Anda di halaman 1dari 579

SKRIPSI

PRARANCANGAN PABRIK PEMBUATAN SURFAKTAN


SODIUM LIGNOSULFONAT DARI SABUT KELAPA
DENGAN METODE DELIGNIFIKASI ORGANOSOLV
KAPASITAS PRODUKSI 20.000 TON/TAHUN
(TUGAS KHUSUS: RANCANGAN PROSES DELIGNIFIKASI
METODE ORGANOSOLV)

OLEH:

T. MUHAMMAD UMAR AMDANI


170405103

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PRARANCANGAN PABRIK PEMBUATAN SURFAKTAN SODIUM


LIGNOSULFONAT DARI SABUT KELAPA DENGAN METODE
DELIGNIFIKASI ORGANOSOLV
KAPASITAS PRODUKSI 20.000 TON/TAHUN
(TUGAS KHUSUS: RANCANGAN PROSES DELIGNIFIKASI
METODE ORGANOSOLV)

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik Kimia di


Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini
adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya cantumkan
sumbernya.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari
terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau hasil jiplakan, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, 24 September 2023

T. Muhammad Umar Amdani


NIM. 170405103

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Prarancangan Pabrik
Pembuatan Surfaktan Sodium Lignosulfonat Dari Sabut Kelapa Dengan Metode
Delignifikasi Organosolv Kapasitas Produksi 20.000 Ton/Tahun (Tugas Khusus:
Rancangan Proses Delignifikasi Metode Organosolv). Adapun tujuan dari penulisan
skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata-1
di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Untuk itu, Penulis juga mengucapkan terima kasih dan bersyukur untuk orang
tua yang telah memberikan dukungan dalam bentuk material dan spiritual, serta
ucapan terima kasih untuk:
1. Ibu Prof. Dr. Halimatuddahliana, S.T., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing atas
kesabarannya membimbing Penulis dalam proses penyusunan proposal
rancangan pabrik/skripsi ini.
2. Bapak Dr. Amir Husin, S.T., M.T., dan Bapak M Hendra S Ginting, S.T.,
M.T., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dalam proses
penyusunan proposal rancangan pabrik/skripsi ini.
3. Ibu Farida Hanum, S.T., M.T. selaku Koordinator Skripsi Prarancangan
Pabrik Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara.
4. Ibu Ir. Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D., IPM selaku Ketua Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga,
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan.

Medan, 18 Oktober 2023

T. Muhammad Umar Amdani

iv
DEDIKASI

Skripsi ini saya dedikasikan untuk kedua orang tua saya


Ayahanda Tengku Amir Mahmud, S.E. dan Ibunda Iis Nadrati Jannah
Kedua orang tua yang telah bekerja keras untuk keluarga. Terima kasih atas segala
usaha yang telah dilakukan untuk mendukung saya, sehingga saya mampu
menyelesaikan skripsi.

Terima kasih saya ucapkan kepada Pembimbing Saya,


Prof. Dr. Halimatuddahliana, S.T., M.Sc. yang telah membimbing Saya dalam
menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada Uwak Saya,


Dr. T. Alief Aththotick, S.Si., M.Si. beserta keluarga yang telah membantu Saya
selama masa perkuliahan.

Dan terakhir, terima kasih kepada semua teman-teman Saya di Universitas Sumatera
Utara, terkhusus kepada Ipeda, Acil, Aroy, Rahmad, Joshua, Viqry, Joko, Orlando,
Hotmauli, Melati, Alief, Reni, dan Jecklyn yang telah mengambil peran dalam skena
perkuliahan yang kita lalui bersama.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa mencurahkan rahmat dan kasih


sayang-Nya kepada setiap orang yang berarti bagi Saya.
Aamiin ya rabbal’aalamiin.

v
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : T. Muhammad Umar Amdani


NIM : 170405103
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/23 September 1997
Nama Orang Tua : T. Amir Mahmud dan Iis N Jannah
Alamat Orang Tua : Jln. Pantai Halim, Marindal
E-mail : tmua4ce@gmail.com
Riwayat Pendidikan:
1. SD Negeri 064030 Medan (2003-2009)
2. SMP Negeri 3 Medan (2009-2012)
3. SMK Negeri 3 Medan (2012-2015)
4. S1-Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara (2017-2023)
Pengalaman Kerja/Organisasi:
1. Artist Assistant di Amin’s Henna (2014-2015)
2. Seniman Henna di Billox’s Skin Art (2015-2017)
3. Kuliah Praktik Industri di PT Perkebunan Nusantara II (Persero), PKS Pagar
Merbau (25 Februari – 25 April 2021)
4. Sekretaris Bidang Humas Covalen Study Group (CSG) Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara (Periode 2019-2020)
5. Anggota Bidang Hubungan Keluar Instansi dan Alumni (HKIA) Himpunan
Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK-FT USU) (Periode 2020-2021)

vi
ABSTRAK

Prarancangan pabrik pembuatan surfaktan sodium lignosulfonat dari sabut


kelapa dengan proses delignifikasi organosolv ini memiliki kapasitas 20.000 ton/tahun
dan beroperasi selama 330 hari dalam setahun. Proses utama pada prarancangan ini
terdiri dari empat tahap, yaitu tahap preparasi bahan baku, tahap delignifikasi, tahap
isolasi lignin, dan tahap sulfonasi. Pada tahap delignifikasi, diterapkan proses
organosolv dengan menggunakan pelarut organik berupa metanol sebagai larutan
pemasak. Sedangkan pada tahap sulfonasi, operasi dijalankan pada suhu 90°C selama
1 jam. Jumlah sabut kelapa yang dibutuhkan untuk mencapai kapasitas produksi
tahunan adalah 6.259,2368 kg/jam.
Pabrik pembuatan surfaktan sodium lignosulfonat dari sabut kelapa ini
direncanakan akan didirikan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, dengan total
luas area 22.545 m2. Bentuk organisasi perusahaan yang direncanakan adalah
Perseroan Terbatas (PT) dengan total karyawan sebanyak 179 orang.
Hasil analisis eknomi pada prarancangan ini adalah sebagai berikut:
1. Capital Investment (CI) = Rp983.278.131.893
2. Total Cost (TC) = Rp692.024.984.476
3. Profit Margin (PM) = 23,35%
4. Break Even Point (BEP) = 37,74%
5. Return on Investment (ROI) = 15,26%
6. Return on Network (RON) = 35,43%
7. Pay Out Time (POT) = 6 tahun 7 bulan
8. Internal Rate of Return (IRR) = 14,289%

Bedasrakan analisis ekonomi, dapat disimpulkan bahwa prarancangan pabrik


surfaktan sodium lignosulfonat dari sabut kelapa dengan proses delignifikasi
oraganosolv ini layak untuk didirikan.

vii
ABSTRACT

Pre-design of sodium lignosulfonate manufacturing plant from coconut fiber


using a delignification process of organosolv it has a capacity of 20,000 tons/year and
operates 330 days a year. The main process in this pre-design consists of four stages,
which is, the raw material preparation stage, the delignification stage, the lignin
isolation stage, and the sulfonation stage. At the delignification stage, a process is
applied organosolv by using an organic solvent in the form of methanol as a cooking
solution. Meanwhile, in the sulfonation stage, the operation is carried out at a
temperature of 90°C for 1 hour. The amount of coconut fiber required to reach annual
production capacity is 6,259.2368 kg/hour.
The factory for making sodium lignosulfonate surfactant from coconut fiber is
planned to be established in Rokan Hilir Regency, Riau Province, with a total area of
22,545 m2. The planned form of company organization is a Limited Liability Company
(PT) with a total of 179 employees.
The results of the economic analysis of this pre-design are as follows:
1. Capital Investment (CI) = Rp983.278.131.893
2. Total Cost (TC) = Rp692.024.984.476
3. Profit Margin (PM) = 23,35%
4. Break Even Point (BEP) = 37,74%
5. Return on Investment (ROI) = 15,26%
6. Return on Network (RON) = 35,43%
7. Pay Out Time (POT) = 6 year 7 month
8. Internal Rate of Return (IRR) = 14,289%

Based on economic analysis, it can be concluded that the design of a sodium


lignosulfonate surfactant factory from coconut fiber using a delignification process
oraganosolv this is worth establishing.

viii
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... i


PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DEDIKASI ....................................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
ABSTRACT ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xxiii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... I-1
1.1 Latar Belakang .................................................................. I-1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................... I-5
1.3 Tujuan Rancangan ............................................................. I-6
1.4 Manfaat Rancangan ........................................................... I-6
1.5 Lingkup Rancangan ........................................................... I-6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ II-1
2.1 Bahan Baku ....................................................................... II-1
2.1.1 Sabut Kelapa ....................................................... II-1
2.1.2 Lignin .................................................................. II-3
2.2 Produk ............................................................................... II-5
2.2.1 Surfaktan ............................................................. II-5
2.2.2 Sodium Lignosulfonat ......................................... II-6
2.3 Proses Pembuatan Sodium Lignosulfonat ......................... II-7
2.3.1 Proses Delignifikasi............................................. II-7
2.3.2 Proses Isolasi Lignin ........................................... II-13
2.3.3 Proses Sulfonasi .................................................. II-13
2.3.4 Pemilihan Proses ................................................. II-14

ix
2.4 Sifat-Sifat Bahan Baku Dan Produk .................................. II-16
2.4.1 Sabut Kelapa Sebagai Bahan Baku ..................... II-16
2.4.2 Bahan Penunjang ................................................. II-16
2.4.3 Produk ................................................................. II-19
BAB III DESKRIPSI PRSOSES ................................................................. III-1
3.1 Deskripsi Proses ................................................................ III-1
3.1.1 Persiapan Bahan Baku ......................................... III-1
3.1.2 Proses Delignifikasi Sabut Kelapa ...................... III-1
3.1.3 Proses Isolasi Lignin ........................................... III-2
3.1.4 Proses Sulfonasi .................................................. III-3
3.2 Flowsheet Pembuatan Sodium Lignosulfonat dari Sabut
Kelapa ........................................................................................... III-4
BAB IV NERACA MASSA........................................................................ IV-1
4.1 Sesi I: Persiapan Bahan Baku ............................................ IV-1
4.2 Sesi II: Proses Delignifikasi Sabut Kelapa ........................ IV-2
4.3 Sesi III: Proses Isolasi Lignin ............................................ IV-3
4.4 Sesi IV: Proses Sulfonasi .................................................. IV-6
BAB V NERACA ENERGI ....................................................................... V-1
5.1 Digester (Dg–201) ............................................................. V-1
5.2 Kondensor (E–201) ........................................................... V-2
5.3 Cooler (E–202) .................................................................. V-2
5.4 Reaktor Sulfonasi (R–401) ................................................ V-2
5.5 Spray Dryer (Sd–401) ....................................................... V-3
5.6 Fired Heater (E–401) ........................................................ V-4
BAB VI SPESIFIKASI PERALATAN ....................................................... VI-1
6.1 Gudang Penyimpanan Sabut Kelapa (GD-101) ................ VI-1
6.2 Belt Conveyor .................................................................... VI-1
6.3 Rotary Cutter (RC-101)..................................................... VI-2
6.4 Vibrating Screen (VS-101) ................................................ VI-3
6.5 Bucket Elevator ................................................................. VI-3
6.6 Chip Bin (Sl-101) .............................................................. VI-4
6.7 Tangki Penyimpanan Metanol (TT-201) ........................... VI-5

x
6.8 Pompa ................................................................................ VI-5
6.9 Tangki Pencampuran Metanol (TT-202) ........................... VI-8
6.10 Digester (DG-201) ............................................................. VI-9
6.11 Cooler (E-202) .................................................................. VI-10
6.12 Kondensor (E-201) ............................................................ VI-10
6.13 Silo NaOH (SL-301) ......................................................... VI-11
6.14 Screw Conveyor ................................................................. VI-11
6.15 Tangki Pelarutan NaOH (TT-301) .................................... VI-12
6.16 Reaktor Pelarutan Lignin (R-301) ..................................... VI-13
6.17 Filter Press (FP-301)......................................................... VI-13
6.18 Tangki Penyimpanan Pulp (TT-304) ................................. VI-14
6.19 Tangki Penyimpanan H2SO4 (TT-302) ............................. VI-14
6.20 Tangki Pelarutan H2SO4 (TT-303) .................................... VI-15
6.21 Reaktor Pengendapan Lignin (R-302) ............................... VI-16
6.22 Decanter (D-301) .............................................................. VI-16
6.23 Silo NaHSO3 (SL-401) ...................................................... VI-17
6.24 Reaktor Sulfonasi (R-301)................................................. VI-18
6.25 Centrifuges (CF-401) ........................................................ VI-19
6.26 Blower (BL–401) ............................................................... VI-19
6.27 Air Filter (AF-401) ............................................................ VI-19
6.28 Fired Heater (E-401)......................................................... VI-19
6.29 Spray Dryer (SD-401) ....................................................... VI-20
6.30 Silo Sodium Lignosulfonat (SL-402) ................................ VI-21
6.31 Gudang Penyimpanan Sodium Lignosulfonat (GD401) ... VI-21
BAB VII TUGAS KHUSUS ........................................................................ VII-1
7.1 Delignifikasi ...................................................................... VII-1
7.1.1 Proses Soda ......................................................... VII-1
7.1.2 Proses Kraft ......................................................... VII-2
7.1.3 Proses Sulfit......................................................... VII-2
7.2 Delignifikasi Organosolv .................................................. VII-3
7.3 Pelarut Alkohol.................................................................. VII-5
7.3.1 Metanol................................................................ VII-5

xi
7.3.2 Etanol .................................................................. VII-10
7.3.3 Pelarut Alkohol Lainnya ..................................... VII-14
7.3.4 Katalis Pada Delignifikasi Alkohol ..................... VII-20
7.4 Pelarut Asam Organik ....................................................... VII-22
7.4.1 Asam Asetat ........................................................ VII-22
7.4.2 Asam Formiat ...................................................... VII-25
7.5 Pemulihan Larutan Pemasak ............................................. VII-27
7.6 Hasil Pembahasan.............................................................. VII-29
BAB VIII INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA ................ VIII-1
8.1 Instrumentasi ..................................................................... VIII-1
8.2 Keselamatan Kerja ............................................................ VIII-4
8.2.1 Alat-Alat Keselamatan Kerja di Pabrik
Pembuatan Sodium Lignosulfonat dari Sabut
Kelapa.................................................................. VIII-6
8.2.2 Pencegahan Terhadap Kebakaran Dan Ledakan . VIII-9
8.2.3 Pencegahan Terhadap Bahaya Listrik ................. VIII-9
8.2.4 Pencegahan Terhadap Bahaya Mekanik ............. VIII-10
8.2.5 Pencegahan Terhadap Bahaya Bahan-Bahan
Kimia ................................................................... VIII-10
8.2.6 Konsep 5r di Area Kerja...................................... VIII-10
BAB IX UTILITAS ..................................................................................... IX-1
9.1 Penyediaan Uap (Steam) ................................................... IX-1
9.2 Penyediaan Air .................................................................. IX-2
9.2.1 Kebutuhan Air ..................................................... IX-2
9.2.2 Proses Pengolahan Air ........................................ IX-6
9.3 Spesifikasi Peralatan Utilitas ............................................. IX-14
9.3.1 Coarse Screen (S-U01) ....................................... IX-14
9.3.2 Pompa Coarse Screen (P-U01) ........................... IX-14
9.3.3 Bak Penampungan Awal (TT-U01) .................... IX-18
9.3.4 Mixer Al2(SO4)3 (M-U01) ................................... IX-18
9.3.5 Mixer Na2CO3 (M-U02) ...................................... IX-19
9.3.6 Clarifier (CL-U01) .............................................. IX-20

xii
9.3.7 Tangki Filtrasi (F-U01) ....................................... IX-20
9.3.8 Tangki Utilitas I (TT-502)................................... IX-21
9.3.9 Tangki Utilitas II (TT-U03) ................................ IX-21
9.3.10 Water Cooling Tower (T-U01) ........................... IX-22
9.3.11 Mixer H2SO4 (M-U03) ........................................ IX-22
9.3.12 Penukar Kation (CE-U01) ................................... IX-23
9.3.13 Mixer NaOH (M-U04) ........................................ IX-23
9.3.14 Penukar Anion (AE-U01).................................... IX-24
9.3.15 Deaerator (DE-U01) ............................................ IX-24
9.3.16 Boiler (B-U01) .................................................... IX-25
9.3.17 Tangki Penyimpanan Solar (TT-U04)................. IX-25
9.4 Pengolahan Limbah ........................................................... IX-26
9.4.1 Limbah Padat....................................................... IX-26
9.4.1 Limbah Cair......................................................... IX-26
9.4.2 Limbah Gas ......................................................... IX-27
9.4.3 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) ...... IX-27
9.5 Spesifikasi Peralatan Pengolahan Limbah ........................ IX-28
9.5.1 Bak Penampungan Limbah Cair (TT-501)......... IX-28
9.5.2 Bak Pengendapan Awal (TT-502)...................... IX-28
9.5.3 Bak Netralisasi (TT-503) ................................... IX-28
9.5.4 Bak Aerasi (TT-504) .......................................... IX-29
9.5.5 Bak Sedimentasi (TT-505) ................................. IX-29
9.6 Penyediaan Bahan Kimia .................................................. IX-30
9.7 Penyediaan Listrik ............................................................. IX-30
9.7.1 Peralatan Proses Produksi ................................... IX-30
9.7.2 Peralatan Unit Utilitas ......................................... IX-31
9.7.3 Penerangan Pabrik ............................................... IX-32
9.8 Penyediaan Bahan Bakar ................................................... IX-34
BAB X LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK ..................................... X-1
10.1 Lokasi Pabrik ..................................................................... X-1
10.2 Tata Letak Pabrik .............................................................. X-3
10.3 Perincian Luas Tanah ........................................................ X-4

xiii
BAB XI ORGANISASI DAN MANAJEMEN PABRIK ........................... XI-1
11.1 Organisasi Perusahaan ....................................................... XI-1
11.1.1 Organisasi Garis (Line Organization) ................. XI-1
11.1.2 Organisasi Staf (Staff Organization) ................... XI-2
11.1.3 Organisasi Garis Dan Staf (Line And Staff
Organization) ...................................................... XI-2
11.1.4 Organisasi Fungsional (Functional
Organization) ...................................................... XI-3
11.1.5 Organisasi Garis Dan Fungsional (Line And
Functional Organization).................................... XI-3
11.2 Manajemen Perusahaan ..................................................... XI-6
11.3 Bentuk-Bentuk Badan Usaha ............................................ XI-7
11.4 Uraian Tugas, Wewenang, Dan Tanggung Jawab ............ XI-8
11.4.1 Pemegang Saham Dan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) .................................................... XI-8
11.4.2 Dewan Komisaris ................................................ XI-9
11.4.3 Direksi ................................................................. XI-10
11.4.4 Staf Ahli .............................................................. XI-10
11.4.5 Sekretaris ............................................................. XI-10
11.4.6 Manajer Keteknikan ............................................ XI-11
11.4.7 Manajer Produksi ................................................ XI-11
11.4.8 Manajer Keuangan Dan Administrasi ................. XI-11
11.4.9 Manajer Pembelian Dan Pemasaran .................... XI-11
11.4.10 Manajer Riset Dan Pengembangan ..................... XI-11
11.4.11 Manajer Umum Dan Hubungan Masyarakat ...... XI-12
11.5 Sistem Kerja ...................................................................... XI-12
11.6 Jumlah Karyawan Dan Tingkat Pendidikan ...................... XI-13
11.7 Sistem Penggajian ............................................................. XI-14
11.8 Kesejahteraan Karyawan ................................................... XI-16
11.8.1 Tata Tertib ........................................................... XI-16
11.8.2 Fasilitas Tenaga Kerja ......................................... XI-16
BAB XII ANALISIS EKONOMI ................................................................. XII-1

xiv
12.1 Capital Investment (CI) ..................................................... XII-1
12.1.1 Fixed Capital Investment (FCI)........................... XII-1
12.1.2 Working Capital (WC) ........................................ XII-2
12.2 Total Cost (TC) ................................................................. XII-3
12.3 Total Penjualan .................................................................. XII-4
12.4 Perkiraan Laba ................................................................... XII-4
12.5 Profit Margin (PM) ........................................................... XII-4
12.6 Break Even Point (BEP) .................................................... XII-4
12.7 Return On Investment (ROI) ............................................. XII-4
12.8 Pay Out Time (POT).......................................................... XII-5
12.9 Return On Network (RON)................................................ XII-5
12.10 Internal Rate Of Return (IRR)........................................... XII-5
BAB XIII KESIMPULAN ............................................................................. XIII-1
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... DP-1
LAMPIRAN A ................................................................................................. LA-1
LAMPIRAN B ................................................................................................. LB-1
LAMPIRAN C ................................................................................................. LC-1
LAMPIRAN D ................................................................................................. LD-1
LAMPIRAN E ................................................................................................. LE-1

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Impor Sodium Lignosulfonat di Indonesia ............................ I-3


Gambar 2.1 Sabut Kelapa .......................................................................... II-2
Gambar 2.2 Struktur Lignin (Ismiyati, 2009) ............................................ II-4
Gambar 2.3 Reaksi Lignin Dengan Gugus Hidroksil Dari NaOH Pada
Proses Pulping Kraft, Soda Maupun Organosolv (Ismiyati,
2009) ...................................................................................... II-11
Gambar 2.4 Diagram Blok Proses Pembuatan Sodium Lignosulfonat
Dari Sabut Kelapa .................................................................. II-15
Gambar 3.1 Degradasi Lignin Oleh Pelarut Metanol (Minami dkk.,
2003) ...................................................................................... III-2
Gambar 3.2 Flowsheet Pembuatan Sodium Lignosulfonat dari Sabut
Kelapa .................................................................................... III-4
Gambar 7.1 Reaksi Lignin Dengan Gugus Hidroksil dari NaOH Pada
Proses Delignifikasi Organosolv (Ismiyati, 2009) ................. VII-21
Gambar 9.1 Flowsheet Utilitas (Penyediaan Air dan Setam)..................... IX-36
Gambar 9.2 Flowsheet Pengolahan Limbah Cair ...................................... IX-37
Gambar 10.1 Lokasi Pabrik Pembuatan Surfaktan Sodium Lignosulfonat . X-3
Gambar 10.2 Tata Letak Pabrik Pembuatan Surfaktan Sodium
Lignosulfonat dari Sabut Kelapa ............................................ X-6
Gambar 11.1 Struktur Organisasi Pabrik Pembuatan Surfaktan Sodium
Lignosulfonat dengan Proses Delignifikasi Organosolv ....... XI-5
Gambar LA.1 Blok Diagram Rotary Cutter (RC–101) ................................. LA-2
Gambar LA.2 Blok Diagram Vibrating Screen (VS–101) ............................ LA-5
Gambar LA.3 Blok Diagram Chip Bin (SL–101) ......................................... LA-6
Gambar LA.4 Blok Diagram Tangki Pencampuran Metanol (TT–202) ....... LA-7
Gambar LA.5 Blok Diagram pada Digester (DG–201) ................................ LA-9
Gambar LA.6 Diagram Blok Kondensor (E–201) ........................................ LA-13
Gambar LA.7 Diagram Blok Cooler (E–202) ............................................... LA-14
Gambar LA.8 Blok Diagram Tangki Pelarutan NaOH (TT–301) ................ LA-15
Gambar LA.9 Blok Diagram Reaktor Pelarutan Lignin ............................... LA-17

xvi
Gambar LA.10 Blok Diagram Filter Press (FP–301) ..................................... LA-20
Gambar LA.11 Tangki Pelarutan H2SO4 (TT–303) ........................................ LA-22
Gambar LA.12 Reaktor Pengendapan Lignin (R–302) ................................... LA-24
Gambar LA.13 Blok Diagram Decanter (D–301)........................................... LA-27
Gambar LA.14 Blok Diagram Reaktor Sulfonasi (R–401) ............................. LA-30
Gambar LA.15 Blok Diagram Centrifuges (CF–401) ..................................... LA-34
Gambar LA.16 Blok Diagram Air Filter (AF–401) ........................................ LA-38
Gambar LA.17 Blok Diagram Fired Heater (E–401) ..................................... LA-39
Gambar LA.18 Blok Diagram Spray Dryer (SD–401) ................................... LA-40
Gambar LB.1 Blok Diagram pada Digester (DG–201) ................................ LB-6
Gambar LB.2 Diagram Blok Kondensor (E–201) ........................................ LB-10
Gambar LB.3 Diagram Blok Cooler (E–202) ............................................... LB-12
Gambar LB.4 Blok Diagram Reaktor Sulfonasi (R–401) ............................. LB-15
Gambar LB.5 Blok Diagram Spray Dryer (SD–401) ................................... LB-22
Gambar LB.6 Blok Diagram Fired Heater (E–401) ..................................... LB-29
Gambar LC.1 Skema Rancangan Chip Bin (TT-101) ................................... LC-14
Gambar LC.2 Skema Tutup Torispherical Dished Head (Brownell dan
Young, 1959) ......................................................................... LC-22
Gambar LC.3 Rancangan Sistem Pengadukan Standar (McCabe, 1993) ..... LC-37
Gambar LC.4 Penentuan Bilangan Daya pada Tangki Pencampuran
Metanol .................................................................................. LC-39
Gambar LC.5 Faktor Koreksi LMTD untuk 2-4 Shell and Tube Heat
Exchangers ............................................................................. LC-51
Gambar LC.6 Penentuan Nilai jH pada Tube (Kern, 1983) .......................... LC-55
Gambar LC.7 Penentuan Nilai jH pada Shell (Kern, 1983) .......................... LC-57
Gambar LC.8 Penentuan Nilai f pada Tube (Kern, 1983) ............................ LC-59
Gambar LC.9 Penentuan Nilai 62,5v2/(144 × 2gc) (Kern, 1983) ................. LC-60
Gambar LC.10 Penentuan Nilai f pada Shell (Kern, 1983) ............................ LC-61
Gambar LC.11 Grafik Perbandingan Tinggi Drying Chamber dengan .......... LC-148
Gambar LD.1 Skema Mechanical Cleaned Bar Screens (Tchobanoglous
dkk., 2003) ............................................................................. LD-2

xvii
Gambar LD.2 Sizing Chart untuk Counterflow Cooling Tower (Perry dan
Green, 2008)........................................................................... LD-48
Gambar LD.3 Psychometric Chart (Geankoplis, 2003) ................................ LD-49
Gambar LD.4 Kurva Garis Kesetimbangan dan Garis Operasi .................... LD-52
Gambar LD.5 Penentuan nilai Hy* (Geankoplis, 2003) ................................ LD-53
Gambar LD.6 Kurva Hy terhadap 1/(Hy* - Hy) .............................................. LD-53
Gambar LD.7 Penentuan Daya Kipas pada Water Cooling Tower ............... LD-55
Gambar LD.8 Blok Diagram Resirkulasi Sludge .......................................... LD-104
Gambar LE.1 Indeks Harga Marshall dan Swift ........................................... LE-4
Gambar LE.2 Harga Peralatan untuk Digester (DG-201) Tahun 2025
(Peters dkk., 2003) ................................................................. LE-5
Gambar LE.3 Nilai BEP Pabrik Surfaktan sodium lignosulfonat dari sabut
kelapa ..................................................................................... LE-28

xviii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Produsen Sodium Lignosulfonat di Dunia .................................. I-2


Tabel 1.2 Impor Sodium Lignosulfonat di Indonesia ................................. I-3
Tabel 1.3 Produksi Kelapa di Provinsi Riau ............................................... I-4
Tabel 1.4 Perhitungan Estimasi Produksi Kelapa ....................................... I-5
Tabel 2.1 Jumlah Produksi Perkebunan Kelapa di Pulau Sumatera ........... II-1
Tabel 2.2 Kondisi Operasi dari Berbagai Macam Proses Delignifikasi ..... II-11
Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing Proses
Delignifikasi................................................................................ II-12
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Sabut Kelapa .................................................. II-16
Tabel 4.1 Neraca Massa pada Rotary Cutter (RC–101) ............................. IV-1
Tabel 4.2 Neraca Massa pada Vibrating Screen (VS–101) ........................ IV-2
Tabel 4.3 Neraca Massa pada Chip Bin (SL–101) ...................................... IV-2
Tabel 4.4 Neraca Massa pada Tangki Pencampuran Metanol (TT–202) ... IV-2
Tabel 4.5 Neraca Massa pada Digester (DG–201) ..................................... IV-3
Tabel 4.6 Neraca Massa pada Kondensor (E–201) ..................................... IV-3
Tabel 4.7 Neraca Massa pada Cooler (E–202) ........................................... IV-3
Tabel 4.8 Neraca Massa pada Tangki Pelarutan NaOH (TT–301) ............. IV-4
Tabel 4.9 Neraca Massa pada Reaktor Pelarutan Lignin (R–301).............. IV-4
Tabel 4.10 Neraca Massa pada Filter Press (FP–301) ................................. IV-4
Tabel 4.11 Neraca Massa pada Tangki Pelarutan H2SO4 (TT–303) ............. IV-5
Tabel 4.12 Neraca Massa pada Reaktor Pengendapan Lignin (R–302) ....... IV-5
Tabel 4.13 Neraca Massa pada Decanter (D–301) ...................................... IV-5
Tabel 4.14 Neraca Massa pada Reaktor Sulfonasi (R–401) ......................... IV-6
Tabel 4.15 Neraca Massa pada Centrifuges (CF–401) ................................. IV-6
Tabel 4.16 Neraca Massa pada Air Filter (AF–401) .................................... IV-7
Tabel 4.17 Neraca Massa pada Fired Heater (E–401) ................................. IV-7
Tabel 4.18 Neraca Massa pada Spray Dryer (SD–401) ................................ IV-7
Tabel 5.1 Neraca Energi pada Digester (DG–201) ..................................... V-1
Tabel 5.2 Neraca Energi pada Kondensor (E–201) .................................... V-2
Tabel 5.3 Neraca Energi pada Cooler (E–202) ........................................... V-2

xix
Tabel 5.4 Neraca Energi pada Reaktor Sulfonasi (R–401) ......................... V-3
Tabel 5.5 Neraca Energi pada Spray Dryer (SD–401) ............................... V-3
Tabel 5.6 Neraca Energi pada Fired Heater (E–401) ................................. V-4
Tabel 6.1 Rangkuman Spesifikasi Alat Belt Conveyor ............................... VI-2
Tabel 6.2 Rangkuman Spesifikasi Alat Bucket Elevator ............................ VI-3
Tabel 6.3 Rangkuman Spesifikasi Alat Pompa untuk Aliran Turbulen...... VI-5
Tabel 6.4 Rangkuman Spesifikasi Alat Screw Conveyor Keseluruhan ...... VI-11
Tabel 8.1 Daftar Penggunaan Instrumentasi pada Prarancangan Pabrik
Pembuatan Sodium Lignosulfonat dari Sabut Kelapa ................ VIII-4
Tabel 9.1 Kebutuhan Steam ........................................................................ IX-2
Tabel 9.2 Kebutuhan Air Pendingin ........................................................... IX-3
Tabel 9.3 Kebutuhan Air Proses ................................................................. IX-4
Tabel 9.4 Kebutuhan Air untuk Start Up .................................................... IX-5
Tabel 9.5 Kebutuhan Air untuk Kontinu .................................................... IX-6
Tabel 9.6 Kualitas Air Sungai Rokan ......................................................... IX-6
Tabel 9.7 Karakteristik Penukar Kation dan Anion yang Digunakan ........ IX-9
Tabel 9.8 Rangkuman Spesifikasi Alat Pompa pada Unit Utilitas ............. IX-15
Tabel 9.9 Komposisi Limbah Cair dari Proses Produksi ............................ IX-27
Tabel 9.10 Rincian Pemakaian Listrik untuk Peralatan Proses Produksi ..... IX-30
Tabel 9.11 Rincian Pemakaian Listrik untuk Peralatan Unit Utilitas ........... IX-31
Tabel 9.12 Rincian Kebutuhan Listrik untuk Penerangan Pabrik................. IX-33
Tabel 9.13 Kebutuhan Listrik Total yang Perlu Di-supply ........................... IX-34
Tabel 10.1 Rincian Luas Tanah Area Pabrik ................................................ X-4
Tabel 11.1 Susunan jam Kerja Karyawan Shift ............................................ XI-13
Tabel 11.2 Jumlah Karyawan dan Kualifikasi yang Dibutuhkan ................. XI-13
Tabel 11.3 Rincian Gaji Karyawan ............................................................... XI-15
Tabel 12.1 Rincian Biaya Direct Cost dan Indirect Cost ............................. XII-2
Tabel 12.2 Rincian Working Capital ............................................................ XII-3
Tabel 12.3 Rincian Total Cost ...................................................................... XII-3
Tabel LA.1 Komposisi Sabut Kelapa ............................................................. LA-1
Tabel LA.2 Neraca Massa pada Rotary Cutter (RC–101) ............................. LA-4
Tabel LA.3 Neraca Massa pada Vibrating Screen (VS–101) ........................ LA-6

xx
Tabel LA.4 Neraca Massa pada Chip Bin (SL–101) ...................................... LA-7
Tabel LA.5 Neraca Massa pada Tangki Pencampuran Metanol (TT–202) ... LA-9
Tabel LA.6 Data Tekanan Uap Komponen .................................................... LA-10
Tabel LA.7 Neraca Massa pada Digester (DG–201) ..................................... LA-13
Tabel LA.8 Neraca Massa pada Kondensor (E–201) ..................................... LA-14
Tabel LA.9 Neraca Massa pada Cooler (E–202) ........................................... LA-15
Tabel LA.10 Neraca Massa pada Tangki Pelarutan NaOH (TT–301) ............. LA-17
Tabel LA.11 Neraca Massa pada Reaktor Pelarutan Lignin (R–301).............. LA-19
Tabel LA.12 Neraca Massa pada Filter Press (FP–301) ................................. LA-22
Tabel LA.13 Neraca Massa pada Tangki Pelarutan H2SO4 (TT–303) ............. LA-24
Tabel LA.14 Neraca Massa pada Reaktor Pengendapan Lignin (R–302) ....... LA-26
Tabel LA.15 Neraca Massa pada Decanter (D–301) ....................................... LA-30
Tabel LA.16 Neraca Massa pada Reaktor Sulfonasi (R–401) ......................... LA-33
Tabel LA.17 Neraca Massa pada Centrifuges (CF–401) ................................. LA-37
Tabel LA.18 Neraca Massa pada Air Filter (AF–401) .................................... LA-39
Tabel LA.19 Neraca Massa pada Fired Heater (E–401) ................................. LA-40
Tabel LA.20 Neraca Massa pada Spray Dryer (SD–401) ................................ LA-41
Tabel LB.1 Kontribusi Unsur untuk Penentuan Kapasitas Panas Padatan
dengan Hukum Kopp pada T = 298,15 K ................................... LB-2
Tabel LB.2 Konstanta Kapasitas Panas Cairan .............................................. LB-4
Tabel LB.3 Konstanta Kapasitas Panas Gas .................................................. LB-4
Tabel LB.4 Entalpi Perubahan Fasa (∆Hvl).................................................... LB-4
Tabel LB.5 Entalpi Pembentukan Standar (∆HF°) ......................................... LB-5
Tabel LB.6 Laju Alir Molar Digester (DG–201) ........................................... LB-6
Tabel LB.7 Neraca Energi pada Digester (DG–201) ..................................... LB-10
Tabel LB.8 Laju Alir Molar Kondensor (E–201) .......................................... LB-10
Tabel LB.9 Neraca Energi pada Kondensor (E–201) .................................... LB-12
Tabel LB.10 Laju Alir Molar Cooler (E–202) ................................................. LB-12
Tabel LB.11 Neraca Energi pada Cooler (E–202) ........................................... LB-14
Tabel LB.12 Laju Alir Molar Reaktor Sulfonasi (R–401) ............................... LB-15
Tabel LB.13 Neraca Energi pada Reaktor Sulfonasi (R–401) ......................... LB-21
Tabel LB.14 Laju Alir Molar Spray Dryer (SD–401) ..................................... LB-22

xxi
Tabel LB.15 Neraca Energi pada Spray Dryer (SD–401) ............................... LB-29
Tabel LB.16 Laju Alir Massa Fired Heater (E–401) ...................................... LB-29
Tabel LB.17 Neraca Energi pada Fired Heater (E–401) ................................. LB-30
Tabel LC.1 Rangkuman Spesifikasi Alat Belt Conveyor ............................... LC-5
Tabel LC.2 Rangkuman Spesifikasi Alat Bucket Elevator ............................ LC-13
Tabel LC.3 Rangkuman Spesifikasi Alat Pompa........................................... LC-30
Tabel LD.1 Rangkuman Spesifikasi Alat Pompa pada Unit Utilitas ............. LD-8
Tabel LD.2 Entalpi Campuran Udara Jenuh-Uap Air .................................... LD-52
Tabel LD.3 Hasil Perhitungan Entalpi untuk Perancangan Water Cooling
Tower .......................................................................................... LD-53
Tabel LD.4 Hasil Perhitungan Luas Water Cooling Tower ........................... LD-54
Tabel LD.5 Karakteristik Utama Pengolahan Limbah Cair dengan Sistem
Lumpur Aktif .............................................................................. LD-99
Tabel LE.1 Rincian Harga Bangunan dan Sarana ......................................... LE-2
Tabel LE.2 Harga Indeks Marshall dan Swift ............................................... LE-3
Tabel LE.3 Harga Indeks Marshall dan Swift ............................................... LE-6
Tabel LE.4 Estimasi Harga Peralatan Utilitas ............................................... LE-8
Tabel LE.5 Biaya Sarana Transportasi .......................................................... LE-11
Tabel LE.6 Rincian Direct Cost .................................................................... LE-12
Tabel LE.7 Rincian Indirect Cost .................................................................. LE-13
Tabel LE.8 Rincian Harga Bahan Baku Proses ............................................. LE-14
Tabel LE.9 Rincian Harga Bahan Baku Utilitas ............................................ LE-16
Tabel LE.10 Rincian Working Capital ............................................................ LE-18
Tabel LE.11 Aturan Depresiasi ....................................................................... LE-19
Tabel LE.12 Hasil Perhitungan Depresiasi ...................................................... LE-20
Tabel LE.13 Rincian Biaya Perawatan ............................................................ LE-21
Tabel LE.14 Rincian Fixed Cost...................................................................... LE-24
Tabel LE.15 Data Penentuan BEP ................................................................... LE-27
Tabel LE.16 Data Perhitungan Internal Rate of Return .................................. LE-31

xxii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A PERHITUNGAN NERACA MASSA ................................... LA-1


LA.1 Rotary CuTTer (RC–101) ....................................................... LA-2
LA.2 Vibrating Screen (SC–101) .................................................... LA-4
LA.3 Chip Bin (SL–101) ................................................................. LA-6
LA.4 Tangki Pencampuran Metanol (TT–202) ............................... LA-7
LA.5 Digester (DG–201) ................................................................. LA-9
LA.6 Kondensor (E–201) ................................................................ LA-13
LA.7 Cooler (E–202) ...................................................................... LA-14
LA.8 Tangki Pelarutan NaOH (TT–301)......................................... LA-15
LA.9 Reaktor Pelarutan Lignin (R–301) ......................................... LA-17
LA.10 Filter Press (FP–301) ............................................................. LA-19
LA.11 Tangki Pelarutan H2SO4 (TT–303) ......................................... LA-22
LA.12 Reaktor Pengendapan Lignin (R–302) ................................... LA-24
LA.13 Decanter (D–301) .................................................................. LA-27
LA.14 Reaktor Sulfonasi (R–401)..................................................... LA-30
LA.15 Centrifuges (CF–401) ............................................................ LA-33
LA.16 Air Filter (BF–401) ................................................................ LA-37
LA.17 Fired Heater (E–401) ............................................................. LA-39
LA.18 Spray Dryer (SD–401) ........................................................... LA-40
LAMPIRAN B PERHITUNGAN NERACA ENERGI .................................. LB-1
LB.1 Penentuan Kapasitas Panas (Cp) ............................................ LB-2
LB.1.1 Penentuan Kapasitas Panas Padatan (Cps) .............. LB-2
LB.1.2 Penentuan Kapasitas Panas Cairan (Cpl) ................. LB-3
LB.1.3 Penentuan Kapasitas Panas Gas (Cpg) ..................... LB-4
LB.2 Penentuan Entalpi Perubahan Fasa (∆Hvl) ............................. LB-4
LB.3 Entalpi Pembentukan Standar (∆Hf°) ..................................... LB-5
LB.4 Penentuan Panas Reaksi Standar (∆Hr°) ................................ LB-5
LB.5 Digester (DG–201) ................................................................. LB-5
LB.6 Kondensor (E–201) ................................................................ LB-10
LB.7 Cooler (E–202) ...................................................................... LB-12

xxiii
LB.8 Reaktor Sulfonasi (R–401)..................................................... LB-15
LB.9 Spray Dryer (E–401) .............................................................. LB-21
LB.10 Fired Heater (E–401) ............................................................. LB-29
LAMPIRAN C PERHITUNGAN SPESIFIKASI PERALATAN ................... LC-1
LC.1 Gudang Penyimpanan Sabut Kelapa (GD-101) ..................... LC-1
LC.2 Belt Conveyor I (BC-101) ...................................................... LC-3
LC.3 Rotary CuTTer (RC-101) ....................................................... LC-6
LC.4 Vibrating Screen (VS-101) ..................................................... LC-8
LC.5 Bucket Elevator (BE-101) ...................................................... LC-10
LC.6 Chip Bin (SL-101) .................................................................. LC-13
LC.7 Tangki Penyimpanan Metanol (TT-201) ................................ LC-19
LC.8 Pompa TT-201 Ke TT-202 (P-201) ........................................ LC-25
LC.9 Tangki Pencampuran Metanol (TT-202) ................................ LC-32
LC.10 Digester (D-201) .................................................................... LC-40
LC.11 Cooler (E-202) ....................................................................... LC-49
LC.12 Kondensor (E-201) ................................................................. LC-63
LC.13 Silo Naoh (SL-301) ................................................................ LC-73
LC.14 Screw Conveyor I (SC-301) ................................................... LC-76
LC.15 Tangki Pelarutan NaOH (TT-301).......................................... LC-79
LC.16 Reaktor Pelarutan Lignin (R-301).......................................... LC-85
LC.17 Filter Press (Fp-301) .............................................................. LC-92
LC.18 Tangki Penyimpanan Pulp (TT-304) ...................................... LC-95
LC.19 Tangki Penyimpanan H2SO4 (TT-302) ................................... LC-99
LC.20 Tangki Pelarutan H2SO4 (TT-303) ......................................... LC-104
LC.21 Reaktor Pengendapan Lignin (R-302) ................................... LC-110
LC.22 Decanter (D-301) ................................................................... LC-117
LC.23 Silo NaHSO3 (SL-401)........................................................... LC-122
LC.24 Reaktor Sulfonasi (R-301) ..................................................... LC-126
LC.25 Centrifuges (CF-401) ............................................................. LC-135
LC.26 Blower (Bl – 401) ................................................................... LC-137
LC.27 Air Filter (AF-401) ................................................................ LC-138
LC.28 Fired Heater (E-401) ............................................................. LC-139

xxiv
LC.29 Spray Dryer (SD-401) ............................................................ LC-145
LC.30 Silo Sodium Lignosulfonat (SL-402) ..................................... LC-151
LC.31 Gudang Penyimpanan Sodium Lignosulfonat (G-401).......... LC-155
LAMPIRAN D PERHITUNGAN SPESIFIKASI PERALATAN UTILITAS LD-1
LD.1 Coarse Screen (S-U01) .......................................................... LD-1
LD.2 Pompa Coarse Screen (P-U01) .............................................. LD-4
LD.3 Bak Penampungan Awal (TT-U01) ........................................ LD-12
LD.4 Mixer Al2(SO4)3 (M-U01) ...................................................... LD-13
LD.5 Mixer Na2CO3 (M-U02) ......................................................... LD-20
LD.6 Clarifier (Cl-U01) .................................................................. LD-26
LD.7 Tangki Filtrasi (F-U01) .......................................................... LD-35
LD.8 Tangki Utilitas I (TT-502) ...................................................... LD-42
LD.9` Tangki Utilitas II (TT-U03) .................................................... LD-45
LD.10 Water Cooling Tower (T-U01) ............................................... LD-48
LD.11 Mixer H2SO4 .......................................................................... LD-55
LD.12 Penukar Kation (CE-U01) ...................................................... LD-62
LD.13 Mixer Naoh............................................................................. LD-67
LD.14 Penukar Anion (AE-U01)....................................................... LD-73
LD.15 Deaerator (De-U01) ............................................................... LD-78
LD.16 Boiler (B-U01) ....................................................................... LD-83
LD.17 Tangki Penyimpanan Solar (TT-U04) .................................... LD-90
LD.18 Bak Penampungan Limbah Cair (TT-501) ............................. LD-94
LD.19 Bak Pengendapan Awal (TT-502) .......................................... LD-96
LD.20 Bak Netralisasi (TT-503) ........................................................ LD-97
LD.21 Bak Aerasi (TT-504)............................................................... LD-99
LD.33 Bak Sedimentasi (TT-505) ..................................................... LD-106
LAMPIRAN E PERHITUNGAN ANALISIS EKONOMI ............................ LE-1
LE.1 Capital Investment (CI) .......................................................... LD-1
LE.1.1 Fixed-Capital Investment (FCI) ............................... LD-1
LE.1.2 Working Capital (WC) ............................................. LD-13
LE.2 Total Cost (TC)....................................................................... LD-19
LE.2.1 Fixed Cost ................................................................ LD-19

xxv
LE.2.2 Variable Cost (VC) .................................................. LD-24
LE.3 Perkiraan Laba Usaha ............................................................ LD-25
LE.3.1 Laba Kotor ............................................................... LD-25
LE.3.2 Pajak Penghasilan .................................................... LD-25
LE.4 Analisis Aspek Ekonomi ........................................................ LD-26
LE.4.1 Profit Margin (PM) .................................................. LD-26
LE.4.2 Break Even Point (BEP) .......................................... LD-26
LE.4.3 Return On Investment (ROI) .................................... LD-29
LE.4.4 Return On Network (RON) ...................................... LD-29
LE.4.5 Pay Out Time (POT) ................................................ LD-29
LE.4.6 Internal Rate Of Return (IRR) ................................. LD-29

xxvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia merupakan salah satu negara produsen kelapa (Cocos nucifera)
terbesar di dunia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (2022),
jumlah produksi kelapa di Pulau Sumatera mencapai produksi 908.800 ton pada tahun
2021. Tingginya potensi produksi kelapa tidak sebanding dengan pemanfaatan sabut
kelapa yang dihasilkan. Sabut kelapa merupakan bagian terbesar dari buah kelapa yaitu
35% dari bobot buah kelapa. Sabut kelapa umumnya memiliki kandungan 43,44%
selulosa, 0,25% hemiselulosa, 45,84% lignin, 5,25% air, 3% pektin, dan 2,22% abu
(Sukadarti dkk., 2010).
Pemanfaatan sabut kelapa biasanya digunakan sebagai pupuk organik dan
media tanam. Selain itu, sabut kelapa juga dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Pemanfaatan sabut kelapa dengan mengisolasi unsur tertentu yang terdapat di dalam
sabut kelapa belum banyak dilakukan (Trivana dan Adhitya., 2017). Tingginya
kandungan lignin di dalam sabut kelapa berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi
produk yang memiliki nilai lebih tinggi. Salah satu pemanfaatan lignin dari sabut
kelapa ialah sebagai bahan baku pembuatan sodium lignosulfonat (NaLS).
Lignin merupakan polimer organik kompleks yang berikatan secara kovalen
dengan selulosa dan hemiselulosa pada komponen penyusun kayu. Lignin terbentuk
dari senyawa p-koumaril alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol. Lignin
diketahui secara luas sebagai polimer alam kedua yang tersedia secara melimpah
setelah selulosa (Ismiyati, 2009). Selain itu, lignin biasanya menjadi produk samping
dari pengolahan selulosa dalam bentuk lindi hitam yang hanya dimanfaatkan sebagai
bahan bakar (Azzahra dan Rezi., 2019). Karena alasan itu lignin sangat berpotensi
untuk dikembangkan menjadi produk yang memiliki nilai guna lebih tinggi seperti
polimer, surfaktan, plasticizer, dan dispersan.
Lignin dapat diperoleh dengan proses delignifikasi. Delignifikasi merupakan
proses untuk menyisihkan kandungan lignin dari berbagai bahan organik. Proses
delignifikasi dapat dilakukan secara fisika maupun kimia (proses soda, kraft, sulfit,
dan organosolv). Pemilihan proses delignifikasi sangat penting untuk mendapatkan

I-1
perolehan lignin yang optimum. Permasalahan utama pada proses delignifikasi adalah
pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh sisa larutan pemasak, limbah cair yang
dihasilkan, konsumsi energi yang dibutuhkan, dan rendemen yang rendah (Siregar
dkk., 2015). Dengan demikian, pemilihan proses organosolv sebagai metode
delignifikasi dapat dipertimbangkan. Hal ini dikarenakan pada proses organosolv
menggunakan senyawa organik sebagai larutan pemasak. Oleh karena itu, proses
organosolv telah menjadi metode delignifikasi alternatif untuk mengurangi dampak
pencemaran lingkungan.
Sodium lignosulfonat (NaLS) merupakan jenis surfaktan anionik yang
mempunyai sifat larut dalam air. Sodium lignosulfonat banyak digunakan pada
berbagai industri yaitu sebagai bahan pendispersi pada berbagai sistem dispersi
partikel (pasta gipsum dan pasta semen), sebagai bahan perekat dalam industri
keramik, sebagai bahan pengemulsi, serta sebagai pelarut warna dalam industri tekstil
(Ismiyati, 2009). Surfaktan sendiri merupakan senyawa organik yang dapat mengikat
komponen bersifat hidrofilik dan hidrofobik, karena surfaktan memiliki setidaknya
satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik. Interaksi antara dua gugus ini akan
menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antarmuka sehingga dua fasa dapat
bercampur untuk membentuk emulsi atau campuran lainnya.
Kebutuhan sodium lignosulfonat di Indonesia masih dipenuhi melalui impor
dari berbagai negara, hal ini dikarenakan Indonesia masih belum memiliki industri
pembuatan sodium lignosulfonat. Negara-negara yang memproduksi sodium
lignosulfonat dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Produsen Sodium Lignosulfonat di Dunia


Kapasitas Produksi
Negara Nama Industri
(ton/Tahun)
United States Chevron Oronite 100.000
United States Huish 80.000
India India Glycols Ltd 70.000
Thailand Thai Ethoxylate Co. Ltd 50.000
China Lonkey Industrial Co. Ltd 40.000
India Venus Ethoxylate Co. Ltd 30.000
Malaysia Lion Echocemicals 25.000
Sumber : Commercial use of lignin-based material (Gargulak dan Lebo., 2000)

I-2
Di Indonesia, masih belum terdapat industri pembuatan sodium lignosulfonat.
Karena itu, Indonesia masih mengimpor sodium lignosulfonat dari negara lain untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan
Pusat Statistik tahun 2022 menunjukkan bahwa impor sodium lignosulfonat
mengalami peningkatan pada 4 tahun terakhir. Data impor sodium lignosulfonat dapat
dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Impor Sodium Lignosulfonat di Indonesia


Tahun Impor (ton/Tahun)
2018 22.055,467
2019 22.847,823
2020 37.152,687
2021 39.265,423
Sumber: BPS (2022)

Dari data impor sodium lignosulfonat di atas, dapat diproyeksikan dalam


bentuk grafik pada Gambar 1.1 berikut.
45000
40000
35000
Impor (ton/tahun)

30000
25000
20000 R² = 0,8666
15000
10000
5000
0
2018 2019 2020 2021
Tahun

Gambar 1. 1 Impor Sodium Lignosulfonat di Indonesia

Dari Gambar 1.1 di atas, dapat diestimasi jumlah impor sodium lignosulfonat
beberapa tahun ke depan menggunakan metode regresi linear. Sehingga, didapat
persamaan sebagai berikut.
y = 65.93,473x − 13.285.188,78 (1.1)
Dimana,

I-3
x = Tahun
y = Jumlah impor sodium lignosulfonat pada tahun tertentu (ton)
Dengan menggunakan persamaan tersebut, dapat diestimasi jumlah impor
sodium lignosulfonat pada tahun 2025 mencapai 66.594,453 ton/tahun.
Penentuan kapasitas prarancangan pabrik dilakukan berdasarkan ketersediaan
bahan baku. Sabut kelapa sebagai bahan baku dapat dipenuhi dari produksi kelapa
yang cukup besar di Provinsi Riau. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (2022), jumlah produksi kelapa di Provinsi Riau mencapai produksi 395.000
ton pada tahun 2021. Data produksi kelapa di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel
1.3.

Tabel 1.3 Produksi Kelapa di Provinsi Riau


Produksi Kelapa Sabut Kelapa - 35% dari
Tahun
(ton) produksi kelapa (ton)
2017 390.600 136.710
2018 392.700 137.445
2019 390.700 136.745
2020 399.400 139.790
2021 395.000 138.250
Sumber: BPS (2022)

Perhitungan estimasi produksi kelapa di Provinsi Riau dapat dilakukan dengan


metode kuadrat terkecil yaitu menghitung nilai a dan b menggunakan persamaan
berikut.
∑x∑y − 𝑛∑xy (1.2)
𝑎= 2
(∑x)2 − n∑x

∑y − a∑x (1.3)
b=
n

y = ax + b (1.4)
Dimana,
a = intercept
b = slope
x = tahun
n = jumlah data

I-4
Ditabulasikan data yang dibutuhkan untuk perhitungan ke dalam Tabel 1.4.

Tabel 1.4 Perhitungan Estimasi Produksi Kelapa


No x y x2 Xy
1 2.017 390.600 4.068.289 787.840.200
2 2.018 392.700 4.072.324 792.468.600
3 2.019 390.700 4.076.361 788.823.300
4 2.020 399.400 4.080.400 806.788.000
5 2.021 395.000 4.084.441 798.295.000
Jumlah 10.095 1.968.400 20.381.815 3.974.215.100

Dari data di atas, didapatkan persamaan y = 65.93,473x − 13.285.188,78.


Sehingga, dapat diestimasi produksi kelapa di Provinsi Riau pada tahun 2025 sebesar
402.980 ton/tahun. Jumlah sabut kelapa yang dapat diperoleh adalah 35% dari
produksi kelapa, yaitu 141.043 ton/tahun. Prarancangan pabrik direncanakan akan
memanfaatkan 50% dari total sabut kelapa yang dihasilkan, yaitu 70.521,50 ton/tahun.
Kandungan lignin yang terdapat pada sabut kelapa sebesar 45,84% (Sukadarti dkk.,
2010), yaitu 32.327,06 ton. Jumlah lignin yang dapat dilarutkan adalah sebesar 90,86%
(Cahyani, 2021), yaitu 29.372,37 ton. Jumlah lignin yang dapat diendapkan adalah
sebesar 90% (Azzahra dan Rezi., 2019), yaitu 26.435,13 ton. Konversi lignin menjadi
sodium lignosulfonat sebesar 72,2% (Sako dkk, 2014). Sehingga, jumlah lignin yang
tersulfonasi sebesar 19.086,16 ton.
Dari perhitungan di atas, dapat diketahui jumlah lignin yang dapat disulfonasi
adalah sebesar 19.086,16 ton. Dengan penambahan berat dari komponen penyusun
sodium lignosulfonat lainnya, dapat diperkirakan jumlah sodium lignosulfonat yang
dapat diproduksi ialah lebih dari 20.000 ton/tahun. Oleh karena itu, kapasitas produksi
pabrik pembuatan sodium lignosulfonat yang baru akan didirikan pada tahun 2025
adalah 20.000 ton/tahun. Kapasitas produksi tersebut diharapkan dapat memenuhi
30% impor sodium lignosulfonat di Indonesia pada tahun 2025.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Tingginya produksi kelapa di Indonesia beriringan dengan banyaknya sabut
kelapa yang dihasilkan. Kandungan lignin di dalam sabut kelapa berpotensi untuk
dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Salah satu pemanfaatan lignin dari
sabut kelapa ialah sebagai bahan baku pembuatan sodium lignosulfonat. Selain itu,

I-5
kebutuhan sodium lignosulfonat di Indonesia masih dipenuhi dengan melakukan
impor dari negara lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi prarancangan pabrik
pembuatan sodium lignosulfonat dari sabut kelapa untuk meminimalisasi impor dari
negara lain.

1.3 TUJUAN RANCANGAN


Tujuan dari rancangan pabrik ini adalah untuk mengaplikasikan ilmu teknik
kimia meliputi neraca massa, neraca energi, spesifikasi peralatan, operasi teknik kimia,
utilitas, dan ilmu teknik kimia lainnya. Rancangan ini juga bertujuan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan sabut kelapa dan mengurangi jumlah impor sodium
lignosulfonat di Indonesia.

1.4 MANFAAT RANCANGAN


Manfaat yang diperoleh dari perancangan ini adalah tersedianya informasi
mengenai prarancangan pabrik pembuatan sodium lignosulfonat dari sabut kelapa
dengan metode delignifikasi organosolv. Rancangan ini juga diharapkan dapat
menjadi referensi untuk pendirian pabrik sodium lignosulfonat maupun sebagai
pengembangan studi.

1.5 LINGKUP RANCANGAN


Lingkup rancangan pada prarancangan pabrik pembuatan sodium lignosulfonat
dari sabut kelapa adalah:
1. Kapasitas produksi sebesar 20.000 ton/tahun.
2. Tugas khusus pada prarancangan pabrik ini adalah rancangan proses
delignifikasi metode organosolv.

I-6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BAHAN BAKU


2.1.1 Sabut Kelapa
Kelapa merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus
dari famili Palmae. Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman
serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Seluruh bagian
pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, sehingga pohon ini
sering disebut pohon kehidupan karena hampir seluruh bagian dari pohon, akar,
batang, daun dan buahnya dapat dipergunakan untuk kebutuhan kehidupan manusia
sehari-hari.
Produktivitas kelapa di Indonesia sangat tinggi, yaitu mencapai 2,8 juta ton
kelapa per tahun (BPS, 2022). Pulau Sumatera menjadi salah satu wilayah dengan
produksi kelapa yang cukup besar di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Badan Pusat Statistik, jumlah produksi perkebunan tanaman kelapa selama 5 tahun di
Pulau Sumatera ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut (BPS, 2022).

Tabel 2.1 Jumlah Produksi Perkebunan Kelapa di Pulau Sumatera


Tahun Produksi (Ton)
Provinsi
2017 2018 2019 2020 2021
Aceh 62.800 63.500 63.800 63.600 64.100
Sumatera Utara 97.700 99.400 100.500 100.800 100.000
Sumatera Barat 69.500 78.000 78.300 77.600 69.100
Riau 390.600 392.700 390.700 399.400 395.000
Jambi 108.200 107.900 108.900 109.600 115.800
Sumatera Selatan 57.300 57.700 57.600 55.400 58.300
Bengkulu 9.100 9.200 8.800 9.500 8.500
Lampung 94.600 86.900 83.400 83.400 81.900
Kep. Bangka Belitung 4.400 4.400 4.800 5.100 4.700
Kep. Riau 10.200 11.600 11.900 12.500 11.400
Total 904.400 911.300 908.700 916.900 908.800
Rata-rata 910.020
(BPS, 2022)

II-1
Dari data tersebut, dapat dilihat produksi kelapa di Pulau Sumatera cukup
tinggi. Produktivitas yang tinggi tersebut seiring dengan tingginya ketersediaan sabut
kelapa di Pulau Sumatera.

Gambar 2.1 Sabut Kelapa

Sabut kelapa merupakan bagian terbesar dari buah kelapa, yaitu 35% dari
bobot buah kelapa. Sabut kelapa umumnya memiliki kandungan 43,44% selulosa,
0,25% hemiselulosa, 45,84% lignin, 5,25% air, 3% pektin, dan 2,22% abu (Sukadarti
dkk., 2010).
Pemanfaatan sabut kelapa biasanya dikembangkan menjadi beragam produk,
antara lain cocopeat, cocofiber, cocomesh, cocopot, coco fiber board dan coco coir.
Bahan tersebut merupakan bahan baku pada industri matras, pot, kompos kering dan
sebagainya. Pemanfaatan sabut kelapa tersebut kebanyakan hanya menggunakan
bagian selulosa dari sabut kelapa untuk dimanfaatkan. Selain itu, pada pemanfaatan
selulosa dari sabut kelapa untuk dijadikan pulp akan melalui proses delignifikasi.
Proses delignifikasi tersebut menghasilkan lindi hitam yang kaya akan lignin,
pemanfaatan lindi hitam biasanya hanya dijadikan sebagai bahan bakar (Azzahra dan
Rezi., 2019). Padahal, lignin berpotensi untuk dikembangkan menjadi produksi yang
lebih ekonomis karena ketersediaannya yang melimpah dan harganya murah.
Salah satu pemanfaatan kandungan lignin dalam sabut kelapa adalah sebagai
bahan baku pada proses pembuatan surfaktan sodium lignosulfonat. Ada beberapa
penelitian yang mempelajari proses sulfonasi lignin dari sabut kelapa menjadi
sodium lignosulfonat. Mulyawan dkk (2015), telah melakukan perancangan pabrik

II-2
yang memanfaatkan sabut kelapa dalam pembuatan sodium lignosulfonat. Dalam
penelitiannya, dilakukan proses delignifikasi sabut kelapa dengan pelarut metanol
dan katalis NaOH sebesar 1%. Lignin kemudian diisolasi dengan menambahkan
H2SO4 dengan konsentrasi 20% sampai sampai pH-nya 2. Kemurnian lignin
kemudian ditingkatkan kembali dengan melarutkannya pada NaOH dan akan
membentuk Na-Lignat. Pada proses sulfonasi, Na-Lignat akan direaksikan dengan
bahan pensulfonasi berupa Natrium Bisulfit (NaHSO3) menghasilkan sodium
lignosulfonat. Hasil analisa ekonomi didapatkan nilai IRR sebesar 53% yang lebih
besar dari suku bunga bank yaitu 12% per tahun, dengan pengembalian modalnya
selama 5 tahun.
Nugraha dan Ande (2018), melakukan delignifikasi sabut kelapa
menggunakan pelarut NaOH dengan konsentrasi 10%. Isolasi lignin dilakukan
dengan penambahan H2SO4 dengan konsentrasi 20%. Kemudian, lignin disulfonasi
dengan bahan pensulfonasi berupa Natrium Bisulfit (NaHSO3) menghasilkan sodium
lignosulfonat. Diperoleh hasil optimal pada kondisi operasi delignifikasi dengan
rasio pelarut 1:25 (b/v), kecepatan pengaduk 100 rpm, waktu delignifikasi 2 jam dan
suhu 70-80°C. Karakteristik sodium lignosulfonat dengan kemurnian 32,585% (b/b)
dan yield 17,937% (b/b) diperoleh pada kondisi operasi suhu 90°C, kecepatan
pengadukan 100 rpm, rasio pereaksi 60% (b/b) dan waktu sulfonasi selama 3 jam.

2.1.2 Lignin
Lignin merupakan salah satu komponen penyusun struktur dan sel tumbuhan
bersama selulosa dan bahan-bahan serat lainnya. Jumlah kandungan lignin pada
tumbuhan sangat bervariasi, pada sabut kelapa kandungan lignin mencapai 45,84%
dari massa sabut kelapa (Sukadarti dkk., 2010). Lignin adalah polimer alam paling
melimpah kedua setelah selulosa. Lignin tidak larut di dalam air dan stabil di alam
sebagai perekat yang menghubungkan selulosa dan hemiselulosa (Azzahra dan Rezi.,
2019)
Ciri khas lignin adalah memiliki gugus fungsi metoksil (–OCH3) dengan
kadar yang cukup tinggi dan kadarnya tergantung pada sumber lignin yang berbeda
dan proses delignifikasi yang digunakan. Dalam penggunaannya sebagai bahan baku
pembuatan sodium lignosulfonat, lignin dengan kadar metoksil tinggi lebih

II-3
menguntungkan karena semakin banyak gugus –OCH3 yang terkandung di dalam
lignin maka lignin semakin larut di dalam air. Rendahnya kadar metoksil disebabkan
adanya metoksil yang hilang pada saat perlakuan pengasaman dan adanya kadar
metoksil dalam bahan baku yang tidak hanya diperoleh dari lignin (Riyadi, 2020).
Adapun struktur lignin dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur Lignin (Ismiyati, 2009)

Lignin merupakan polimer yang tidak bersifat toksik, pemanfaatan lignin


biasanya digunakan sebagai dispersan untuk insektisida, herbisida, pestisida, zat
warna, pengemulsi, penstabil campuran untuk aspal, sebagai aditif lumpur
pengeboran, beton, penggilingan semen (Mulyawan dkk., 2015).
Lignin tidak larut dalam air namun larut dalam larutan alkali seperti natrium
hidroksida (NaOH) dimetilformamida (DMF) dan tetrahidrofuran (THF). Selain itu,
asetil bromida dalam asam asetat dan hexan chloropropanol juga dapat melarutkan
lignin dengan baik. Kelarutan lignin ini menimbulkan masalah dalam
pemanfaatannya secara teknis. Untuk itu perlu dilakukan modifikasi lignin melalui
proses sulfonasi menjadi senyawa sulfonat agar dapat larut dalam air. Sulfonasi
lignin dilakukan dengan menambahkan agen pensulfonasi berupa oleum, natrium
bisulfit (NaHSO3) atau natrium tiosulfat (Na2S2O3). Sulfonasi lignin akan mengubah
lignin menjadi garam sulfonat yang memiliki kemampuan sebagai surfaktan
(Azzahra dan Rezi., 2019).
Modifikasi lignosulfonat dengan mengubah gugus hidroksil pada lignin dan
menggantinya dengan garam, seperti kalsium, natrium, amonium maupun seng akan
membentuk garam lignosulfonat. Garam lignosulfonat tersebut termasuk produk

II-4
garam lignosulfonat komersial yakni ammonium lignosulfonat; kalsium
lignosulfonat; natrium lignosulfonat dan seng lignosulfonat (Ismiyati, 2009).
Beberapa penelitian yang mempelajari modifikasi lignin telah dilakukan.
Yasuda dan Matsushita (2004), melakukan sulfonasi lignin dengan asam sulfat dan
phenol (proses hidrolisis) membentuk lignosulfonat dan mengevaluasi lignosulfonat
sebagai bahan pendispersi pada pasta gipsum. Syahmani (2001), melakukan sulfonasi
dan asetilasi lignin dari tandan kosong kelapa sawit pada suhu 100°C dan pH 5, yang
berfungsi sebagai bahan perekat partikel urea untuk memperbaiki sifat anti-cracking
dan anti-dusting. Gargulak dkk (2001), memodifikasi lignin menjadi amonium
lignosulfonat melalui reaksi oksidasi dengan amonium hidroksida, serta sulfonasi.
Ammonium lignosulfonat berfungsi sebagai bahan pendispersi, dengan efek
memperlambat ikatan pada beton dan mengatur gelembung udara dalam beton.

2.2 PRODUK
2.2.1 Surfaktan
Surfaktan merupakan senyawa organik yang memiliki sedikitnya satu gugus
hidrofilik dan satu gugus hidrofobik. Surfaktan diilustrasikan seperti berudu dengan
kepala merupakan gugus hidrofilik dan ekor merupakan gugus hidrofobik. Interaksi
kedua gugus ini akan menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antar muka
antara dua fasa sehingga dapat saling mencampur membentuk emulsi atau campuran
lainnya.
Surfaktan mampu menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka suatu
cairan, meningkatkan kemampuan pembentukan emulsi minyak dalam air, mengubah
kecepatan agregasi partikel terdispersi yaitu dengan menghambat dan mereduksi
flokulasi dan penggabungan (coalescence) partikel yang terdispersi, sehingga
kestabilan partikel yang terdispersi makin meningkat (Riyadi, 2020).
Surfaktan biasanya dimanfaatkan bahan pembuatan deterjen, kosmetik,
farmasi dan tekstil, fungsi surfaktan itu sendiri digunakan sebagai bahan pembasah,
bahan pengemulsi dan sebagai bahan pelarut. Menurut Riyadi (2020), surfaktan
digolongkan menjadi empat bagian menurut muatannya yakni; surfaktan anionik,
surfaktan kationik, surfaktan non ionik, dan surfaktan amfoter.

II-5
1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
anion. Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya gugus
anionik yang cukup besar, biasanya gugus sulfat atau sulfonat. Contohnya
adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat asam
lemak rantai panjang.
2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
kation. Surfaktan ini memecah dalam media air, dengan bagian kepala
bertindak sebagai pembawa sifat aktif permukaan. Contohnya adalah garam
alkil trimetil amonium, garam dialkil-dimetil amonium dan garam alkil
dimethil benzil amonium.
3. Surfaktan non ionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.
Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester
sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglikosida,
mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.
4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan
positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino,
betain, fosfobetain.
Berdasarkan karakteristik dan kinerjanya, surfaktan dapat digolongkan ke
dalam beberapa jenis, yaitu, foaming sebagai agen pembusa pada deterjen, dispersant
sebagai agen pendispersi partikel pada pasta gipsum dan semen, emulsifier sebagai
agen emulsifikasi pada cairan yang saling tidak larut, dan wetting-waterproofing
yang menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka (Riyadi, 2020).

2.2.2 Sodium Lignosulfonat


Sodium lignosulfonat merupakan surfaktan anionik karena memiliki gugus
sulfonat dan garamnya (-NaSO3-) yang merupakan anion yang bersifat hidrofilik dan
gugus hidrokarbon yang bersifat hidrofobik. Struktur ini meningkatkan sifat
hidrofilik sodium lignosulfonat sehingga mudah larut dalam air. Sodium lignoulfonat
adalah bahan tambahan kimia yang termasuk ke dalam jenis water reducing
admixture (WRA), yang bekerja sebagai dispersant pada sistem dispersi partikel dan
menghasilkan pembatas elektrik yang mencegah bersatunya partikel-partikel agar
dispersi berlangsung sempurna (Ismiyati, 2009).

II-6
Modifikasi lignin dilakukan untuk mengubah karakteristik yang dikehendaki,
melalui beberapa proses tergantung dari fungsi yang akan dicapai dalam aplikasinya
(Zhao and Omar., 2017). Modifikasi sulfonasi lignin menjadi surfaktan sodium
lignosulfonat mempunyai beberapa fungsi yaitu :
1. Sebagai bahan perekat yaitu membantu memperbesar sifat kepaduan
(cohesiveness) dalam industri keramik.
2. Sebagai bahan pendispersi pada berbagai sistem dispersi partikel, yaitu
membantu memperluas penyebaran pada pasta gipsum akibat turunnya
viskositas dan sedimentasi pasta gipsum, juga berfungsi sebagai aditif jenis
water reducing admixtures (WRA) pada pasta semen.
3. Sebagai bahan pengemulsi yaitu penstabil emulsi dua zat yang tidak saling
larut seperti emulsi aspal, pelumas, pigmen dan cat.
4. Sebagai pelarut warna pada industri tekstil.
Beberapa penelitian yang mempelajari proses sulfonasi lignin telah
dilakukan. Huanfei dkk (2015), melakukan sulfonasi lignin dari kulit jagung dengan
agen pensulfonasi berupa sodium sulfit (Na2SO3) pada kondisi operasi dengan suhu
95°C selama 3 jam dan kecepatan pengadukan 800 rpm. Nasr dkk (2017), melakukan
sulfonasi lignin dari jerami padi dengan agen pensulfonasi berupa sodium sulfit
(Na2SO3) dan formaldehid (CH2O) pada kondisi operasi dengan suhu 140°C selama
4 jam.

2.3 PROSES PEMBUATAN SODIUM LIGNOSULFONAT


2.3.1 Proses Delignifikasi
Proses delignifikasi merupakan perlakuan pertama terhadap bahan baku
untuk mempermudah pelepasan selulosa dan hemiselulosa, proses ini berfungsi
untuk menyisihkan lignin dari komponen kayu. Delignifikasi dapat dilakukan dengan
metode delignifikasi secara fisik (penggilingan, pemanasan dengan uap, radiasi atau
pemanasan dengan uap kering) dan delignifikasi secara kimia (Nawawi dkk., 2016).
Proses delignifikasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan
larutan kimia untuk melarutkan komponen selulosa dan hemiselulosa yang tidak
diinginkan. Bahan kimia yang digunakan sebagai pelarut dapat berupa asam maupun

II-7
basa. Terdapat beberapa metode proses delignifikasi berdasarkan jenis pelarut yang
digunakan, yaitu, proses soda, proses kraft, proses sulfit, dan proses organosolv.

2.3.1.1 Proses Soda


Proses soda merupakan proses delignifikasi dengan bahan pemasak berupa
soda api (NaOH). Selama pemasakan, lignin akan terdegradasi karena terjadi
pemutusan ikatan aril dan larut dalam air. Larutnya lignin dalam air karena adanya
transfer ion hidrogen dari gugus hidroksil pada lignin ke ion hidroksil yang terdapat
pada soda api (Azzahra dan Rezi., 2019).
Proses soda biasanya digunakan untuk bahan baku yang dihasilkan dari
limbah pertanian seperti jerami, ampas tebu, kayu lunak dan daun jati. Cairan sisa
pemasakan diuapkan dan dibakar menghasilkan Na2CO3 dan ketika ditambahkan
dengan kapur menghasilkan NaOH. Keuntungan dari proses soda ialah mudah
mendapatkan kembali bahan kimia hasil pemasakan (recovery) NaOH dari lindi
hitam dan bahan baku yang digunakan dapat bermacam-macam dan lebih ekonomis
(Gunawan dkk., 2012).
Proses soda dapat dimodifikasi dengan penambahan metanol ke dalam proses
delignifikasi. Delignifikasi dengan pemasakan alkali-metanol lebih cepat dan
menghasilkan rendemen 7-8% lebih tinggi dari pada proses kraft (Muurinen, 2000).
Penggunaan pelarut organik berupa metanol dimaksudkan untuk mengurangi
tegangan permukaan larutan pemasak pada suhu tinggi, mempercepat penetrasi ke
dalam serpih dan difusi dari hasil pemutusan lignin dalam kayu ke dalam larutan
pemasak (Mulyawan dkk., 2015).

2.3.1.2 Proses Kraft


Proses kraft merupakan proses delignifikasi yang berfokus untuk
menghilangkan lignin dari kayu untuk menghasilkan serat selulosa pada pembuatan
kertas. Bahan pemasak utama pada proses ini adalah soda api (NaOH) dengan
penambahan natrium sulfida (Na2S). Meskipun proses ini paling banyak digunakan
dalam proses pulping, namun dari aspek lingkungan perlu dipertimbangkan kembali
karena menghasilkan gas-gas berbau tidak sedap dan beracun yang muncul akibat
adanya senyawa belerang yang ditambahkan selama proses (Azzahra dan Rezi.,
2019).

II-8
Saat ini, proses kraft merupakan proses pembuatan pulp alkalis yang paling
penting karena diperoleh rendemen pulp yang lebih tinggi dan sifat-sifat pulp yang
lebih unggul bila dibandingkan dengan pulp soda. Proses-proses pembuatan pulp
dilakukan pada suhu 160 – 170°C pada tekanan antara 7 sampai 11 bar, waktu
pemasakan 4 – 6 jam, sedangkan proses cepat yang sinambung menggunakan suhu
190 – 200°C, dan hanya membutuhkan waktu 15 – 30 menit (Ismiyati, 2009).

2.3.1.3 Proses Sulfit


Proses sulfit atau netral sulfite semichemical (NSSC) biasanya digunakan
untuk pulping kayu daun lebar dengan menggunakan larutan pemasak asam sulfit
(H2SO3). Sama halnya dengan proses kraft, pada proses ini juga dihasilkan emisi
sulfur yang berbahaya. Selain itu, proses ini belum mampu mendegradasi lignin
secara sempurna dari ikatannya dengan selulosa (Azzahra dan Rezi., 2019).
Pada proses ini delignifikasi tidak berlangsung dengan sempurna dan hanya
sebagian lignin yang terpisahkan dari selulosa. Selama berlangsungnya proses
pulping sulfit, lignin dari fase padat diubah menjadi sulfonat, sehingga kandungan
lindi hitam proses sulfit adalah lignosulfonat, hemiselulosa dan ekstraktif. Pada
proses sulfit lignin akan bereaksi dengan asam sulfit (H2SO3). Reaksi ini akan
menyebabkan terlepasnya gugus hidroksil pada lignin dan terikatnya ion sulfit dari
asam larut dalam air (Ismiyati, 2009).

2.3.1.4 Proses Organosolv


Proses organosolv merupakan proses modifikasi pulping dengan
menggunakan pelarut organik sebagai larutan pemasaknya dan penambahan katalis
asam (H2SO4, HCl) atau basa (Na2S, NaOH). Delignifikasi pada proses organosolv
disebabkan oleh terputusnya ikatan eter dalam molekul lignin (Ismiyati, 2009).
Pelarut yang biasa digunakan dalam proses ini adalah metanol, etanol, asam asetat,
dan kelompok amina dengan atom C rendah. Proses ini lebih ramah lingkungan
karena tidak menghasilkan residu sulfur. Penggunaan pelarut organik dimaksudkan
untuk mengurangi tegangan permukaan larutan pemasak pada suhu tinggi,
mempercepat penetrasi ke dalam serpih dan difusi dari hasil pemutusan lignin dalam
kayu ke dalam larutan pemasak (Mulyawan dkk., 2015). Proses organosolv dapat
dikelompokkan berdasarkan jenis larutan pemasak yang digunakan.

II-9
1 Proses Acetocell (Acetat Cellulose) merupakan salah satu metode
delignifikasi yang menggunakan pelarut berupa asam asetat. Proses ini
memiliki beberapa keunggulan, yaitu lebih ramah lingkungan karena tidak
menghasilkan residu sulfur. Pelarut yang terdapat pada lindi hitam yang
dihasilkan dari proses ini dapat diproses dengan mudah hanya dengan metode
penguapan. Lignin yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian yang cukup
tinggi (Ningsih dan Fuadi., 2020) .
2. Proses Alcell (Alcohol Cellulose) merupakan salah satu metode delignifikasi
yang menggunakan pelarut berupa alkohol. Metanol adalah pelarut yang
paling banyak digunakan sebagai bahan kimia tambahan dalam pembuatan
pulp (Muurinen, 2000). Pelarut alkohol pada proses ini akan memutus rantai
metoksil pada lignin, depolimerisasi lignin menyebabkan terpisahnya lignin
dari selulosa (Minami dkk., 2003). Pelarut organik berupa metanol dapat
mengurangi tegangan permukaan larutan pemasak pada suhu tinggi,
mempercepat penetrasi ke dalam serpih dan difusi dari hasil pemutusan lignin
dalam kayu ke dalam larutan pemasak (Mulyawan dkk., 2015). Keuntungan
utama pada proses ini adalah mudahnya pemulihan metanol yang digunakan,
prosesnya cukup dengan mendestilasi uap metanol yang keluar dari digester
(Muurinen, 2000).
3 Proses Formacell (Formic Cellulose) merupakan salah satu metode
delignifikasi yang masih dikembangkan. Pelarut yang digunakan adalah
campuran asam asetat dan asam formiat sebagai bahan pemasaknya. Asam
formiat adalah pelarut yang baik untuk lignin dan ekstraktif yang ada dalam
kayu, juga menyebabkan pemecahan hidrolitik polimer kayu menjadi lebih
kecil dan lebih larut (Muurinen, 2000).
Reaksi proses pulping organosolv sama dengan proses kraft maupun proses
soda. Alkali tidak mampu melarutkan selulosa alam, hanya sebagian selulosa yang
terdepolimerisasi dengan derajat polimerisasi rendah dapat larut dalam alkali
(Ismiyati, 2009).

II-10
Gambar 2.3 Reaksi Lignin Dengan Gugus Hidroksil Dari NaOH Pada Proses Pulping
Kraft, Soda Maupun Organosolv (Ismiyati, 2009)

Pemilihan proses delignifikasi didasarkan pada pertimbangan kondisi operasi


masing-masing proses serta kelebihan dan kekurangannya. Kondisi operasi dari
berbagai macam proses delignifikasi serta perbandingan biaya operasi (Carvajal dkk.,
2016) telah dirangkum dalam Tabel 2.2 dibawah ini:

Tabel 2.2 Kondisi Operasi dari Berbagai Macam Proses Delignifikasi


Kondisi Proses
Proses Waktu Operasi Biaya Operasi
Suhu (°C) Rasio Pelarut
(jam) (US$/tahun)
Soda 90 1,5 1:10 35,26
Kraft 170 3,5 1:5 55,33
Sulfit 120 0,67 1:10 53,74
Organosolv 170 1 1:6 28,25
Sumber: Carvajal dkk., 2016

Adapun kelebihan dan kekurangan masing-masing proses delignifikasi secara


kimia telah dirangkum di dalam Tabel 2.3 berikut.

II-11
Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing Proses Delignifikasi
Proses Kelebihan Kekurangan Referensi
Soda 1. Proses sederhana. 1. Proses delignifikasi kurang sempurna. Nuclea dan Hariandi., 2015
2. Dapat digunakan untuk mengolah bahan 2. Kurang ramah lingkungan.
baku non kayu. 3. Rendemen pemasakan rendah.
3. Penggunaan bahan kimia yang sedikit.
4. Biaya operasi murah.
Kraft 1. Dapat digunakan di semua jenis dan 1. Biaya operasi tinggi. Nuclea dan Hariandi., 2015
kualitas kayu. 2. Tidak ramah lingkungan.
2. Waktu pemasakan pendek. 3. Persoalan bau.
3. Hasil rendemen delignifikasi tinggi.
Sulfit 1. Biaya instalasi rendah. 1. Proses delignifikasi kurang sempurna. Nuclea dan Hariandi., 2015
2. Hasil rendemen delignifikasi tinggi. 2. Tidak ramah lingkungan.
3. Rendemen lebih tinggi. 3. Proses pemasakan lama.
4. Persoalan kerak.

