Analisa Rendemen (Yield) Biosorben
Suhu Berat Adsorben (gram)
Yield
Perlakuan Karbonisasi Sebelum Setelah
(%)
(oC) Karbonisasi Karbonisasi
600 30,95 20,13 65,04
I 700 32,34 12,37 38,25
800 26,89 6,49 24,14
600 12,37 5,66 45,76
II 700 12,12 5,13 42,33
800 9,58 3,13 33,61

L1.2 DATA HASIL ANALISA KADAR AIR, KADAR ZAT MENGUAP DAN
KADAR ABU
Tabel L1.2 Hasil Kadar Air pada Cangkang Buah Karet (%)
Kadar Air (%)
Suhu
Perlakuan 1 Perlakuan 2
oC
1:3 1:4 1:3 1:4
600 9,7 7,9 8,6 7,7
700 9,4 5,6 8,1 4,8
800 4,2 3,2 3,3 2,9

Tabel L1.3 Hasil Kadar Zat Menguap (Volatile) pada Cangkang Buah Karet (%)
Kadar Zat Menguap (%)
Suhu
Perlakuan 1 Perlakuan 2
oC 1:3 1:4 1:3 1:4
600 53 51 52 50
700 46 44 47 42
800 26 23 32 27

57
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tabel L1.4 Hasil Kadar Abu pada Cangkang Buah Karet
Kadar Abu
Suhu oC
Perlakuan 1 Perlakuan 2
1:3 1:4 1:3 1:4
600 0,02 0,03 0,01 0,03
700 0,03 0,04 0,02 0,04
800 0,05 0,05 0,04 0,05

L1.3 DATA HASIL ANALISA BILANGAN IODIN (Mg/g) PADA


ADSORBEN CANGKANG BUAH KARET
Tabel L1.5 Bilangan Iodin Adsorben Cangkang Buah Karet untuk Setiap Variasi
(mg/g)

Setelah Diaktivasi
Suhu
(oC) Sebelum Diaktivasi Rasio Adsorben : Kalium Hidroksida
(b:v)
Perlakuan 1 Perlakuan 2
Perlakuan 1 Perlakuan 2
1:3 1:4 1:3 1:4
600 558,492 412,273 469,641 630,877 465,073 589,388
700 634,650 436,784 913,896 761,580 877,609 741,324
800 685,422 449,754 1.129,671 1.180,449 976,978 988,007

58
Universitas Sumatera Utara
L1.4 KARAKTERISASI GUGUS FUNGSI PADA ADSORBEN CANGKANG
BUAH KARET DENGAN SPETROFOTOMETRI FTIR

547,78 cm-1 : gugus C-Br (alkil halida) 1492,90 cm-1 : gugus C-H (alkana)
-1
975,98 cm : gugus C-H (alkena romatik) 1546,91 cm-1 : gugus NO2
1087,85 cm-1 : gugus C-O (asam karboksilat) (senyawa nitro)
1141,86 cm-1 : gugus C-N (amina alifatik) 1600,92 cm-1 : gugus N-H (amina)
1188,15 cm-1 : gugus C-H (alkil halida) 2877,79 cm-1 : gugus C-H (Alkana)
1238,30 cm-1 : gugus C-N (amina)

Gambar L1.1 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Sebelum Diaktivasi

719,48 cm-1 : gugus C=C (alkena)


870,39 cm-1 : gugus C-O (alkohol tersier) 2071,02 cm-1 : gugus C-H
1098,72 cm-1 : gugus N-H (amina) (komp. Aromatik)
1158,75 cm-1 : gugus C-O (alkohol tersier) 2851,19 cm-1 : gugus C-H (aldehid)
1372,16 cm-1 : gugus N-O (senyawa nitro) 2919,45 cm-1 : gugus C-H
1563,31 cm-1 : gugus C-H (asam karboksilat)
(komp. Aromatik) 3859,38 cm-1 : gugus -OH (alkohol
1739,04 cm-1 : gugus C=O (ester) ikatan hidrogen)

Gambar L1.2 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Setelah Diaktivasi

59
Universitas Sumatera Utara
518,17 cm-1 : gugus C=H (alkena aromatik)
715,60 cm-1 : gugus C-H (alkana) 1741, 15 cm-1: gugus C=O (keton)
1147,77 cm-1 : gugus C-O (asam karboksilat) 2850,95 cm-1 : gugus –CO-
1232,29 cm-1 : gugus O-H (alkohol) (aldehid)
1372,41 cm-1 : gugus N-O (senyawa nitro) 2919,70 cm-1 : gugus C-H
1459,20 cm-1 : gugus C-H (komp. Aromatik) (asam karboksilat)

Gambar L1.3 Hasil Spektrofotometri FTIR untuk Adsorben Cangkang Buah Karet
Telah Terpakai untuk Adsorpsi

L1.5 KARAKTERISASI STRUKTUR PORI PADA PERMUKAAN


ADSORBEN CANGKANG BUAH KARET DENGAN SCANNING
ELECTRON MICROSCOPE (SEM)

Keterangan : = Rongga pori

(a) (b)
Gambar L1.4 Hasil Anlisa SEM (Scanning Electron Microscope) untuk Adsorben
Cangkang Buah Karet Sebelum Diaktivasi (a) perbesaran 3000 kali dan (b)
perbesaran 5000 kali

60
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : = Rongga pori

(a) (b)

Gambar L1.5 Hasil Anlisa SEM (Scanning Electron Microscope) untuk


Adsorben Cangkang Buah Karet Setelah Diaktivasi (a) perbesaran 3000 kali
dan (b) perbesaran 5000 kali

L1. 6 KADAR ASAM LEMAK BEBAS PADA MINYAK KELAPA SAWIT


Tabel L1.6 Hasil Kadar Asam Lemak Bebas pada Cangkang Buah Karet (%)

(c) (d)

FFA (%)
Dosis FFA awal t : 10 t : 20 t : 30 t : 40 t : 50 t : 60
Adsorben (%) menit menit menit menit menit menit
(%)
1,00 3,33 3,32 2,13 2,40 2,73 3,89
1,50 5,02 3,50 4,32 2,14 2,43 2,89 3,44
2,00 4,57 3,96 2,15 2,18 3,35 3,80

61
Universitas Sumatera Utara
L1. 7 BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK KELAPA SAWIT
Tabel L1.7 Hasil Kadar Abu pada Cangkang Buah Karet
BILANGAN PEROKSIDA (meq/kg minyak)
PV Awal
Dosis
(meq/kg t : 10 t : 20 t : 30 t : 40
Adsorben
minyak) menit menit menit menit
(%)
1,00 0,00456 0,00387 0,00247 0,00453
1,50 0,0153 0,00880 0,00795 0,00677 0,00531
2,00 0,00561 0,00465 0,00341 0,00678

62
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 2
CONTOH PERHITUNGAN

L2.1 PERHITUNGAN RENDEMEN (YIELD) BIOSORBEN


1. Berat Sebelum Karbonisasi
Berat Cawan : 73,44 gram
Berat Cawan + Adsorben : 104,4 gram
Berat Adsorben : (Berat Cawan + Adorben) – Berat Cawan
Berat Adsorben : 104,44 gram – 73,44 gram = 30,95 gram
2. Berat Setelah Karbonisasi
Berat Cawan : 73,44 gram
Berat Cawan + Adsorben : 93,57 gram
Berat Adsorben : (Berat Cawan + Adorben) – Berat Cawan
Berat Adsorben : 93,57 gram – 73,44 gram = 20,13 gram
3. Hasil Rendemen (Yield)
Berat Adsorben Setelah Karbonisasi
Yield = x 100%
Berat Adsorben Sebelum Kkarbonisasi
20,13
= x 100%
30,95