Organosolv 1. Ramah lingkungan. 1. Proses pencucian pulp tidak bisa Nuclea dan Hariandi., 2015
2. Pelarut mudah didaur ulang. menggunakan air.
3. Biaya operasi murah. 2. Bahan kimia bersifat menguap dan
4. Rendemen pulp yang dihasilkan tinggi. mudah terbakar.
3. Tidak cocok untuk memproses
campuran dari beberapa jenis kayu.
Sumber: Nuclea dan Hariandi., 2015

II-12
2.3.2 Proses Isolasi Lignin
Proses isolasi lignin dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
metode Klason, metode Bjorkman (metode lignin kayu yang digiling), metode isolasi
lignin teknis, dan metode lignin enzim selulotik (Cellulolytic Enzyme Lignin/CEL)
(Guerra dkk., 2006).
1. Metode Klason mengisolasi lignin dengan menghilangkan polisakarida dari
kayu yang diekstraksi dengan hidrolisis menggunakan asam sulfat 72%.
2. Metode isolasi Bjorkman dapat dilakukan dengan cara menggiling kayu
dalam penggilingan bola (ball mill). Bahan kayu dapat digiling dalam
keadaan kering atau dapat menggunakan pelarut seperti toluene.
3. Metode CEL (Cellulolytic Enzyme Lignin) adalah metode isolasi lignin yang
menggunakan perananan enzim.
4. Metode isolasi lignin teknis merupakan metode isolasi lignin dari lindi hitam
hasil proses delignifikasi. Metode ini adalah metode yang paling banyak
digunakan dalam mengisolasi lignin. Teknik isolasi lignin ini mendapatkan
kemurnian yang tinggi.
Pengendapan lignin dari lindi hitam terjadi karena adanya reaksi kondensasi
pada unit-unit penyuling lignin. Reaksi kondensasi pada unit-unit penyusun lignin
dapat terjadi dengan penambahan asam. Penambahan asam kuat pada lindi hitam
dapat menyebabkan terjadinya degradasi polisakarida, dekomposisi kompleks lignin
karbohidrat dan meningkatnya bobot molekul lignin, karena adanya reaksi
polimerisasi (Ismiyati, 2009). Pada prarancangan ini, akan menggunakan asam sulfat
sebagai reaktan pengendapan lignin, yang mana gugus sulfat akan mengikat ion Na
dari Na-Lignat dan menghasilkan endapan lignin.
Metode isolasi lignin dari lindi hitam lainnya adalah metode ekstraksi pelarut
yang digunakan didasarkan pada perbedaan kelarutan lignin dan kelarutan zat
ekstraktif. Salah satu pelarut yang digunakan adalah deoksan dan dapat dikristalkan
dalam air dingin. Metode ini menghasilkan rendemen yang tidak terlalu tinggi,
disamping itu bahan ekstraksi dioksan merupakan bahan yang relatif mahal (Ismiyati
2009).

II-13
2.3.3 Proses Sulfonasi
Proses sulfonasi lignin menjadi sodium lignosulfonat adalah suatu proses
reaksi kimia yang melibatkan penggabungan gugus asam sulfonat (HSO3) ke dalam
gugus lignin. Proses sulfonasi pada umumnya menggunakan agen pensulfonasi
seperti natrium tiosulfat (Na2S2O3), natrium bisulfit (NaHSO3), dan oleum. Dari
ketiga bahan tersebut, NaHSO3 dipilih sebagai agen pensulfonasi dengan
pertimbangan harga yang lebih murah dibandingkan dengan bahan yang lainnya.
Selain itu, agen pensulfonasi yang cocok untuk mereaksikan lignin adalah dengan
natrium bisulfit (Setiati dkk., 2020).
Pada pembuatan sodium lignosulfonat, proses sulfonasi bertujuan untuk
mengubah sifat hidrofobik lignin (yang non polar) menjadi lebih larut dalam air
(lebih polar) dengan memasukkan gugus sulfonat dan garamnya (NaHSO3-) ke dalam
gugus hidroksil (OH-) lignin sehingga membentuk sodium lignosulfonat (Ismiyati,
2009).
Lignin isolat yang didapat dari proses isolasi lignin menggunakan asam sulfat
(H2SO4) untuk mengendapkan lignin akan memiliki pH bersifat asam. Sehingga,
perlu ditambahkan basa untuk meningkatkan pH hingga pH minimum 5. Pada
dasarnya, proses sulfonasi lignin menggunakan natrium bisulfit juga akan menaikkan
pH (Sako dkk., 2014).

2.3.4 Pemilihan Proses


Berdasarkan pertimbangan dari uraian di atas, maka dipilih proses
delignifikasi dengan metode organosolv untuk memperoleh lignin dari sabut kelapa.
Proses organosolv diketahui merupakan proses yang ramah lingkungan karena tidak
menghasilkan residu sulfur. Penggunaan pelarut metanol pada proses ini dapat di-
recovery dengan mudah. Selain itu, biaya operasi proses delignifikasi organosolv
lebih murah bila dibandingkan dengan proses lain.
Diagram blok proses pembuatan sodium lignosulfonat dari sabut kelapa dapat
dilihat pada gambar 2.4.

II-14
Sabut Kelapa Mixing Point Kondensor NaOH (5%)

Unit Pencacah

Metanol 65%
Serbuk kasar

Unit Penyaring

Digester Reaktor Pelarutan Lignin


Serbuk Sabut Kelapa Slurry Cooler Slurry Slurry
120°C 40°C
1 Jam 40°C Filter Press
1 atm
1 Jam

Pulp

NaHSO3
H2SO4 (20%)
Udara Panas

Centrifuges Reaktor Sulfonai Reaktor Pengendapan Lignin


Spray Dryer Dekanter 40°C
Sodium Lignosulfonat 90°C 90°C
150°C 30°C 1 Jam
1 atm 1 atm

Limbah Gas Limbah Cair Limbah Cair

Gambar 2.1 Diagram Blok Proses Pembuatan Sodium Lignosulfonat Dari Sabut Kelapa

II-15
2.4 SIFAT-SIFAT BAHAN BAKU DAN PRODUK
2.4.1 Sabut Kelapa Sebagai Bahan Baku
Sabut kelapa merupakan bahan baku utama sebagai sumber lignin pada
proses pembuatan sodium lignosulfonat. Metode delignifikasi yang paling cocok
digunakan untuk memproses sabut kelapa adalah delignifikasi secara kimia dengan
proses organosolv. Adapun komposisi kimia pada sabut kelapa ditunjukkan pada
Tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Sabut Kelapa
Komponen Kadar (%)
Lignin 45,84
Selulosa 43,44
Hemiselulosa 0,25
Abu 2,22
Air 5,25
Pektin 3
(Sukadarti dkk., 2010)

2.4.2 Bahan Penunjang


2.4.2.1 Metanol (CH3OH)
Metanol merupakan pelarut yang digunakan pada proses delignifikasi sabut
kelapa. Metanol dapat memutus rantai metoksil pada lignin, depolimerisasi lignin
menyebabkan terpisahnya lignin dari selulosa (Minami dkk., 2003). Selain itu,
metanol dapat mengurangi tegangan permukaan larutan pemasak pada suhu tinggi,
mempercepat penetrasi ke dalam serpihan (Mulyawan., 2015). Adapun sifat-sifat dari
metanol adalah sebagai berikut:
Wujud : Cair
Warna : Tidak berwarna
Berat molekul : 32,04 g/mol
Titik didih : 64,7°C
Titik lebur : -97,8°C
Temperatur Kritis : 240°C
Tekanan Kritis : 79547 hPa
Densitas : 1,1 g/cm3
Viskositas dinamik : 5,5-36,5 mPa.s
(LabChem, 2020a)

II-16
2.4.2.2 Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida (NaOH) berfungsi untuk melarutkan lignin yang terdapat
pada lindi hitam hasil delignifikasi. Proses isolasi lignin dengan melarutkannya pada
NaOH didasarkan pada perbedaan kelarutan lignin dan kelarutan zat lain yang
terkandung pada sabut kelapa (Ismiyati, 2009).
Adapun sifat-sifat dari natrium hidroksida adalah sebagai berikut:
Wujud : Padatan
Warna : Putih
Rumus Molekul : NaOH
Bau : Tidak berbau
Kelarutan : 111 g/100 g air
Spesifik Gravity : 2.13
pH : 13 - 14
Titik Didih : 1390°C (2534°F)
Titik Lebur : 318°C (604°F)
(LabChem, 2018a)

2.4.2.3 Asam Sulfat (H2SO4)


Asam sulfat ditambahkan untuk mengendapkan lignin yang telah terlarut
dalam natrium hidroksida. Pengendapan lignin dari lindi hitam terjadi karena adanya
reaksi kondensasi pada unit-unit penyuling lignin (Ismiyati, 2009).
Adapun sifat-sifat dari asam sulfat adalah sebagai berikut:
Wujud : Cair
Warna : Tidak berwarna
pH : <1
Berat molekul : 98,08 g/mol
Titik didih : 288°C
Titik lebur : 10°C
Densitas : 1,84 g/cm3
(LabChem, 2018b)

II-17
2.4.2.4 Natrium Bisulfit (NaHSO3)
Natrium bisulfit berfungsi sebagai agen pensulfonasi lignin untuk membentuk
sodium lignosulfonat. Pada proses sulfonasi, gugus sulfonat dari natrium bisulfit
akan masuk ke dalam gugus hidroksil lignin (Ismiyati, 2009).
Adapun sifat-sifat dari natrium bisulfit adalah sebagai berikut:
Wujud : Padatan
Warna : Putih pucat
Rumus Molekul : NaHSO3
Bau : Tidak berbau
Berat molekul : 104,07 g/mol
Spesifik Gravity : 1,48
pH : 4-5 (25% sol.)
Titik Didih : 315°C
Titik Lebur : 150°C
(LabChem, 2021)

2.4.2.5 Air
Air berfungsi sebagai pelarut untuk mengencerkan metanol sebagai larutan
pemasak pada proses delignifikasi. Air juga berfungsi sebagai pelarut natrium
hidroksida dan asam sulfat pada proses isolasi lignin.
Adapun sifat-sifat dari air adalah sebagai berikut:
Wujud : Cair
Warna : Tidak berwarna
pH :7
Berat molekul : 18 g/mol
Titik didih : 100°C
Titik beku : 0°C
Densitas (25°C) : 1 g/cm3
Viskositas kinematik : 1,004 mm2/detik
Viskositas dinamik : 1,002 cP
(Science Lab, 2020b)

II-18
2.4.3 Produk
Sodium lignosulfonat merupakan salah satu jenis surfaktan anionik karena
memiliki gugus hidrofilik berupa anion sulfonat (NaSO3-) dan gugus hidrofobik
berupa cincin aromatik. Struktur ini akan meningkatkan sifat hidrofilik sodium
lignosulfonat sehingga lebih mudah larut dalam air (Azzahra dan Rezi., 2019).
Adapun sifat-sifat dari sodium lignosulfonat adalah sebagai berikut:
Wujud : Padat
Bentuk : Bubuk
Warna : Kuning-coklat
Kadar air :6%
pH (10% larutan) : 7,5
Viskositas : 1000 cPs
Kelarutan : Larut dalam air
Berat molekul : 534 g/mol
(Wesco Technology, 1995)

II-19
BAB III
DESKRIPSI PROSES

3.1 DESKRIPSI PROSES


Proses pembuatan sodium lignosulfonat dengan bahan baku sabut kelapa
dilakukan melalui empat tahapan. Tahap pertama yaitu persiapan sabut kelapa, tahap
kedua yaitu proses delignifikasi sabut kelapa, setelah itu dilanjutkan ke tahap ketiga
yaitu proses isolasi lignin dan tahap keempat yaitu proses sulfonasi lignin menjadi
sodium lignosulfonat.

3.1.1 Persiapan Bahan Baku


Sabut kelapa yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sodium
lignosulfonat memerlukan beberapa persiapan terlebih dahulu sebelum diproses.
Proses ini meliputi pengubahan ukuran sabut kelapa menjadi chip sabut kelapa.
Sabut kelapa yang didapat dari hasil samping industri minyak kopra disimpan
dalam gudang (GD-101) lalu dibawa dengan menggunakan belt conveyor (BC-101)
menuju Rotary Cutter (RC-101) yang bertujuan untuk memperkecil ukuran sabut
kelapa hingga 0,5 cm. Selanjutnya sabut kelapa yang telah berbentuk chip dibawa
menuju Vibrating Screen (VS-101) untuk menyeragamkan ukuran chip sabut kelapa.
Sedangkan sabut kelapa yang tidak lolos akan dimasukkan kembali ke Rotary Cutter
(RC-101). Serbuk sabut kelapa yang lolos dari vibrating screen kemudian akan
ditampung ke dalam Chip Bin (SL-101) dan selanjutnya diangkut menggunakan
Bucket Elevator (BE-102) untuk dibawa menuju Digester (DG-201).

3.1.2 Proses Delignifikasi Sabut kelapa


Sabut kelapa yang telah berbentuk chip kemudian dimasukkan ke Digester
(DG-201). Larutan pemasak yang digunakan adalah pelarut metanol dengan
konsentrasi sebesar 65%. Larutan pemasak kemudian dialirkan menuju Digester (DG-
201) dengan perbandingan antara sabut kelapa dengan larutan pemasak adalah 1:6.
Proses delignifikasi berlangsung selama 1 jam pada suhu 120°C.

III-1
Degradasi lignin yang terjadi pada reaktor delignifikasi adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Degradasi Lignin Oleh Pelarut Metanol (Minami dkk., 2003)

Uap pelarut yang dihasilkan akan dialirkan menuju Kondensor (E-201) untuk
di-recovery. Kemudian, slurry dialirkan menuju Cooler (E-202) untuk menurunkan
suhunya hingga turun menjadi 40°C.

3.1.3 Proses Isolasi Lignin


Lignin yang terdapat pada slurry akan dilarutkan di Reaktor Pelarutan Lignin
(R-301) dengan pelarut NaOH 5% dan perbandingan pelarut: slurry adalah 1:1 pada
suhu 30°C selama setengah jam, dengan konversi reaksi sebesar 90,86% (Cahyani,
2021). Berdasarkan Crestini dkk., (2011), digunakan derajat polimerisasi lignin pada
prarancangan ini sebesar 12.
Reaksi yang terjadi pada tangki pelarutan lignin adalah sebagai berikut:
(C10 H12 O3 )12 + 12NaOH → 12C10 H11 O3 Na + 12H2 O

Slurry hasil keluaran Reaktor Pelarutan Lignin (R-301) akan dipompakan ke


Filter Press (FP-301) untuk mendapatkan cairan lindi hitam (black liquor). Sedangkan
sisa pulp yang dihasilkan akan dibawa menuju tangki penyimpanan pulp. Lindi hitam
hasil keluaran Filter Press (FP-301) dialirkan menggunakan pompa menuju Reaktor
Pengendapan Lignin (R-302) dan ditambahkan H2SO4 20% yang bertujuan untuk
mengendapkan lignin. Proses dilakukan pada suhu 30°C selama 1 jam, dengan
konversi reaksi sebesar 90% (Azzahra dan Rezi., 2019).
Reaksi yang terjadi pada tangki pengasaman adalah sebagai berikut:
12C10 H11 O3 Na + 6H2 SO4 → (C10 H12 O3 )12 + 6Na2 SO4
2NaOH + H2 SO4 → Na2 SO4 + 2H2 O

III-2
Kemudian keluaran R-302 dialirkan dengan pompa menuju Decanter (D-301)
untuk memisahkan sisa-sisa selulosa, hemiselulosa dan sisa asam. Selanjutnya
dialirkan menuju Reaktor sulfonasi (R-401).

3.1.4 Proses Sulfonasi


Proses sulfonasi dilakukan untuk mengubah lignin menjadi surfaktan sodium
lignosulfonat dengan mereaksikan lignin dengan agen sulfonasi (NaHSO3). Isolat
lignin yang telah diperoleh dialirkan menggunakan pompa menuju reaktor sulfonasi
dan ditambahkan dengan natrium bisulfit (NaHSO3) yang diangkut menggunakan
Screw Conveyor (SC-401) dari Silo (SL-401). Reaksi berjalan pada suhu 90°C selama
1 jam, dengan konversi reaksi sebesar 72,2% (Sako dkk., 2014).
Reaksi yang terjadi pada Reaktor Sulfonasi adalah sebagai berikut:
(C10 H12 O3 )12 + 12NaHSO3 → 6 C20 H24 Na2 O10 S2 + 6 H2 O + 3O2

Hasil reaktor sulfonasi dipompakan menuju Centrifuges (CF-401) untuk


pemisahan sodium lignosulfonat dari sisa pelarut dan sisa bisulfitnya. Kemudian
larutan sodium lignosulfonat dialirkan dengan pompa menuju Spray Dryer (SD-401)
untuk dikeringkan dengan bantuan udara panas (150°C) dengan efisiensi 85%.
Kemudian keluarannya berupa serbuk sodium lignosulfonat dari Spray Dryer (SD-
401) dan diangkut menuju Silo (SL-402) dengan Screw Conveyor (SC-401).

III-3
3.2 Flowsheet Pembuatan Sodium Lignosulfonat Dari Sabut Kelapa

Steam
FC
KETERANGAN
29 31 Polutan
Udara FC : Flow Control LC : Level Control
AF-401
Air Pendingin
BL-401 PC : Preasure Control LI : Level Indicator
TC : Temperature Control WC : Weight Control
Air Proses

WC
7 14 20
AF-401 : Air Filter P-304 : Pompa TT-302 ke TT-303
SL-401 BC-101 : Belt Conveyor I P-305 : Pompa TT-303 ke R-302
SC-401
25 30 TC
BC-301 : Belt Conveyor II P-306 : Pompa R-302 ke D-301
E-401
BC-401 : Belt Conveyor III P-307 : Pompa D-301 ke R-401
LC LC

FC
BE-101 : Bucket Elevator I P-401 : Pompa R-401 ke CF-401
TT-302
19
TT-303 BE-102 : Bucket Elevator II P-402 : Pompa CF-401 ke SD-401
P-304
LC
FC
21 BL-401 : Blower R-301 : Reaktor Pelarutan Lignin
WC
13 P-305 CF-401 : Centrifuges R-302 : Reaktor Pengendapan Lignin
SL-301
D-301 : Decanter R-401 : Reaktor Sulfonasi
TT-301 FC
SC-301 DG-201 : Digester RC-101 : Rotary Cutter
P-301
E-201 : Kondensor SC-301 : Screw Conveyor I
32

LC TC
E-202 : Cooler SC-401 : Screw Conveyor II
LC FC Unit Pengolahan Limbah Gas

TT-201 FC
11
15
E-401 : Fired Heater SC-402 : Screw Conveyor III
6 P-204
TT-202 E-201
10
FP-301 : Filter Press SD-401 : Spry Dryer
P-201
33
FC
GD-101 : Gudang Penyimpanan Sabut Kelapa SL-101 : Chip Bin
8
GD-101 GD-401 : Gudang Penyimpanan Sodium SL-301 : Silo NaOH
P-202
1
BC-101
PC TC
34 Lignosulfonat SL-401 : Silo NaHSO 3
5 PC PC TC WC
TC LC LC LC LC

RC-101
LI P-201 : Pompa TT-201 ke TT-202 SL-402 : Silo Sodium Lignosulfonat
WC D-301
SD-401 GD-401
2 3
DG-201 E-202 R-301 16 FP-301 18 R-302 R-401
CF-401 SL-402 P-202 : Pompa TT-202 ke DG-201 TT-201 : Tangki Penyimpanan Metanol
SL-101 9 12 22 24 26 28
FC FC FC FC FC FC FC FC SC-402 BC-401 P-203 : Pompa DG-201 ke E-202 TT-202 : Tangki Pencampuran Metanol
VS-101
17 27
P-204 : Pompa E-201 ke TT-202 TT-301 : Tangki Pelarutan NaOH
4 P-203 P-205 P-302 P-303 P-306 P-307 P-401 P-402
BE-101 BE-102
23 P-205 : Pompa E-202 ke R-301 TT-302 : Tangki Penyimpanan H2 SO4
BC-301
TT-304 P-301 : Pompa Larutan NaOH TT-303 : Tangki Pelarutan H2 SO4
Unit Pengolahan Limbah Cair P-302 : Pompa R-301 ke FP-301 TT-304 : Tangki Penyimpanan Pulp
Kondensat P-303 : Pompa FP-301 ke R-302 VS-101 : Vibrating Screen
Air Pendingin Bekas

Nomor Aliran
Komponen Massa (Kg/jam)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Lignin 2.869,234 3.586,543 717,309 2.869,234 2.869,234 - - - 2.869,234 - - 2.869,234 - - - 653,296 387,347 265,949 - - - 2.437,569 - 2.437,569 - 677,644 609,880 67,764 - - - - - 67,764
Selulosa 2.719,012 3.398,766 679,753 2.719,012 2.719,012 - - - 2.719,012 - - 2.719,012 - - - 2.719,012 2.447,111 271,901 - - - 271,901 244,711 27,190 - 27,190 24,471 2,719 - - - - - 2,719
Hemiselulosa 15,648 19,560 3,912 15,648 15,648 - - - 15,648 - - 15,648 - - - 15,648 14,083 1,565 - - - 1,565 1,408 0,156 - 0,156 0,141 0,016 - - - - - 0,016
Abu 326,732 408,415 81,683 326,732 326,732 - - - 326,732 - - 326,732 - - - 326,732 294,059 32,673 - - - 32,673 29,406 3,267 - 3,267 2,941 0,327 - - - - - 0,327
Air 328,610 410,762 82,152 328,610 328,610 53,260 7.404,024 13.144,397 7.785,894 5.687,113 5.687,113 7.785,894 19,377 18.020,460 18.039,837 26.047,325 746,368 25.300,958 20,847 4.065,195 4.086,043 29.545,087 26.590,579 2.954,509 14,625 3.057,130 2.751,417 305,713 - - - - 259,856 45,857
NaOH - - - - - - - - - - - - 949,465 0,000 949,465 457,034 39,283 417,752 - - - 66,448 59,803 6,645 - 6,645 5,980 0,664 - - - - - 0,664
NaLignat - - - - - - - - - - - - - - - 2.486,775 - 2.486,775 - - - 49,736 44,762 4,974 - 4,974 4,476 0,497 - - - - - 0,497
Metanol - - - - - 5.272,781 - 24.411,023 5.272,781 19.138,242 19.138,242 5.272,781 - - - 5.272,781 - 5.272,781 - - - 5.272,781 4.745,503 527,278 - 527,278 474,550 52,728 - - - - 52,728 -
H2 SO4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - 1.021,511 - 1.021,511 - - - - - - - - - - - - -
Na2 SO4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 1.480,148 1.332,133 148,015 - 148,015 133,213 14,801 - - - - - 14,801
NaHSO 3 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 1.447,916 431,070 387,963 43,107 - - - - - 43,107
NaLS - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 2.610,555 261,055 2.349,499 - - - - - 2.349,499
O2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 78,219 78,219 - - - - - - -
Udara - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 17.336,521 17.336,521 - 17.336,521 17.336,521 -
Polutan - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 0,260 - 0,260 - - -
Total 6.259,237 7.824,046 1.564,809 6.259,237 6.259,237 5.326,041 7.404,024 37.555,421 18.989,302 24.825,355 24.825,355 18.989,302 968,842 18.020,460 18.989,302 37.978,605 3.928,250 34.050,355 1.042,358 4.065,195 5.107,553 39.157,908 33.048,305 6.109,603 1.462,541 7.572,144 4.734,308 2.837,836 17.336,781 17.336,521 0,260 17.336,521 17.649,105 2.525,253
Temperatur (K) 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 363,15 393,15 313,15 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 303,15 363,15 303,15 313,15 303,15 303,15 303,15 423,15 383,15 333,15
Tekanan (atm) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4,178 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Fasa Padat Padat Padat Padat Padat Cair Cair Cair Cair Gas Cair Cair Padat Cair Cair Cair Padat Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair Gas Gas Padat Gas Gas Padat

Gambar 3.2 Flowsheet Pembuatan Sodium Lignosulfonat dari Sabut Kelapa

III-4
BAB IV
NERACA MASSA

Berdasarkan deskripsi proses yang telah diuraikan pada BAB III, telah
dilakukan perhitungan neraca massa pembuatan sodium lignosulfonat dari sabut
kelapa. Informasi terkait dasar perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
Kapasitas pabrik = 20.000 ton/tahun
Waktu operasi = 330 hari
Bahan baku = Sabut kelapa
Produk akhir = Sodium lignosulfonat (C20H24Na2O10S2)
20.000 ton 1.000 kg 1 tahun 1 hari
Produksi sodium lignosulfonat = × × ×
1 tahun 1 ton 330 hari 24 jam

= 2.525,2525 kg/jam

Detail perhitungan neraca massa dapat dilihat pada Lampiran A. Proses


pembuatan sodium lignosulfonat ini dibagi menjadi 4 sesi. Berikut ini rangkuman
hasil perhitungan laju alir dan komposisi massa masing-masing alur di setiap sesi.

4.1 SESI I: PERSIAPAN BAHAN BAKU


Sesi I bertujuan untuk menyiapkan bahan baku sabut kelapa. Sesi I meliputi
Rotary Cutter (RC-101), Vibrating Screen (VS-101), dan Chip Bin (SL-101).
Rangkuman hasil perhitungan neraca massa masing-masing alur pada Sesi I
ditunjukkan pada Tabel 4.1 sampai 4.3.

Tabel 4.1 Neraca Massa pada Rotary Cutter (RC–101)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 1 3
F F F2
Lignin 2.869,2341 717,3085 3.586,5427
Selulosa 2.719,0125 679,7531 3.398,7656
Hemiselulosa 15,6481 3,9120 19,5601
Abu 326,7322 81,6830 408,4152
Air 328,6099 82,1525 410,7624
Subtotal 6.259,2368 1.561,3278 7.824,0460
Total 7.824,0460 7.824,0460

IV-1
Tabel 4.2 Neraca Massa pada Vibrating Screen (VS–101)
Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F2 F 3
F4
Lignin 3.586,5427 717,3085 2.869,2341
Selulosa 3.398,7656 679,7531 2.719,0125
Hemiselulosa 19,5601 3,9120 15,6481
Abu 408,4152 81,6830 326,7322
Air 410,7624 82,1525 328,6099
Subtotal 7.824,0460 1.561,3278 6.259,2368
Total 7.824,0460 7.824,0460

Tabel 4.3 Neraca Massa pada Chip Bin (SL–101)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F4 F5
Lignin 2.869,2341 2.869,2341
Selulosa 2.719,0125 2.719,0125
Hemiselulosa 15,6481 15,6481
Abu 326,7322 326,7322
Air 328,6099 328,6099
Total 6.259,2368 6.259,2368

4.2 SESI II: PROSES DELIGNIFIKASI SABUT KELAPA


Sesi II bertujuan untuk mendelignifikasi sabut kelapa. Sesi II meliputi Tangki
Pencampuran Metanol (TT–201), Digester (DG-201), Kondensor (E–201), dan
Cooler (E–202). Rangkuman hasil perhitungan neraca massa masing-masing alur
pada Sesi II ditunjukkan pada Tabel 4.4 sampai 4.7.

Tabel 4.4 Neraca Massa pada Tangki Pencampuran Metanol (TT–202)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 6
F F7 F11
F8
Metanol 5.272,7811 0,0000 19.138,2423 24.411,0234
Air 53,2604 7.404,0241 5.687,1127 13.144,3972
Subtotal 5.326,0415 7.404,0241 24.825,3550 37.555,4206
Total 37.555,4206 37.555,4206

IV-2
Tabel 4.5 Neraca Massa pada Digester (DG–201)
Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 5
F F8 F9
F10
Lignin 2.869,2341 0,0000 2.869,2341 0,0000
Selulosa 2.719,0125 0,0000 2.719,0125 0,0000
Hemiselulosa 15,6481 0,0000 15,6481 0,0000
Abu 326,7322 0,0000 326,7322 0,0000
Air 328,6099 13.144,3972 7.785,8944 5.687,1127
Metanol 0,0000 24.411,0234 5.272,7811 19.138,2423
Subtotal 6.259,2368 37.555,4206 18.989,3023 24.825,3550
Total 43.814,6574 43.814,6574

Tabel 4.6 Neraca Massa pada Kondensor (E–201)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F10 F11
Metanol 19.138,2423 19.138,2423
Air 5.687,1127 5.687,1127
Total 24.825,3550 24.825,3550

Tabel 4.7 Neraca Massa pada Cooler (E–202)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F9 F12
Lignin 2.869,2341 2.869,2341
Selulosa 2.719,0125 2.719,0125
Hemiselulosa 15,6481 15,6481
Abu 326,7322 326,7322
Air 7.785,8944 7.785,8944
Metanol 5.272,7811 5.272,7811
Total 18.989,3023 18.989,3023

4.3 SESI III: PROSES ISOLASI LIGNIN


Sesi III bertujuan untuk mengisolasi lignin yang diperoleh setelah proses
delignifikasi. Sesi III meliputi Tangki Pelarutan NaOH (TT–301), Reaktor Pelarutan
Lignin (R–301), Filter Press (FP–301), Tangki Pelarutan H2SO4 (TT–303), Reaktor
Pengendapan Lignin (R–302), dan Decanter (D–301). Rangkuman hasil perhitungan
neraca massa masing-masing alur pada Sesi III ditunjukkan pada Tabel 4.8 sampai
4.13.

IV-3
Tabel 4.8 Neraca Massa pada Tangki Pelarutan NaOH (TT–301)
Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 13
F F14 F15
NaOH 949,4651 0,0000 949,4651
Air 19,3768 18.020,4604 18.039,8372
Subtotal 968,8420 18.020,4604 18.989,3023
Total 18.989,3023 18.989,3023

Tabel 4.9 Neraca Massa pada Reaktor Pelarutan Lignin (R–301)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 12
F F15 F16
Lignin 2.869,2341 0,0000 653,2959
Selulosa 2.719,0125 0,0000 2.719,0125
Hemiselulosa 15,6481 0,0000 15,6481
Abu 326,7322 0,0000 326,7322
Air 7.785,8944 18.039,8372 26.047,3255
NaOH 0,0000 949,4651 457,0344
Na–Lignat 0,0000 0,0000 2.486,7751
Metanol 5.272,7811 0,0000 5.272,7811
Subtotal 18.989,3023 18.989,3023 37.978,6047
Total 37.978,6047 37.978,6047

Tabel 4.10 Neraca Massa pada Filter Press (FP–301)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F16 F17
F18
Lignin 653,2959 387,3466 265,9493
Selulosa 2.719,0125 2.447,1112 271,9012
Hemiselulosa 15,6481 14,0833 1,5648
Abu 326,7322 294,0589 32,6732
Air 26.047,3255 746,3675 25.300,9580
NaOH 457,0344 39,2825 417,7519
Na–Lignat 2.486,7751 0,0000 2.486,7751
Metanol 5.272,7811 0,0000 5.272,7811
Subtotal 37.978,6047 3.928,2501 34.050,3546
Total 37.978,6047 37.978,6047

IV-4
Tabel 4.11 Neraca Massa pada Tangki Pelarutan H2SO4 (TT–303)
Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 19
F F20 F21
H2SO4 1.021,5106 0,0000 1.021,5106
Air 20,8472 4.065,1954 4.086,0426
Total 5.107,5532 5.107,5532

Tabel 4.12 Neraca Massa pada Reaktor Pengendapan Lignin (R–302)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 18
F F21 F22
Lignin 265,9493 0,0000 2.437,5688
Selulosa 271,9012 0,0000 271,9012
Hemiselulosa 1,5648 0,0000 1,5648
Abu 32,6732 0,0000 32,6732
Air 25.300,9580 4.086,0426 29.545,0874
NaOH 417,7519 0,0000 66,4478
Na─Lignat 2.486,7751 0,0000 49,7355
Metanol 5.272,7811 0,0000 5.272,7811
H2SO4 0,0000 1.021,5106 0,0000
Na2SO4 0,0000 0,0000 1.480,1481
Subtotal 34.050,3546 5.107,5532 39.157,9078
Total 39.157,9078 39.157,9078

Tabel 4.13 Neraca Massa pada Decanter (D–301)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F22 F23
F24
Lignin 2.437,5688 0,0000 2.437,5688
Selulosa 271,9012 244,7111 27,1901
Hemiselulosa 1,5648 1,4083 0,1565
Abu 32,6732 29,4059 3,2673
Air 29.545,0874 2.751,4173 2.954,5087
NaOH 66,4478 59,8030 6,6448
Na─Lignat 49,7355 44,7620 4,9736
Metanol 5.272,7811 4.745,5029 527,2781
Na2SO4 1.480,1481 1.332,1333 148,0148
Subtotal 39.157,9078 33.048,3051 6.109,6027
Total 39.157,9078 39.157,9078

IV-5
4.4 SESI IV: PROSES SULFONASI
Sesi IV bertujuan untuk mensulfonasi lignin menjadi sodium lignosulfonat.
Sesi IV meliputi Reaktor Sulfonasi (R–401), Centrifuges (CF–401), Air Filter (AF–
401), Fired Heater (E–401), dan Spray Dryer (SD–401). Rangkuman hasil
perhitungan neraca massa masing-masing alur pada Sesi IV ditunjukkan pada Tabel
4.14 sampai 4.18.

Tabel 4.14 Neraca Massa pada Reaktor Sulfonasi (R–401)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 24
F F25 F26
Lignin 2.437,5688 0,0000 677,6441
Selulosa 27,1901 0,0000 27,1901
Hemiselulosa 0,1565 0,0000 0,1565
Abu 3,2673 0,0000 3,2673
Air 2.954,5087 14,6254 3.057,1304
NaOH 6,6448 0,0000 6,6448
NaLignat 4,9736 0,0000 4,9736
Metanol 527,2781 0,0000 527,2781
Na2SO4 148,0148 0,0000 148,0148
NaHSO3 0,0000 1.447,9158 431,0705
NaLS 0,0000 0,0000 2.610,5549
O2 0,0000 0,0000 78,2189
Subtotal 6.109,6027 1.462,5413 7.572,1439
Total 7.572,1439 7.572,1439

Tabel 4.15 Neraca Massa pada Centrifuges (CF–401)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F26 27
F F28
Lignin 677,6441 609,8797 67,7644
Selulosa 27,1901 24,4711 2,7190
Hemiselulosa 0,1565 0,1408 0,0156
Abu 3,2673 2,9406 0,3267
Air 3.057,1304 2.751,4173 305,7130
NaOH 6,6448 5,9803 0,6645
Na─Lignat 4,9736 4,4762 0,4974
Metanol 527,2781 474,5503 52,7278
Na2SO4 148,0148 133,2133 14,8015
NaHSO3 431,0705 387,9634 43,1070
NaLS 2.610,5549 261,0555 2.349,4994

IV-6
Tabel 4.15 (Lanjutan)
O2 78,2189 78,2189 0,0000
Subtotal 7.572,1439 4.734,3075 2.837,8364
Total 7.572,1439 7.572,1439

Tabel 4.16 Neraca Massa pada Air Filter (AF–401)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F29 F30 F31
Udara 17.336,5211 17.336,5211 0,0000
Polutan 0,2600 0,0000 0,2600
Total 17.336,7811 17.336,7811

Tabel 4.17 Neraca Massa pada Fired Heater (E–401)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F31 F32
Udara 17.336,5211 17.336,5211
Total 17.336,5211 17.336,5211

Tabel 4.18 Neraca Massa pada Spray Dryer (SD–401)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 28
F F32 F 33
F34
Lignin 67,7644 0,0000 0,0000 67,7644
Selulosa 2,7190 0,0000 0,0000 2,7190
Hemiselulosa 0,0156 0,0000 0,0000 0,0156
Abu 0,3267 0,0000 0,0000 0,3267
Air 305,7130 0,0000 259,8561 45,8570
NaOH 0,6645 0,0000 0,0000 0,6645
Na─Lignat 0,4974 0,0000 0,0000 0,4974
Metanol 52,7278 0,0000 52,7278 0,0000
Na2SO4 14,8015 0,0000 0,0000 14,8015
NaHSO3 43,1070 0,0000 0,0000 43,1070
NaLS 2.349,4994 0,0000 0,0000 2.349,4994
Udara 0,0000 17.336,5211 17.336,5211 0,0000
Subtotal 2.837,8364 17.336,5211 17.875,9642 2.525,2525
Total 20.174,3575 20.174,3575

IV-7
BAB V
NERACA ENERGI

Berdasarkan deskripsi proses yang telah diuraikan pada Bab 3, telah


dilakukan perhitungan neraca massa pembuatan sodium lignosulfonat dari sabut
kelapa. Informasi terkait dasar perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
Kapasitas pabrik = 20.000 ton/tahun
Waktu operasi = 330 hari
Temperatur referensi = 25°C
Tekanan referensi = 1 atm
Proses = Steady state
20.000 ton 1.000 kg 1 tahun 1 hari
Produksi sodium lignosulfonat = × × ×
1 tahun 1 ton 330 hari 24 jam

= 2.525,2525 kg/jam
Detail perhitungan neraca energi dapat dilihat pada Lampiran B. Berikut ini
rangkuman hasil perhitungan laju alir dan komposisi energi masing-masing alur.

5.1 DIGESTER (DG–201)


Digester (DG–201) digunakan sebagai tempat pemasakan chip sabut kelapa
dengan larutan pemasak metanol. Rangkuman hasil perhitungan neraca energi pada
Digester (DG–201) ditunjukkan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Neraca Energi pada Digester (DG–201)


Masuk (kJ/jam) Keluar (kJ/jam)
Komponen
Q5 Q8 Q 9
Q10
Lignin 1.593,2220 0,0000 30.271,2171 0,0000
Selulosa 17.458,7454 0,0000 331.716,1623 0,0000
Hemiselulosa 99,9403 0,0000 1.898,8663 0,0000
Abu 1.215,6187 0,0000 23.096,7547 0,0000
Air 1.691,4499 67.657,9948 600.189,8712 13.334.220,0471
Metanol 0,0000 6.232,3052 9.843,6600 21.454.194,0031
Jumlah 22.058,9762 73.890,3000 997.016,5317 34.788.414,0502
Subtotal 95.949,2762 35.785.430,5818
dQ/dT 35.689.481,3056 –
Total 35.785.430,5818 35.785.430,5818

V-1
5.2 KONDENSOR (E–201)
Kondensor (E–201) digunakan untuk menyuling campuran uap metanol–air
keluaran Digester (DG–201). Rangkuman hasil perhitungan neraca energi pada
Kondensor (E–201) ditunjukkan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Neraca Energi pada Kondensor (E–201)


Masuk (kJ/jam) Keluar (kJ/jam)
Komponen
Q10 Q11
Metanol 21.454.194,0031 14.316,6439
Air 13.334.220,0471 87.798,7786
Jumlah 34.788.414,0502 102.115,4225
dQ/dT – 34.686.298,6277
Total 34.788.414,0502 34.788.414,0502

5.3 COOLER (E–202)


Cooler (E–202) digunakan untuk mendinginkan slurry keluaran Digester
(DG–201). Rangkuman hasil perhitungan neraca energi pada Cooler (E–202)
ditunjukkan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Neraca Energi pada Cooler (E–202)


Masuk (kJ/jam) Keluar (kJ/jam)
Komponen
Q9 Q12
Lignin 30.271,2171 85,2773
Selulosa 331.716,1623 52.376,2362
Hemiselulosa 1.898,8663 299,8210
Abu 23.096,7547 3.646,8560
Air 600.189,8712 40.076,2391
Metanol 9.843,6600 1.346,1779
Jumlah 997.016,5317 97.830,6076
dQ/dT – 899.185,9241
Total 997.016,5317 997.016,5317

5.4 REAKTOR SULFONASI (R–401)


Reaktor Sulfonasi (R–401) digunakan untuk mereaksikan lignin dengan
sodium bisulfit (NaHSO3) untuk menghasilkan sodium lignosulfonat (NaLS).
Rangkuman hasil perhitungan neraca energi pada Reaktor Sulfonasi (R–401)
ditunjukkan pada Tabel 5.4.

V-2
Tabel 5.4 Neraca Energi pada Reaktor Sulfonasi (R–401)
Masuk (kJ/jam) Keluar (kJ/jam)
Komponen 24 25
Q Q Q26
Lignin 1.353,5278 0,0000 4.891,6493
Selulosa 174,5875 0,0000 2.269,6369
Hemiselulosa 0,9994 0,0000 12,9922
Abu 12,1562 0,0000 158,0304
Air 15.207,7067 75,2812 204.286,7285
NaOH 39,1793 0,0000 509,3304
NaLignat 31,6153 0,0000 410,9987
Metanol 134,6178 0,0000 583.221,3273
Na2SO4 617,1801 0,0000 8.023,3407
NaHSO3 0,0000 6.012,3313 23.269,7241
NaLS 0,0000 0,0000 194.007,7377
O2 0,0000 0,0000 1.110,1220
Jumlah 17.571,5699 6.087,6125 1.022.171,6183
Subtotal 23.659,1824 1.022.171,6183
Panas Reaksi - 403.000,9963
dQ/dT 1.401.513,4322 -
Total 1.425.172,6146 1.425.172,6146

5.5 SPRAY DRYER (SD–401)


Spray Dryer (SD–401) digunakan untuk mengurangi kandungan air dan
metanol dari slurry NaLS keluaran Centrifuges (CF–401). Rangkuman hasil
perhitungan neraca energi pada Spray Dryer (SD–401) ditunjukkan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Neraca Energi pada Spray Dryer (SD–401)


Masuk (kJ/jam) Keluar (kJ/jam)
Komponen 28
Q Q32 Q33
Q34
Lignin 112,8842 0,0000 0,0000 263,3965
Selulosa 52,3762 0,0000 0,0000 122,2112
Hemiselulosa 0,2998 0,0000 0,0000 0,6996
Abu 3,6469 0,0000 0,0000 8,5093
Air 1.573,5930 0,0000 17.364,3719 1.651,1140
NaOH 11,7538 0,0000 0,0000 27,4255
NaLignat 9,4846 0,0000 0,0000 22,1307
Metanol 13,2142 0,0000 98,4366 0,0000
Na2SO4 185,1540 0,0000 0,0000 432,0260
NaHSO3 536,9936 0,0000 0,0000 1.252,9851
NaLS 40.293,9148 0,0000 0,0000 94.019,1344

V-3
Tabel 5.5 (Lanjutan)
Udara 0,0000 4.034.076,6964 3.961.607,8180 0,0000
Jumlah 42.793,5627 4.034.076,6964 3.979.070,6266 97.799,6325
Total 4.076.870,2590 4.076.870,2590

5.6 FIRED HEATER (E–401)


Fired Heater (E–401) digunakan untuk memanaskan udara yang akan
digunakan pada Spray Dryer (SD–401). Rangkuman hasil perhitungan neraca energi
pada Fired Heater (E–401) ditunjukkan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Neraca Energi pada Fired Heater (E–401)


Keluar
Masuk (kJ/jam)
Komponen (kJ/jam)
Q30 Q32
Udara 87.202,7010 4.034.076,6964
dQ/dT 3.946.873,9954
Total 4.034.076,6964 4.034.076,6964

V-4
BAB VI
SPESIFIKASI PERALATAN

Berdasarkan deskripsi proses yang telah diuraikan pada BAB III, maka telah
dilakukan perhitungan spesifikasi peralatan pada prarancangan pabrik pembuatan
sodium lignosulfonat dengan proses delignifikasi organosolv. Detail perhitungan
spesifikasi peralatan dapat dilihat pada Lampiran C. Berikut ini diuraikan rangkuman
hasil perhitungan spesifikasi peralatan pada prarancangan pabrik ini

6.1 GUDANG PENYIMPANAN SABUT KELAPA (GD-101)


Fungsi : Menyimpan bahan baku sabut kelapa
Bentuk : Gudang persegi panjang dengan atap seng
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 7 hari
Bahan konstruksi : Beton
Jumlah : 1 unit
Total massa bahan : 1.051.551,7770 kg
Ukuran
Panjang : 16,7886 m
Lebar : 11,1924 m
Tinggi : 5,5962 m

6.2 BELT CONVEYOR


Pada perancangan pabrik ini, digunakan beberapa belt conveyor sebagai alat
transportasi untuk bahan yang berfasa solid, dikarenakan metode perhitungan yang
digunakan untuk mendesain keseluruhan alat belt conveyor adalah sama, maka pada
Tabel 6.1 disajikan rangkuman spesifikasi seluruh belt conveyor yang digunakan.

VI-1
Tabel 6.1 Rangkuman Spesifikasi Alat Belt Conveyor
No. Nama Alat Spesifikasi
1. Belt Conveyor I Jumlah 1 unit
(BC-101) Fungsi Alat transportasi sabut kelapa
(GD-101) menuju rotary cutter
(RC-101)
Laju alir massa 6.259,2368 kg/jam
Jenis Throughed belt, 45° idler
Panjang belt 5,321 m
Tinggi belt 1,82 m
Kecepatan aktual 23,4721 ft/min
Kebutuhan daya 1 hp
2. Belt Conveyor II Jumlah 1 unit
(BC-301) Fungsi Alat transportasi selulosa (FP-
301) menuju tangki
penyimpanan (TT-304)
Laju alir massa 3.928,2501 kg/jam
Jenis Throughed belt, 45° idler
Panjang belt 11,5470 m
Tinggi belt 5,7735 m
Kecepatan aktual 4,4782 ft/min
Kebutuhan daya 1 hp
3. Belt Conveyor III Jumlah 1 unit
(BC-401) Fungsi Alat transportasi SLS (SL-402)
menuju gudang penyimpanan
(GCF-401)
Laju alir massa 2.525,2525 kg/jam
Jenis Throughed belt, 45° idler
Panjang belt 10 m
Tinggi belt -
Kecepatan aktual 2,8788 ft/min
Kebutuhan daya 1 hp

6.3 ROTARY CUTTER (RC-101)


Fungsi : Menghaluskan sabut kelapa hingga berukuran 0,5 cm
Jenis : Rotary knife cutter
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C

VI-2
Tekanan (P) : 1 atm
Jumlah : 1 unit
Kecepatan putar : 200-900 rpm
Jumlah flying knives : 2-12 buah
Jumlah bed knives : 1-7 buah
Kebutuhan daya : 20 hp

6.4 VIBRATING SCREEN (VS-101)


Fungsi : Menyaring sabut kelapa yang telah dicacah agar memiliki
ukuran yang sama
Jenis : Ayakan getar elektrik
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Bahan konstruksi : SA 240, Grade M, Type 316
Frekuensi getaran : 25 getaran/detik
Jumlah : 1 unit
Panjang screen : 1,7474 m
Lebar screen : 1,1649 m
Luas screen : 2,0356 m2
Kebutuhan daya : 2 hp

6.5 BUCKET ELEVATOR


Pada perancangan pabrik ini, digunakan 2 bucket conveyor sebagai alat
transportasi menuju tempat yang lebih tinggi, dikarenakan metode perhitungan yang
digunakan untuk mendesain keseluruhan alat bucket elevator adalah sama, maka pada
Tabel 6.2 disajikan rangkuman spesifikasi seluruh bucket elevator yang digunakan.

Tabel 6.2 Rangkuman Spesifikasi Alat Bucket Elevator


No. Nama Alat Spesifikasi
1. Bucket Elevator I Fungsi Mengangkut chip sabut kelapa
(BE-101) menuju Chip Bin (SL-101)
Jenis Centrifugal-discharge spaced
bucket

VI-3
Bahan konstruksi Carbon steel
Jumlah 1 unit
Panjang bucket 6 in
Lebar bucket 4 in
Tinggi bucket 41/4 in
Jumlah bucket 39 unit
Kecepatan bucket 225 ft/menit
Lebar belt 7 in
Daya motor 3 hp
2. Bucket Elevator II Fungsi Mengangkut chip sabut kelapa
(BE-102) menuju Digester (DG-201)
Jenis Centrifugal-discharge spaced
bucket
Bahan konstruksi Carbon steel
Jumlah 1 unit
Panjang bucket 6 in
Lebar bucket 4 in
Tinggi bucket 41/4 in
Jumlah bucket 44 unit
Kecepatan bucket 225 ft/menit
Lebar belt 7 in
Daya motor 2 hp

6.6 CHIP BIN (SL-101)


Fungsi : Tempat penampungan sementara chip sebelum diumpankan
ke reaktor digester (D-201)
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 8 jam
Tipe : Silinder tegak tanpa tutup atas dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade A
Jumlah : 1 unit
Volume chip bin : 50,0793 m3
Diameter chip bin : 3,3693 m
Tinggi shell : 5,0539 m
Tinggi konis : 1,4846 m

VI-4
Tinggi total chip bin : 6,5385 m
Diameter bukaan : 0,4 m
Tebal shell : 5/16 in
Tebal konis : 5/16 in

6.7 TANGKI PENYIMPANAN METANOL (TT-201)


Fungsi : Menyimpan pelarut metanol
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 2 hari
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 2 unit
ID Shell : 5,4941 m
Tinggi shell : 8,2411 m
Tinggi tutup : 1,1516 m
Tinggi total tangki : 9,3928 m
Tebal shell : 5/16 in
Tebal tutup : 3/16 in

6.8 POMPA
Pada prarancangan pabrik ini, pompa digunakan sebagai alat transportasi
utama untuk bahan-bahan yang berfasa liquid, dikarenakan metode perhitungan yang
digunakan untuk mendesain keseluruhan alat pompa untuk aliran turbulen adalah
sama, maka pada Tabel 6.3 disajikan rangkuman spesifikasi seluruh pompa yang
digunakan untuk aliran turbulen.

Tabel 6.3 Rangkuman Spesifikasi Alat Pompa untuk Aliran Turbulen


No. Nama Alat Keterangan
1. Pompa TT-201 ke TT-202 Jumlah : 1 unit
(P-201) Laju alir volumetrik : 6,7842 m2/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in

VI-5
Diameter dalam : 2,0670 in
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp
2. Pompa TT-202 ke DG-201 Jumlah : 1 unit
(P-202) Laju alir volumetrik : 43,3295 m2/jam
Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,139 ft2
Daya motor : 0,5 hp
3. Pompa DG-201 ke E-202 Jumlah : 1 unit
(P-203) Laju alir volumetrik : 16,6615 m2/jam
Normal pipe size : 3,5 in
Diameter luar : 4 in
Diameter dalam : 3,548 in
Luas penampang : 0,0687 ft2
Daya motor : 0,25 hp
4. Pompa E-201 ke TT-202 Jumlah : 1 unit
(P-204) Laju alir volumetrik : 29,6353 m2/jam
Normal pipe size : 4 in
Diameter luar : 4,5 in
Diameter dalam : 4,026 in
Luas penampang : 0,0884 ft2
Daya motor : 0,25 hp
5. Pompa E-202 ke R-301 Jumlah : 1 unit
(P-205) Laju alir Volumetrik : 16,6244 m2/jam
Normal pipe size : 3,5 in
Diameter luar : 4 in
Diameter dalam : 3,548 in
Luas penampang : 0,0687
Daya motor : 0,25 hp
6. Pompa larutan NaOH Jumlah : 1 unit
(P-301) Laju alir volumetrik : 17,6115 m2/jam
Normal pipe size : 3,5 in
Diameter luar : 4 in
Diameter dalam : 3,548 in
Luas penampang : 0,0687 ft2
Daya motor : 0,25 hp
7. Pompa R-301 ke FP-301 Jumlah : 1 unit
(P-302) Laju alir volumetrik : 39,6451 m2/jam
Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in

VI-6
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,1390 hp
Daya motor : 0,5 hp
8. Pompa FP-301 ke R-302 Jumlah : 1 unit
(P-303) Laju alir volumetrik : 33,1124 m2/jam
Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,139 ft2
Daya motor : 0,5 hp
9. Pompa TT-302 ke TT-303 Jumlah : 1 unit
(P-304) Laju alir volumetrik : 0,5696 m2/jam
Normal pipe size : 0,75 in
Diameter luar : 1,05 in
Diameter dalam : 0,824 in
Luas penampang : 0,0037 ft2
Daya motor : 0,1 hp
10. Pompa TT-303 ke R-302 Jumlah : 1 unit
(P-305) Laju alir volumetrik : 4,3127 m2/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in
Diameter dalam : 2,067 in
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp
11. Pompa R-302 ke D-301 Jumlah : 1 unit
(P-306) Laju alir volumetrik : 37,3405 m2/jam
Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,139 ft2
Daya motor : 0,5 hp
12. Pompa D-301 ke R-401 Jumlah : 1 unit
(P-307) Laju alir volumetrik : 4,9382 m2/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in
Diameter dalam : 2,067
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp
13. Pompa R-401 ke D-401 Jumlah : 1 unit
(P-401) Laju alir volumetrik : 8,2296 m2/jam
Normal pipe size : 2,5 in
Diameter luar : 3 in

VI-7
Diameter dalam : 2,469 in
Luas penampang : 0,0332 ft2
Daya motor : 0,25 hp
14. Pompa D-401 ke SD-401 Jumlah : 1 unit
(P-402) Laju alir volumetrik : 4,6258 m2/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in
Diameter dalam : 2,067 in
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp

6.9 TANGKI PENCAMPURAN METANOL (TT-202)


Fungsi : Tempat pembuatan pelarut metanol 65%
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 3,5339 m
Tinggi shell : 5,3009 m
Tinggi tutup : 0,6855 m
Tinggi total tangki : 5,9863 m
Tebal shell : 1/4 in
Tebal tutup : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 1,1780 m
Jarak pengaduk : 1,1780 m
Lebar blade : 0,2356 m
Lebar sekat : 0,2945 m
Panjang blade : 0,2945 m
Daya motor : 3 hp

VI-8
6.10 DIGESTER (DG-201)
Fungsi : Tempat untuk memasak sabut kelapa menjadi pulp
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 120ºC
Tekanan (P) : 61,4049 psi
Kapasitas perancangan : 1 batch
Waktu tinggal : 1 jam
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 2 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 3,4611 m
Tinggi shell : 5,1916 m
Tinggi tutup : 0,6595 m
Tinggi konis : 1,5305 m
Tinggi total tangki : 7,3817 m
Tebal shell : 5/8 in
Tebal tutup : 3/16 in
Tebal konis : 1/2 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 1,1537 m
Jarak pengaduk : 1,1537 m
Lebar blade : 0,2307 m
Lebar sekat : 0,2884 m
Panjang blade : 0,2884 m
Daya motor : 2 hp
Spesifikasi jaket pemanas
Luas areal steam : 2,9949 m2
Tebal jaket : 0,5 in

VI-9
6.11 COOLER (E-202)
Fungsi : Alat pendingin slurry hasil delignifikasi
Jenis : 2-4 shell and tube heat exchanger
Kapasitas perancangan : 1 jam
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi shell
IDshell (Ds) : 12 in
Baffle space (B) : 2,4 in
Pressure drop shell (∆Ps) : 6,7947 psi
Spesifikasi tube
ODtube (Dt) : 3/4 in
Jumlah tube : 98 buah
Pitch (Pt) : 15/16 in triangular pitch
L : 12 ft
Pressure drop tube (∆Pt) : 0,0569 psi

6.12 KONDENSOR (E-201)


Fungsi : Alat untuk mengkondensasi uap metanol keluaran
digester
Jenis : 2-4 shell and tube heat exchanger
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi shell
IDshell (Ds) : 37 in
Baffle space (B) : 7,4 in
Pressure drop shell (∆Ps) : 0,4467 psi
Spesifikasi tube
ODtube (Dt) : 3/4 in
Jumlah tube : 1044 buah
Pitch (Pt) : 1 in triangular pitch
L : 12 ft
Pressure drop tube (∆Pt) : 1,2179 psi

VI-10
6.13 SILO NaOH (SL-301)
Fungsi : Tempat penyimpanan NaOH padat
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 7 hari
Tipe : Silinder tegak tutup datar atas dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade A
Jumlah : 1 unit
Volume Silo NaOH : 91,6988 m3
ID Shell : 4,1222 m
Tinggi shell : 6,1833 m
Tinggi konis : 1,8611 m
Tinggi total Silo : 8,0444 m
Diameter bukaan : 0,4 m
Tebal shell : 7/16 in
Tebal konis : 5/8 in

6.14 SCREW CONVEYOR


Pada pabrik ini, digunakan screw conveyor sebagai alat transportasi untuk
bahan yang berfasa solid, dikarenakan metode perhitungan yang digunakan untuk
mendesain keseluruhan alat screw conveyor adalah sama, maka pada Tabel 6.4
disajikan rangkuman spesifikasi seluruh screw conveyor yang digunakan.

Tabel 6.4 Rangkuman Spesifikasi Alat Screw Conveyor Keseluruhan


No. Nama Alat Spesifikasi
1 Screw Conveyor I Jumlah : 1 Unit
(SC-301) Laju alir : 968,8420 kg/jam
Panjang :5m
Diameter screw : 6 in
Kecepatan putaran : 25,7009 rpm
Daya : 1 hp
2 Screw Conveyor II Jumlah : 1 Unit
(SC-401) Laju alir : 1.462,5413 kg/jam
Panjang : 10 m

VI-11
Diameter screw : 6 in
Kecepatan putaran : 55,8370 rpm
Daya : 1 hp
3 Screw Conveyor III Jumlah : 1 Unit
(SC-402) Laju alir : 2.525,2525 kg/jam
Panjang : 10 m
Diameter screw : 6 in
Kecepatan putaran : 82,9253 rpm
Daya : 1 hp

6.15 TANGKI PELARUTAN NaOH (TT-301)


Fungsi : Tempat pembuatan larutan NaOH 5%
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 2,6177 m
Tinggi shell : 3,9266 m
Tinggi tutup : 0,5015 m
Tinggi total tangki : 4,4282 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 0,8726 m
Jarak pengaduk : 0,8726 m
Lebar blade : 0,1745 m
Lebar sekat : 0,2181 m
Panjang blade : 0,2181 m
Daya motor : 1 hp

VI-12
6.16 REAKTOR PELARUTAN LIGNIN (R-301)
Fungsi : Tempat pelarutan lignin
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 3,3122
Tinggi shell : 4,9683 m
Tinggi tutup : 0,6205 m
Tinggi konis : 1,4561 m
Tinggi total tangki : 7,0448 m
Tebal shell : 1/4 in
Tebal tutup : 3/16 in
Tebal konis : 3/8 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 1,1041 m
Jarak pengaduk : 1,1041 m
Lebar blade : 0,2208 m
Lebar sekat : 0,2760 m
Panjang blade : 0,2760 m
Daya motor : 3 hp

6.17 FILTER PRESS (FP-301)


Fungsi : Memisahkan lignin dari cake hasil proses pelarutan lignin
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam

VI-13
Tipe : Plate and frame filter press
Jumlah : 2 unit
Waktu tinggal : 1 jam
Luas penyaringan efektif : 43,9209 m2
Luas plate : 0,5 m2
Jumlah plate : 88 buah
Jumlah frame : 89 buah

6.18 TANGKI PENYIMPANAN PULP (TT-304)


Fungsi : Tempat penyimpanan pulp hasil pemisahan pada filter press
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 3 hari
Tipe : Silinder tegak tutup datar atas dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade A
Jumlah : 3 unit
Volume Tangki : 72,2509 m3
ID Shell : 3,8076 m
Tinggi shell : 5,7114 m
Tinggi konis : 1,7038 m
Tinggi total Silo : 7,4152 m
Diameter bukaan : 0,4 m
Tebal shell : 5/16 in
Tebal konis : 7/16 in

6.19 TANGKI PENYIMPANAN H2SO4 (TT-302)


Fungsi : Menyimpan pelarut H2SO4
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 5 hari

VI-14
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Stainless Steel SA-240 316
Jumlah : 1 unit
ID Shell : 4,1138 m
Tinggi shell : 6,1707 m
Tinggi tutup : 0,8280 m
Tinggi total tangki : 6,9987 m
Tebal shell : 3/8 in
Tebal tutup : 3/16 in

6.20 TANGKI PELARUTAN H2SO4 (TT-303)


Fungsi : Tempat pembuatan larutan H2SO4 20%
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Stainless Steel SA-240 316
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 1,6377 m
Tinggi shell : 2,4566 m
Tinggi tutup : 0,3300 m
Tinggi total tangki :3m
Tebal shell : 1/4 in
Tebal tutup : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 0,5459 m
Jarak pengaduk : 0,5459 m
Lebar blade : 0,1092 m
Lebar sekat : 0,1365 m
Panjang blade : 0,1365 m

VI-15
Daya motor : 1 hp

6.21 REAKTOR PENGENDAPAN LIGNIN (R-302)


Fungsi : Tempat mengendapkan lignin
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki :
ID Shell : 3,2471 m
Tinggi shell : 4,8707 m
Tinggi tutup : 0,6034 m
Tinggi konis : 1,4236 m
Tinggi total tangki : 6,8976 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in
Tebal konis : 1/4 in
Spesifikasi pengaduk :
Diameter pengaduk : 1,0824 m
Jarak pengaduk : 1,0824 m
Lebar blade : 0,2165 m
Lebar sekat : 0,2706 m
Panjang blade : 0,2706 m
Daya motor : 3 hp

6.22 DECANTER (D-301)


Fungsi : Alat untuk memisahkan padatan lignin dari filtrat
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C

VI-16
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam (1 batch)
Tipe : Silinder horizontal tutup atas torispherical dan tutup
bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 Grade C
Jumlah : 2 unit
ID Shell : 2,6217 m
Tinggi shell : 7,8651 m
Tinggi tutup : 0,5083 m
Tinggi konis : 1,1108 m
Tinggi total tangki : 9,4842 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in
Tebal konis : 1/4 in

6.23 SILO NaHSO3 (SL-401)


Fungsi : Tempat penyimpanan NaHSO3 padat
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 7 hari
Tipe : Silinder tegak tutup datar atas dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade A
Jumlah : 1 unit
Volume Silo NaOH : 91,6988 m3
ID Shell : 4,2377 m
Tinggi shell : 6,3566 m
Tinggi konis : 1,9189 m
Tinggi total Silo : 8,2755 m
Diameter bukaan : 0,4 m
Tebal shell : 7/16 in
Tebal konis : 1/2 in

VI-17
6.24 REAKTOR SULFONASI (R-301)
Fungsi : Tempat reaksi sulfonasi lignin
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 90ºC
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 batch
Waktu tinggal : 1 jam
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 2 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 1,7557 m
Tinggi shell : 2,6336 m
Tinggi tutup : 0,3219 m
Tinggi konis : 0,6779 m
Tinggi total tangki : 3,6333 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in
Tebal konis : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 0,5852 m
Jarak pengaduk : 0,5852 m
Lebar blade : 0,1170 m
Lebar sekat : 0,1463 m
Panjang blade : 0,14663 m
Daya motor : 2 hp
Spesifikasi jaket pemanas
Luas yang dilalui steam: 1,6113 m2
Tebal jaket : 0,25 in

VI-18
6.25 CENTRIFUGES (CF-401)
Fungsi : Alat untuk memisahkan Sodium Lignosulfonat dari filtrat
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 90°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam (1 batch)
Tipe : Nozzle discharge
Bowl diameter : 16 in
Kecepatan : 6.250 r/min
Daya motor : 40 hp

6.26 BLOWER (BL – 401)


Fungsi : Mengalirkan udara dari lingkungan ke Air Filter
Tipe : Centrifugal Blower
Jumlah : 1 unit
Daya motor : 10 hp

6.27 AIR FILTER (AF-401)


Fungsi : Menyaring debu dalam udara sebelum masuk ke Fired
heater
Tipe : Dry Filter
Temperatur Udara : 30ºC
Kapasitas perancangan : 1 jam
Jenis : Dry Filter
Jumlah : 1 unit
Ukuran filter : 24 × 24 in
Kedalaman gasket : 11,5 in
Jumlah filter : 11 buah

6.28 FIRED HEATER (E-401)


Fungsi : Menghasilkan udara panas 150°C
Jenis : Vertical fire tube

VI-19
Diameter fired heater : 5,022 m
Tinggi fired heater : 7,532 m
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Tebal shell : 7/8 in
Diameter luar tube : 3/4 in
BWG : 18
Panjang tube : 7,532 m
Pitch : 15/16 in– triangular pitch
Tube pass : 2 pass
Jumlah tube : 56 tube
Kebutuhan bahan bakar : 108,198 kg/jam

6.29 SPRAY DRYER (SD-401)


Fungsi : Mengeringkan Sodium Lignosulfonat menjadi serbuk
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 150°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Jenis : Spray dryer equipped wheel atomizer
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi shell
ID Shell : 2,5683 m
Tinggi shell : 7,7050 m
Tinggi konis : 1,8778 m
Tinggi total tangki : 9,5829 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal konis : 1/4 in
Spesifikasi atomizer
Diameter droplet : 0,3 mm
Jarak antar lubang : 3 mm
Diameter disc : 200 mm
Diameter dispenser : 1,541 m

VI-20
Tinggi dispenser : 0,3 m
Spesifikasi nozzle
Nominal pipe size : 3 in
Schedule number : 40
Outside diameter : 3,500 in
Inside diameter : 3,068 in
Ketebalan nozzle : 0,3 in

6.30 SILO SODIUM LIGNOSULFONAT (SL-402)


Fungsi : Tempat penyimpanan sodium lignosulfonat serbuk
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 3 hari
Tipe : Silinder tegak tutup datar atas dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade A
Jumlah : 2 unit
Volume Silo NaLS : 192,1239 m3
ID Shell : 5,2748 m
Tinggi shell : 7,9122 m
Tinggi konis : 2,4374 m
Tinggi total Silo : 10,3496 m
Diameter bukaan : 0,4 m
Tebal shell : 3/8 in
Tebal konis : 7/16 in

6.31 GUDANG PENYIMPANAN SODIUM LIGNOSULFONAT (GD-401)


Fungsi : Tempat penyimpanan sodium lignosulfonat
Bentuk : Gudang persegi panjang dengan atap seng
Bahan konstruksi : Beton
Jumlah : 1 unit
Total massa bahan : 424.242,4242 kg

VI-21
Ukuran
Panjang : 15,9197 m
Lebar : 10,6131 m
Tinggi : 5,3066 m

VI-22
BAB VII
TUGAS KHUSUS

7.1 DELIGNIFIKASI
Bahan baku lignoselulosa memiliki potensi untuk dimanfaatkan secara luas di
dalam industri, hal ini dikarenakan kelimpahannya di alam. Komponen-komponen
penyusun lignoselulosa adalah lignin, selulosa, dan hemiselulosa, serta komponen
minor lainnya seperti senyawa anorganik dan zat ekstraktif (Swiatek dkk., 2020).
Pemanfaatan lignoselulosa biasanya terlebih dahulu diberikan perlakukan untuk
mengekstrak komponen penyusunnya, proses ini biasa disebut delignifikasi. Hal ini
dilakukan agar mempermudah pemanfaatan lignoselulosa.
Proses delignifikasi merupakan perlakuan pertama terhadap bahan baku
untuk mempermudah pelepasan selulosa dan hemiselulosa, proses ini berfungsi
untuk menyisihkan lignin dari komponen kayu. Delignifikasi dapat dilakukan dengan
metode delignifikasi secara fisik (penggilingan, pemanasan dengan uap, radiasi atau
pemanasan dengan uap kering) dan delignifikasi secara kimia (Nawawi dkk., 2016).
Proses delignifikasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan
larutan kimia untuk melarutkan komponen selulosa dan hemiselulosa yang tidak
diinginkan. Bahan kimia yang digunakan sebagai pelarut dapat berupa asam maupun
basa. Terdapat beberapa metode proses delignifikasi berdasarkan jenis pelarut yang
digunakan, yaitu, proses soda, proses kraft, proses sulfit, dan proses organosolv.

7.1.1 Proses Soda


Proses soda merupakan proses delignifikasi dengan bahan pemasak berupa
soda api (NaOH). Selama pemasakan, lignin akan terdegradasi karena terjadi
pemutusan ikatan aril dan larut dalam air. Larutnya lignin dalam air karena adanya
transfer ion hidrogen dari gugus hidroksil pada lignin ke ion hidroksil yang terdapat
pada soda api (Azzahra dan Rezi., 2019).
Proses soda biasanya digunakan untuk bahan baku yang dihasilkan dari
limbah pertanian seperti jerami, ampas tebu, kayu lunak dan daun jati. Cairan sisa
pemasakan diuapkan dan dibakar menghasilkan Na2CO3 dan ketika ditambahkan
dengan kapur menghasilkan NaOH. Keuntungan dari proses soda ialah mudah

VII-1
mendapatkan kembali bahan kimia hasil pemasakan (recovery) NaOH dari lindi
hitam dan bahan baku yang digunakan dapat bermacam-macam dan lebih ekonomis
(Gunawan dkk., 2012).
Proses soda dapat dimodifikasi dengan penambahan metanol ke dalam proses
delignifikasi. Delignifikasi dengan pemasakan alkali-metanol lebih cepat dan
menghasilkan rendemen 7-8% lebih tinggi dari pada proses kraft (Muurinen, 2000).
Penggunaan pelarut organik berupa metanol dimaksudkan untuk mengurangi
tegangan permukaan larutan pemasak pada temperatur tinggi, mempercepat penetrasi
ke dalam serpih dan difusi dari hasil pemutusan lignin dalam kayu ke dalam larutan
pemasak (Mulyawan dkk., 2015).

7.1.2 Proses Kraft


Proses kraft merupakan proses delignifikasi yang berfokus untuk
menghilangkan lignin dari kayu untuk menghasilkan serat selulosa pada pembuatan
kertas. Bahan pemasak utama pada proses ini adalah soda api (NaOH) dengan
penambahan natrium sulfida (Na2S). Meskipun proses ini paling banyak digunakan
dalam proses pulping, namun dari aspek lingkungan perlu dipertimbangkan kembali
karena menghasilkan gas-gas berbau tidak sedap dan beracun yang muncul akibat
adanya senyawa belerang yang ditambahkan selama proses (Azzahra dan Rezi.,
2019).
Saat ini, proses kraft merupakan proses pembuatan pulp alkalis yang paling
penting karena diperoleh rendemen pulp yang lebih tinggi dan sifat-sifat pulp yang
lebih unggul bila dibandingkan dengan pulp soda. Proses-proses pembuatan pulp
dilakukan pada temperatur 160 – 170°C pada tekanan antara 7 sampai 11 bar, waktu
pemasakan 4 – 6 jam, sedangkan proses cepat yang sinambung menggunakan
temperatur 190 – 200°C, dan hanya membutuhkan waktu 15 – 30 menit (Ismiyati,
2009).

7.1.3 Proses Sulfit


Proses sulfit atau netral sulfite semichemical (NSSC) biasanya digunakan
untuk pulping kayu daun lebar dengan menggunakan larutan pemasak asam sulfit
(H2SO3). Sama halnya dengan proses kraft, pada proses ini juga dihasilkan emisi

VII-2
sulfur yang berbahaya. Selain itu, proses ini belum mampu mendegradasi lignin
secara sempurna dari ikatannya dengan selulosa (Azzahra dan Rezi., 2019).
Pada proses ini delignifikasi tidak berlangsung dengan sempurna dan hanya
sebagian lignin yang terpisahkan dari selulosa. Selama berlangsungnya proses
pulping sulfit, lignin dari fase padat diubah menjadi sulfonat, sehingga kandungan
lindi hitam proses sulfit adalah lignosulfonat, hemiselulosa dan ekstraktif. Pada
proses sulfit lignin akan bereaksi dengan asam sulfit (H2SO3). Reaksi ini akan
menyebabkan terlepasnya gugus hidroksil pada lignin dan terikatnya ion sulfit dari
asam larut dalam air (Ismiyati, 2009).

7.2 DELIGNIFIKASI ORGANOSOLV


Delignifikasi organosolv merupakan proses mengekstrak lignin dari bahan
baku lignoselulosa dengan pelarut organik. Organosolv telah diaplikasikan sejak
tahun 1980-an, sebagai alternatif pada proses Kraft dan Sulfit yang memiliki
kekurangan seperti pencemaran air dan udara (Brosse dkk., 2017). Proses Kraft dan
Sulfit melepaskan gas belerang ke atmosfer karena penggunaan berlebihan ion
natrium sulfida (Na2S) dan bisulfit (HSO3-) selama proses (Chin dkk., 2020). Pada
awalnya, proses ini dikembangkan sebagai delignifikasi alcell (alcohol-cellulose)
untuk memproses kayu keras. Proses organosolv memungkinkan untuk mendapatkan
fraksi bersih bahan baku lignoselulosa dan pemulihan lignin berkualitas tinggi.
Selain itu, proses organosolv saat ini dipelajari dan dikembangkan skala industri
untuk konversi bahan baku lignoselulosa menjadi bahan bakar nabati dan biomaterial
(Brosse dkk., 2017).
Pelarut organik yang biasa digunakan pada delignifikasi organosolv seperti
metanol, etanol, gliserol, asam asetat, etilen glikol, dan aseton telah diteliti ada
tidaknya keberadaan katalis. Penambahan katalis yang sesuai dapat meningkatkan
efisiensi delignifikasi dan kelarutan hemiselulosa. Umumnya, katalis asam seperti
H2SO4, HCl, HClO4, dan katalis basa seperti NaOH ditambahkan pada delignifikasi
organosolv (Chin dkk., 2020). Namun, penambahan katalis pada delignifikasi
organosolv harus disesuaikan pada tujuan keseluruhan proses yang akan dilakukan.
Penambahan katalis NaOH tidak hanya mendegradasi lignin dari bahan baku
lignoselulosa, namun, juga mendegradasi selulosa dan hemiselulosa. Sehingga, lindi

VII-3
hitam hasil delignifikasi akan mengandung lebih banyak selulosa dan hemiselulosa
yang terdegradasi, menyebabkan berkurangnya kualitas lignin yang dihasilkan
(Ismiyati, 2009).
Mekanisme delignifikasi secara kimia bergantung pada kemampuan untuk
memecah dan memodifikasi makromolekul lignin secara bertahap sampai
menghasilkan fragmen molekul yang dapat larut dalam larutan pemasak. Sejumlah
penelitian mengenai lignin mengarah ke kesimpulan bahwa pemutusan ikatan eter
pada lignin menyebabkan pemecahan lignin pada proses delignifikasi organosolv.
Parameter yang mempengaruhi jalannya delignifikasi adalah pH, sifat fisik pelarut
yang berperan melarutkan komponen lignin, dan sifat kimia pelarut yang berperan
dalam degradasi lignin (Mcdonough, 1992).
Delignifikasi organosolv menghasilkan sejumlah besar lignin berkualitas
unggul, yang meliputi karakteristik seperti berat molekul yang konsisten, lebih
hidrofobik, dan bebas dari senyawa belerang (Chin dkk., 2020). Oleh karena itu,
delignifikasi organosolv banyak diaplikasikan pada industri perekat, resin, dan
biodegradable polymer. Kualitas lignin yang diperoleh tidak hanya mengurangi
limbah pada proses industri, tetapi juga memberikan efek berkelanjutan. Aplikasi
lignin yang luas akan meningkatkan permintaan pasar, dan dapat memperoleh
pendapatan yang lebih tinggi dari produksi bioproduk lainnya.
Pengujian delignifikasi organosolv telah dilakukan pada beberapa bahan baku
yang menjadi sumber bahan baku lignoselulosa. Beberapa diantaranya adalah tandan
kosong kelapa sawit (Ismiyati, 2009), debu sabut kelapa (Mulyawan dkk., 2015),
alang-alang (Riyadi, 2020), ampas tebu (Mardhiah dan Misbahul., 2016), batang
sawit (Fatmayati dan Nur., 2017), jerami padi (Siregar dkk., 2015), dan eceng
gondok (Artati., 2009). Namun, hubungan yang tepat antara delignifikasi organosolv
dan bahan baku masih belum pasti dalam penelitian yang intensif.
Terdapat beberapa metode klasifikasi delignifikasi organosolv, diantaranya
adalah berdasarkan jenis pelarut yang digunakan, spesifikasi kimia, atau karakteristik
delignifikasi. Namun, salah satu metode klasifikasi yang paling umum adalah
berdasarkan penggunaan katalis dalam proses delignifikasi. Beberapa penelitian
delignifikasi organosolv telah dilakukan dengan beberapa larutan pemasak.
Diantaranya adalah, etanol dengan katalis NaOH (Ismiyati, 2009), metanol dengan

VII-4
katalis NaOH (Mulyawan dkk., 2015) dan (Siregar dkk., 2015), campuran benzen
dan etanol (Riyadi, 2020), Etanol dengan katalis asam sulfat (Artati dkk., 2009),
asam formiat dengan katalis NaOH (Fatmayati dan Nur., 2017), dan metanol tanpa
katalis (Gilarranz dkk., 1999).
Kerugian utama penggunaan katalis pada proses delignifikasi organosolv
adalah diperlukan sistem pemulihan terpisah untuk memulihkan pelarut organik dan
katalis. Hal ini akan memperumit desain pabrik dan meningkatkan biaya yang
diperlukan (Sahin, 2022).

7.3 PELARUT ALKOHOL


7.3.1 Metanol
Metanol telah digunakan untuk memecah lignoselulosa menjadi komponen-
komponennya dalam tujuan penelitian. Minami dkk (2015), telah melakukan
penelitian mengenai reaktivitas lignin dengan metanol superkritis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ikatan lignin 5–5 dan β–1 stabil dalam metanol superkritis,
sedangkan ikatan β–O–4 dan α–O–4 terputus dengan cepat. Gilarranz dkk (1999),
mempelajari kinetika delignifikasi kayu gum biru dengan pelarut metanol. Hasil
penelitian menunjukkan delignifikasi dengan pelarut metanol berhasil melarutkan
lignin sebesar 80-85% pada temperatur pemasakan 100-200°C.
Siregar dkk (2015), telah melakukan penelitian mengenai delignifikasi
pretreatment jerami padi dengan larutan pemasak berupa metanol dengan variasi
konsentrasi dan penambahan katalis NaOH 1 N. Temperatur operasi pada saat
pemasakan adalah ±64°C, sedangkan variasi waktu pemasakan adalah 60, 120, dan
180 menit. Pretreatment yang dilakukan adalah penghilangan kadar air jerami padi
dengan menggunakan oven. Hasil penelitian menunjukkan perolehan lignin tertinggi
sebesar 13,6% pada konsentrasi metanol 65% dan waktu pemasakan selama 120
menit. Mengacu pada jumlah lignin yang terdapat pada bahan baku, yaitu 23,4% dari
berat total, persentase lignin yang dapat dilarutkan adalah 58,12%.
Jumlah lignin yang dapat dilarutkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Siregar dkk (2015) lebih rendah dari hasil penelitian yang didapat oleh Gilarranz dkk
(1999). Hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan temperatur operasi pada kedua
penelitian. Beberapa lignin dalam kayu dapat dihilangkan hanya dengan

VII-5
memanaskan kayu dalam air, misalnya, 40% lignin dalam kayu jati spruce dan 10%
lignin dalam kayu pohon beech dapat dilarutkan dalam air pada temperatur operasi
100°C (Mcdonough, 1992). Temperatur operasi yang lebih rendah pada penelitian
Siregar dkk (2015) dapat mengurangi efisiensi delignifikasi, karena kandungan air
dalam pelarut metanol tidak berperan dalam proses delignifikasi.
Penambahan katalis pada penelitian Siregar dkk (2015) juga mempengaruhi
kemurnian lignin yang diperoleh. Katalis NaOH yang digunakan dapat mendegradasi
selulosa dan hemiselulosa, sehingga kemurnian lignin berkurang (Ismiyati, 2009).
Metanol adalah pelarut yang paling banyak digunakan sebagai bahan kimia
tambahan pada proses delignifikasi. Pelarut ini telah digunakan pada proses
delignifikasi kraft, sulfit, dan soda (Muurinen, 2000). Penambahan metanol sebagai
bahan kimia tambahan pada proses delignifikasi bertujuan untuk mengurangi
tegangan permukaan larutan pemasak pada temperatur tinggi, mempercepat penetrasi
ke dalam bahan baku, dan difusi dari hasil pemutusan lignin dalam kayu ke dalam
larutan pemasak (Mulyawan dkk., 2015).
Penggunaan metanol sebagai larutan pemasak pada proses delignifikasi
menjadi awal pengembangan proses organosolv, proses ini awalnya bernama
Methanol Delignification (MD). Pulp yang diproduksi dari proses MD memiliki sifat
kekuatan yang mendekati (90-95%) pulp dari proses kraft. Lignin yang diperoleh
dari proses ini hanya bisa diendapkan dengan menurunkan pH cairan (Muurinen,
2000). Pengendapan lignin terjadi sebagai akibat reaksi kondensasi pada unit-unit
penyusun lignin dengan penambahan asam (Ismiyati, 2009). Sebelum diteliti dan
dikembangkan, proses MD pada generasi awal menggunakan katalis berupa NaOH.
Oleh karena itu, pemulihan larutan pemasak dilakukan secara terpisah antara metanol
dan NaOH yang digunakan. Metanol dapat dipulihkan dengan mendestilasi uap yang
keluar dari digester. Selain itu, metanol yang terkandung di dalam pulp dapat
dipulihkan dengan penguapan saat pencucian dengan air panas (Muurinen, 2000).
Metanol dapat digunakan dalam proses organosolv pretreatment. Organosolv
Pretreatment mirip dengan delignifikasi organosolv, kecuali pada perolehan lignin
yang tidak setinggi proses delignifikasi organosolv (Brosse dkk., 2017). Metanol
juga telah digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi komponen kimia dari bahan

VII-6
baku lignoselulosa yang telah dipisahkan oleh proses steam explosion (Muurinen,
2000).

7.3.1.1 Metanol pada Proses Delignifikasi Sulfit


Penambahan metanol dan anthraquinone ke dalam larutan pemasak alkali-
sulfit dapat menghasilkan pulp dengan kandungan lignin yang sedikit, metode ini
dinamakan proses ASAM (Alkaline Sulfite Anthraquinone Methanol). Pulp yang
dihasilkan dari proses ini mudah untuk diputihkan dan hasil setelah pemutihan lebih
tinggi 5% dari hasil proses kraft (Muurinen, 2000).
Penambahan 30% metanol pada larutan sulfit meningkatkan efisiensi
delignifikasi kayu hemlock barat (Bublitz, 1987). Dengan komposisi 20% sulfur
dioksida dari berat kayu, dan waktu pemasakan 60 menit pada temperatur 438-443
K, dihasilkan pulp yang benar-benar bebas serat. Hasil pulp adalah 60-65% dan
kecerahannya normal. Kekuatan pulp lebih baik daripada pulp sulfit konvensional
pada kisaran hasil total yang sama. Hanya 8 kg metanol yang dikonsumsi per ton
pulp.
Kayu lunak dan kayu keras dapat didelignifikasi dengan larutan sulfit yang
mengandung metanol dan 0,5-3% dari berat belerang dioksida (Chiang dkk., 1987).
Pulp dari kayu betula dengan bilangan kappa 20-25 dan rendemen 44-46% dapat
dihasilkan pada temperatur pemasakan 413-418 K, waktu pemasakan 100-200 menit,
pelarut mengandung 55 % metanol dan 1,25-1,5% sulfur dioksida dan rasio pelarut
dengan kayu adalah 6:1. Pada rasio pelarut dengan kayu yang sama, pulp kayu
cemara dengan bilangan kappa 30-40 dan rendemen 42-44% dapat dihasilkan pada
temperatur pemasakan 433-438 K, waktu pemasakan 120-150 menit dan pelarut
mengandung 60-65% metanol dan 3-3,5% sulfur dioksida.
Penambahan 35-40% metanol pada larutan pemasak berupa magnesium sulfit
dapat meningkatkan perolehan pulp (Kordsachia dkk., 1988). Kekuatan pulp juga
meningkat ketika jumlah ikatan antar serat meningkat. Delignifikasi dapat
dilanjutkan untuk mendapatkan kandungan sisa lignin yang lebih rendah tanpa
merusak kualitas pulp. Hal ini dapat mengurangi pemakaian bahan kimia dalam
proses pemutihan pulp.
Penambahan metanol pada pulp asam sulfit (pH = 1,6) dan bisulfit (pH = 3,5)
telah dilakukan (Krull dkk., 1989). Pada pembuatan pulp sulfit, konsentrasi metanol

VII-7
35% memberikan rendemen dan sifat pulp terbaik. Dalam pembuatan pulp bisulfit,
konsentrasi metanol yang optimal adalah 20-25%. Modifikasi proses delignifikasi
yang menggunakan larutan pemasak magnesium sulfit dengan menambahkan
metanol meningkatkan hasil dan memperbaiki sifat pulp. Delignifikasi dapat
berlanjut untuk mendapatkan kandungan lignin yang lebih rendah dan waktu
pemasakan lebih singkat.
Pulp dengan sifat kekuatan yang baik dapat diproduksi dari kayu pinus
dengan menambahkan metanol ke dalam proses magnesium sulfit (Krull dkk., 1991).
Temperatur pemasakan 438 K dan tekanan digester 1,4 MPa. Larutan pemasak
mengandung 30% metanol dari volume total larutan pemasak, 0,8% berat
magnesium oksida dan 4% berat sulfur dioksida. Proses delignifikasi berlangsung
singkat (45-60 menit) dan menghasilkan pulp yang memiliki nomor kappa 20. Pulp
mudah diputihkan.

7.3.1.2 Metanol pada Proses Delignifikasi Soda


Penambahan metanol pada proses soda dengan pelarut NaOH telah diketahui
lebih efisien sebagai agen delignifikasi daripada larutan NaOH dengan konsentrasi
yang sama. Metanol dapat mempercepat proses delignifikasi pada proses soda, dan
rendemen pulp yang dihasilkan 7-8% lebih tinggi daripada proses kraft. Kehilangan
metanol dalam proses pemasakan adalah 13-21 kg per ton bahan baku dengan
pemulihan metanol sekitar 6-13 kg per ton bahan baku. Metanol mudah dihilangkan
pada pulp dengan proses pencucian dan dapat dipulihkan pada penguapan cairan
lindi hitam (Muurinen, 2000). Penggunaan metanol membutuhkan peralatan tertutup,
dan akan meningkatkan investasi biaya.
Pada delignifikasi alkali-metanol kayu birch dan beech (Nakano dkk., 1977),
hasil pulp 4-5 % lebih tinggi dari pulping kraft. Dengan kandungan sisa lignin pulp
yang sama, hanya kekuatan sobeknya lebih rendah dibandingkan pulp kraft.
Kehilangan metanol dalam pemasakan adalah 13-21 kg per ton kayu.
Pada delignifikasi alkali-metanol (Kobayashi dkk.,. 1978) dari kayu keras, di
mana rasio pelarut dengan kayu adalah 4:1, larutan pemasak mengandung 40%
metanol dan kandungan alkali aktif adalah 16% NaOH, hasil pulp sekitar 2% lebih
tinggi pada nomor kappa 20-25 daripada proses kraft. Delignifikasi lebih lambat

VII-8
dibandingkan proses kraft, tetapi lebih cepat dibandingkan proses soda. Sifat
kekuatan pulp mirip dengan pulp kraft, tetapi kekuatan sobeknya lebih rendah.
Delignifikasi dapat berlangsung singkat pada pulping alkali-metanol, hal ini
disebabkan oleh pencegahan kondensasi melalui metilasi gugus benzil alkohol aktif
dalam molekul lignin (Daima dkk., 1978).
Pada rasio larutan pemasak dengan kayu sebesar 15:1, temperatur 433 K,
waktu pulping 30-60 menit, konsentrasi metanol 40%, dan konsentrasi natrium
hidroksida 40 g/dm3 digunakan dalam delignifikasi alkali-metanol (Nakano dkk.,
1981), proses delignifikasi lebih cepat dan rendemen pulp 4-5% lebih tinggi
dibandingkan proses kraft. Kekuatan sobek lebih rendah, tetapi sifat kekuatan
lainnya sama dengan pulp kraft. Kehilangan metanol sekitar 14 kg per ton kayu. 99%
metanol dapat diperoleh kembali dengan mencuci atau menguapkan pulp dengan
vakum.
Pulp dengan sifat kekuatan yang baik dapat dihasilkan dari kayu keras dan
kayu lunak menggunakan larutan pemasak yang mengandung NaOH dan 40%
metanol (Gasche 1985). Kandungan sisa lignin yang tinggi dari pulp dapat dikurangi
dengan penambahan anthraquinone 0,5-2 kg per berat kayu kering ke dalam larutan
pemasak. Pada rasio larutan pemasak dengan kayu sebesar 4:1, muatan alkali aktif
adalah 22% per berat kayu kering, temperatur pemasakan sebesar 433 K dan waktu
pemasakan selama 5 jam, pulp dari kayu beech dengan kualitas mendekati pulp kraft
dapat diproduksi. Metanol dipulihkan sebanyak 10 kg per ton pulp. Hasil dari pulp
kayu keras adalah 15% lebih tinggi daripada pembuatan pulp sulfit.
Alen (1988) mempelajari pembentukan asam karboksilat selama soda pulping
kayu birch dengan pelarut metanol, etanol dan isopropanol. Selain asam formiat dan
asetat, 20-monocarboxylic acids dan 12-hydroxy dicarboxylic acids diidentifikasi.
Jumlah total asam formiat dan asetat adalah 55-60% dari total asam. Asam
dikarboksilat hanya mewakili sebagian kecil (4-6%) dari total asam. Monocarboxylic
acids yang dominan adalah asam glikolat, laktat, 2-hydroxybutanoic,
xyloisosaccharinic dan glucoisosaccharinic.
Metode soda-anthraquinone-metanol (Melo dan Muller., 1989) dapat
digunakan untuk menghasilkan pulp yang cocok untuk pembuatan kertas.
Penambahan metanol menghasilkan hasil yang lebih tinggi, angka kappa lebih tinggi,

VII-9
viskositas lebih rendah, pemanjangan saat putus lebih tinggi dan faktor sobek lebih
rendah. Metanol juga meningkatkan selektivitas delignifikasi. Namun variabel proses
utama adalah jumlah soda.
Metanol dapat ditambahkan pada proses delignifikasi soda ampas tebu
(Mogollon, 1991). Pulp terbaik dihasilkan pada konsentrasi metanol dalam larutan
pemasak sebesar 30% dan kandungan NaOH adalah 12%. Temperatur pemasakan
sebesar 433 K dan waktu pemasakan selama 15 menit.
Kandungan alkali aktif pada delignifikasi alkali-metanol (Abe, 1993) adalah
15% untuk kayu keras dan 19% untuk kayu lunak, muatan metanol adalah 50%
volume larutan pemasak, kandungan anthraquinone adalah 0,2% pada kayu dan rasio
larutan dengan kayu adalah 5:1, delignifikasi lebih cepat dan selektivitas lebih baik
daripada pembuatan pulp kraft. Hasil pada bilangan kappa yang sama adalah 5-10 %
lebih tinggi dari hasil pulp kraft.

7.3.2 Etanol
Etanol telah dipelajari sebagai larutan pemasak pada proses pemisahan
komponen lignoselulosa, diantaranya telah diteliti oleh Shatalov dan Helena (2004),
Gurgel dkk (2016), dan Riyadi (2020). Saat ini, etanol menjadi salah satu pelarut
organik yang paling menjanjikan untuk digunakan sebagai larutan pemasak pada
proses delignifikasi.
Pada beberapa penelitian proses delignifikasi dengan pelarut etanol, sejumlah
asam organik telah digunakan sebagai katalis (Sarkanen, 1980). Pada proses dengan
temperatur yang tinggi diterapkan, tidak diperlukan penambahan katalis. Hal ini
menunjukkan pengaruh katalis asam organik pada proses delignifikasi dengan etanol.
Menurut Lyublin dkk (1988), pembuatan pulp etanol dapat menggantikan semua
pabrik sulfit yang berpolusi berat di Uni Soviet.
Kleinert (1933) pada penelitiannya menunjukkan bahwa etanol dan air
membentuk campuran azeotrop yang mengandung etanol sekitar 95% berat pada
temperatur antara 393 K dan 453 K. Hal ini tidak akan menimbulkan masalah pada
proses pemulihan etanol, karena etanol yang hampir murni tidak diperlukan dalam
metode apa pun yang disajikan sejauh ini.

VII-10
Selain pada proses delignifikasi kimia, etanol juga dapat digunakan sebagai
aditif pada delignifikasi mekanis untuk mengurangi konsumsi energi (Aravamuthan
dkk., 1993).

7.3.2.1 Etanol pada Proses Delignifikasi Sulfit


Etanol dapat digunakan untuk mengekstrak xylosa dari limbah cair hasil
delignifikasi sulfit kayu birch. Proses ekstraksi dilakukan dalam tiga tahap, xylosa
yang diisolasi setelah proses rekristalisasi cukup murni untuk digunakan dalam
produk farmasi dan makanan (Saarnio dan Kuusisto., 1971). Hasil eugenol dan
isoeugenol dapat ditingkatkan selama delignifikasi Mg-alkohol-bisulfit kayu lunak,
dengan menambahkan udara ke dalam digester dan menyesuaikan konsentrasi
alkohol dan sulfit. Pulp yang diproduksi memiliki hasil yang lebih tinggi daripada
pulp kraft pada tingkat nomor kappa yang sama. Pulp yang tidak diputihkan memiliki
sifat kekuatan yang lebih rendah daripada pulp kraft. Sifat fisik dapat diperbaiki
dengan penambahan alkali (Akan dkk., 1988).
Penambahan alkohol ke dalam pelarut bisulfit pada proses delignifikasi kayu
aspen telah ditemukan untuk meningkatkan hasil delignifikasi. Jumlah optimal sulfur
dioksida dan konsentrasi alkohol (etanol atau isopropanol) masing-masing adalah 4-
5% dan 50%. Ketika hasil fenol dengan berat molekul rendah dioptimalkan, jumlah
sulfur dioksida adalah 5-6% dan konsentrasi alkohol (etanol, propanol, atau
isopropanol) adalah 40-50% (Mun dan Wi., 1991).
Hemiselulosa dan selulosa dapat diubah menjadi gula dalam proses tiga
tahap. Sulfur dioksida digunakan pada tahap pertama untuk menghilangkan
hemiselulosa dari kayu keras. Pada tahap selanjutnya, campuran sulfur dioksida-
etanol-air digunakan untuk menghilangkan lignin dan sisa hemiselulosa. Tahap
ketiga adalah hidrolisis asam selulosa menjadi glukosa. Penerapan proses organosolv
untuk menghilangkan lignin memungkinkan hidrolisis asam yang lebih efisien
(Westmoreland dan Jefcoat., 1991).
Timermane dkk (1992) telah mempelajari kinetika delignifikasi kayu birch
dalam pelarut etanol dengan penambahan sulfur dioksida dan amonia. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa proses menyimpang dari reaksi orde pertama, tetapi
beberapa korelasi dengan teori kinetika difusi ditemukan. Laju delignifikasi
ditemukan dibatasi oleh laju difusi produk delignifikasi.

VII-11
Krotov dan Frank (1993) telah mendelignifikasi limbah pertanian dengan
larutan pemasak amonia 15% dan sulfur dioksida 10% per berat bahan kering dalam
pelarut etanol 65%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode ini
memberikan pulp dengan hasil yang lebih tinggi daripada pulp kraft, soda atau soda
anthraquinone dari residu pertanian.
Metanol dengan proses ASAM telah dimodifikasi dengan mengganti metanol
menggunakan etanol. Metode baru ini disebut ASAE (Alkaline Sulfite Anthraquinone
Ethanol). Pulp kayu pinus ASAE memiliki sifat fisik dan optik yang lebih baik
daripada pulp kraft dengan pengecualian panjang putus (Kirci dkk., 1994).
Sanjuan dkk (1995) telah membandingkan delignifikasi tanaman yute jawa
menggunakan pelarut etanol-magnesium dengan proses kraft dan soda.
Menggunakan etanol 50% dan kandungan sulfur dioksida total 4% menghasilkan
pulp dengan hasil yang lebih tinggi daripada yang diproduksi dengan metode
konvensional.

7.3.2.2 Etanol pada Proses Delignifikasi Soda


Marton dan Granzow (1982) telah mematenkan metode produksi pulp kayu
dengan menggunakan pelarut etanol dan natrium hidroksida. Larutan pemasak
mengandung 10-25% natrium hidroksida dan 10-60% etanol. Waktu pembuatan pulp
adalah 0,5-4 jam dan temperatur pembuatan pulp adalah 373-473 K. Pada dasarnya,
semua kayu dapat diproses dengan metode ini.
Menambahkan etanol pada proses soda kaustik sangat meningkatkan
selektivitasnya terhadap lignin (Marton dan Granzow., 1982). Demikian juga
keberadaan natrium hidroksida meningkatkan kemampuan delignifikasi etanol. Chips
yang didelignifikasi dengan campuran encer etanol dan natrium hidroksida lebih
mudah untuk didefiberisasi daripada yang didelignjifikasi dengan soda atau dengan
proses kraft. Pelarut organik mengurangi tegangan permukaan larutan pemasak, pada
temperatur tinggi mendorong penetrasi alkali ke dalam chips dan difusi pemecahan
produk lignin dari chips ke cairan. Secara bersamaan, etanol juga mendegradasi
lignin dan mencegahnya dari kondensasi. Pulp kayu cemara telah diproduksi
menggunakan rasio pelarut dengan kayu 5:1 dan rasio volume etanol dengan air 1:1.
Temperatur pemasakan dapat bervariasi dari 423-443 K. Penggunaan etanol
memungkinkan waktu pemasakan yang jauh lebih singkat. Pada hasil yang sama,

VII-12
kandungan sisa lignin dari pulp etanol-NaOH sedikit lebih tinggi daripada pulp kraft.
Kekuatan pulp juga sedikit lebih rendah tetapi kecerahan pulp yang tidak diputihkan
lebih tinggi daripada pulp kraft.
Sarkanen (1982) telah mempresentasikan metode basa untuk defiberisasi
selektif dan delignifikasi lignoselulosa. Larutan pemasak mengandung air, reagen
organik yang dapat bercampur dengan air, dan senyawa sulfida atau bisulfida.
Pereaksi organik dapat berupa alkohol alifatik, misalnya etanol, atau keton. Hasil
pulp yang diproduksi sangat tinggi dibandingkan dengan pembuatan pulp kraft.
Menurut Chiang dan Sarkanen (1983) 0,3 M amonium sulfida dalam 30-50%
etanol-air adalah larutan pemasak yang efisien untuk mendelignifikasi kayu hemlock
pada rasio cairan-ke-kayu 10:1. Temperatur pembuatan pulp yang optimal adalah
453 K. Tingkat delignifikasi meningkat dengan bertambahnya jumlah amonium
sulfida. Pulp hemlock dengan nomor kappa 45,8 diketahui mudah diputihkan hingga
kecerahan 86ºGE dalam hasil 55%. Pulp yang diputihkan memiliki nilai viskositas
yang tinggi dan baik kekuatan tarik maupun kekuatan putusnya memadai, sedangkan
kekuatan sobeknya rendah. Chips kayu kapuk lebih mudah didelignifikasi daripada
kayu hemlock. Diperlukan jumlah amonium sulfida yang lebih rendah dan angka
kappa yang rendah sekitar 15 tercapai. Hasil dari pulp kayu kapuk adalah 12-13%
lebih tinggi dari pulp kraft yang sesuai. Pulp kayu kapuk yang tidak diputihkan
memiliki nilai kekuatan tarik tinggi. Kekuatan sobeknya sebanding dengan pulp
kraft, tetapi kekuatan sobeknya lebih rendah daripada pulp kraft kapuk.
Pulp jenis semi kimia dapat diproduksi dengan memasak ampas tebu dalam
larutan etanol (40-60%). Pulp ini memiliki hasil tinggi, angka kappa tinggi dan sifat
kekuatan rendah. Menambahkan natrium hidroksida ke larutan pemasak dapat
meningkatkan selektivitas delignifikasi dan menghasilkan pulp dengan hasil yang
baik, angka kappa rendah dan sifat kekuatan yang dapat diterima. Menambahkan
anthraquinone sebagai katalis pada pelarut etanol-air-natrium hidroksida dapat
meningkatkan hasil pulp, menurunkan angka kappa dan meningkatkan sifat kekuatan
(Valladares dkk., 1984).
Penambahan etanol memiliki pengaruh yang kompleks terhadap kinerja
berbagai turunan anthraquinone pada proses alkali (Chacon dan Lai., 1985). Etanol
meningkatkan kelarutan aditif dalam sistem pelarut. Dengan kebanyakan aditif juga

VII-13
menstabilkan karbohidrat. Efek positif pada efisiensi delignifikasi dapat diamati
dengan sedikit penambahan etanol, tetapi konsentrasi etanol yang tinggi (>50%)
menghambat delignifikasi.
Penambahan etanol dan anthraquinone secara simultan ke dalam larutan
pemasak natrium hidroksida telah diketahui menambahkan keuntungan yang tidak
bisa didapat dengan penggunaan masing-masing aditif saja. Konsumsi alkali selama
pembuatan pulp menurun 10-25% bila etanol digunakan dalam pembuatan pulp
soda-anthraquinone. Hasil pulp meningkat 1-4% pada kayu. Konsentrasi etanol
optimum dalam larutan pemasak adalah 25-30%. Pulp yang dihasilkan dengan
metode ini agak lebih lemah dari pulp kraft. Studi kelayakan yang dilakukan
menunjukkan, bagaimanapun, bahwa metode ini tidak menguntungkan secara
ekonomi (Janson dan Vuorisalo., 1986).

7.3.3 Pelarut Alkohol Lainnya


Metanol dan etanol adalah alkohol yang paling populer digunakan pada
proses delignifikasi. Namun, beberapa alkohol lain juga telah diusulkan untuk
digunakan sebagai larutan pemasak (Muurinen, 2000). Alkohol dengan titik tinggi
didih seperti propanol, butanol, dan glikol juga dapat digunakan (Brosse dkk., 2017).

7.3.3.1 Propanol dan Isopropanol


Pulp semi kimia dan kimia dari kayu cedar Jepang (sugi) telah diproduksi
dengan larutan pemasak sulfit yang mengandung 40-50% isopropanol. Penambahan
alkohol ke dalam larutan natrium dan magnesium sulfit menyebabkan penghematan
energi yang signifikan untuk pembuatan serat pulp semi kimia. Pulp yang diproduksi
dengan metode ini memiliki sifat kekuatan yang lebih baik daripada pulp semi kimia
konvensional. Pulp kimia dapat diproduksi dengan asam magnesium sulfit dan
isopropanol. Hasil pulp adalah 42-45%. Sifat kekuatan dari pulp ini lebih rendah dari
pulp kraft (Sakai dkk., 1983).
Pembuatan pulp pinus dengan pelarut alkohol-magnesium bisulfit
menghasilkan isoeugenol dan eugenol sebagai produk sampingan (Sakai dkk., 1987).
Hasil pulp alkohol-bisulfit kayu lunak lebih tinggi daripada pulp kraft pada tingkat
nomor kappa yang sama. Dari alkohol yang diuji, hasil terbaik dicapai dengan
isopropanol dan 2-butanol.

VII-14
Penambahan 40% isopropanol ke larutan pemasak sulfit netral untuk
memproses pinus dapat mempercepat delignifikasi (Sakai dan Uprichard., 1987).
Laju dan selektivitas delignifikasi dapat ditingkatkan dengan penambahan
isopropanol pada pembuatan pulp magnesium bisulfit dan magnesium asam-bisulfit.
Pulp isopropanol-bisulfit memiliki hasil yang lebih baik, angka kappa lebih rendah
dan sifat kertas yang lebih baik daripada pulp bisulfit konvensional. Pulp bisulfit
asam isopropanol memiliki sifat kekuatan yang serupa dengan pulp yang diproduksi
secara konvensional, tetapi laju dan selektivitas delignifikasi meningkat.
Deineko dan Nikitina (1989) telah mempelajari penggunaan oksigen sebagai
agen delignifikasi untuk memproses serbuk gergaji pohon cemara dengan larutan
pemasak propanol dan propanol-air. Pada penggunaan oksigen dalam pembuatan
pulp dengan alkohol anhidrat, jumlah lignin dan karbohidrat terlarut lebih dari dua
kali lipat jumlah terlarut dalam atmosfer inert. Pulp yang dihasilkan saat memasak
dengan larutan 60% propanol pada temperatur 433 K selama dua jam sangat efisien,
mengandung sekitar 7% lignin dan menghasilkan sekitar 50% pulp.
Keuntungan dari pembuatan pulp oksigen-alkohol dibandingkan dengan
pembuatan pulp langsung dengan alkohol adalah temperatur memasak yang lebih
rendah dan memungkinkan untuk memproses kayu keras dan kayu lunak (Deineko
dan Kikitina., 1989).
Mun (1989) telah melakukan delignifikasi kayu lunak (sugi) menggunakan
larutan isopropanol 50% dan magnesium bisulfit. Lignin yang diperoleh dari lindi
hitam menunjukkan massa molekul yang agak tinggi dan hanya sedikit modifikasi
yang terjadi pada struktur kimianya.

7.3.3.2 Butanol
Seperti banyak alkohol lainnya, butanol pada awalnya digunakan sebagai
pelarut untuk membusuk kayu untuk mempelajari lignin. (Akpakpan dkk., 2012).
Butanol digunakan dalam penelitian kinetika delignifikasi ampas tebu (Nada dkk.,
1998), larutan pemasak mengandung 50% butanol dan katalis NaOH sebanyak 12%.
Bailey (1939) telah mematenkan proses menghasilkan selulosa murni dari
kayu dengan mengolahnya menggunakan larutan alkohol monohidroksi yang
memiliki setidaknya empat atom karbon. Setidaknya tiga atom karbon harus dalam
rantai lurus. Alkoholnya harus memiliki sifat tidak larut dalam air pada temperatur

VII-15
dibawah 373 K, tetapi larut di dalamnya pada temperatur diatas 373 K. Alkali
anorganik juga ditambahkan ke dalam larutan pemasak dalam jumlah dari 2-10%,
pembuatan pulp dilakukan pada temperatur 373-473 K.
Aspen dan pinus telah diproses dalam larutan butanol untuk mencegah proses
hidrolisis. Ditemukan bahwa semua lignin dari aspen dan 80% lignin dari pinus dapat
dihilangkan. Lignin pinus yang tersisa dengan mudah dilarutkan dalam pelarut yang
sama dengan adanya 2% natrium hidroksida. Studi lignin menunjukkan bahwa lignin
mungkin terdapat sebagian dalam kombinasi kimia dengan selulosa dan sebagian
bebas (Akpakpan dkk., 2012).
Penambahan 2% alkali (NaOH) ke dalam larutan pemasak yang mengandung
butanol dan air dalam jumlah yang sama dapat mempercepat proses delignifikasi.
Pulp yang dihasilkan hampir berwarna putih, mengandung 0,33% lignin, diproduksi
dengan hasil 43-50%, dengan waktu pemasakan aspen selama 15 menit dan pinus
selama 1 jam. Butanol dengan mudah dipulihkan. Hanya 10% dari total volume
cairan yang harus didistilasi, karena 95% butanol tidak dapat larut dalam cairan dan
dapat dipisahkan. Ekstraksi dengan di-isopropil eter juga dapat digunakan untuk
memulihkan butanol dari lindi hitam (Akpakpan dkk., 2012).
Pada larutan pemasak butanol yang bersifat basa dengan menambahkan
natrium hidroksida, lindi hitam dapat dipisahkan menjadi dua lapisan pada saat
pendinginan. Lignin terkonsentrasi di lapisan air yang lebih rendah. Lapisan alkohol
di bagian atas dapat langsung digunakan dalam pembuatan clarutan pemasak
(Akpakpan dkk., 2012).
N-butanol 50% dapat digunakan untuk menghilangkan lignin dari kayu pinus
secara efektif. Pada temperatur pemasakan 478 K dan tekanan 2,2 MPa kandungan
lignin asli kayu (30,2%) dapat diturunkan menjadi 16,1% dengan waktu tinggal 12
jam (Bower dan April, 1977).
McGee dan April (1982) telah membandingkan pelarut etanol dan
delignifikasi pinus dengan pelarut 1-butanol. Diketahui bahwa pembuatan pulp
butanol menghasilkan tingkat delignifikasi yang jauh lebih tinggi daripada
pembuatan pulp etanol.
Jerami padi yang didelignifikasi dengan pelarut butanol dan ditambahkan
katalis menunjukkan perlakuan dengan katalis asam dan pelarut butanol 50% pada

VII-16
temperatur 443 K selama satu jam menghasilkan penyisihan lignin yang hampir
sempurna (>90%). Komponen lignoselulosa dapat dengan mudah dipisahkan saat
delignifikasi dengan butanol. Fase pelarut mengandung lignin, fase air mengandung
gula dan selulosa dalam fase padat (Selva dkk., 1983).
Ghose dkk (1983) telah membandingkan butanol dan etanol dalam
pembuatan pulp jerami padi. Kedua alkohol adalah agen delignifikasi yang efektif
untuk residu pertanian. Karena peningkatan material yang lebih tinggi dan
peningkatan aksesibilitas pelarut, pra-perendaman meningkatkan proses
delignifikasi. Butanol memiliki ukuran molekul yang lebih besar dan mungkin
merupakan pelarut lignin yang lebih baik karena polaritasnya, tetapi tidak seefektif
etanol dalam dekristalisasi selulosa.
Pengaruh pelarut pada hasil lignin terlarut dari pinus Hondurensis Caribaea
telah diteliti. Hasil tertinggi (81,5%) dengan metode klason lignin diperoleh dengan
pelarut n-butanol. Pelarut lainnya adalah metanol, etanol, n-propanol, 2-butanol,
tetrahidrofuran, 1,4-dioksana, aseton dan kloroform (Curvelo dkk., 1990).
Terenteva dkk (1990) telah menganalisis struktur bahan berserat kayu aspen
setelah proses delignifikasi dengan larutan butanol berair (50%) dengan adanya 0,5-
1% asam klorida sebagai katalis. Untuk mempercepat delignifikasi, dan untuk
mencegah kondensasi lignin, chips pertama kali diekstraksi dengan pelarut butanol.
Faktor utama yang mempengaruhi struktur serat adalah jumlah katalis yang
digunakan dan proses ekstraksi awal.
Sebuah proses gabungan antara delignifikasi dan pemutihan telah diteliti.
Pembuatan pulp dilakukan dalam pelarut alkohol yang mengandung, misalnya tert-
butil alkohol. Tert-butil peroksida digunakan sebagai bahan pemutih. Alkohol yang
terbentuk dari proses hidroperoksida selama pemutihan didaur ulang menjadi pulp
(Shaban dan Suciu., 1993).

7.3.3.3 Glikol
Delignifikasi pohon cemara dengan glikol menggunakan asam klorida
sebagai katalis menghasilkan pulp bebas lignin yang mengandung 2% pentosan.
Setelah memisahkan pentosan, hasil pulp adalah 41,8% (Muurinen, 2000).
Tumbuhan semusim dapat didelignifikasi pada temperatur tinggi (403-433 K)
dan tekanan tinggi menggunakan glikol atau gliserol sebagai pelarut. Delignifikasi

VII-17
dapat dilakukan tanpa katalis tetapi penambahan asam formiat 0,2% atau asam asetat
dapat mempercepat proses (Muurinen, 2000).
Grondal dan Zenczak (1956) telah mematenkan proses pembuatan pulp
dimana trietilen glikol digunakan sebagai pelarut. Larutan pemasak mengandung
trietilen glikol anhidrat dan 0,03-0,5% aluminium klorida per berat chips kayu.
Pembuatan pulp dilakukan pada temperatur 393-408 K dan tekanan atmosfer selama
1-4 jam. Jika tekanan super atmosfer digunakan, tidak diperlukan katalis. Lignin
diendapkan dari lindi hitam dengan menambahkan air. Lindi yang tersisa dipekatkan
dengan menguapkan air dan digunakan kembali sebagai larutan pemasak.
Proses pembuatan pulp dimana bahan lignoselulosa diolah pada tekanan
atmosfer dan temperatur 313-363 K dengan cairan yang mengandung glikol dengan
dua sampai tiga atom karbon dan pereaksi basa telah dipatenkan oleh Meyer dkk
(1961). Pereaksi alkali dapat dipilih dari kelompok yang terdiri dari hidroksida
logam alkali dan karbonat. Jumlah alkali adalah 5-50% per berat kayu, yang dihitung
sebagai natrium hidroksida. Sulfida logam alkali juga dapat digunakan, dengan
muatan 3-10% per berat kayu.
Schwenzon (1965) telah membuat pulp menggunakan pelarut yang
mengandung glikol dan asam salisilat. Temperatur pemasakan adalah 433-443 K dan
metode ini dapat dengan mudah membuat pulp birch dan poplar. Schwenzon (1966)
juga menggunakan asam asetilsalisilat sebanyak 3% dalam pelarut glikol. Pulp
poplar yang diperolehnya sangat terang sehingga tidak diperlukan pemutihan. Lignin
terlarut yang diendapkan dengan mengencerkan lindi hitam sangat reaktif.
Pulp kayu putih dapat dibuat dengan larutan asam salisilat 3% dalam glikol
pada temperatur 443 K. Hasil pulp memiliki bilangan kappa rendah dan hasil sekitar
50%. Metode ini dengan katalis asam dan sifat kertas dari pulp ini mirip dengan pulp
bisulfit (Nelson, 1977).
Etilena-, propilena-, dan butilena glikol atau alkohol lain yang lebih tinggi
dapat digunakan untuk melarutkan bahan baku lignoselulosa. Sebelum perlakuan
alkohol, bahan harus direndam dengan asam (misalnya asam sulfat) dan dikeringkan
pada temperatur dibawah 373 K. Perlakuan alkohol dilakukan pada temperatur diatas
473 K selama 2 sampai 60 menit. Sebagian bahan atau seluruhnya larut selama

VII-18
perlakuan. Bahan terlarut dapat digunakan dalam produksi plastik. Selulosa juga
dapat diproduksi dengan metode ini (Unger dkk., 1979).
Burkart (1989) telah mematenkan suatu metode untuk menghilangkan lignin
dan karbohidrat non-karbohidrat lainnya serta karbohidrat non-selulosa dari bahan
lignoselulosa. Pertama, bahan direndam dengan larutan yang merupakan produk
reaksi trietilen glikol dan asam organik. Setelah impregnasi, bahan dipanaskan
dengan cepat hingga temperatur antara 392-403 K, dipertahankan selama 2-5 menit.
Teknik konvensional dapat diterapkan untuk memisahkan pulp dan lindi hitam.
Pemulihan lignin dari lindi hitam setelah pembuatan pulp etilen glikol
ternyata lebih praktis dilakukan dengan pengasaman encer lindi glikol bekas
daripada dengan penguapan. Pada temperatur rendah, lignin yang diperoleh kembali
adalah bahan seperti gel yang tidak mungkin untuk disaring, tetapi pada temperatur
yang lebih tinggi (>343 K) lignin mengendap menjadi partikel halus dan memaksa
penyaringan yang sangat lambat. Temperatur optimum untuk pengendapan lignin
adalah 323-333 K. Satu bagian larutan encer asam ditambahkan ke tiga bagian lindi
hitam. Konsentrasi asam klorida dalam larutan presipitasi adalah 0,05%.
Kromatografi permeasi gel menunjukkan bahwa berat molekul rata-rata lignin glikol
adalah 4762 g/mol. Mikroskop elektron menunjukkan bahwa lignin mengandung
partikel yang pada dasarnya berbentuk bola dengan kisaran ukuran 0,5-2,5 m (Thring
dkk., 1990).
Setelah hidrolisis glikol lignin dengan basa, residu lignin memiliki atom
karbon lebih tinggi dan kandungan oksigen lebih rendah daripada lignin asli. Nilai
kalor dari sisa lignin ini meningkat selama depolimerisasi dengan hidrolisis basa.
(Thringe dkk., 1990).
Kayu poplar atau serbuk gergaji yang dihaluskan dapat difraksinasi menjadi
selulosa, hemiselulosa dan lignin dengan proses dua tahap. Tahap pertama adalah
autohidrolisis dengan perlakuan air-uap. Langkah pretreatment ini menghilangkan
lebih dari 90% hemiselulosa dan sekitar 20% lignin. Tahap kedua adalah pemrosesan
organosolv dengan glikol encer (6-10%). Langkah ini menghasilkan 100% fraksi
selulosa. (Thring dkk., 1993).
Pada pemrosesan aspen, birch, dan beech menggunakan pelarut etilena glikol
dengan rasio cairan 5:1, Rutkowski dkk (Rutkowski dkk., 1993) mendapati pulp

VII-19
dengan rendemen 48-65 %, dengan bilangan kappa 10-63 dan kecerahan sampai
50%. Hasil terbaik diperoleh dengan menggunakan larutan encer etilena glikol 80%
pada temperatur pemasakan maksimum 448-453 K dan waktu pemasakan 180 menit.
Hasilnya ditingkatkan lebih lanjut dengan menambahkan 2% sodium bisulfit ke
cairan pemasak dan dengan mengosongkan semua udara dari digester.
Etilena glikol telah diusulkan untuk digunakan sebagai agen delignifikasi
untuk ampas tebu. Peralatan tersebut dapat diadaptasi dari industri bit gula. Lignin
diendapkan dari sisa lindi hitam dengan menambahkan air. Kemudian lignin disaring
dan filtrat didistilasi. Produk atas distilasi mengandung asam organik dan produk
bawah mengandung etilen glikol (Chaudhuri, 1996).
Hilangnya etilen glikol selama proses pulping disebabkan oleh reaksi pelarut
dengan bahan kimia kayu, perubahan kimia pada bahan itu sendiri dan akhirnya
terjadi penguapan (Surma dan Slusarska, 1998).

7.3.4 Katalis Pada Delignifikasi Alkohol


Penambahan katalis pada proses delignifikasi dengan pelarut alkohol
bertujuan untuk meningkatkan efektifitas delignifikasi bahan baku. Katalis yang
biasa ditambahkan dapat berupa asam maupun basa. Asam mineral, asam organik
dan garam logam pereaksi asam juga dapat digunakan sebagai katalis. Bahan baku
lignoselulosa dapat dimasak menggunakan rasio pelarut:kayu sebesar 4:1 (kg:kg).
Cairan pemasak adalah campuran air-metanol yang mengandung 50-80% metanol.
Magnesium, kalsium, barium klorida atau nitrat biasa digunakan sebagai katalis
dengan konsentrasi 0,005-1M. Temperatur pemasakan sekitar 453-483 K dan waktu
memasak kurang dari 2 jam (Muurinen, 2000).
Proses katalis basa yang menggunakan NaOH dalam pelarut metanol dan
etanol, belakangan ini lebih diminati untuk pembuatan pulp. Mekanisme kimia dari
proses ini belum sepenuhnya dijelaskan. Pendekatan yang digunakan untuk melihat
peranan katalis NaOH pada proses ini mengikuti reaksi yang sama seperti pada
delignifikasi soda, tetapi kehadirannya metanol dan etanol meningkatkan degradasi
lignin sekaligus mengurangi proses kondensasi, dengan retensi karbohidrat yang
lebih tinggi daripada proses kraft (Sahin, 2022). Reaksi yang terjadi tidak mampu

VII-20
melarutkan seluruh selulosa alam, hanya sebagian selulosa yang terdepolimerisasi
dengan derajat polimerisasi rendah dapat larut dalam NaOH (Ismiyati, 2009).

Gambar 7.1 Reaksi Lignin Dengan Gugus Hidroksil dari NaOH Pada Proses
Delignifikasi Organosolv (Ismiyati, 2009)

Garam dengan logam alkali tanah seperti kalsium klorida atau magnesium
sulfat juga dapat digunakan sebagai katalis pada pelarut metanol (78%). Pembuatan
pulp dari kayu cemara menunjukkan dua tahap delignifikasi, keduanya memiliki
kinetika reaksi orde pertama. Pada tahap pertama, delignifikasi berhasil
menghilangkan 70% lignin, hilangnya sisa lignin lebih lambat pada tahap
delignifikasi residual. Penggunaan katalis garam seperti kalsium atau magnesium
klorida, sulfat atau nitrat dapat mendelignifikasi kayu lunak maupun kayu keras ke
bilangan kappa lebih rendah menggunakan pelarut metanol 80% (Muurinen, 2000).
Pada proses katalis asam, asam mineral dan asam organik telah digunakan.
Namun, reaksi katalis asam yang ada dalam proses sangat kompleks, termasuk
kondensasi, hidrolisis ikatan α-eter dan ikatan parsial hidrolisis β-eter, pelepasan
formaldehida dan penataan ulang radikal bebas. Katalis asam dapat menghilangkan
xilan, selama proses penghilangan lignin. Juga, lebih lama dari waktu reaksi dan pH
yang lebih rendah agar menghilangkan lebih banyak glukomanan dan arabinoxylan
di dinding sel bahan baku lignoselulosa (Sahin, 2022). Lignin yang dipulihkan dari
lindi hitam hasil delignifikasi dengan pelarut metanol 70% dan katalis 0,01M asam
sulfat menghasilkan lignin yang sangat mirip dengan yang dihasilkan pada proses
soda (Muurinen, 2000).
Penggunaan katalis asam pada proses delignifikasi organosolv adalah metode
yang paling umum yang memanfaatkan asam mineral seperti asam klorida (HCl) dan
asam sulfat (H2SO4) untuk pengolahan bahan baku lignoselulosa. Menurut Brosse
dkk (2017), penambahan katalis asam dapat meningkatkan hidrolisis enzimatik pulp
dan pada saat yang sama meningkatkan jumlah glukosa yang dapat difermentasi.
Sehingga, penambahan katalis asam dapat meningkatkan kualitas lignoselulosa

VII-21
sebagai bahan baku fermentasi untuk menghasilkan glukosa. Namun, proses
delignifikasi organosolv dengan penambahan asam sebagai katalis tidak cocok dalam
perspektif ekonomi dan lingkungan. Hal ini dikarenakan sifat asam yang beracun,
berbahaya, dan korosif terhadap reaktor. Oleh karena itu, telah dilakukan beberapa
penelitian yang berfokus pada pemanfaatan asam encer sebagai katalis. Hingga saat
ini, berbagai jenis asam mineral encer seperti sulfat, klorida, nitrat, fosfat, dan asam
perasetat telah diujicobakan (Zheng dkk., 2009). Di antara asam-asam ini, asam
sulfat menjadi yang terbaik karena harganya yang murah dan efisien (Timilsena,
2012).
Sebuah metode untuk membuat pulp dari bahan baku lignoselulosa lainnya
menggunakan pelarut etanol telah dipatenkan pada tahun 1932 (Kleinert dan
Tayenthal., 1932). Kandungan air dari larutan pemasak dapat bervariasi antara 20-
75%. Delignifikasi dilakukan di bawah tekanan tinggi pada temperatur diatas 423 K
dan larutan pemasak diganti beberapa kali selama delignifikasi. Tingkat pH cairan
diatur dengan menambahkan basa atau asam dalam konsentrasi kurang dari 0,1%.
Kondisi reaksi dalam pembuatan pulp asam etanol-hidroklorat encer dari
kayu maple tidak berpengaruh pada hasil minyak yang dapat disuling. Mekanisme
delignifikasi etanol telah terbukti melibatkan reaksi depolimerisasi dan polimerisasi.
Minyak yang dapat disuling dibentuk oleh pembelahan agregat lignin molekul tinggi,
sementara reaksi polimerisasi secara simultan menghasilkan polimer kompleks yang
tidak larut dalam etanol (Hewson dkk., 1941).
Delignifikasi kayu maple dengan pelarut etanol melibatkan penyederhanaan
lignin-lignin atau lignin-karbohidrat, atau keduanya, dan dikatalisis oleh adanya ion
hidrogen atau hidroksil dalam larutan pemasak. Kenaikan temperatur mempercepat
pemutusan rantai lignin dengan adanya pelarut yang tepat (Hewson dkk., 1941).

7.4 PELARUT ASAM ORGANIK


7.4.1 Asam Asetat
Asam asetat, seperti kebanyakan bahan kimia organik yang digunakan untuk
memproduksi pulp, awalnya digunakan untuk mengisolasi lignin dari kayu
(Muurinen, 2000).

VII-22
Apostol dan Kozlov (1979) telah mempelajari efek perendaman chips birch
dengan pelarut asam asetat. Pembengkakan ditemukan secara signifikan lebih rendah
pada chips yang direndam dengan berbagai konsentrasi asam asetat (9-90%)
dibandingkan pada chips yang diresapi dengan air murni. Ketika konsentrasi asam
asetat ditingkatkan, jumlah cairan yang diserap oleh chips juga meningkat. Chips
yang direndam dengan asam asetat tidak menunjukkan perubahan yang signifikan
dalam kepadatan dan kekuatan kompresi.
Koval dan Slavik (1963) telah menguji campuran asam asetat, asam klorida
dan aseton sebagai larutan pemasak. Penggunaan pelarut ini menghasilkan pulp yang
berkualitas baik. Keuntungan utama dari proses ini adalah temperatur delignifikasi
rendah, pembuatan pulp dilakukan pada tekanan atmosfer, pemulihan kimia
sederhana dengan distilasi, metode sederhana dapat digunakan untuk mendapatkan
lignin dengan penyaringan, hasil pulp relatif tinggi dan tidak ada polusi air.
Kelemahan utama dari proses ini adalah kesulitan dalam pemulihan lengkap asam
asetat.
Haas dan Lang (1971) mempelajari metode delignifikasi dimana bahan
lignoselulosa diperlakukan dengan larutan yang mengandung setidaknya 50% berat
asam asetat. Rasio larutan pemasak dengan kayu dari 1:1 hingga 12:1 dapat
digunakan dan temperatur antara 423-478 K. Waktu pembuatan pulp adalah 30 menit
pada temperatur yang lebih tinggi dan 16 jam pada temperatur yang lebih rendah.
Pulp yang dihasilkan memiliki kualitas yang sangat baik.
Pretreatment asam asetat atau asam formiat (pH 2) pada pulp kraft sebelum
pemutihan dengan ozon diketahui menghasilkan pulp dengan viskositas yang lebih
tinggi dan bilangan kappa yang lebih rendah daripada pulp yang diolah dengan air
sebelumnya. Jumlah ozon yang dikonsumsi dalam pemutihan juga berkurang
(Mbachu dan Manley., 1981).
Pembuatan pulp kayu aspen dan cemara skala laboratorium telah
menunjukkan bahwa delignifikasi yang baik dapat dicapai dengan memasak dengan
asam asetat berair (50-95 %) selama 30-60 menit pada temperatur 448-493 K.
Kondisi yang lebih kuat diperlukan untuk kayu lunak. Asam asetat dapat diperoleh
kembali menggunakan ekstraksi cair-cair dengan etil asetat (Young dkk., 1985).

VII-23
Delignifikasi yang baik (nomor kappa 10-40) telah dicapai dengan memasak
chips aspen dalam asam asetat encer (50-87,5%). Hasil pulp adalah 50-60%.
Mungkin perlu mencuci pulp dengan aseton untuk menghilangkan endapan lignin
setelah pemasakan. Pulp memiliki daya serap air yang memuaskan hingga baik.
(Young dan Davis., 1986).
Young dkk (1986) telah mempelajari delignifikasi cemara dengan asam
asetat. Pembuatan pulp pada temperatur 488-493 K dalam waktu singkat selama 1
jam memberikan derajat delignifikasi tertinggi. Pada konsentrasi asam asetat 87,5%
dan rasio larutan pemasak dengan kayu sebesar 8:1, pulp dengan bilangan kappa 16
dan hasil 46,2% didapatkan. Kekuatan tarik pulp sebanding dengan pulp kraft pohon
cemara dengan kandungan lignin yang sama. Asam asetat diasumsikan untuk
meningkatkan solvasi fragmen lignin dan mengurangi pengembangan serat
karbohidrat yang dominan.
Penggunaan sistem asam asetat-air dan asam asetat-air-fenol sebagai larutan
pemasak telah dipelajari. Chips kayu beech dengan didelignifikasi menggunakan
larutan pemasak asam asetat encer pada temperatur 433 K. Laju pembuatan pulp
sangat ditingkatkan dengan menambahkan sejumlah kecil fenol ke dalam larutan
pemasak. Sifat kekuatan optimum untuk pulp dicapai dengan konsentrasi asam asetat
yang tinggi (> 90%) (Sano dkk., 1986).
Nimz dkk (1986) telah mematenkan metode di mana kayu didelignifikasi
dengan pelarut asam asetat yang mengandung hingga 10% kloroetanol. Waktu
pemasakan sekitar 1-8 jam, hasil pulp diperoleh sekitar 40-60%, dan temperatur
pemasakan antara 373-388 K dan dipengaruhi oleh kandungan kloroetanol dan air (1-
55%) dari larutan pemasak. Pelarut dapat diperoleh kembali dengan distilasi vakum.
Penggunaan katalis Acylglycerol-beta-guaiacyl pada delignifikasi dengan
larutan pemasak asam asetat telah dipelajari. Pemecahan eter mengikuti dua jalur
reaksi. Yang pertama mengarah pada pembentukan keton Hibbert, sedangkan yang
kedua menghasilkan enol asetat (Davis dkk., 1987).
Menurut Zilbergleit dkk (1987) lignin yang dilarutkan dari hasil delignifikasi
birch, aspen, dan pinus dengan pelarut asam asetat memiliki sifat yang mirip dengan
lignin kraft. Lignin asam asetat merupakan adsorben yang lebih aktif daripada lignin
kraft. Lignin asam asetat kayu lunak dan kayu keras memiliki sifat hidrofilik. Data

VII-24
yang diperoleh selama proses delignifikasi dengan pelarut asam asetat pada kayu
keras dan kayu lunak (75%) menunjukkan bahwa reaktivitas lignin berubah selama
proses delignifikasi (Zilbergleit dkk., 1987).
Sifat kertas dari pulp birch dan poplar yang diproduksi dengan memasak
chips dalam larutan asam asetat 75% pada temperatur 428 K selama 4 jam telah
dipelajari. Hasil pulp yang diperoleh sekitar 50,0-48,3%, sifat kekuatan kedua pulp
lebih baik daripada pulp sulfit. Saat larutan pemasak bekas digunakan kembali untuk
pembuatan pulp dengan penambahan 33% asam asetat segar, tidak ada perubahan
signifikan pada sifat pulp yang teramati selama sepuluh siklus pembuatan pulp
(Simkhovich dkk., 1987).
Delignifikasi dengan pelarut asam asetat 70% pada kayu beech telah
dipelajari. Waktu pemasakan adalah 30-150 menit dan temperatur sekitar 428-443 K.
Rasio larutan pemasak dengan kayu bervariasi antara 3-5 kali dari berat kayu. Pulp
memiliki hasil 42-60% dan angka kappa 20-60. Hasil terbaik diperoleh dengan
menggunakan rasio larutan pemasak dengan kayu sebesar 4,5:1 dan temperatur
pemasakan sebesar 438 K (Obrocea dan Gavrilescu., 1988).
Reznikov (1988) telah mendelignifikasi aspen dan birch dengan pelarut asam
asetat selama 180 menit pada temperatur 418 K. Tingkat delignifikasi terbesar
dicapai pada konsentrasi asam asetat 60-90%. Kayu keras juga dapat didelignifikasi
pada fase gas dengan temperatur 433 K dan konsentrasi asam asetat 75%.

7.4.2 Asam Formiat


Asam formiat adalah pelarut yang baik untuk lignin dan ekstraktif yang ada
dalam kayu. Hal ini menyebabkan pemecahan hidrolitik polimer kayu menjadi
molekul yang lebih kecil dan lebih mudah larut (Sundquist, 1996). Asam peroksi
formiat membuat lignin lebih mudah larut dengan mengoksidasi lignin dan
menjadikannya lebih hidrofilik. Sebagai bahan kimia yang sangat selektif, asam
peroksi formiat tidak bereaksi dengan selulosa dan polisakarida kayu lainnya
(Sundquist 1996).
Reznikov dan Zilbergleit (1980) telah mempelajari bahwa pulp dapat
diperoleh dengan memasak chips kayu dengan pelarut asam formiat, hidrogen
peroksida ditambahkan sebagai oksidan dan asam sulfat sebagai katalis.

VII-25
Pulp dapat diproduksi dari kayu keras dan kulit kayunya dengan refluks
dalam pelarut asam formiat 65-90% pada tekanan atmosfer. Pulp yang dihasilkan
memiliki kandungan hemiselulosa yang tinggi dan hasil holoselulosa yang sangat
tinggi. Lindi hitam memiliki kandungan karbohidrat yang sangat rendah dan berat
molekul lignin terlarut kurang dari 1000. Pulp kayu dapat digunakan dalam produksi
kertas atau sebagai pakan ternak (Yordania, 1982).
Pulp dapat diproduksi dengan pelarut asam formiat 80% yang mengandung
sedikit katalis. Pembuatan pulp dilakukan pada tekanan atmosfer dan setelah 45
menit pemasakan kayu keras menghasilkan pulp dengan bilangan kappa 60-65 dan
hasil mendekati 60%. Delignifikasi merupakan hasil hidrolisis, dimana air yang
dikatalisis oleh asam formiat dan oleh katalis lainnya bereaksi dengan ikatan lignin-
hemiselulosa. Hemiselulosa selanjutnya dihidrolisis membentuk asam asetat dan
gula. Asam formiat tidak bereaksi dan jumlah kehilangannya sekitar 10-20 kg per
metrik ton pulp adalah hasil dari asam yang masih tertinggal dalam pulp setelah
dicuci. Sekitar 70 kg asam formiat per metrik ton pulp terbentuk selama pembuatan
pulp kayu keras. Lignin, yang massa molekulnya kurang dari 1000 g/mol, dapat
digunakan untuk sebagai bahan baku produksi metanol, fenol, dan benzena (Bucholtz
dan Jordan., 1983).
Dalam pembuatan pulp kayu keras dengan asam formiat, delignifikasi dapat
diintensifkan dengan penambahan pelarut organik. Pelarut dapat berupa aseton,
etanol atau metanol. Temperatur pemasakan adalah 343-383 K dan rasio larutan
pemasak dengan kayu dari 2:1 sampai 5:1 dapat digunakan. Rasio pelarut organik
terhadap asam formiat adalah 0,15-0,5 dan larutan pemasak mengandung air kurang
dari 25% berat. Selulosa yang dihasilkan dengan metode ini mudah diputihkan
(Avela dkk., 1988).
Pada proses delignifikasi Eucalyptus globulus selama 90 menit pada
temperatur 363 K dengan asam formiat 80% menggunakan rasio larutan pemasak
dengan kayu sebesar 30:1 dan konsentrasi katalis 0,44%, pulp dengan hasil 56% dan
diperoleh bilangan kappa 22. Eucalyptus grandis membutuhkan asam formiat 99%,
temperatur 368 K, katalis 0,22% dan rasio larutan pemasak dengan kayu sebesar 10:1
untuk menghasilkan pulp dengan bilangan kappa 31 dan rendemen 43%. Asam
klorida digunakan sebagai katalis (Baeza dkk., 1991).

VII-26
Nimz dan Schone (1993) telah mengajukan paten untuk metode pembuatan
pulp dimana delignifikasi dilakukan dengan asam asetat dan asam formiat. Larutan
pemasak mengandung 50-95% berat asam asetat, asam format kurang dari 40% dan
air kurang dari 50%.
Penelitian tentang delignifikasi cemara dan cemara telah dilakukan pada skala
laboratorium dengan rasio larutan pemasak dengan kayu sebesar 10:1 dan temperatur
pemasakan 353 K selama 60 menit. Larutan pemasak mengandung 50% asam
formiat atau asam asetat dan 50% larutan hidrogen peroksida 25%. Asam sulfat
digunakan sebagai katalis. Sifat kekuatan dari pulp yang dihasilkan sebanding
dengan pulp kraft dan sulfit pada tingkat delignifikasi yang sama (Pen dkk., 1993).
Sun dkk (1994) telah menemukan bahwa pretreatment asam peroksi formiat
mempercepat laju pemutihan dengan sinar UV-peroksida pada pulp kraft kayu putih.
Hasil terbaik dicapai ketika pemutihan dimulai dengan pretreatment asam peroksi
formiat yang dikatalisis asam nitrat diikuti dengan ekstraksi natrium hidroksida dan
pemutihan dengan sinar UV-peroksida. Campuran asam formiat dan asam peroksi
formiat telah berhasil digunakan untuk delignifikasi kayu eukaliptus dan ampas tebu.
Pulp yang dihasilkan memiliki angka kappa yang rendah. (Perez dkk.,1998)

7.5 PEMULIHAN LARUTAN PEMASAK


Pemulihan larutan pemasak setelah proses delignifikasi merupakan salah satu
upaya untuk menghemat biaya operasi. Metode pemulihan yang digunakan
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan.
Setelah padatan terlarut dihilangkan dari lindi hitam dan cairan pencuci yang
dihasilkan dari proses pencucian pulp, cairan yang tersisa mengandung air dan
larutan pemasak sebagai komponen utama (Muurinen dan Sohlo., 1994). Metode
yang tersedia untuk pemilihan proses pemulihan larutan pemasak yang layak
diterapkan dengan cara berikut.
Wells dan Rose (1986) telah memberikan kriteria untuk pemilihan metode
pemisahan. Aturan didasarkan pada heuristik berikut:
1) Hindari penanganan fase padat dalam memproses fluida jika memungkinkan,
karena ini biasanya lebih mahal daripada penanganan cair dan gas.

VII-27
2) Hindari menambahkan agen pemisah massa jika memungkinkan, karena
setelahnya harus dihilangkan dari produk. Jika agen pemisahan harus
digunakan, maka agen pemisahan harus dihilangkan pada tahap pemisahan
berikutnya. Agen pemisahan harus merupakan komponen yang sudah ada,
jika memungkinkan.
3) Gunakan proses yang menawarkan skala ekonomi yang menguntungkan.
Berikut ini adalah aturan pemilahan metode pemisahan yang diajukan oleh
Wells dan Rose (1986):
1) Tabulasikan semua komponen dalam urutan titik didihnya. Tampilkan fraksi
mol dan pemisahan yang diinginkan.
2) Jika pemisahan yang diperlukan dapat dicapai dengan pemisahan sederhana,
lakukan tindakan yang sesuai.
3) Pertimbangkan fase campuran umpan pada rentang kondisi yang sesuai.
4) Pertimbangkan pemisahan berdasarkan perbedaan fase.
5) Bila terdapat fase padat dan gas, lakukan pemisahan dengan metode
pembersihan gas.
6) Bila terdapat fase padat dan cair, lakukan pemisahan berdasarkan pemisahan
7) Bila terdapat fase padat dan cair, pisahkan berdasarkan ketentuan berikut:
Pilihan 1 : Pemisahan dengan gravitasi
Pilihan 2 : Vaporisasi flash, kondensasi parsial
Pilihan 3 : Destilasi sederhana
Pilihan 4 : Metode destilasi lainnya, evaporasi
Pilihan 5 : Pengubah fase, mereaksikan dengan bahan kimia, dll
8) Bila satu-satunya fase adalah cairan, pisahkan berdasarkan ketentuan berikut:
Pilihan 1 : Pengendapan, jika terdapat dua atau lebih fase cair
Pilihan 2 : Ekstraksi cair-cair
Pilihan 3 : Penyerapan, mengubah fase menjadi gas-cair
Pilihan 4 : Permeasi larutan, reaksi kimia, perubahan fase
9) Bila satu-satunya fase adalah gas, pisahkan berdasarkan ketentuan berikut:
Pilihan 1 : Permeasi gas
Pilihan 2 : Adsorpsi
Pilihan 3 : Perubahan fase

VII-28
10) Bila satu-satunya fase adalah padat, pisahkan berdasarkan ketentuan berikut:
Pilihan 1 : Screening, sorting
Pilihan 2 : Reaksi kimia, perubahan fase
11) Tinjau spesifikasi produk, daur ulang, dan aliran umpan. Pertimbangkan
metode pemisahan kotoran kecil dengan metode finishing
12) Tinjau urutan pemisahan sebagai berikut:
Pilihan 1 : Hilangkan terlebih dahulu komponen yang dapat menyebabkan
reaksi yang tidak diinginkan atau yang berbahaya
Pilihan 2 : Hilangkan terlebih dahulu komponen yang membutuhkan biaya
operasi tingergi, tekanan tinggi, atau kondisi vakum
Pilihan 3 : Lakukan pemisahan yang paling sulit di terakhir
Pilihan 4 : Pisahkan komponen utama di awal
Pilihan 5 : Lakukan pemisahan yang paling mudah di awal
13) Tinjau urutan pemisahan yang dipilih. Berikan perhatian khusus pada urutan
yang melibatkan ekstrapolasi teknis peralatan dan peralatan dengan biaya
tinggi.

7.6 HASIL PEMBAHASAN


Delignifikasi organosolv menawarkan beberapa pelarut yang dapat digunakan
sebagai larutan pemasak. Namun, tidak semua pelarut cocok digunakan dalam
prarancangan pabrik ini. Pada delignifikasi dengan asam formiat, terjadi reaksi
hidrolisis hemiselulosa dan membentuk asam formiat (Bucholtz dan Jordan., 1983).
Sehingga, asam yang terbentuk dapat mengganggu jalannya proses selanjutnya.
Pelarut alkohol yang umum digunakan dalam proses delignifikasi adalah
metanol dan etanol, hal ini dikarenakan titik didihnya yang tidak terlalu tinggi.
Sehingga, kebutuhan energi yang diperlukan tidak sebanyak saat menggunakan
pelarut alkohol lainnya yang memiliki titik didih lebih tinggi. Misalnya, N-butanol
50% efektif digunakan pada temperatur pemasakan 478 K dan tekanan 2,2 MPa
waktu pemasakan selama 12 jam (Bower dan April, 1977).
Penggunaan katalis juga perlu diperhatikan, walaupun dapat meningkatkan
hasil delignifikasi, namun, beberapa kekurangannya dapat mempengaruhi proses
lanjutan pada prarancangan ini. Katalis basa yang ditambahkan ke dalam

VII-29
delignifikasi dengan pelarut alkohol mampu mendegradasi selulosa dan hemiselulosa
(Ismiyati, 2009). Sementara itu, penambahan katalis asam dapat menyebabkan reaksi
hidrolisis selulosa dan hemiselulosa sehingga membentuk glukosa (Westmoreland
dan Jefcoat., 1991).

VII-30
BAB VIII
INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA

Instrumentasi dan keselamatan kerja merupakan dua faktor yang sangat


diperhatikan dalam dunia industri untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas produk
yang diinginkan serta keselamatan karyawan maupun alat proses. Instrumentasi
digunakan untuk mengontrol jalannya suatu proses agar produksi menjadi optimal.
Sedangkan keselamatan kerja untuk mengurangi bahkan menghilangkan peluang
terjadinya kecelakaan di tempat kerja yang dapat timbul sewaktu-waktu.

8.1 INSTRUMENTASI
Dalam pengoperasian suatu proses industri haruslah memenuhi beberapa
persyaratan seperti masalah keamanan (safety), pengaruh terhadap lingkungan dan
lain-lain. Untuk memenuhi syarat tersebut, maka diperlukan suatu sistem yang dapat
memonitor dan mengendalikan setiap proses yang terdapat di dalamnya sehingga
lebih efisien. Efisien yang dimaksud ialah dapat berjalan sesuai dengan yang telah
direncanakan dan mengurangi resiko kesalahan.
Instrumentasi adalah ilmu pengetahuan dalam penerapan alat ukur dan sistem
pengendalianan pada suatu objek untuk mengetahui harga numerik variabel suatu
besaran proses dan juga untuk tujuan mengendalikan besaran proses supaya berada
dalam batas daerah tertentu atau pada nilai besaran yang diinginkan (set point).
Instrumentasi dan sistem kontrol yang diterapkan diharapkan dapat menghasilkan hal-
hal sebagai berikut (PT Pertamina (Persero), 2007):
1. Kualitas produk yang lebih baik dalam waktu pemrosesan yang lebih singkat.
2. Biaya produksi yang lebih murah karena:
- Penghematan bahan mentah dan bahan bakar.
- Peningkatan efisiensi waktu mesin dan pekerja.
- Pengurangan produksi yang rusak.
3. Peningkatan keselamatan personil dan peralatan.
4. Pengurangan polusi lingkungan dari bahan limbah hasil proses.

VIII-1
Pada prarancangan pabrik pembuatan sodium lignosulfonat dari bahan baku
sabut kelapa ini, instrumentasi yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian Temperatur (Temperature Control)
Temperature Control (TC) umumnya difungsikan sebagai regulator
temperature suatu proses baik proses pemanasan maupun proses pendinginan.
Pengendalian temperature membaca data dari sensor lalu membandingkan
dengan set point atau referensi sehingga menghasilkan deviasi (Tadeus dan
Setiono., 2018). Peralatan yang menggunakan temperature control (TC)
seperti pada alat digester yang berfungsi mempertahankan temperature reaksi
delignifikasi tetap 120oC. Temperature Indicator (TI) adalah instrumentasi
yang digunakan untuk mengamati temperatur dari suatu alat.
2. Pengendalian Laju Alir (Flow Rate Control)
Flow Rate Control (FC) adalah instrumen yang digunakan untuk mengatur
kecepatan aliran fluida dalam pipa line atau unit proses lainnya dengan cara
mengatur output dari alat (Sitorus, 2012). Peralatan yang menggunakan flow
rate control (FC) seperti pada alat pompa untuk mempertahankan laju aliran
bahan baku dan produk hasil reaksi yang bersifat fluida. Flow Indicator (FI)
adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati laju aliran atau cairan
suatu alat.
3. Pengendalian Tekanan (Pressure Control)
Pressure Control (PC) adalah instrumen yang digunakan untuk mengamati
tekanan operasi dan apabila terjadi perubahan dapat dilakukan pengendalianan
(Putra, 2008). Peralatan yang menggunakan pressure control (PC) seperti
pada alat digester yang berfungsi mempertahankan tekanan reaksi
delignifikasi tetep 4,18 atm. Pressure Indicator (PI) adalah instrumentasi yang
digunakan untuk mengamati tekanan operasi suatu alat.
4. Pengendalian Ketinggian (Level Control)
Level Control (LC) adalah instrumen yang digunakan untuk mengatur
ketinggian (level) cairan dalam suatu alat dengan operasi dari sebuah control
valve yang mengatur rate cairan masuk atau keluar proses (Sitorus, 2012).

VIII-2
Peralatan yang menggunakan level control (LC) seperti pada tangki
penyimpanan metanol. Level Indicator Controller (LI) adalah instrumentasi
yang digunakan untuk mengamati ketinggian cairan dalam suatu alat.
5. Pengendalian Berat (Weight Control)
Weight Control (WC) adalah instrumen yang berfungsi mengatur berat bahan
yang masuk maupun keluar dari tempat penyimpanan. Peralatan yang
menggunakan weight control (WC) seperti pada Silo NaOH.

Pertimbangan-Pertimbangan dalam Pemilihan Alat Instrumentasi


Agar tujuan penggunaan alat instrumentasi dapat tercapai, maka dalam
perencanaannya perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Menentukan pemilihan instrumentasi harus memperhatikan tentang pemilihan
dan tempat pemasangan alat, agar initial failure dari alat tersebut dapat
dihindari setelah alat dipasang.
2. Sifat-sifat instrumen harus dipahami dan harus dipilih dengan kriteria sebagai
berikut:
- Reliability. Reliability dapat dipenuhi dengan memperhatikan beberapa
aspek, diantaranya: Sedikit gangguan dan sedikit kerusakan pada alat, serta
alat mudah ditangani
- Maintainability. Alat yang digunakan harus mudah dan murah dalam hal
perawatan dan pemeliharaan.
- Perlu diperhatikan bahwa apabila reliability alat semakin tinggi, maka
material instrument cost akan semakin rendah.
(Considine, 1985).

Berdasarkan pertimbangan tersebut, instrumentasi yang digunakan pada


prarancangan pabrik sodium lignosulfonat dari sabut kelapa ini diuraikan pada Tabel
8.1.

VIII-3
Tabel 8.1 Daftar Penggunaan Instrumentasi pada Prarancangan Pabrik Pembuatan
Sodium Lignosulfonat dari Sabut Kelapa
Jenis
No. Nama Alat Kegunaan
Instrumen
1. Pompa FC Mengontrol laju alir fluida dalam
pipa
2. Blower FC Mengontrol laju alir fluida dalam
pipa
3. Silo NaOH WC Mengontrol berat NaOH keluar
4. Chip Bin WC Mengontrol berat chip sabut kelapa
keluar
5. Silo NaHSO3 WC Mengontrol berat NaHSO3 keluar
6. Silo NaLS WC Mengontrol berat NaLS keluar
7.. Decanter LC Mengontrol tinggi campuran dalam
tangki
8. Tangki Penyimpanan LC Mengontrol tinggi cairan dalam
tangki
9. Tangki Pencampuran LC Mengontrol tinggi cairan dalam
tangki
10. Digester TC Mengontrol suhu operasi
PC Mengontrol tekanan operasi
11. Reaktor Sulfonasi TC Mengontrol suhu operasi
PC Mengontrol tekanan operasi
12. Cooler TC Mengontrol suhu operasi
13. Kondensor TC Mengontrol suhu operasi
14. Fired Heater TC Mengontrol suhu operasi
15. Spray Dryer LI Mengamati ketinggian bahan

8.2 KESELAMATAN KERJA


Dalam lingkungan industri, keselamatan kerja harus mendapatkan perhatian
yang cukup besar dan tidak boleh disepelekan karena menyangkut keselamatan
manusia dan kelancaran dalam bekerja. Tujuan pelaksanaan keselamatan kerja adalah
untuk menciptakan lingkungan kerja yang selamat dengan melakukan penilaian
secara kualitatif dan kuantitatif serta untuk menciptakan kondisi yang sehat bagi
karyawan dan masyarakat di sekitar industri.

VIII-4
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang
Keselamatan Kerja No.1 pada tanggal 12 Januari 1970 sebagai pedoman pokok dalam
usaha penanggulangan masalah kerja (Putra, 2008). Semakin tinggi tingkat
keselamatan kerja suatu industri maka akan meningkatkan konsentrasi para pekerja
sehingga akhirnya akan meningkat pula produktivitas dan efisiensi kerja.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan pabrik untuk menjamin keselamatan
kerja antara lain:
1. Menanamkan kesedaran dan keselamatan kerja bagi seluruh pekerja.
2. Pada daerah yang rawan kecelakaan dipasang papan peringatan.
3. Adanya penerangan yang cukup dan sistem pertukaran udara/ventilasi yang
baik.
4. Menempatkan peralatan keselamatan dan pencegahan kebakaran di daerah
yang rawan akan kecelakaan atau kebakaran.
5. Pemasangan alarm (tanda bahaya), sehingga bila terjadi bahaya dapat segera
diketahui.
6. Penyediaan poliklinik dengan sarana yang memadai untuk pertolongan
sementara.

Tindakan penjagaan keselamatan dan keamanan suatu industri tidak hanya


ditujukan kepada para pekerjanya, tetapi juga pada peralatan industri itu sendiri.
Peralatan di dalam industri haruslah kuat, tidak mudah rusak, bocor ataupun terbakar.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja adalah:
1. Lingkungan Fisik
Meliputi: mesin, peralatan produksi dan lingkungan kerja (suhu, penerangan,
dll). Kecelakaan kerja bias disebabkan oleh kesalahan perencanaan, aus,
rusak, kesalahan pembelian, penyusunan dari peralatan dan sebagainya.
2. Latar Belakang Kerja
Yaitu sifat/karakter yang tidak baik dari pekerja yang merupakan sifat dasar
pekerja maupun lingkungannya. Sifat/karakter tersebut meliputi:
- Tidak cocoknya manusia/pekerja terhadap mesin atau lingkungan kerja.

VIII-5
- Kurangnya pengetahuan dan keterampilan.
- Ketidakmampuan fisik, mental serta faktor bakat lainnya.
- Kurangnya motivasi kerja dan kesadaran akan keselamatan kerja.
3. Sistem Manajemen
Sistem manajemen ini merupakan unsur terpenting karena menjadi pengatur
kedua unsur sebelumnya. Kesalahan sistem manajemen dapat menyebabkan
kecelakaan kerja yang disebabkan oleh:
4. Prosedur kerja tidak diterapkan dengan baik.
5. Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pemeliharaan dan modifikasi
pabrik serta tidak adanya inspeksi perusahaan.
6. Tidak adanya sistem penanggulangan bahaya.

8.2.1 Alat-Alat Keselamatan Kerja di Pabrik Pembuatan Sodium


Lignosulfonat dari Sabut Kelapa
Alat-alat keselamatan kerja atau yang biasa disebut alat pelindung diri (APD)
merupakan peralatan yang harus digunakan saat bekerja sesuai dengan bahaya dan
resiko kerja untuk melindungi tenaga kerja maupun orang lain di sekitar tempat kerja.
Pada prarancangan pabrik pembuatan sodium lignosulfonat ini, alat-alat pelindung
diri yang digunakan adalah sebagai berikut:

8.2.1.1 Pelindung kepala


Pelindung kepala digunakan untuk melindungi kepala dari berbagai bahaya
seperti terbentur, kejatuhan benda-benda, panas radiasi, api maupun percikan bahan-
bahan korosif. Pelindung kepala dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:
1. Topi pengaman (safety helmet), digunakan untuk melindungi kepala dari
benturan dan kejatuhan benda-benda. Topi pengaman harus terbuat dari bahan
yang tidak mudah terbakar, tidak menghantarkan listrik, ringan, dan mudah
dibersihkan.

VIII-6
2. Hood, digunakan untuk melindungi kepala dari bahan kimia, api, dan panas
radiasi tinggi. hood terbuat dari bahan asbes, wol, katun yang dicampur
dengan aluminium, dan sebagainya.
3. Tutup kepala (hair cap), digunakan untuk melindungi kepala dari kotoran,
debu, dan melindungi rambut dari bahaya terjerat oleh mesin-mesin yang
berputar. Tutup kepala terbuat dari bahan katun atau bahan lain yang mudah
dicuci.

8.2.1.2 Pelindung Mata dan Wajah


Pelindung mata dan wajah digunakan untuk melindungi mata dan wajah dari
debu, radiasi, percikan bahan-bahan korosif, serta mencegah iritasi mata yang
disebabkan oleh paparan gas atau uap. Pelindung mata dan wajah terdiri dari
kacamata (spectacles) dengan atau tanpa pelindung samping (shideshield), goggles
(cup type/boxtype), dan tameng muka (face shreen/face shield). Lensa dari kacamata
pengaman/goggles dapat dibuat dari plastik transparan atau kaca.

8.2.1.3 Pelindung Pendengaran


Pelindung pendengaran dibagi menjadi dua jenis yakni sumbat telinga (ear
plug) dan tutup telinga (ear muff). Sumbat telinga yang baik dapat menahan frekuensi
tertentu namun tidak mengganggu frekuensi pembicaraan. Sumbat telinga dibuat dari
bahan kapas, wax, plastik, maupun karet. Adapun tutup telinga dilengkapi dengan
busa atau cairan untuk untuk menahan frekuensi suara yang lebih besar.

8.2.1.4 Pelindung Pernapasan


Pelindung pernapasan (respirator) dibagi menjadi 2 jenis sebagai berikut:
1. Respirator pemurni (air purifying respirator)
- Chemical respirator, digunakan untuk membersihkan udara dengan
adsorpsi atau absorpsi. Respirator jenis ini tidak boleh digunakan di
lingkungan dengan gas atau uap ekstrem karena dapat menyebabkan
kekurangan oksigen.

VIII-7
- Mechanical filter respirator, digunakan melindungi diri dari paparan
aerosol zat padat maupun aerosol zat cair dengan cara filrasi.
- Kombinasi mechanical and filter respirator, digunakan pada saat proses
penyemprotan pestisida dan cat. Respirator ini dilengkapi dengan adsorben
dan filter sehingga lebih berat dibandingkan respirator biasa.
2. Respirator penyedia udara (breathing apparatus)
Respirator jenis ini digunakan sebagai penyuplai oksigen apabila terjadi
paparan zat kimia yang bersifat toksik maupun kekurangan oksigen.
Breathing apparatus terbagi menjadi menjadi 3, yakni air line respirator, air
horse respirator/homemask, dan self-contained breathing apparatus.

8.2.1.5 Pelindung Tangan


Pelindung tangan dapat berupa sarung tangan biasa (gloves), sarung tangan
berlapis logam (gauntlets), maupun sarung tangan mitts mittens (bagian keempat jari
selain ibu jari menyatu).

8.2.1.6 Pelindung kaki


Pelindung kaki yang digunakan berupa sepatu keselamatan kerja (safety
shoes) untuk melindungi kaki dari bahaya kejatuhan benda-benda berat, percikan
bahan kimia korosif, serta tertusuk benda-benda tajam. Jenis-jenis sepatu keselamatan
dibagi berdasarkan bahaya yang mungkin terjadi.

8.2.1.7 Pelindung Ketinggian


Pelindung ketinggian dibutuhkan bagi pekerja yang bekerja di ketinggian
untuk melindungi dari bahaya terpeleset dan jatuh. Sehingga wajib untuk
menggunakan tali dan sabuk pengaman.

8.2.1.8 Pelindung Tubuh


Bagi pekerja pria yang menangani mesin, maka pakaian kerja harus berlengan
pendek, tidak longgar pada dada atau punggung, serta tidak memiliki lipatan-lipatan.
Bagi pekerja wanita, sebaiknya mengenakan celana panjang, tutup kepala, dan tidak
memakai perhiasan. Bagi pekerja yang bekerja di waktu malam atau di tempat minim

VIII-8
pencahayaan, dapat ditambahkan rompi nyala yakni rompi yang menggunakan bahan
yang dapat menyala jika terkena cahaya.

8.2.2 Pencegahan Terhadap Kebakaran dan Ledakan


Pencegahan bahaya kebakaran dan ledakan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Memasang alarm kebakaran di tempat yang strategis seperti power station,
laboratorium, dan ruang proses.
2. Menyiagakan mobil pemadam kebakaran di fire station.
3. Menyediakan fire hydrant di daerah penyimpanan bahan kimia, proses
produksi, dan perkantoran.
4. Menyediakan fire extinguisher di bangunan pabrik untuk memadamkan api
yang relatif kecil.
5. Memasang smoke detector di daerah stasiun listrik.

8.2.3 Pencegahan Terhadap Bahaya Listrik


Pencegahan bahaya listrik yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Setiap instalasi maupun peralatan listrik harus diamankan dengan pemakaian
sekring atau pemutus arus listrik otomatis lainnya.
2. Rangkaian kabel listrik harus dirancang secara terpadu dengan tata letak
pabrik untuk menjaga keselamatan dan kemudahan saat dilakukan perbaikan.
3. Penempatan dan pemasangan motor-motor listrik tidak boleh mengganggu
lalu lintas pekerja.
4. Memasang papan tanda larangan yang jelas pada daerah sumber tegangan
tinggi.
5. Memberikan Isolasi kawat hantaran listrik sesuai keperluan.
6. Setiap peralatan yang menjulang tinggi wajib dilengkapi dengan penangkal
petir.
7. Memberikan isolasi khusus pada kabel-kabel listrik yang berdekatan dengan
peralatan bersuhu tinggi.

VIII-9
8.2.4 Pencegahan Terhadap Bahaya Mekanik
Pencegahan bahaya mekanis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Peralatan dilengkapi dengan penahan yang cukup berat untuk mencegah
kemungkinan terguling atau terjatuh.
2. Ruang gerak karyawan didesain cukup lebar dan tidak menghambat kegiatan
karyawan.
3. Perpipaan sebaiknya diletakkan di atas permukaan tanah, di atap lantai
pertama bila di dalam gedung, atau setinggi 4,5 meter bila di luar gedung agar
tidak menghalangi kendaraan yang lewat.
4. Peralatan diletakkkan sedemikian rupa sehingga tidak menyulitkan operator
dalam bekerja maupun saat perbaikan
5. Peralatan yang bergerak atau berputar harus dilengkapi tutup pelindung untuk
menghindari terjadinya kecelakaan kerja.

8.2.5 Pencegahan Terhadap Bahaya Bahan-Bahan Kimia


Upaya pencegahan bahaya dari bahan-bahan kimia dilakukan sebagai berikut:
1. Menyediakan dan memahami MSDS (Material Safety Data Sheet) untuk
semua bahan-bahan kimia yang digunakan di pabrik.
2. Mengenakan peralatan pelindung diri yang sesuai saat bekerja dengan bahan-
bahan kimia.
3. Tidak dibenarkan makan, minum, merokok, dan aktivtas sejenis di kawasan
produksi maupun laboratorium.

8.2.6 Konsep 5R di Area Kerja


Konsep 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin) merupakan nilai-nilai
yang harus diterapkan oleh semua orang di lingkungan kerja, baik di pabrik maupun
di kantor. Konsep 5R dapat menjadi langkah awal pencegahan terjadinya kecelakaan
kerja. Konsep 5R tersebut adalah sebagai berikut (PT Danayasa Arthatama Tbk.,
2017):

VIII-10
1. Ringkas, dilakukan dengan memisahkan semua barang yang diperlukan dan
menyingkjarkan barang-barang yang tidak diperlukan di tempat kerja.
2. Rapi, dilakukan dengan menempatkan barang-barang sesuai dengan
tempatnya sehingga tidak terkesan berantakan.
3. Resik, dilakukan dengan membersihkan tempat maupun peralatan kerja
sehingga mampu menciptkana lingkungan kerja yang bersih dan nyaman.
4. Rawat, dilakukan dengan menjaga hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan
kerja seperti tempat maupun peralatan agar dapat terus digunakan.
5. Rajin, meliputi ketepatan waktu kerja, ketepatan pemenuhan target pelanggan,
serta mempertahankan target yang telah terjacai sehingga tercipta lingkungan
kerja yang kondusif.

VIII-11
BAB IX
UTILITAS

Unit utilitas pada suatu pabrik adalah salah satu bagian yang sangat penting
untuk menunjang jalannya proses produksi dalam suatu industri kimia, sehingga
kapasitas produksi semaksimal mungkin dapat dicapai. Unit utilitas yang diperlukan
pada pabrik surfaktan sodium lignosulfonat dari sabut kelapa ini yaitu:
a. Air yang berfungsi sebagai air proses, air umpan boiler, air sanitasi dan air
untuk pemadam kebakaran.
b. Steam sebagai media pemanas dalam proses produksi.
c. Listrik yang berfungsi untuk menjalankan alat-alat produksi, utilitas dan untuk
penerangan.
d. Bahan bakar untuk mengoperasi boiler.

Dari kebutuhan unit utilitas yang diperlukan, maka utilitas tersebut dibagi
menjadi 5 unit, yaitu:
1. Penyediaan uap (steam)
2. Penyediaan air
3. Pengolahan limbah
4. Penyediaan bahan kimia
5. Penyediaan listrik
6. Penyediaan bahan bakar

9.1 PENYEDIAAN UAP (STEAM)


Kualitas steam yang diperlukan dalam proses diperhitungkan menurut
pemakaian setiap harinya dari masing-masing alat berdasarkan perhitungan dari neraca
massa dan energi sebelumnya. Pada prarancangan pabrik surfaktan sodium li ini, steam
yang harus disediakan adalah saturated steam 133,5C, 3 bar. Adapun rincian
kebutuhan steam pada pabrik ini dapat ditunjukkan pada Tabel 9.1.

IX-1
Tabel 9.1 Kebutuhan Steam
No. Nama Alat Kebutuhan (kg/jam)
1. Digester 16.498,4658
2. Reaktor Sulfonasi 647,8890
TOTAL 17.146,3548

Total steam yang dibutuhkan dilebihkan sebanyak 20% dari hasil perhitungan
neraca energi. Maka, total steam yang disediakan adalah sebagai berikut:
Total steam = (1+ 20%) × 17.146,3548 kg/jam
= 20.575,6258 kg/jam

Sebanyak 80% kondensat dari steam pemanas (saturated steam 133,5°C, 3 bar)
dapat digunakan kembali. Maka, jumlah kondensat yang dapat digunakan kembali
adalah sebagai berikut:
Kondensat bekas 3 bar = 80% × 20.575,6258 kg/jam
= 16.460,5006 kg/jam

9.2 PENYEDIAAN AIR


Air adalah komponen yang sangat vital untuk memastikan keberlangsungan
operasi pabrik, dikarenakan air menjadi sumber daya yang dibutuhkan dalam setiap
proses dan kegiatan yang dilangsungkan dalam lingkup pabrik. Untuk memenuhi
kebutuhan air pada pabrik, direncanakan untuk menyuplainya dari air sungai.
Kebutuhan air dalam pabrik antara lain meliputi:

9.2.1 Kebutuhan Air


9.2.1.1 Air Umpan Boiler
Air umpan boiler yang dibutuhkan dalam pabrik ini dapat dihitung sebagai
berikut:
Air umpan boiler = Kebutuhan steam – kondensat yang dapat digunakan
= 20.575,6258 kg/jam – 16.460,5006 kg/jam
= 4.115,1252 kg/jam

IX-2
9.2.1.2 Air Pendingin
Rincian kebutuhan air pendingin ditunjukkan pada Tabel 9.2. Air pendingin
yang telah digunakan akan dibawa ke cooling tower (T-501) untuk didinginkan dan
digunakan kembali. Pada proses pendinginan ini, sejumlah air hilang akibat
penguapan, drift loss, maupun blowdown. Kehilangan air karena drift loss umumnya
> 0,02% dari jumlah air pendingin yang masuk ke cooling tower. Adapun kehilangan
air akibat blowdown umumnya bergantung pada jumlah sirkulasi air pendingin,
berkisar 3-5 siklus (Perry dan Green, 2008). Pada penyediaan air pendingin ini, air
yang hilang karena drift loss ditetapkan sebanyak 0,03% dari jumlah air pendingin
yang masuk diproses, dan air yang hilang karena blow down ditetapkan sebanyak 5
siklus. Banyaknya air yang hilang karena penguapan, drift loss, dan blow down
dihitung menggunakan Persamaan 9.1 sampai 9.3 sebagai berikut.

Tabel 9.2 Kebutuhan Air Pendingin


No. Nama Alat Kebutuhan (kg/jam)
1. Kondensor 259.239,9001
2. Cooler 6.720,3731
TOTAL 265.960,2732

We = 0,00085Wc(T2-T1) (9.1)
Wd = Faktor drift loss × Wc
(9.2)
We - (S - 1)Wd
Wb = (9.3)
S-1
Dimana:
We = Jumlah air yang hilang akibat penguapan (kg/jam)
Wc = Jumlah air yang memasuki cooling tower (kg/jam)
Wb = Jumlah air yang hilang karena blow down (kg/jam)
S = jumlah siklus
T1 = Temperatur air masuk = 25°C = 77°F
T2 = Temperatur air keluar = 60°C = 140°F

Jumlah air yang hilang akibat penguapan


We = 0,00085 × 265.960,2732 kg/jam × (140°F – 77°F)
= 14.242,1726 kg/jam

IX-3
Jumlah air yang hilang karena drift loss
Wd = 0,03% × 265.960,2732 kg/jam
= 79,7881 kg/jam

Jumlah air yang hilang karena blow down


Wb = 3.480,7551 kg/jam
Total air yang hilang akan menjadi make-up water pada proses pendinginan air.
Maka, total air yang hilang adalah sebagai berikut:
Total air hilang = We + Wd + Wb
= 14.242,1726 kg/jam + 79,7881 kg/jam + 3.480,7551 kg/jam
= 17.802,7158 kg/jam

9.2.1.3 Air Proses


Adapun kebutuhan air proses pada prarancangan pabrik ini ditunjukkan pada
Tabel 9.3.

Tabel 9.3 Kebutuhan Air Proses


No. Nama Alat Kebutuhan (kg/jam)
1. Tangki Pencampuran Metanol 7.404,0241
2. Tangki Pelarutan NaOH 18.020,4604
3. Tangki Pelarutan H2SO4 4.065,1954
TOTAL 29.489,6799

9.2.1.4 Air Domestik


Menurut Kementerian PUPR (2018), kebutuhan air untuk kawasan industri
berkisar 0,2-0,8 l/s. Ditetapkan kebutuhan air sebanyak 0,5 l/s. Maka, total kebutuhan
air untuk kawasan industri dapat dihitung sebagai berikut:
Densitas air = 995,68 kg/m3
= 0,912 kg/l
Total kebutuhan air domestik = 0,5 l/s × 0,912 kg/l × 3.600 s/jam
= 1.792,224 kg/jam

9.2.1.5 Air Laboratorium


Kebutuhan air untuk laboratorium direncanakan sebanyak 20% dari kebutuhan
air domestik sebagai berikut:

IX-4
Kebutuhan air laboratorium = 20% × 1.792,224 kg/jam
= 358,445 kg/jam

9.2.1.6 Air Poliklinik


Menurut Kementerian PUPR (2018), kebutuhan air untuk poliklinik adalah
2.000 l/unit/hari atau 82,973 kg/jam.

9.2.1.7 Air Kantin


Menurut Kementerian PUPR (2018), kebutuhan air untuk kantin adalah 100
l/tempat duduk/hari. Ditetapkan jumlah tempat duduk sebanyak 75% dari total
karyawan yakni 150 buah, maka kebutuhan air untuk kantin dapat dihitung sebagai
berikut.
100 l/tempat duduk/hari × 150 tempat duduk × 0,99568 kg/l
Kebutuhan air kantin =
24 jam/hari

= 622,300 kg/jam

9.2.1.8 Air Musholla


Menurut Kementerian PUPR (2018), kebutuhan air untuk musholla adalah
3.000 l/unit/hari atau 124.460 kg/jam.

9.2.1.9 Air Pemadam


Kebutuhan air untuk pemadam adalah 40 l/hari atau 1,659 kg/jam (Degremont,
1991). Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka total kebutuhan air pada
prarancangan pabrik untuk start up dan kontinu ditunjukkan pada Tabel 9.4 dan 9.5.

Tabel 9.4 Kebutuhan Air untuk Start Up


No. Jenis Keperluan Kebutuhan Air (kg/jam)
1. Air untuk steam 20.575,6258
2. Air pendingin 265.960,2732
3. Air proses 29.489,6799
4. Air domestik 1.792,224
5. Air untuk laboratorium 358,445
6. Air untuk poliklinik 82,973
7. Air untuk kantin 622,300
8. Air untuk musholla 124,460
9. Air untuk pemadam dan taman 1,659
TOTAL 319.007,6396

IX-5
Tabel 9.5 Kebutuhan Air untuk Kontinu
No. Jenis Keperluan Kebutuhan Air (kg/jam)
1. Air umpan boiler 4.115,1252
2. Air pendingin (make up water) 17.802,7158
3. Air proses 29.489,6799
4. Air domestik 1.792,224
5. Air untuk laboratorium 358,445
6. Air untuk poliklinik 82,973
7. Air untuk kantin 622,300
8. Air untuk musholla 124,460
9. Air untuk pemadam dan taman 1,659
TOTAL 54.389,5816

9.2.2 Proses Pengolahan Air


Untuk memenuhi kebutuhan air pada pabrik surfaktan lignosulfonat ini, maka
direncanakan untuk memasok air dari Sungai Rokan, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi
Riau. Sebelum digunakan, air tersebut masih perlu diproses terlebih dahulu sebelum
akhirnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan air. Kualitas air Sungai Rokan,
Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 9.6.

Tabel 9.6 Kualitas Air Sungai Rokan


No. Parameter Satuan Nilai Baku Mutu Kelas I*
1. pH - 6,92 6-9
≤ 5 (Baik)
2. Turbidity - 2,7 5 – 25 (Sedang)
≥ 25 (Jelek)
3. BOD5 mg/l 12,27 2
4. COD mg/l 38,46 10
5. DO mg/l 7,93 6
6. Nitrit sebagai N mg/l 0,001 0,06
7. Amonia (NH3N) mg/l 0,11 0,5
MPN/
8. Total Coliform 4.800 1.000
100 ml
9. Kobalt (Co) mg/l <0,05 0,2
10. Kadmium (Cd) mg/l <0,01 0,01
11. Kromium (Cr) mg/l <0,05 0,05
12. Tembaga (Cu) mg/l < 0,005 0,02
13. Besi (Fe) mg/l 0,052 0,3
14. Timbal (Pb) mg/l <0,08 0,03

IX-6
Tabel 9.6 (Lanjutan)
15. Mangan (Mn) mg/l <0,03 0,1
16. Seng (Zn) mg/l <0,005 0,05
17. Klor (Cl) mg/l 0,25 600
18. Sulfat mg/l 3,6 400
19. Minyak & Lemak mg/l 2,1 1000
20. Senyawa fenol mg/l 0,005 1
Sumber: KLHK (2020), Rahmi dan Elfi., (2022)
Catatan: *Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021

Berdasarkan Tabel 9.6 diketahui bahwa air Sungai Rokan masih belum
memenuhi baku mutu kelas I sehingga perlu dilakukan pengolahan agar dapat
digunakan. Pada lokasi pengambilan air akan dibangun fasilitas pengambilan air
(water intake) yang berfungsi sebagai tempat pengolahan awal air sungai sebelum
dibawa ke pabrik. Pengolahan tahap awal yang dilakukan berupa coarse screening
menggunakan bar rocks (Tchobanoglous dkk., 2003). Setelah melewati coarse
screening, air akan dibawa ke pabrik agar diolah lebih lanjut sebelum digunakan untuk
berbagai kebutuhan. Berikut ini diuraikan tahapan pengolahan air pada prarancangan
pabrik ini.

9.2.2.1 Klarifikasi
Klarifikasi merupakan proses penghilangan kekeruhan dan pengendapan
partikel yang telah tersuspensi di dalam air dengan bantuan bahan kimia. Proses
klarifikasi berlangsung di dalam clarifier (CL-U01). Proses klarifikasi meliputi
koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi. Koagulasi merupakan tahap destabilisasi
partikel koloid dengan pengadukan cepat (rapid mixing) dan bahan kimia yakni
aluminium sulfat (Al2(SO4)3) sebagai koagulan utama serta soda abu (Na2CO3) sebagai
koagulan pendukung. Selain itu, Na2CO3 juga berfungsi untuk mempercepat
pengendapan dan menyesuaikan pH air. Flokulasi merupakan tahap pembentukan dan
pembesaran flok yang diikuti dengan pengadukan lambat. Adapun sedimentasi
merupakan tahap pengendapan flok yang telah terbentuk dengan bantuan gaya
gravitasi. Reaksi yang terjadi pada proses klarifikasi ditunjukkan pada Persamaan 9.4
dan 9.5 (Degremont, 1991).
Al2(SO4)3 + 6Na2CO3 + 6H2O  2Al(OH)3 + 12Na+ + 6HCO3- + 3SO4-2 (9.4)
2Al2(SO4)3 + 6Na2CO3 + 6H2O  4Al(OH)3 + 12Na+ + 6SO4-2 + 6CO2 (9.5)

IX-7
Pada proses klarifikasi, Al2(SO4)3 yang digunakan berkisar 10–150 g/m3,
sedangkan Na2CO3 yang digunakan berkisar 50–100% dari jumlah Al2(SO4)3
(Degremont, 1991). Pada perancangan utilitas ini, jumlah Al2(SO4)3 yang digunakan
sebesar 150 g/m3 dan jumlah Na2CO3 yang digunakan sebesar 50% dari jumlah
Al2(SO4)3. Maka, total bahan kimia yang dibutuhkan dihitung sebagai berikut:
Total kebutuhan air = 54.389,5816 kg/jam
54.389,5816 kg/jam
Total volume air = = 54,6256 m3/jam
995,680 kg/m3

Dosis Al2(SO4)3 = 150 g/m3 = 0,15 kg/m3


Dosis Na2CO3 = 50% × 0,15 kg/m3 = 0,075 kg/m3
Kebutuhan Al2(SO4)3 = 0,15 kg/m3 × 54,6256 m3/jam = 8,1938 kg/jam
Kebutuhan Na2CO3 = 0,075 kg/m3 × 54,6256 m3/jam = 4,0969 kg/jam

9.2.2.2 Filtrasi
Filtrasi merupakan proses pemisahan partikel padatan tersuspensi atau koloid
dari aliran air dengan cara melewatkannya melalui lapisan bahan-bahan granular
berpori. Pada perancangan utilitas ini, filtrasi yang digunakan adalah rapid sand filter
dengan 3 lapis media filter berupa antrasit, pasir, dan garnet yang disusun secara
gradasi. Air yang telah melewati tangki filtrasi (F-U01) akan ditampung di tangki
utilitas I (TT-U02) lalu dialirkan untuk diolah menjadi air proses dan air domestik.
Menurut Reynolds dan Richards (1996), karakteristik media filter antrasit, pasir, dan
garnet adalah sebagai berikut:
- Antrasit
Kedalaman : 420-530 mm (530 mm)
Ukuran efektif : 0,95–1 mm (1 mm)
Koefisien keseragaman : 1,55 – 1,75 (<1,75)
- Pasir
Kedalaman : 150 – 30 mm (30 mm)
Ukuran efektif : 0,45 – 0,55 mm (0,50 mm)
Koefisien keseragaman : 1,5 – 1,65 (1,60)
- Granet
Kedalaman : 75 – 115 mm (115 mm)
Ukuran efektif : 0,20 – 0,35 mm (0,20 mm)

IX-8
Koefisien keseragaman : 1,6 – 2,0 (<1,60)
- Laju alir filtrasi : 2,72 – 6,80 l/s.m2
Dalam proses filtrasi, partikel yang tersaring di media filter akan menyumbat
pori-pori dan menyebabkan clogging (penyumbatan) sehingga meningkatkan head
loss aliran air di media filter. Untuk menghilangkan clogging dilakukan pencucian
media filter dengan cara memberikan aliran balik pada media filter (backwash).
Pencucian balik ini bertujuan media filter dan mengangkat kotoran yang menyumbat
pori-pori media filter.
Air yang digunakan untuk kebutuhan domestik dan sejenisnya akan mengalami
proses klorinasi, yakni penambahan klor yang bertujuan mereduksi zat organik,
mengoksidasi logam, menyisihkan kandungan amonia, serta membunuh kuman.
Sumber klor yang digunakan umumnya kaporit (CaOCl2) karena efektif dalam
inaktivasi patogen serta relatif murah (Herawati dan Yuntarso, 2017).
Menurut Herawati dan Yuntarso (2017), apabila digunakan kaporit dengan
kadar klorin 70%, maka dosisnya 6-10 g/1.000 l air yang akan diolah. Sedangkan jika
menggunakan kaporit dengan kadar klorin 50%, maka dosisnya berkisar 12-20 g/1.000
l air yang akan diolah. Pada perancangan utilitas ini akan digunakan kaporit dengan
konsentrasi klorin 70%. Dosis yang dipakai adalah 10 g/1.000 liter air yang akan
diolah. Maka, kaporit yang dibutuhkan dapat dihitung sebagai berikut:
Dosis kaporit = 10 g/1.000 l = 0,01 kg/m3
Kebutuhan kaporit = 0,01 kg/m3 × 54,6256 m3/jam = 0,5463 kg/jam

9.2.2.3 Demineralisasi
Air yang digunakan sebagai penghasil steam akan memasuki tahap pengolahan
lanjut. Tahap pengolahan lanjut diawali dengan proses demineralisasi untuk
mengurangi kandungan garam-garam terlarut sebelum digunakan sebagai umpan
boiler. Proses demineralisasi menggunakan penukar ion (ion exchanger) meliputi
penukar kation (CE-U01) dan penukar anion (AE-U01). Perancangan penukar kation
dan anion mengacu pada Tabel 9.7.

Tabel 9.7 Karakteristik Penukar Kation dan Anion yang Digunakan


Parameter Penukar Kation Penukar Anion
Kapasitas pertukaran 14,5 kg/ft3 21,3 kg/ft3
Jenis regeneran Asam NaOH

IX-9
Tabel 9.7 (Lanjutan)
Kebutuhan regeneran 3,7 lb/ft3 3 lb/ft3
Konsentrasi regeneran 2% 10%
Sumber: Kemmer (1988)
Penukar Kation (Cation Exchanger)
Penukar kation berfungsi mengikat kation dalam air serta mengurangi
kesadahan air dengan bantuan resin. Mekanisme yang terjadi adalah menukar kation-
kation yang terlarut dalam air dengan kation-kation yang ada dalam resin. Apabila
resin telah jenuh dengan kation dari air, maka resin akan diregenerasi menggunakan
H2SO4 (siklus hidrogen) maupun NaCl (siklus natrium). Reaksi yang terjadi pada
proses pertukaran kation dan regenerasi ditunjukkan pada Persamaan 9.6 sampai 9.9
(Ramalho, 1977).
- Siklus hidrogen
Penyisihan H2R + M2+ → MR + 2H+ (9.6)
Regenerasi MR + H2SO4 → H2R + MSO4 (9.7)

- Siklus natrium
Penyisihan Na2R + M2+ → MR + 2Na+ (9.8)
Regenerasi MR + 2NaCl → Na2R + MCl2 (9.9)

Berdasarkan Tabel 9.6, kation yang terkandung dalam air Sungai Rokan adalah
logam Cd, Pb, Fe, Ni, dan Mg. Perancangan penukar kation pada pengolahan air ini
mengikuti tahapan sebagai berikut:
4.115,1252 kg/jam
Jumlah air yang diolah = × 264,172 gal/m3
995,68 kg/m3
= 1.091,8175 gal/jam
= 18,1970 gal/menit
Total kation = ΣKonsentrasi logam
= (0,05 + 0,01 + 0,05 + 0,005 + 0,052 + 0,08 + 0,03 + 0,005)
mg/l
= 0,2820 mg/l
= 0,0165 grains/gal
Total kesadahan = Total kation × jumlah air yang diolah × 60 menit/jam
× 24 jam/hari

IX-10
= 0,0165 grains/gal × 18,1970 gal/menit × 60 menit/jam
× 24 jam/hari
= 431,6737 grains/hari
= 0,4317 kg/hari

Penentuan Total Kebutuhan Resin


Total kebutuhan resin dapat dihitung sebagai berikut:
Total kesadahan
Kebutuhan resin =
Kapasitas pertukaran
0,4317 kg/hari
=
14,5 kg/ft3
= 0,0298 ft3/hari

Dengan mengacu pada jumlah air yang akan diolah (18,1970 gal/menit), maka
dipilih spesifikasi penukar kation sebagai berikut (Kemmer, 1988):
Kapasitas pengolahan = 30 gal/menit
Jumlah penukar kation = 1 unit
Diameter penukar kation = 2 ft - 6 in
Luas alas penukar kation = 4,91 ft2
Kebutuhan resin minimum = 12 ft3 pada 30 in
Kebutuhan air pembilas = 30 gal/menit

Penentuan Waktu Regenerasi


Waktu regenerasi dapat dihitung sebagai berikut:
Kebutuhan resin minimum × Kapasitas pertukaran
Waktu regenerasi =
Total kesadahan

12 ft3 × 14,5 kg/ft3


=
0,4317 kg/hari

= 403,0822 hari
≈ 404 hari

Penentuan Kebutuhan Regeneran


Kebutuhan regeneran/siklus dapat ditentukan sebagai berikut:
Jumlah regeneran/siklus = Kebutuhan regeneran × Kebutuhan resin minimum
= 3,7 lb/ft3 × 12 ft3

IX-11
= 44,4 lb/siklus
= 20,1395 kg/siklus

Penukar Anion (Anion Exchanger)


Penukar anion bertujuan menukar anion yang terkandung dalam air dengan ion
hidroksida (OH-) dari resin. Apabila resin telah jenuh dengan anion dari air, maka resin
akan diregenerasi menggunakan NaOH. Reaksi yang terjadi pada proses pertukaran
anion dan regenerasi ditunjukkan pada Persamaan 9.10 dan 9.11 (Ramalho, 1977).
Penyisihan R(OH)2 + A2- → RA + 2OH- (9.10)
Regenerasi RA + 2NaOH → R(OH)2 + A2- (9.11)

Berdasarkan Tabel 9.6, anion yang terkandung dalam air Sungai Rokan adalah
PO43-. Perancangan anion exchanger pada pengolahan air ini mengikuti tahapan
sebagai berikut:
4.115,1252 kg/jam
Jumlah air yang diolah = × 264,172 gal/m3
995,68 kg/m3

= 1.091,8175 gal/jam
= 18,1970 gal/menit
Jumlah anion fosfat = 6,45 mg/l
= 0,377 grains/gal
Total kesadahan = Total anion × jumlah air yang diolah × 60 menit/jam
× 24 jam/hari
= 7,49 grains/gal × 18,1970 gal/menit × 60 menit/jam
× 24 jam/hari
= 11.465,3761 grains/hari
= 11,4654 kg/hari

Penentuan Total Kebutuhan Resin


Total kebutuhan resin dapat dihitung sebagai berikut:
Total kesadahan
Kebutuhan resin =
Kapasitas pertukaran
11,4654 kg/hari
=
21,3 kg/ft3
= 0,5383 ft3/hari

IX-12
Dengan mengacu pada jumlah air yang akan diolah (18,1970 gal/menit), maka
dipilih spesifikasi penukar kation sebagai berikut (Kemmer, 1988):
Kapasitas pengolahan = 30 gal/menit
Jumlah penukar kation = 1 unit
Diameter penukar kation = 2 ft - 6 in
Luas alas penukar kation = 4,91 ft2
Kebutuhan resin minimum = 12 ft3 pada 30 in
Kebutuhan air pembilas = 30 gal/menit

Penentuan Waktu Regenerasi


Waktu regenerasi dapat dihitung sebagai berikut:
Kebutuhan resin minimum × Kapasitas pertukaran
Waktu regenerasi =
Total kesadahan

12 ft3 × 21,3 kg/ft3


=
11,4654 kg/hari
= 22,2932 hari
≈ 23 hari
Penentuan Kebutuhan Regeneran
Kebutuhan regeneran/siklus dapat ditentukan sebagai berikut:
Jumlah regeneran/siklus = Kebutuhan regeneran × Kebutuhan resin minimum
= 3 lb/ft3 × 12 ft3
= 36 lb/siklus
= 16,3293 kg/siklus

9.2.2.4 Deaerasi
Tahap deaerasi bertujuan menyisihkan gas-gas terlarut (CO2 dan O2) dalam air
keluaran penukar anion (AE-U01) maupun kondensat bekas sebelum digunakan
sebagai air umpan boiler. Tahap deaerasi perlu dilakukan karena keberadaan gas CO2
dan O2 dapat menyebabkan terjadinya korosi pada pipa pipa boiler sehingga
menurunkan efisiensi boiler Penyisihan gas-gas terlarut dilakukan dengan
memanaskan air hingga suhu 90°C menggunakan koil pemanas di dalam deaerator
(DE-U01).

IX-13
9.3 SPESIFIKASI PERALATAN UTILITAS
Berdasarkan uraian pada Sub Bab 9.1 dan 9.2, maka telah dilakukan
perhitungan spesifikasi peralatan utilitas pada prarancangan pabrik pembuatan
surfaktan sodium lignosulfonat. Detail perhitungan spesifikasi peralatan utilitas dapat
dilihat pada Lampiran D. Berikut ini diuraikan rangkuman hasil perhitungan
spesifikasi peralatan utilitas pada prarancangan pabrik ini.

9.3.1 Coarse Screen (S-U01)


Fungsi : Menyaring partikel-partikel padat yang berukuran 6-
150 mm
Jenis : Mechanical cleaned bar screens
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa air : 54.389,5816 kg/jam
Lebar bar (lb) : 7 mm
Tebal bar (tb) : 35 mm
Jarak antar bar (s) : 30 mm
Panjang screen (ps) : 2.000 mm (2 m)
Lebar screen (ls) : 2.000 mm (2 m)
Jumlah bar : 31 buah
Luas bukaan bar : 1,920 m2
Jumlah coarse screen : 1 unit

9.3.2 Pompa Coarse Screen (P-U01)


Fungsi : Alat transportasi air dari sungai menuju bak
penampungan awal (TT-U01)
Jenis : Pompa sentrifugal
Bahan konstruksi : Commercial steel
Jumlah : 1 unit
Nominal pipe size : 6 in
Schedule number : 40

IX-14
Outside diameter (OD) : 6,625 in = 0,1683 m
Inside diameter (ID) : 6,065 in = 0,1541 m
Inside cross-sectional area (A) : 0,0186 m2 = 0,2006 ft2
Daya motor : 1,2933 hp ≈ 2 hp

Pada prarancangan pabrik ini, digunakan beberapa pompa pada unit utilitas,
dikarenakan metode perhitungan yang digunakan adalah sama, maka pada Tabel 9.8
disajikan rangkuman spesifikasi seluruh pompa yang digunakan.

Tabel 9.8 Rangkuman Spesifikasi Alat Pompa pada Unit Utilitas


No. Nama Alat Keterangan
1. Pompa Coarse Screen Jumlah : 1 Unit
(P-U01) Laju alir volumetrik : 54,6256 m3/jam
Normal pipe size : 6 in
Diameter luar : 6,065 in
Diameter dalam : 6,625 in
Luas penampang : 0,2006 ft2
Daya motor : 2 hp
2. Pompa Bak Penampungan Jumlah : 1 Unit
(P-U02) Laju alir volumetrik : 54,6256 m3/jam
Normal pipe size : 6 in
Diameter luar : 6,065 in
Diameter dalam : 6,625 in
Luas penampang : 0,2006 ft2
Daya motor : 2 hp
3. Pompa Mixer Al2(SO4)3 Jumlah : 1 Unit
(P-U03) Laju alir volumetrik : 0,0367 m3/jam
Normal pipe size : 0,375 in
Diameter luar : 0,405in
Diameter dalam : 0,269 in
Luas penampang : 0,0004 ft2
Daya motor : 0,1 hp
4. Pompa Mixer Na2CO3 Jumlah : 1 Unit
(P-U04) Laju alir volumetrik : 0,0157 m3/jam
Normal pipe size : 0,375 in
Diameter luar : 0,405in
Diameter dalam : 0,269 in
Luas penampang : 0,0004 ft2
Daya motor : 0,1 hp

IX-15
5. Pompa Clarifier Jumlah : 2 Unit
(P-U05) Laju alir volumetrik : 27,3371 m3/jam
Normal pipe size : 4 in
Diameter luar : 4,5 in
Diameter dalam : 4,026 in
Luas penampang : 0,0884 ft2
Daya motor : 0,5 hp
6. Pompa Filtrasi Jumlah : 1 Unit
(P-U06) Laju alir volumetrik : 54,6742 m3/jam
Normal pipe size : 6 in
Diameter luar : 6,625 in
Diameter dalam : 6,065 in
Luas penampang : 0,2006 ft2
Daya motor : 2 hp
7. Pompa ke Tangki Utilitas 2 Jumlah : 1 Unit
(P-U07) Laju alir volumetrik : 1,800 m3/jam
Normal pipe size : 1,250 in
Diameter luar : 1,660 in
Diameter dalam : 1,380 in
Luas penampang : 0,0104 ft2
Daya motor : 0,1 hp
8. Pompa ke Penukar Kation Jumlah : 1 Unit
(P-U08) Laju alir volumetrik : 4,1330 m3/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in
Diameter dalam : 2,067 in
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp
9. Pompa Mixer H2SO4 Jumlah : 1 Unit
(P-U09) Laju alir volumetrik : 0,9947 m3/jam
Normal pipe size : 1 in
Diameter luar : 1,049 in
Diameter dalam : 1,315 in
Luas penampang : 0,006 ft2
Daya motor : 0,1 hp
10. Pompa ke Penukar Anion Jumlah : 1 Unit
(P-U10) Laju alir volumetrik : 4,133 m3/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in
Diameter dalam : 2,067 in
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp

IX-16
11. Pompa Mixer NaOH Jumlah : 1 Unit
(P-U11) Laju alir volumetrik : 0,1472 m3/jam
Normal pipe size : 0,375 in
Diameter luar : 0,675 in
Diameter dalam : 0,493 in
Luas penampang : 0,0013 ft2
Daya motor : 0,1 hp
12. Pompa Penyimpanan Solar Jumlah : 1 Unit
(P-U12) Laju alir volumetrik : 1,7190 m3/jam
Normal pipe size : 1,25 in
Diameter luar : 1,380 in
Diameter dalam : 1,660 in
Luas penampang : 0,0104 ft2
Daya motor : 0,1 hp
13. Pompa Bak Penampungan Jumlah : 1 Unit
Limbah Cair Laju alir volumetrik : 35,551 m3/jam
(P-501) Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,139 ft2
Daya motor : 1 hp
14. Pompa Bak Pengendapan Jumlah : 1 Unit
Awal Laju alir volumetrik : 35,551 m3/jam
(P-502) Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,139 ft2
Daya motor : 1 hp
15. Pompa Bak Netralisasi Jumlah : 1 Unit
(P-503) Laju alir volumetrik : 35,551 m3/jam
Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,139 ft2
Daya motor : 1 hp
16. Pompa Bak Aerasi Jumlah : 1 Unit
(P-504) Laju alir volumetrik : 69,3244 m3/jam
Normal pipe size : 6 in
Diameter luar : 6,625 in
Diameter dalam : 6,065 in
Luas penampang : 0,2006 ft2
Daya motor : 3 hp

IX-17
17. Pompa air menuju TT-202 Jumlah : Unit
Laju alir volumetrik : 7,2384 m3/jam
Normal pipe size : 2,5 in
Diameter luar : 2,875 in
Diameter dalam : 2,469 in
Luas penampang : 0,0332 ft2
Daya motor : 0,1 hp
18. Pompa air menuju TT-301 Jumlah : 1 Unit
Laju alir volumetrik : 17,6175 m3/jam
Normal pipe size : 3,5 in
Diameter luar : 4 in
Diameter dalam : 3,548 in
Luas penampang : 0,0687 ft2
Daya motor : 0,25 hp
19. Pompa air menuju TT-303 Jumlah : 1 Unit
Laju alir volumetrik : 3,9743 m3/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in
Diameter dalam : 2,067 in
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp

9.3.3 Bak Penampungan Awal (TT-U01)


Fungsi : Tempat penampungan air setelah melewati coarse
screen (S-U01)
Bentuk : Bak berbentuk persegi panjang
Kapasitas perancangan : 12 jam
Volume bak : 786,6081 m3
Panjang bak : 14,6534 m
Lebar bak : 7,3267 m
Tinggi bak : 7,3267 m
Material : Beton
Jumlah bak : 1 buah

9.3.4 Mixer Al2(SO4)3 (M-U01)


Fungsi : Tempat pembuatan larutan Al2(SO4)3 20%
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar

IX-18
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki :
ID Shell : 2,0788 m
Tinggi shell : 3,1181 m
Tinggi tutup : 0,4071 m
Tinggi total tangki : 3,5252 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk :
Diameter pengaduk : 0,6929 m
Jarak pengaduk : 0,6929 m
Lebar blade : 0,1386 m
Lebar sekat : 0,1732 m
Panjang blade : 0,1732 m
Daya motor : 3 hp

9.3.5 Mixer Na2CO3 (M-U02)


Fungsi : Tempat pembuatan larutan Na2CO3 20%
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki :
ID Shell : 1,5665 m
Tinggi shell : 3,1181 m
Tinggi tutup : 0,4071 m
Tinggi total tangki : 2,3498 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk :
Diameter pengaduk : 0,5222 m
Jarak pengaduk : 0,5222 m

IX-19
Lebar blade : 0,1044 m
Lebar sekat : 0,1305 m
Panjang blade : 0,1305 m
Daya motor : 1 hp

9.3.6 Clarifier (CL-U01)


Fungsi : Tempat pengolahan air dengan metode koagulasi-
flokulasi-sedimentasi dengan penambahan larutan
Al2(SO4)3 dan Na2CO3
Jenis : External solid recirculation clarifier
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Tinggi clarifier :3m
Tinggi bagian silinder :2m
Tinggi bagian konis :1m
Diameter clarifier : 5,8802 m
Tebal clarifier : 5/16 in
Jenis pengaduk : Turbin datar berdaun 6
Jumlah sekat : 4 buah
Diameter pengaduk : 1,9681 m
Tinggi pengaduk : 1,9681 m
Lebar bilah pengaduk : 0,3936 m
Panjang bilah pengaduk : 0,4920 m
Lebar sekat : 0,4920 m
Kebutuhan daya : 4 hp
Jumlah clarifier : 2 unit

9.3.7 Tangki Filtrasi (F-U01)


Fungsi : Tempat pengolahan air dengan metode filtrasi
Bentuk : Tangki silinder vertikal dengan alas dan tutup

IX-20
torispherical dished head
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Volume tangki : 81,3938 m3
Diameter tangki : 4,3750 m
Tinggi shell : 5,4138 m
Tinggi tutup : 0,8253 m
Tinggi total tangki : 7,0643 m
Tebal shell : 5/8 in
Tebal tutup : 3/16 in

9.3.8 Tangki Utilitas I (TT-502)


Bentuk : Tangki silinder vertikal dengan alas dan tutup datar
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 2 jam
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Volume tangki : 131,2182 m3
Diameter tangki : 4,8114 m
Tinggi shell : 7,2171 m
Tebal shell : 5/16 in

9.3.9 Tangki Utilitas II (TT-U03)


Bentuk : Tangki silinder vertikal dengan alas dan tutup datar
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 2 jam

IX-21
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Volume tangki : 131,2182 m3
Volume tangki : 51,840 m3
Diameter tangki : 3,5304 m
Tinggi shell : 5,297 m

9.3.10 Water Cooling Tower (T-U01)


Fungsi : Mendinginkan air pendingin bekas sebelum
digunakan kembali
Jenis : Mechanical draft cooling tower
Luas water cooling tower : 82,5893 m2
Tinggi water cooling tower : 6,6331 m
Kebutuhan daya : 40 hp
Jumlah : 1 unit

9.3.11 Mixer H2SO4 (M-U03)


Fungsi : Tempat pembuatan larutan H2SO4 2%
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 1,0044 m
Tinggi shell : 1,5065 m
Tinggi tutup : 0,2220 m
Tinggi total tangki : 1,7286 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 0,3348 m
Jarak pengaduk : 0,3348 m
Lebar blade : 0,0670 m
Lebar sekat : 0,0837 m

IX-22
Panjang blade : 0,0837 m
Daya motor : 1 hp

9.3.12 Penukar Kation (CE-U01)


Fungsi : Tempat penyisihan kation dalam air menggunakan
resin penukar kation
Bentuk : Tangki silinder vertikal dengan alas dan tutup
torispherical dished head
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Volume tangki : 5,3673 m3
Diameter tangki : 0,7620 m
Tinggi shell : 11,7694 m
Tinggi tutup : 0,1877 m
Tinggi total tangki : 11,9571 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in

9.3.13 Mixer NaOH (M-U04)


Fungsi : Tempat pembuatan larutan NaOH 10%
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 0,5313 m
Tinggi shell : 0,7969 m
Tinggi tutup : 0,1471 m
Tinggi total tangki : 0,9440 m
Tebal shell : 3/16 in

IX-23
Tebal tutup : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 0,1771 m
Jarak pengaduk : 0,1771 m
Lebar blade : 0,0354 m
Lebar sekat : 0,0443 m
Panjang blade : 0,0443 m
Daya motor : 1 hp

9.3.14 Penukar Anion (AE-U01)


Fungsi : Tempat penyisihan anion dalam air menggunakan
resin penukar anion
Bentuk : Tangki silinder vertikal dengan alas dan tutup
torispherical dished head
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Volume tangki : 5,3673 m3
Diameter tangki : 0,7620 m
Tinggi shell : 11,7694 m
Tinggi tutup : 0,1877 m
Tinggi total tangki : 11,9571 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in

9.3.15 Deaerator (DE-U01)


Fungsi : Memanaskan air umpan boiler untuk menghilangkan
gas-gas terlarut
Bentuk : Tangki silinder horizontal dengan tutup
torispherical dished head

IX-24
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 90°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Volume tangki : 24,90880 m3
Diameter tangki : 2,7651 m
Panjang shell : 4,1477 m
Tinggi tutup : 0,5319 m
Panjang total deaerator : 5,2115 m
Tebal shell : 3/8 in
Tebal tutup : 3/16 in
Daya pemanas : 500 hp

9.3.16 Boiler (B-U01)


Fungsi : Menghasilkan steam 133,5°C 3 bar
Jenis : Vertical fire tube boiler
Material : Stainless steel ASTM A268
Diameter boiler : 2,765 m
Tinggi boiler : 3,458 m
Tebal shell : 5/16 in
Diameter luar tube : ¾ in
BWG : 18
Panjang tube : 3,678 m
Pitch : 15/16 in– triangular pitch
Tube pass : 2 pass
Jumlah tube : 692 tube
Kebutuhan bahan bakar : 1.271,561 kg/jam

9.3.17 Tangki Penyimpanan Solar (TT-U04)


Fungsi : Menyimpan pelarut solar
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar

IX-25
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
ID Shell : 2,7594 m
Tinggi shell : 4,1391 m
Tinggi tutup : 0,5304 m
Tinggi total tangki : 5,1999 m
Tebal shell : 3/8 in
Tebal tutup : 3/16 in

9.4 PENGOLAHAN LIMBAH


Limbah dari suatu pabrik harus diolah sebelum dilepas ke lingkungan, karena
pada dasarnya limbah-limbah tersebut mengandung bermacam-macam zat yang dapat
membahayakan alam bahkan manusia sendiri. Demi kelestarian lingkungan hidup,
maka setiap pabrik diharuskan memiliki unit pengolahan limbahnya sendiri.
Pada prarancangan pabrik ini, potensi limbah anorganik yang dihasilkan dari
proses pembuatan sodium lignosulfonat berasal dari proses yang melibatkan bahan-
bahan kimia. Limbah anorganik yang dihasilkan berupa sludge dengan nilai COD dan
BOD masing-masing sebesar 85-90% dan 85-95% (Sperling, 2007). Sedangkan
limbah organik yang dihasilkan berasal dari kegiatan domestik di lingkungan pabrik.
Dari keseluruhan proses yang berlangsung pada prarancangan pabrik ini,
terdapat tiga jenis limbah yang dihasilkan, yaitu: limbah padat, cair, gas, dan B3.

9.4.1 Limbah Padat


Limbah padat yang dihasilkan pada pabrik ini berupa debu yang dikumpulkan
dari alat Air Filter, sehingga, masih aman untuk langsung dilepaskan ke lingkungan
sebagai bahan konstruksi.

9.4.2 Limbah Cair


Limbah cair yang dihasilkan berupa limbah domestik, dan limbah
laboratorium. Limbah cair yang diolah sendiri oleh pabrik adalah limbah cair sisa hasil
produksi. Semetara itu, limbah domestik yang dianggap tidak berbahaya untuk
lingkungan akan dibuang ke selokan air. Untuk limbah laboratorium dan poliklinik

IX-26
akan diolah menggunakan jasa pihak ke-3 (PT. PPLI)` karena terklasifikasi sebagai
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Adapun jumlah limbah cair sisa aktivitas
produksi pabrik dapat dilihat pada Tabel 9.9.

Tabel 9.9 Komposisi Limbah Cair dari Proses Produksi


Jumlah Buangan (kg/jam)
No Komponen
Decanter Centrifuges
1 Lignin - 609,8797
2 Selulosa 244,7111 24,4711
3 Hemiselulosa 1,4083 0,1408
4 Abu 29,4059 2,9406
5 Air 26.590,5787 2.751,4173
6 NaOH 59,8030 5,9803
7 NaLignat 44,7620 4,4762
8 Metanol 4.745,5029 474,5503
9 Na2SO4 1.332,1333 133,2133
10 NaHSO3 - 387,9634
11 NaLS - 261,0555
12 O2 - 78,2189
Subtotal 33.048,3051 4.734,3075
Total 37.782,6127

9.4.3 Limbah Gas


Limbah gas yang dihasilkan berasal dari proses sulfonasi lignin, yang mana
dari proses yang berlangsung di Reaktor Sulfonasi (R-401) akan terbentuk gas O2 yang
aman untuk dibuang ke udara.

9.4.4 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


Limbah B3 yang dihasilkan berasal dari laboratorium berupa bahan kimia sisa
yang digunakan untuk menganalisis mutu bahan baku yang dipergunakan dan mutu
produk yang dihasilkan, serta yang dipergunakan untuk penelitian dan pengembangan
proses dan produk. Limbah B3 juga dihasilkan dari aktivitas poliklinik. Pengolahan
limbah ini dilakukan dengan bantuan jasa pihak ketiga.

IX-27
9.5 SPESIFIKASI PERALATAN PENGOLAHAN LIMBAH
Perhitungan spesifikasi peralatan pengolahan limbah dilakukan berdasarkan
uraian pada sub bab 9. Detail perhitungan spesifikasi peralatan pengolahan limbah
dapat dilihat pada Lampiran D. Rangkuman hasil perhitungan spesifikasi peralatan
pengolahan limbah pada prarancangan pabrik ini diuraikan sebagai berikut:

9.5.1 Bak Penampungan Limbah Cair (TT-501)


Fungsi : Tempat penampungan sementara limbah cair sebelum
diolah
Bentuk : Bak berbentuk persegi panjang
Kapasitas perancangan : 12 jam
Volume bak : 511,9337 m3
Panjang bak : 12,6987 m
Lebar bak : 6,3493 m
Tinggi bak : 6,3493 m
Material : Beton
Jumlah bak : 1 buah

9.5.2 Bak Pengendapan Awal (TT-502)


Fungsi : Tempat menghilangkan padatan terlarut dengan proses
pengendapan
Bentuk : Bak berbentuk persegi panjang
Kapasitas perancangan : 12 jam
Volume bak : 511,9337 m3
Panjang bak : 12,6987 m
Lebar bak : 6,3493 m
Tinggi bak : 6,3493 m
Material : Beton
Jumlah bak : 1 buah

9.5.3 Bak Netralisasi (TT-503)


Fungsi : Menetralkan Ph limbah cair dengan penambahan Na2CO3

IX-28
Bentuk : Bak berbentuk persegi panjang
Kapasitas perancangan : 12 jam
Volume bak : 511,9337 m3
Panjang bak : 12,6987 m
Lebar bak : 6,3493 m
Tinggi bak : 6,3493 m
Material : Beton
Jumlah bak : 1 buah
Kebutuhan Na2CO3 : 5,8104 kg

9.5.4 Bak Aerasi (TT-504)


Fungsi : Tempat pengolahan limbah cair secara biologis
menggunakan activated sludge
Bentuk : Bak berbentuk persegi panjang
Volume bak : 184,007 m3
Panjang bak : 7,360 m
Lebar bak :5m
Kedalaman bak :5m
Material : Beton
Jumlah bak : 1 buah
Jenis aerator : Mechanical aerator
Kebutuhan daya aerator : 25 hp
Jumlah sludge resirkulasi : 2.463,158 mg/l

9.5.5 Bak Sedimentasi (TT-505)


Fungsi : Mengendapkan padatan terlarut effluent bak aerasi untuk
diresirkulasi sebagian ke bak aerasi
Bentuk : Bak berbentuk persegi panjang
Kapasitas perancangan : 4 jam
Volume bak : 332,7569 m3
Panjang bak : 11,00 m
Lebar bak : 5,50 m

IX-29
Tinggi bak : 5,50 m
Material : Beton
Jumlah bak : 1 buah

9.6 PENYEDIAAN BAHAN KIMIA


Kebutuhan bahan kimia untuk utilitas pada prarancangan pabrik ini adalah:
1. Al2(SO4)3 = 8,1938 kg/jam
2. Na2CO3 = 4,0969 kg/jam + 5,8104 kg/jam
= 9,9074 kg/jam
3. Kaporit = 0,5463 kg/jam
4. H2SO4 = 20,1395 kg/siklus
5. NaOH = 16,3293 kg/siklus
6. Nutrien = 0,3750 kg/hari

9.7 PENYEDIAAN LISTRIK


Kebutuhan tenaga listrik pada prarancangan pabrik surfaktan lignosulfonat ini
direncanakan dan disediakan oleh PLN dan generator listrik. Tenaga listrik yang
disediakan digunakan untuk menggerakkan motor, penerangan, instrumentasi, dan
lainnya. Kebutuhan listrik terbagi menjadi:

9.7.1 Peralatan Proses Produksi


Rincian pemakaian listrik untuk peralatan proses produksi dapat dilihat pada
Tabel 9.10 berikut.

Tabel 9.10 Rincian Pemakaian Listrik untuk Peralatan Proses Produksi


Daya Total
Nama Alat Jumlah
(hp) Daya (hp)
Belt Conveyor I (BC-101) 1 1 1
Rotary Cutter (RC-101) 20 1 20
Vibrating Screen (VB-101) 2 1 2
Bucket Elevator I (BE-101) 3 1 3
Bucket Elevator II (BE-102) 3 1 3
Pompa TT-201 ke TT-202 (P-201) 0,1 2 0,2
Tangki Pencampuran Metanol (TT-202) 3 1 3
Pompa TT-202 ke DG-201 (P-202) 0,5 1 0,5

IX-30
Tabel 9.10 (Lanjutan)
Digester (DG-201) 2 1 2
Pompa DG-201 ke E-202 (P-203) 0,25 1 0,25
Pompa E-201 ke TT-202 (P-204) 0,25 1 0,25
Pompa E-202 ke R-301 (P-205) 0,25 1 0,25
Screw Conveyor I (SC-301) 1 1 1
Tangki Pelarutan NaOH (TT-301) 1 1 1
Pompa larutan NaOH (P-301) 1 1 1
Reaktor Pelarutan Lignin (R-301) 3 1 3
Pompa R-301 ke FP-301 (P-302) 0,5 1 0,5
Belt Conveyor II (BC-301) 1 1 1
Pompa FP-301 ke R-302 (P-303) 0,5 1 0,5
Pompa TT-302 ke TT-303 (P-304) 0,1 1 0,1
Tangki Pelarutan H2SO4 (TT-303) 1 1 1
Pompa TT-303 ke R-302 (P-305) 0,1 1 0,1
Reaktor Pengendapan Lignin (R-302) 3 1 3
Pompa R-302 ke D-301 (P-306) 0,5 1 0,5
Pompa D-301 ke R-401 (P-307) 0,1 1 0,1
Screw Conveyor II (SC-401) 1 2 2
Reaktor Sulfonasi (R-401) 2 1 2
Pompa R-401 ke D-401 (P-401) 0,25 1 0,25
Centrifuges (CF-401) 40 1 40
Pompa D-401 ke SD-401 (P-402) 0,1 1 0,1
Blower (BL-401) 10 1 10
Screw Conveyor III (SC-402) 1 1 1
Total 103,6

Maka, kebutuhan listrik untuk proses produksi adalah:


= 103,6 hp × 0,7457 kW/hp
= 77,2545 kW

9.7.2 Peralatan Unit Utilitas


Rincian pemakaian listrik untuk peralatan unit utilitas dapat dilihat pada
Tabel 9.11 berikut.

Tabel 9.11 Rincian Pemakaian Listrik untuk Peralatan Unit Utilitas


Daya Total
Nama Alat Jumlah
(hp) Daya (hp)
Pompa Coarse Screen (P-U01) 4 1 4
Pompa Bak Penampungan (P-U02) 4 1 4

IX-31
Tabel 9.11 (Lanjutan)
Mixer Al2(SO4)3 (M-U01) 20 1 20
Pompa Mixer Al2(SO4)3 (P-U03) 0,1 1 0,1
Mixer Na2CO3 (M-U02) 4 1 4
Pompa Mixer Na2CO3 (P-U04) 0,1 1 0,1
Clarifier (CF-U03) 25 4 100
Pompa Clarifier (P-U05) 1 4 4
Pompa Filtrasi (P-U06) 4 1 4
Pompa ke Utilitas II (P-U07) 0,1 1 0,1
Water Cooling Tower (T-U01) 60 2 120
Pompa ke penukar kation (P-U08) 0,75 1 0,75
Mixer H2SO4 (M-U03) 2 1 2
Pompa Mixer H2SO4 (P-U09) 0,25 1 0,25
Pompa ke Penukar Anion (P-U10) 0,75 1 0,75
Mixer NaOH (M-U04) 0,1 1 0,1
Pompa Mixer NaOH (P-U11) 0,1 1 0,1
Deaerator (DE-U01) 500 1 500
Pompa Penyimpanan Solar (P-U12) 0,25 1 0,25
Pompa Bak Penampungan
0,25 1 0,25
Limbah Cair (P-501)
Pompa Bak Pengendapan Awal (P-502) 0,25 1 0,25
Pompa Bak Netralisasi (P-503) 0,25 1 0,25
Bak Aerasi (TT-504) 25 1 25
Pompa Bak Aerasi (P-504) 0,5 1 0,5
Pompa Air Menuju TT-202 0,1 1 0,1
Pompa Air Menuju TT-301 0,25 1 0,25
Pompa Air Menuju TT-301 0,1 1 0,1
TOTAL 592,950

Maka, kebutuhan listrik untuk proses produksi adalah:


= 592,950 hp × 0,7457 kW/hp
= 442,1628 kW

9.7.3 Penerangan Pabrik


Rincian kebutuhan listrik untuk penerangan pabrik dapat dilihat pada Tabel
9.12 berikut.

IX-32
Tabel 9.12 Rincian Kebutuhan Listrik untuk Penerangan Pabrik
Luas Foot Candle
Jenis Area 2 2
m ft Jumlah Lumen
Pos Jaga 50 538,195 10 5.381,95
Area Parkir 450 4.843,755 5 24.218,78
Rumah Timbangan 80 861,112 5 4.305,56
Jalan 1.200 12.916,680 5 64.583,40
Area Bahan Baku 300 3.229,170 10 32.291,70
Ruang Kontrol 200 2.152,780 10 21.527,80
Area Proses 4.000 43.055,600 20 861.112,00
Area Produk 1.200 12.916,680 15 193.750,20
Perkantoran 600 6.458,340 15 96.875,10
Laboratorium 200 2.152,780 10 21.527,80
Poliklinik 200 2.152,780 10 21.527,80
Kantin 300 3.229,170 5 16.145,85
Masjid 400 4.305,560 5 21.527,80
Perpustakaan 200 2.152,780 10 21.527,80
Gudang Peralatan 200 2.152,780 10 21.527,80
Bengkel 400 4.305,560 10 43.055,60
Unit Pemadam
300 3.229,170 10 32.291,700
Kebakaran
Unit Pengolahan Air 1.600 17.222,240 10 172.222,400
Unit Pembangkit Listrik 500 5.381,950 10 53.819,500
Unit Pembangkit Uap 600 6.458,340 10 64.583,400
Unit Pengolahan
1.500 146.145,850 10 161.458,500
Limbah
Toilet 100 1.076,390 5 5.381,950
Total 210 1.960.644,385

Penerangan seluruh area menggunakan tipe lampu fluorescent daylight 40 watt


yang mempunyai lumen output sama dengan 1.960 lumen.
Lumen Output = = 49 lumen/watt
Tenaga listrik yang diperlukan = = 40.013,151 watt
Jumlah lampu yang digunakan = = 1.001 buah

Jumlah tenaga listrik yang diperlukan:


1. Lampu fluorescent = 40.013,151 watt
2. Peralatan bengkel = 2.500 watt
3. Peralatan R&D = 4.000 watt

IX-33
4. Keperluan lain = 2.500 watt
Total = 49.013,151 Watt = 49,013 kW
Total kebutuhan listrik yang perlu di-supply pada prarancangan pabrik
surfaktan sodium lignosulfonat ini dapat dilihat pada Tabel 9.13.

Tabel 9.13 Kebutuhan Listrik Total yang Perlu Di-supply


No. Keperluan Kebutuhan (kWh)
1. Peralatan proses produksi 75,763
2. Peralatan unit utilitas 442,163
3. Penerangan pabrik 49,013
TOTAL 566,939

Kebutuhan listrik untuk peralatan di-supply dari mesin diesel, sedangkan


kebutuhan listrik untuk penerangan di-supply dari layanan PLN, maka:
- Listrik dari mesin diesel = 519,417 kWh
- Listrik dari PLN = 49,013 kWh

Power aktual untuk mesin diesel = 80%


Power yang harus dibangkitkan = 519,417 kWh : 80%
= 649,272 kWh

9.8 PENYEDIAAN BAHAN BAKAR


Bahan bakar yang digunakan untuk pembangkit listrik (generator) dan boiler
adalah minyak solar. Minyak solar dipilih karena efisien dan memiliki nilai bakar yang
tinggi. Minyak solar direncanakan akan diperoleh dari PT Pertamina (Persero).
Kebutuhan solar dapat dihitung sebagai berikut:
1. Bahan bakar generator
Low Heating Value solar = 46.194,4867 kJ/kg (Labban, 1971)
Daya output generator = 250 kWh
= 900.000 kJ
649,272 kWh
Jumlah generator beroperasi =
250 kWh
= 2,5971 unit ≈ 3 unit
900.000 kJ
Jumlah solar yang dibutuhkan = 3 ×
46.194,4867 kJ/kg

IX-34
= 58,4485 kg/jam

2. Bahan bakar boiler


Berdasarkan perhitungan pada Lampiran C Sub Bab LC.28 dan Lampiran D
Sub Bab LD.26, kebutuhan solar untuk fired heater adalah sebanyak 108,1980 kg/jam.
Sedangkan kebutuhan solar untuk boiler adalah sebanyak 1.271,5615 kg/jam.
Maka, total kebutuhan solar pada prarancangan pabrik ini adalah sebagai
berikut:
Total kebutuhan solar = Kebutuhan (generator + fired heater + boiler)
= (58,4485 + 108,1980 + 1.271,5615) kg/jam
= 1.438,2080 kg/jam
= 1.726,9356 l/jam

IX-35
KETERANGAN
FC : Flow Control
Kondensat TC : Temperature Control

AE-U01 : Penukar Anion P-U08 : Pompa ke Penukar Kation


B-U01 : Boiler P-U09 : Pompa Mixer H2 SO4
Air Pendingin Bekas Air Pendingin
CE-U01 : Penukar Kation P-U10 : Pompa ke Penukar Anion
T-U01 CL-U01 : Clarifier P-U11 : Pompa Mixer NaOH
DE-U01 : Deaerator P-U12 : Pompa T. P. Solar
F-U01 : Tangki Filtrasi P-U13 : Pompa ke Deaerator
FC FC
DE-U01
M-U01 : Mixer Al2 (SO4 )3 P-U14 : Pompa ke Boiler
M-U01 P-U04 M-U04 M-U02 : Mixer Na2 CO3 P-U15 : Pompa Lumpur
P-U011
M-U03 : Mixer H2 SO4 P-U16 : Pompa Air Pendingin
FC FC
M-U04 : Mixer NaOH P-U17 : Pompa Air Domestik
Steam
S-U01
M-U02 P-U03 M-U03 P-U09 P-U01 : Pompa Coarse Screen S-U01 : Coarse Screen
P-U02 : Pompa Bak Penampung Awal T-U01 : Water Cooling Tower
FC FC
P-U03 : Pompa Mixer Al2 (SO4 )3 TT-U01 : Bak Penampung Awal

TT-U01
F-U01 P-U16 CE-U01 AE-U01 P-U14 P-U04 : Pompa Mixer Na2 CO3 TT-U02 : Tangki Utilitas I
FC FC FC FC TT-U02 FC FC FC
B-U01
P-U05 : Pompa Clarifier TT-U03 : Tangki Utilitas II
P-U01 P-U02 P-U05 P-U06 P-U08 P-U010 P-U13 P-U06 : Pompa Tangki Filtrasi TT-U04 : Tangki Penyimpanan Solar
P-U07 : Pompa ke Tangki Utilitas II
FC

FC
P-U07 TT-U04
Generator
TT-U03 P-U12
FC
Air Domestik
P-U17
Air Proses
FC
Lumpur
P-U15

Gambar 9.1 Flowsheet Utilitas (Penyediaan Air dan Setam)

IX-36
Nutrien

Na2CO3

Limbah Cair

LC LC LC LC LC

TT-501 TT-502 TT-503 TT-504 TT-505

FC FC FC FC

Ke Sungai

P-501 P-502 P-503 P-504

Sludge Sludge

Kode Alat Nama Peralatan


P-501 Pompa Bak Penampungan Limbah Cair
P-502 Pompa Bak Pengendapan Awal
P-503 Pompa Bak Netralisasi
P-504 Pompa Bak Aerasi
TT-501 Bak Penampungan Limbah Cair
TT-502 Bak Pengendapan Awal
TT-503 Bak Netralisasi
TT-504 Bak Aerasi
TT-505 Bak Sedimentasi

Gambar 9.2 Flowsheet Pengolahan Limbah Cair

IX-37
BAB X
LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK

10.1 LOKASI PABRIK


Pemilihan lokasi pabrik adalah salah satu hal penting yang mempengaruhi
keberhasilan suatu pabrik yang akan didirikan. Diharapkan lokasi pendirian pabrik
yang strategis dapat memberikan biaya produksi maupun distribusi yang seminimal
mungkin. Namun, faktor-faktor lain seperti keamanan untuk operasional pabrik dan
kondisi masyarakat sekitar perlu juga untuk diperhatikan. Bedasarkan faktor-faktor
tersebut, terdapat beberapa opsi lokasi di Provinsi Riau, Indonesia yang dapat dipilih
sebagai lokasi pendirian pabrik, yaitu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabuapten Rokan
Hulu, Kabupaten Bengkalis, dan Kota Dumai. Kabupaten Rokan Hilir dipilih menjadi
lokasi pendirian pabrik mengikuti rencana pembangunan kawasan industri yang ada di
Kabupaten Rokan Hilir. Lokasi pabrik ditunjukkan pada Gambar 10.1. Berikut ini
diuraikan dasar pertimbangan lokasi pabrik tersebut.

1. Ketersediaan Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan adalah sabut kelapa. Suplai sabut kelapa diperoleh
dari pabrik minyak kopra yang ada di sekitar pabrik, terkhusus di Provinsi Riau. Pabrik
minyak kopra tersebut adalah PT. Guntung Hasrat Makmur, PT. Riau Sakti United
Plantation, PT. Riau Sakti Trans Mandiri, PT. Pulau Sambu, PT. Inhil Sarimas Kelapa.

2. Pemasaran
Dilihat dari banyaknya industri yang menggunakan surfaktan sebagai bahan
pendukung, maka pemasaran surfaktan lignosulfonat dilakukan hingga ke berbagai
lokasi baik di dalam maupun di luar negeri. Industri yang memanfaatkan surfaktan
lignosulfonat diantaranya adalah industri konstruksi, keramik, tekstil, metalurgi,
perminyakan, dan polimer.

3. Ketersediaan Sumber Energi


Sumber energi dalam bentuk bahan bakar sangat dibutuhkan oleh sebuah
pabrik dalam rangka penyediaan daya maupun steam. Sumber energi berupa listrik
untuk operasional pabrik sodium lignosulfonat ini akan diproduksi sendiri

X-1
menggunakan generator listrik, sedangkan untuk bahan bakar berupa solar diperoleh
dari PT Pertamina (Persero).

4. Cuaca
Lokasi pendirian pabrik juga perlu mempertimbangkan cuaca, dimana lokasi
yang cenderung dingin akan menambah biaya operasional pabrik karena harus
melindungi peralatan dari cuaca dingin. Kabupaten Rokan Hilir memiliki cuaca yang
relatif aman sehingga layak untuk dijadikan kawasan pendirian pabrik.

5. Fasilitas Transportasi
Fasilitas transportasi yang dimaksud meliputi kawasan perairan (sungai), jalan
darat, serta pelabuhan. Kabupaten Rokan Hilir memiliki jalan darat yang dapat dilalui
oleh kendaraan seperti truk sehingga memudahkan transportasi bahan baku. Selain itu,
juga terdapat beberapa pelabuhan yang dapat dijadikan fasilitas pemasaran produk
melalui jalur perairan seperti Pelabuhan Bengkalis, Pelabuhan Duku, Pelabuhan
Buton, dan lain-lain.

6. Suplai Air
Suplai air untuk kebutuhan proses maupun domestik diperoleh dari Sungai
Rokan, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

7. Pembuangan Limbah
Terkait peraturan pembuangan limbah industri yang telah diatur oleh
Pemerintah, lokasi pabrik yang dipilih harus memiliki fasilitas pengolahan limbah
yang memadai sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah yang dihasilkan selama
operasional pabrik sodium lignosulfonat ini akan diolah terlebih dahulu baik secara
mandiri maupun oleh pihak ketiga sebelum dibuang ke lingkungan.

8. Suplai Tenaga Kerja


Kabupaten Rokan Hilir merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang
memiliki banyak perusahaan dan industri. Hal tersebut mengindikasikan bahwa di
lokasi ini ada banyak tenaga kerja untuk operasional pabrik. Lebih jauh, di Provinsi
Riau juga terdapat banyak perguruan tinggi negeri maupun swasta yang nantinya akan
menghasilkan lulusan yang kompeten untuk bergabung dalam operasional pabrik ini.

X-2
Lokasi Pabrik

Gambar 10.1 Lokasi Pabrik Pembuatan Surfaktan Sodium Lignosulfonat

10.2 TATA LETAK PABRIK


Dalam perencanaan tata letak pabrik terdapat dua hal yang tentunya wajib
diperhatikan diantaranya adalah pengaturan bagian (departemen) pada pabrik dan
pengaturan layout mesin (Sofyan dan Syarifuddin., 2015). Penentuan tata letak pabrik
harus dilakukan dengan hati-hati karena menentukan biaya konstruksi dan manufaktur
pabrik. Secara umum tata letak pabrik sodium lignosulfonat dari sabut kelapa ini
dibagi menjadi beberapa daerah utama sebagai berikut:

1. Fasilitas umum dan perkantoran, merupakan fasilitas penunjang aktivitas


pabrik untuk memenuhi kebutuhan pekerja seperti tempat parkir, tempat
ibadah, pustaka, pos keamanan, mess karyawan. Serta, sebagai pusat kegiatan
administrasi perusahaan yang mengatur kelancaran operasi dan kegiatan
lainnya. Daerah ini ditempatkan di bagian depan pabrik agar tidak mengganggu
kegiatan dan keamanan pabrik serta harus terletak jauh dari area proses yang
berbahaya.

2. Daerah proses, merupakan pusat kegiatan produksi dimana terdapat alat-alat


proses serta instrumentasi pengendali proses. Tata letak aliran proses harus
direncanakan dengan baik agar memudahkan distribusi bahan baku dan produk
serta memudahkan pengawasan dan pemeliharaan alat-alat proses.

X-3
3. Laboratorium dan ruang kontrol, berperan sebagai pusat pengendalian kualitas
bahan baku, produk dan limbah yang dihasilkan dalam operasional pabrik,
serta sebagai pusat pengendalian operasional pabrik. Laboratorium dan ruang
kontrol diletakkan di dekat daerah proses agar dapat memudahkan
penyelesaian masalah bila terjadi di daerah proses.

4 Penyimpanan bahan baku dan produk, terdiri dari gudang penyimpanan sabut
kelapa, tangki penyimpanan metanol dan H2SO4, silo penyimpanan NaOH dan
NaHSO3, dan silo penyimpanan sodium lignosulfonat. Penyimpanan bahan
baku dan produk ditempatkan di dekat daerah proses agar memudahkan
transportasi bahan baku maupun penyimpanan produk.

5. Daerah utilitas dan pengolahan limbah, berperan sebagai tempat penyediaan


kebutuhan utilitas seperti penyediaan air, steam, dan listrik. Daerah utilitas
ditempatkan di dekat daerah proses sehingga memudahkan transportasi air,
steam, transmisi listrik, serta pengolahan limbah produksi. Namun, jarak antara
daerah utilitas dengan daerah proses harus diatur sedemikian rupa agar tidak
menimbulkan bahaya.

6. Gudang dan bengkel, berperan sebagai tempat pemeliharaan peralatan pabrik


serta penyimpanan suku cadang alat-alat di pabrik.

10.3 PERINCIAN LUAS TANAH


Berdasarkan pembagian daerah pabrik yang telah diuraikan pada 10.2,
diperoleh gambaran tata letak pabrik pembuatan sirup glukosa dari ampas tebu seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 10.2. Rincian Luas tanah pabrik sodium lignosulfonat
ditunjukkan pada Tabel 10.1.

Tabel 10.1 Rincian Luas Tanah Area Pabrik


No. Nama Bangunan Ukuran (m) Luas (m2)
1. Pos keamanan 2 × (5 × 5) 50
2. Area parkir 30 × 15 450
3. Rumah timbangan 10 × 8 80
4. Ruang terbuka hijau - 2.040
5. Jalan - 1.200
6. Area bahan baku 20 × 15 300

X-4
Tabel 10.1 (Lanjutan)
7. Ruang kontrol 20 × 10 200
8. Area proses 80 × 50 4.000
9. Area produk 30 × 40 1.200
10. Perkantoran 30 × 20 600
11. Laboratorium 10 × 20 200
12. Poliklinik 10 × 20 200
13. Kantin 10 × 10 100
14. Masjid 20 × 20 400
15. Perpustakaan 10 × 20 200
16. Gudang peralatan 10 × 20 200
17. Bengkel 20 × 20 400
18. Unit pemadam kebakaran 15 × 20 300
19. Unit pengolahan air/utilitas 40 × 40 1.600
20. Unit pembangkit listrik 20 × 25 500
21. Unit pembangkit uap 15 × 40 600
22. Area perluasan 30 × 40 1.200
23. Area perumahan 30 × (15 × 10) 4.500
24. Unit pengolahan limbah 30 × 50 1.500
25. Titik evakuasi 15 × 15 225
26 Toilet 2 × (5 × 2) 100
TOTAL 22.545

X-5
No. Keterangan
1. Pos keamanan
2. Area parkir
3. Rumah timbangan
4. Ruang terbuka hijau
5. Jalan
6. Area bahan baku
7. Ruang kontrol
8. Area proses
9. Area produk
10. Perkantoran
11. Laboratorium
12. Poliklinik
13. Kantin
14. Masjid
15. Perpustakaan
16. Gudang peralatan
17. Bengkel
18. Unit pemadam
kebakaran
19. Unit pengolahan
air/utilitas
20. Unit pembangkit listrik
21. Unit pembangkit uap
22. Area perluasan
23. Area perumahan
24. Unit pengolahan
limbah
25. Titik evakuasi
26. Toilet

Gambar 10.2 Tata Letak Pabrik Pembuatan Surfaktan Sodium Lignosulfonat dari Sabut Kelapa

X-6
BAB XI
ORGANISASI DAN MANAJEMEN PABRIK

11.1 ORGANISASI PERUSAHAAN


Organisasi merupakan suatu sistem yang memiliki struktur dan perencanaan
dengan banyak aspek pertimbangan yang melibatkan lebih dari 1 orang dan
berhubungan satu sama lain. Unsur-unsur pembentuk organisasi meliputi adanya
sekelompok orang, adanya tujuan yang jelas, adanya kerja sama, adanya peraturan
yang berlaku, memiliki tempat atau sekretariat, serta memiliki modal berupa sumber
daya manusia maupun uang (Wijaya dan Rifa’i, 2016). Untuk memperoleh struktur
organisasi yang baik, ada beberapa hal yang perlu dijadikan pedoman oleh suatu
perusahaan, diantaranya yaitu:
1. Tujuan perusahaan dirumuskan secara jelas
2. Wewenang dan pembagian tugas kerja didelegasikan secara jelas
3. Adanya organisasi perusahaan yang fleksibel
4. Adanya kesatuan perintah dan tanggung jawab
5. Adanya sistem pengontrol atas pekerjaan yang dilaksanakan

11.1.1 Organisasi Garis (Line Organization)


Organisasi garis merupakan bentuk organisasi yang menggunakan sumber
wewenang tunggal, dengan kata lain semua keputusan dan tanggung jawab dimiliki
oleh kepala eksekutif (chief executive). karakteristik dari organisasi struktur garis yaitu
ruang lingkup lebih kecil, kesatuan perintah, pembagian kerja yang jelas dan mudah
dilaksanakan, hingga hubungan kerja yang bersifat langsung.
Kelebihan organisasi garis, yaitu:
- Pegawai akan lebih mudah mengerti pekerjaan dan tanggung jawab.
- Pengambilan keputusan dilakukan secara cepat dan tepat.
- Biaya finansial terkait koordinasi biasanya relatif kecil.

Kekurangan organisasi garis, yaitu:


- Kurang detail dalam memberikan spesialisasi pekerjaan
- Sulit untuk diaplikasikan pada organisasi yang luas dan kompleks.

XI-1
- Keterbatasan tugas dan fungsi para pegawai untuk mendapatkan pengalaman
penting saat akan dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi.
(Badu dan Djafri, 2017)

11.1.2 Organisasi Staf (Staff Organization)


Organisasi staf merupakan bentuk organisasi yang hanya memiliki hubungan
dengan pucuk pimpinan dan berfungsi memberikan bantuan agar memudahkan
pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi. Bentuk organisasi staf tidak memiliki
garis komando ke bawah.
Kelebihan dari organisasi staf, yaitu:
- Pembagian pekerjaan diberikan secara jelas antara staf dan personil lainnya.
- Dapat meningkatkan spesialisasi para karyawan.
- Koordinasi di seluruh bidang lebih mudah untuk diimplementasikan.

Kekurangan dari organisasi staf, yaitu:


- Terdapat kesenjangan sosial antara pimpinan dan anggotanya.
- Pimpinan staf dapat melampaui kewenangannya.
(Badu dan Djafri, 2017)

11.1.3 Organisasi Garis dan Staf (Line and Staff Organization)


Bentuk organisasi ini merupakan gabungan organisasi garis dan staf. Pada
organisasi garis dan staf, azas komando tetap dipertahankan, namun untuk
memudahkan pencapaian tujuan organisasi seorang pemimpin tetap dibantu para staf
sesuai dengan bidang masing-masing.
Kelebihan dari organisasi garis dan staf, yaitu:
- Terdapat kebebasan yang dapat diberikan kepada karyawan sehingga para
karyawan akan lebih nyaman saat melakukan pekerjaannya.
- Keluwesan para anggota staf dapat membantu mereka menyelesaikan
pekerjaan baru dengan jumlah sedikit.
- Koordinasi di seluruh bidang lebih mudah untuk diimplementasikan.

Kekurangan dari organisasi garis dan staf, yaitu:

XI-2
- Perselisihan antar pegawai seringkali terjadi sehingga dapat menjadi masalah
dan menimbulkan hambatan.
- Terdapat sisi egois dalam setiap individu yang dapat mengakibatkan perbedaan
pendapat yang dapat memicu perselisihan.
(Badu dan Djafri, 2017)

11.1.4 Organisasi Fungsional (Functional Organization)


Bentuk organisasi ini disusun berdasarkan sifat dan jenis pekerjaan yang harus
dilakukan, artinya pimpinan tidak memiliki staf yang jelas. Pimpinan dapat
memberikan instruksi kepada bawahan selama masih berada dalam koridor wewenang
dan tanggung jawabnya.
Kelebihan dari organisasi fungsional, yaitu:
- Karyawan yang memiliki spesialis fungsional dapat menyelesaikan
permasalahan yang muncul.
- Tidak ada yang memiliki tugas yang ganda.

Kekurangan dari organisasi fungsional, yaitu:


- Karyawan akan merasa kebingungan saat ada pengawas yang lebih dari satu.
- Memberikan karyawan pengaruh negatif.
(Badu dan Djafri, 2017)

11.1.5 Organisasi Garis dan Fungsional (Line and Functional Organization)


Pada organisasi garis dan fungsional, wewenang dari pimpinan utama akan
dilimpahkan kepada pimpinan unit di bawahnya pada bidang tertentu. Selain itu,
pimpinan utama juga memberikan wewenang kepada pejabat fungsional yang
menangani bidang pekerjaan operasional. Hasil dari pekerjaan pejabat fungsional ini
akan diteruskan kepada pimpinan unit terlebih dahulu tanpa memandang eselon atau
tingkatan.
Kelebihan dari organisasi garis dan fungsional yaitu:
- Solidaritas tinggi.
- Produktivitas tinggi karena spesialisasi dilaksanakan secara maksimal.
- Pekerjaan-pekerjaan yang tidak rutin atau teknis tidak akan dikerjakan.
- Kedisiplinan yang tinggi.

XI-3
Kelemahan organisasi garis dan fungsional yaitu:
- Dalam menjalankan tugasnya, pejabat fungsional akan mengalami
kebingungan karena dikoordinasikan oleh lebih dari satu orang.
- Spesialisasi dapat memberikan kejenuhan.

Dari uraian sebelumnya dapat dilihat kelebihan dan kekurangan dari beberapa
bentuk organisasi. Setelah mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya, maka
ditetapkan pada pabrik pembuatan surfaktan sodium lignosulfonat ini menggunakan
bentuk organisasi garis dan staf yang dapat dilihat pada Gambar 11.1.

XI-4
RAPAT UMUM
PEMEGANG SAHAM

DEWAN KOMISARIS

DIREKTUR UTAMA STAF AHLI

SEKRETARIS

Manajer Keuangan dan Manajer Pembelian dan Manajer Riset dan Manajer Umum dan
Manajer Keteknikan Manajer Produksi
Administrasi Pemasaran Pengembangan Humas

Kasi Kasi
Kasi Kasi Kasi Kasi Kasi Kasi Kasi Kasi Kasi Kasi Riset dan Kasi Kasi Kasi
Pemeliharaan Gudang/
Listrik Instrumentasi Proses Laboratorium Utilitas Keuangan Administrasi Pembelian Pemasaran Pengembangan Personalia Humas Keamanan
Pabrik Logistik

Karyawan

Gambar 11.1 Struktur Organisasi Pabrik Pembuatan Surfaktan Sodium Lignosulfonat dengan Proses Delignifikasi Organosolv

XI-5
11.2 MANAJEMEN PERUSAHAAN
Manajemen diartikan sebagai kegiatan pengaturan dan pemanfaatan sumber
daya yang ada guna untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan melalui
kerjasama para anggota organisasi. Prinsip-prinsip umum manajemen meliputi:
Pembagian kerja; Kekuasaan dan tanggung jawab; Kedisiplinan; Kesatuan perintah;
Kesatuan arah; Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi;
Remuneration of personnel; Pusat wewenang; Hierarkis; Order; Keadilan; Inisiatif;
Asas kesatuan; serta kestabilan jabatan (Wijaya dan Rifa’i., 2016).
Dilihat dari tingkatannya, manajemen dalam organisasi dapat dibagi menjadi 3
tingkatan, yaitu:
1. Manajemen puncak (top management).
2. Manajemen menengah (middle management).
3. Manajemen bawah/lini (low management).
(Muizu dan Sule, 2017)

Masing-masing tingkatan manajemen memiliki wilayah kerja dan


membutuhkan keterampilan yang berbeda. Secara garis besar, keterampilan dalam
manajemen terdiri dari keterampilan konseptual (conceptual skill), keterampilan
kemanusiaan (human skill) atau keterampilan komunikasi (communication skill), dan
keterampilan teknis (technical skill). Manajemen yang baik dalam perusahaan
haruslah dikontrol atau diatur oleh seorang manajer yang menguasai ketiga
keterampilan tersebut.

Fungsi-Fungsi Manajemen
Fungsi-fungsi manajemen terbagi menjadi lima yakni perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan tahap awal kegiatan manajerial setiap organisasi,
sehingga apabila tahap perencanaan dilaksanakan dengan baik maka aktivitas
manajerial organisasi tersebut juga akan berjalan dengan baik.

XI-6
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasin merupakan pembagian pekerjaan menjadi komponen-
komponen yang dapat ditangani kepada masing-masing anggota organisasi.

3. Pengarahan (Directing)
Pengarahan meliputi pemberian gambaran kegiatan yang akan dilakukan dan
memotivasi anggota organisasi agar mau berkontribusi dalam menjalankan tugas yang
diberikan.

4. Koordinasi
Koordinasi merupakan bagian integral dari fungsi pengorganisasian yang
mengimplikasikan elemen-elemen sebuah organisasi saling berhubungan dan
menunjukkan keterkaitan sedemikian rupa, sehingga semua orang melaksanakan
pekerjaannya tepat waktu dalam rangka mencapai tujuan.

5. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan merupakan pemantauan pelaksanaan kegiatan organisasi untuk
menjamin agar semua pekerjaan yang dilakukan berjalan sesuai rencana yang telah
ditetapkan. Dengan demikian, semua bentuk penyimpangan dalam mencapai tujuan
organisasi dapat dihindari.

11.3 BENTUK-BENTUK BADAN USAHA


Badan usaha adalah kesatuan yuridis dan ekonomis dari berbagai faktor
produksi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan memberikan pelayanan
kepada masyarakat luas (Margie dkk. 2020). Adapun bentuk-bentuk badan usaha
adalah sebagai berikut:
1. Perseroan Terbatas (PT) adalah suatu badan usaha yang modalnya dapat
diambil dari hasil penjualan saham.
2. Persekutuan Komanditer atau Commanditaire Vennootschap (CV) yang
didirikan oleh 2 orang atau lebih. Terdapat dua persekutuan yaitu sekutu aktif
yang bertanggung jawab atas utang perusahaan dan sekutu pasif yang
menanamkan modal.

XI-7
3. Persekutuan firma adalah persekutuan perdata yang dijalankan suatu
perusahaan di bawah nama bersama. Modal firma dikumpulkan oleh anggota
persekutuan.
4. Yayasan adalah suatu badan usaha yang tidak mencari keuntungan. Badan
usaha ini berupa sosial dan berbadan hukum.
5. Koperasi adalah suatu badan usaha yang didirikan oleh perseorangan dengan
adanya pemisahan kekayaan para anggotanya.
(Solikhah, dkk., 2015).

Direncanakan bentuk badan usaha pada pabrik pembuatan surfaktan sodium


lignosulfonat ini adalah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
Perseroan Terbatas (PT) banyak digunakan dalam kegiatan bisnis dimana usaha
dijalankan dengan modal yang terdiri dari saham-saham, sehingga pemiliknya dapat
memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya.
Adapun syarat pendirian Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan Undang Undang
No.40 Tahun 2007, yaitu:
1. Perseroan terbatas didirikan oleh minimal 2 orang.
2. Pembuatan perseroan terbatas dibuat dengan akta otentik dihadapan notaris.
3. Modal pendirian dari perseroan terbatas yaitu minimal Rp 50.000.000.
(Apriana dan Hafidz, 2017)

11.4 URAIAN TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB


11.4.1 Pemegang Saham dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Pemegang saham adalah orang yang ikut dalam pengumpulan modal untuk
mendirikan pabrik dengan cara membeli saham perusahaan. Penanam saham wajib
menanamkan modalnya paling sedikit 1 tahun. Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) adalah rapat dari pemegang saham yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam
mengambil keputusan untuk kepentingan perusahaan.
Adapun kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) meliputi:
1. Menetapkan perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas (PT).
2. Menyetujui penambahan dan pengurangan modal Perseroan Terbatas (PT).
3. Menyetujui laporan tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan serta
laporan tugas pengawasan dewan komisaris.

XI-8
4. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan,
pengajuan permohonan agar Perseroan Terbatas (PT) dinyatakan pailit,
perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan Terbatas
(PT).
5. Menetapkan pembagian tugas dan wewenang pengurusan anggota direksi
dalam hal direksi terdiri dari 2 orang atau lebih.
6. Mengangkat anggota dewan komisaris dan direksi.
7. Memutuskan penggantian dan pemberhentian anggota dewan komisaris dan
direksi dengan menyebutkan alasannya.
8. Menentukan besarnya gaji dan tunjangan anggota dewan komisaris dan direksi.
9. Memberikan persetujuan untuk mengalihkan kekayaan Perseroan Terbatas
(PT) atau menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan Terbatas (PT) yang
merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih Perseroan Terbatas (PT)
dalam 1 transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
(Wibowo, 2018)

11.4.2 Dewan Komisaris


Dewan komisaris adalah salah satu fungsi controlling (pengawasan) yang ada
pada perusahaan. Dewan komisaris menunjukkan mekanisme internal utama untuk
melaksanakan fungsi pengawasan dan mengontrol perilaku oportunistik manajemen
(Sondak, 2016). Tugas dan wewenang dewan komisaris adalah:
1. Menentukan garis besar kebijakan perusahaan.
2. Mengadakan rapat tahunan para pemegang saham.
3. Meminta laporan pertanggungjawaban Direktur Utama secara berkala.
4. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dan
pelaksanaan tugas Direktur Utama.
5. Bertanggung jawab terhadap pabrik secara umum dan memberikan laporan
pertanggung jawaban kepada pemegang saham dalam RUPS.

XI-9
11.4.3 Direksi
Direksi memiliki wewenang untuk menjalankan kepengurusan perusahaan
sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat dan dengan batas yang telah ditetapkan
oleh Undang-Undang dan/atau anggaran dasar.
Adapun kewajiban direksi meliputi:
1. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dan risalah rapat direksi.
2. Membuat laporan tahunan untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS).
3. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan Perseroan Terbatas
(PT) dan dokumen Perseroan Terbatas (PT) lainnya.
(Wibowo, 2018)

11.4.4 Staf Ahli


Staf Ahli bertugas memberikan masukan baik berupa saran, nasihat, maupun
pandangan terhadap segala aspek operasional perusahaan.

11.4.5 Sekretaris
Sekretaris diangkat oleh Direktur Utama untuk menangani masalah surat-
menyurat untuk pihak perusahaan, menangani kearsipan dan pekerjaan lainnya untuk
membantu Direktur Utama dalam menangani administrasi perusahaan.
Adapun kewajiban sekretaris meliputi:
1. Kewajiban rutin: kewajiban yang tidak membutuhkan perintah khusus, seperti
tugas pengurusan surat, tata kearsipan, menerima tamu, membuat jadwal kerja
pimpinan maupun menerima telepon.
2. Kewajiban khusus: kewajiban yang membutuhkan perintah atau butuh
pertimbangan pimpinan, seperti membuat perjanjian dan mengirim surat
menggunakan faximile.
3. Kewajiban yang bersifat kreatif: kewajiban yang dikerjakan atas inisiatif
sekretaris itu sendiri. Kewajiban mengadakan hubungan kerja sama yang baik
dengan luar perusahaan maupun dalam perusahaan itu sendiri.
(Risnawati, 2013)

XI-10
11.4.6 Manajer Keteknikan
Manajer Keteknikan bertanggung jawab untuk mengkoordinasi segala kegiatan
yang berhubungan dengan masalah keteknikan di lapangan maupun di kantor. Dalam
melakukan tugasnya, Manajer Keteknikan dibantu oleh beberapa Kepala Seksi seperti
Kepala Seksi Listrik, Kepala Seksi Instrumentasi, dan Kepala Seksi Pemeliharaan
Pabrik.

11.4.7 Manajer Produksi


Manajer Produksi bertanggung jawab untuk mengkoordinasi segala kegiatan
yang berhubungan dengan masalah proses baik di bagian produksi maupun di bagian
utilitas. Manajer Produksi dibantu oleh Kepala Seksi Proses, Kepala Seksi
Laboratorium, Kepala Seksi Utilitas.

11.4.8 Manajer Keuangan dan Administrasi


Manajer Keuangan dan Administrasi bertanggung jawab mengawasi dan mengatur
alur keluar masuk keuangan perusahaan dan administrasi perusahaan. Manajer
Keuangan dan Administrasi dibantu oleh Kepala Seksi Keuangan dan Kepala Seksi
Administrasi.

11.4.9 Manajer Pembelian dan Pemasaran


Manajer Pembelian dan Pemasaran bertugas mengkoordinasi dan
meningkatkan pemasaran produk. Manajer Pembelian dan Pemasaran juga bertugas
untuk mencari informasi terkait pembelian bahan baku yang ekonomis dan efisien.
Manajer Pembelian dan Pemasaran dibantu oleh Kepala Seksi Pembelian, Kepala
Seksi Pemasaran dan Kepala Seksi Gudang/Logistik.

11.4.10 Manajer Riset dan Pengembangan


Manajer Riset dan Pengembangan bertanggungjawab pada hal pelaksanaan
riset/penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan perusahaan, baik dalam produk
yang dihasilkan ataupun proses yang dilaksanakan. Manajer Riset dan Pengembangan
dibantu oleh Kepala Seksi Riset dan Pengembangan.

XI-11
11.4.11 Manajer Umum dan Hubungan Masyarakat
Manajer Umum dan Hubungan Masyarakat bertugas menangani hal-hal
umum dan hubungan masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, Manajer Umum dan
Hubungan Masyarakat dibantu oleh Kepala Seksi Personalia, Kepala Seksi Humas,
dan Kepala Seksi Keamanan.

11.5 SISTEM KERJA


Direncanakan pabrik pembuatan surfaktan sodium lignosulfonat ini akan
beroperasi secara kontinu selama 24 jam sehari dalam 330 hari setahun. Berdasarkan
pengaturan jam kerjanya, karyawan dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1. Karyawan Regular (Non-Shift)


Karyawan Regular (Non-Shift) merupakan karyawan yang tidak berhubungan
langsung dengan produksi. Karyawan non-shift bekerja selama 5 hari dalam seminggu
dan libur pada hari Sabtu, Minggu dan hari libur nasional. Perincian jam kerja
karyawan non-shift adalah sebagai berikut:
Senin-Kamis
- Waktu Kerja : Pukul 08:00 – 17.00 WIB, dengan
- Waktu Istirahat : Pukul 12:00 – 13.00 WIB
Jumat
- Waktu Kerja : Pukul 08:00 – 17.00 WIB, dengan
- Waktu Istirahat : Pukul 12:00 – 14.00 WIB

2. Karyawan Shift
Karyawan Shift merupakan karyawan yang berhubungan secara langsung
dengan proses produksi dimana pengawasan diperlukan secara berkala karena proses
berjalan secara kontinu. Perincian jam kerja karyawan shift adalah:
- Shift I : Pukul 08:00 – 16.00 WIB
- Shift II : Pukul 16.00 – 00.00 WIB
- Shift III : Pukul 00.00 – 08.00 WIB

Karyawan Shift dibagi menjadi empat kelompok (regu) seperti yang ditunjukkan
pada tabel 11.1. Karyawan Shift tetap bekerja seperti biasa pada hari minggu serta hari
libur lainnya dan diberikan waktu libur 1 hari setelah 3 hari kerja.

XI-12
Tabel 11.1 Susunan jam Kerja Karyawan Shift
Hari
Regu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A I I I - II II II - III III III -
B - II II II - III III III - I I I
C II - III III III - I I I - II II
D III III - I I I - II II II - III

11.6 JUMLAH KARYAWAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN


Jumlah karyawan beserta kualifikasi yang dibutuhkan pada pabrik pembuatan
surfaktan sodium lignosulfonat ini ditunjukkan pada Tabel 11.2.

Tabel 11.2 Jumlah Karyawan dan Kualifikasi yang Dibutuhkan


Jabatan Jumlah Pendidikan
Dewan Komisaris 3 Semua Jurusan (S2)
Direktur 1 Teknik/Manajemen (S2)
Staf Ahli 3 Teknik Kimia (S2), Manajemen (S2)
Sekretaris 1 Manajemen/Ilmu Administrasi (S1)
Manajer Keteknikan 1 Teknik Mesin/Teknik Elektro (S1)
Manajer Produksi 1 Teknik Kimia (S1)
Manajer Keuangan dan 1 Ekonomi/Akuntansi (S1)
Administrasi
Manajer Pembelian dan 1 Manajemen Pemasaran (S1)
Pemasaran
Manajer Riset dan 1 Teknik Kimia/Kimia (MIPA) (S1)
Pengembangan
Manajer Umum dan 1 Hukum (S1)
Hubungan Masyarakat
Kasi Listrik 1 Teknik Elektro (S1)
Kasi Instrumentasi 1 Teknik Elektro (S1)
Kasi Pemeliharaan Pabrik 1 Teknik Mesin (S1)
Kasi Proses 1 Teknik Kimia (S1)
Kasi Laboratorium 1 Teknik Kimia/Kimia (MIPA) (S1)
Kasi Utilitas 1 Teknik Kimia (S1)
Kasi Keuangan 1 Ekonomi/Akuntansi (S1)
Kasi Administrasi 1 Manajemen/Ilmu Administrasi (S1)
Kasi Pembelian 1 Manajemen Pemasaran (S1)
Kasi Penjualan 1 Manajemen Pemasaran (S1)
Kasi Gudang/Logistik 1 Manajemen Logistik (S1)
Kasi Riset dan 1 Teknik Kimia/Kimia (MIPA) (S1)
Pengembangan
Kasi Personalia 1 Psikologi (S1)

XI-13
Tabel 11.2 (Lanjutan)
Kasi Humas 1 Psikologi/Hukum (S1)
Kasi Keamanan 1 Hukum (S1)
Karyawan Divisi Listrik 8 Teknik Elektro (D3S1)/ Teknik Mesin
(D3/S1)
Karyawan Divisi 8 Teknik Elektro (D3S1)/ Teknik Mesin
Instrumentasi (D3/S1)
Karyawan Divisi 8 Teknik Elektro (D3S1)/ Teknik Mesin
Pemeliharaan Pabrik (D3/S1)
Karyawan Divisi Proses 40 Teknik Kimia (D3/S1)
Karyawan Divisi 6 Teknik Kimia/Kimia (MIPA) (D3/S1)
Laboratorium
Karyawan Divisi Utilitas 20 Teknik Kimia (D3/S1)/Teknik
Lingkungan (D3/S1)
Karyawan Divisi 2 Ekonomi/Ilmu Administrasi (D3/S1)
Keuangan
Karyawan Divisi 2 Ekonomi/Ilmu Administrasi (D3/S1)
Administrasi
Karyawan Divisi 4 Manajemen Pemasaran (D3/S1)/
Pembelian Manajemen Logistik (D3/S1)
Karyawan Divisi 6 Manajemen Pemasaran (D3/S1)/
Pemasaran Manajemen Logistik (D3/S1)
Karyawan Divisi 4 Manajemen Pemasaran (D3/S1)/
Gudang/Logistik Manajemen Logistik (D3/S1)
Karyawan Divisi Riset dan 6 Teknik Kimia/Kimia (MIPA) (D3/S1)
Pengembangan
Karyawan Divisi 2 Psikologi/Hukum (D3/S1)
Personalia
Karyawan Divisi Humas 2 Psikologi/Hukum (D3/S1)
Petugas Keamanan 8 SMA/SMK
Petugas Kebersihan 10 SMA/SMK
Dokter 2 Kedokteran (S1)
Perawat 4 Keperawatan (D3/S1)
Supir 8 SMA/SMK
Total 179 -

11.7 SISTEM PENGGAJIAN


Sistem penggajian mempertimbangkan jabatan, tingkat pendidikan,
pengalaman kerja serta keahlian masing-masing orang. Selain itu, UMP (Upah
Minimum Provinsi) juga merupakan standar pabrik dalam menentukan sistem
penggajian setiap karyawannya. Nilai UMP yang ditetapkan di provinsi Riau pada

XI-14
tahun 2023 adalah sebesar Rp3.242.977,19 berdasarkan SK Gubernur Riau Nomor:
Kpts 1783/XII/2022 tentang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Riau tahun
2023. Perincian gaji karyawan pada pabrik pembuatan surfaktan sodium lignosulfonat
ini dapat dilihat pada Tabel 11.3.

Tabel 11.3 Rincian Gaji Karyawan


Jumlah
Gaji/Bulan
Jabatan Jumlah Gaji/Bulan
(Rp)
(Rp)
Komisaris Utama 1 50.000.000 50.000.000
Anggota Dewan Komisaris 2 35.000.000 70.000.000
Direktur 1 70.000.000 70.000.000
Staf Ahli 3 40.000.000 120.000.000
Sekretaris 1 20.000.000 20.000.000
Manajer Keteknikan 1 25.000.000 25.000.000
Manajer Produksi 1 25.000.000 25.000.000
Manajer Keuangan dan Administrasi 1 25.000.000 25.000.000
Manajer Pembelian dan Pemasaran 1 25.000.000 25.000.000
Manajer Riset dan Pengembangan 1 25.000.000 25.000.000
Manajer Umum dan Humas 1 25.000.000 25.000.000
Kasi Listrik 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Instrumentasi 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Pemeliharaan Pabrik 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Proses 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Laboratorium 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Utilitas 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Keuangan 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Administrasi 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Pembelian 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Penjualan 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Gudang/Logistik 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Riset dan Pengembangan 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Personalia 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Humas 1 15.000.000 15.000.000
Kasi Keamanan 1 15.000.000 15.000.000
Karyawan Divisi Listrik 8 9.000.000 72.000.000
Karyawan Divisi Instrumentasi 8 9.000.000 72.000.000
Karyawan Divisi Pemeliharaan Pabrik 8 9.000.000 72.000.000
Karyawan Divisi Proses 40 9.000.000 360.000.000
Karyawan Divisi Laboratorium 6 9.000.000 54.000.000
Karyawan Divisi Utilitas 20 9.000.000 180.000.000
Karyawan Divisi Keuangan 2 9.000.000 18.000.000

XI-15
Tabel 11.3 (Lanjutan)
Karyawan Divisi Administrasi 2 9.000.000 18.000.000
Karyawan Divisi Pembelian 4 9.000.000 36.000.000
Karyawan Divisi Pemasaran 6 9.000.000 54.000.000
Karyawan Divisi Gudang/Logistik 4 9.000.000 36.000.000
Karyawan Divisi Riset dan
6 9.000.000 54.000.000
Pengembangan
Karyawan Divisi Personalia 2 9.000.000 18.000.000
Karyawan Divisi Humas 2 9.000.000 18.000.000
Petugas Keamanan 8 6.000.000 48.000.000
Petugas Kebersihan 10 6.000.000 60.000.000
Dokter 2 10.000.000 20.000.000
Perawat 4 7.500.000 30.000.000
Supir 8 6.000.000 48.000.000
Total 179 1.973.000.000

11.8 KESEJAHTERAAN KARYAWAN


11.8.1 Tata Tertib
Karyawan regular (non-shift) dan karyawan shift dalam menjalankan aktivitas
di dalam kawasan pabrik wajib mematuhi tata tertib yang ditetapkan. Adapun tata
tertib tersebut, yaitu:
1. Mematuhi jam kerja sesuai dengan peraturan perusahaan.
2. Melaksanakan semua kewajiban yang diterima dan menggunakan wewenang
sesuai bidangnya serta menjunjung tinggi kepentingan perusahaan.
3. Tidak diperkenankan mengambil alih maupun mengalihkan kewajiban kepada
orang lain.
4. Menjaga dan merawat fasilitas yang diberikan dari perusahaan.
5. Menjalankan prinsip K3 untuk kepentingan bersama di tempat kerja.
6. Mengenakan kartu tanda pengenal selama jam kerja
7. Melaporkan pada atasan apabila terjadi gangguan atau kecelakaan di
lingkungan kerja.
8. Menjaga kebersihan lingkungan kerja.

11.8.2 Fasilitas Tenaga Kerja


Selain gaji, terdapat fasilitas penunjang kesejahteraan karyawan sebagai
berikut:

XI-16
1. Fasilitas asuransi tenaga kerja
2. Fasilitas perumahan untuk karyawan.
3. Fasilitas cuti tahunan selama 10 hari kerja.
4. Fasilitas THR (Tunjangan Hari Raya).
5. Fasilitas seragam dan alat pelindung diri (sepatu, kacamata pelindung dan
sarung tangan) untuk meningkatkan keselamatan kerja bagi karyawan.
6. Fasilitas bus untuk karyawan.
7. Fasilitas kendaraan untuk manajer.
8. Fasilitas tempat ibadah dan kantin
9. Pelayanan kesehatan secara menyeluruh
10. Bonus 5% dari keuntungan perusahaan akan didistribusikan untuk seluruh
karyawan.

XI-17
BAB XII
ANALISIS EKONOMI

Analisis ekonomi dilakukan untuk mengevaluasi kelayakan pendirian suatu


pabrik ditinjau dari aspek pembiayaan (modal) maupun besarnya tingkat pendapatan
yang akan diterima. Secara umum, sebuah rancangan pabrik dianggap layak untuk
didirikan apabila dapat beroperasi dalam kondisi yang memberi keuntungan.
Parameter-parameter yang ditinjau dalam analisis ekonomi sebuah prarancangan
pabrik adalah sebagai berikut:
1. Capital Investment (CI)
2. Total Cost (TC)
3. Profit Margin (PM)
4. Break Even Point (BEP)
5. Return On Investment (ROI)
6. Pay Out Time (POT)
7. Internal Rate of Return (IRR).

Detail perhitungan analisis ekonomi dapat dilihat pada Lampiran E. Berikut ini
diuraikan secara ringkas hasil analisis ekonomi pada prarancangan pabrik pembuatan
sodium lignosulfonat dari sabut kelapa.

12.1 CAPITAL INVESTMENT (CI)


Capital Investment (CI) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mendirikan
sebuah pabrik dan mulai beroperasi hingga pabrik tersebut mampu mengambil hasil
penjualan. Capital Investment terdiri dari Fixed-Capital Investment (FCI) atau modal
investasi tetap dan Working Capital (WC) atau modal kerja.

12.1.1 Fixed Capital Investment (FCI)


Fixed-capital investemnt (FCI) atau modal investasi tetap merupakan biaya
yang dibutuhkan untuk pendirian dan pengadaan semua fasilitas di dalam pabrik.
Lebih jauh, FCI terbagi menjadi dua jenis yakni direct cost atau modal langsung dan
indirect cost atau modal tidak langsung. Direct cost adalah biaya yang dikeluarkan
untuk pemasangan peralatan proses beserta komponen-komponennya agar operasional

XII-1
pabrik dapat berlangsung, sedangkan indirect cost merupakan biaya yang dikeluarkan
untuk penyediaan komponen-komponen pabrik yang tidak berhubungan langsung
dengan operasional pabrik (Peters dkk., 2003). Rincian biaya direct cost dan indirect
cost pada prarancangan pabrik ini ditunjukkan pada Tabel 12.1.

Tabel 12.1 Rincian Biaya Direct Cost dan Indirect Cost


Fixed-Capital Investment Jumlah (Rp)
Direct Cost
• Biaya tanah 5.252.239.500
• Biaya bangunan dan sarana 22.214.500.000
• Biaya peralatan dan pemasangan 60.693.987.803
• Biaya Instrumentasi 9.711.038.048
• Biaya perpipaan 14.566.557.073
• Biaya instalasi listrik 9.711.038.048
• Biaya insulasi 2.427.759.512
• Biaya inventaris kantor 485.551.902
• Biaya peralatan pemadam kebakaran 485.551.902
• Sarana transportasi 8.852.411.650
Indirect Cost
• Keteknikan dan supervisi 14.566.557.073
• Biaya legalitas 1.344.006.354
• Biaya kontraktor 2.688.012.709
• Biaya tak terduga 6.720.031.772
Total 159.719.243.348

12.1.2 Working Capital (WC)


Working Capital (WC) atau modal kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk
menjalankan operasional pabrik (Peters dkk., 2003). Rincian working capital pada
prarancangan pabrik ini ditunjukkan pada Tabel 12.2.

Tabel 12.2 Rincian Working Capital


Working Capital Jumlah (Rp)
Bahan baku proses 299.583.451.846
Bahan untuk kebutuhan utilitas 254.969.223.373
Kas 800.000.000
Piutang dagang 26.043.600.000
Biaya start-up 229.385.073.858
Total 12.777.539.468

XII-2
Sehingga, capital investment pada prarancangan pabrik ini sebesar
Rp983.278.131.893 Capital investment dapat berasal dari modal sendiri/saham (60%)
serta pinjaman dari bank (40%). Pada prarancangan pabrik ini, capital investment
diperoleh dari modal sendiri sebesar Rp589.966.879.136 dan dari pinjaman bank
sebesar Rp393.311.252.757.

12.2 TOTAL COST (TC)


Total Cost (TC) atau biaya produksi total merupakan biaya yang dikeluarkan
selama pabrik beroperasi. Biaya produksi total dibagi menjadi dua yakni Fixed Cost
(FC) atau biaya tetap dan Variable Cost (VC) atau biaya berubah. Fixed cost adalah
biaya yang dikeluarkan dan besarnya tidak tergantung pada jumlah produksi,
sedangkan variable cost adalah biaya yang dikeluarkan dan besarnya tergantung pada
jumlah produksi. Rincian total cost pada prarancangan pabrik ini ditunjukkan pada
Tabel 12.3.

Tabel 12.3 Rincian Total Cost


Total Cost Jumlah (Rp)
Fixed Cost
• Gaji tetap karyawan 27.622.000.000
• Bunga pinjaman bank 31.464.900.221
• Depresiasi dan Amortisasi 17.210.621.674
• Biaya perawatan 11.700.959.838
• Biaya tambahan industri 13.811.000.000
• Biaya administrasi umum 4.143.300.000
• Biaya pemasaran dan distribusi 1.381.100.000
• Biaya penelitian dan pengembangan 27.526.208.863
• Biaya asuransi 1.597.192.433
• Pajak bumi dan bangunan 89.841.793,50
• Biaya Listrik PLN 122.656.008
• Biaya Pengolahan Limbah B3 10.000.000
Variable Cost
• Biaya bahan baku proses dan utilitas 370.524.353.885
Total 692.024.984.476

XII-3
12.3 TOTAL PENJUALAN
Pada prarancangan pabrik ini, total penjualan yang diperoleh berasal dari
penjualan produk utama yakni sodium lignosulfonat dan produk samping berupa raw
pulp. Dalam 1 tahun produksi, hasil penjualan sodium lignosulfonat sebesar
Rp800.000.000.000, dan hasil penjualan raw pulp sebesar Rp117.540.295.431. Maka,
total penjualan tahunan mencapai Rp917.540.295.431.

12.4 PERKIRAAN LABA


Laba kotor yang diperoleh sebesar Rp214.239.545.408 Pajak penghasilan yang
harus dibayarkan sebesar Rp64.216.863.622. Dengan demikian, laba setelah pajak
yang diperoleh sebesar Rp 150.022.681.785.

12.5 PROFIT MARGIN (PM)


Profit Margin (PM) atau margin keuntungan adalah persentase rasio
keuntungan sebelum dikenakan pajak penghasilan terhadap total penjualan. Profit
margin pada prarancangan pabrik ini adalah sebesar 23,35%.

12.6 BREAK EVEN POINT (BEP)


Break Even Point (BEP) atau titik impas adalah saat dimana penjualan pabrik
dapat menutupi biaya produksi tanpa memberikan keuntungan maupun kerugian. BEP
pada prarancangan pabrik ini sebesar 37,74%. Menurut Parapat dkk., (2020), nilai BEP
yang baik untuk sebuah pabrik surfaktan berada dalam rentang 24-45 %. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pabrik ini layak didirikan.

12.7 RETURN ON INVESTMENT (ROI)


Return On Investment (ROI) adalah rasio profitabilitas yang digunakan untuk
menilai efisiensi sebuah proyek melalui perbandingan profit dengan total investasi
awal. Dalam konteks pendirian industri kimia, maka batas ROI setelah pajak yang
ditetapkan agar industri tersebut dinilai menguntungkan adalah 20% (Wibisana dkk.,
2020). Selain itu, ROI dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut:
1. ROI ≤ 15%, risiko pengembalian modal rendah.
2. 15% ≤ ROI ≤ 45%, risiko pengembalian modal sedang.

XII-4
3. ROI ≥ 45%, risiko pengembalian modal tinggi.

ROI pada prarancangan pabrik ini sebesar 15,26%. Maka, dapat disimpulkan
bahwa pendirian pabrik ini dinilai menguntungkan dan memiliki risiko pengembalian
modal sedang.

12.8 PAY OUT TIME (POT)


Pay Out Time (POT) atau jangka waktu minimum yang dibutuhkan untuk
mengembalikan modal awal investasi sebuah proyek dalam bentuk arus kas proyek.
Dengan demikian, semakin singkat waktu pengembalian modal awal investasi maka
proyek tersebut dinilai semakin baik (Wibisana dkk., 2020). Menurut Anderson dkk
(2013), nilai POT untuk industri kimia membutuhkan waktu sekitaer 6 tahun. Pada
prarancangan pabrik ini, nilai POT yang dibutuhkan adalah 6 tahun 7 bulan.

12.9 RETURN ON NETWORK (RON)


Return on Network (RON) merupakan perbandingan laba setelah pajak
terhadap modal sendiri. RON pada prarancangan pabrik ini sebesar 35,43%.

12.10 INTERNAL RATE OF RETURN (IRR)


Internal Rate of Return (IRR) atau laju pengembalian internal adalah
persentase yang menunjukkan keuntungan rata-rata bunga per tahun dari semua
pengeluaran dan pemasukan. Apabila IRR lebih besar dari bunga riil yang berlaku,
maka pendirian pabrik tersebut dinilai menguntungkan. Namun apabila nilai IRR lebih
kecil dari bunga riil, maka pendirian pabrik tersebut dinilai merugikan. Pada
prarancangan pabrik ini, diperoleh IRR sebesar 14,289%. Nilai IRR ini lebih besar dari
suku bunga pinjaman bank saat ini yakni 8% (PT Bank Rakyat Indonesia, 2023).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendirian pabrik ini dinilai
menguntungkan.

XII-5
BAB XIII
KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh pada prarancangan pabrik ini adalah sebagai


berikut:
1. Produksi sodium lignosulfonat dari sabut kelapa dengan kapasitas 20.000
ton/tahun membutuhkan bahan baku sabut kelapa sebanyak 6.259,2368
kg/jam, atau 49.573.155,1994 kg/tahun.
2. Pemilihan pelarut metanol sebagai larutan pemasak pada proses delignifikasi
organosolv sudah tepat, karena tidak mengganggu jalannya proses berikutnya.
3. Lokasi pabrik direncanakan berada di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Luas area tanah yang dibutuhkan adalah 20.295 m2.
4. Bentuk badan usaha yang direncanakan adalah Perseroan Terbatas (PT).
Bentuk organisasi yang direncanakan adalah bentuk organisasi garis dan staf
dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 179 orang.
5. Hasil analisis aspek ekonomi yang diperoleh adalah sebagai berikut:
• Capital Investment (CI) = Rp983.278.131.893
• Total Cost (TC) = Rp692.024.984.476
• Profit Margin (PM) = 23,35%
• Break Even Point (BEP) = 37,74%
• Return on Investment (ROI) = 15,26%
• Return on Network (RON) = 35,43%
• Pay Out Time (POT) = 6 tahun 7 bulan
• Internal Rate of Return (IRR) = 14,289%

6. Berdasarkan hasil analisa dari aspek keteknikan, aspek ekonomi, dan aspek
lingkungan dapat disimpulkan bahwa pabrik surfaktan sodium lignosulfonat
dari sabut kelapa dengan proses delignifikasi organosolv ini layak untuk
didirikan.

XIII-1
DAFTAR PUSTAKA

Abe, Z. 1993. Alkali-Alcohol-Anthraquinone Pulping. Seventh International


Symposium on Wood and Pulping Chemistry Proc., Beijing, PR China, 3:
189-194.
Akpakpan, A. E., B. O. Ognsile., U. D. Akpabio., dan U. M. Eduok. 2012.
Comparative Study on The Soda-Ethanol and Soda-Butanol Pulping of
Nypa Fruticans Petioles. International Journal of Advanced Scientific and
Technical Research Issue2, Volume 1 (February 2012) Issn: 2249-9954.
Alen R. 1988. Formation of Aliphatic Carboxylic Acids from Hardwood
Polysaccharides During Alkaline Delignification in Aqueous Alcohols.
Cellul Chem Tech 22(4): 443-448.
Anggraini, F. 2014. Spesifikasi Unit Paket Instalasi Pengolahan Air. Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Permukiman Balitbang Kementerian
Pekerjaan Umum.
Apostol, AV., dan Kozlov VP. 1979. Effect of Impregnating Birchwood Chips with
Various Concentrations of Acetic Acid on Some Physical and Mechanical
Properties. Izv VUZ Lesnoi Zh, (1): 64-66. (ABIPC 50:9447).
Apriana, R. A. dan J. Hafidz. 2017. Penyimpangan Hukum dalam Pendirian
Perseroan Terbatas. Jurnal AKTA 4(4): 745-752.
Aravamuthan, RG., Valade JL., Law KN., dan Lanouette R. 1993. Organosolv TMP,
CTMP and CMP from aspen. 1993 Pulping Conference Proc., Atlanta,
GA, 1: 193 - 204.
Artati, Enny K., Ahmad Effendi., Tulus Haryanto. 2009. Pengaruh Konsentrasi
Larutan Pemasak pada Proses Delignifikasi Eceng Gondok dengan Proses
Organosolv. Ekuilibrium Vol. 8. No. 1 Janari 2009: 25 – 28.
Avela, ES., Sandell E., dan Avela A. 1988. Suomen Sokeri Oy, Assignee. Menetelma
Sellumassan Ja Sokereiden Tuottamiseksi Lehtipuuhakkeesta. FI patent
76845.
Azzahra, Rizky., dan Rezi Miravion. 2019. Prarancangan Pabrik Surfaktan Natrium
Lignosulfonate (NLS) Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan

DP-1
Kapasitas Produksi 30.000 Ton/Tahun. Tugas Akhir. Banda Aceh:
Univeritas Syiah Kuala Darussalam.
Badan Pusat Statistik. 2022a. Produksi Kelapa Menuut Provinsi di Indonesia 2022.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
________________. 2022b. Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor 2022 Jilid I.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badu, S. Q. dan N. Djafri. 2017. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Ideas
Publishing. Gorontalo.
Baeza, J., Urizar S., Erismann N., Freer J., Schmidt E., dan Duran N. 1991.
Organosolv Pulping, V: Formic Acid Delignification of Eucalyptus
Globulus and Eucalyptus Grandis. Biores Tech 37(1): 1-6.
Bailey, AJ. 1939. Reagents of the University of Minnesota, assignee. Alcoholic
treatment of ligneous cellulosic material. US patent 2.166.540.
Bowers, GH., dan April GC. 1977. Aqueous n-Butanol Delignification of Southern
Yellow Pine. Tappi 60(8): 102-104.
Brosse, Nicoas., Mohd Hazwan Hussin., dan Afidah Abdul Rahim. 2017.
OrganosolvProcesses. DOI: 10.1007/10_2016_61.
Brown, G.G. 1978. Unit Operations. Tokyo: Charles Tuttle Co.
Brownell, L. E. dan E. H. Young. 1959. Process Equipment Design. John Wiley &
Sons, Inc. United States of America.
Bublitz WJ. 1987. Full Chemical Pulping With Mixtures of Methanol and Sulfite
Liquors. Solvent Pulping - Promises & Problems, Appleton, WI.
Bucholtz, M., dan Jordan RK. 1983. Formic Acid Woodpulping Could Yield
Valuable Chemical Products. Pulp & Paper 57(9): 102-104.
Bukalapak. 2022. Nutrisi Bakteri Aerob Aerasi Lumpur Aktif Menaikan Sv30
Menghilangkan Warna Limbah. https://www.bukalapak.com/p/industrial/
industrial-lainnya/13v2nke-jual-nutrisi-bakteri-aerob-aerasi-lumpur-aktif-
menaikan-sv30-menghilangkan-warna-limbah. Diakses pada 20 Februari
2023.
Burkart, LF. 1989. Le Tourneau College, Assignee. Rapid Dissolution of Lignin and
Other Non-Carbohydrates from Ligno-Cellulosic Materials Impregnated

DP-2
with A Reaction Product of Triethyleneglycol and An Organic Acid. US
patent 4.826.566.
Cahyani, Alfina Suci. 2021. Prarancangan Pabrik Surfaktan Natrium Lignosulfonat
(NLS) Dari Ampas Tebu Dengan Kapasitas Produksi 45.000 Ton/Tahun.
Tugas Akhir. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Darussalam.
Carvajal., Juan C., Alvaro Gomez., dan Carlo A. Cardona. 2016. Comparison of
Lignin Extraction Processes: Economic and Environmental Assessment.
Bioresource Technology 214 (2016) 468–476.
Chacon, GM., dan Lai YZ. 1985. Effect of ethanol on soda-anthraquinone pulping.
1985 International Symposium on Wood and Pulping Chemistry Technical
Papers, Vancouver, Canada.
Chaudhuri, P. 1996. Solvent Pulping of Bagasse - A Process and System Concenpt.
Tappi Pulping Conference Proc.
Chiang, VL., Moffitt GE., Puumala RJ., dan Sako T. 1987. Linear Regression
Modelling and Response Surface Analysis of Sulfur Dioxide Organosolv
Pulping. Solvent Pulping - Promises & Problems, Appleton, WI.
Chiang, VL. dan Sarkanen KV. 1983. Ammonium Sulfide Organosolv Pulping. Wood
Sci Tech 17: 217-226.
Chin, Danny Wei Kit., Steven Lim., Yen Ling Pang., Man Kee Lam. 2020.
Fundamental Review of Organosolv Pretreatment and Its Challenges in
Emerging Consolidated Bioprocessing. DOI: 10.1002/bbb.2096; Biofuels,
Bioprod. Bioref. (2020).
Considine, D. M. (1985). Process instruments and controls handbook. New York:
McGraw-Hill.
Couper, J. R., W. R. Penney, J. R. Fair, dan S. M. Walas. 2012. Chemical Process
Equipment: Selection and Design Third Edition. United Kingdom:
Elsevier Butterworth-Heinemann.
Curvelo, AAS., Groote RAMC., dan Balogh DT. 1990. Solvent Effect on Organosolv
Lignin from Pinus Caribaea Hondurensis (Part II). 1st European
Workshop on Lignocellulosics and Pulp, Bergedorf, FR Germany
Daima, H., Hosoya S., dan Nakano J. 1978. Studies on Alkali-Methanol Cooking
(Part III) Behavior of Lignin During Cooking. Japan Tappi 32(4): 49-52.

DP-3
Davis, JL., Nakatsubo F., Murakami K., dan Umezawa T. 1987. Organic Acid
Pulping of Wood IV: Reactions of Arylglycerol-B-Guaiacyl Ethers.
Mokuzai Gakkaishi 33(6): 478- 486.
Degremont, 1991. Water Treatment Handbook. New York: Jonh Wiley & Sons.
Deineko, IP., dan Kikitina OV. 1989. Oxygen Pulping of Chips in Water-Alcohol
Solutions. Lesn Zh (1): 128-130. (ABIPST 61:7190).
Deineko, IP., dan Nikitina OV. 1989 Oxidation of Wood by Oxygen in Low
Molecular Weight Alcohols. Khim Drev (Riga) (4): 60-63. (ABIPST
61:8252).
Fatmayati., dan Nur Asma Deli. 2017. Delignifikasi Batang Sawit Nonproduktif
secara Organosolv dengan Asam Formiat. Industria: Jurnal Teknologi dan
Manajemen Agroindustri Volume 6 No 3: 113-118 Tahun 2017.
Focus Technology Co., Ltd. 2023a. https://innoaschem.en.made-in-
china.com/product/gdYtjWNcnuVf/China-CAS1310-73-2-Naoh-Made-in-
China-Factory.html. Diakses pada 20 Juni 2023.
_______. 2023b. https://sjzxlwchem.en.made-in-china.com/product/YOiApr
UGVlVg/China-Sulphuric-Acid-98-Best-Supplier-H2SO4-.html. Diakses
pada 20 Juni 2023.
_______. 2023c. https://zhonghongda.en.made-in-china.com/product/cneYUlRKO
Ikr/China-Low-Price-Nahso3-CAS-7631 90-5-Sodium-Bisulfite-with-
Good-Quality.html. Diakses pada 20 Juni 2023.
_______. 2023d. https://sdaivk.en.made-in-china.com/product/XOFtuBSrnzUn
/China-High-Purity-99-5-Methanol-Methyl-Alcohol-CAS-67-56-1.html.
Diakses pada 20 Juni 2023.
_______. 2023e. https://zhongshichem.en.made-in-china.com/product/
WOSaGvPVCeYr/China-Aluminium-Sulphate-Aluminum-Sulfate-Al2-
SO4-3-CAS-10043-01-3.html. Diakses pada 20 Juni 2023.
_______. 2023f. https://ironzirconium.en.made-in-china.com/product /EnmRMpsj
TxWQ/China-Soda-Ash-Na2co3-Calcined-Soda-CAS-497-19-8-for-
Cement-Manufacturing-Best-Price-High-Purity.html. Diakses pada 20 Juni
2023.

DP-4
_______. 2023g. https://zychemical.en.made-in-china.com/product/
vbKxUewurNRD/China-Calcium-Hypochlorite-Bleaching-Powder-30-70-
as-Bactericide-and-Algaecide-in-Water.html. Diakses pada 20 Februari
2023.
Gargulak, J.D. dan Lebo, S.E. 2000. Commercial Use of Lignin-Based Materials. In
Lignin: Historical, Biological, and Materials Perspectives (pp. 304-320).
ACS: Washington.
Gargulak JD, Bushar LL., dan Sengupta AK. 2001. Ammoxidized Lignosulfonate
Cement Dispersant . US patent 6,238,475
Gasche UP. 1985. Schwefelfreie Katalysierte Verfahren Zur Erzeugung von Zellstoff.
Papier 39(10A): V1-V8.
Geankoplis, C. J. 1993. Transport Processes and Unit Operations. Third Edition.
Prentice-Hall International, Inc. United States of America.
Ghose, TK., Pannir Selvam PV., dan Ghosh P. 1983. Catalytic Solvent
Delignification of Agricultural Residues: Organic Catalysts. Biotech
Bioeng 25(11): 2577-2590.
Gilarranz, Miguel A., Francisco Rodrı´guez., Aurora Santos., Mercedes Oliet., Fe´
lix Garcı´a-Ochoa., dan Julio Tijero. 1999. Kinetics of Eucalyptus globulus
Delignification in a Methanol-Water Medium. Ind. Eng. Chem. Res. 1999,
38, 3324-3332.
Grondal, BL., dan Zenczac P. 1956. Research Corporation, Assignee. Process of
Pulping Cellulosic Materials with Triethylene Glycol. US patent
2.772.968.
Guerra, A., Filpponen, I., Lucia, L. A., Saquing, C., Baumberger, S., dan
Argyropoulos, D. S. 2006. Toward a better understanding of the lignin
isolation process from wood. Journal of Agricultural and Food Chemistry.
54(16), 5939–5947.
Gunawan, Adi., Dessy Endiana Sihotang., dan M. Yusuf Toha. 2012. Pengaruh
Waktu Pemasakan dan Larutan Pemasak Terhadap Viskositas Pulp dari
Ampas Tebu. Jurnal Tekhnik Kimia, 18, 2, 1-8.
Gurgel, Leandro Vinícius Alves., Maria Teresa Borges Pimentab., dan Antonio
Aprigio da Silva Curvelob. 2016. Ethanol–Water Organosolv

DP-5
Delignification of Liquid Hot Water (LHW) Pretreated Sugarcane Bagasse
Enhanced By High–Pressure Carbondioxide (HP–CO2). Industrial Crops
and Products 94 (2016) 942–950.
Gorensek, M. B., Shukre, R., & Chen, C. C. 2019. Development of a Thermophysical
Properties Model for Flowsheet Simulation of Biomass Pyrolysis
Processes. ACS Sustainable Chemistry & Engineering. 7(9): 9017-9027.
Haas, GG., dan Lang CJ. 1971. Weyerhaeuser Company, Assignee. Non-Catalytic
Process for The Production of Cellulose from Lignocellulosic Materials
Using Acetic Acid. US patent 3.553.076.
Herawati, D. dan A. Yuntarso. 2017. Penentuan Dosis Kaporit sebagai Desinfektan
dalam Menyisihkan Konsentrasi Ammonium pada Air Kolam Renang.
Jurnal SainHealth 1(2): 66-74.
Hewson, WB., McCarthy JL dan Hibbert H. 1941. Studies on Lignin and Related
Compounds, LVII, Mechanism of The Ethanolysis Reaction. J Am Chem
Soc 63: 3041-3045.
Holman, J. P. 2010. Heat Transfer Tenth Edition. United States of America:
McGraw-Hill.
Huanfei, X., Guang, Y., Xindong, M., Chunyan, Z., DeRaussel, P. and Chao, L.
2015. Effect Characterization of Sodium Lignosulfonate on Alkali
Pretreatment for Enhancing Enzymatic Saccharification of Corn Stover.
Industrial Crops and Products. 76: 638-646.
Ismiyati. 2009. Perancangan Proses Sulfonasi Lignin Isolat Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKKS) Menjadi Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NLS). Disertasi.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Janson, J., dan Vuorisalo R. 1986. Alcohol-Hydroxide-Anthraquinone Pulping.
Paperi ja Puu 68(9): 610-615.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2018. Modul Proyeksi
Kebutuhan Air dan Identifikasi Pola Fluktuasi Pemakaian Air. Jakarta.
Kementrian Keuangan. 2020. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
65/PMK.06/2017 Tahun 2017.
Kern, D. Q. 1965. Process Heat Transfer International Student Edition. United
States of America: McGraw-Hill.

DP-6
Kharisma, A. A. dan A. Budiman. 2020. Perhitungan Efisiensi (Efficiency) Mesin
Boiler Jenis Fire-Tube Menggunakan Metode Direct dan Indirect untuk
Produk Butiran-Butiran Pelet. UG Jurnal 14(12): 1-12.
Kirçi, H., Bostançi S., dan Yalinkiliç MK. 1994. A New Modified Pulping Process
Alternative to Sulphate Method “Alkali-Sulfite-Anthraquinone-Ethanol
(ASAE)”. Wood Sci Tech 28(2): 89-99.
Kirk, Raymond E., Donald F Othmer., Martin Grayson., David Eckroth. 1985. Kirk-
Othmer Concise Encyclopedia of Chemical Technology. Wiley, New
York: 1985.
Kleinert, T. 1933. Zur Kenntnis der Dampf-Flussigkeitsgleichgewichte von
Aethylalkoholwassergemischen bei Temperaturen von 120 bis 180°C.
Beihefte zu den zeitschriften des vereins deutscher chemiker nr 2. Verlag
Chemie G.M.B.H., Berlin.
Kobayashi, M., Sasaki N., Gobara K., dan Nagasawa T. 1978. Economic Evaluation
of Alkalimethanol Cooking. Japan Tappi 32(9): 525-532.
Kordsachia, O., Patt R., dan Rachor G. 1988. Untersuchungen Zum Methanol-
Sulfitaufschluss. Papier 42(6): 261-269.
Koval, J., dan Slavik I. 1963. Acetic Acid in Wood Delignification. Papir Celulosa
18: 215- 216. (CA 60:12221).
Krotov, VS., dan Frank AY. 1993. Ammonium-Sulfite-Alcohol Pulping: Basis of
Prospective Technology for The Processing of Nonwoody Raw Material.
Tsellyul Bum Karton (5): 10- 11. (ABIPST 65:797).
Krull, M., Rachor G., Patt R., dan Kordsachia O. 1989. Einfluss von Methanol Auf
den Sauren Sulfit- Und Bisulfitaufschluss von Buchenholz. Papier 43(2):
41-49.
Krull, M., Kordsachia O., dan Patt R. 1991. Der Methanol-Sulfitaufschluss von
Kiefer. Papier 45(11): 673-680.
LabChem. 2018a. Sodium Hydroxide: Safety Data Sheet. www.labchem.com.
Diakses pada 9 April 2022.
________. 2021. Sodium Bisulfite: Safety Data Sheet. www.labchem.com. Diakses
pada 9 April 2022.

DP-7
________. 2020a. Methanol: Safety Data Sheet. www.labchem.com. Diakses pada 9
April 2022.
________. 2018b. Sulfuric Acid: Safety Data Sheet. www.labchem.com. Diakses
pada 9 April 2022.
________. 2020b. Water: Safety Data Sheet. www.labchem.com. Diakses pada 9
April 2022.
________. 2012. Sodium Carbonate, Anhydrous. www.labchem.com. Diakses pada
26 Mei 2023.
Lyublin, VS., Baranova LE., dan Germer EI. 1988. Effectiveness of Ethanol Pulping.
Bum Prom (3): 16-17. (ABIPC 59:1341).
Mardhiah, Ainun., dan Misbahul Jannah. 2016. Pembuatan Kertas Kraft dari Ampas
Tebu (Saccaharum oficinarum) Menggunakan Metode Organosolv. e-
ISSN: 2548-7825. p-ISSN: 2548-4303.
Margie, L. A., Yulianto, D. R. Triputra, dan M. Darmansyah. 2020. Pengantar
Bisnis. Pamulang: UNPAM Press.
Marton, R., dan Granzow SG. 1982. Use of Ethanol in Alkaline Pulping. PCT patent
WO 82/01568.
Mbachu, RAD., dan Manley R. 1981. The Effect of Acetic and Formic Acid
Pretreatment on Pulp Bleaching with Ozone. Tappi 64(1): 67-70.
Mccabe, W. L., J. C. Smith., dan P. Harriott. 1993. Unit Operations of chemical
Engineering Fifth Edition. Singapore: McGraw-Hill.
Mcdonough, T. J. 1992. The Chemistry off Organosolv Delgnification. Institute of
Paper Science and Technology Atlanta, Georgia.
Melo, SR., dan Muller GP. 1989. Effects of Adding MeOH to Soda-AQ Pulping of
Eucalyptus. Celulosa Papel 5(1): 10-4. (ABIPST 60:10113).
Meyer, FJ., Humiston CG., dan Moyle CL. 1961. The Dow Chemical Company,
Assignee. Wood Pulping Process. CA patent 618.297.
Minami, Eiji., Haruo Kawamoto., dan Shiro Saka. 2003. Reaction Behavior Of
Lignin In Supercritical Methanol As Studied With Lignin Model
Compounds. J Wood Sci (2003) 49:158–165.
Minton, Paul E. 1986. Handbook off Evaporation Technology. New Jersey: 1986.
ISBN: 0-8155-1097-7

DP-8
Muizu, W. O. Z. dan E. T. Sule. 2017. Manajer dan Perangkat Manajemen Baru.
Pekbis Jurnal 9(2): 151-160.
Mulyawan, Mukti., Eny Setyowati., dan Arif Widjaja. 2015. Surfaktan Sodium Ligno
Sulfonat (SLS) dari Debu Sabut Kelapa. Jurnal Teknik ITS. Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 2337-3539.
Mun, SP. 1989. Alcohol-Bisulfite Pulping: Mechanism of Delignification. In:
Kennedy JF, Phillips GO & Williams PA (eds) Wood processing and
utilization. Ellis Horwood Limited, Chichester.
Mun, SP., dan Wi H. 1991. Alcohol-Bisulfite Cooking of Hyun-Aspen [Populus Alba
X Glandulosa L.] Wood, (1), Determination of Delignification Conditions.
J TAPPIK 23(1): 55-61. (ABIPST 62:8473).
Muurinen, E. 2000. Organosolv Pulping: A Review and Distillation Study Related to
Peroxyacid Pulping. Oulu: University of Oulu. 951-42-5661-1.
Muurinen, E. dan Sohlo J. 1994. Simulation of Recovery Methods for Pulping with
Peroxyformic and Peroxyacetic Acids. Comp Chem Eng 18(Suppl.): 609-
613.
Nakano, J., Takatsuka C., Daima H., Kobayashi M., dan Sasaki N. 1977. Studies on
Alkalimethanol Cooking, (2), Strenght of Pulp Sheet and Recovery of
Methanol. Japan Tappi 31(11): 762-766. (ABIPC 48:9255).
Nakano, J., Daima H., Hosoya S., dan Ishizu A. 1981. Studies on Alkali-Methanol
Cooking. International Symposium on Wood and Pulping Chemistry,
Stockholm, Sweden, 2: 72-77.
Nasr, A.I., Taha, M.G., Yosef, H.Y. dan El-Shaer, M.A. 2017. The Utilization of
Sodium Lignosulfonate Extracted from Egyptian Rice Straw in Leacther
Tanning Process. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik. 33: 57-64.
Nawawi, D.S., Syafii, W., Akiyama, T., Yokoyama, T. dan Matsumoto, Y. 2016.
Lignin Structure of Acacia and Eucalyptus Species and ITS Relation to
Delignification. Proceedings of 2nd REPTech. Bandung, 15-17 November
2016.
Nelson, PJ. 1977. Pulping of Wood With Glycol Solutions of Salicylic Acid
Derivates. Appita 31(1): 29-32.

DP-9
Nikam, P. S., J. S. Aber, dan S. J. Kharat. 2008. Viscosities of Ammonium Sulfate,
Potassium Sulfate, and Aluminium Sulfate in Water and Water + N, N-
Dimethylformamide Mixtures at Diferent Temperature. Journal of
Chemical Engineering Data. 53: 2469-2472.
Nimz, HH., dan Schoene M. 1993. Non-Waste Pulping and Bleaching with Acetic
Acid. Seventh International Symposium on Wood and Pulping Chemistry
Proc., Beijing, PR China, 1: 258-265.
Ningsih, N.P., dan Ahmad M.F. 2020. Pembuatan Kertas Dari Limbah Padat
Produksi Tepung Aren Dengan Proses Organosolv. The 11th University
Research Colloquium. Universitas Aisyah Yogyakarta.
Nuclea, Sinta., dan Dwi K.H. 2015. Pabrik Pulp Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS) Dengan Proses Acetocell. Skripsi. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Nugraha, Aditya Meita., dan Ande Fudja Rafryanto. 2018. Sintesis Natrium
Lignosulfonat Dari Limbah Sabut Kelapa Sebagai Superplasticizer Pada
Mortar. Bandung: Politeknik Negeri Bandung.
Obrocea, P., dan Gavrilescu D. 1988. Delignification of Beechwood Acetic Acid
Solutions. Celuloza Hirtie 37(4): 157-159. (ABIPST 60:8200)
Parmoon, G., A. M. Nafchi, dan M. Pirdashti. 2019. Density, Viscosity, Refractive
Index and Excess Properties of Binary and Ternary Solutions of Poly
(ethylene Glycol), Sulfate Salts and Water at 298.15 K. Physical Chemistry
Research. 7(4): 859-884.
Pen, RZ., Suvorova SI., dan Leonova MO. 1993. Low-Temperature Oxidative
Delignification of Wood and Properties of The Pulps. Izv Vyssh Uchebn
Zaved Lesn Zh (2/3): 57-60. (ABIPST 65:6588(AS)).
Perez, DS., dan Curvelo AAS. 1997. Kinetics of Acetone-Water Organosolv
Delignification of Eucalyptus Urograndis. 9th International Symposium on
Wood and Pulping Chemistry Poster Presentations, Montreal, Canada
Perry, R. H., dan D. W. Green. 1999. Perry’s Chemical Engineer’s Handbook
Seventh Edition. United States of America: McGraw-Hill.
________. 2008. Perry’s Chemical Engineer’s Handbook Eight Edition. United
States of America: McGraw-Hill.

DP-10
Peters, M. S., K. D. Timmerhaus, dan R. E. West. 2003. Plant Design and
Economics for Chemical Engineers. United States of America: McGraw-
Hill.
________. 1991. Plant Design and Economics for Chemical Engineers. Fourth
Edition. McGraw-Hill, Inc. Singapore.
PT Bank Rakyat Indonesia. 2022. Loan Interest Rates. https://bri.co.id/loan-interest-
rates. Diakses pada 15 Februari 2023.
PT. Damar Petro Optima. 2023. https://www.damarpetro.com/. Diakses pada 20 Juni
2023
PT Gochem Globalindo. 2022. https://gochem.co.id/. Diakses pada 15 November
2022.
PT Indowang Universal. 2022. Asam Sulfat. https://www.indowang.com/. Diakses
pada 15 November 2022.
PT Indowang Universal. 2022. Soda Api. https://www.indowang.com/. Diakses pada
15 November 2022.
PT Pertamina (Persero). 2007. Dasar Instrumentasi dan Proses Kontrol.
Putra, Bobby Yulandika. 2008. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Liner Low Density
Polyethylene (LLDPE) dengan Bahan Baku Ethilene dengan Kapasitas
Produksi 175.000 Ton.Tahun. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Rahmi, Alfi., dan Elfi Khairani. 2022. Penentuan Baku Mutu Air Sungai Rokan
Sebagai Keperluan Bahan Baku Air Minum PDAM Masyarakat Rokan
Hulu. Universitas Pasir Pengaraian.
Ramalho, R. S. 1977. Introduction to Wastewater Treatment Processes. New York:
Academic Press, Inc.
Reklaitis, G. V. 1983. Introduction to Material and Energy Balances. United States
of America: John Wiley & Sons, Inc.
Reynolds, T. D. dan P.A. Richards. 1996. Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering Second Edition. Boston: PWS Publishing
Company.
Reznikov, VM. 1988. Acetic Acid Delignification of Hardwoods. Bum Prom (9): 12-
13. (ABIPC 59:9137).

DP-11
Reznikov, VM., dan Zilbergleit MA. 1980. Belorussian Technological Institute,
Assignee. Paper Pulp Intermediate Product. USSR patent 761.647. (CA
93:222146m).
Risnawati, V. N. 2013. Pengembangan Profesi Sekretaris. Jurnal STIE Semarang
5(1): 15-25.
Riyadi, Rahmad. 2020. Pembuatan Surfaktan Sodium Lignosulfonate Dari Alang-
Alang (Imperata Cylindrica) Menggunakan NaHSO3. Tesis. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Rutkowski, J., Mroz W., Surma-Slusarska B., dan Perlinska-Sipa K. 1993. Glycolic
Delignification of Hardwood. Progress 93 Conference Proc., 1: 190-205.
(ABIPST 67:13953(AC)).
Saarnio, J., dan Kuusisto R. 1971. D-Xylose from Sulphite Waste Liquor. Paperi ja
Puu 53(6): 367-370.
Sahin, Halil Turgut. 2022. Environmentally Friendly Alternative Pulp and Paper
Technologies. ISBN 978-954-07-4137-6.
Sakai, K., Mun SP., Fukuda J., dan Imamura H. 1983. Delignification With Sulfites
and An Organic Solvent - Semichemical and Chemical Pulping of Sugi
(Japanese Cedar). 2nd International Symposium on Wood and Pulping
Chemistry, Tsukuba Science City, Japan, 4: 194-197.
Sakai, K., Mun SP., dan Imamura H. 1987. Organosolv Pulping which Produces
Valuable Byproducts. Fourth International Symposium on Wood and
Pulping Chemistry, Paris, France, 2: 193-195.
Sakai, K., dan Uprichard JM. 1987. Isopropanol-Sulphite Pulping Studies on Radiata
Pine. Appita 40(3): 193-200.
Sako, Vera Nita., Dean Puji Firmansyah., dan Singgih Nurdianto. 2014. Pra
Rancangan Pabrik Sodium Lignosulfonate Kapasitas 76.000 Ton/Tahun.
Skripsi. Cilegon: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Sanjuan, R., Vargas J., Anzaldo J., Munguia L., dan Delgado E. 1995. Comparative
Study of Three Processes to Obtain Pulp from Kenaf (Hibiscus
Cannabinus). The 8th International Symposium on Wood and Pulping
Chemistry Proc., Helsinki, Finland, 2: 449-454.

DP-12
Sano, Y., Umemoto M., Takahashi A., dan Sasaya T. 1986. Phenorganosolv Pulping
II, Pulping of Beechwood with Acetic Acid-Water-Phenols System.
Mokuzai Gakkaishi 32(12): 1003-1010.
Sarkanen, KV. 1980. Acid-Catalyzed Delignification of Lignocellulosics in Organic
Solvents. In: Sarkanen KV & Tillman DA (eds) Progress in biomass
conversion, New York, 2: 127-144.
Sarkanen, KV. 1982. University of Washington, Assignee. Method and System for
Selective Alkaline Defiberization and Delignification. US patent
4.329.200.
Schwenzon, K. 1965. Hydrotroper Aufschluss von Pflanzen. Zellstoff Papier 14(7):
199- 201.
Schwenzon, K. 1966. Hydrotroper Aufschluss von Pflanzen. Zellstoff Papier 15(7):
202- 204.
Shaban, A., dan Suciu GD. 1993. ABB Lummus Crest Inc., Assignee. Process of
Pulping and Bleaching Fibrous Plant Material With Tert-Butyl Alcohol
and Tert-Butyl Peroxide. US patent 5.252.183. (ABIPST 66:9747(P)).
Shatalov, Anatoly A., dan Helena Pereira. 2004. Kinetics of Organosolv
Delignification of Fibre Crop Arundo Donax L. Industrial Crops and
Products 21 (2005) 203–210.
Simkhovich, BS., Zilbergleit MA., dan Reznikov VM. 1987. Papermaking
Properties of Acetic Acid Pulp From Hardwoods. Bum Prom (7): 25-26.
(ABIPST 60:478(T)).
Siregar, Yohana., Elvi Yenie., Syarfi Daud. 2015. Pre-Treatment Jerami Padi
Menggunakan Proses Organosolv dengan Variasi Konsentrasi Pelarut
(CH3OH) dan Waktu Pemasakan. Jom FTEKNIK Volume 2 No. 2.
Pekanbaru: Universitas Riau.
Sofyan, D. K. dan Syarifuddin. 2015. Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas
dengan Menggunakan Metode Konvensional Berbasis 5S (Seiri, Seiton,
Seiso, Seiketsu dan Shitsuke). Jurnal Teknovasi 2(2): 27-41.
Solikhah, B. Harahap, dan L. T. Hastuti. 2018. Bentuk Badan Usaha Ideal Untuk
dapat Dipertanggungjawabkan Secara Hukum dalam Pengelolaan Baitul

DP-13
Maal Wat Tamwil (BMT) Berdasarkan Undang-Undang Lembaga
Keuangan Mikro di Eks Karesidenan Surakarta. Yustisia 4(3): 617-638.
Sondak, R. R. 2016. Tugas dan Kewenangan Dewan Komisaris Terhadap Perseroan
Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Lex Privatum
4(4): 180-186.
Sukadarti, S., Siti D.K., Heri P., Wasis P.S., dan Tri M. 2010. Produksi Gula Reduksi
dari Sabut Kelapa Menggunakan Trichoderma reesei. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia Kejuangan. Yogyakarta: Universitas
Pembangunan Nasional Veteran.
Sun, YP., Abbot J., dan Yates B. 1994. UV-Peroxide Bleaching of Peroxyformic Acid
Pretreated Eucalypt Kraft Pulp - Tcf Bleaching. 48th Appita Annual
General Conference Proc.
Sundquist, J. 1996. Chemical Pulping Based on Formic Acid, Summary of Milox
Research. Paperi ja Puu 78(3): 92-95.
Surma., Slusarska, B. 1998. Balance of Ethylene Glycol in Organosolv Pulping of
Hardwood. Przegl Pap 54(12): 712-714. (Paperbase 00537502).
Syahmani. 2001. Isolasi, Sulfonasi, Asetilasi Lignin dari TKKS Dan Studi
Pengaruhnya Terhadap Proses Pelarutan Urea. Tesis. Bandung: Bidang
Kimia Organik. Program Magister Kimia. Institut Teknologi Bandung.
Tchobanogluos, G., F. L. Burton, dan H. D. Stensel. 2003. Wastewater Engineering:
Treatment and Reuse Foruth Edition. United States of America: McGraw-
Hill.
Terenteva, EP., Zorina RI., Varvarskaya SV., dan Dievskii VA. 1990. Changes in
The Structure of Aspenwood [Populus] During Pulping By The Organic
Solvent Method. Khim Drev (Riga) (3): 41-44. (ABIPST 62:5721).
Thring, RW., Chornet E., Bouchard J., Vidal PF., dan Overend RP. 1990.
Characterization of Lignin Residues Derived from The Alkaline Hydrolysis
of Glycol Lignin. Can J Chem 68(1): 82-89.
Thring, RW., Chornet E., dan Overend RP. 1993. Thermolysis of Glycol Lignin in
The Presence of Tetralin. Can J Chem Eng 71(2): 107-115.

DP-14
Timermane, GB., Purina LT., Ioelovich MY., dan Treimanis AP. 1992. Kinetics of
Hardwood Delignification in an Organic Solvent. Khim Drev (Riga) (4-5):
36-40. (ABIPST 64:4790).
Trivana, Linda., dan Yudha Pradhana. 2017. Pemanfaatan Sabut Kelapa Sebagai
Sumber Kalium Organik. Warta Penelitian dan Pengenmbangan Tanaman
Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian
dan Pusat Penelitian dan Pengenmbangan Perkebunan. ISSN 0853-8204.
Unger, A., Kletzin J., Reichelt L., dan Poller S. 1979. Institut Fur
Forstwissenschaften Eberswald, Assignee. Verfahren Zur Auflosung von
Lignozellulosehaltigen Materialien. DD patent 136.845.
Valladares, J., Rolz C., Bermudez ME., Batres FR., dan Custodio MA. 1984. Pulping
of Sugar Cane Bagasse With a Mixture of Ethanol-Water Solution in The
Presence of Sodium Hydroxide and Anthraquinone. In: Seaquist AJ &
Cobb EC (eds) Nonwood plant fiber pulping, progress report. Tappi Press,
Atlanta, 15: 23-28.
Walas, S. M. 1990. Chemical Process Equipment Selection and Design. Butterworth-
Heinemann. United States of America.
Wells, GL., dan Rose LM. 1986. The Art of Chemical Process Design. Elsevier
Science Publishers, Amsterdam.
Wesco Technology. Ltd. 1995. Typical Properties of Weschem Ammonium
Lignosulfonate, Calcium Lignosulfonate, Sodium Lignosulfonate, Zinc
Lignosulfonate. San Clemente. USA. CA. 92674–3880.
Westmoreland, RA., dan Jefcoat IA. 1991. Sulfur Dioxide-Ethanol-Water Pulping of
Hardwoods. Chem Eng Comm 104: 101-115.
Wibisana, A., I. A. Adlin, dan W. Indrawati. 2020. Ekonomi Teknik. Pamulang:
UNPAM Press.
Wibowo, B. F. 2018. Analisis Yuridis Kewenangan Dewan Komisaris dalam
Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Tesis. Jurusan
Magister Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Sumatera Utara.
Medan.

DP-15
Wijaya, C. dan M. Rifa’i. 2016. Dasar-Dasar Manajemen: Mengoptimalkan
Pengelolaan Organisasi Secara Efektif dan Efisien. Medan: Perdana
Publishing.
Yasuda, S., dan Matsuhita Y. 2004. Preparation and Evaluation of Lignosulfonates
as a Dispersant for Gypsum Paste from Acid Hydrolysis Lignin.
Bioresource Technology 96: 465-470.
Yaws, C. L. 1999. Chemical Properties Handbook: Physical, Thermodinamic,
Environmental, Transport, Safety, and Health Related Properties for
Organic and Inorganic Chemicals. United States of America: McGraw-
Hill.
Yordan, RK. 1982. Formic Acid Pulping. PCT patent 82/01902.
Young, RA., Davis JL., Wiesmann EB., dan Baierl KW. 1985. Organic Acid Pulping
of Wood, Part I, An Overview of Applications. International Symposium
on Wood and Pulping Chemistry, Vancouver, BC, p 169-172.
Zhao, S. dan Omar, M.M.A. 2017. Synthesis of renewable Thermoset Polymers
Through Successive Lignin Modification Using Lignin-Derived Phenols.
Sustainable Chemistry, and Engineering. 5: 5059-5066.
Zilbergleit, MA., Korneichik TV., dan Reznikov VM. 1987. Wood delignification by
aqueous acetic acid solutions, (6), physical properties of acetic acid
lignins. Khim Drev (Riga) (6): 21-27. (ABIPC 59:228).

DP-16
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN NERACA MASSA

Perhitungan neraca massa pada prarancangan pabrik pembuatan surfaktan


sodium lignosulfonat dari sabut kelapa dengan metode delignifikasi organosolv
berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
Kapasitas pabrik = 20.000 ton/tahun
Waktu operasi = 330 hari
Basis perhitungan = 1 jam operasi
Satuan berat = kg (kilogram)
Bahan baku = Sabut kelapa
Produk akhir = Sodium lignosulfonat (C20H24Na2O10S2)
20.000 ton 1.000 kg 1 tahun 1 hari
Produksi sodium lignosulfonat = × × ×
1 tahun 1 ton 330 hari 24 jam

= 2.525,2525 kg/jam

Perhitungan neraca massa dilakukan dengan alur maju menggunakan basis


laju alir massa sabut kelapa 1.000 kg/jam. Berdasarkan perhitungan yang sama
dengan seluruh perhitungan pada Lampiran A ini dengan basis tersebut, diperoleh
sodium lignosulfonat sebanyak 404,3438 kg/jam.
Perhitungan bahan baku yang diperlukan:
kapasitas produksi aktual
Bahan baku = × basis perhitungan
kapasitas produksi basis
2.525,2525 kg/jam
= × 1.000 kg/jam
404,3438 kg/jam
= 6.259,2368 kg/jam
Komposisi sabut kelapa dapat dilihat pada Tabel LA.1
Tabel LA.1 Komposisi Sabut Kelapa
Komponen Persentase Komponen
Lignin 45,84
Selulosa 43,44
Hemiselulosa 0,25
Abu 5,22
Air 5,25
(Sumber: Sukadarti dkk. (2010))

LA-1
LA.1 ROTARY CUTTER (RC–101)
Sabut kelapa dari Gudang Penyimpanan (GD–101) akan dibawa
menggunakan Belt Elevator (BE–101) menuju Rotary Cutter (RC–101) untuk
dihaluskan. Efisiensi Rotary Cutter diasumsikan sebesar 80%, sabut kelapa kasar
akan dikembalikan ke Rotary Cutter setelah dipisahkan di Vibrating Screen (VS–
101) pada alur F3. Blok diagram Rotary Cutter (RC–101) ditunjukkan pada Gambar
LA.1.

F3
Lignin
Selulosa
Hemiselulosa
Abu
Air
F1 F2
Lignin Rotary Cutter Lignin
Selulosa (RC–101) Selulosa
Hemiselulosa Hemiselulosa
Abu Abu
Air Air

Gambar LA.1 Blok Diagram Rotary Cutter (RC–101)

Neraca Massa Total


F1 + F3 = F2
F2 = F1 : 80%
F1 = 6.259,2368 kg/jam

Massa masing-masing komponen pada alur 1 adalah sebagai berikut:


F1Lignin = 45,84%  F1
= 45,84%  6.259,2368 kg/jam
= 2.869,2341 kg/jam
F1Selulosa = 43,44%  F1
= 43,44%  6.259,2368 kg/jam
= 2.719,0125 kg/jam
F1Hemiselulosa = 0,25%  F1
= 0,25%  6.259,2368 kg/jam
= 15,6481 kg/jam

LA-2
F1Abu = 5,22%  F1
= 5,22%  6.259,2368 kg/jam
= 326,7322 kg/jam
F1Air = 5,25%  F1
= 5,25%  6.259,2368 kg/jam
= 328,6099 kg/jam

Alur 1 merupakan massa masuk sabut kelapa untuk memenuhi 80% sabut
kelapa yang akan diproses di Rotary Cutter (RC–101). Maka, massa total F2 = F1 :
80%. Sehingga, massa masing-masing komponen pada F2 adalah sebagai berikut:
F2Lignin = F1Lignin : 80%
= 2.869,2341 kg/jam : 80%
= 3.586,5427 kg/jam
F2Selulosa = F1Selulosa : 80%
= 2.719,0125 kg/jam : 80%
= 3.398,7656 kg/jam
F2Hemiselulosa = F1Hemiselulosa : 80%
= 15,6481 kg/jam : 80%
= 19,5601 kg/jam
F2Abu = F1Abu : 80%
= 326,7322 kg/jam : 80%
= 440,8571 kg/jam
F2Air = F1Air : 80%
= 328,6099 kg/jam : 80%
= 443,3908 kg/jam

Massa masing-masing komponen pada F3 adalah sebagai berikut:


F3Lignin = F2Lignin – F1Lignin
= 3.586,5427 kg/jam – 2.869,2341 kg/jam
= 717,3085 kg/jam
F3Selulosa = F2Selulosa – F1Selulosa
= 3.398,7656 kg/jam – 2.719,0125 kg/jam
= 679,7531 kg/jam

LA-3
F3Hemiselulosa = F2Hemiselulosa – F1Hemiselulosa
= 19,5601 kg/jam – 15,6481 kg/jam
= 3,9120 kg/jam
F3Abu = F2Abu – F1Abu
= 440,8571 kg/jam – 326,7322 kg/jam
= 88,1714 kg/jam
F3Air = F2Air – F1Air
= 443,3908 kg/jam – 328,6099 kg/jam
= 88,6782 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Rotary Cutter (RC–101) ditunjukkan pada Tabel LA.2.

Tabel LA.2 Neraca Massa pada Rotary Cutter (RC–101


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 1 3
F F F2
Lignin 2.869,2341 717,3085 3.586,5427
Selulosa 2.719,0125 679,7531 3.398,7656
Hemiselulosa 15,6481 3,9120 19,5601
Abu 326,7322 81,6830 408,4152
Air 328,6099 82,1525 410,7624
Subtotal 6.259,2368 1.561,3278 7.824,0460
Total 7.824,0460 7.824,0460

LA.2 VIBRATING SCREEN (SC–101)


Vibrating Screen (VS–101) digunakan untuk menyeragamkan sabut kelapa
berukuran ± 0,5 cm. Blok diagram Vibrating Screen (VS–101) ditunjukkan pada
Gambar LA.2.

LA-4
F3
Lignin
Selulosa
Hemiselulosa
Abu
Air
F2 F4
Vibrating Screen
Lignin Lignin
Selulosa (VS–101) Selulosa
Hemiselulosa Hemiselulosa
Abu Abu
Air Air
Gambar LA.2.
Gambar LA.2 Blok
Blok Diagram
Diagram Vibrating
Vibrating Screen
Screen (VS–101)
(VS–101)

Neraca Massa Total


F2 = F3 + F4

Massa masing-masing komponen pada F4 adalah sebagai berikut:


F4Lignin = F2Lignin – F3Lignin
= 3.586,5427 kg/jam – 717,3085 kg/jam
= 2.869,2341kg/jam
F4Selulosa = F2Selulosa – F3Selulosa
= 3.398,7656 kg/jam – 679,7531 kg/jam
= 2.719,0125 kg/jam
F4Hemiselulosa = F2Hemiselulosa – F3Hemiselulosa
= 19,5601 kg/jam – 3,9120 kg/jam
= 15,6481 kg/jam
F4Abu = F2Abu – F3Abu
= 408,4152 kg/jam – 81,6830 kg/jam
= 326,7322 kg/jam
F4Air = F2Air – F3Air
= 410,7624 kg/jam – 82,1525 kg/jam
= 328,6099 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Vibrating Screen (VS–101) ditunjukkan pada Tabel LA.3.

LA-5
Tabel LA.3 Neraca Massa pada Vibrating Screen (VS–101)
Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F2 3
F F4
Lignin 3.586,5427 717,3085 2.869,2341
Selulosa 3.398,7656 679,7531 2.719,0125
Hemiselulosa 19,5601 3,9120 15,6481
Abu 408,4152 81,6830 326,7322
Air 410,7624 82,1525 328,6099
Subtotal 7.824,0460 1.561,3278 6.259,2368
Total 7.824,0460 7.824,0460

LA.3 CHIP BIN (SL–101)


Chip Bin (SL–101) digunakan untuk menyimpan chip sabut kelapa keluaran
Vibrating Screen (VS–101) sebelum diumpankan ke Digester (DG–101). Blok
diagram Chip Bin (SL–101) ditunjukkan pada gambar LA.3.

F4 Chip Bin F5
Lignin (SL–101) Lignin
Selulosa Selulosa
Hemiselulosa Hemiselulosa
Abu Abu
Air Air

Gambar
Gambar LA.3
LA.3 Blok
Blok Diagram
Diagram Chip
Chip Bin
Bin (SL–101)
(SL–101)

Neraca Massa Total


F4 = F5

Total massa masing-masing komponen yang masuk dan keluar pada Chip Bin
(SL–101) adalah tetap. Maka, massa masing-masing komponen pada F5 adalah
sebagai berikut:
F5Lignin = F4Lignin
= 2.869,2341 kg/jam
F5Selulosa = F4Selulosa
= 2.719,0125 kg/jam
F5Hemiselulosa = F4Hemiselulosa
= 15,6481 kg/jam
F5Abu = F4Abu

LA-6
= 326,7322 kg/jam
F5Air = F4Air
= 328,6099 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Chip Bin (SL–101) ditunjukkan pada Tabel LA.4.

Tabel LA.4 Neraca Massa pada Chip Bin (SL–101)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F4 F5
Lignin 2.869,2341 2.869,2341
Selulosa 2.719,0125 2.719,0125
Hemiselulosa 15,6481 15,6481
Abu 326,7322 326,7322
Air 328,6099 328,6099
Total 6.259,2368 6.259,2368

LA.4 TANGKI PENCAMPURAN METANOL (TT–202)


Tangki Pencampuran Metanol (TT–202) digunakan untuk mencampurkan
metanol yang akan digunakan sebagai larutan pemasak pada proses delignifikasi di
Digester (DG–101). Blok diagram Tangki Pencampuran Metanol (TT–202)
ditunjukkan pada Gambar LA.4.

F11
F7
Metanol
Air
Air

Tangki Pencampuran
F6 F8
Metanol (TT–202) Metanol
Metanol
Air Air

Gambar LA.4 Blok Diagram Tangki Pencampuran Metanol (TT–202)

Neraca Massa Total


F6 + F7 + F11 = F8

Konsentrasi pelarut metanol yang digunakan adalah 65% dengan rasio larutan
pemasak : umpan sabut kelapa adalah 6 : 1. Massa masing-masing komponen pada
F8 adalah sebagai berikut:

LA-7
F8 = F5  6
= 6.259,2368 kg/jam  6

= 37.555,4206 kg/jam

F8Metanol = F8  65%
= 37.555,4206 kg/jam  65%
= 24.411,0234 kg/jam
F8Air = F8  35%
= 37.555,4206 kg/jam  35%
= 13.144,3972 kg/jam

Total massa pada F11 merupakan hasil recovery metanol keluaran dari
Kondensor (E–201). Perhitungan neraca massa pada F11 dihitung pada LA.5. Massa
masing-masing komponen pada F11 adalah sebagai berikut:
F11Metanol = 19.138,2423 kg/jam
F11Air = 5.687,1127 kg/jam

F6 merupakan umpan segar metanol dengan konsentrasi 99% (PT. Gochem


Globalindo, 2022). Massa masing-masing komponen pada alur F6 adalah sebagai
berikut:
F6Metanol = F8Metanol – F11Metanol
= 24.411,0234 kg/jam – 19.138,2423 kg/jam
= 5.272,7811 kg/jam
F6Air = F6Metanol  1% : 99%
= 5.272,7811 kg/jam  1% : 99%
= 53,2604 kg/jam

F7 merupakan umpan air proses untuk mengencerkan larutan metanol. Maka,


neraca massa pada F7 adalah sebagai berikut:
F7Air = F8Air –F11Air + F6Air
= 13.144,3972 kg/jam – 5.687,1127 kg/jam + 53,2604 kg/jam
= 7.404,0241 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Tangki Pencampuran Metanol (TT–202) ditunjukkan pada Tabel LA.5.

LA-8
Tabel LA.5 Neraca Massa pada Tangki Pencampuran Metanol (TT–202)
Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 6
F F7 F11
F8
Metanol 5.272,7811 0,0000 19.138,2423 24.411,0234
Air 53,2604 7.404,0241 5.687,1127 13.144,3972
Subtotal 5.326,0415 7.404,0241 24.825,3550 37.555,4206
Total 37.555,4206 37.555,4206

LA.5 DIGESTER (DG–201)


Digester (DG–201) digunakan sebagai tempat pemasakan chip sabut kelapa
dengan larutan pemasak metanol. Kondisi operasi pada Digester (DG–201) akan
dijalankan pada suhu 120°C dan tekanan 3.175,5465 mmHg (4,178 atm). Jumlah
lignin yang dapat dipisahkan adalah 85% (Gilarranz dkk., 1999), metanol yang
tertinggal pada slurry adalah 21,6% dari umpan masuk metanol (Muurinen, 2000).
Blok diagram Digester (DG–201) ditunjukkan pada Gambar LA.5.

F8 F10
Metanol Metanol
Air Air
F9
F5 Lignin
Digester (DG–201)
Lignin Selulosa
Selulosa Hemiselulosa
Hemiselulosa Abu
Abu Air
Air Metanol

Gambar LA.5 Blok Diagram pada Digester (DG–201)

Neraca Massa Total


F5 + F8 = F9 + F10

F10 merupakan campuran uap dan metanol keluaran Digester (DG–201).


Perhitungan fraksi komponen pada uap keluaran Digester (DG–201) dilakukan
dengan menggunakan persamaan Hukum Raoult untuk menentukan fraksi uap
komponen air.
Hukum Raoult ditunjukkan pada persamaan berikut:
P=x1 ×PSat Sat
1 +x2 ×P2 (LA.1)

LA-9
x1 ×PSat
1 (LA.2)
y1 =
P

x2 ×PSat
2 (LA.3)
y2 =
P
Dimana,
P = Tekanan uap total
P1Sat = Tekanan uap metanol
P2Sat = Tekanan uap air
x1 = Fraksi cair metanol
x2 = Fraksi cair air
y1 = Fraksi uap metanol
y2 = Fraksi uap air

Data koefisien regresi untuk menentukan tekanan uap komponen didapat dari
(Yaws, 1999) dan diolah menggunakan persamaan Antoine, serta ditabulasikan pada
Tabel LA.6.

Tabel LA.6 Data Tekanan Uap Komponen


Log10 PSat = A + B/T+ C log10 T + D  T + E  T2 (mmHg)
T = 393,15 (K)
Komponen A B C D E
Metanol 45,6171 –3.244,70 –13,9880 0,0066 –1,0507E–13
Air 29,8605 –3.152,20 –7,3037 2,4247E–09 1,809E–06
Komponen A B/T C log10 T DT E  T2
Metanol 45,6171 –8,2531 –36,2927 2,6091 –1,624E–08
Air 29,8605 –8,0178 –18,9499 9,5327E–07 0,2796
Sumber: Yaws (1999)

Data yang telah ditabulasikan pada Tabel LA.6 kemudian diolah dengan
persamaan yang ditunjukkan pada Hukum Raoult.
Perhitungan tekanan uap komponen:
Log10 P1Sat = 3,6805
P1Sat = 103,6805
= 4.791,5351 mmHg
Log10 P2Sat = 3,1724
P2Sat = 103,1724

LA-10
= 1.487,4155 mmHg

Perhitungan fraksi cair komponen:


F8Metanol = 24.411,0234 kg/jam
F8Air = 13.144,3972 kg/jam
BM Metanol = 32 kg/kmol
BM Air = 18 kg/kmol
24.411,0234 kg/jam
Mol Metanol =
32 kg/kmol

= 762,8445 kmol/jam
13.144,3972 kg/jam
Mol Air =
18 kg/kmol

= 730,2443 kmol/jam
Mol total = Mol Metanol + Mol Air
= 762,8445 kmol + 730,2443 kmol
= 1.493,0888 kmol/jam
x1 = Mol Metanol : Mol total
= 762,8445 kmol : 1.493,0888 kmol
= 0,5109
x2 = Mol Air : Mol total
= 730,2443 kmol : 1.493,0888 kmol
= 0,4891

Perhitungan tekanan uap total:


P = x1  P1Sat + x2  P2Sat
= 0,5109  4.791,5351 mmHg + 0,4891  1.487,4155 mmHg
= 3.175,5465 mmHg

Perhitungan fraksi uap komponen:


x1 ×PSat
1
y1 =
P
0,5109  4.791,5351 mmHg
=
3.175,5465 mmHg

= 0,7709

LA-11
x2 ×PSat
2
y2 =
P
0,4891  1.487,4155 mmHg
=
3.175,5465 mmHg
= 0,2291

Setelah didapat fraksi uap masing-masing komponen pada F10, maka, massa
masing-masing komponen pada F10 adalah sebagai berikut:
F10Metanol = F8Metanol – F9Metanol
= 24.411,0234 kg/jam – 5.272,7811 kg/jam
= 19.138,2423 kg/jam
F10Air = F10Metanol  y2 : y1
= 19.138,2423 kg/jam  0,2291 : 0,7709
= 5.687,1127 kg/jam

F9 merupakan slurry keluaran Digester (DG–201) yang mengandung 21,6%


metanol dari umpan masuk. Maka, massa masing-masing komponen pada F9 adalah
sebagai berikut:
F9Lignin = F5Lignin
= 2.869,2341 kg/jam
F9Selulosa = F5Selulosa
= 2.719,0125 kg/jam
F9Hemiselulosa = F5Hemiselulosa
= 15,6481 kg/jam
F9Abu = F5Abu
= 326,7322 kg/jam
F9Air = F5Air + F8Air –F11Air
= 328,6099 kg/jam + 13.144,3972 kg/jam –5.687,1127 kg/jam
= 7.785,8944 kg/jam
F9Metanol = F8Metanol  21,6%
= 24.411,0234 kg/jam  21,6%
= 5.272,7811 kg/jam

LA-12
Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Digester (DG–201) ditunjukkan pada Tabel LA.7.

Tabel LA.7 Neraca Massa pada Digester (DG–201)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 5
F F8 F9
F10
Lignin 2.869,2341 0,0000 2.869,2341 0,0000
Selulosa 2.719,0125 0,0000 2.719,0125 0,0000
Hemiselulosa 15,6481 0,0000 15,6481 0,0000
Abu 326,7322 0,0000 326,7322 0,0000
Air 328,6099 13.144,3972 7.785,8944 5.687,1127
Metanol 0,0000 24.411,0234 5.272,7811 19.138,2423
Subtotal 6.259,2368 37.555,4206 18.989,3023 24.825,3550
Total 43.814,6574 43.814,6574

LA.6 KONDENSOR (E–201)


Kondensor (E–201) digunakan untuk menyuling campuran uap metanol–air
keluaran Digester (DG–201). Blok diagram Kondensor (E–201) ditunjukkan pada
gambar LA.6.

F10 Kondensor (E–201) F11


Metanol Metanol
Air Air

Gambar LA.6
Gambar LA.6 Diagram
Diagram Blok
Blok Kondensor
Kondensor (E–201)
(E–201)

Neraca Massa Total


F10 = F11

Total massa masing-masing komponen yang masuk dan keluar pada


Kondensor (E–201) adalah tetap. Maka, massa masing-masing komponen pada F11
adalah sebagai berikut:
F11Metanol = F10Metanol
= 19.138,2423 kg/jam
F11Air = F10Air
= 5.687,1127 kg/jam

LA-13
Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Kondensor (E–201) ditunjukkan pada Tabel LA.8.

Tabel LA.8 Neraca Massa pada Kondensor (E–201)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F10 F11
Metanol 19.138,2423 19.138,2423
Air 5.687,1127 5.687,1127
Total 24.825,3550 24.825,3550

LA.7 COOLER (E–202)


Cooler (E–202) digunakan untuk mendinginkan slurry keluaran Digester
(DG–201). Blok diagram Cooler (E–202) ditunjukkan pada gambar LA.7.

F9 F12
Lignin Lignin
Selulosa Selulosa
Cooler (E–202)
Hemiselulosa Hemiselulosa
Abu Abu
Air Air
Metanol Metanol
Gambar LA.7
Gambar LA.7 Diagram
Diagram Blok
Blok Cooler
Cooler (E–202)
(E–202)

Neraca Massa Total


F9 = F12

Total massa masing-masing komponen yang masuk dan keluar pada Cooler
(E–202) adalah tetap. Maka, massa masing-masing komponen pada F12 adalah
sebagai berikut:
F12Lignin = F9Lignin
= 2.869,2341 kg/jam
F12Selulosa = F9Selulosa
= 2.719,0125 kg/jam
F12Hemiselulosa = F9Hemiselulosa
= 15,6481 kg/jam
F12Abu = F9Abu
= 326,7322 kg/jam

LA-14
F12Air = F9Air
= 7.785,8944 kg/jam
F12Metanol = F9Metanol
= 5.272,7811 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Cooler (E–202) ditunjukkan pada Tabel LA.9.

Tabel LA.9 Neraca Massa pada Cooler (E–202)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F9 F12
Lignin 2.869,2341 2.869,2341
Selulosa 2.719,0125 2.719,0125
Hemiselulosa 15,6481 15,6481
Abu 326,7322 326,7322
Air 7.785,8944 7.785,8944
Metanol 5.272,7811 5.272,7811
Total 18.989,3023 18.989,3023

LA.8 TANGKI PELARUTAN NaOH (TT–301)


Tangki Pelarutan NaOH (TT–301) digunakan untuk melarutkan NaOH yang
akan digunakan pada Reaktor Pelarutan Lignin (R–301). Blok diagram Tangki
Pelarutan NaOH (TT–301) ditunjukkan pada gambar LA.8.

F14
Air

Tangki Pelarutan
F13 F15
NaOH (TT–301) NaOH
NaOH
Air Air

Gambar LA.8 Blok Diagram Tangki Pelarutan NaOH (TT–301)

Neraca Massa Total


F13 + F14 = F15

F15 adalah alur massa larutan NaOH yang akan digunakan sebagai pelarut
pada Reaktor Pelarutan Lignin (R–301). Konsentrasi NaOH yang dibutuhkan adalah

LA-15
5% dengan perbandingan umpan masuk pada Reaktor Pelarutan Lignin (R–301)
yaitu pelarut : slurry adalah 1 : 1. Massa total F25 adalah 291,8575 kg/jam.
F15 = F12
F15 = 18.989,3023 kg/jam
= 18.989,3023 kg/jam
F15NaOH = F15  5%
= 18.989,3023 kg/jam  5%
= 949,4651 kg/jam
F15Air = F15  95%
= 18.989,3023 kg/jam  95%
= 18.039,8372 kg/jam

F13 merupakan umpan padatan NaOH dari Silo NaOH (SL–201) dengan
konsentrasi 98% (PT. Indowang Universal, 2022). Massa masing-masing komponen
pada F14 adalah sebagai berikut.
F13NaOH = (F15 + F25)  5%
= 18.989,3023 kg/jam  5%
= 949,4651 kg/jam
F13Air = F13NaOH  2% : 98%
= 949,4651 kg/jam  2% : 98%
= 19,3768 kg/jam
F13 = F13NaOH + F13Air
= 949,4651 kg/jam + 19,3768 kg/jam
= 968,8420 kg/jam

F14 merupakan umpan air proses yang digunakan untuk melarutkan NaOH.
Massa air pada F13 adalah sebagai berikut.
F14Air = FOut – F13
= 18.989,3023 kg/jam – 968,8420 kg/jam
= 18.020,4604 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Tangki Pelarutan NaOH (TT–301) ditunjukkan pada Tabel LA.10.

LA-16
Tabel LA.10 Neraca Massa pada Tangki Pelarutan NaOH (TT–301)
Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 13
F F14 F15
NaOH 949,4651 0,0000 949,4651
Air 19,3768 18.020,4604 18.039,8372
Subtotal 968,8420 18.020,4604 18.989,3023
Total 18.989,3023 18.989,3023

LA.9 REAKTOR PELARUTAN LIGNIN (R–301)


Reaktor Pelarutan Lignin (R–301) digunakan untuk melarutkan lignin
keluaran Cooler (E–202) dengan penambahan NaOH konsentrasi 5% dengan
perbandingan pelarut : slurry adalah 1 : 1. Blok diagram Reaktor Pelarutan Lignin
(R–301) ditunjukkan pada Gambar LA.9.

F15 F16
NaOH Lignin
F12 Air Selulosa
Lignin
Reaktor Pelarutan Hemiselulosa
Selulosa
Lignin (R–301) Abu
Hemiselulosa
Air
Abu
NaOH
Air
Na–Lignat
Metanol
Metanol

Gambar LA.9 Blok Diagram Reaktor Pelarutan Lignin

Neraca Massa Total


F12 + F15 = F16

Pada Reaktor Pelarutan Lignin (R–301) terdapat reaksi antara lignin dengan
NaOH dan membentuk Na–Lignat. Lignin yang dipisahkan dari proses delignifikasi
adalah 85% (Gilarranz dkk., 1999), derajat polimerisasi (DP) lignin yang digunakan
adalah 12 (Crestini dkk., 2011). Reaksi pelarutan lignin dan neraca massa masing-
masing komponen pada F16 adalah sebagai berikut.
(C10 H12 O3 )12 +12 NaOH →12 C10 H11 O3 Na+12 H2 O
Lignin umpan reaksi = F12Lignin  85%
= 2.869,2341 kg/jam  85%
= 2.438,8490 kg/jam

LA-17
NaOH umpan reaksi = F15NaOH
= 949,4651 kg/jam
BM Lignin = 180 kg/kmol
BM NaOH = 40 kg/kmol
BM Air = 18 kg/kmol
BM Na–Lignat = 202 kg/kmol
DP Lignin = 12
Konversi reaksi = 90,86% (Cahyani, 2021)
2.438,8490 kg/jam
Mol Lignin =
12 × 180 kg/kmol

= 1,1291 kmol/jam
949,4651 kg/jam
Mol NaOH =
40 kg/kmol
= 23,7366 kmol/jam

(C10H12O3)12 + 12 NaOH → 12 C10H11O3Na + 12 H2O


Awal (kmol/jam) 1,1291 23,7366 – –
Bereaksi (kmol/jam) 1,0259 12,3108 12,0806 12,3108
Setimbang (kmol/jam) 0,1032 11,4259 12,0806 12,3108

F16Lignin = Mol lignin setimbang  BM lignin  DP


= 0,1032 kmol/jam  180 kg/kmol  12
= 653,2959 kg/jam
F16Selulosa = F9Selulosa
= 2.719,0125 kg/jam
F16Hemiselulosa = F13Hemiselulosa
= 15,6481 kg/jam
F16Abu = F12Abu
= 326,7322 kg/jam
F16Air = Mol air setimbang  BM air + F12Air + F15Air
= 12,3108 kmol/jam  18 kg/kmol + (7.785,8944 + 18.039,8372
(kg/jam))
= 26.047,3255 kg/jam
F16NaOH = Mol NaOH setimbang  BM NaOH

LA-18
= 11,4259 kmol/jam  40 kg/kmol
= 457,0344 kg/jam
F16Na–Lignat = Mol Na–Lignat setimbang  BM Na–Lignat
= 12,0806 kmol/jam  202 kg/kmol
= 2.486,7751 kg/jam
F16Metanol = F12Metanol
= 5.272,7811 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Reaktor Pelarutan Lignin (R–301) ditunjukkan pada Tabel LA.11.

Tabel LA.11 Neraca Massa pada Reaktor Pelarutan Lignin (R–301)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 12
F F15 F16
Lignin 2.869,2341 0,0000 653,2959
Selulosa 2.719,0125 0,0000 2.719,0125
Hemiselulosa 15,6481 0,0000 15,6481
Abu 326,7322 0,0000 326,7322
Air 7.785,8944 18.039,8372 26.047,3255
NaOH 0,0000 949,4651 457,0344
Na–Lignat 0,0000 0,0000 2.486,7751
Metanol 5.272,7811 0,0000 5.272,7811
Subtotal 18.989,3023 18.989,3023 37.978,6047
Total 37.978,6047 37.978,6047

LA.10 FILTER PRESS (FP–301)


Filter Press (FP–301) digunakan untuk memisahkan pulp dan lindi hitam
keluaran Reaktor Pelarutan Lignin (R–301). Blok diagram Filter Press (FP–301)
ditunjukkan pada Gambar LA.10.

LA-19
F16 Filter Press F18
Lignin (FP–301) Lignin
Selulosa Selulosa
Hemiselulosa F17 Hemiselulosa
Abu Lignin Abu
Air Selulosa Air
NaOH Hemiselulosa NaOH
Na–Lignat Abu Na–Lignat
Metanol Air Metanol
NaOH
Na–Lignat
Metanol
Gambar LA.10
Gambar LA.10 Blok
Blok Diagram
Diagram Filter
Filter Press
Press (FP–301)
(FP–301)

Neraca Massa Total


F17 = F18 + f18

F18 merupakan alur pulp keluaran Filter Press (FP–301). Moisture pulp yang
dipisahkan sebesar 20% (Cahyani., 2021) dan kandungan lignin yang tidak
terpisahkan sebesar 15% (Gillaranz dkk., 1999). Asumsi efisiensi Filter Press (FP–
301) adalah 90%. Massa masing-masing komponen pada F17 adalah sebagai berikut.

Menghitung massa padatan pada pulp:


F17Lignin = F12Lignin  15%  90%
= 2.869,2341 kg/jam  15%  90%
= 401,6204 kg/jam
F17Selulosa = F16Selulosa  90%
= 2.719,0125 kg/jam  90%
= 2.238,5589 kg/jam
F17Hemiselulosa = F16Hemiselulosa  90%
= 15,6481 kg/jam  90%
= 13,1420 kg/jam
F17Abu = F16Abu 90%
= 326,7322 kg/jam  90%
= 274,4056 kg/jam
F17Padatan = F17Lignin + F17Selulosa + F17Hemiselulosa + F17Abu
= 401,6204 + 2.238,5589 + 13,1420 + 274,4056 (kg/jam)

LA-20
= 3.135,6083 kg/jam

Menghitung massa larutan NaOH pada pulp:


F17Larutan NaOH = F17Padatan  20% : 80%
= 3.135,6083 kg/jam  20% : 80%
= 783,9021 kg/jam

Asumsi konsentrasi NaOH pada pulp sebesar 5%


F17Air = F17Larutan NaOH  95%
= 783,9021 kg/jam  95%
= 746,3675 kg/jam
F17NaOH = F17Larutan NaOH  5%
= 783,9021 kg/jam  5%
= 39,2825 kg/jam

F18 merupakan lindi hitam keluaran Filter Press (FP–301) Massa masing-
masing komponen pada F18 adalah sebagai berikut.
F18Lignin = F16Lignin – F17Lignin
= 653,2959 kg/jam – 387,3466 kg/jam
= 265,9493 kg/jam
F18Selulosa = F16Selulosa – F17Selulosa
= 2.719,0125 kg/jam – 2.447,1112 kg/jam
= 271,9012 kg/jam
F18Hemiselulosa = F16Hemiselulosa – F17Hemiselulosa
= 15,6481 kg/jam – 14,0833 kg/jam
= 1,5648 kg/jam
F18Abu = F16Abu – F17Abu
= 326,7322 kg/jam – 294,0589 kg/jam
= 32,6732 kg/jam
F18Air = F16Air – F17Air
= 26.047,3255 kg/jam – 746,3675 kg/jam
= 25.300,9580 kg/jam
F18NaOH = F16NaOH – F17NaOH
= 457,0344 kg/jam – 39,2825 kg/jam

LA-21
= 417,7519 kg/jam
F18 Na–Lignat = F16 Na–Lignat
= 2.486,7751 kg/jam
F18Metanol = F16Metanol
= 5.272,7811 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Filter Press (FP–301) ditunjukkan pada Tabel LA.12.

Tabel LA.12 Neraca Massa pada Filter Press (FP–301)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F16 F 17
F18
Lignin 653,2959 387,3466 265,9493
Selulosa 2.719,0125 2.447,1112 271,9012
Hemiselulosa 15,6481 14,0833 1,5648
Abu 326,7322 294,0589 32,6732
Air 26.047,3255 746,3675 25.300,9580
NaOH 457,0344 39,2825 417,7519
Na–Lignat 2.486,7751 0,0000 2.486,7751
Metanol 5.272,7811 0,0000 5.272,7811
Subtotal 37.978,6047 3.928,2501 34.050,3546
Total 37.978,6047 37.978,6047

LA.11 TANGKI PELARUTAN H2SO4 (TT–303)


Tangki Pelarutan H2SO4 (TT–303) digunakan untuk mengencerkan H2SO4
yang akan digunakan pada Reaktor Pengendapan Lignin (R–302). Blok diagram
Tangki Pelarutan H2SO4 (TT–303) ditunjukkan pada Gambar LA.11.

F20
Air

F19 Tangki Pelarutan F21


H2SO4 H2SO4 (TT–303) H2SO4
Air Air

Gambar LA.11 Tangki Pelarutan H22SO44 (TT–303)

Neraca Massa Total


F19 + F20 = F21

LA-22
F21 merupakan keluaran Tangki Pelarutan H2SO4 (TT–303) yang akan
digunakan pada Reaktor Pengendapan Lignin (R–302). Larutan H2SO4 yang
digunakan sebesar 15% dari umpan masuk reaktor (Ismiyati, 2009) dan konsentrasi
Asam sulfat sebesar 20%. Massa masing-masing komponen pada F21 adalah sebagai
berikut.
F21 = F18  15%
= 34.050,3546 kg/jam  15%
= 5.107,5532 kg/jam
F21Asam sulfat = F21  20%
= 5.107,5532 kg/jam  20%
= 1.021,5106 kg/jam
F21Air = F21  80%
= 5.107,5532 kg/jam  80%
= 4.065,1954 kg/jam

F19 merupakan umpan segar asam sulfat dengan konsentrasi 98% (PT.
Indowang Universal, 2022). Massa masing-masing komponen pada F19 adalah
sebagai berikut.
F19Asam sulfat = F21Asam sulfat
= 1.021,5106 kg/jam
F19Air = F19Asam sulfat  2% : 98%
= 1.021,5106 kg/jam  2% : 98%
= 20,8472 kg/jam
F19 = F21Asam sulfat + F21Air
= 1.021,5106 kg/jam + 20,8472 kg/jam
= 2.122,9207 kg/jam

F20 merupakan umpan air proses yang digunakan untuk pengenceran asam
sulfat. Massa air pada F20 adalah sebagai berikut.
F20Air = F21 – F19
= 5.107,5532 kg/jam – 2.122,9207 kg/jam
= 4.065,1954 kg/jam

LA-23
Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Tangki Pelarutan H2SO4 (TT–303) ditunjukkan pada Tabel LA.13.

Tabel LA.13 Neraca Massa pada Tangki Pelarutan H2SO4 (TT–303)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 19
F F20 F21
H2SO4 1.021,5106 0,0000 1.021,5106
Air 20,8472 4.065,1954 4.086,0426
Total 5.107,5532 5.107,5532

LA.12 REAKTOR PENGENDAPAN LIGNIN (R–302)


Reaktor Pengendapan Lignin (R–302) digunakan untuk mendapatkan kembali
lignin dengan mereaksikan Na–Lignat keluaran Filter Press (FP-301) dengan asam
sulfat. Blok diagram Reaktor Pengendapan Lignin (R–302) dapat dilihat pada
Gambar LA.12.

F21
H2SO4
F18 F22
Air
Lignin Lignin
Selulosa Reaktor Pengendapan Selulosa
Hemiselulosa Lignin (R–302) Hemiselulosa
Abu Abu
Air Air
NaOH NaOH
Na–Lignat Na–Lignat
Metanol Metanol
Na2SO4

Gambar LA.12
Gambar LA.12 Reaktor
Reaktor Pengendapan
Pengendapan Lignin
Lignin (R–302)
(R–302)

Neraca Massa Total


F18 + F21 = F22

Pada Reaktor Pengendapan Lignin (R–302) terdapat reaksi antara Na–Lignat


dengan Asam sulfat dan membentuk lignin. Reaksi samping antara asam sulfat dan
NaOH membentuk Na2SO4. Reaksi pengendapan lignin dan reaksi samping adalah
sebagai berikut.
12 C10 H11 O3 Na+ 6 H2 SO4 →(C10 H12 O3 )12 +6 Na2 SO4
2 NaOH + H2 SO4 →Na2 SO4 +2 H2 O

LA-24
Na–Lignat umpan = F18 Na–Lignat
= 2.486,7751 kg/jam
Asam sulfat umpan = F21Asam sulfat
= 1.021,5106 kg/jam
NaOH umpan = F18NaOH
= 417,7519 kg/jam
BM Lignin = 180 kg/kmol
BM Asam sulfat = 98 kg/kmol
BM Sodium sulfat = 142 kg/jam
BM NaOH = 40 kg/kmol
BM Air = 18 kg/kmol
BM Na–Lignat = 202 kg/kmol
DP Lignin = 12
Konversi reaksi = 98% (Azzahra dan Rezi., 2019)
2.486,7751 kg/jam
Mol Na–Lignat =
202 kg/kmol

= 10,4236 kmol/jam
1.021,5106 kg/jam
Mol H2SO4 =
98 kg/kmol

= 12,3108 kmol/jam
12 C10H11O3Na + 6 H2SO4 → (C10H12O3)12 + 6 Na2SO4
Awal (kmol/jam) 12,3108 10,4236 – –
Bereaksi (kmol/jam) 12,0646 6,0323 1,0054 6,0323
Setimbang (kmol/jam) 0,2462 4,3913 1,0054 6,0323

417,7519 kg/jam
Mol NaOH =
40 kg/kmol

= 10,4438 kmol/jam
2NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2H2O
Awal (kmol/jam) 10,4438 4,3913 – –
Bereaksi (kmol/jam) 8,7826 4,3913 4,3913 8,7826
Setimbang (kmol/jam) 1,6612 – 4,3913 8,7826

Massa masing-masing komponen pada F22 adalah sebagai berikut.


F22Lignin = F18Lignin + Mol lignin setimbang  BM lignin  DP

LA-25
= 265,9493 kg/jam + 1,0054 kmol/jam  180 kg/kmol  12
= 2.437,5688 kg/jam
F22Selulosa = F18Selulosa
= 271,9012 kg/jam
F22Hemiselulosa = F18Hemiselulosa
= 1,5648 kg/jam
F22Abu = F18Abu
= 32,6732 kg/jam
F22Air = Mol air setimbang  BM air + F18Air + F22Air
= 8,7826 kmol/jam  18 kg/kmol + (25.300,9580 + 4.086,0426
(kg/jam))
= 29.545,0874 kg/jam
F22NaOH = Mol NaOH setimbang  BM NaOH
= 1,6612 kmol/jam  40 kg/kmol
= 66,4478 kg/jam
F22Na–Lignat = Mol Na–Lignat setimbang  BM Na–Lignat
= 0,2462 kmol/jam  202 kg/kmol
= 49,7355 kg/jam
F22Metanol = F18Metanol
= 5.272,7811 kg/jam
F22Sodium sulfat = Mol Sodium sulfat  BM Sodium sulfat
= (6,0323 + 4,3913 (kmol/jam))  142 kg/kmol
= 1.480,1481 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Reaktor Pengendapan Lignin (R–302) ditunjukkan pada Tabel LA.14.

Tabel LA.14 Neraca Massa pada Reaktor Pengendapan Lignin (R–302)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 18
F F21 F22
Lignin 265,9493 0,0000 2.437,5688
Selulosa 271,9012 0,0000 271,9012
Hemiselulosa 1,5648 0,0000 1,5648
Abu 32,6732 0,0000 32,6732

LA-26
Tabel LA.14 (Lanjutan)
Air 25.300,9580 4.086,0426 29.545,0874
NaOH 417,7519 0,0000 66,4478
Na─Lignat 2.486,7751 0,0000 49,7355
Metanol 5.272,7811 0,0000 5.272,7811
H2SO4 0,0000 1.021,5106 0,0000
Na2SO4 0,0000 0,0000 1.480,1481
Subtotal 34.050,3546 5.107,5532 39.157,9078
Total 39.157,9078 39.157,9078

LA.13 DECANTER (D–301)


Decanter (D–301) digunakan untuk memisahkan lignin dan lindi hitam
keluaran Reaktor Pengendapan Lignin (R–302). Pemisahan pada decanter
berdasarkan perbedaan berat jenis dengan menggunakan prinsip sentrifugal. Blok
diagram Decanter (D–301) ditunjukkan pada Gambar LA.13.

F22 Decanter F24


Lignin (D–301) Lignin
Selulosa Selulosa
Hemiselulosa F23 Hemiselulosa
Abu Selulosa Abu
Air Hemiselulosa Air
NaOH Abu NaOH
Na–Lignat Air Na–Lignat
Metanol NaOH Metanol
Na2SO4 Na–Lignat Na2SO4
Metanol
Na2SO4
Gambar LA.13 Blok Diagram Decanter (D–301)

Neraca Massa Total


F22 = F23 + f24

F23 merupakan alur keluar Decanter (D–301) yang sebagian besar berupa
cairan. Efisiensi Decanter (D–301) diasumsikan sebesar 90%. Massa masing-masing
komponen pada F23 adalah sebagai berikut.
F23Selulosa = F22Selulosa  90%
= 271,9012 kg/jam  90%
= 244,7111 kg/jam

LA-27
F23Hemiselulosa = F22Hemiselulosa  90%
= 1,5648 kg/jam  90%
= 1,4083 kg/jam
F23Abu = F22Abu  90%
= 32,6732 kg/jam  90%
= 29,4059 kg/jam
F23Air = F22Air  90%
= 29.545,0874 kg/jam  90%
= 2.751,4173 kg/jam
F23NaOH = F22NaOH  90%
= 66,4478 kg/jam  90%
= 59,8030 kg/jam
F23Na–Lignat = F22Na–Lignat  90%
= 49,7355 kg/jam  90%
= 44,7620 kg/jam
F23Metanol = F22Metanol  90%
= 5.272,7811 kg/jam  90%
= 4.745,5029 kg/jam
F23Sodium sulfat = F22Sodium sulfat  90%
= 1.480,1481 kg/jam  90%
= 2.173,0927 kg/jam

Tinjauan kelarutan komponen dalam air:


Kelarutan NaOH = 100 kg/ 100 kg air (LabChem, 2018a)
Kelarutan Na2SO4 = 12,54 kg/ 100 kg air (LabChem, 2020c)
FNaOH = F23Air  Kelarutan NaOH
= 2.751,4173 kg/jam  100/100
= 2.751,4173 kg/jam
FSodium sulfat = F23Air  Kelarutan Na2SO4
= 2.751,4173 kg/jam  12,54/100
= 3.334,4586 kg/jam

LA-28
Dari tinjauan kelarutan komponen dalam air, dapat dilihat massa komponen
yang dipisahkan mampu terlarut dalam air.
F24 merupakan endapan keluaran Decanter (D–301). Massa masing-masing
komponen pada F27 adalah sebagai berikut.
F24Lignin = F22Lignin
= 2.437,5688 kg/jam
F24Selulosa = F22Selulosa – F23Selulosa
= 271,9012 kg/jam – 244,7111 kg/jam
= 27,1901 kg/jam
F24Hemiselulosa = F22Hemiselulosa – F23Hemiselulosa
= 1,5648 kg/jam – 1,4083 kg/jam
= 0,1565 kg/jam
F24Abu = F22Abu – F23Abu
= 32,6732 kg/jam – 29,4059 kg/jam
= 3,2673 kg/jam
F24Air = F22Air – F23Air
= 29.545,0874 kg/jam – 2.751,4173 kg/jam
= 2.954,5087 kg/jam
F24NaOH = F22NaOH – F23NaOH
= 66,4478 kg/jam – 59,8030 kg/jam
= 6,6448 kg/jam
F24Na–Lignat = F22Na–Lignat – F23Na–Lignat
= 49,7355 kg/jam – 44,7620 kg/jam
= 4,9736 kg/jam
F24Metanol = F22Metanol – F23Metanol
= 5.272,7811 kg/jam – 4.745,5029 kg/jam
= 527,2781 kg/jam
F24Sodium sulfat = F22Sodium sulfat – F23Sodium sulfat
= 1.480,1481 kg/jam – 1.332,1333 kg/jam
= 148,0148 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Decanter (D–301) ditunjukkan pada Tabel LA.15.

LA-29
Tabel LA.15 Neraca Massa pada Decanter (D–301)
Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F22 F23
F24
Lignin 2.437,5688 0,0000 2.437,5688
Selulosa 271,9012 244,7111 27,1901
Hemiselulosa 1,5648 1,4083 0,1565
Abu 32,6732 29,4059 3,2673
Air 29.545,0874 2.751,4173 2.954,5087
NaOH 66,4478 59,8030 6,6448
Na─Lignat 49,7355 44,7620 4,9736
Metanol 5.272,7811 4.745,5029 527,2781
Na2SO4 1.480,1481 1.332,1333 148,0148
Subtotal 39.157,9078 33.048,3051 6.109,6027
Total 39.157,9078 39.157,9078

LA.14 REAKTOR SULFONASI (R–401)


Reaktor Sulfonasi (R–401) digunakan untuk mereaksikan lignin dengan
sodium bisulfit (NaHSO3) untuk menghasilkan sodium lignosulfonat (NaLS). Blok
diagram Reaktor Sulfonasi (R–401) ditunjukkan pada Gambar LA.14.

F25
NaHSO3 F26
Lignin
F24 Selulosa
Lignin Reaktor Sulfonasi
Hemiselulosa
Selulosa (R–401) Abu
Hemiselulosa Air
Abu NaOH
Air Na–Lignat
NaOH Metanol
Na–Lignat Na2SO4
Metanol NaHSO3
Na2SO4 NaLS
O2

Gambar LA.14 Blok Diagram Reaktor Sulfonasi (R–401)

Neraca Massa Total


F24 + F25 = F26

F25 merupakan umpan sodium bisulfit pada Reaktor Sulfonasi (R–401), laju
umpan sodium bisulfit sebesar 60% dari umpan lignin masuk (Azzahra dan Rezi.,

LA-30
2019). Kemurnian umpan sodium bisulfit sebesar 99% (PT. Indowang Universal,
2022). Massa masing-masing komponen pada F25 adalah sebagai berikut.
F25 = F24Lignin  60%
= 2.437,5688 kg/jam  60%
= 1.462,5413 kg/jam
F25Sodium sulfit = F25  99%
= 1.462,5413 kg/jam  99%
= 1.447,9158 kg/jam
F25Air = F25  1%
= 1.462,5413 kg/jam  1%
= 14,6254 kg/jam

Pada Reaktor Sulfonasi (R–401) terdapat reaksi antara lignin dan NaHSO3
dan membentuk NaLS. Reaksi sulfonasi dan neraca massa masing-masing komponen
pada F26 adalah sebagai berikut.
C10H12O3(12) + 12 NaHSO3 → 6 C20H24Na2S2O10 + 6 H2O + 3 O2
Lignin umpan = F24 Lignin
= 2.437,5688 kg/jam
NaHSO3 umpan = F25Sodium bisulfit
= 1.447,9158 kg/jam
BM Lignin = 180 kg/kmol
BM NaHSO3 = 104 kg/kmol
BM NaLS = 534 kg/jam
BM Air = 18 kg/kmol
BM O2 = 36 kg/kmol
DP Lignin = 12
Konversi reaksi = 72,22% (Sako dkk., 2014)
2.437,5688 kg/jam
Mol Lignin =
12  180 kg/kmol

= 1,1285 kmol/jam
1.447,9158 kg/jam
Mol NaHSO3 =
104 kg/kmol
= 13,9223 kmol/jam

LA-31
C10H12O3(12) + 12 NaHSO3 → 6 C20H24Na2S2O10 + 6 H2O + 3 O2
Awal (kmol/jam) 1,1285 13,9223 - - -
Bereaksi (kmol/jam) 0,8148 9,7774 4,8887 4,8887 2,4443
Setimbang (kmol/jam) 0,3137 4,1449 4,8887 4,8887 2,4443

F26Lignin = Mol lignin setimbang  BM lignin  DP


= 0,3137 kmol/jam  180 kg/kmol  12
= 677,6441 kg/jam
F26Selulosa = F24Selulosa
= 27,1901 kg/jam
F26Hemiselulosa = F24Hemiselulosa
= 0,1565 kg/jam
F26Abu = F24Abu
= 3,2673 kg/jam
F26Air = Mol air setimbang  BM air + F24Air + F25Air
= 4,8887 kmol/jam  18 kg/kmol + (2.954,5087 + 14,6254 (kg/jam))
= 3.057,1304 kg/jam
F26NaOH = F24NaOH
= 6,6448 kg/jam
F26Na–Lignat = F24Na–Lignat
= 4,9736 kg/jam
F26Metanol = F24Metanol
= 5.272,7811 kg/jam
F26Sodium sulfat = F24Sodium sulfat
= 148,0148 kg/jam
F26Sodium bisulfit = Mol sodium bisulfit  BM sodium bisulfit
= 4,1449 kmol/jam  104 kg/kmol
= 431,0705 kg/jam
F26NaLS = Mol NaLS  BM NaLS
= 4,8887 kmol/jam  534 kg/kmol
= 2.610,5549 kg/jam
F26Oksigen = Mol oksigen  BM oksigen
= 2,4443 kg/jam  32 kg/kmol

LA-32
= 78,2189 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Reaktor Sulfonasi (R–401) ditunjukkan pada Tabel LA.16.

Tabel LA.16 Neraca Massa pada Reaktor Sulfonasi (R–401)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 24
F F25 F26
Lignin 2.437,5688 0,0000 677,6441
Selulosa 27,1901 0,0000 27,1901
Hemiselulosa 0,1565 0,0000 0,1565
Abu 3,2673 0,0000 3,2673
Air 2.954,5087 14,6254 3.057,1304
NaOH 6,6448 0,0000 6,6448
NaLignat 4,9736 0,0000 4,9736
Metanol 527,2781 0,0000 527,2781
Na2SO4 148,0148 0,0000 148,0148
NaHSO3 0,0000 1.447,9158 431,0705
NaLS 0,0000 0,0000 2.610,5549
O2 0,0000 0,0000 78,2189
Subtotal 6.109,6027 1.462,5413 7.572,1439
Total 7.572,1439 7.572,1439

LA.15 CENTRIFUGES (CF–401)


Centrifuges (CF–401) digunakan untuk memisahkan NaLS dan larutan
pengotor keluaran Reaktor Sulfonasi (R–401). Blok diagram Centrifuges (CF–401)
ditunjukkan pada Gambar LA.15.

LA-33
F26 Centrifuges F28
Lignin (CF–401) Lignin
Selulosa Selulosa
Hemiselulosa F27 Hemiselulosa
Abu Selulosa Abu
Air Hemiselulosa Air
NaOH Abu NaOH
Na–Lignat Air Na–Lignat
Metanol NaOH Metanol
Na2SO4 Na–Lignat Na2SO4
NaHSO3 Metanol NaHSO3
NaLS Na2SO4 NaLS
O2 NaHSO3
O2

Gambar LA.15 Blok Diagram Centrifuges (CF–401)

Neraca Massa Total


F26 = F27 + f28

F27 merupakan alur keluar Centrifuges (CF–401) yang sebagian besar berupa
cairan. Efisiensi Centrifuges (CF–401) diasumsikan sebesar 90%. Massa masing-
masing komponen pada F27 adalah sebagai berikut.
F27Lignin = F26Lignin  90%
= 677,6441 kg/jam  90%
= 609,8797 kg/jam
F27Selulosa = F26Selulosa  90%
= 27,1901 kg/jam  90%
= 24,4711 kg/jam
F27Hemiselulosa = F26Hemiselulosa  90%
= 0,1565 kg/jam  90%
= 0,1408 kg/jam
F27Abu = F26Abu  90%
= 3,2673 kg/jam  90%
= 2,9406 kg/jam
F27Air = F26Air  90%
= 3.057,1304 kg/jam  90%
= 2.751,4173 kg/jam

LA-34
F27NaOH = F26NaOH  90%
= 6,6448 kg/jam  90%
= 5,9803 kg/jam
F27Na–Lignat = F26Na–Lignat  90%
= 4,9736 kg/jam  90%
= 4,4762 kg/jam
F27Metanol = F26Metanol  90%
= 527,2781 kg/jam  90%
= 474,5503 kg/jam
F27Sodium sulfat = F26Sodium sulfat  90%
= 148,0148 kg/jam  90%
= 133,2133 kg/jam
F27Sodium bisulfit = F26Sodium bisulfit  90%
= 431,0705 kg/jam  90%
= 454,3302 kg/jam
F27NaLS = F26NaLS  10%
= 2.610,5549 kg/jam  10%
= 261,0555 kg/jam
F27Oksigen = F26Oksigen
= 78,2189 kg/jam

Tinjauan kelarutan komponen dalam air:


Kelarutan NaOH = 100 kg/ 100 kg air (LabChem, 2018a)
Kelarutan Na2SO4 = 12,54 kg/ 100 kg air (LabChem, 2020c)
Kelarutan NaHSO3 = 300 kg/ 100 kg air (LabChem, 2021)
FNaOH = F27Air  Kelarutan NaOH
= 2.751,4173 kg/jam  100/100
= 2.751,4173 kg/jam
FSodium sulfat = F27Air  Kelarutan Na2SO4
= 2.751,4173 kg/jam  12,54/100
= 345,0277 kg/jam
FSodium bisulfit = F27Air  Kelarutan NaHSO3

LA-35
= 2.751,4173 kg/jam  300/100
= 8.254,2520 kg/jam

Dari tinjauan kelarutan komponen dalam air, dapat dilihat massa komponen
yang dipisahkan mampu terlarut dalam air.
F28 merupakan endapan keluaran Centrifuges (CF–401). Massa masing-
masing komponen pada F28 adalah sebagai berikut.
F28Lignin = F26Lignin – F27Lignin
= 677,6441 kg/jam – 609,8797 kg/jam
= 67,7644 kg/jam
F28Selulosa = F26Selulosa – F27Selulosa
= 27,1901 kg/jam – 24,4711 kg/jam
= 2,7190 kg/jam
F28Hemiselulosa = F26Hemiselulosa – F27Hemiselulosa
= 0,1565 kg/jam – 0,1408 kg/jam
= 0,0156 kg/jam
F28Abu = F26Abu – F27Abu
= 3,2673 kg/jam – 2,9406 kg/jam
= 0,3267 kg/jam
F28Air = F26Air – F27Air
= 3.057,1304 kg/jam – 2.751,4173 kg/jam
= 305,7130 kg/jam
F28NaOH = F26NaOH – F27NaOH
= 6,6448 kg/jam – 5,9803 kg/jam
= 0,6645 kg/jam
F28Na–Lignat = F26Na–Lignat – F27Na–Lignat
= 4,9736 kg/jam – 4,4762 kg/jam
= 0,4974 kg/jam
F28Metanol = F26Metanol – F27Metanol
= 527,2781 kg/jam – 474,5503 kg/jam
= 52,7278 kg/jam
F28Sodium sulfat = F26Sodium sulfat – F27Sodium sulfat
= 148,0148 kg/jam – 133,2133 kg/jam

LA-36
= 14,8015 kg/jam
F28Sodium bisulfit = F26Sodium bisulfit – F27Sodium bisulfit
= 431,0705 kg/jam – 454,3302 kg/jam
= 43,1070 kg/jam
F28NaLS = F26NaLS – F27NaLS
= 2.610,5549 kg/jam – 261,0555 kg/jam
= 2.349,4994 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Centrifuges (CF–401) ditunjukkan pada Tabel LA.17.

Tabel LA.17 Neraca Massa pada Centrifuges (CF–401)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F26 27
F F28
Lignin 677,6441 609,8797 67,7644
Selulosa 27,1901 24,4711 2,7190
Hemiselulosa 0,1565 0,1408 0,0156
Abu 3,2673 2,9406 0,3267
Air 3.057,1304 2.751,4173 305,7130
NaOH 6,6448 5,9803 0,6645
Na─Lignat 4,9736 4,4762 0,4974
Metanol 527,2781 474,5503 52,7278
Na2SO4 148,0148 133,2133 14,8015
NaHSO3 431,0705 387,9634 43,1070
NaLS 2.610,5549 261,0555 2.349,4994
O2 78,2189 78,2189 0,0000
Subtotal 7.572,1439 4.734,3075 2.837,8364
Total 7.572,1439 7.572,1439

LA.16 AIR FILTER (BF–401)


Air Filter (AF–401) digunakan untuk menyaring polutan dari umpan udara
yang akan digunakan pada Fired Heater (E–401). Blok diagram Air Filter (AF–401)
ditunjukkan pada Gambar LA.16.

LA-37
F29 Air Filter F31
Udara (AF–401) Polutan
Polutan
F30
Udara

Gambar LA.16
Gambar LA.16 Blok
Blok Diagram
Diagram Air
Air Filter
Filter (AF–401)
(AF–401)

Neraca Massa Total


F29 = F30 + F31

F31 merupakan udara keluaran Air Filter (AF–401) yang akan dipanaskan di
Fired Heater (E–401). Perhitungan kebutuhan udara pada F31 akan dihitung pada LB.
9. Massa udara pada F31 adalah sebagai berikut.
F31 = 17.336,5211 kg/jam
Densitas udara pada suhu 30ºC adalah 1,1774 kg/m3 (Holman, 2010).
Sehingga, dapat dihitung laju volumetrik udara sebagai berikut:
Laju udara masuk = 17.336,5211 kg/jam
Densitas udara = 1,1774 kg/m3
17.5763,3803 kg udara kering/jam
Laju alir volumetrik =
1,1774 kg/m3
= 14.724,4106 m3/jam
= 519.988,1440 ft3/jam

Berdasarkan (Perry, 1999) Tabel 17-8, kadar debu dalam udara pada
lingkungan industri adalah 0,1-2 g/1.000 ft3. Ditetapkan kadar debu sebesar 0,5
g/1.000 ft3. Sehingga, dapat dihitung massa debu dalam udara.
0,5 g
Massa debu = × Laju alir volumetrik udara
1.000 ft3
0,5 g
= 3 × 519.988,1440 ft3/jam
1.000 ft
= 259,9941 g/jam
= 0,2600 kg/jam

F30 merupakan polutan yang disaring di Air Filter (AF–401). Massa polutan
pada F30 adalah sebagai berikut.
F30Polutan = F29Polutan

LA-38
= 0,2600 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada Air
Filter (AF–401) ditunjukkan pada Tabel LA.18.

Tabel LA.18 Neraca Massa pada Air Filter (AF–401)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F29 F30 F31
Udara 17.336,5211 17.336,5211 0,0000
Polutan 0,2600 0,0000 0,2600
Total 17.336,7811 17.336,7811

LA.17 FIRED HEATER (E–401)


Fired Heater (E–401) digunakan untuk memanaskan udara yang akan
digunakan pada Spray Dryer (SD–401). Blok diagram Fired Heater (E–401)
ditunjukkan pada Gambar LA.17.

F31 Fired Heater F32


Udara (E–401) Udara

Gambar LA.17 Blok Diagram Fired Heater (E–401)

Neraca Massa Total


F31 = F32

Total massa masing-masing komponen yang masuk dan keluar pada Fired
Heater (E–401) adalah tetap. Maka, massa komponen pada F33 adalah sebagai
berikut:
F32Udara = F31Udara
= 17.336,5211 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Fired Heater (E–401) ditunjukkan pada Tabel LA.19.

LA-39
Tabel LA.19 Neraca Massa pada Fired Heater (E–401)
Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F31 F32
Udara 17.336,5211 17.336,5211
Total 17.336,5211 17.336,5211

LA.18 SPRAY DRYER (SD–401)


Spray Dryer (SD–401) digunakan untuk mengurangi kandungan air dan
metanol dari slurry NaLS keluaran Centrifuges (CF–401). Blok diagram Spray Dryer
(SD–401) ditunjukkan pada Gambar LA.18.

F32
Udara F34
F28
Lignin
Lignin
Spray Dryer Selulosa
Selulosa
(SD–401) Hemiselulosa
Hemiselulosa
Abu
Abu
F33 Air
Air
Udara NaOH
NaOH
Air Na–Lignat
Na–Lignat
Metanol Metanol
Metanol
Na2SO4
Na2SO4
NaHSO3
NaHSO3
NaLS
NaLS

Gambar LA.18 Blok Diagram Spray Dryer (SD–401)

Neraca Massa Total


F28 + F32 = F33 + F34

F33 merupakan alur keluaran Spray Dryer (SD–401) berupa udara panas dan
komponen cair yang terserap. Efisiensi Spray Dryer (SD–401) diasumsikan sebesar
85%. Massa masing-masing komponen pada F33 adalah sebagai berikut.
F33Udara = F34Udara
= 17.336,5211 kg/jam
F33Air = F28Air  85%
= 305,7130 kg/jam  85%
= 259,8561 kg/jam
F33Metanol = F28Metanol

LA-40
= 52,7278 kg/jam

F34 merupakan alur keluaran Spray Dryer (SD–401) padatan NaLS. Massa
masing-masing komponen pada F34 adalah sebagai berikut.
F34Lignin = F28Lignin
= 67,7644 kg/jam
F34Selulosa = F28Selulosa
= 2,7190 kg/jam
F34Hemiselulosa = F28Hemiselulosa
= 0,0156 kg/jam
F34Abu = F28Abu
= 0,3267 kg/jam
F34Air = F28Air – F33Air
= 305,7130 kg/jam – 259,8561 kg/jam
= 45,8570 kg/jam
F34NaOH = F28NaOH
= 0,6645 kg/jam
F34Na–Lignat = F28Na–Lignat
= 0,4974 kg/jam
F34Sodium sulfat = F28Sodium sulfat
= 14,8015 kg/jam
F34Sodium bisulfit = F28Sodium bisulfit
= 43,1070 kg/jam
F34NaLS = F28NaLS
= 2.349,4994 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca massa, laju alir dan komponen pada
Spray Dryer (SD–401) ditunjukkan pada Tabel LA.20.

Tabel LA.20 Neraca Massa pada Spray Dryer (SD–401)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen 28
F F32 F33
F34
Lignin 67,7644 0,0000 0,0000 67,7644
Selulosa 2,7190 0,0000 0,0000 2,7190
Hemiselulosa 0,0156 0,0000 0,0000 0,0156

LA-41
Tabel LA.20 (Lanjutan)
Abu 0,3267 0,0000 0,0000 0,3267
Air 305,7130 0,0000 259,8561 45,8570
NaOH 0,6645 0,0000 0,0000 0,6645
Na─Lignat 0,4974 0,0000 0,0000 0,4974
Metanol 52,7278 0,0000 52,7278 0,0000
Na2SO4 14,8015 0,0000 0,0000 14,8015
NaHSO3 43,1070 0,0000 0,0000 43,1070
NaLS 2.349,4994 0,0000 0,0000 2.349,4994
Udara 0,0000 17.336,5211 17.336,5211 0,0000
Subtotal 2.837,8364 17.336,5211 17.875,9642 2.525,2525
Total 20.174,3575 20.174,3575

LA-42
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN NERACA ENERGI

Perhitungan neraca energi pada prarancangan pabrik pembuatan surfaktan


sodium lignosulfonat dari sabut kelapa dengan metode delignifikasi organosolv
berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
Kapasitas pabrik = 20.000 ton/tahun
Waktu operasi = 330 hari
Basis perhitungan = 1 jam operasi
Satuan energi = kJ/jam (kiloJoule/jam)
Temperatur referensi = 25°C
Tekanan referensi = 1 atm
20.000 ton 1.000 kg 1 tahun 1 hari
Produksi sodium lignosulfonat = × × ×
1 tahun 1 ton 330 hari 24 jam

= 2.525,2525 kg/jam

Perhitungan neraca energi pada masing-masing alur yang tidak melibatkan


perubahan fasa dilakukan dengan Persamaan LB.1. Sedangkan perhitungan neraca
energi pada masing-masing alur yang melibatkan perubahan fasa dilakukan dengan
persamaan LB.2.
T
Q = ∫Tref n  Cp  dT (LB.1)
Tb T2
Q = ( ∫T1 n  Cpl  dT) + (n  ∆Hvl) + (∫Tb n  Cpg  dT ) (LB.2)

Dimana,
Q = Laju alir energi (kJ/jam)
n = Laju alir mol komponen (kmol/jam)
Cp = Kapasitas panas (kJ/kg.K)
dT = Perubahan temperatur (K)
∆Hvl = Entalpi perubahan fasa (kJ/kmol)
T1 = Temperatur awal komponen (K)
T2 = Temperatur awal komponen (K)
Tref = Temperatur referensi (298,15 K)
Tb = Titik didih komponen (K)

LB-1
LB.1 PENENTUAN KAPASITAS PANAS (Cp)
LB.1.1 Penentuan Kapasitas Panas Padatan (Cps)
Berdasarkan perhitungan neraca massa pada Lampiran A, komponen yang
berada dalam fasa padat adalah selulosa, hemiselulosa, lignin, abu, Na–Lignat,
NaOH, Na2SO4, NaHSO3, dan NaLS. Kapasitas panas padatan (Cps) ditentukan
melalui estimasi berdasarkan Hukum Kopp dengan menggunakan Persamaan LB.3.
Data kontribusi unsur yang digunakan ditunjukkan pada Tabel LB.1.
Cps = ∑N
i=1 ni × ∆i (LB.3)
Dimana,
Cps = Kapasitas panas padatan (kJ/kmol.K)
N = Jumlah unsur berbeda dalam senyawa
ni = Jumlah unsur i dalam senyawa
∆i = Kontribusi unsur i (kJ/kmol.K)

Tabel LB.1 Kontribusi Unsur untuk Penentuan Kapasitas Panas Padatan dengan
Hukum Kopp pada T = 298,15 K
Unsur ∆i (kJ/kmol.K)
C 10,89
H 7,56
O 13,42
S 12,36
Na 26,19
Ca 28,25
Sumber: Perry dan Green (2008)

Dengan Persamaan LB.3, dapat dihitung kapasitas panas padatan masing-


masing komponen.
1. Lignin (C10H12O3)
Cp = (10  10,89) + (12  7,56) + (3  13,42)
Cp = 239,88 kJ/kmol.K
2. Selulosa (C6H10O5)
Cp = (6  10,89) + (10  7,56) + (5  13,42)
Cp = 208,04 kJ/kmol.K
3. Hemiselulosa (C5H8O4)
Cp = (5  10,89) + (8  7,56) + (4  13,42)

LB-2
Cp = 168,61 kJ/kmol.K
4. Abu (CaO)
Cp = (1  28,25) + (1  13,42)
Cp = 41,67 kJ/kmol.K
5. Na-Lignat (C10H11O4Na3)
Cp = (10  10,89) + (11  7,56) + (4  13,42) + (3  26,19)
Cp = 1,279 kJ/kg.º K
6. NaOH
Cp = (1  26,19) + (1  13,42) + (1  7,56)
Cp = 47,17 kJ/kmol.K
7. Na2SO4
Cp = (2  26,19) + (1  12,36) + (4  13,42)
Cp = 118,42 kJ/kmol.K
8. NaHSO3
Cp = (1  26,19) + (1  7,56) + (1  12,36) + (3  13,42)
Cp = 86,37 kJ/kmol.K
9. NaLS (C20H24Na2S2O10)
Cp = (20  10,89) + (24  7,56) + (2  26,19) + (2  12,36) + (4  13,42)
Cp = 610,54 kJ/kmol.K

LB.1.2 Penentuan Kapasitas Panas Cairan (Cpl)


Berdasarkan perhitungan neraca massa pada Lampiran A, komponen yang
berada dalam fasa cair adalah air dan metanol. Kapasitas panas cairan (Cpl) dihitung
dengan menggunakan Persamaan LB.4. Data konstanta kapasitas panas cairan
ditunjukkan pada Tabel LB.2.
Cpl = A + BT + CT2 + DT3 (LB.4)
Dimana,
Cpl = Kapasitas panas cairan (kJ/kmol.K)
A, B, C, D = Konstanta kapasitas panas cairan
T = Temperatur (K)

LB-3
Tabel LB.2 Konstanta Kapasitas Panas Cairan
Komponen A B C D
Air 1,829610 4,721110-1 -1,338710-3 1,314210-6
Metanol -2,582510-2 3,3582 -1,163810-2 1,405110-5
Sumber: Reklaitis (1983)

LB.1.3 Penentuan Kapasitas Panas Gas (Cpg)


Berdasarkan perhitungan neraca massa pada Lampiran A, komponen yang
berada dalam fasa gas adalah air, metanol, dan oksigen. Kapasitas panas gas (Cpg)
dihitung dengan menggunakan Persamaan LB.5. Data konstanta kapasitas panas
cairan ditunjukkan pada Tabel LB.3.
Cpg = A + BT + CT2 + DT3 (LB.5)
Dimana,
Cpg = Kapasitas panas gas (kJ/kmol.K)
A, B, C, D = Konstanta kapasitas panas gas
T = Temperatur (K)

Tabel LB.3 Konstanta Kapasitas Panas Gas


Komponen A B C D
Air 7,9857 4,633110-4 1,402810-6 -6,578310-10
Metanol 9,8010 8,430610-3 6,669110-6 8,208910-9
Oksigen 6,9865 5,581110-4 1,399910-6 -1,093810-9
Sumber: Reklaitis (1983)

LB.2 PENENTUAN ENTALPI PERUBAHAN FASA (∆Hvl)


Berdasarkan perhitungan neraca massa pada Lampiran A, komponen yang
mengalami perubahan fasa adalah air dan metanol. Penentuan entalpi perubahan fasa
(∆Hvl) ditunjukkan pada Tabel LB.4.

Tabel LB.4 Entalpi Perubahan Fasa (∆Hvl)


Komponen ∆Hvl (kJ/kmol)
Metanol 35.270,4
Air 40.656,2
Sumber: Reklaitis (1983)

LB-4
LB.3 ENTALPI PEMBENTUKAN STANDAR (∆HF°)
Entalpi pembentukan standar (∆HF°) untuk semua komponen yang bereaksi
diperoleh dari berbagai sumber seperti yang dirangkum pada Tabel LB.5.

Tabel LB.5 Entalpi Pembentukan Standar (∆HF°)


Komponen ∆HF° (kJ/kmol) Sumber
Lignin -729.310,00 Gorensek dkk. (2015)
NaOH -425.609,00 Perry dan Green. (2008)
NaHSO3 -662,22
Azzahra dan Rezi. (2019)
NaLS 186,65
Air -68.137,40 Perry dan Green. (2008)
O2 444,00 Yaws (1999)

LB.4 PENENTUAN PANAS REAKSI STANDAR (∆Hr°)


Panas reaksi standar (∆Hr°) untuk reaksi sulfonasi dihsitung dengan
menggunakan Persamaan LB.6.
∆Hr° = [∑ σ (∆Hf°)]produk – [∑ σ (∆Hf°)]reaktan (LB.6)
Dimana,
∆Hr° = Panas reaksi standar (kJ/kmol)
σ = Koefisien stoikiometri komponen
∆Hf° = Entalpi pembentukan standar (kJ/kmol)

Dengan menggunakan Persamaan LB.6, panas reaksi sulfonasi adalah sebagai


berikut.
C10H12O3(12) + 12 NaHSO3 → 6 C20H24Na2S2O10 + 6 H2O + 3 O2
∆Hr° = [∑ σ (∆Hf°)]produk – [∑ σ (∆Hf°)]reaktan
= [6(186,65) + 6(-6.8137,40) + 3(444,00)] – [-1(-729.310,00) + -12(-662,22)]
= 330.884,14 kJ/kmol

LB.5 DIGESTER (DG–201)


Digester (DG–201) digunakan sebagai tempat pemasakan chip sabut kelapa
dengan larutan pemasak metanol. Kondisi operasi pada Digester (DG–201) akan
dijalankan pada suhu 120°C dan tekanan 3.175,5465 mmHg. Blok diagram Digester
(DG–201) ditunjukkan pada gambar LB.1. Sedangkan laju alir molar komponen
ditunjukkan pada Tabel LB.6.

LB-5
Q8 Steam Q10
Metanol T = 133,5°C Metanol
Air P = 3 bar Air
P = 1 atm P = 3.175,5465 mmHg
T = 303,15 K T = 393,15 K
Q9
5
Q Lignin
Lignin Selulosa
Selulosa Digester (DG–201) Hemiselulosa
Hemiselulosa Abu
Abu Air
Air Kondensat Metanol
P = 1 atm T = 100°C P = 1 atm
T = 303,15 K P = 1 atm T = 363,15 K

Gambar LB.1 Blok Diagram pada Digester (DG–201)

Tabel LB.6 Laju Alir Molar Digester (DG–201)


Masuk (kmol/jam) Keluar (kmol/jam)
Komponen
N5 N8 N9 N10
Lignin 1,3283 0,0000 1,3283 0,0000
Selulosa 16,7840 0,0000 16,7840 0,0000
Hemiselulosa 0,1185 0,0000 0,1185 0,0000
Abu 5,8345 0,0000 5,8345 0,0000
Air 18,2561 730,2443 432,5497 315,9507
Metanol 0,0000 762,8445 164,7744 598,0701

Neraca Energi Total


Q5 + Q8 + dQ/dT = Q9 + Q10

Q5 merupakan panas dari umpan masuk chip sabut kelapa ke Digester (DG–
201). Laju panas pada Q5 adalah sebagai berikut.
T = 303,15 K
T
Q5Lignin = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 1,3283 kmol/jam  239,88 kJ/kmol dT

= 1.593,2220 kJ/jam
T
Q5Selulosa = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 16,7840 kmol/jam  208,04 kJ/kmol  dT

= 17.458,7454 kJ/jam

LB-6
T
Q5Hemiselulosa = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 0,1185 kmol/jam  168,61 kJ/kmol  dT

= 99,9403 kJ/jam
T
Q5Abu = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 5,8345 kmol/jam  41,67 kJ/kmol  dT

= 1.215,6187 kJ/jam
T
Q5Air = ∫Tref n  Cpl  dT
303,15
= ∫298,15 18,2561 kmol/jam  Cpl  dT

= 1.691,4499 kJ/jam
Q5 = Q5Lignin + Q5Selulosa + Q5Hemiselulosa + Q5Abu + Q5Air
= 1.593,2220 + 17.458,7454 + 99,9403 + 989,9246 + 1.691,4499
(kJ/jam)
= 22.058,9762 kJ/jam

Q8 merupakan panas dari umpan masuk metanol ke Digester (DG–201). Laju


panas pada Q8 adalah sebagai berikut.
T = 303,15 K
T
Q8Metanol = ∫Tref n  Cpl  dT
303,15
= ∫298,15 762,8445 kmol/jam  Cpl  dT

= 6.232,3052 kJ/jam
T
Q8Air = ∫Tref n  Cpl  dT
303,15
= ∫298,15 730,2443 kmol/jam  Cpl  dT

= 67.657,9948 kJ/jam
Q8 = Q9Metanol + Q9Air
= 6.232,3052 kJ/jam + 67.657,9948 kJ/jam
= 73.890,3000 kJ/jam

Q9 merupakan panas dari slurry keluaran Digester (DG–201). Laju panas


pada Q9 adalah sebagai berikut.
T = 363,15 K

LB-7
T
Q9Lignin = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 1,3283 kmol/jam  239,88 kJ/kmol  dT

= 30.271,2171 kJ/jam
T
Q9Selulosa = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 16,7840 kmol/jam  208,04 kJ/kmol  dT

= 331.716,1623 kJ/jam
T
Q9Hemiselulosa = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 0,1185 kmol/jam  168,61 kJ/kmol  dT

= 1.898,8663 kJ/jam
T
Q9Abu = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 5,8345 kmol/jam  41,67 kJ/kmol  dT

= 23.096,7547 kJ/jam
T
Q9Air = ∫Tref n  Cpl  dT
363,15
= ∫298,15 432,5497 kmol/jam  Cpl  dT

= 600.189,8712 kJ/jam
Tb T2
Q9Metanol = ( ∫T1 n  Cpl  dT) + (n  ∆Hvl) + (∫Tb n  Cpg  dT )
337,85
= ( ∫303,15 164,7744 kmol/jam  Cpl  dT) + (164,7744 kmol/jam 
363,15
35.270,4 kJ/kmol) + (∫337,85 164,7744 kmol/jam  Cpg  dT )

= 21.454.194,0031 kJ/jam
= 9.843,6600 kJ/jam
Q9 = Q9Lignin + Q9Selulosa + Q9Hemiselulosa + Q9Abu + Q9Air + Q9Metanol
= 30.271,2171 + 331.716,1623 + 1.898,8663 + 23.096,7547 +
600.189,8712 + 9.843,6600 (kJ/jam)
= 997.016,5317 kJ/jam

Q10 merupakan panas dari uap keluaran Digester (DG–201). Terdapat


perubahan fasa komponen pada alur N10. Sehingga, perhitungan laju panas pada Q10
adalah sebagai berikut.
T = 393,15 K

LB-8
Tb T2
Q10Metanol = ( ∫T1 n  Cpl  dT) + (n  ∆Hvl) + (∫Tb n  Cpg  dT )
337,85
= ( ∫303,15 598,0701 kmol/jam  Cpl  dT) + (598,0701 kmol/jam 
393,15
35.270,4 kJ/kmol) + (∫337,85 598,0701 kmol/jam  Cpg  dT )

= 21.454.194,0031 kJ/jam
Tb T2
Q10Air = ( ∫T1 n  Cpl  dT) + (n  ∆Hvl) + (∫Tb n  Cpg  dT )
373,15
= ( ∫303,15 315,9507 kmol/jam  Cpl  dT) + (315,9507 kmol/jam 
393,15
40656,2 kJ/kmol) + (∫373,15 315,9507 kmol/jam  Cpg  dT )

= 13.334.220,0471 kJ/jam
Q10 = Q10Metanol + Q10Air
= 21.454.194,0031 kJ/jam + 13.334.220,0471 kJ/Jam
= 34.788.414,0502 kJ/jam

Maka, perubahan panas yang terjadi pada Digester (DG–201) adalah sebagai
berikut.
dQ/dT = (Q10 + Q9) – (Q8 + Q5)
= (34.788.414,0502 + 997.016,5317) – (73.890,3000 + 22.058,9762)
kJ/jam
= 35.689.481,3056 kJ/jam

Media pemanas yang digunakan adalah panas laten dari saturated steam
bertekanan 3 bar dan temperatur 133,5°C. Nilai entalpi laten saturated steam
bertekanan 3 bar dan temperatur 133,5°C adalah 2.163,2 kJ/kg (Reklaitis, 1983).
Massa steam yang dibutuhkan dihitung sebagai berikut.
dQ⁄
dT
m =
∆Hvl
35.785.430,5818 kJ/jam
=
2.163,2 kJ/kg

= 16.498,4658 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca energi, laju panas pada Digester (DG–
201) ditunjukkan pada Tabel LB.7.

LB-9
Tabel LB.7 Neraca Energi pada Digester (DG–201)
Masuk (kJ/jam) Keluar (kJ/jam)
Komponen
Q5 Q8 Q 9
Q10
Lignin 1.593,2220 0,0000 30.271,2171 0,0000
Selulosa 17.458,7454 0,0000 331.716,1623 0,0000
Hemiselulosa 99,9403 0,0000 1.898,8663 0,0000
Abu 1.215,6187 0,0000 23.096,7547 0,0000
Air 1.691,4499 67.657,9948 600.189,8712 13.334.220,0471
Metanol 0,0000 6.232,3052 9.843,6600 21.454.194,0031
Jumlah 22.058,9762 73.890,3000 997.016,5317 34.788.414,0502
Subtotal 95.949,2762 35.785.430,5818
dQ/dT 35.689.481,3056 –
Total 35.785.430,5818 35.785.430,5818

LB.6 KONDENSOR (E–201)


Kondensor (E–201) digunakan untuk menyuling campuran uap metanol–air
keluaran Digester (DG–201). Blok diagram Kondensor (E–201) ditunjukkan pada
gambar LB.2. Sedangkan laju alir molar komponen ditunjukkan pada Tabel LB.8.
Air Pendingin
T = 25°C
Q10 Q11
Metanol Kondensor (E–201) Metanol
Air Air
P = 3.175,5465 mmHg Air Pendingin P = 1 atm
T = 393,15 K Bekas T = 313,15 K
T = 60°C

Gambar LB.2
Gambar LB.2 Diagram
Diagram Blok
Blok Kondensor
Kondensor (E–201)
(E–201)

Tabel LB.8 Laju Alir Molar Kondensor (E–201)


Masuk (kmol/jam) Keluar (kmol/jam)
Komponen 10
N N11
Metanol 598,0701 598,0701
Air 315,9507 315,9507

Neraca Energi Total


Q10 + dQ/dT = Q11

LB-10
Q11 merupakan panas dari campuran keluaran Kondensor (E–201) berupa
campuran metanol dan air dalam fasa cair. Laju panas pada Q11 adalah sebagai
berikut.
T = 313,15 K
T
Q11Metanol = ∫Tref n  Cp  dT
313,15
= ∫298,15 598,0701 kmol/jam  Cpl  dT

= 14.316,6439 kJ/jam
T
Q11Air = ∫Tref n  Cp  dT
313,15
= ∫298,15 315,9507 kmol/jam  Cpl  dT

= 87.798,7786 kJ/jam
Q11 = Q11Metanol + Q11Air
= 14.316,6439 kJ/jam + 87.798,7786 kJ/jam
= 102.115,4225 kJ/jam

Maka, perubahan panas yang terjadi pada Kondensor (E–201) adalah sebagai
berikut.
dQ/dT = Q11 – Q10
= 102.115,4225 kJ/jam – 34.788.414,0502 kJ/jam
= –34.686.298,6277 kJ/jam

dQ/dT bernilai negatif (proses yang berlangsung melepas panas), sehingga,


dibutuhkan media pendingin. Media pendingin yang digunakan adalah air bersuhu
28°C (301 K) tekanan 1 atm dan keluar pada suhu 60°C (333 K) tekanan 1 atm. Nilai
entalpi air pada suhu 28°C (301,15 K) dan 60°C (333,15 K) secara berurut adalah
117,3 dan 251,1 kJ/kg (Reklaitis, 1983). Massa air pendingin yang dibutuhkan adalah
sebagai berikut.
dQ⁄
dT
m =
∆H(333,15 K) - ∆H(301,15 K)

–34.686.298,6277 kJ/jam
=
251,1 kJ/kg - 117,3 kJ/kg

= 259.239,9001 kg/jam

LB-11
Berdasarkan pada perhitungan neraca energi, laju panas pada Kondensor (E–
201) ditunjukkan pada Tabel LB.9.

Tabel LB.9 Neraca Energi pada Kondensor (E–201)


Masuk (kJ/jam) Keluar (kJ/jam)
Komponen
Q10 Q11
Metanol 21.454.194,0031 14.316,6439
Air 13.334.220,0471 87.798,7786
Jumlah 34.788.414,0502 102.115,4225
dQ/dT – 34.686.298,6277
Total 34.788.414,0502 34.788.414,0502

LB.7 COOLER (E–202)


Cooler (E–202) digunakan untuk mendinginkan slurry keluaran Digester
(DG–201). Blok diagram Cooler (E–202) ditunjukkan pada gambar LB.3. Sedangkan
laju alir molar komponen ditunjukkan pada Tabel LB.10.

Air Pendingin
Q9 Q12
Lignin T = 25°C
Lignin
Selulosa Selulosa
Hemiselulosa Cooler (E–202) Hemiselulosa
Abu Abu
Air Air
Metanol Air Pendingin
Bekas Metanol
P = 1 atm P = 1 atm
T = 363,15 K T = 60°C
T = 303,15

Gambar LB.3 Diagram Blok Cooler (E–202)

Tabel LB.10 Laju Alir Molar Cooler (E–202)


Masuk (kmol/jam) Keluar (kmol/jam)
Komponen
N9 N12
Lignin 0,0237 0,0237
Selulosa 16,7840 16,7840
Hemiselulosa 0,1185 0,1185
Abu 5,8345 5,8345
Air 432,5497 432,5497
Metanol 164,7744 164,7744
Total 618,7053 618,7053

LB-12
Neraca Energi Total
Q9 + dQ/dT = Q12

Q12 merupakan panas dari slurry keluaran Cooler (E–202). Laju panas pada
Q12 adalah sebagai berikut.
T = 303,15K
T
Q12Lignin = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 1,3283 kmol/jam  239,88 kJ/kmol  dT

= 1.593,2220 kJ/jam
T
Q12Selulosa = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 16,7840 kmol/jam  208,04 kJ/kmol  dT

= 17.458,7454 kJ/jam
T
Q12Hemiselulosa = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 0,1185 kmol/jam  168,61 kJ/kmol  dT

= 1.215,6187 kJ/jam
T
Q12Abu = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 5,8345 kmol/jam  41,67 kJ/kmol  dT

= 1.215,6187 kJ/jam
T
Q12Air = ∫Tref n  Cpl  dT
303,15
= ∫298,15 432,5497 kmol/jam  Cpl  dT

= 40.076,2391 kJ/jam
T
Q12Metanol = ∫Tref n  Cpl  dT
303,15
= ∫298,15 164,7744 kmol/jam  Cpl  dT

= 1.346,1779 kJ/jam
Q12 = Q12Lignin + Q12Selulosa + Q12Hemiselulosa + Q12Abu + Q12Air + Q12Metanol
= 1.593,2220 + 17.458,7454 + 1.215,6187 + 1.215,6187 +
40.076,2391 + 1.346,1779 (kJ/jam)
= 97.830,6076 kJ/jam

LB-13
Maka, perubahan panas yang terjadi pada Cooler (E–202) adalah sebagai
berikut.
dQ/dT = Q12 – Q9
= 97.830,6076 kJ/jam – 997.016,5317 kJ/jam
= –899.185,9241 kJ/jam

dQ/dT bernilai negatif (proses yang berlangsung melepas panas), sehingga,


dibutuhkan media pendingin. Media pendingin yang digunakan adalah air bersuhu
28°C (301 K) tekanan 1 atm dan keluar pada suhu 60°C (333 K) tekanan 1 atm. Nilai
entalpi air pada suhu 28°C (301,15 K) dan 60°C (333,15 K) secara berurut adalah
117,3 dan 251,1 kJ/kg (Reklaitis, 1983). Massa air pendingin yang dibutuhkan adalah
sebagai berikut.
dQ⁄
dT
m =
∆H(333,15 K) - ∆H(301,15 K)

–899.185,9241 kJ/jam
=
251,1 kJ/kg - 117,3 kJ/kg

= 6.720,3731 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca energi, laju panas pada Kondensor


Cooler (E–202) ditunjukkan pada Tabel LB.11.

Tabel LB.11 Neraca Energi pada Cooler (E–202)


Masuk (kJ/jam) Keluar (kJ/jam)
Komponen
Q9 Q12
Lignin 30.271,2171 1.593,2220
Selulosa 331.716,1623 17.458,7454
Hemiselulosa 1.898,8663 99,9403
Abu 23.096,7547 1.215,6187
Air 600.189,8712 40.076,2391
Metanol 9.843,6600 1.346,1779
Jumlah 997.016,5317 97.830,6076
dQ/dT – 899.185,9241
Total 997.016,5317 997.016,5317

LB-14
LB.8 REAKTOR SULFONASI (R–401)
Reaktor Sulfonasi (R–401) digunakan untuk mereaksikan lignin dengan
sodium bisulfit (NaHSO3) untuk menghasilkan sodium lignosulfonat (NaLS). Blok
diagram Reaktor Sulfonasi (R–401) ditunjukkan pada Gambar LB.4. Sedangkan laju
alir molar komponen ditunjukkan pada Tabel LB.12.

F25 F26
Steam NaHSO3 Lignin
T = 133,5°C P = 1 atm Selulosa
P = 3 bar T = 303,15 Hemiselulosa
Q24 K Abu
Lignin Reaktor Sulfonasi Air
Selulosa NaOH
(R–401)
Hemiselulosa Na–Lignat
Abu Kondensat Metanol
Air T = 100°C Na2SO4
NaOH P = 1 atm NaHSO3
Na–Lignat NaLS
Metanol O2
Na2SO4 P = 1 atm
P = 1 atm T = 363,15 K
T = 303,15 K

Gambar LB.4
Gambar LB.4 Blok
Blok Diagram
Diagram Reaktor
Reaktor Sulfonasi
Sulfonasi (R–401)
(R–401)

Tabel LB.12 Laju Alir Molar Reaktor Sulfonasi (R–401)


Masuk (kmol/jam) Keluar (kmol/jam)
Komponen 24 25
N N N26
Lignin 1,1285 0,0000 0,3137
Selulosa 0,1678 0,0000 0,1678
Hemiselulosa 0,0012 0,0000 0,0012
Abu 0,0583 0,0000 0,0583
Air 164,1394 0,8125 169,8406
NaOH 0,1661 0,0000 0,1661
NaLignat 0,0246 0,0000 0,0246
Metanol 16,4774 0,0000 16,4774
Na2SO4 1,0424 0,0000 1,0424
NaHSO3 0,0000 13,9223 4,1449
NaLS 0,0000 0,0000 4,8887
O2 0,0000 0,0000 2,4443

LB-15
Neraca Energi Total
Q24 + Q25 + dQ/dT= Q26 + QR

Pada Reaktor Sulfonasi (R–401) dihitung panas reaksi (QR) sulfonasi dengan
persamaan berikut.
QR = ∆HR  r (LB.7)
∆HR = ∆Hreaktan + ∆Hr° + ∆Hproduk (LB.8)
Nin
s × Xs (LB.9)
r =
-σs
Dimana,
QR = Panas reaksi (kJ/jam)
∆HR = Entalpi reaksi (kJ/kmol)
∆Hreaktan = Entalpi reaktan (kJ/kmol)
∆Hr° = Panas reaksi standar (kJ/kmol)
∆Hproduk = Entalpi produk (kJ/kmol)
r = Laju reaksi (kmol/jam)
Nsin = Mol awal komponen s (reaktan) (kmol)
Xs = Konversi reaksi
–σs = Koefisien stoikiometri komponen s (-) reaktan (+) produk

Perhitungan entalpi reaksi.


C10H12O3(12) + 12 NaHSO3 → 6 C20H24Na2S2O10 + 6 H2O + 3 O2
T = 303,15 K
Xs = 72,22% (Sako dkk., 2014)
Nsin = 1,1285 kmol/jam (LA.17)
∆Hr° = 330.884,14 kJ/kmol
T
∆Hreaktan = ∫Tref σs  Cp  dT
303,15 303,15
= ∫298,15 -1  239,88 kJ/kmol  dT + ∫298,15 -12  86,37 kJ/kmol  dT

= -82.960,8000 kJ/kmol
303,15 303,15
∆Hproduk = ∫298,15 6  610,54 kJ/kmol  dT + ∫298,15 6  Cpl  dT +
303,15
∫ 3  29,393 kJ/kmol  dT
298,15

LB-16
= 246.689,9685 kJ/kmol
∆HR = -82.960,8000 + (330.884,14) + 246.689,9685 (kJ/kmol)
= 494.613,3085 kJ/kmol

Perhitungan laju reaksi.


1,1285 kmol/jam × 72,22%
r =
-(-1)

= 0,8148 kmol/jam

Perhitungan panas reaksi.


QR = 494.613,3085 kJ/kmol  0,8148 kmol/jam
= 403.000,9963 kJ/jam

Q24 merupakan panas dari umpan masuk lignin ke Reaktor Sulfonasi (R–
401). Laju panas pada Q24 adalah sebagai berikut.
T = 303,15K
T
Q24Lignin = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 1,1285 kmol/jam  239,88 kJ/kmol  dT

= 1.353,5278 kJ/jam
T
Q24Selulosa = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 0,1678 kmol/jam  208,04 kJ/kmol  dT

= 174,5875 kJ/jam
T
Q24Hemiselulosa = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 0,0012 kmol/jam  168,61 kJ/kmol  dT

= 0,9994 kJ/jam
T
Q24Abu = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 0,0583 kmol/jam  41,67 kJ/kmol  dT

= 12,1562 kJ/jam
T
Q24Air = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 164,1394 kmol/jam  Cpl  dT

= 15.207,7067 kJ/jam

LB-17
T
Q24NaOH = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 0,1661 kmol/jam  47,17 kJ/kmol  dT

= 39,1793 kJ/jam
T
Q24Na-Lignat = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 0,0246 kmol/jam  256,81 kJ/kmol  dT

= 31,6153 kJ/jam
T
Q24Metanol = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 16,4774 kmol/jam  Cpl  dT

= 134,6178 kJ/jam
T
Q24Sodium sulfat = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 1,0424 kmol/jam  118,42 kJ/kmol  dT

= 617,1801 kJ/jam
Q24 = Q24Lignin + Q24Selulosa + Q24Hemiselulosa + Q24Abu + Q24Air + Q24NaOH +
Q24Na-Lignat + Q24Metanol + Q24Sodium sulfat
= 1.353,5278 + 174,5875 + 0,9994 + 12,1562 + 15.207,7067 +
39,1793 + 31,6153 + 134,6178 + 1.256,981 (kJ/jam)
= 17.571,5699 kJ/jam

Q25 merupakan panas dari umpan masuk Sodium bisulfit (NaHSO3)


ke Reaktor Sulfonasi (R–401). Laju panas pada Q25 adalah sebagai berikut.
T = 303,15 K
T
Q25Air = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 0,8125 kmol/jam  Cpl  dT

= 75,2812 kJ/jam
T
Q25Sodium bisulfit = ∫Tref n  Cp  dT
303,15
= ∫298,15 13,9223 kmol/jam  86,37 kJ/kmol  dT

= 6.012,3313 kJ/jam
Q25 = Q26Air + Q26Sodium bisulfit
= 75,2812 + 75,2812 (kJ/jam)

LB-18
= 6.087,6125 kJ/jam

Q26 merupakan panas dari slurry NaLS keluaran Reaktor Sulfonasi (R–401).
Laju panas pada Q26 adalah sebagai berikut.
T = 363,15 K
T
Q26Lignin = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 0,3137 kmol/jam  239,88 kJ/kmol  dT

= 4.891,6493 kJ/jam
T
Q26Selulosa = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 0,1678 kmol/jam  208,04 kJ/kmol  dT

= 2.269,6369 kJ/jam
T
Q26Hemiselulosa = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 0,0012 kmol/jam  168,61 kJ/kmol  dT

= 12,9922 kJ/jam
T
Q26Abu = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 0,0583 kmol/jam  41,67 kJ/kmol  dT

= 158,0304 kJ/jam
T
Q26Air = ∫Tref n  Cpl  dT
363,15
= ∫298,15 169,8406 kmol/jam  Cpl  dT

= 204.286,7285 kJ/jam
T
Q26NaOH = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 0,1661 kmol/jam  47,17 kJ/kmol  dT

= 509,3304 kJ/jam
T
Q26Na-Lignat = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 0,0246 kmol/jam  256,81 kJ/kmol  dT

= 410,9987 kJ/jam
Tb T2
Q26Metanol = ( ∫T1 n  Cpl  dT) + (n  ∆Hvl) + (∫Tb n  Cpg  dT )

LB-19
337,85
= ( ∫303,15 16,4774 kmol/jam  Cpl  dT) + (16,4774  35.270,4) +
363,15
(∫337,85 16,4774  Cpg  dT )

= 60.171,9924 kJ/jam
T
Q26Sodium sulfat = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 1,0424 kmol/jam  118,42 kJ/kmol  dT

= 8.023,3407 kJ/jam
T
Q26Sodium bisulfit = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 4,1449 kmol/jam  86,37 kJ/kmol  dT

= 23.269,7241 kJ/jam
T
Q26NaLS = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 4,3998 kmol/jam  610,54 kJ/kmol  dT

= 194.007,7377 kJ/jam
T
Q26Oksigen = ∫Tref n  Cp  dT
363,15
= ∫298,15 2,4443 kmol/jam  29,393 kJ/kmol  dT

= 1.110,1220 kJ/jam
Q26 = Q26Lignin + Q26Selulosa + Q26Hemiselulosa + Q26Abu + Q26Air + Q26NaOH +
Q26Na-Lignat + Q26Metanol + Q26Sodium sulfat + Q26Sodium bisulfit + Q26NaLS +
Q26Oksigen
= 4.891,6493 + 2.269,6369 + 12,9922 + 158,0304 + 204.286,7285 +
509,3304 + 410,9987 + 60.171,9924 + 8.023,3407 + 23.269,7241 +
194.007,7377 + 1.110,1220 (kJ/jam)
= 499.122,2834 kJ/jam

Maka, perubahan panas yang terjadi pada Reaktor Sulfonasi (R–401) adalah
sebagai berikut.
dQ/dT = (Q26 + QR) – (Q24 + Q25)
= (499.122,2834 + (403.000,9963)) – (17.571,5699 + 6.087,6125)
(kJ/jam)
= 878.464,0973 kJ/jam

LB-20
Media pemanas yang digunakan adalah panas laten dari saturated steam
bertekanan 3 bar dan temperatur 133,5°C. Nilai entalpi laten saturated steam
bertekanan 3 bar dan temperatur 133,5°C adalah 2.163,2 kJ/kg (Reklaitis, 1983).
Massa steam yang dibutuhkan dihitung sebagai berikut.
dQ⁄
dT
m =
∆Hvl
878.464,0973 kJ/jam
=
2.163,2 kJ/kg
= 406,0947 kg/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca energi, laju panas pada Reaktor


Sulfonasi (R–401) ditunjukkan pada Tabel LB.13.

Tabel LB.13 Neraca Energi pada Reaktor Sulfonasi (R–401)


Masuk (kJ/jam) Keluar (kJ/jam)
Komponen 24 25
Q Q Q26
Lignin 1.353,5278 0,0000 4.891,6493
Selulosa 174,5875 0,0000 2.269,6369
Hemiselulosa 0,9994 0,0000 12,9922
Abu 12,1562 0,0000 158,0304
Air 15.207,7067 75,2812 204.286,7285
NaOH 39,1793 0,0000 509,3304
NaLignat 31,6153 0,0000 410,9987
Metanol 134,6178 0,0000 60.171,9924
Na2SO4 617,1801 0,0000 8.023,3407
NaHSO3 0,0000 6.012,3313 23.269,7241
NaLS 0,0000 0,0000 194.007,7377
O2 0,0000 0,0000 1.110,1220
Jumlah 17.571,5699 6.087,6125 499.122,2834
Subtotal 23.659,1824 499.122,2834
Panas Reaksi - 403.000,9963
dQ/dT 878.464,0973 -
Total 902.123,2797 902.123,2797

LB.9 SPRAY DRYER (E–401)


Spray Dryer (SD–401) digunakan untuk mengurangi kandungan air dan
metanol dari slurry NaLS keluaran Decanter II (D–401). Blok diagram Spray Dryer

LB-21
(SD–401) ditunjukkan pada Gambar LB.5. Sedangkan laju alir molar komponen
ditunjukkan pada Tabel LB.14.
Q32
Udara
Q28 P = 1 atm Q34
Lignin T = 423,15 K Lignin
Selulosa Selulosa
Hemiselulosa Spray Dryer Hemiselulosa
Abu (SD–401) Abu
Air Air
NaOH Q33 NaOH
Na–Lignat Udara Na–Lignat
Metanol Air Metanol
Na2SO4 Metanol Na2SO4
NaHSO3 P = 1 atm NaHSO3
NaLS T = 383,15 K NaLS
P = 1 atm P = 1 atm
T = 313,15 K T = 333,15 K

Gambar LB.5
Gambar LB.5 Blok
Blok Diagram
Diagram Spray
Spray Dryer
Dryer (SD–401)
(SD–401)

Tabel LB.14 Laju Alir Molar Spray Dryer (SD–401)


Masuk (kmol/jam) Keluar (kmol/jam)
Komponen
N28 N32 N33 N34
Lignin 0,0314 0,0000 0,0000 0,0314
Selulosa 0,0168 0,0000 0,0000 0,0168
Hemiselulosa 0,0001 0,0000 0,0000 0,0001
Abu 0,0058 0,0000 0,0000 0,0058
Air 16,9841 0,0000 14,4364 2,5476
NaOH 0,0166 0,0000 0,0000 0,0166
Na–Lignat 0,0025 0,0000 0,0000 0,0025
Metanol 1,6477 0,0000 1,6477 0,0000
Na2SO4 0,1042 0,0000 0,0000 0,1042
NaHSO3 0,4145 0,0000 0,0000 0,4145
NaLS 4,3998 0,0000 0,0000 4,3998
Udara 0,0000 – – 0,0000

Neraca Energi Total


Q28 + Q32 = Q33 + Q34

Q28 merupakan panas dari umpan masuk slurry NaLS ke Spray Dryer (SD–
401). Laju panas pada Q28 adalah sebagai berikut.
T = 313,15 K

LB-22
T
Q28Lignin = ∫Tref n  Cp  dT
313,15
= ∫298,15 0,0314 kmol/jam  239,88 kJ/kmol  dT

= 112,8842 kJ/jam
T
Q28Selulosa = ∫Tref n  Cp  dT
313,15
= ∫298,15 0,0168 kmol/jam  208,04 kJ/kmol  dT

= 52,3762 kJ/jam
T
Q28Hemiselulosa = ∫Tref n  Cp  dT
313,15
= ∫298,15 0,0001 kmol/jam  168,61 kJ/kmol  dT

= 0,2998 kJ/jam
T
Q28Abu = ∫Tref n  Cp  dT
313,15
= ∫298,15 0,0058 kmol/jam  41,67 kJ/kmol  dT

= 3,6469 kJ/jam
T
Q28Air = ∫Tref n  Cp  dT
313,15
= ∫298,15 16,9841 kmol/jam  Cpl  dT

= 1.573,5930 kJ/jam
T
Q28NaOH = ∫Tref n  Cp  dT
313,15
= ∫298,15 0,0166 kmol/jam  47,17 kJ/kmol  dT

= 11,7538 kJ/jam
T
Q28Na-Lignat = ∫Tref n  Cp  dT
313,15
= ∫298,15 0,0025 kmol/jam  256,81 kJ/kmol  dT

= 9,4846 kJ/jam
T
Q28Metanol = ∫Tref n  Cp  dT
313,15
= ∫298,15 1,6477 kmol/jam  Cpl  dT

= 13,2142 kJ/jam
T
Q28Sodium sulfat = ∫Tref n  Cp  dT
313,15
= ∫298,15 0,1042 kmol/jam  118,42 kJ/kmol  dT

LB-23
= 185,1540 kJ/jam
T
Q28Sodium bisulfit = ∫Tref n  Cp  dT
313,15
= ∫298,15 0,4145 kmol/jam  86,37 kJ/kmol  dT

= 536,9936 kJ/jam
T
Q28NaLS = ∫Tref n  Cp  dT
313,15
= ∫298,15 4,3998 kmol/jam  610,54 kJ/kmol  dT

= 40.293,9148 kJ/jam
Q28 = Q28Lignin + Q28Selulosa + Q28Hemiselulosa + Q28Abu + Q28Air + Q28NaOH +
Q28Na-Lignat + Q28Metanol + Q28Sodium sulfat + Q28Sodium bisulfit + Q28NaLS
= 112,8842 + 52,3762 + 0,2998 + 3,6469 + 1.573,5930 + 11,7538 +
9,4846 + 13,2142 + 185,1540 + 536,9936 + 40.293,9148 kJ/jam
= 42.793,5627 kJ/jam

Q33 merupakan panas dari udara yang menyerap air dan metanol keluaran
Spray Dryer (SD–401). Digunakan udara pengering pada suhu 150°C, relatif
humidity = 70%, maka dari fig.12-4 Humidity chart for air-water vapor mixture
(Perry, 2005), diperoleh absolute humidity, H2 = 0,04 kg H2O/kg dry air. Tw =
105°C.
Untuk mengetahui suhu udara keluar Spray Dryer (SD–401) (Tu2), digunakan
persamaan berikut.
Nt = ln [(Tu1 – Tw)/ (Tu2-Tw)] (LB.10)
Dimana,
Nt = jumlah satuan perpindahan dalam pengering (harga Nt ekonomis 1,5
– 2,5 ditetapkan Nt = 2,2)
Tu1 = Suhu udara masuk (°C)
Tu2 = Suhu udara keluar (°C)
Tw = Suhu bola basah (°C)

Perhitungan temperatur udara keluar Spray Dryer (SD–401) (T37).


2,2 = ln [( 110°C – 101 °C ) / ( Tu2 – 101 °C )]
Tu2 = ln [9,025]
= 110°C

LB-24
T33 = 383,15 K

Maka, laju panas pada Q33 adalah sebagai berikut.


T
Q33Air = ∫Tref n  Cpl  dT
383,15
= ∫298,15 14,4364 kmol/jam  Cpl  dT

= 17.364,3719 kJ/jam
Tb
Q33Metanol = ∫T1 n  Cpl  dT
337,85
= ∫303,15 1,6477 kmol/jam  Cpl  dT

= 98,4366 kJ/jam
Q33Awal = Q33Air + Q33Metanol
= 17.364,3719 + 98,4366 kJ/jam
= 1.559,3521 kJ/jam

Q34 merupakan panas dari serbuk NaLS keluaran Spray Dryer (SD–401).
Laju panas pada Q34 adalah sebagai berikut.
T = 333,15 K
T
Q34Lignin = ∫Tref n  Cp  dT
333,15
= ∫298,15 0,0314 kmol/jam  239,88 kJ/kmol  dT

= 263,3965 kJ/jam
T
Q34Selulosa = ∫Tref n  Cp  dT
333,15
= ∫298,15 0,0168 kmol/jam  208,04 kJ/kmol  dT

= 122,2112 kJ/jam
T
Q34Hemiselulosa = ∫Tref n  Cp  dT
333,15
= ∫298,15 0,0001 kmol/jam  168,61 kJ/kmol  dT

= 0,6996 kJ/jam
T
Q34Abu = ∫Tref n  Cp  dT
333,15
= ∫298,15 0,0058 kmol/jam  41,67 kJ/kmol  dT

= 8,5093 kJ/jam
T
Q34Air = ∫Tref n  Cpl  dT

LB-25
333,15
= ∫298,15 2,5476 kmol/jam  Cpl  dT

= 1.651,1140 kJ/jam
T
Q34NaOH = ∫Tref n  Cp  dT
333,15
= ∫298,15 0,0166 kmol/jam  47,17 kJ/kmol  dT

= 27,4255 kJ/jam
T
Q34Na-Lignat = ∫Tref n  Cp  dT
333,15
= ∫298,15 0,0025 kmol/jam  256,81 kJ/kmol  dT

= 22,1307 kJ/jam
T
Q34Sodium sulfat = ∫Tref n  Cp  dT
333,15
= ∫298,15 0,1042 kmol/jam  118,42 kJ/kmol  dT

= 432,0260 kJ/jam
T
Q34Sodium bisulfit = ∫Tref n  Cp  dT
333,15
= ∫298,15 0,4145 kmol/jam  86,37 kJ/kmol  dT

= 1.252,9851 kJ/jam
T
Q34NaLS = ∫Tref n  Cp  dT
333,15
= ∫298,15 4,3998 kmol/jam  610,54 kJ/kmol  dT

= 94.019,1344 kJ/jam
Q34 = Q34Lignin + Q34Selulosa + Q34Hemiselulosa + Q34Abu + Q34Air + Q34NaOH +
Q34Na-Lignat + Q34Sodium sulfat + Q34Sodium bisulfit + Q34NaLS
= 263,3965 + 122,2112 + 0,6996 + 8,5093 + 1.651,1140 + 27,4255 +
22,1307 + 432,0260 + 1.252,9851 + 94.019,1344 kJ/jam
= 97.799,6325 kJ/jam

Perhitungan massa udara pengering yang dibutuhkan (G) pada Spray Dryer
(SD–401).
L1  Y1 + G  H2 = L2  Y2 + G  H1 (LB.11)

Dimana,
L1 = Massa slurry masuk (kg/jam)

LB-26
L2 = Massa bubuk keluar (kg/jam)
Y1 = Kandungan massa air pada umpan masuk
Y2 = Kandungan massa air pada alur keluar
G = Massa udara pengering (kg/jam)
H1 = Humidity udara keluar
H2 = Humidity udara masuk

Dari Lampiran LA.21, dapat dihitung nilai Y1 dan Y2 sebagai berikut.


305,7130 kg/jam
Y1 =
2.837,8364 kg/jam

= 0,1077
45,8570 kg/jam
Y2 =
2.525,2525 kg/jam

= 0,0182

Disubtitusikan data yang tersedia ke dalam Persamaan LB.11.


2.837,8364 kg/jam  0,1077 + G  0,04 = 2.525,2525 kg/jam  0,0182 + G  H1
G = 259,8561/(H1 – 0,04) (LB.12)

Perhitungan entalpi udara masuk dan keluar dilakukan berdasarkan


persamaan dan data dari Geankoplis (2003).
Diketahui,
Panas laten air pada 25°C (λ0) = 2442,31 kJ/kg
Panas humidity (Cs) = 1,005 + 1,88 H
Cs1 = 1,005 + 1,88 H1
Cs2 = 1,08 kg udara kering

Sehingga,
Q32Udara = [(G  Cs2  (T36 – 25°C)) + (H2  λ0  G)]
= [(G  1,08  (150°C – 25°C)) + (0,04  2442,31  G)]
= 232,6924G (LB.13)

Q33Udara = [(G  Cs1  (T37 – 25°C)) + (H2  λ0  G)]


= [(G  (1,005 + 1,881 H1)  (110°C – 25°C)) + (0,04  2442,31 
G)]
= 85,425G + 2602,11GH1 (LB.14)

LB-27
Disubtitusikan Persamaan LB.13 dan LB.14 untuk mendapatkan persamaan
neraca energi total sebagai berikut.
(Q33Awal + Q34) – Q28 = Q32Udara – Q33Udara
1.559,3521 + 97.799,6325 – 42.793,5627 (kJ/jam) = 232,6924G – 85,425G +
2602,11GH1
72.468,8783 = 147,2674G – 2602,11GH1 (LB.15)

Disubtitusikan Persamaan LB.12 ke dalam Persamaan LB.15.


72.468,8783 = (38.268,3297 – 676.174,1112H1)/(H1 – 0,04)
72.468,8783 (H1 – 0,04) = 38.268,3297 – 676.174,1112H1
72.468,8783H1 – 2.753,8268 = 38.268,3297 – 676.174,1112H1
748.642,9895H1 = 41.167,0848
H1 = 0,0550

Nilai H1 yang telah diperoleh disubtitusikan ke dalam Persamaan LB.12


untuk mendapatkan massa udara masuk.
G = 259,8561/(H1 – 0,04)
= 259,8561/(0,0550 – 0,04)
= 17.336,5211 kg/jam

Nilai G yang telah diperoleh disubtitusikan ke dalam Persamaan LB.13 dan


LB.13 untuk mendapatkan panas udara masuk dan keluar.
Q32Udara = 232,6924G
= 232,6924 kJ/kg  17.336,5211 kg/jam
= 4.034.076,6964 kJ/jam
Q33Udara = 85,425G + 2602,11GH1
= 85,425 kJ/kg  17.336,5211 kg/jam + 2602,11 kJ/kg  17.336,5211
kg/jam  0,0550
= 3.961.607,8180 kJ/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca energi, laju panas pada Spray Dryer
(SD–401) ditunjukkan pada Tabel LB.15.

LB-28
Tabel LB.15 Neraca Energi pada Spray Dryer (SD–401)
Masuk (kJ/jam) Keluar (kJ/jam)
Komponen 28 32 33
Q Q Q Q34
Lignin 112,8842 0,0000 0,0000 263,3965
Selulosa 52,3762 0,0000 0,0000 122,2112
Hemiselulosa 0,2998 0,0000 0,0000 0,6996
Abu 3,6469 0,0000 0,0000 8,5093
Air 1.573,5930 0,0000 17.364,3719 1.651,1140
NaOH 11,7538 0,0000 0,0000 27,4255
NaLignat 9,4846 0,0000 0,0000 22,1307
Metanol 13,2142 0,0000 98,4366 0,0000
Na2SO4 185,1540 0,0000 0,0000 432,0260
NaHSO3 536,9936 0,0000 0,0000 1.252,9851
NaLS 40.293,9148 0,0000 0,0000 94.019,1344
Udara 0,0000 4.034.076,6964 3.961.607,8180 0,0000
Jumlah 42.793,5627 4.034.076,6964 3.979.070,6266 97.799,6325
Total 4.076.870,2590 4.076.870,2590

LB.10 FIRED HEATER (E–401)


Fired Heater (E–401) digunakan untuk memanaskan udara yang akan
digunakan pada Spray Dryer (SD–401). Blok diagram Fired Heater (E–401)
ditunjukkan pada Gambar LB.6. Sedangkan laju alir massa ditunjukkan pada Tabel
LA.16
Api
T = 537°C
Q30 Q32
Fired Heater
Udara Udara
T = 30°C (E–401)
T = 150°C
Api
T = 300°C

Gambar
Gambar LB.6
LB.6 Blok
Blok Diagram
Diagram Fired Heater (E–401)
Fired Heater (E–401)

Tabel LB.16 Laju Alir Massa Fired Heater (E–401)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
F30 F32
Udara 17.336,5211 17.336,5211
Total 17.336,5211 17.336,5211

LB-29
Neraca Energi Total
Q30 + dQ/dT = Q32

Q30 merupakan panas dari umpan udara masuk Fired Heater (E–401). Laju
panas pada Q30 adalah sebagai berikut.
T = 30°C
Cp udara = 1,006 kJ/kg°C (Holman, 2010)
T
Q30 = ∫Tref m  Cp  dT
30
= ∫25 17.336,5211 kg/jam  1,006 kJ/kg°C  dT
= 87.202,7010 kJ/jam

Maka, perubahan panas yang terjadi pada Fired Heater (E–401) adalah
sebagai berikut.
dQ/dT = Q32 – Q30
= 4.034.076,6964 kJ/jam – 87.202,7010 kJ/jam
= 3.946.873,9954 kJ/jam

Berdasarkan pada perhitungan neraca energi, laju panas pada Fired Heater
(E–401) ditunjukkan pada Tabel LB.17.

Tabel LB.17 Neraca Energi pada Fired Heater (E–401)


Keluar
Masuk (kJ/jam)
Komponen (kJ/jam)
Q30 Q32
Udara 87.202,7010 4.034.076,6964
dQ/dT 3.946.873,9954
Total 4.034.076,6964 4.034.076,6964

LB-30
LAMPIRAN C
PERHITUNGAN SPESIFIKASI PERALATAN

Berdasarkan deskripsi proses yang telah diuraikan pada BAB III, maka
dilakukan perancangan peralatan yang digunakan pada proses pembuatan surfaktan
sodium lignosulfonat dari sabut kelapa dengan metode delignifikasi organosolv
berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
Kapasitas pabrik = 20.000 ton/tahun
Waktu operasi = 330 hari
Basis perhitungan = 1 jam operasi
Bahan baku = Sabut kelapa
Produk akhir = Sodium lignosulfonat (C20H24Na2O10S2)
20.000 ton 1.000 kg 1 tahun 1 hari
Produksi sodium lignosulfonat = × × ×
1 tahun 1 ton 330 hari 24 jam

= 2.525,2525 kg/jam

LC.1 GUDANG PENYIMPANAN SABUT KELAPA (GD-101)


Fungsi : Menyimpan bahan baku sabut kelapa
Bentuk : Gudang persegi panjang dengan atap seng
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 6.259,2368 kg/jam = 6,259 ton/jam
Kapasitas perancangan : 7 hari

Menghitung Kapasitas Penyimpanan Gudang


kg 24 jam
Total massa bahan = 6.259,2368 × × 7 hari
jam 1 hari

= 1.051.551,7770 kg
Bulk density bahan = 1.200 kg/m3
1.051.551,7770 kg
Total volume bahan =
1.200 kg/m3
= 876,2931 m3

LC-1
Menghitung Dimensi Gudang
Faktor kelonggaran = 20%
Volume gudang (Vg) = (1 + 0,2) × Total volume bahan
= (1 + 0,2) × 876,2931 m3
= 1.051,5518 m3

Direncanakan gudang berbentuk persegi panjang dengan atap seng. Lebar


gudang = 2/3 × panjang gudang, dan tinggi gudang = 1/3 × panjang gudang.
Vg =p×l×t
Vg = p × 2/3p × 1/3p = 2/9p3

3 9Vg
p = √
2

3 3
p = √9 × 1.051,5518 m
2

= 16,7886 m
2
l = 3p

= 11,1924 m
1
t = 3p

= 5,5962 m

Rangkuman Spesifikasi Gudang Bahan Baku


Fungsi : Menyimpan bahan baku sabut kelapa
Bentuk : Gudang persegi panjang dengan atap seng
Bahan konstruksi : Beton
Jumlah : 1 unit
Total massa bahan : 1.051.551,7770 kg
Ukuran
Panjang : 16,7886 m
Lebar : 11,1924 m
Tinggi : 5,5962 m

LC-2
LC.2 BELT CONVEYOR I (BC-101)
Fungsi : Alat transportasi sabut kelapa (GD-101) menuju rotary cutter
(RC-101)
Jenis belt conveyor : Throughed belt, 45° idler
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 6.259,2368 kg/jam = 6,259 ton/jam

Menentukan Kecepatan Belt Conveyor


Berdasarkan laju alir massa bahan yang akan dipindahkan yakni 6,259
ton/jam, maka kecepatan belt conveyor yang akan didesain mengacu pada data
berikut (Couper dkk., 2012):
Lebar belt = 14 in
Sudut inklinasi = 20°
Kapasitas desain = 32 ton/jam
Kecepatan desain = 100 ft/menit
Kapasitas aktual
Kecepatan aktual = × kecepatan desain
kapasitas desain
6,259 ton/jam
= × 100 ft/menit
32 ton/jam

= 23,4721 ft/menit

Menentukan Tinggi dan Panjang Belt Conveyor


Jarak horizontal (L) = 5 m
= 16,404 ft
Tinggi belt (H) = L tan θ
= 5 × tan 20°
= 1,820 m
= 5,971 ft
L
Panjang belt =
Cos θ
5m
=
cos 20°

LC-3
= 5,321 m
= 17,457 ft

Menghitung Kebutuhan Daya Belt Conveyor


Perhitungan kebutuhan daya belt conveyor dilakukan menggunakan
Persamaan LC.1 sampai LC.4 (Couper dkk., 2005).
Ptotal = Phorizontal + Pvertikal + Pempty (LC.1)
L W
Phorizontal = (0,41 + ) (100) (LC.2)
300

Pvertikal = 0,001 × H × W (LC.3)


Kecepatan aktual × hpc (LC.4)
Pempty =
Kecepatan desain
Dimana,
L = Jarak horizontal (ft)
W = Laju alir massa (ton/jam)
H = Tinggi belt conveyor (ft)
hpc = Kebutuhan daya belt conveyor setiap 100 ft/menit

L W
Phorizontal = (0,41 + ) (100)
300
16,404 ft 6,259 ton/jam
= (0,41 + )( )
300 100

= 0,0349 hp
Pvertikal = 0,001 × H × W
= 0,001 × 5,9706 ft × 6,259 ton/jam
= 0,0448 hp
Untuk menghitung Pempty, digunakan nilai hpc sebesar 0,2 (Couper dkk.,
2012). Maka, Pempty dapat dihitung sebagai berikut:
Kecepatan aktual × hpc
Pempty =
Kecepatan desain
23,4721 ft/menit × 0,2
=
100 ft/menit
= 0,0469 hp
Ptotal = Phorizontal + Pvertikal + Pempty
= 0,0349 hp + 0,0448 hp + 0,0469 hp
= 0,1267 hp

LC-4
Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya
aktual Belt Conveyor (C-101) dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
0,1267 hp
=
0,8
= 0,1584 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 0,25 hp.

Rangkuman Spesifikasi Belt Conveyor


Fungsi : Alat transportasi sabut kelapa dari gudang (GD-101) menuju
chipper (CP-101)
Jenis : Throughed belt, 45° idler
Jumlah : 1 unit
Kecepatan aktual : 23,4721 ft/menit
Jarak angkut :5m
Tinggi belt : 1,820 m
Panjang belt : 5,321 m
Kebutuhan daya : 0,1584 hp

Pada perancangan pabrik ini, digunakan beberapa belt conveyor sebagai alat
transportasi untuk bahan yang berfasa solid, dikarenakan metode perhitungan yang
digunakan untuk mendesain keseluruhan alat belt conveyor adalah sama, maka pada
Tabel LC.1 disajikan rangkuman spesifikasi seluruh belt conveyor yang digunakan.

Tabel LC.1 Rangkuman Spesifikasi Alat Belt Conveyor


No. Nama Alat Spesifikasi
1. Belt Conveyor I Jumlah 1 unit
(BC-101) Fungsi Alat transportasi sabut kelapa
(GD-101) menuju rotary cutter
(RC-101)
Laju alir massa 6.259,2368 kg/jam
Jenis Throughed belt, 45° idler
Panjang belt 5,321 m
Tinggi belt 1,82 m
Kecepatan aktual 23,4721 ft/min
Kebutuhan daya 1 hp

LC-5
2. Belt Conveyor II Jumlah 1 unit
(BC-301) Fungsi Alat transportasi selulosa (FP-
301) menuju tangki penyimpanan
(TT-304)
Laju alir massa 3.928,2501 kg/jam
Jenis Throughed belt, 45° idler
Panjang belt 11,5470 m
Tinggi belt 5,7735 m
Kecepatan aktual 4,4782 ft/min
Kebutuhan daya 1 hp
3. Belt Conveyor III Jumlah 1 unit
(BC-401) Fungsi Alat transportasi SLS (SL-402)
menuju gudang penyimpanan
(GCF-401)
Laju alir massa 2.525,2525 kg/jam
Jenis Throughed belt, 45° idler
Panjang belt 10 m
Tinggi belt -
Kecepatan aktual 2,8788 ft/min
Kebutuhan daya 1 hp

LC.3 ROTARY CUTTER (RC-101)


Fungsi : Menghaluskan sabut kelapa hingga berukuran 0,5 cm
Jenis : Rotary knife cutter
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 7.824,0460 kg/jam = 7,824 ton/jam

Menghitung Kebutuhan Daya Rotary Cutter


Kebutuhan daya rotary cutter dihitung menggunakan Persamaan LC.5.
1 1
W = 10Wi × ( - ) (LC.5)
√d √di

Dimana,
W = Kebutuhan daya (kW)
Wi = Work index
di = Diameter awal bahan (μm)
d = Diameter akhir bahan (μm)

LC-6
Nilai Wi yang digunakan adalah 13,81 (Couper dkk., 2012). Diameter awal
sabut kelapa adalah 12 cm atau 120.000 μm. Diameter akhir sabut kelapa adalah 0,5
cm atau 5.000 μm. Maka, kebutuhan daya rotary cutter dapat dihitung sebagai
berikut:
1 1
W = 10Wi × ( - )
√d √di

1 1
W = 10 × 13,81 × ( - )
√5×103 μm √12×103 μm

= 1,5544 kWH/ton
= 1,5544 kWH/ton × 7,824 ton/jam
= 12,1615 kW
= 16,3024 hp

Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya


aktual chipper dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
16,3024 hp
=
0,8
= 20,378 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 20 hp.

Menurut McCabe dkk. (1993), rotary knife cutter memiliki spesifikasi


sebagai berikut:
Kecepatan putaran rotor = 200-900 rpm
Jumlah flying knives = 2-12 buah
Jumlah bed knives = 1-7 buah

Rangkuman Spesifikasi Rotary Cutter


Fungsi : Menghaluskan sabut kelapa hingga berukuran 0,5 cm
Jenis : Rotary knife cutter
Jumlah : 1 unit
Kecepatan putar : 200-900 rpm
Jumlah flying knives : 2-12 buah

LC-7
Jumlah bed knives : 1-7 buah
Kebutuhan daya : 20 hp

LC.4 VIBRATING SCREEN (VS-101)


Fungsi : Menyaring sabut kelapa yang telah dicacah agar memiliki
ukuran yang sama
Jenis : Ayakan getar elektrik
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 7.824,0460 kg/jam = 7,824 ton/jam

Menghitung Luas Vibrating Screen


Dari Tabel 19-6 Perry 7th edition halaman 19-20, diperoleh data sebagai
berikut:
Untuk ukuran Vibrating Screen 3 mesh:
Diameter wire (d) = 0,0736 in = 1,8694 mm
Sieve opening (a) = 0,265 in = 6,7310 mm
Luas vibrating screen diperkirakan menggunakan Persamaan LC.6 yang
merupakan Persamaan 19-7 buku Perry 7th edition.
0,4 ×Ct
A = (LC.6)
Cu ×FAO ×FS
Dimana,
Ct = Rate bahan yang masuk (ton/jam)
Cu = Kapasitas unit (0,2 ton/jam.ft2)
FAO = Luas bukaan (%)
FS = Luas faktor slot = 1

Berdasarkan Persamaan LC.7 yang merupakan Persamaan 21-4 buku Perry 7th
edition, maka luas bukaan (FAO) dari vibrating screen yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a2
FAO = × 100 (LC.7)
a2 +d2

LC-8
(6,7310)2
FAO = × 100
(6,73)2 +(1,8694)2
= 92,8387 %
Maka perkiraan luas dari vibrating screen adalah:
0,4 × 7,824
A =
0,2 × 0,928387 ×1
= 16,8551 ft2
= 1,5658 m2
Disiapkan screen dengan tambahan luas sebesar 30%, sehingga
A = (1 + 0,3) × 1,5658 m2
= 2.0356 m2

Menghitung Dimensi Vibrating Screen


Vibrating screen direncanakan berbentuk persegi panjang.
Luas screen (A) = Panjang × Lebar (LC.8)
Luas screen (A) =P×L
Panjang =P
Lebar = 2/3P
Substitusikan harga A = 8,311 m2 ke dalam Persamaan LC.8.
A = P × 2/3P
2.0356 = 2/3P2
P2 = 3,0534 m2
P = 1,7474 m
Lebar = 2/3P
= 2/3 × 1,7474 m
= 1,1649 m

Menghitung Kebutuhan Daya Vibrating Screen


Kebutuhan daya vibrating screen didapatkan dengan menggunakan
Persamaan LC.9.
C
Power = (LC.9)
4
Dimana,
C = Laju alir volumetrik (m3/jam)

LC-9
Maka perkiraan kebutuhan daya vibrating screen adalah sebagai berikut:
7.824,0460 kg/jam
Total volume bahan =
1.200 kg/m3
= 6,52 m3/jam
6,52
Power =
4
= 1,6300 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 2 hp.

Rangkuman Spesifikasi Vibrating Screen:


Fungsi : Menyaring sabut kelapa kelapa yang telah dicacah agar
memiliki ukuran yang sama
Jenis : Ayakan getar elektrik
Bahan konstruksi : SA 240, Grade M, Type 316
Frekuensi getaran : 25 getaran/detik
Jumlah : 1 unit
Panjang screen : 1,7474 m
Lebar screen : 1,1649 m
Luas screen : 2,0356 m2
Kebutuhan daya : 2 hp

LC.5 BUCKET ELEVATOR (BE-101)


Fungsi : Mengangkut chip sabut kelapa menuju Chip Bin (SL-101)
Jenis : Centrifugal-discharge spaced bucket
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 6.259,2368 kg/jam = 6,259 ton/jam
Kapasitas perancangan : 1 jam

LC-10
Menentukan Spesifikasi Bucket Elevator
Berdasarkan laju alir massa yang akan dipindahkan yakni 6,259 ton/jam,
maka spesifikasi bucket elevator yang akan didesain mengacu pada data Tabel 21-8,
Buku Perry 7th edition berikut:
Ukuran bucket : 6 × 4 × 41/4 in
Jarak antar bucket : 12 in
Kecepatan bucket : 225 ft/menit
Kecepatan putar Head shaft : 43 rpm

Menentukan Volume Bucket Elevator


Kapasitas (volume) bucket elevator dihitung sebagai berikut:
Vbucket = p × l × t
= 6 × 4 × 41/2 in
= 102 in3
= 0,0017 m3
Bila bucket terisi 85%, maka kapasitas aktual bucket adalah sebagai berikut:
Vaktual = Vbucket × 85%
= 0,127 m3 × 0,85
= 0,0014 m3

Menentukan Jumlah Bucket dan Panjang Belt


Dari Tabel 21-8, Buku Perry 7th edition, diperoleh data sebagai berikut:
Diameter pulley, dengan:
Head = 20 in
Tail = 14 in
Lebar belt = 7 in
Tinggi elevator = 25 ft = 300 in
Panjang belt = (2 × tinggi elevator) + Head
= (2 × 300) + 20
= 620 in (51,6667 ft)
Jumlah bucket
(n × 4) + (n × 12) = Panjang belt
16n = 620 in
n = 38,75 ≈ 39 unit

LC-11
Menentukan Kebutuhan Daya Angkat
Dari Tabel 21-8, Buku Perry 7th edition, diperoleh data sebagai berikut:
Daya yang dibutuhkan pada kepala sumbu = 1 hp
Daya yang dibutuhkan setiap 1 ft panjang belt = 0,02 hp
Panjang belt = 51,6667 ft

Maka daya total yang dibutuhkan oleh bucket elevator adalah sebagai berikut:
Ptotal = 1 hp + (51,6667 hp × 0,02 ft)
= 2,0333 hp

Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya


aktual bucket elevator dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
2,0333 hp
=
0,8
= 2,5417 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 2,5 hp.

Rangkuman Spesifikasi Bucket Elevator


Fungsi : Mengangkut chip sabut kelapa menuju Chip Bin (SL-101)
Jenis : Centrifugal-discharge spaced bucket
Bahan konstruksi : Carbon steel
Jumlah : 1 unit
Panjang bucket : 6 in
Lebar bucket : 4 in
Tinggi bucket : 41/4 in
Jumlah bucket : 39 unit
Kecepatan bucket : 225 ft/menit
Lebar belt : 7 in
Daya motor : 2,5417 hp

Pada perancangan pabrik ini, digunakan 2 bucket conveyor sebagai alat


transportasi menuju tempat yang lebih tinggi, dikarenakan metode perhitungan yang
digunakan untuk mendesain keseluruhan alat bucket elevator adalah sama, maka

LC-12
pada Tabel LC.2 disajikan rangkuman spesifikasi seluruh bucket elevator yang
digunakan.

Tabel LC.2 Rangkuman Spesifikasi Alat Bucket Elevator


No. Nama Alat Spesifikasi
1. Bucket Elevator I Fungsi Mengangkut chip sabut kelapa
(BE-101) menuju Chip Bin (SL-101)
Jenis Centrifugal-discharge spaced
bucket
Bahan konstruksi Carbon steel
Jumlah 1 unit
Panjang bucket 6 in
Lebar bucket 4 in
Tinggi bucket 41/4 in
Jumlah bucket 39 unit
Kecepatan bucket 225 ft/menit
Lebar belt 7 in
Daya motor 3 hp
2. Bucket Elevator II Fungsi Mengangkut chip sabut kelapa
(BE-102) menuju Digester (DG-201)
Jenis Centrifugal-discharge spaced
bucket
Bahan konstruksi Carbon steel
Jumlah 1 unit
Panjang bucket 6 in
Lebar bucket 4 in
Tinggi bucket 41/4 in
Jumlah bucket 44 unit
Kecepatan bucket 225 ft/menit
Lebar belt 7 in
Daya motor 2 hp

LC.6 CHIP BIN (SL-101)


Fungsi : Tempat penampungan sementara chip sebelum diumpankan
ke reaktor digester (D-201)
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 6.259,2368 kg/jam = 6,259 ton/jam
Kapasitas perancangan : 8 jam

LC-13
Menghitung Volume Chip Bin
kg
Total massa bahan = 6.259,2368 × 8 jam
jam

= 50.073,8941 kg
Bulk density bahan = 1.200 kg/m3
50.073,8941 kg
Total volume bahan =
1.200 kg/m3
= 41,782 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume chip bin (Vt) = (1 + 0,2) × total volume bahan
= 1,2 × 41,782 m3
= 50,0739 m3

Menghitung Diameter dan Tinggi Chip Bin


Skema rancangan chip bin ditunjukkan pada Gambar LC.1. Chip bin terdiri
dari dua bagian yakni silinder dan konis. Rasio tinggi silinder (Hs): diameter silinder
(Ds) direncanakan sebesar 3:2. Selanjutnya pada bagian konis, sudut yang digunakan
(α) sebesar 45° dan diameter bukaan (B) sebesar 0,4 m.

Gambar LC.1 Gambar LC.1 Skema Rancangan Chip Bin (TT-101)

Rancangan pada bagian konis dibuat menggunakan Persamaan LC.10 dan


LC.11 berdasarkan Persamaan 5.2, Buku Brownell and Young.
π (D3 − B3 ) (LC.10)
Vc =
24 tan α
D-B
Hc = (LC.11)
2 tan α

LC-14
Dimana,
Vc = Volume konis (m3)
Hc = Tinggi konis (m)
D = Diameter konis (m), D = Ds
B = Diameter bukaan (m)
α = Kemiringan

Persamaan LC.10 dapat dimodifikasi dengan mensubstitusi Persamaan LC.11


sebagai berikut:
π (D3 − B3 )
Vc =
24 tan α

π (D - B)(D2 + DB + B2 )
Vc =
24 tan α

π (2 tan α 𝐻𝑐 )(D2 + DB + B2 ) (LC.12)


Vc =
24 tan α

Karena nilai tan 45°= 1, maka persamaan LC.11 dapat dimodifikasi menjadi
D-B
Hc = . Selanjutnya persamaan ini di substitusi ke Persamaan LC.12.
2

π (2 tan α 𝐻𝑐 )(D2 + DB + B2 )
Vc =
24 tan α
D-B
π 2 tan α ( ) (D2 + DB + B2 )
2
Vc =
24 tan α

0,5π (D-B) (D2 + DB + B2 ) (LC.13)


Vc =
12

π
Volume shell (Vs) = 4 D2s × Hs
3
= πD3s
8

= 1,178 Ds3

0,5π (D - B) (D2 + DB + B2 )
Volume konis (Vc) =
12

0,5 × π(D - B) (D2 + DB + B2 )


=
12
= 0,131 (D3 – B3)

LC-15
Vtot = Vs + Vk
Vtot = 1,178 D3 + 0,131 (D3 – B3)
Vtot = 1,178 D3 + 0,131 D3 – 0,131 B3
Vtot = 1,308 D3 – 0,131 B3

3 3
D = √Vt + 0,131B
1,308

3
50,0739 m 3 + 0,131 (0,4 m)3
D =√
1,308

D = 3,3693 m

= 132,6477 ≈ 138 in

D
r =
2
3,3693 m
=
2
= 1,6846 m

Sehingga, dapat dihitung tinggi total chip bin sebagai berikut:


3
Tinggi shell (Hs) = D
2
= 5,0539 m
D-B
Tinggi konis (Hc) =
2 tan α
3,3693 m - 0,4 m
=
2 tan 45°
= 1,4846 m
Tinggi total (Htot) = Hs + Hc
= 5,0539 m + 1,4846 m
= 6,5385 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi chip di dalam
tangki sebagai berikut:

LC-16
1
Vchip = 4 πD2 Hchip
4Vchip
Hchip =
πD2
4×41,7282 m3
=
π×(3,3693 m)2

= 4,6803 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada chip bin sebagai berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm = 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hchip
= 1.200 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 4,6803 m
= 55.040,3070 Pa
= 55,040 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 55,040 kPa)
= 187,6624 kPa
= 27,2182 psig

Menghitung Tebal Shell


Penentuan tebal shell dilakukan menggunakan Persamaan LC.14 berdasarkan
Persamaan 13.1, Buku Brownell and Young.
Pri (LC.14)
ts = + Cc
f E - 0,6P
Dimana,
ts = tebal shell (m)
P = Tekanan (kPa)
ri = Jari-jari dalam (m)
f = Tekanan kerja maksimum yang diizinkan (kPa)
E = Joint efficiency
Cc = Faktor korosi (m)

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade A. Nilai f untuk
material ini adalah 10.350 psi atau 71.360,766 kPa (Brownell dan Young, 1959).

LC-17
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan chip bin digunakan nilai faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal shell dihitung sebagai
berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(187,6624 kPa)(1,6846m)
= + 0,0005 m
(71.360,77 kPa)(0,85) - 0,6(187,6624 kPa)
= 0,0057 m
= 0,2248 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 5/16 in.

Menghitung Tebal Konis


Penentuan tebal konis dilakukan menggunakan Persamaan LC.15 berdasarkan
Persamaan 13.16-1, Buku Brownell and Young.
PD
ts = + Cc (LC.15)
2 cos ∝ (f E - 0,6P)
Dimana,
ts = tebal shell (m)
P = Tekanan (kPa)
D = Diameter dalam (m)
f = Tekanan kerja maksimum yang diizinkan (kPa)
E = Joint efficiency
Cc = Faktor korosi (m)

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade A. Nilai f untuk
material ini adalah 10.350 psi atau 71.360,766 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan chip bin digunakan nilai faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal konis dihitung sebagai
berikut:
PD
ts = + Cc
2 cos ∝(f E - 0,6P)

LC-18
(187,6624 kPa)(3,693 m)
= + 0,0005 m
2 cos 45° ((71.360,77 kPa)(0,85) - 0,6(187,6624 kPa))

= 0,0074 m
= 0,2907 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 5/16 in.

Rangkuman Spesifikasi Chip Bin:


Fungsi : Tempat penampungan sementara chip sebelum
diumpankan ke reaktor digester (D-201)
Tipe : Silinder tegak tanpa tutup atas dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade A
Jumlah : 1 unit
Volume chip bin : 50,0793 m3
Diameter chip bin : 3,3693 m
Tinggi shell : 5,0539 m
Tinggi konis : 1,4846 m
Tinggi total chip bin : 6,5385 m
Diameter bukaan : 0,4 m
Tebal shell : 5/16 in
Tebal konis : 5/16 in

LC.7 TANGKI PENYIMPANAN METANOL (TT-201)


Fungsi : Menyimpan pelarut metanol
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 5.326,0415 kg/jam = 5,326 ton/jam
Kapasitas perancangan : 2 hari

Menghitung Volume Tangki Penyimpanan Metanol


kg 24 jam
Total massa metanol = 5.326,0415 × × 2 hari
jam 1 hari

= 255.649,9904 kg
Densitas metanol = 785,0707 kg/m3

LC-19
255.649,9904 kg
Total volume metanol=
785,0707 kg/m3

= 325,6395 m3

Silo didesain sebanyak 2 unit. Sehingga, volume silo per unit adalah sebagai
berikut:
325,6395 m3
Volume silo awal =
2

= 162,8197 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume tangki (Vt) = (1 + 0,2) × total volume bahan
= 1,2 × 162,8197 m3
= 195,3837 m3

Menghitung Diameter Tangki Penyimpanan Metanol


Karena penyimpanan metanol dilakukan pada tekanan 1 atm (14,6959 psi),
maka tangki penyimpanan yang dirancang adalah tangki vertikal dengan alas datar
dan tutup torispherical dished Head. Direncanakan rasio tinggi shell:diameter tangki
(Hs:D) = 3:2.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs
3
= 8 πD3

= 1,178D3

Volume tutup (Vh) = 0,000049D3

Vtot = Vs + Vh
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3
Vtot = 1,177549D3

3 V
t
D = √1,177549

3 195,3837 m3
= √
1,177549

= 5,4941 m

LC-20
= 216,3032 in
D
r =
2
5,4941 m
=
2
= 2,7470 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi metanol di dalam
tangki sebagai berikut:
1
Vmetanol = 4 πD2 Hmetanol
4Vmetanol
Hmetanol =
πD2
4×162,8197 m3
=
π × (5,4941 m)2
= 6,8679 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada tangki penyimpanan


metanol sebagai berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm = 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hmetanol
= 785,0707 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 5,738 m
= 52.839,5681 Pa
= 52,840 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 52,840 kPa)
= 184,997 kPa
= 26,832 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished Head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

LC-21
Menghitung Spesifikasi Shell
Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 5,4941 m
2
= 8,2411 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(184,997 kPa)(2,7470 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(184,997 kPa)

= 0,0047 m
= 0,2900 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 5/16 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished Head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished Head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22.

Gambar LC.2 Skema Tutup Torispherical Dished Head (Brownell dan Young, 1959)

LC-22
ID (LC.16)
a=
2
BC = 𝑟𝑐 - icr (LC.17)
ID
AB = - icr (LC.18)
2

AC = √BC2 - AB2 (LC.19)

b = r - √BC2 - AB2 (LC.20)


0,885P𝑖𝑐𝑟
th = + Cc (LC.21)
f E - 0,1P

OA = ts + b + sf (LC.22)

Dimana,
a = Jari-jari dalam (in)
b = kedalaman dish (in)
rc = Jari-jari knuckle (in)
icr = jari-jari internal crown (in)
ID = Diameter dalam (in)
t = Tebal tutup (in)
sf = Standard straight flange (in)
OA = Tinggi Head (in)

Penentuan dimensi tutup diawali dengan perhitungan diameter luar Head


sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 216,3032 in + 2 (5/16) in
= 216,9282 in ≈ 228 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 228 in dan ts standar = 5/16 in,
maka diperoleh nilai rc = 180 in dan icr = 133/4 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat
dihitung sebagai berikut:
a = 108,1516 in

BC = rc – icr
= 180 in – 133/4 in
= 166,25 in

LC-23
AB = a - icr
= 108,1516 in – 133/4 in
= 94,4016 in

AC = √BC2 - AB2

= √(166,25 in)2 - (94,4016 in)2

= 136,8481 in

b = rc – AC
= 180 in – 136,8481 in
= 43,1519 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal Head dapat dihitung sebagai
berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(26,8316 psi)(133/4 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(26,8316 psi)

= 0,0501 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. Maka, tinggi
tutup dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 in + 43,1519 in + 2 in
= 45,3394 in
= 1,1516 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total tangki penyimpanan metanol adalah


sebagai berikut:

LC-24
Ht = Hs + OA
= 8,2411 m + 1,1516 m
= 9,3928 m

Rangkuman Spesifikasi Tangki Penyimpanan Metanol


Fungsi : Menyimpan pelarut metanol
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 2 unit
ID Shell : 5,4941 m
Tinggi shell : 8,2411 m
Tinggi tutup : 1,1516 m
Tinggi total tangki : 9,3928 m
Tebal shell : 5/16 in
Tebal tutup : 3/16 in

LC.8 POMPA TT-201 ke TT-202 (P-201)


Fungsi : Memindahkan metanol 99% dari tangki penyimpanan
metanol menuju tangki pengenceran
Jenis : Pompa sentrifugal
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 5.326,0415 kg/jam = 3,2616 lbm/detik
Densitas campuran : 785,0707 kg/m3 = 49,0104 lb/ft3
Viskositas campuran : 0,0051 kg/m.detik = 0,0034 lb/ft.detik
Laju alir volumetrik (Q) : 6,7842 m3/jam = 0,0666 ft3/detik = 0,0019 m3/detik

Menentukan Spesifikasi Pipa yang Digunakan


Diasumsikan aliran yang berlangsung adalah turbulen. Diameter optimum
untuk aliran turbulen dengan NRe > 2.100 digunakan Persamaan LC.23 yang
merupakan Persamaan 12-15, Buku Peter dan Timmerhaus (2003).

LC-25
Diopt = 0,363 × mv0,45 × ρ0,13 (LC.23)

Dimana,
mv = Laju alir fluida (m3 /detik)
ρ = Densitas fluida (kg/m3)

Sehingga,
Diopt = 0,363 × (0,0019 m3/detik)0,45 × (785,0707 kg/m3)0,13
= 0,0513 m
= 2,0195 in ≈ 2 in

Berdasarkan Tabel A.5, Buku Geankoplis (1993), dipilih pipa dengan


spesifikasi:
Nominal pipe size = 2 in
Schedule number = 40
Outside diameter (OD) = 2,375 in = 0,0603 m
Inside diameter (ID) = 2,067 in = 0,0525 m
Inside cross-sectional area (A) = 0,0233 ft2 = 0,002165 m2

Q
Kecepatan linear (V) = (Geankoplis, 1993)
A

0,0666 ft3 /detik


=
0,0233 ft2
= 2,8562 ft/detik

ρ×V×D
Bilangan reynold (NRe) = (Geankoplis, 1993)
μ
49,014 lb/ft3 × 2,8562 ft/detik × 0,525 ft
=
0,0034 lb/ft.detik
= 7.062,2175 (aliran turbulen)

Berdasarkan Fig 2.10-3, Buku Geankoplis (1993), dipilih pipa Commercial


steel dengan ε = 4,6 × 10-5 m.

𝜀 4,6 × 10-5 m
= = 0,0009
𝐷 0,0525 m
f = 0,012

LC-26
Menghitung Friksi Sepanjang Pipa
- Sudden contraction (hc)
Berdasarkan Persamaan 2.10-16, Buku Geankoplis (1993), persamaan untuk
sudden contraction pada pipa adalah:
A V 2
hc = 0,55 × (1- A1 ) × 2×α
2
(Geankoplis, 1993)
2

α = 1 (turbulen) dan 0,5 (laminar)


Sehingga,
(0,8704 m/s)2
hc = 0,55×(1-0)×
2 ×1

= 0,4167 J/kg

- Losses in fittings (2 × elbow 90o) (hf)


Berdasarkan Persamaan 2.10-17, Buku Geankoplis (1993), persamaan untuk
losses in fittings pada pipa adalah:
V1 2
hf = kf × (Geankoplis, 1993)
2
Kf = 0,75 untuk elbow 90o
Sehingga,
(0,8704 m/s)2
hf = 2 × 0,75 × 2

= 0,5682 J/kg

- Friction losses pada pipa lurus (F)


Berdasarkan Persamaan 2.10-6, Buku Geankoplis (1993), persamaan untuk
friction losses pada pipa lurus adalah:
∆𝐿 V1 2
F = 4×f× × (Geankoplis, 1993)
𝐷 2

f = 0,012
∆L = 13,25 m
D = 0,0525 m
Sehingga,
13,25 m (0,8704 m/s)2
F = 4 × 0,012 × ×
0,0525 m 2

= 4,5892 J/kg

LC-27
- Losses in gate valve (hf)
Berdasarkan Persamaan 2.10-17, Buku Geankoplis (1993), persamaan untuk
losses in gate valve pada pipa adalah:
V1 2
hf = 𝑘𝑓 × (Geankoplis, 1993)
2

Kf = 0,17 untuk gate valve `


Sehingga,
(0,8704 m/s)2
hf = 0,17× 2

= 0,0644 J/kg

- Sudden enlargement (expansion) losses (hex)


Berdasarkan Persamaan 2.10-15, Buku Geankoplis (1993), persamaan untuk
sudden enlargement (expansion) losses pada pipa adalah:
A 2 V 2
hex = (1- A1 ) × 2×α
1
(Geankoplis, 1993)
2

α = 1 (turbulen) dan 0,5 (laminar)


Sehingga,
(0,8704 m/s)2
hex = (1-0)2 × 2 ×1

= 0,1894 J/kg

Total Friksi (ΣF) = hc + hf (elbow 90o) + F + hf (gate valve) + hex


= 0,4167 + 0,5682 + 4,5892 + 0,0644 + 0,1894 J/kg
= 5,8280 J/kg

Menentukan Tenaga Mekanis Pompa


1 P2 -P1
(V2 2 -V1 2 )+ g×(z2 -z1 )+ + ΣF+Ws = 0 (Geankoplis, 1993)
2α ρ

V1 = V2
P1 = P2
∆Z =2m

Sehingga,
1
(2×0,5 ×0) + 9,806 ×2 + 0 + 5,8280 +Ws = 0

Ws = -25,44 J/kg

LC-28
ηpompa = 80%

-Ws
Wpompa =
ηpompa

-(-25,44)
=
0,8
= 31,8 J/kg

Daya pompa (Ppompa) = Laju alir massa bahan × Wpompa


1,4795 kg/s × 31,8 J/kg
=
1.000
= 0,057 kW
= 0,0631 hp
Berdasarkan perhitungan diatas akan digunakan pompa metanol dengan daya
0,1 hp.

Rangkuman Spesifikasi Pompa TT-201 ke TT-202


Fungsi : Memindahkan metanol 99% dari tangki
penyimpanan metanol menuju tangki pengenceran
Jenis : Pompa sentrifugal
Bahan konstruksi : Commercial steel
Jumlah : 1 unit
Nominal pipe size : 2 in
Schedule number : 40
Outside diameter (OD) : 2,375 in = 0,0603 m
Inside diameter (ID) : 2,067 in = 0,0525 m
Inside cross-sectional area (A) : 0,002165 ft2 = 0,0233 m2
Efisiensi motor : 80%
Daya motor : 0,0631 hp

Pada prarancangan pabrik ini, pompa digunakan sebagai alat transportasi


utama untuk bahan-bahan yang berfasa liquid, dikarenakan metode perhitungan yang
digunakan untuk mendesain keseluruhan alat pompa adalah sama, maka pada Tabel
LC.3 disajikan rangkuman spesifikasi seluruh pompa yang digunakan.

LC-29
Tabel LC.3 Rangkuman Spesifikasi Alat Pompa
No. Nama Alat Keterangan
1. Pompa TT-201 ke TT-202 Jumlah : 2 unit
(P-201) Laju alir volumetrik : 6,7842 m3/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in
Diameter dalam : 2,0670 in
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp
2. Pompa TT-202 ke DG-201 Jumlah : 1 unit
(P-202) Laju alir volumetrik : 43,3295 m3/jam
Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,139 ft2
Daya motor : 0,5 hp
3. Pompa DG-201 ke E-202 Jumlah : 1 unit
(P-203) Laju alir volumetrik : 16,6615 m3/jam
Normal pipe size : 3,5 in
Diameter luar : 4 in
Diameter dalam : 3,548 in
Luas penampang : 0,0687 ft2
Daya motor : 0,25 hp
4. Pompa E-201 ke TT-202 Jumlah : 1 unit
(P-204) Laju alir volumetrik : 29,6353 m3/jam
Normal pipe size : 4 in
Diameter luar : 4,5 in
Diameter dalam : 4,026 in
Luas penampang : 0,0884 ft2
Daya motor : 0,25 hp
5. Pompa E-202 ke R-301 Jumlah : 1 unit
(P-205) Laju alir volumetrik : 16,6244 m3/jam
Normal pipe size : 3,5 in
Diameter luar : 4 in
Diameter dalam : 3,548 in
Luas penampang : 0,0687
Daya motor : 0,25 hp
6. Pompa larutan NaOH Jumlah : 1 unit
(P-301) Laju alir volumetrik : 17,6115 m3/jam
Normal pipe size : 3,5 in
Diameter luar : 4 in
Diameter dalam : 3,548 in
Luas penampang : 0,0687 ft2
Daya motor : 0,25 hp

LC-30
7. Pompa R-301 ke FP-301 Jumlah : 1 unit
(P-302) Laju alir volumetrik : 39,6451 m3/jam
Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,1390 ft2
Daya motor : 0,5 hp
8. Pompa FP-301 ke R-302 Jumlah : 1 unit
(P-303) Laju alir volumetrik : 33,1124 m3/jam
Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,139 ft2
Daya motor : 0,5 hp
9. Pompa TT-302 ke TT-303 Jumlah : 1 unit
(P-304) Laju alir volumetrik : 0,5696 m3/jam
Normal pipe size : 0,75 in
Diameter luar : 1,05 in
Diameter dalam : 0,824 in
Luas penampang : 0,0037 ft2
Daya motor : 0,1 hp
10. Pompa TT-303 ke R-302 Jumlah : 1 unit
(P-305) Laju alir volumetrik : 4,3127 m3/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in
Diameter dalam : 2,067 in
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp
11. Pompa R-302 ke D-301 Jumlah : 1 unit
(P-306) Laju alir volumetrik : 37,3405 m3/jam
Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,139 ft2
Daya motor : 0,5 hp
12. Pompa D-301 ke R-401 Jumlah : 1 unit
(P-307) Laju alir volumetrik : 4,9382 m3/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in
Diameter dalam : 2,067
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp

LC-31
13. Pompa R-401 ke CF-401 Jumlah : 1 unit
(P-401) Laju alir volumetrik : 8,2296 m3/jam
Normal pipe size : 2,5 in
Diameter luar : 2,875 in
Diameter dalam : 2,469 in
Luas penampang : 0,0332 ft2
Daya motor : 0,25 hp
14. Pompa CF-401 ke SD-401 Jumlah : 1 unit
(P-401) Laju alir volumetrik : 4,6258 m3/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in
Diameter dalam : 2,067 in
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp

LC.9 TANGKI PENCAMPURAN METANOL (TT-202)


Fungsi : Tempat pembuatan pelarut metanol 65%
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 37.555,4206 kg/jam = 37,555 ton/jam
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menghitung Volume Tangki Pencampuran Metanol


kg
Total massa campuran = 37.555,4206 × 1 jam
jam

= 37.555,4206 kg
Densitas campuran = 866,7409 kg/m3
37.555,7409 kg
Total volume campuran =
866,7409 kg/m3
= 43,3295 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume tangki (Vt) = (1 + 0,2) × total volume campuran
= 1,2 × 43,3295 m3
= 51,9954 m3

LC-32
Menghitung Diameter Tangki Pencampuran Metanol
Karena pembuatan pelarut metanol 65% dilakukan pada tekanan atmosfer
(14,6959 psi), maka tangki yang akan dirancang berbentuk tangki vertikal dengan
alas datar dan tutup torispherical dished Head. Tangki pelarutan ini menggunakan
sistem pengadukan standar dimana rasio Hs:D = 3:2.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs
3
= 8 πD3

= 1,178D3

Volume tutup (Vh) = 0,000049D3

Vtot = Vs + Vh
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3
Vtot = 1,177549D3

3 t V
D = √1,177549

3 51,9954 m3
= √
1,177549

= 3,5339 m
= 139,1303 in
D
r =
2
3,5339 m
=
2
= 1,7670 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi larutan di dalam
tangki pencampuran metanol sebagai berikut:
1
Vlarutan = 4 πD2 Hlarutan
4Vlarutan
Hlarutan =
πD2

LC-33
4 × 43,3295 m3
=
π × (3,5339 m)2
= 4,4176 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada tangki sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hlarutan
= 866,7409 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 4,4176 m
= 37.523,0887 Pa
= 37,523 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 37,523 kPa)
= 166,6174 kPa
= 24,1658 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished Head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 3,5339 m
2
= 5,3009 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:

LC-34
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(166,6174 kPa)(1,7670 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(166,6174 kPa)
= 0,0045 m
= 0,1762 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 1/4 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished Head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished Head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan
perhitungan diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 139,1303 in + 2 × 1/4 in
= 139,6303 in ≈ 144 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 144 in dan ts standar = 1/4 in, maka
diperoleh nilai rc = 132 in dan icr = 83/4 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 69,5651 in

BC = rc – icr
= 132 in – 83/4 in
= 123,25 in

AB = a - icr
= 69,5651 in – 83/4 in
= 60,8151 in

AC = √BC2 - AB2

= √(123,25 in)2 - (60,8151 in)2

= 107,2011 in

LC-35
b = rc – AC
=132 in – 107,2011 in
= 24,7989 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal Head dapat dihitung sebagai
berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(24,1685 psi)(83/4 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(24,1685 psi)
= 0,0371 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi
tutup dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 + 24,7989 + 2
= 26,9864 in
= 0,6855 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total tangki pencampuran metanol adalah


sebagai berikut:
Ht = Hs + OA
= 5,3009 m + 0,6855 m
= 5,9863 m

Perancangan Sistem Pengaduk


Jenis pengaduk yang digunakan adalah three blade propeller dengan 4 buah
sekat. Rancangan sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Gambar LC.3,

LC-36
sedangkan rasio geometrik sistem Tabel 9, Buku Kern (1965) pengadukan standar
ditunjukkan pada Persamaan LC.24 sampai LC.28.

Gambar LC.3 Rancangan Sistem Pengadukan Standar (McCabe, 1993)

Da 1
= (LC.24)
Dt 3
E 1
= (LC.25)
Dt 3
W 1
= (LC.26)
Da 5
J 1
= (LC.27)
Dt 12
L 1
= (LC.28)
Da 4
Dimana,
Da = Diameter pengaduk
Dt = Diameter tangki
E = Jarak pengaduk dari dasar tangki
W = Lebar blade pengaduk
J = Lebar sekat
L = Panjang blade pengaduk

LC-37
Maka, diperoleh dimensi sistem pengadukan sebagai berikut:
1 1
Da = 3 Dt = × 3,5339 m = 1,1780 m
3
1 1
E = 3 Dt = × 3,5339 m = 1,1780 m
3
1 1
W = 5 Da = × 1,1780 m = 0,2356 m
5
1 1
J = Dt = × 3,5339 m = 0,2945 m
12 12
1 1
L = 4 Da = × 1,1780 m = 0,2945 m
4

Kecepatan pengadukan (N) diasumsikan sebesar 60 rpm atau 1 rps. Nilai


viskositas metanol 65% adalah 0,00613 Pa.s (Yaws, 1999). Selanjutnya menentukan
bilangan Reynold untuk proses pencampuran ini menggunakan Persamaan LC.29.
D2a Nρ (LC.29)
Nre=
μ

Maka, bilangan Reynold dapat dihitung sebagai berikut:


(1,1780 m)2 × 1 × 866,7409 kg/m3
Nre =
0,00613 Pa.s
= 196.035,0239

Karena Nre>10.000, maka aliran yang terbentuk adalah aliran turbulen.


Selanjutnya adalah menentukan daya yang dibutuhkan menggunakan Persamaan
LC.30.
P
Np =
ρN3 D5a
P = Np × ρ × N3 × Da5 (LC.30)
Dimana,
Np = Bilangan daya
P = Daya yang dibutuhkan (W)
ρ = Densitas cairan (kg/m3)
N = Kecepatan pengadukan (rps)
Da = Diameter pengaduk (m)

LC-38
Nilai Np dapat ditentukan berdasarkan grafik korelasi jenis pengaduk
terhadap bilangan daya (Gambar LC.4). Karena jenis pengaduk yang digunakan
adalah three blade propeller, maka dipilih kurva 4 sebagai acuan.

Gambar LC.4 Penentuan Bilangan Daya pada Tangki Pencampuran Metanol


(TT-201) (Geankoplis, 2003)

Berdasarkan pembacaan Gambar LC.4 diperoleh nilai Np = 0,9. Maka, daya


yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
P = Np × ρ × N3 × Da5
= 0,9 × 866,7409 kg/m3 × 13 × (1,1780 m)5
= 1.769,2987 W
= 2,3727 hp

Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya


aktual pengaduk dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
2,3727 hp
=
0,8
= 2,9658 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 3 hp.

LC-39
Rangkuman Spesifikasi Tangki Pencampuran Metanol
Fungsi : Tempat pembuatan metanol 65%
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 3,5339 m
Tinggi shell : 5,3009 m
Tinggi tutup : 0,6855 m
Tinggi total tangki : 5,9863 m
Tebal shell : 1/4 in
Tebal tutup : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 1,1780 m
Jarak pengaduk : 1,1780 m
Lebar blade : 0,2356 m
Lebar sekat : 0,2945 m
Panjang blade : 0,2945 m
Daya motor : 3 hp

LC.10 DIGESTER (D-201)


Fungsi : Tempat untuk memasak sabut kelapa menjadi pulp
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 120ºC
Tekanan (P) : 61,4049 psi
Laju alir massa bahan : 43.184,6574 kg/jam = 43,184 ton/jam
Kapasitas perancangan : 1 batch
Waktu tinggal : 1 jam

Menghitung Volume Digester


kg
Total massa campuran = 43.184,6574 jam
×1 jam

= 43.184,6574 kg

LC-40
Densitas campuran = Σwiρi
= 968,5904 kg/m3
43.184,6574 kg
Total volume campuran =
968,5904 kg/m3

= 45,2355 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume tangki (Vt) = (1 + 0,2) × total volume campuran
= 1,2 × 45,2355 m3
= 54,2826 m3

Menghitung Diameter Digester


Karena proses delignifikasi dilakukan pada tekanan 61,4049 psi (4,1784 atm)
atau <15 atm maka tangki yang akan dirancang berbentuk tangki vertikal dengan alas
konis dan tutup torispherical dished Head dengan diameter bukaan konis sebesar 0,4
m. Tangki digester ini menggunakan sistem pengadukan standar dimana rasio Hs:D =
3:2.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs
3
= 8 πD3

= 1,178D3

Volume tutup (Vh) = 0,000049D3

Volume konis (Vc) = 0,131 (D3 – B3)

Vtot = Vs + Vh + Vc
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3 + 0,131 (D3 – B3)
Vtot = 1,308382D3 – 0,131B3

3 3
D = √Vt + 0,131B
1,308383

3 3
= √54,2826 + 0,131×0,4
1,308383

= 3,4611 m
= 136,2635 in

LC-41
D
r =
2
3,4611 m
=
2
= 1,7305 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi larutan di dalam
digester sebagai berikut:
1
Vcampuran = 4 πD2 Hcampuran
4Vcamuran
Hcampuran =
πD2
4×45,2355 m3
=
π×(3,4611 m)2
= 4,8080 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada digester sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 61,4049 psi
= 423,3721 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hcampuran
= 968,5904 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 4,8080 m
= 45.638,3441 Pa
= 45,6384 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (423,3721 kPa + 45,6384 kPa)
= 562,8126 kPa
= 81,6290 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished Head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

LC-42
Menghitung Spesifikasi Shell
Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 3,46110 m
2
= 5,1916 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(562,8126 kPa)(1,125 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(562,8126 kPa)

= 0,0137 m
= 0,5393 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 5/8 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished Head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished Head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan
perhitungan diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 136,2635 in + 2(5/8 in)
= 137,7635 in ≈ 138 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 138 in dan ts standar = 5/8 in, maka
diperoleh nilai rc = 132 in dan icr = 83/8 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:

LC-43
a = 68,1317 in

BC = rc – icr
= 132 in – 83/8 in
= 123,6250 in

AB = a - icr
= 68,1317 in – 83/8 in
= 59,7567 in

AC = √BC2 - AB2

= √(123,6250 in)2 - (59,7567 in)2

= 108,2233 in

b = rc – AC
= 132 in – 108,2233 in
= 23,7767 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal Head dapat dihitung sebagai
berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(81,6290 psi)(83/8 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(81,6290 psi)

= 0,0737 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi
tutup dapat dihitung sebagai berikut:

LC-44
OA = th + b + s f
= 3/16 + 23,7767 + 2
= 25,9642 in
= 0,6595 m

Menghitung Dimensi Konis


Penentuan tebal konis dilakukan menggunakan Persamaan LC.15 berdasarkan
Persamaan 13.16-1, Buku Brownell and Young. Material yang digunakan adalah
carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah 12.650 psi atau
87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang digunakan sebesar 0,85.
Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada
perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005
m/tahun). Tebal konis dapat dihitung sebagai berikut:
PD
tc = + Cc
2 cos ∝(f E - 0,6P)
(562,8126 kPa)(3,4611 m)
= + 0,0005 m
2 cos 45° ((87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(562,8126 kPa))

= 0,0192 m
= 0,7545 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 7/8 in.

Pada bagian konis, sudut yang digunakan (α) sebesar 45° dan diameter
bukaan (B) sebesar 0,4 m.
D-B
Tinggi konis (Hc) =
2 tan α
3,46110 m - 0,4 m
=
2 tan 45°
= 1,5305 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total tangki digester adalah sebagai berikut:
Ht = Hs + OA + Hc
= 3,375 m + 0,6595 m + 1,5305 m
= 7,3817 m

Perancangan Sistem Pengaduk

LC-45
Jenis pengaduk yang digunakan adalah three blade propeller dengan 4 buah
sekat. Rancangan sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Gambar LC.3,
sedangkan rasio geometrik sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Persamaan
LC.24 sampai LC.28. Maka, diperoleh dimensi sistem pengadukan sebagai berikut:
1 1
Da = 3 Dt = × 3,4611 m = 1,1537 m
3
1 1
E = 3 Dt = × 3,4611 m = 1,1537 m
3
1 1
W = 5 Da = × 1,1537 m = 0,2307 m
5
1 1
J = Dt = × 3,4611 m = 0,2884 m
12 12
1 1
L = 4 Da = × 1,1537 m = 0,2884 m
4

Kecepatan pengadukan (N) diasumsikan sebesar 60 rpm atau 1 rps. Nilai


viskositas campuran adalah 11,191 cP (0,1119 kg/m.s). Selanjutnya menentukan
bilangan Reynold untuk proses pencampuran ini menggunakan Persamaan LC.29.
Maka, bilangan Reynold dapat dihitung sebagai berikut:
2
(1,1537 m) × 1 × 968,5904 kg/m3
Nre = 0,1119 kg/m.s
= 4.868,5604

Karena Nre>2.100, maka aliran yang terbentuk adalah aliran turbulen.


Selanjutnya adalah menentukan daya yang dibutuhkan menggunakan Persamaan
LC.30. Nilai Np dapat ditentukan berdasarkan grafik korelasi jenis pengaduk
terhadap bilangan daya (Gambar LC.4). Karena jenis pengaduk yang digunakan
adalah three blade propeller, maka dipilih kurva 4 sebagai acuan. Berdasarkan
pembacaan Gambar LC.4 diperoleh nilai Np = 0,9. Maka, daya yang dibutuhkan
adalah sebagai berikut:
P = Np × ρ × N3 × Da5
= 0,9 × 968,5904 kg/m3 × 13 × (1,1537 m)5
= 1.005,7135 W
= 1,3487 hp

Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya


aktual pengaduk dapat dihitung sebagai berikut:

LC-46
P
Paktual =
η
1,3487 hp
=
0,8
= 1,6859 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 2 hp.

Perancangan Jaket Pemanas


Jarak jaket yang direncanakan (𝛾) = 10 in
Inside diameter jaket (IDjaket) = IDshell + (2 × t)
= 136,2635 in + (2 × 0,6250 in)
= 137,7635 in
= 2,2818 m
Outside diameter jaket (ODjaket) = (2 × γ) + IDjaket
= (2 × 10) + 137,7635 in
= 157,7635 in
= 4,0072 m
Sehingga, luas yang dilalui steam dapat dihitung sebagai berikut:
π
Asteam = × (OD2jaket -ID2jaket )
4
π
= × ((157,7635)2 - (137,7635)2 )
4
= 4.642,1257 in2
= 2,9949 m2

Kecepatan steam yang melalui jaket adalah:


Densitas steam 133,5oC (ρsteam) = 1,5908 kg/m3
Laju alir steam (Fsteam) = 16.498,4658 kg/jam
Fsteam
Laju alir volumetrik steam (Qsteam) =
ρsteam

16.498,4658 kg/jam
=
1,5908 kg/m3

= 10.371,1152 m3/jam
Qsteam
Kecepatan steam (Vsteam) =
Asteam

LC-47
10.371,1152 m3 /jam
=
2,9949 m2
= 3.462,5808 m/jam

= 0,9618 m/detik

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada jaket pemanas yaitu


sebagai berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,3450 kPa
Tekanan steam (Ps) = 3 bar
= 300 kPa
Tekanan design (Pd) =(1 + 20%) × (Poperasi + Ps)
= 1,2 × (101,3450 kPa + 300 kPa)
= 481,6140 kPa
= 69,8522 psig

Tebal jaket pemanas dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14.


Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material
ini adalah 12.650 psi atau 87.218,7140 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E
yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5
mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi
sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal jaket pemanas dapat dihitung sebagai
berikut:
Pri
tj = + Cc
f E - 0,6P
(481,6140 kPa)(1,7305 m)
= + 0,0005 m
(87.218,7140 kPa)(0,85) - 0,6(481,6140 kPa)

= 0,0078 m
= 0,3085 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 1/2 in.

Rangkuman Spesifikasi Digester


Fungsi : Tempat untuk memasak chip sabut kelapa
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah konis

LC-48
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 2 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 3,4611 m
Tinggi shell : 5,1916 m
Tinggi tutup : 0,6595 m
Tinggi konis : 1,5305 m
Tinggi total tangki : 7,3817 m
Tebal shell : 5/8 in
Tebal tutup : 3/16 in
Tebal konis : 1/2 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 1,1537 m
Jarak pengaduk : 1,1537 m
Lebar blade : 0,2307 m
Lebar sekat : 0,2884 m
Panjang blade : 0,2884 m
Daya motor : 2 hp
Spesifikasi jaket pemanas
Luas areal steam : 2,9949 m2
Tebal jaket : 0,5 in

LC.11 COOLER (E-202)


Fungsi : Alat pendingin slurry hasil delignifikasi
Jenis : 2-4 shell and tube heat exchanger
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menentukan LMTD (Log Mean Temperature Difference)


Beban cooler (Q) = 899.185,9241 kJ/jam
= 852.263,7050 btu/jam

Fluida panas di shell (slurry keluaran digester):


Laju alir massa bahan di shell (Ws) = 18.989,3023 kg/jam

LC-49
= 41.871,4117 lb/jam
Suhu masuk (T1) = 120°C
= 248°F
Suhu keluar (T2) = 40°C
= 104°F

Fluida dingin di tube (air pendingin) :


Laju alir massa pendingin di tube (Wt) = 6.720,3731 kg/jam
= 14.818,4227 lb/jam
Suhu masuk (t1) = 25°C
= 77°F
Suhu keluar (t2) = 60°C
= 140°F

Perhitungan LMTD dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan LC.31


(Kern, 1965).
Δt1 - Δt2 (LC.31)
LMTD = Δt
ln(Δt1 )
2

Dimana,
Δt1 = T1 – t2 = (248 – 140) °F = 108°F
Δt2 = T2 – t1 = (104 – 77) °F = 27°F

Sehingga, dapat dihitung nilai LMTD yang akan diperoleh yaitu sebagai
berikut:
Δt1 - Δt2
LMTD = Δt
ln(Δt1 )
2

108°F - 27°F
= 108°F
ln( 27°F )

= 58,4291°F

Menentukan Faktor Koreksi LMTD (∆LMTD )


T1 - T2
R =
t2 - t1

LC-50
248°F - 140°F
=
140°F -77°F
= 2,2857

t2 - t1
S =
T1 - t1
140°F - 77°F
=
248°F -77°F
= 0,3684

Berdasarkan Gambar 19, Buku Kern (1965), dengan R dan S yang diperoleh
sebelumnya, didapatkan faktor koreksi (FT) = 0,92.

Gambar LC.5 Faktor Koreksi LMTD untuk 2-4 Shell and Tube Heat Exchangers
(Kern, 1983)

∆LMTD = FT × LMTD
= 0,92 × 58,4291°F
= 57,2606°F
= 14,0336°C

Menentukan Temperatur Rata-Rata (Tavg)


Temperatur rata-rata masing-masing alur pada cooler dapat dihitung sebagai
berikut:
(T1 + T2)
Average temperature of hot fluid (Tc) =
2

LC-51
(248°F + 104°F)
=
2
= 176°F
(t1 + t2)
Average temperature of cold fluid (tc) =
2
(77°F + 140°F)
=
2
= 108,5°F

Menentukan Luas Permukaan Perpindahan Panas


Berdasarkan Tabel 8, Buku Kern (1965), untuk heavy organics (viskositas > 1
cP) sebagai hot fluid dan water sebagai cold fluid, diperoleh:
(Approximate overall design coefficients) UD = 75 btu/jam.ft2.˚F

Sehingga dapat dihitung luas permukaan perpindahan panas (A) yaitu sebagai
berikut (Kern, 1965):
Q
A =
UD ×∆LMTD
852.263,7050 btu/jam
=
75 btu/jam.ft2.˚F × 57,2606°F
= 198,4527 ft2

Menentukan Koreksi Luas Permukaan Perpindahan Panas (A) dan Koefisien


Desain Keseluruhan (UD)
Berdasarkan Tabel 10, Buku Kern (1965), diperoleh data untuk tube yaitu
sebagai berikut:
ODtube = 3/4 in
BWG = 18
a” = 0,1963 ft2/ft
L = 12 ft
Pitch (Pt) = 15/16 in triangular pitch

Sehingga, jumlah tube (Nt) pada alat cooler ini dapat dihitung sebagai
berikut:
A
Nt =
L × a"

LC-52
198,4527ft2
=
12 ft × 0,1963 ft2/ft
= 84,2472 buah tube

Berdasarkan Tabel 9, Buku Kern (1965), untuk tube OD 3/4 in, 15


/16 in
triangular pitch, diperoleh jumlah tube terdekat (Nt terdekat):
Nt terdekat = 98 buah
IDshell = 12 in
12 in
Baffle space (B) = = 2,4 in
5

Sehingga, koreksi luas permukaan perpindahan panas (A) dan koefisien


desain keseluruhan (UD) dapat dihitung sebagai berikut:
Akoreksi = Nt terdekat × L × a”
= 98 × 12 ft × 0,1963 ft2/ft
= 230,8488 ft2

Q
UDkoreksi =
Akoreksi ×∆LMTD
852.263,7050 btu/jam
=
230,8488 ft2 × 57,2606°F
= 64,4749 btu/jam.ft2.˚F

Sehingga dapat disimpulkan spesifikasi shell and tube heat exchanger ini
adalah sebagai berikut:
Shell : IDshell 12 in, baffle space 2,4 in
Tube : ODtube 3/4, BWG 18, 15/16 in triangular pitch, L 12 ft

Menentukan Evaluasi Perpindahan Panas pada Fluida Dingin (Tube)


Berdasarkan Tabel 10, Buku Kern (1965), dapat diperoleh data untuk tube
sebagai berikut:
a’ = 0,334 in2
Jumlah passes = 2 passes

- Flow area (at)

LC-53
Nt terdekat × a'
at =
144 × n
98 × 0,334 in2
=
144 × 2
= 0,1137 ft2

- Kecepatan massa (Gt)


Wt
Gt =
at
14.818,4227 lb/jam
=
0,1137 ft2
= 130.383,2870 lbm/jam.ft2

- Bilangan Reynold Tube (NRet)


Viskositas campuran pada aliran dingin (tube) dengan tc = 108,5°F adalah:
μt = 0,6323 cP = 1,5297 lbm/ft.jam
Berdasarkan Tabel 10, Buku Kern (1965), dapat diperoleh data untuk IDtube
(Dt) sebagai berikut:
Dt = 0,6520 in = 0,0543 ft
Sehingga, bilangan reynold (NRet) pada aliran dingin (tube) dapat dihitung
sebagai berikut:
Dt ×Gt
NRet =
μt

0,0543 ft × 130.383,2870 lbm/jam.ft2


=
1,5297 lbm/ft.jam

= 4.631,1904

L 12 ft
=
Dt 0,054 ft

= 220,8589

Berdasarkan Gambar 24, Buku Kern (1965), dengan NRet sebesar 4.631,1904
dan L/D sebesar 220,8589 dapat diperoleh nilai jH.

LC-54
Gambar LC.6 Penentuan Nilai jH pada Tube (Kern, 1983)

jH = 14

Nilai kapasitas panas (Cp) dan konduktivitas termal (k) pada tc = 108,5°F
adalah:
Cpt = 1,2294 btu/lb.°F
kt = 0,3649 btu/jam.ft.°F

Sehingga untuk nilai thermal function pada tube (hi/Фt) dapat dihitung
sebagai berikut:

hi jH × kt Cpt × μt 1/3
Фt
=(
Dt
)×( kt
)

14 × 0,3649 1,2294 × 1,5297 1/3


=(
0,054
)×( 0,3649
)
= 1.137,3879

hio ID h
Фt
=(
OD
) × (Фi )
t

0,652
= ( 3/4
) × 1.137,3879
= 1.694.,2531

LC-55
Karena pada tube mengalir air pendingin, maka nilai Фt adalah 1.
Фt =1
hio
hio = × Фt
Фt
= 1.694,2531 × 1
= 1.694,2531 btu/jam.ft2.°F

Menentukan Evaluasi Perpindahan Panas pada Fluida Panas (Shell)


- Clearance between adjacent tubes (C’)
C’ = Pitch (Pt) – ODtube
= 15/16 in – 3/4 in
= 0,1875 in

- Flow area shell (as)


IDshell × C' × B
as =
144 × Pt

12 in × 0,1875 in × 2,4 in
=
144 × 0,9375 in
= 0,0400 ft2

- Kecepatan massa (Gs)


Ws
Gs =
as
41.871,4117 lb/jam
=
0,0400 ft2
= 1.046.785,2913 lbm/jam.ft2

- Bilangan Reynold Shell (NRes)


Viskositas campuran pada aliran panas (shell) dengan Tc = 176°F adalah:
μs = 11,1910 cP = 270,7202 lbm/ft.jam

Berdasarkan Gambar 28, Buku Kern (1965), dengan ODtube 3/4 dan 15
/16 in
triangular pitch, diperoleh nilai equivalent diameter (De):
De = 0,5500 in = 0,0458 ft

LC-56
Sehingga, bilangan reynold (NRes) pada aliran panas (shell) dapat dihitung
sebagai berikut:
De ×Gs
NRes =
μs

0,5500 ft × 1.046.785,2913 lbm/jam.ft2


=
270,7202 lbm/ft.jam
= 177,2223

Berdasarkan Gambar 28, Buku Kern (1965), dengan NRes sebesar 177,2223
dapat diperoleh nilai jH.

Gambar LC.7 Penentuan Nilai jH pada Shell (Kern, 1983)

jH = 6,5

Nilai kapasitas panas (Cp) dan konduktivitas termal (k) pada Tc = 176°F
adalah:
Cps = 0,6163 btu/lb.°F
ks = 0,6880 btu/jam.ft.°F

Sehingga untuk nilai thermal function pada shell (ho/Фs) dapat dihitung
sebagai berikut:

LC-57
ho jH × ks Cps × μs 1/3
Фs
=(
De
)×( ks
)

6,5 × 0,6880 0,6163 × 270,7202 1/3


=(
0,55
)×( 0,6880
)
= 50,7057

Viskositas campuran aliran panas pada dinding shell (μw ) dengan Tw =


110,4614°F adalah:
μw = 0,0271 lbm/ft.jam

Sehingga, dapat diperoleh sebagai berikut:


0,14
μs
Фs =( )
μw

270,7202 lbm/ft.jam 0,14


=( )
0,0271 lbm/ft.jam

= 3,6297

ho
ho = × Фs
Фs
= 50,7057 × 3,6297
= 184,0466 btu/jam.ft2.°F

Sehingga, nilai-nilai Uc dan Rd dapat dihitung sebagai berikut:


hio × ho
UC =
hio + ho
1.694,2531 × 184,0466
=
1.694,2531 + 184,0466
= 166,0126 btu/jam.ft2.°F

UC - UD
Rd =
UC × UD
166,0126 - 64,4749
=
166,0126 × 64,4749
= 0,0095

LC-58
Dengan asumsi Rd batas = 0,001; Rd ≥ Rd batas. Maka, spesifikasi cooler
dapat diterima.

Pressure Drop pada Fluida Dingin (Tube)


Berdasarkan Gambar 26, Buku Kern (1965), dengan NRet sebesar 4.631,1904
dapat diperoleh nilai f.

Gambar LC.8 Penentuan Nilai f pada Tube (Kern, 1983)

f = 0,00034 ft2/in2

Berdasarkan Gambar 27, Buku Kern (1965), dengan Gt sebesar 130.383,2870


lbm/jam.ft2, dapat diperoleh nilai 62,5v2/(144 × 2gc).

LC-59
Gambar LC.9 Penentuan Nilai 62,5v2/(144 × 2gc) (Kern, 1983)

62,5v2/(144 × 2gc) = 0,0010


ρ air
s =
ρ air
1.022,8752
=
1.022,8752
=1

Sehingga, nilai pressure drop pada tube (∆PT) dapat dihitung sebagai berikut:
f × Gt 2 × L × N
∆Pt =
(5,22 × 1010 ) × Dt × s × Фt

0,00034 × (130.383,2870)2 × 12 × 2
=
(5,22 × 1010 ) × 0,0543 × 1 × 1
= 0,0160 psi

LC-60
4 × n × v2 × 62,5
∆Pr =
s × 2 × gc × 144

4 × 2 × 0,0078
=
1
= 0,0080 psi

∆PT = ∆Pt + ∆Pr


= 0,0160 psi + 0,0080 psi
= 0,0569 psi
ΔPt yang diizinkan adalah 10 psi, sehingga pressure drop dapat diterima.

Pressure Drop pada Fluida Panas (Shell)


Berdasarkan Gambar 29, Buku Kern (1965), dengan NRes sebesar 177,2223
dapat diperoleh nilai f.

Gambar LC.10 Penentuan Nilai f pada Shell (Kern, 1983)

f = 0,0050 ft2/in2
L
N+1 = 12 × ( )
B
12 ft
= 12 × ( )
2,4 in
= 60
IDshell (Ds) = 12 in

LC-61
= 1 ft
ρ fluida campuran
s =
ρ air
1.139,7126
=
1.022,8752
= 1,1142

Sehingga, nilai pressure drop pada shell (∆Ps) dapat dihitung sebagai berikut:
f × Gs 2 × Ds × (N+1) × N
∆Ps =
(5,22 × 1010 ) × De × s × Фs

0,0050 × (1.046.785,2913)2 × 1 × 60 × 2
=
(5,22 × 1010 ) × 0,0458 × 1,1142 × 3,6297
= 6,7947 psi
∆Ps yang diizinkan adalah 10 psi, sehingga pressure drop dapat diterima.

Rangkuman Spesifikasi Cooler:


Fungsi : Alat pendingin slurry hasil delignifikasi
Jenis : 2-4 shell and tube heat exchanger
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi shell
IDshell (Ds) : 12 in
Baffle space (B) : 2,4 in
Pressure drop shell (∆Ps) : 6,7947 psi
Spesifikasi tube
ODtube (Dt) : 3/4 in
Jumlah tube : 98 buah
Pitch (Pt) : 15/16 in triangular pitch
L : 12 ft
Pressure drop tube (∆PT) : 0,0569 psi

LC-62
LC.12 KONDENSOR (E-201)
Fungsi : Alat untuk mengkondensasi uap metanol keluaran digester
Jenis : 2-4 shell and tube heat exchanger
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menentukan LMTD (Log Mean Temperature Difference)


Beban kondensor (Q) = 34.686.298,6277 kJ/jam
= 32.876.263,5064 btu/jam
Fluida panas di shell (uap keluaran digester):
Laju alir massa bahan di shell (Ws) = 24.825,3550 kg/jam
= 54.739,9079 lb/jam
Suhu masuk (T1) = 120°C
= 248°F
Suhu keluar (T2) = 40°C
= 104°F

Fluida dingin di tube (air pendingin) :


Laju alir massa pendingin di tube (Wt) = 259.239,9001 kg/jam
= 571.623,9796 lb/jam
Suhu masuk (t1) = 25°C
= 77°F
Suhu keluar (t2) = 60°C
= 140°F

Perhitungan LMTD dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan LC.31


(Kern, 1965). Sehingga, dapat dihitung nilai LMTD yang akan diperoleh yaitu
sebagai berikut:
Δt1 - Δt2
LMTD = Δt
ln(Δt1 )
2

108°F - 27°F
= 108°F
ln( 27°F )

= 58,4291°F

LC-63
Menentukan Faktor Koreksi LMTD (∆LMTD )
T1 - T2
R =
t2 - t1
248°F - 140°F
=
140°F -77°F
= 2,2857

t2 - t1
S =
T1 - t1
140°F - 77°F
=
248°F -77°F
= 0,3684

Berdasarkan Gambar 19, Buku Kern (1965), dengan R dan S yang diperoleh
sebelumnya, didapatkan faktor koreksi (FT) = 0,92 maka:
∆LMTD = FT × LMTD
= 0,92 × 58,4291°F
= 57,2606°F
= 12,0860°C

Menentukan Temperatur Rata-Rata (Tavg)


Temperatur rata-rata masing-masing alur pada kondensor dapat dihitung
sebagai berikut:
(T1 + T2)
Average temperature of hot fluid (Tc) =
2
(248°F + 104°F)
=
2
= 176°F
(t1 + t2)
Average temperature of cold fluid (tc) =
2
(77°F + 140°F)
=
2
= 108,5°F

LC-64
Menentukan Luas Permukaan Perpindahan Panas
Berdasarkan Tabel 8, Buku Kern (1965), untuk metanol sebagai hot fluid dan
water sebagai cold fluid, diperoleh:
(Approximate overall design coefficients) UD = 250 btu/jam.ft2.˚F
Sehingga dapat dihitung luas permukaan perpindahan panas (A) yaitu sebagai
berikut (Kern, 1965):
Q
A =
UD ×∆LMTD
32.876.263,5064 btu/jam
=
250 btu/jam.ft2.˚F × 57,2606°F
= 2.446,3864 ft2

Menentukan Koreksi Luas Permukaan Perpindahan Panas (A) dan Koefisien


Desain Keseluruhan (UD)
Berdasarkan Tabel 10, Buku Kern (1965), diperoleh data untuk tube yaitu
sebagai berikut:
ODtube = 3/4 in
BWG = 12
a” = 0,1963 ft2/ft
L = 12 ft
Pitch (Pt) = 1 in triangular pitch
Sehingga, jumlah tube (Nt) pada alat kondensor ini dapat dihitung sebagai
berikut:
A
Nt =
L × a"

2.446,3864ft2
=
12 ft × 0,1963 ft2/ft
= 1.038,5407 buah tube

Berdasarkan Tabel 9, Buku Kern (1965), untuk tube OD 3/4 in, 1 in triangular
pitch, diperoleh jumlah tube terdekat (Nt terdekat):
Nt terdekat = 1044 buah
IDshell = 37 in

LC-65
37 in
Baffle space (B) = = 7,4 in
5
Sehingga, koreksi luas permukaan perpindahan panas (A) dan koefisien desain
keseluruhan (UD) dapat dihitung sebagai berikut:
Akoreksi = Nt terdekat × L × a”
= 1044 × 12 ft × 0,1963 ft2/ft
= 2.459,2464 ft2

Q
UDkoreksi =
Akoreksi ×∆LMTD
32.876.263,5064 btu/jam
=
2.459,2464 ft2 × 57,2606°F
= 64,4749 btu/jam.ft2.˚F

Sehingga dapat disimpulkan spesifikasi shell and tube heat exchanger ini
adalah sebagai berikut:
Shell : IDshell 37 in, baffle space 7,4 in
Tube : ODtube 3/4, BWG 12, 1 in triangular pitch, L 12 ft

Menentukan Evaluasi Perpindahan Panas pada Fluida Dingin (Tube)


Berdasarkan Tabel 10, Buku Kern (1965), dapat diperoleh data untuk tube
sebagai berikut:
a’ = 0,2230 in2
Jumlah passes = 2 passes

- Flow area (at)


Nt terdekat × a'
at =
144 × n
1044 × 0,2230 in2
=
144 × 2
= 0,8084 ft2

- Kecepatan massa (Gt)


Wt
Gt =
at

LC-66
571.623,9796 lb/jam
=
0,8084 ft2
= 707.127,2363 lbm/jam.ft2

- Bilangan Reynold Tube (NRet)


Viskositas campuran pada aliran dingin (tube) dengan tc = 108,5°F adalah:
μt = 0,6323 cP = 1,5297 lbm/ft.jam

Berdasarkan Tabel 10, Buku Kern (1965), dapat diperoleh data untuk IDtube
(Dt) sebagai berikut:
Dt = 0,5320 in = 0,0443 ft

Sehingga, bilangan reynold (NRet) pada aliran dingin (tube) dapat dihitung
sebagai berikut:
Dt ×Gt
NRet =
μt

0,0443 ft × 707.127,2363 lbm/jam.ft2


=
1,5297 lbm/ft.jam
= 20.494,2635

L 16 ft
=
Dt 0,0443 ft
= 270,6767

Berdasarkan Gambar 24, Buku Kern (1965), dengan NRet sebesar


20.494,2635 dan L/D sebesar 270,6767 dapat diperoleh:
jH = 80

Nilai kapasitas panas (Cp) dan konduktivitas termal (k) pada tc = 108,5°F
adalah:
Cpt = 1,2294 btu/lb.°F
kt = 0,3649 btu/jam.ft.°F
Sehingga untuk nilai thermal function pada tube (hi/Фt) dapat dihitung
sebagai berikut:

hi jH × kt Cpt × μt 1/3
Фt
=(
Dt
)×( kt
)

LC-67
80 × 0,3649 1,2294 × 1,5297 1/3
=(
0,0443
)×( 0,3649
)
= 1.137,3879

hio ID h
=( ) ×( i)
Фt OD Ф t

0,5320
= ( 3/4
) × 1.137,3879
= 806,7872

Karena pada tube mengalir air pendingin, maka nilai Фt adalah 1.


Фt =1
hio
hio = × Фt
Фt
= 806,7872 × 1
= 806,7872 btu/jam.ft2.°F

Menentukan Evaluasi Perpindahan Panas pada Fluida Panas (Shell)


- Clearance between adjacent tubes (C’)
C’ = Pitch (Pt) – ODtube
= 1 in – 3/4 in
= 0,250 in

- Flow area shell (as)


IDshell × C' × B
as =
144 × Pt

37 in × 0,250 in × 7,4 in
=
144 × 1 in
= 0,4753 ft2

- Kecepatan massa (Gs)


Ws
Gs =
as
54.739,9079 lb/jam
=
0,4753ft2
= 115.157,7317 lbm/jam.ft2

LC-68
- Bilangan Reynold Shell (NRes)
Viskositas campuran pada aliran panas (shell) dengan Tc = 176°F adalah:
μs = 0,2777 lbm/ft.jam

Berdasarkan Gambar 28, Buku Kern (1965), dengan ODtube 3/4 dan 1 in
triangular pitch, diperoleh nilai equivalent diameter (De):
De = 0,7300 in = 0,0608 ft

Sehingga, bilangan reynold (NRes) pada aliran panas (shell) dapat dihitung
sebagai berikut:
De ×Gs
NRes =
μs

0,7300 ft × 115.157,7317 lbm/jam.ft2


=
0,2777 lbm/ft.jam

= 25.225,8855

Berdasarkan Gambar 28, Buku Kern (1965), dengan NRes sebesar


25.225,8855 dapat diperoleh:
jH = 110

Nilai kapasitas panas (Cp) dan konduktivitas termal (k) pada Tc = 176°F adalah:
Cps = 6,5739 btu/lb.°F
ks = 0,0933 btu/jam.ft.°F

Sehingga untuk nilai thermal function pada shell (ho/Фs) dapat dihitung
sebagai berikut:

ho jH × ks Cps × μs 1/3
Фs
=(
De
)×( ks
)

110 × 0,0933 6,5739 × 0,2777 1/3


=(
0,73
)×( 0,0933
)
= 454,7282

Viskositas campuran aliran panas pada dinding shell (μw ) dengan Tw = 176°F
adalah:

LC-69
μw = 0,2777 lbm/ft.jam

Sehingga dapat diperoleh:


0,14
μs
Фs =( )
μw

1,5297 lbm/ft.jam 0,14


=( )
0,2777 lbm/ft.jam

= 1,2698

ho
ho = × Фs
Фs

= 454,7282 × 1,2698
= 577,4215 btu/jam.ft2.°F

Sehingga, nilai-nilai Uc dan Rd dapat dihitung:


hio × ho
UC =
hio + ho
806,7872 × 577,4215
=
806,7872 + 577,4215
= 336,5506 btu/jam.ft2.°F

UC - UD
Rd =
UC × UD
336,5506 - 246,5822
=
336,5506 × 246,5822
= 0,0010
Dengan asumsi Rd batas = 0,001; Rd ≥ Rd batas. Maka, spesifikasi
kondensor dapat diterima.

Pressure Drop pada Fluida Dingin (Tube)


Berdasarkan Gambar 26, Buku Kern (1965), dengan NRet sebesar 20.494,2635
dapat diperoleh:
f = 0,0002 ft2/in2

Berdasarkan Gambar 27, Buku Kern (1965), dengan Gt sebesar 707.127,2363


lbm/jam.ft2, dapat diperoleh:

LC-70
62,5v2/(144 × 2gc) = 0,055
ρ air
s =
ρ air
1.022,8752
=
1.022,8752
=1

Sehingga, nilai pressure drop pada tube (∆PT) dapat dihitung sebagai berikut:
f × Gt 2 × L × N
∆Pt =
(5,22 × 1010 ) × Dt × s × Фt

0,0002 × (707.127,2363)2 × 12 × 6
=
(5,22 × 1010 ) × 0,0443 × 1 × 1
= 0,7779 psi

4 × n × v2 × 62,5
∆Pr =
s × 2 × gc × 144

4 × 6 × 0,055
=
1
= 0,44 psi

∆PT = ∆Pt + ∆Pr


= 0,7779 psi + 044 psi
= 1,2179 psi
ΔPT yang diizinkan adalah 10 psi, sehingga pressure drop dapat diterima.

Pressure Drop pada Fluida Panas (Shell)


Berdasarkan Gambar 29, Buku Kern (1965), dengan NRes sebesar 25.225,8855
dapat diperoleh:
f = 0,0015 ft2/in2
L
N+1 = 12 × ( )
B
12 ft
= 12 × ( )
7,4 in
= 47,2131

LC-71
IDshell (Ds) = 37 in
= 3,0833 ft
ρ fluida campuran
s =
ρ air
837,6963
=
995,68
= 0,8413

Sehingga, nilai pressure drop pada shell (∆Ps) dapat dihitung sebagai berikut:
f × Gs 2 × Ds × (N+1) × N
∆Ps =
(5,22 × 1010 ) × De × s × Фs

0,0015 × (115.157,7317)2 × 3,0833 × 19,4595


=
(5,22 × 1010 ) × 0,0608 × 0,8413 × 1,2698
= 0,4467 psi
∆Ps yang diizinkan adalah 10 psi, sehingga pressure drop dapat diterima.

Rangkuman Spesifikasi Kondensor:


Fungsi : Alat untuk mengkondensasi uap metanol keluaran
digester
Jenis : 2-4 shell and tube heat exchanger
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi shell
IDshell (Ds) : 37 in
Baffle space (B) : 7,4 in
Pressure drop shell (∆Ps) : 0,4467 psi
Spesifikasi tube
ODtube (Dt) : 3/4 in
Jumlah tube : 1044 buah
Pitch (Pt) : 1 in triangular pitch
L : 12 ft
Pressure drop tube (∆PT) : 1,2179 psi

LC-72
LC.13 SILO NaOH (SL-301)
Fungsi : Tempat penyimpanan NaOH padat
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 968,8420 kg/jam = 0,968 ton/jam
Kapasitas perancangan : 7 hari

Menghitung Volume Silo NaOH


kg jam
Total massa bahan = 968,8420 × 7 hari ×24 hari
jam

= 162.765,4486 kg
Bulk density bahan = 2.130 kg/m3
162.765,4486 kg
Total volume bahan =
2.130 kg/m3

= 76,4157 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume Silo (Vt) = (1 + 0,2) × total volume bahan
= 1,2 × 76,4157 m3
= 91,6988 m3

Menghitung Diameter dan Tinggi Silo


Rasio tinggi silinder (Hs):diameter silinder (Ds) direncanakan sebesar 3:2.
Selanjutnya pada bagian konis, sudut yang digunakan (α) sebesar 45° dan diameter
bukaan (B) sebesar 0,4 m.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2s × Hs
3
= 8 πD3s

= 1,178 Ds3

0,5π (D - B) (D2 + DB + B2 )
Volume konis (Vc) =
12

0,5 × π(D - B) (D2 + DB + B2 )


=
12
= 0,131 (D3 – B3)

LC-73
Vtot = Vs + Vk
Vtot = 1,178 D3 + 0,131 (D3 – B3)
Vtot = 1,178 D3 + 0,131 D3 – 0,131 B3
Vtot = 1,308 D3 – 0,131 B3

3 3
D = √Vt + 0,131B
1,308

3
91,6988 m 3 + 0,131 (0,4 m)3
D =√
1,308

D = 4,1222 m

= 162,2912 in

D
r =
2
4,1222 m
=
2
= 2,0611 m
Sehingga, dapat dihitung tinggi total Silo sebagai berikut:
3
Tinggi shell (Hs) = D
2
= 6,1833 m
D-B
Tinggi konis (Hc) =
2 tan α
4,1222 m - 0,4 m
=
2 tan 45°
= 1,8611 m
Tinggi total (Htot) = Hs + Hc
= 6,1833 m + 1,8611 m
= 8,0444 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi NaOH di dalam
tangki sebagai berikut:
1
VNaOH = 4 πD2 HNaOH

LC-74
4VNaOH
HNaOH =
πD2
4 × 76,4157 m3
=
π×(4,1222 m)2
= 5,7258 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada silo sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm = 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × HNaOH
= 2.130 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 5,7258 m
= 119.520,2186 Pa
= 119,520 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 119,520 kPa)
= 265,0383 kPa
= 38,4406 psig

Menghitung Tebal Shell


Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade A. Nilai f untuk
material ini adalah 10.350 psi atau 71.360,766 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan silo digunakan nilai faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal shell dihitung sebagai
berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(265,0383 kPa)(2,0611 m)
= + 0,0005 m
(71.360,77 kPa)(0,85) - 0,6(265,0383 kPa)
= 0,0095 m
= 0,3752 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 7/16 in.

LC-75
Menghitung Tebal Konis
Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade A. Nilai f untuk
material ini adalah 10.350 psi atau 71.360,766 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan silo digunakan nilai faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal konis dihitung sebagai
berikut:
PD
ts = + Cc
2 cos ∝(f E - 0,6P)
(265,0383 kPa)(4,1222 m)
= + 0,0005 m
2 cos 45° ((71.360,77 kPa)(0,85) - 0,6(265,0383 kPa))

= 0,0128 m
= 0,5027 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 5/8 in.

Rangkuman Spesifikasi Silo NaOH:


Fungsi : Tempat penyimpanan NaOH padat
Tipe : Silinder tegak tutup datar atas dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade A
Jumlah : 1 unit
Volume Silo NaOH : 91,6988 m3
ID Shell : 4,1222 m
Tinggi shell : 6,1833 m
Tinggi konis : 1,8611 m
Tinggi total Silo : 8,0444 m
Diameter bukaan : 0,4 m
Tebal shell : 7/16 in
Tebal konis : 5/8 in

LC.14 SCREW CONVEYOR I (SC-301)


Fungsi : Memindahkan bahan dari silo NaOH solid ke tangki
pelarutan NaOH
Bentuk : Horizontal screw conveyor

LC-76
Kondisi operasi
Temperatur : 30C
Tekanan : 1 atm
Laju alir massa masuk : 968,8420 kg/jam = 0,968 ton/jam
Densitas NaOH : 2.130 kg/m3 = 132,973 lb/ft3
Faktor kelonggaran : 20 % (Peters dan Timmerhaus, 1991)
Kapasitas materi : (1 + 20%) × 968,8420 kg/jam
= 1.162,6103 kg/jam

Menghitung Laju Alir Volumetrik


F
Q =
ρ
1.162,6103 kg/jam
=
2.130 kg⁄m3
= 0,5458 m3/jam
= 19,2757 ft3/jam

Data Screw Conveyor I


Diameter : 6 in (Walas, 1990)
Kecepatan putaran maksimum (𝜔 max) : 60 rpm (Walas, 1990)
Kapasitas maksimum (Q max) : 45 ft3/jam (Walas, 1990)
Faktor S (hard iron) : 80 (Walas, 1990)
Horse power factor (f) :2 (Walas, 1990)

Daya Screw Conveyor I


Q × ωmax
Kecepatan putaran (ω) = (Walas, 1990)
Qmax

19,2757 ft3 ⁄jam × 60 rpm


=
45 ft3 ⁄jam

= 25,7009 rpm

Direncanakan jarak angkut:


L = 5 m = 16,404 ft
Daya screw conveyor = [(s × 𝜔) + (f × Q × ρ)] × L/106 (Walas, 1990)
= [(80 × 25,7009) + (2 × 19,2757 × 132,972)] × 16,404/106

LC-77
= 0,1178 hp
Efisiensi screw conveyor = 80%
0,1178 hp
Daya screw conveyor =
80%
= 0,1473 hp
Maka, digunakan motor 0,5 hp.

Kemiringan Screw Conveyor I


Berdasarkan total kapasitas materi masuk sebesar 0,968 ton/jam, maka dari
Tabel 5.5 (a) Walas (1990) diperoleh kemiringan screw conveyor yang digunakan
sebesar 30o dengan kapasitas maksimum 21,42 ton/jam.

Rangkuman Spesifikasi Screw Conveyor NaOH Solid


Fungsi : Memindahkan bahan dari silo NaOH solid ke tangki
pelarutan NaOH
Bentuk : Horizontal screw conveyor
Jumlah : 1 unit
Panjang :5m
Diameter screw : 6 in = 0,152 m
Kecepatan putaran : 25,7009 rpm
Kebutuhan daya : 0,336 hp

Pada pabrik ini, digunakan screw conveyor sebagai alat transportasi untuk
bahan yang berfasa solid, dikarenakan metode perhitungan yang digunakan untuk
mendesain keseluruhan alat screw conveyor adalah sama, maka pada Tabel LC.4
disajikan rangkuman spesifikasi seluruh screw conveyor yang digunakan.

Tabel LC.4 Rangkuman Spesifikasi Alat Screw Conveyor Keseluruhan


No. Nama Alat Spesifikasi
1 Screw Conveyor I Jumlah : 1 Unit
(SC-301) Laju alir massa : 968,8420 kg/jam
Panjang :5m
Diameter screw : 6 in
Kecepatan putaran : 25,7009 rpm
Daya : 1 hp

LC-78
2 Screw Conveyor II Jumlah : 1 Unit
(SC-401) Laju alir massa : 1.462,5413 kg/jam
Panjang : 10 m
Diameter screw : 6 in
Kecepatan putaran : 55,8370 rpm
Daya : 1 hp
3 Screw Conveyor III Jumlah : 1 Unit
(SC-402) Laju alir massa : 2.525,2525 kg/jam
Panjang : 10 m
Diameter screw : 6 in
Kecepatan putaran : 82,9253 rpm
Daya : 1 hp

LC.15 TANGKI PELARUTAN NaOH (TT-301)


Fungsi : Tempat pembuatan larutan NaOH 5%
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 18.989,3023 kg/jam = 18,989 ton/jam
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menghitung Volume Tangki Pelarutan NaOH


kg
Total massa campuran = 18.989,3023 × 1 jam
jam

= 18.989,3023 kg
Densitas campuran = 1.078,2315 kg/m3
18.989,3023 kg
Total volume campuran =
1.078,2315 kg/m3

= 17,6115 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume tangki (Vt) = (1 + 0,2) × total volume campuran
= 1,2 × 17,6115 m3
= 21,1338 m3

Menghitung Diameter Tangki Pelarutan NaOH


Karena pembuatan larutan NaOH 5% dilakukan pada tekanan atmosfer
(14,6959 psi), maka tangki yang akan dirancang berbentuk tangki vertikal dengan

LC-79
alas datar dan tutup torispherical dished Head. Tangki pelarutan ini menggunakan
sistem pengadukan standar dimana rasio Hs:D = 3:2.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs
3
= 8 πD3

= 1,178D3

Volume tutup (Vh) = 0,000049D3

Vtot = Vs + Vh
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3
Vtot = 1,177549D3

3 t V
D = √1,177549

3 21,1338 m3
= √
1,177549

= 2,6177 m
= 103,0606 in
D
r =
2
2,6177 m
=
2
= 1,3089 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi larutan di dalam
tangki pelarutan NaOH sebagai berikut:
1
Vlarutan = πD2 Hlarutan
4
4Vlarutan
Hlarutan =
πD2
4 × 17,6115 m3
=
π × (2,6177 m)2
= 3,2723 m

LC-80
Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain sebagai berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hlarutan
= 1.078,2315 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 3,2723 m
= 34.577,4143 Pa
= 34,577 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 34,577 kPa)
= 163,0826 kPa
= 23,6531 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished Head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 2,6177 m
2
= 3,9266 m
Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang
digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(163,0826 kPa)(1,3089 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(163,0826 kPa)

LC-81
= 0,0034 m
= 0,1332 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished Head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished Head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan
perhitungan diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 103,0606 in + 2 × 3/16 in
= 103,4356 in ≈ 108 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 108 in dan ts standar = 3/16 in,
maka diperoleh nilai rc = 102 in dan icr = 61/8 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat
dihitung sebagai berikut:
a = 51,5303 in

BC = rc – icr
= 102 in – 61/8 in
= 95,8750 in

AB = a - icr
= 51,5303 in – 61/8 in
= 45,4053 in

AC = √BC2 - AB2

= √(95,8750 in)2 - (45,4053 in)2

= 84,4415 in

b = rc – AC
=102 in – 84,4415 in
= 17,5585 in

LC-82
Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal Head dapat dihitung sebagai
berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(23,6531 psi)(63/8 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(23,6531 psi)

= 0,0316 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi
tutup dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 + 17,5585 + 2
= 19,7460 in
= 0,5015 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total tangki pelarutan NaOH adalah sebagai
berikut:
Ht = Hs + OA
= 3,9266 m + 0,5015 m
= 4,4282 m

Perancangan Sistem Pengaduk


Jenis pengaduk yang digunakan adalah three blade propeller dengan 4 buah
sekat. Rancangan sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Gambar LC.3,
sedangkan rasio geometrik sistem Tabel 9, Buku Kern (1965) pengadukan standar
ditunjukkan pada Persamaan LC.24 sampai LC.28. Maka, diperoleh dimensi sistem
pengadukan sebagai berikut:

LC-83
1 1
Da = 3 Dt = × 2,6177 m = 0,8726 m
3
1 1
E = 3 Dt = × 2,6177 m = 0,8726 m
3
1 1
W = 5 Da = × 0,8726 m = 0,1745 m
5
1 1
J = D = × 0,8726 m = 0,2181 m
12 t 12
1 1
L = 4 Da = × 0,8726 m = 0,2181 m
4

Kecepatan pengadukan (N) diasumsikan sebesar 60 rpm atau 1 rps. Nilai


viskositas larutan NaOH % adalah 0,0014 kg/m.s (Yaws, 1999). Selanjutnya
menentukan bilangan Reynold untuk proses pencampuran ini menggunakan
Persamaan LC.29.
Maka, bilangan Reynold dapat dihitung sebagai berikut:
(0,8726 m)2 × 1 × 1.078,2315 kg/m3
Nre =
0,0014 kg/m.s

= 586.400,2701

Karena Nre>10.000, maka aliran yang terbentuk adalah aliran turbulen.


Selanjutnya adalah menentukan daya yang dibutuhkan menggunakan Persamaan
LC.30. Berdasarkan pembacaan Gambar LC.4 diperoleh nilai Np = 0,9. Maka, daya
yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
P = Np × ρ × N3 × Da5
= 0,9 × kg/m3 × 13 × (0,8726 m)5
= 490,8852 W
= 0,6583 hp

Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya


aktual pengaduk dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
0,6583 hp
=
0,8
= 0,8229 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 1 hp.

LC-84
Rangkuman Spesifikasi Tangki Pelarutan NaOH
Fungsi : Tempat pembuatan larutan NaOH 5%
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 2,6177 m
Tinggi shell : 3,9266 m
Tinggi tutup : 0,5015 m
Tinggi total tangki : 4,4282 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 0,8726 m
Jarak pengaduk : 0,8726 m
Lebar blade : 0,1745 m
Lebar sekat : 0,2181 m
Panjang blade : 0,2181 m
Daya motor : 1 hp

LC.16 REAKTOR PELARUTAN LIGNIN (R-301)


Fungsi : Tempat pelarutan lignin
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 37.978,6047 kg/jam = 37,978 ton/jam
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menghitung Volume Reaktor Pelarutan Lignin


kg
Total massa campuran = 37.978,6047 × 1 jam
jam

= 37.978,6047 kg
Densitas campuran = 957,9639 kg/m3

LC-85
37.978,6047 kg
Total volume campuran =
957,9639 kg/m3

= 39,6451 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume tangki (Vt) = (1 + 0,2) × total volume campuran
= 1,2 × 39,6451 m3
= 47,5742 m3

Menghitung Diameter Reaktor Pelarutan Lignin


Karena proses pelarutan lignin dilakukan pada tekanan atmosfer (14,6959
psi), maka tangki yang akan dirancang berbentuk tangki vertikal dengan alas datar
dan tutup torispherical dished Head. Reaktor pelarutan lignin ini menggunakan
sistem pengadukan standar dimana rasio Hs:D = 3:2.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs
3
= 8 πD3

= 1,178D3

Volume tutup (Vh) = 0,000049D3

Volume konis (Vc) = 0,131 (D3 – B3)

Vtot = Vs + Vh + Vc
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3 + 0,131 (D3 – B3)
Vtot = 1,308382D3 – 0,131B3

3 3
D = √Vt + 0,131B
1,308383

3 3
= √47,5742 + 0,131×0,4
1,308383

= 3,3122 m
= 130,4007 in

D
r =
2

LC-86
3,3122 m
=
2
= 1,6561 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi larutan di dalam
reaktor pelarutan lignin sebagai berikut:
1
Vcampuran = 4 πD2 Hcampuran
4Vcamuran
Hcampuran =
πD2
4×39,6451 m3
=
π×(3,3122 m)2

= 4,6012 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,325 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hcampuran
= 968,5904 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 4,6012 m
= 43.196,5149 Pa
= 43,196 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,325 kPa + 43,196 kPa)
= 173,4256 kPa
= 25,1532 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished Head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2

LC-87
3
= × 3,3122 m
2
= 4,9683 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(173,4256 kPa)(1,6561 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(173,4256 kPa)
= 0,0044 m
= 0,1724 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 1/4 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished Head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished Head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan
perhitungan diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 130,4007 in + 2(1/4 in)
= 130,9007 in ≈ 132 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 132 in dan ts standar = 1/4 in, maka
diperoleh nilai rc = 130 in dan icr = 8 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 65,2003 in

BC = rc – icr
= 130 in – 8 in

LC-88
= 122 in

AB = a - icr
= 65,2003 in – 8 in
= 57,2003 in

AC = √BC2 - AB2

= √(122 in)2 - (65,2003 in)2

= 107,7596 in

b = rc – AC
= 130 in – 107,7596 in
= 22,2404 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal Head dapat dihitung sebagai
berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(25,1532 psi)(8 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(25,1532 psi)

= 0,0363 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi
tutup dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 + 22,2404 + 2
= 24,4279 in
= 0,6205 m

LC-89
Menghitung Dimensi Konis
Penentuan tebal konis dilakukan menggunakan Persamaan LC.15
berdasarkan Persamaan 13.16-1, Buku Brownell and Young. Material yang
digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal konis dapat dihitung sebagai berikut:
PD
tc = + Cc
2 cos ∝(f E - 0,6P)
(173,4256 kPa)(3,3122 m)
= + 0,0005 m
2 cos 45° ((87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(173,4256 kPa))
= 0,0060 m
= 0,2357 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/8 in.

Selanjutnya pada bagian konis, sudut yang digunakan (α) sebesar 45° dan
diameter bukaan (B) sebesar 0,4 m.
D-B
Tinggi konis (Hc) =
2 tan α
3,3122 m - 0,4 m
=
2 tan 45°
= 1,4516 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total reaktor pelarutan lignin adalah sebagai
berikut:
Ht = Hs + OA + Hc
= 3,3122 m + 0,6205 m + 1,4516 m
= 7,0448 m

Perancangan Sistem Pengaduk


Jenis pengaduk yang digunakan adalah three blade propeller dengan 4 buah
sekat. Rancangan sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Gambar LC.3,
sedangkan rasio geometrik sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Persamaan
LC.24 sampai LC.28. Maka, diperoleh dimensi sistem pengadukan sebagai berikut:

LC-90
1 1
Da = 3 Dt = × 3,3122 m = 1,1041 m
3
1 1
E = 3 Dt = × 3,3122 m = 1,1041 m
3
1 1
W = 5 Da = × 1,1041 m = 0,2760 m
5
1 1
J = D = × 3,3122 m = 0,2760 m
12 t 12
1 1
L = 4 Da = × 1,1041 m = 0,2760 m
4

Kecepatan pengadukan (N) diasumsikan sebesar 60 rpm atau 1 rps. Nilai


viskositas campuran adalah 5,66 cP (0,0566 kg/m.s). Selanjutnya menentukan
bilangan Reynold untuk proses pencampuran ini menggunakan Persamaan LC.29.
Maka, bilangan Reynold dapat dihitung sebagai berikut:
(1,1041 m)2 × 1 × 957,9639 kg/m3
Nre =
0,0566 kg/m.s

= 20.610,8015

Karena Nre>2.100, maka aliran yang terbentuk adalah aliran turbulen.


Selanjutnya adalah menentukan daya yang dibutuhkan menggunakan Persamaan
LC.30. Nilai Np dapat ditentukan berdasarkan grafik korelasi jenis pengaduk
terhadap bilangan daya (Gambar LC.4). Karena jenis pengaduk yang digunakan
adalah three blade propeller, maka dipilih kurva 4 sebagai acuan. Berdasarkan
pembacaan Gambar LC.4 diperoleh nilai Np = 0,9. Maka, daya yang dibutuhkan
adalah sebagai berikut:
P = Np × ρ × N3 × Da5
= 0,9 × 957,9639 kg/m3 × 13 × (1,1041 m)5
= 1.571,4809 W
= 2,1074 hp

Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya


aktual pengaduk dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
2,1074 hp
=
0,8
= 2,6342 hp

LC-91
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 1 hp.

Rangkuman Spesifikasi Reaktor Pelarutan Lignin


Fungsi : Tempat pelarutan lignin
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 3,3122
Tinggi shell : 4,9683 m
Tinggi tutup : 0,6205 m
Tinggi konis : 1,4561 m
Tinggi total tangki : 7,0448 m
Tebal shell : 1/4 in
Tebal tutup : 3/16 in
Tebal konis : 3/8 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 1,1041 m
Jarak pengaduk : 1,1041 m
Lebar blade : 0,2208 m
Lebar sekat : 0,2760 m
Panjang blade : 0,2760 m
Daya motor : 3 hp

LC.17 FILTER PRESS (FP-301)


Fungsi : Memisahkan lignin dari cake hasil proses pelarutan lignin
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 37.978,6047 kg/jam = 37,978 ton/jam
Kapasitas perancangan : 1 jam

LC-92
Menghitung Volume Cake dan Filtrat
Direncanakan luas penyaringan efektif filter press adalah untuk waktu proses
selama 1 jam, dengan:
Jumlah umpan yang harus ditangani = 37.978,6047 kg/jam

Laju filtrat dari umpan = 34.050,3546 kg/jam


Densitas filtrat dari umpan = 1.028,3264 kg/m3
37.978,6047
Volume filtrat hasil penyaringan (V) =
1.028,3264
= 33,1124 m3

Laju cake pada filter press = 3.928,2501 kg/jam


Densitas cake pada filter press = 1.565,8431 kg/m3
3.928,2501
Volume cake pada filter press (Vs) =
1.565,8431
= 2,5087 m3

Menghitung Porositas Cake


1
Ɛ =
Vs
1
=
2,5087 m3
= 0,3986

Menghitung Massa Cake dalam Umpan


Laju alir cake
Fraksi massa cake dalam umpan (x) =
Laju alir umpan
3.928,2501 kg/jam
=
34.050,3546 kg/jam
= 0,1034

Menghitung Luas Area Penyaring Efektif


Luas area penyaring efektif dihitung menggunakan Persamaan LC.32
(Brown, 1978).
(𝑉+𝜀𝐿𝐴) 𝜌𝑥/(1−𝑥)
(1 – Ɛ) L A ρs = (LC.32)
1−𝑥

Dimana,

LC-93
L = Tebal cake pada frame (m)
A = Luas penyaring efektif (m2)
Ɛ = Porositas cake
ρs = Densitas cake (kg/m3)
ρ = Densitas filtrat (kg/m3)
x = Fraksi massa cake dalam umpan
V = Volume filtrat hasil penyaringan (m3)

Asumsi : Tebal cake (L) = 10 cm = 0,1 m

Sehingga,
(33,1124+0,3986 × 0,1A) 1.028,32 ×0,1034/(1-0,1034)
(1 – 0,3986) 0,1A × 1.565,84 =
1-0,1034
A = 43,9209 m2

Menghitung Jumlah Plate and Frame


Jika direncanakan setiap plate mempunyai luas sebesar 0,5 m2, maka jumlah
plate dan frame yang dibutuhkan adalah:
A
Jumlah Plate (n) =
0,5
43,9209
=
0,5
= 87,8418 buah
= 88 buah
Jumlah Frame =n+1
= 88 + 1
= 89 buah

Rangkuman Spesifikasi Filter Press:


Fungsi : Memisahkan lignin dari cake hasil proses pelarutan lignin
Tipe : Plate and frame filter press
Jumlah : 2 unit
Laju alir massa umpan : 37.978,6047 kg/jam
Laju alir massa cake : 3.928,2501 kg/jam
Laju alir massa filtrat : 34.050,3546 kg/jam

LC-94
Waktu tinggal : 1 jam
Luas penyaringan efektif : 43,9209 m2
Jumlah plate : 88 buah
Jumlah frame : 89 buah

LC.18 TANGKI PENYIMPANAN PULP (TT-304)


Fungsi : Tempat penyimpanan pulp hasil pemisahan pada filter press
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 3.928,2501 kg/jam = 3,928 ton/jam
Kapasitas perancangan : 3 hari

Menghitung Volume Tangki Penyimpanan Pulp


kg jam
Total massa bahan = 3.928,2501 × 3 hari ×24 hari
jam

= 282.834,0037 kg
Bulk density bahan = 1.565,8431 kg/m3
282.834,0037 kg
Total volume bahan =
1.565,8431 kg/m3

= 180,6273 m3
Tangki didesain sebanyak 3 unit. Sehingga,
180,6273 𝑚3
Volume silo awal =
3

= 60,2091 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume Silo (Vt) = (1 + 0,2) × total volume bahan
= 1,2 × 60,2091 m3
= 72,2509 m3

Menghitung Diameter dan Tinggi Silo


Rasio tinggi silinder (Hs):diameter silinder (Ds) direncanakan sebesar 3:2.
Selanjutnya pada bagian konis, sudut yang digunakan (α) sebesar 45° dan diameter
bukaan (B) sebesar 0,4 m.

LC-95
π
Volume shell (Vs) = 4 D2s × Hs
3
= 8 πD3s

= 1,178 Ds3

0,5π (D - B) (D2 + DB + B2 )
Volume konis (Vc) =
12
0,5 × π(D - B) (D2 + DB + B2 )
=
12
= 0,131 (D3 – B3)

Vtot = Vs + Vk
Vtot = 1,178 D3 + 0,131 (D3 – B3)
Vtot = 1,178 D3 + 0,131 D3 – 0,131 B3
Vtot = 1,308 D3 – 0,131 B3

3 3
D = √Vt + 0,131B
1,308

3
72,2509 m 3 + 0,131 (0,4 m)3
D =√
1,308

D = 3,8076 m

D
r =
2
3,8076 m
=
2
= 1,9038 m

Sehingga, dapat dihitung tinggi shell dan tinggi konis sebagai berikut:
3
Tinggi shell (Hs) = D
2
= 5,7114 m
D-B
Tinggi konis (Hc) =
2 tan α
3,8076 m - 0,4 m
=
2 tan 45°

LC-96
= 1,7038 m
Tinggi total (Htot) = Hs + Hc
= 5,7114 m + 1,7038 m
= 7,4152 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi pulp di dalam
tangki sebagai berikut:
1
Vpulp = 4 πD2 Hpulp
4Vpulp
Hpulp =
πD2
4 × 60,2091 m3
=
π×(3,8076 m)2
= 5,2877 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada tangki sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm = 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hpulp
= 1.565,8431 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 5,2877 m
= 81.141,5258 Pa
= 81,141 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 0,2) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 81,141 kPa)
= 218,9838 kPa
= 31,7610 psig

Menghitung Tebal Shell


Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade A. Nilai f untuk
material ini adalah 10.350 psi atau 71.360,766 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan silo digunakan nilai faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal shell dihitung sebagai
berikut:

LC-97
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(218,9838 kPa)(1,9038 m)
= + 0,0005 m
(71.360,77 kPa)(0,85) - 0,6(218,9838 kPa)
= 0,0074 m
= 0,2909 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 5/16 in.

Menghitung Tebal Konis


Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade A. Nilai f untuk
material ini adalah 10.350 psi atau 71.360,766 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan silo digunakan nilai faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal konis dihitung sebagai
berikut:
PD
ts = + Cc
2 cos ∝(f E - 0,6P)
(218,9838 kPa)(3,8076 m)
= + 0,0005 m
2 cos 45° ((71.360,77 kPa)(0,85) - 0,6(218,9838 kPa))

= 0,0087 m
= 0,3835 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 7/16 in.

Rangkuman Spesifikasi Tangki Penyimpanan Pulp:


Fungsi : Tempat penyimpanan pulp hasil pemisahan pada filter press
Tipe : Silinder tegak tutup datar atas dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade A
Jumlah : 3 unit
Volume Tangki : 72,2509 m3
ID Shell : 3,8076 m
Tinggi shell : 5,7114 m
Tinggi konis : 1,7038 m
Tinggi total Silo : 7,4152 m
Diameter bukaan : 0,4 m

LC-98
Tebal shell : 5/16 in
Tebal konis : 7/16 in

LC.19 TANGKI PENYIMPANAN H2SO4 (TT-302)


Fungsi : Menyimpan pelarut H2SO4
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 1.042,3578 kg/jam = 1,042 ton/jam
Kapasitas perancangan : 5 hari

Menghitung Volume Tangki Penyimpanan


kg 24 jam
Total massa metanol = 1.042,3578 × × 5 hari
jam 1 hari

= 125.082,9353 kg
Densitas metanol = 1.830 kg/m3
125.082,9353 kg
Total volume metanol =
1.830 kg/m3

= 68,3513 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume tangki (Vt) = (1 + 0,2) × total volume bahan
= 1,2 × 68,3513 m3
= 82,0216 m3

Menghitung Diameter Tangki Penyimpanan H2SO4


Karena penyimpanan H2SO4 dilakukan pada tekanan 1 atm (14,6959 psi),
maka tangki penyimpanan yang dirancang adalah tangki vertikal dengan alas datar
dan tutup torispherical dished Head. Direncanakan rasio tinggi shell:diameter tangki
(Hs:D) = 3:2.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs
3
= 8 πD3

= 1,178D3

Volume tutup (Vh) = 0,000049D3

LC-99
Vtot = Vs + Vh
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3
Vtot = 1,177549D3

3 t V
D = √1,177549

3 82,0216 m3
= √
1,177549

= 4,1138 m
= 161,9607 in
D
r =
2
4,1138 m
=
2
= 2,0569 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi H2SO4 di dalam
tangki sebagai berikut:
1
Vlarutan = 4 πD2 Hlarutan
4Vlarutan
Hlarutan =
πD2
4 × 68,3513 m3
=
π × (4,1138 m)2
= 5,1425 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada tangki penyimpanan


H2SO4 sebagai berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm = 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hlarutan
= 1.830 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 5,1425 m
= 92.224,9115 Pa
= 92,224 kPa
Faktor keamanan = 20%

LC-100
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 92,224 kPa)
= 232,2598 kPa
= 33,6864 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished Head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 4,1138 m
2
= 6,1707 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah stainless steel SA-240 316. Nilai f untuk material ini adalah 14.168
psi atau 97.684,960 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang digunakan
sebesar 0,80. Faktor korosi untuk stainless steel adalah 0,125 in/tahun atau 0,0032
m/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi
sebesar 3,2 mm/tahun (0,0032 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(232,2598 kPa)(2,0569 m)
= + 0,0032 m
(97.684,960 kPa)(0,80) - 0,6(232,2598 kPa)
= 0,0093 m
= 0,3671 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/8 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished Head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished Head dilakukan menggunakan

LC-101
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan
perhitungan diameter luar Head sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 161,9607 in + 2 (3/8) in
= 162,7107 in ≈ 168 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 168 in dan ts standar = 3/8 in, maka
diperoleh nilai rc = 144 in dan icr = 101/8 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 80,9803 in

BC = rc – icr
= 144 in – 101/8 in
= 133,8750 in

AB = a - icr
= 80,9803 in – 101/8 in
= 70,8553 in

AC = √BC2 - AB2

= √(133,8750 in)2 - (70,8553 in)2

= 113,5871 in

b = rc – AC
= 144 in – 113,5871 in
= 30,4129 in

Material yang digunakan adalah stainless steel SA-240 316. Nilai f untuk
material ini adalah 14.168 psi atau 97.684,960 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,80. Faktor korosi untuk stainless steel adalah 0,125
in/tahun atau 0,0032 m/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini
digunakan faktor korosi sebesar 3,2 mm/tahun (0,0032 m/tahun). Tebal Head dapat
dihitung sebagai berikut:

LC-102
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(33,6864 psi)(101/8 in)
= + 0,126 in
(14.168 psi)(0,80) - 0,1(33,6864 psi)

= 0,1526 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell
dan Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. Maka,
tinggi tutup dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 in + 30,4129 in + 2 in
= 32,6004 in
= 0,8280 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total tangki penyimpanan H2SO4 adalah sebagai
berikut:
Ht = Hs + OA
= 6,1707 m + 0,8280 m
= 6,9987 m

Rangkuman Spesifikasi Tangki Penyimpanan H2SO4


Fungsi : Menyimpan pelarut H2SO4
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Stainless steel SA-240 316
Jumlah : 1 unit
ID Shell : 4,1138 m
Tinggi shell : 6,1707 m
Tinggi tutup : 0,8280 m
Tinggi total tangki : 6,9987 m
Tebal shell : 5/16 in
Tebal tutup : 3/16 in

LC-103
LC.20 TANGKI PELARUTAN H2SO4 (TT-303)
Fungsi : Tempat pembuatan larutan H2SO4 20%
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 5.107,5532 kg/jam = 5,107 ton/jam
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menghitung Volume Tangki Pelarutan H2SO4


kg
Total massa campuran = 5.107,5532 × 1 jam
jam

= 5.107,5532 kg
Densitas campuran = 1.184,3002 kg/m3
5.107,5532 kg
Total volume campuran =
1.184,3002 kg/m3

= 4,3127 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume tangki (Vt) = (1 + 0,2) × total volume campuran
= 1,2 × 4,3127 m3
= 5,1753 m3

Menghitung Diameter Tangki Pelarutan H2SO4


Karena pembuatan larutan H2SO4 20% dilakukan pada tekanan atmosfer
(14,6959 psi), maka tangki yang akan dirancang berbentuk tangki vertikal dengan
alas datar dan tutup torispherical dished Head. Tangki pelarutan ini menggunakan
sistem pengadukan standar dimana rasio Hs:D = 3:2.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs
3
= 8 πD3

= 1,178D3

Volume tutup (Vh) = 0,000049D3

Vtot = Vs + Vh
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3
Vtot = 1,177549D3

LC-104
3 t V
D = √1,177549

3 5,1753 m3
= √
1,177549

= 1,6377 m
= 64,4779 in
D
r =
2
1,6377 m
=
2
= 0,8189 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi larutan di dalam
tangki pelarutan H2SO4 sebagai berikut:
1
Vlarutan = 4 πD2 Hlarutan
4Vlarutan
Hlarutan =
πD2
4 × 4,3127 m3
=
π × (1,6377 m)2
= 2,0473 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hlarutan
= 1.184,3002 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 2,0473 m
= 23.760,7605 Pa
= 23,760 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 23,760 kPa)
= 150,1026 kPa

LC-105
= 231,7705 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished Head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 1,6377 m
2
= 2,4566 m
Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang
digunakan adalah stainless steel SA-240 316. Nilai f untuk material ini adalah 14.168
psi atau 97.684,960 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang digunakan
sebesar 0,80. Faktor korosi untuk stainless steel adalah 0,125 in/tahun atau 0,0032
m/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi
sebesar 3,2 mm/tahun (0,0032 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(150,1026 kPa)(0,8189 m)
= + 0,0032 m
(97.684,960 kPa)(0,85) - 0,6(150,1026 kPa)

= 0,0048 m
= 0,1880 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 1/4 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished Head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished Head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan
perhitungan diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 64,4779 in + 2 × 1/4 in

LC-106
= 64,9779 in ≈ 66 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 66 in dan ts standar = 3/16 in, maka
diperoleh nilai rc = 66 in dan icr = 4 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 32,2390 in

BC = rc – icr
= 66 in – 4 in
= 62 in

AB = a - icr
= 32,2390 in – 4 in
= 28,2390 in

AC = √BC2 - AB2

= √(62 in)2 - (28,2390 in)2

= 55,1957 in

b = rc – AC
= 66 in – 55,1957 in
= 10,8043 in

Material yang digunakan adalah stainless steel SA-240 316. Nilai f untuk
material ini adalah 14.168 psi atau 97.684,960 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,80. Faktor korosi untuk stainless steel adalah 0,125
in/tahun atau 0,0032 m/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini
digunakan faktor korosi sebesar 3,2 mm/tahun (0,0032 m/tahun). Tebal Head dapat
dihitung sebagai berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(21,7705 psi)(4 in)
= + 0,126 in
(14.168 psi)(0,80) - 0,1(21,7705 psi)
= 0,1328 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

LC-107
Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi
tutup dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 + 10,8043 + 2
= 12,9918 in
= 0,3300 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total tangki pelarutan H2SO4 adalah sebagai
berikut:
Ht = Hs + OA
= 2,4566 m + 0,3300 m
= 2,7866 m

Perancangan Sistem Pengaduk


Jenis pengaduk yang digunakan adalah three blade propeller dengan 4 buah
sekat. Rancangan sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Gambar LC.3,
sedangkan rasio geometrik sistem Tabel 9, Buku Kern (1965) pengadukan standar
ditunjukkan pada Persamaan LC.24 sampai LC.28.
Maka, diperoleh dimensi sistem pengadukan sebagai berikut:
1 1
Da = 3 Dt = × 1,6377 m = 0,5459 m
3
1 1
E = 3 Dt = × 1,6377 m = 0,5459 m
3
1 1
W = 5 Da = × 0,5459 m = 0,1092 m
5
1 1
J = Dt = × 1,6377 m = 0,1365 m
12 12
1 1
L = 4 Da = × 0,5459 m = 0,1365 m
4

Kecepatan pengadukan (N) diasumsikan sebesar 60 rpm atau 1 rps. Nilai


viskositas larutan H2SO4 20% adalah 0,0118 kg/m.s (Yaws, 1999). Selanjutnya
menentukan bilangan Reynold untuk proses pencampuran ini menggunakan
Persamaan LC.29.
Maka, bilangan Reynold dapat dihitung sebagai berikut:

LC-108
(0,5459 m)2 × 1 × 1.184,3002 kg/m3
Nre =
0,0011 kg/m.s
= 29.758,6528

Karena Nre>10.000, maka aliran yang terbentuk adalah aliran turbulen.


Selanjutnya adalah menentukan daya yang dibutuhkan menggunakan Persamaan
LC.30. Berdasarkan pembacaan Gambar LC.4 diperoleh nilai Np = 0,9. Maka, daya
yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
P = Np × ρ × N3 × Da5
= 0,9 × kg/m3 × 13 × (0,5459 m)5
= 51,6797 W
= 0,0693 hp

Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya


aktual pengaduk dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
0,0693 hp
=
0,8
= 0,0866 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 0,1 hp.

Rangkuman Spesifikasi Tangki Pelarutan H2SO4


Fungsi : Tempat pembuatan larutan H2SO4 25%
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Stainless Steel SA-240 316
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 1,6377 m
Tinggi shell : 2,4566 m
Tinggi tutup : 0,3300 m
Tinggi total tangki : 2,7866 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in

LC-109
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 0,5459 m
Jarak pengaduk : 0,5459 m
Lebar blade : 0,1092 m
Lebar sekat : 0,1365 m
Panjang blade : 0,1365 m
Daya motor : 1 hp

LC.21 REAKTOR PENGENDAPAN LIGNIN (R-302)


Fungsi : Tempat mengendapkan lignin
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 39.157,9078 kg/jam = 39,157 ton/jam
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menghitung Volume Reaktor Pelarutan Lignin


kg
Total massa campuran = 39.157,9078 × 1 jam
jam

= 39.157,9078 kg
Densitas campuran = 1.048,6708 kg/m3
39.157,9078 kg
Total volume campuran =
1.048,6708 kg/m3
= 37,3405 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume tangki (Vt) = (1 + 0,2) × total volume campuran
= 1,2 × 37,3405 m3
= 44,8086 m3

Menghitung Diameter Reaktor Pengendapan Lignin


Karena proses pelarutan lignin dilakukan pada tekanan 1 atm (14,6959 psi),
maka tangki yang akan dirancang berbentuk tangki vertikal dengan alas datar dan
tutup torispherical dished Head. Reaktor pengendapan lignin ini menggunakan
sistem pengadukan standar dimana rasio Hs:D = 3:2.

LC-110
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs
3
= 8 πD3

= 1,178D3

Volume tutup (Vh) = 0,000049D3

Volume konis (Vc) = 0,131 (D3 – B3)

Vtot = Vs + Vh + Vc
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3 + 0,131 (D3 – B3)
Vtot = 1,308382D3 – 0,131B3

3 Vt + 0,131B3
D = √
1,308383

3 3
= √44,8086 + 0,131×0,4
1,308383

= 3,2471 m
D
r =
2
3,2471 m
=
2
= 1,6236 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi larutan di dalam
reaktor pengendapan lignin sebagai berikut:
1
Vcampuran = 4 πD2 Hcampuran
4Vcamuran
Hcampuran =
πD2
4×37,3405 m3
=
π×(3,2471 m)2
= 4,0589 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm

LC-111
= 101,325 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hcampuran
= 1.048,6708 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 4,0589 m
= 41.712,9801 Pa
= 41,712 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,325 kPa + 41,712 kPa)
= 143,0378 kPa
= 20,7459 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished Head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 3,2471 m
2
= 4,8707 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(143,0378 kPa)(1,6236 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(143,0378 kPa)
= 0,0036 m
= 0,1432 in

LC-112
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished Head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished Head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan
perhitungan diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 127,8387 in + 2(3/16 in)
= 128,2137 in ≈ 132 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 132 in dan ts standar = 1/4 in, maka
diperoleh nilai rc = 130 in dan icr = 8 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 63,9194 in

BC = rc – icr
= 130 in – 8 in
= 122 in

AB = a - icr
= 63,9194 in – 8 in
= 55,9194 in

AC = √BC2 - AB2

= √(122 in)2 - (55,9194 in)2

= 108,4298 in

b = rc – AC
= 130 in – 108,4298 in
= 21,5702 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-

LC-113
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal Head dapat dihitung sebagai
berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(20,7459 psi)(8 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(20,7459 psi)
= 0,0333 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.
Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi
tutup dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 + 21,5702 + 2
= 23,7577 in
= 0,6034 m

Menghitung Dimensi Konis


Penentuan tebal konis dilakukan menggunakan Persamaan LC.15
berdasarkan Persamaan 13.16-1, Buku Brownell and Young. Material yang
digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal konis dapat dihitung sebagai berikut:
PD
tc = + Cc
2 cos ∝(f E - 0,6P)
(143,0378 kPa)(3,2471 m)
= + 0,0005 m
2 cos 45° ((87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(143,0378 kPa))
= 0,0049 m
= 0,1943 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 1/4 in.

LC-114
Selanjutnya pada bagian konis, sudut yang digunakan (α) sebesar 45° dan
diameter bukaan (B) sebesar 0,4 m.
D-B
Tinggi konis (Hc) =
2 tan α
3,2471 m - 0,4 m
=
2 tan 45°
= 1,4236 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total reaktor pelarutan lginin adalah sebagai
berikut:
Ht = Hs + OA + Hc
= 3,2471 m + 0,6034 m + 1,4236 m
= 6,8976 m

Perancangan Sistem Pengaduk


Jenis pengaduk yang digunakan adalah three blade propeller dengan 4 buah
sekat. Rancangan sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Gambar LC.3,
sedangkan rasio geometrik sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Persamaan
LC.24 sampai LC.28. Maka, diperoleh dimensi sistem pengadukan sebagai berikut:
1 1
Da = 3 Dt = × 3,2471 m = 1,0824 m
3
1 1
E = 3 Dt = × 3,2471 m = 1,0824 m
3
1 1
W = 5 Da = × 1,0824 m = 0,2165 m
5
1 1
J = Dt = × 3,2471 m = 0,2706 m
12 12
1 1
L = 4 Da = × 1,0824 m = 0,2706 m
4

Kecepatan pengadukan (N) diasumsikan sebesar 60 rpm atau 1 rps. Nilai


viskositas campuran adalah 1,49 cP (0,0149 kg/m.s). Selanjutnya menentukan
bilangan Reynold untuk proses pencampuran ini menggunakan Persamaan LC.29.
Maka, bilangan Reynold dapat dihitung sebagai berikut:
(1,0824 m)2 × 1 × 1.048,6708 kg/m3
Nre =
0,0149 kg/m.s

= 82.226,4705

LC-115
Karena Nre>2.100, maka aliran yang terbentuk adalah aliran turbulen.
Selanjutnya adalah menentukan daya yang dibutuhkan menggunakan Persamaan
LC.30. Nilai Np dapat ditentukan berdasarkan grafik korelasi jenis pengaduk
terhadap bilangan daya (Gambar LC.4). Karena jenis pengaduk yang digunakan
adalah three blade propeller, maka dipilih kurva 4 sebagai acuan. Berdasarkan
pembacaan Gambar LC.4 diperoleh nilai Np = 0,9. Maka, daya yang dibutuhkan
adalah sebagai berikut:
P = Np × ρ × N3 × Da5
= 0,9 × 1.048,6708 kg/m3 × 13 × (1,0824 m)5
= 1.402,0231 W
= 1,8801 hp

Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya


aktual pengaduk dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
1,8801 hp
=
0,8
= 2,3502 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 2,5 hp.

Rangkuman Spesifikasi Reaktor Pengendapan Lignin


Fungsi : Tempat mengendapkan lignin
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 3,2471 m
Tinggi shell : 4,8707 m
Tinggi tutup : 0,6034 m
Tinggi konis : 1,4236 m
Tinggi total tangki : 6,8976 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in

LC-116
Tebal konis : 1/4 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 1,0824 m
Jarak pengaduk : 1,0824 m
Lebar blade : 0,2165 m
Lebar sekat : 0,2706 m
Panjang blade : 0,2706 m
Daya motor : 3 hp

LC.22 DECANTER (D-301)


Fungsi : Alat untuk memisahkan padatan lignin dari filtrat
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 39.157,9078 kg/jam = 39,157 ton/jam
Kapasitas perancangan : 1 jam (1 batch)

Menghitung Volume Decanter


kg
Total massa campuran = 39.157,9078 ×1 jam
jam

= 39.157,9078 kg
Densitas campuran = 1.048,6708 kg/m3
= 65,4664 lb/ft3
39.157,9078 kg
Total volume campuran =
1.048,6708 kg/m3

= 37,3405 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume tangki (Vt) = (1 + 0,2) × total volume campuran
= 1,2 × 37,3405 m3
= 44,8086 m3

Menghitung Diameter Decanter


Karena proses dilakukan pada tekanan <15 atm maka tangki yang akan
dirancang berbentuk tangki horizontal dengan alas konis dan tutup torispherical

LC-117
dished Head. Decanter ini menggunakan sistem pengadukan standar dimana rasio
Ls:D = 3:1.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Ls
π
= 4 3D3

= 2,3562 D3

Volume tutup (Vh) = 0,000049D3

Volume konis (Vc) = 0,131 (D3 – B3)

Vtot = Vs + Vh + Vc
Vtot = 2,3562 D3 + 0,000049D3 + 0,131 (D3 – B3)
Vtot = 2,4871 D3 – 0,131B3

3 Vt +0,131B3
D = √
2,4871

3 3
= √44,8086 + 0,131 × 0,4
2,4871

= 2,6217 m
= 103,2160 in
D
r =
2
2,6217 m
=
2
= 1,3108 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi larutan di dalam
decanter sebagai berikut:
1
VCampuran = 4 πD2 HCampuran
4VCampuran
HCampuran =
πD2
4×37,3405 m3
=
π×(2,6217 m)2

LC-118
= 6,9172 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hcampuran
= 1.048,6708 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 6,9172 m
= 71.087,6857 Pa
= 71,087 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 71,087 kPa)
= 206,8951 kPa
= 30,0076 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished Head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Panjang shell dapat dihitung sebagai berikut:
Ls =3×D
= 3 × 2,6217 m
= 7,8651 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(206,8951 kPa)(1,3108 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(206,8951 kPa)

LC-119
= 0,0042 m
= 0,1640 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished Head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished Head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan
perhitungan diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 103,2160 in + 2(3/16 in)
= 103,5910 in ≈ 108 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 108 in dan ts standar = 3/16 in,
maka diperoleh nilai rc = 102 in dan icr = 6 1/2 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat
dihitung sebagai berikut:
a = 51,6080 in

BC = rc – icr
= 102 in – 6 1/2 in
= 95,5 in

AB = a - icr
= 51,6080 in – 6 1/2 in
= 45,1080 in

AC = √BC2 - AB2

= √(95,5 in)2 - (45,1080 in)2

= 84,1755 in

b = rc – AC
= 102 in – 84,1755 in
= 17,8245 in

LC-120
Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal Head dapat dihitung sebagai
berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(30,0076 psi)(6 1/2 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(30,0076 psi)

= 0,0357 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, panjang
tutup dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 + 17,8245 + 2
= 20,0120 in
= 0,5083 m

Menghitung Dimensi Konis


Penentuan tebal konis dilakukan menggunakan Persamaan LC.15
berdasarkan Persamaan 13.16-1, Buku Brownell and Young. Material yang
digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal konis dapat dihitung sebagai berikut:
PD
tc = + Cc
2 cos ∝(f E - 0,6P)
(206,8951 kPa)(2,6217 m)
= + 0,0005 m
2 cos 45° ((87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(206,8951 kPa))
= 0,0057 m

LC-121
= 0,2237 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 1/4 in.

Selanjutnya pada bagian konis, sudut yang digunakan (α) sebesar 45° dan
diameter bukaan (B) sebesar 0,4 m.
D-B
Panjang konis (Lc) =
2 tan α
2,6217 m - 0,4 m
=
2 tan 45°
= 1,1108 m
Maka, dapat diperoleh panjang total tangki Decanter adalah sebagai berikut:
Lt = Ls + OA + Lc
= 7,8651 m + 0,5083 m + 1,1108 m
= 9,4842 m

Rangkuman Spesifikasi Decanter


Fungsi : Alat untuk memisahkan padatan lignin dari filtrat
Tipe : Silinder horizontal tutup atas torispherical dan tutup
bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 Grade C
Jumlah : 2 unit
ID Shell : 2,6217 m
Tinggi shell : 7,8651 m
Tinggi tutup : 0,5083 m
Tinggi konis : 1,1108 m
Tinggi total tangki : 9,4842 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in
Tebal konis : 1/4 in

LC.23 SILO NaHSO3 (SL-401)


Fungsi : Tempat penyimpanan NaHSO3 padat
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C

LC-122
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 1.462,5413 kg/jam = 0,968 ton/jam
Kapasitas perancangan : 7 hari

Menghitung Volume Silo NaHSO3


kg jam
Total massa bahan = 1.462,5413 ×24 hari × 7 hari
jam

= 245.706,9312 kg
Bulk density bahan = 1.480 kg/m3
245.706,9312 kg
Total volume bahan =
1.480 kg/m3

= 166,0182 m3
Silo didesain sebanyak 2 unit. Sehingga, volume silo per unit adalah sebagai
berikut:
166,0182 𝑚3
Volume silo awal =
2

= 83,0091 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume Silo (Vt) = (1 + 0,2) × total volume bahan
= 1,2 × 83,0091 m3
= 99,6109 m3

Menghitung Diameter dan Tinggi Silo


Rasio tinggi silinder (Hs):diameter silinder (Ds) direncanakan sebesar 3:2.
Selanjutnya pada bagian konis, sudut yang digunakan (α) sebesar 45° dan diameter
bukaan (B) sebesar 0,4 m.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2s × Hs
3
= 8 πD3s

= 1,178 Ds3

0,5π (D - B) (D2 + DB + B2 )
Volume konis (Vc) =
12
0,5 × π(D - B) (D2 + DB + B2 )
=
12

LC-123
= 0,131 (D3 – B3)

Vtot = Vs + Vk
Vtot = 1,178 D3 + 0,131 (D3 – B3)
Vtot = 1,178 D3 + 0,131 D3 – 0,131 B3
Vtot = 1,308 D3 – 0,131 B3

3 3
Vt + 0,131B
D =√
1,308

3
99,6109 m 3 + 0,131 (0,4 m)3
D =√
1,308

D = 4,2377 m

D
r =
2
4,2377 m
=
2
= 2,1189 m

Sehingga, dapat dihitung tinggi shell dan tinggi konis sebagai berikut:
3
Tinggi shell (Hs) = D
2
= 6,3566 m
D-B
Tinggi konis (Hc) =
2 tan α
4,2377 m - 0,4 m
=
2 tan 45°
= 1,9189 m
Tinggi total (Htot) = Hs + Hc
= 6,3566 m + 1,9189 m
= 8,2755 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi NaHSO3 di dalam
tangki sebagai berikut:

LC-124
1
Vbahan = 4 πD2 Hbahan
4Vbahan
Hbahan =
πD2
4 × 83,0091 m3
=
π×(4,2377 m)2
= 5,8853 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada silo sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm = 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hbahan
= 1.480 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 5,8853 m
= 85.359,8643 Pa
= 85,359 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 85,359 kPa)
= 224,0458 kPa
= 32,4952 psig

Menghitung Tebal Shell


Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade A. Nilai f untuk
material ini adalah 10.350 psi atau 71.360,766 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan chip bin digunakan nilai faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal shell dihitung sebagai
berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(224,0458 kPa)(2,1189 m)
= + 0,0005 m
(71.360,77 kPa)(0,85) - 0,6(224,0458 kPa)
= 0,0083 m
= 0,3285 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 7/16 in.

LC-125
Menghitung Tebal Konis
Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade A. Nilai f untuk
material ini adalah 10.350 psi atau 71.360,766 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan chip bin digunakan nilai faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal konis dihitung sebagai
berikut:
PD
ts = + Cc
2 cos ∝(f E - 0,6P)
(224,0458 kPa)(4,2377 m)
= + 0,0005 m
2 cos 45° ((71.360,77 kPa)(0,85) - 0,6(224,0458 kPa))

= 0,0111 m
= 0,4367 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 1/2 in.

Rangkuman Spesifikasi Silo NaHSO3:


Fungsi : Tempat penyimpanan NaHSO3 padat
Tipe : Silinder tegak tutup datar atas dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade A
Jumlah : 1 unit
Volume Silo NaOH : 91,6988 m3
ID Shell : 4,2377 m
Tinggi shell : 6,3566 m
Tinggi konis : 1,9189 m
Tinggi total Silo : 8,2755 m
Diameter bukaan : 0,4 m
Tebal shell : 7/16 in
Tebal konis : 1/2 in

LC.24 REAKTOR SULFONASI (R-301)


Fungsi : Tempat reaksi sulfonasi lignin
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 90ºC

LC-126
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 7.572,1439 kg/jam = 7,572 ton/jam
Kapasitas perancangan : 1 batch
Waktu tinggal : 1 jam

Menghitung Volume Reaktor


kg
Total massa campuran = 7.572,1439 ×1 jam
jam

= 7.572,1439 kg
Densitas campuran = 1.284,1086 kg/m3
7.572,1439 kg
Total volume campuran =
1.284,1086 kg/m3

= 5,8968 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume tangki (Vt) = (1 + 0,2) × total volume campuran
= 1,2 × 5,8968 m3
= 7,0762 m3

Menghitung Diameter Reaktor


Karena proses sulfonasi dilakukan pada tekanan <15 atm maka tangki yang
akan dirancang berbentuk tangki vertikal dengan alas konis dan tutup torispherical
dished Head. Reaktor ini menggunakan sistem pengadukan standar dimana rasio
Hs:D = 3:2.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs
3
= 8 πD3

= 1,178D3

Volume tutup (Vh) = 0,000049D3

Volume konis (Vc) = 0,131 (D3 – B3)

Vtot = Vs + Vh + Vc
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3 + 0,131 (D3 – B3)
Vtot = 1,308382D3 – 0,131B3

LC-127
3 3
D = √Vt + 0,131B
1,308383

3 3
= √7,0762 + 0,131×0,4
1,308383

= 1,7557 m
= 69,1224 in

D
r =
2
1,7557 m
=
2
= 0,8779 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi larutan di dalam
reaktor sulfonasi sebagai berikut:
1
Vcampuran = 4 πD2 Hcampuran
4Vcampuran
Hcampuran =
πD2
4× 5,8968 m3
=
π×(1,7557 m)2
= 2,4357 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 423,3721 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hcampuran
= 1.284,1086 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 2,4357 m
= 30.651,3891 Pa
= 30,651 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 30,651 kPa)
= 158,3714 kPa

LC-128
= 22,9698 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished Head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 1,7557 m
2
= 2,6336 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(158,3714 kPa)(0,8779 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(158,3714 kPa)
= 0,0024 m
= 0,0936 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished Head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished Head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan
perhitungan diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts

LC-129
= 69,1224 in + 2(3/16 in)
= 69,4974 in ≈ 72 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 72 in dan ts standar = 3/16 in, maka
diperoleh nilai rc = 72 in dan icr = 43/8 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 34,5612 in

BC = rc – icr
= 72 in – 43/8 in
= 67,6250 in

AB = a - icr
= 34,5612 in – 43/8 in
= 30,1862 in

AC = √BC2 - AB2

= √(67,6250 in)2 - (30,1862 in)2

= 60,5139 in

b = rc – AC
= 72 in – 60,5139 in
= 11,4861 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal Head dapat dihitung sebagai
berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(22,9698 psi)(43/8 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(22,9698 psi)
= 0,0280 in

LC-130
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi
tutup dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 + 11,4861 + 2
= 12,6736 in
= 0,3219 m

Menghitung Dimensi Konis


Penentuan tebal konis dilakukan menggunakan Persamaan LC.15 berdasarkan
Persamaan 13.16-1, Buku Brownell and Young. Material yang digunakan adalah
carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah 12.650 psi atau
87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang digunakan sebesar 0,85.
Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada
perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005
m/tahun). Tebal konis dapat dihitung sebagai berikut:
PD
tc = + Cc
2 cos ∝(f E - 0,6P)
(158,3714 kPa)(1,7557 m)
= + 0,0005 m
2 cos 45° ((87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(158,3714 kPa))

= 0,0032 m
= 0,1242 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Selanjutnya pada bagian konis, sudut yang digunakan (α) sebesar 45° dan
diameter bukaan (B) sebesar 0,4 m.
D-B
Tinggi konis (Hc) =
2 tan α
1,7557 m - 0,4 m
=
2 tan 45°
= 0,6779 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total reaktor sulfonasi adalah sebagai berikut:

LC-131
Ht = Hs + OA + Hc
= 2,6336 m + 0,3219 m + 0,6779 m
= 3,6333 m

Perancangan Sistem Pengaduk


Jenis pengaduk yang digunakan adalah three blade propeller dengan 4 buah
sekat. Rancangan sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Gambar LC.3,
sedangkan rasio geometrik sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Persamaan
LC.24 sampai LC.28. Maka, diperoleh dimensi sistem pengadukan sebagai berikut:
1 1
Da = 3 Dt = × 1,7557 m = 0,5852 m
3
1 1
E = 3 Dt = × 1,7557 m = 0,5852 m
3
1 1
W = 5 Da = 5
× 0,5852 m = 0,1170 m
1 1
J = Dt = × 1,7557 m = 0,1463 m
12 12
1 1
L = 4 Da = × 0,5852 m = 0,1463 m
4

Kecepatan pengadukan (N) diasumsikan sebesar 60 rpm atau 1 rps. Nilai


viskositas campuran adalah 11,191 cP (0,1119 kg/m.s). Selanjutnya menentukan
bilangan Reynold untuk proses pencampuran ini menggunakan Persamaan LC.29.
Maka, bilangan Reynold dapat dihitung sebagai berikut:
(1,1537 m)2 × 1 × 1.284,1086 kg/m3
Nre =
0,1119 kg/m.s
= 7.860,0485

Karena Nre>2.100, maka aliran yang terbentuk adalah aliran turbulen.


Selanjutnya adalah menentukan daya yang dibutuhkan menggunakan Persamaan
LC.30. Nilai Np dapat ditentukan berdasarkan grafik korelasi jenis pengaduk
terhadap bilangan daya (Gambar LC.4). Karena jenis pengaduk yang digunakan
adalah three blade propeller, maka dipilih kurva 4 sebagai acuan. Berdasarkan
pembacaan Gambar LC.4 diperoleh nilai Np = 0,9. Maka, daya yang dibutuhkan
adalah sebagai berikut:
P = Np × ρ × N3 × Da5
= 0,9 × 1.284,1086 kg/m3 × 13 × (1,1537 m)5

LC-132
= 691,1523 W
= 0,9268 hp

Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya


aktual pengaduk dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
0,9268 hp
=
0,8
= 1,1586 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 1,5 hp.

Perancangan Jaket Pemanas


Jarak jaket yang direncanakan (𝛾) = 4 in
Inside diameter jaket (IDjaket) = IDshell + (2 × t)
= 69,1224 in + (2 × 0,1875 in)
= 69,4974 in
= 1,7652 m
Outside diameter jaket (ODjaket) = (2 × γ) + IDjaket
= (2 × 4) + 69,4974 in
= 77,4974 in
= 1,9684 m
Sehingga, luas yang dilalui steam dapat dihitung:
π
Asteam = × (OD2jaket -ID2jaket )
4
π
= × ((77,4974)2 - (69,4974)2 )
4
= 923,5959 in2
= 0,5959 m2

Kecepatan steam yang melalui jaket adalah:


Densitas steam 133,5oC (ρsteam) = 1,5908 kg/m3
Laju alir steam (Fsteam) = 647,8890 kg/jam
Fsteam
Laju alir volumetrik steam (Qsteam) =
ρsteam

LC-133
647,8890 kg/jam
=
1,5908 kg/m3

= 407,2701 m3/jam
Qsteam
Kecepatan steam (Vsteam) =
Asteam

407,2701 m3 /jam
=
0,5959 m2
= 683,4914 m/jam
= 0,1899 m/detik

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada jaket pemanas yaitu


sebagai berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,3450 kPa
Tekanan steam (Ps) = 3 bar
= 300 kPa
Tekanan design (Pd) =(1 + 20%) × (Poperasi + Ps)
= 1,2 × (101,3450 kPa + 300 kPa)
= 481,6140 kPa
= 69,8522 psig

Tebal jaket pemanas dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14.


Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material
ini adalah 12.650 psi atau 87.218,7140 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E
yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5
mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi
sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal jaket pemanas dapat dihitung sebagai
berikut:
Pri
tj = + Cc
f E - 0,6P
(481,6140 kPa)(0,8779 m)
= + 0,0005 m
(87.218,7140 kPa)(0,85) - 0,6(481,6140 kPa)
= 0,0062 m
= 0,2451 in

LC-134
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 1/4 in.

Rangkuman Spesifikasi Reaktor Sulfonasi


Fungsi : Tempat reaksi sulfonasi lignin
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 2 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 1,7557 m
Tinggi shell : 2,6336 m
Tinggi tutup : 0,3219 m
Tinggi konis : 0,6779 m
Tinggi total tangki : 3,6333 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in
Tebal konis : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 0,5852 m
Jarak pengaduk : 0,5852 m
Lebar blade : 0,1170 m
Lebar sekat : 0,1463 m
Panjang blade : 0,14663 m
Daya motor : 2 hp
Spesifikasi jaket pemanas
Luas yang dilalui steam: 0,5959 m2
Tebal jaket : 0,25 in

LC.25 CENTRIFUGES (CF-401)


Fungsi : Alat untuk memisahkan Sodium Lignosulfonat dari filtrat
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 90°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 7.572,1439 kg/jam = 7,572 ton/jam

LC-135
Kapasitas perancangan : 1 jam (1 batch)

Menghitung Volume Centrifuges


kg
Total massa campuran = 7.572,1439 ×1 jam
jam

= 7.572,1439 kg
Densitas campuran = 920,1143 kg/m3
7.572,1439 kg
Total volume campuran =
920,1143 kg/m3
= 8,2296 m3
kg
Massa slurry = 2.837,8364 jam ×1 jam

= 2.837,8364 kg
= 2,837 ton
Densitas slurry = 613,4764 kg/m3
2.837,8364 kg
Volume slurry =
613,4764 kg/m3

= 4,6258 m3/jam
= 20,3669 gal/menit
kg
Massa filtrat = 4.734,3075 jam ×1 jam

= 4.734,3075 kg
Densitas filtrat = 1.103,9190 kg/m3
4.734,3075 kg
Volume filtrat =
1.103,9190 kg/m3
= 4,2886 m3/jam
= 18,8823 gal/menit

Menentukan Spesifikasi Centrifuge


Berdasarkan Tabel 18-12 Perry dan Green (2008) untuk volume umpan filtrat
= 18,8823 gal/min dan volume slurry = 2,837 ton/jam dipilih spesifikasi sebagai
berikut:
Tipe = Nozzle discharge
Bowl diameter = 16 in
Kecepatan = 6.250 r/min

LC-136
Daya motor = 40 hp

Rangkuman Spesifikasi Centrifuges


Fungsi : Alat untuk memisahkan Sodium Lignosulfonat dari filtrat
Tipe : Nozzle discharge
Bowl diameter : 16 in
Kecepatan : 6.250 r/min
Daya motor : 40 hp

LC.26 BLOWER (BL – 401)


Fungsi : Mengalirkan udara dari lingkungan ke Air Filter
Tipe : Centrifugal Blower
Laju alir massa bahan : 17.563,3803 kg/jam = 17,563 ton/jam

Menghitung Daya yang Dibutuhkan Blower


Laju alir udara = 17.563,3803 kg/jam
Densitas udara = 1,1774 kg/m3
17.563,3803 kg/jam
Laju volumetrik =
1,1774 kg/m3

= 14.917,0887 m3/jam
= 8.779,8752 ft3/menit
Daya teoritis = 1,57 × 10-4 × Q × p
= 1,57 × 10-4 × 8.779,8752 ft3/menit × 5 in H2O
= 6,8922 hp

Jika efisiensi motor yang digunakan adalah 80%, maka daya motor yang
dibutuhkan adalah
P
Daya aktual =
η
6,8922 hp
=
0,8

= 8,9153 hp
Sehingga, digunakan blower dengan daya 10 hp.

LC-137
Rangkuman Spesifikasi Blower
Fungsi : Mengalirkan udara dari lingkungan ke Air Filter
Jenis : Centrifugal Blower
Jumlah : 1 unit
Daya motor : 10 hp

LC.27 AIR FILTER (AF-401)


Fungsi : Menyaring debu dalam udara sebelum masuk ke Fired
Heater
Tipe : Dry Filter
Temperatur Udara : 30ºC
Laju alir massa bahan : 17.563,3803 kg/jam = 17,563 ton/jam
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menghitung Volume Udara Masuk dan Jumlah Debu Tersaring


Laju udara masuk = kg/jam
Densitas udara = 1,1774 kg/m3
17.5763,3803 kg udara kering/jam
Laju alir volumetrik =
1,1774 kg/𝑚3

= 114.917,0887 m3/jam
= 526.792,5135 ft3/jam
= 8.779,8752 ft3/menit

Berdasarkan (Perry, 1999) tabel 17-8, kadar debu dalam udara pada
lingkungan industri adalah 0,1-2 g/1.000 ft3. Ditetapkan kadar debu sebesar 0,5
g/1.000 ft3. Sehingga, dapat dihitung massa debu dalam udara.
0,5 kg udara kering/jam
Massa debu = × Laju alir volumetrik
1.000 𝑓𝑡 3
0,5 kg udara kering/jam
= × 526,792,5152 ft3/jam
1.000 𝑓𝑡 3

= 263,3963 g/jam
= 0,2634 kg/jam

Menghitung Ukuran dan Jumlah Filter


Berdasarkan (Perry, 1999) tabel 17-9, dipilih ukuran filter 24 × 24 in, dengan
kedalaman gasket = 11,5 in, dan kapasitas 1.000 ft3/menit

LC-138
Faktor keamanan = 20%
Kapasitas filter = (1 + 0,2) × 8.779,8752 ft3/menit
= 10.535,8503 ft3/menit
10.535,8503 ft3 /menit
Jumlah filter =
1.000 ft3 /menit
= 10,535 ≈ 11
Sehingga, jumlah filter yang digunakan sebanyak 11 buah.

Rangkuman Spesifikasi Air Filter


Fungsi : Menyaring debu dalam udara sebelum masuk ke Fired
Heater
Jenis : Dry Filter
Jumlah : 1 unit
Ukuran filter : 24 × 24 in
Kedalaman gasket : 11,5 in
Jumlah filter : 11 buah

LC.28 FIRED HEATER (E-401)


Fungsi : Menghasilkan udara panas 150°C
Jenis : Vertical fire tube
Laju alir massa udara : 17.563,374 kg/jam
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menghitung Volume Fired Heater


Waktu tinggal di dalam Fired heater tidak lebih dari 30 detik (Perry, 1999)
Waktu tinggal = 30 detik
Total massa umpan = 17.563,374 kg/jam
Densitas udara = 1,177 kg/m3
17.8563,374 kg/jam
Laju volume udara =
1,177 kg/m3
= 14.917,083 m3/jam
= 4,144 m3/detik
Volum udara = waktu tinggal × laju volume udara
= 30 detik × 4,144 m3/detik

LC-139
= 124,309 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume fired heater = (1 + 0,2) × total volume bahan
= 1,2 × 124,309 m3
= 149,171 m3

Menghitung Diameter Fired Heater


Fired heater yang dirancang adalah jenis vertical fired tube. Fired heater
jenis ini terdiri dari sebuah silinder yang di dalamnya terdapat sejumlah tube atau
pipa. Udara berada di dalam ruang antara tube dan silinder, sedangkan media
pemanas berupa api berada di dalam tube. Direncanakan rasio tinggi
silinder:diameter shell (Hs:D) sebesar 3:2.
1
Vfh = 4 πD2 × Hs
1 3
Vfh = 4 πD2 × 2 D
3
Vfh = 8 πD3

3 8Vfh
D = √

3 8 × 149,171 m3
= √
3 × 3,14

= 5,022 m
= 197,697 in

D
r =
2
= 2,511 m
= 98,849 in

Menghitung Tekanan Desain


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 423,3721 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × Poperasi
= 1,2 × 101,345 kPa

LC-140
= 121,590 kPa
= 17,635 psig

Menghitung Spesifikasi Fired Heater


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 5,022 m
2
= 7,532 m
= 24,712 ft

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(121,590 kPa)(0,2,511 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(121,590 kPa)

= 0,005 m
= 0,182 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 7/8 in.

Menentukan LMTD (Log Mean Temperature Difference)


Temperatur operasi untuk alur panas dan alur dingin pada fired heater adalah
sebagai berikut:
Aliran api:
Temperatur masuk (T1) : 543°C (1.009,4°F)
Temperatur keluar (T2) : 300°C (572°F)

Aliran udara:
Temperatur masuk (t1) : 30°C (86°F)

LC-141
Temperatur keluar (t2) : 150°C (302°F)

Perhitungan LMTD dapat dilakukan menggunakan Persamaan LC.32 dari


Lampiran C, dimana:
Δt1 = T1 – t2 = (1.009,4 – 302) °F = 707,4°F
Δt2 = T2 – t1 = (572 – 86) °F = 486°F

Maka nilai LMTD dapat dihitung sebagai berikut:


Δt1 - Δt2
LMTD = Δt
ln( 1⁄Δt )
2

(707,4,4℉ - 486℉)
=
ln(707,4°F⁄486°F)

= 589,790°F

Menentukan Luas Perpindahan Panas


Menurut Holman (1986), untuk fluida panas berupa gas dan fluida dingin
berupa udara, nilai UD yang digunakan adalah 2-25 btu/jam.ft2. Pada perancangan
fired heater digunakan UD = 25 btu/jam.ft2°F. Beban fired heater telah dihitung pada
LB.10, yaitu sebesar 3.998.519,805kJ/jam atau 3.789.865,046 btu/jam. Maka, luas
perpindahan panas dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
Q = UD × A × LMTD
Q
A =
UD × LMTD
3.789.865,046 btu/jam
=
25 btu/jam.ft2 ℉ × 589,79℉
= 257,0313 ft2

Menentukan Spesifikasi Tube


Menurut Kern (1950), diameter tube yang umum digunakan adalah ¾ in dan
1 in. Pada perancangan fired heater dipilih diameter tube ¾ in dengan spesifikasi
sebagai berikut (Kern, 1950):
Diameter luar : ¾ in = 0,062 ft
BWG : 18
Tebal tube : 0,049 in

LC-142
Diameter dalam : 0,652 in = 0,054 ft
Luas area aliran/tube : 0,334 in2
Luas permukaan luar/ft : 0,1963 ft2/ft
Luas permukaan dalam/ft : 0,1707 ft2/ft
Berat/ft : 0,401 lb

Tube direncanakan memiliki panjang yang sama dengan tinggi silinder yakni
7,532 m (24,712 ft). Maka jumlah tube yang digunakan dapat dihitung sebagai
berikut:
A
Nt =
L × a"

257,0313 ft2
=
24,712 ft × 0,1963 ft2 /ft
= 52,98 tube

Susunan tube yang digunakan adalah triangular pitch karena memiliki


koefisien perpindahan panas yang besar. Selanjutnya menentukan spesifikasi shell
berdasarkan jumlah tube yang telah diketahui sebagai berikut (Kern, 1950):
Diameter luar tube : ¾ in
Pitch : 15/16 in– triangular pitch
Tube pass : 2 pass
Nt : 56 tube

Berdasarkan spesifikasi di atas, maka nilai UD koreksi dapat dihitung


menggunakan persamaan sebagai berikut:
A = Nt × L × a”
= 56 × 24,172 ft × 0,1963 ft2/ft
= 257,0313 ft2
Q
UD Koreksi =
A × LMTD
3.988.519,805 btu/jam
=
257,0313 ft2 × 589,790
= 42,697 btu/jam.ft2

LC-143
Menghitung Kebutuhan Bahan Bakar
Kebutuhan bahan bakar dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.33.
P (LC.33)
B=
LHV × ηfired heater

Dimana,
B = Kebutuhan bahan bakar (kg/jam)
P = Kebutuhan daya (kJ/jam)
LHV = Low Heating Value bahan bakar (kJ/kg)
ηfired heater = Efisiensi fired heater (%)

Efisiensi fired heater standar adalah ≥ 80% (Kharisma dan Budiman, 2020).
Bahan bakar yang digunakan untuk mengoperasikan fired heater adalah solar.
Menurut Mangalik (2019) solar memiliki LHV sebesar 46.194,4866 kJ/kg dengan
densitas sebesar 0,832 kg/l. Pada perhitungan ini, LHV solar ditetapkan sebesar
36.235 kJ/l. Maka, kebutuhan solar pada fired heater dapat dihitung sebagai berikut:
P
B =
LHV × ηfired heater

3.998.519,805 kJ/jam
=
46.194,4866 kJ/kg × 0,8

= 108,198 kg/jam
= 130,0456 l/jam

Rangkuman Spesifikasi Fired Heater:


Fungsi : Menghasilkan udara panas 150°C
Jenis : Vertical fire tube
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Diameter fired heater : 5,022 m
Tinggi fired heater : 7,532 m
Tebal shell : 7/8 in
Diameter luar tube : 3/4 in
BWG : 18
Panjang tube : 7,532 m
Pitch : 15/16 in– triangular pitch

LC-144
Tube pass : 2 pass
Jumlah tube : 56 tube
Kebutuhan bahan bakar : 108,198 kg/jam

LC.29 SPRAY DRYER (SD-401)


Fungsi : Mengeringkan Sodium Lignosulfonat menjadi serbuk
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 150°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 2.837,8364 kg/jam = 0,7883 kg/detik
Laju alir udara : 17.563,4764 kg/jam
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menghitung Volume Spray Dryer


Waktu tinggal di dalam spray dryer tidak lebih dari 30 detik (Perry, 1999)
Waktu tinggal = 6 detik
Total massa umpan = 2.837,8364 kg/jam
Bulk density umpan = 613,4764 kg/m3
2.837,8364 kg/jam
Laju volume umpan =
613,4764 kg/m3

= 4,6258 m3/jam
= 0,0013 m3/detik
Total massa udara = 17.563,4764 kg/jam
Densitas udara = 0,8340 kg/m3
17.563,4764 kg/jam
Laju volume udara =
0,8340 kg/m3

= 21.059,2090 m3/jam
= 5,8498 m3/detik
Volum bahan = waktu tinggal × (laju volume bahan + laju volume udara)
= 6 detik × (0,0013 m3/detik + 5,8498 m3/detik)
= 35,1064 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume spray dryer = (1 + 0,2) × total volume bahan

LC-145
= 1,2 × 35,1064 m3
= 42,1277 m3

Menghitung Diameter dan Tinggi Spray Dryer


Rasio tinggi silinder (Hs):diameter silinder (Ds) direncanakan sebesar 3:1.
Selanjutnya pada bagian konis, sudut yang digunakan (α) sebesar 60° dan diameter
bukaan (B) sebesar 0,4 m.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Ls
π
= 3D3
4

= 2,3562 D3

Volume konis (Vc) = 0,131 (D3 – B3)

Vtot = Vs + Vc
Vtot = 2,3562 D3 + 0,131 (D3 – B3)
Vtot = 2,4871 D3 – 0,131B3

3 3
D = √Vt + 0,131B
2,4871

3 3
= √42,1277 + 0,131 × 0,4
2,4871

= 2,5683 m
= 101,1161 in
D
r =
2
2,5683 m
=
2
= 1,2842 m
Sehingga, dapat dihitung tinggi total spray dryer sebagai berikut:
Tinggi shell (Hs) =3D
= 7,7050 m
D-B
Tinggi konis (Hc) =
2 tan α
2,5683 m - 0,4 m
=
2 tan 60°

LC-146
= 1,8778 m
Tinggi total (Htot) = Hs + Hc
= 7,7050 m + 1,8778 m
= 9,5829 m

Menghitung Tekanan Desain


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 14,6959 psi
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi)
= 1,2 × (14,6959 psi)
= 17,6351 psi
= 121,5896 kPa

Menghitung Tebal Shell


Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade A. Nilai f untuk
material ini adalah 10.350 psi atau 71.360,766 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan chip bin digunakan nilai faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal shell dihitung