L2.2 PERHITUNGAN KADAR AIR, KADAR ZAT MENGUAP, DAN


KADAR ABU BIOSORBEN
Kadar Air
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔𝑟)−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑜𝑣𝑒𝑛 (𝑔𝑟)
Kadar Air = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑜𝑣𝑒𝑛 (𝑔𝑟)

Misalnya untuk biosorben hasil modifikasi pada suhu 600 oC dan rasio
biosorben : asam nitrat 1:3 adalah :
1,01−0,96
Kadar Air = x 100%
0,96
= 5,208 %

63
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Kadar Zat Menguap
𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑔𝑟)
Kadar Zat Menguap = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑢𝑟 (𝑔𝑟)

Misalnya untuk biosorben hasil modifikasi pada suhu 600 oC dan rasio
biosorben : asam nitrat 1:3 adalah :
0,07
Kadar Zat Menguap = 0,89 x 100%

= 15,66 %
Kadar Abu
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 (𝑔𝑟)
Kadar Abu = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑢𝑟 (𝑔𝑟)

Misalnya untuk biosorben hasil modifikasi pada suhu 600 oC dan rasio
biosorben : asam nitrat 1:3 adalah :
0,02
Kadar Abu = 0,83 x 100%

= 2,41 %

L2.3 PERHITUNGAN BILANGAN IODIN BIOSORBEN

𝑉𝑥𝑁1
𝑚𝑔 10−
𝑁2
Bilangan Iodin (
𝑔
)= 𝑊2
𝑥 𝑊1 𝑥 𝐹𝑝

Dimana,
V = volume natrium tiosulfat yang diperlukan (ml)
N1 = normalitas natrium tiosulfat (N)
N2 = normalitas iodin (0,1 N)
W1 = jumlah iodin untuk setiap 1 ml larutan natrium tiosulfat 0,1 N
(12,69 mg/ml)
W2 = massa sampel (g)
Fp = faktor pengenceran (2,5)
Misalnya untuk adsorben hasil modifikasi pada suhu karbonisasi 700oC dan
rasio adsorben : kalium hidroksida (b:v) sebesar 1:3, diketahui :
V = 2,8 ml
N1 = 0,1 N

64
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
W2 = 0,25 gram
Maka :
2,8 𝑥 0,1
𝑚𝑔 10−
0,1
Bilangan Iodin ( )= 𝑥 12,693 𝑥 2,5
𝑔 0,25

= 913,896 mg/g

L2.4 PERHITUNGAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS

NxVxM
% Asam Lemak Bebas =
gr sampel

Ket : N= normalitas larutan NaOH (mol/l)


V = volume larutan NaOH terpakai (ml)
M = berat molekul FFA (gr/mol) = 25,6 sebagai asam palmitat
Misalnya perhitungan untuk kadar asam lemak bebas minyak kelapa sawit
yang diadsorpsi pada waktu 30 menit dengan dosis adsorben 1% diketahui :
N = 0,1061
V = 4 ml
M = 25,6 gram/mol (asam Palmitat)
Berat sampel = 5,49 gram
Maka,
0,1 x 4 x 2,56
% Asam Lemak Bebas =
5,49

= 2,13

L2.5 PERHITUNGAN ISOTERM ADSORPSI


Isoterm Langmuir
Ce 1  1 
   Ce
qe kl qm  qm 
Ket : qe = jumlah adsorbat permassa biosorben
Ce = konsentrasi kestimbangan adsorbat
qm dan kl = konstanta Langmuir yang terkait dengan kapasitas
adsoprsi
dan tingkat adsoprsi

65
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Isoterm Freundlich
1
𝐿𝑜𝑔 𝑞𝑒 = 𝐿𝑜𝑔 𝑘𝑓 + 𝐿𝑜𝑔 𝐶𝑒
𝑛

Ket : qe = jumlah adsorbat permassa biosorben


Ce = konsentrasi kestimbangan adsorbat
n = intensitas adsorpsi
kf = kapasitas adsorpsi biosorben dan konstanta freundlich

Asam Lemak Bebas


Dimana, waktu kesetimbangan terjadi pada saat 40 menit
Massa ce qe ce/qe log ce log qe
bisorben (gr)
1 2,40 2,62 0,916 0,38 0,418
1,5 2,43 1,73 1,407 0,39 0,237
2 2,18 1,42 1,420 0,34 0,152

Bilangan Peroksida
Dimana, waktu kesetimbangan terjadi pada saat 40 menit
Massa ce qe ce/qe log ce log qe
bisorben (gr)
1 0,00453 0,01077 0,42161 -2,344 -1,968
1,5 0,00531 0,00666 0,79729 -2,275 -2,177
2 0,00678 0,00426 0,00426 -2,169 -2,371

L2.6 PERHITUNGAN KINETIKA ADSORPSI


Kinetika Orde Dua Semu
t 1 1
 2
 t
qt k 2 qe qe
Keterangan:
qe : kapasitas penjerapan pada kesetimbangan
qt : kapasitas penjerapan pada waktu t
k2 : konstanta laju adsorpsi orde dua semu
t : waktu adsorpsi

66
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Asam Lemak Bebas
Dimana, waktu kesetimbangan terjadi pada saat 40 menit
qe Waktu (t) qt t/qt
(menit)
2,62 10 1,69 5,91716
2,62 20 1,70 11,7647
2,62 30 2,89 10,3806
2,62 40 2,62 15,26718

Bilangan Peroksida
Dimana, waktu kesetimbangan terjadi pada saat 40 menit
qe Waktu (t) qt t/qt
(menit)
0,01077 10 0,01074 931,0987
0,01077 20 0,01143 1749,781
0,01077 30 0,01283 2338,270
0,01077 40 0,01077 3714,020

67
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 3
FOTO HASIL PENELITIAN

L3.1 FOTO PERCOBAAN PEMBUATAN ADSORBEN CANGKANG


BUAH KARET

Gambar 3.1 Sampel Cangkang Buah Karet

Gambar 3.2 Sampel Cangkang Buah Karet Dikarbonisasi dengan Furnace

68
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.3 Sampel Hasil Kalsinasi dalam Furnace

Gambar 3.4 Sampel Dihaluskan dengan Blender

69
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.5 Sampel Diayak dengan Ayakan 140 mesh

Gambar 3.6 Sampel yang Lolos Ayakan 140 mesh

70
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.7 Sampel Cangkang Buah Karet Diaktivasi dengan Kalium Hidroksida
(KOH) 30%

Gambar 3.8 Adsorben Dicuci dan Disaring

71
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.9 Adsorben Hasil Pengeringan di Dalam Oven

L3.2 FOTO ANALISA BILANGAN IODIN ADSORBEN

Gambar 3.10 Rangkaian Alat Analisa Bilangan Iodin Adsorben

72
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.11 Hasil Titrasi dengan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N

Gambar 3.12 Hasil Titrasi dengan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N Setelah
Penambahan Amilum

73
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
L3.3 FOTO PERCOBAAN ADSORPSI KADAR ASAM LEMAK BEBAS
DAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK KELAPA SAWIT

Gambar 3.13 Rangkaian Alat Percobaan Utama

Gambar 3.14 Minyak Hasil Reaksi Disaring

74
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.15 Adsorben Sisa Reaksi atau Spent Adsorbent dan Adsorben dengan
Hasil Adsorpsi Terbaik

Gambar 3.16 Rangkaian Peralatan Analisa Kadar Asam Lemak Bebas

75
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.17 Hasil Titrasi Kadar Asam Lemak Bebas

Gambar 3.18 Adsorben dengan Bilangan Iodin Tertinggi

76
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.19 Minyak Hasil Adsorpsi Terbaik

77
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai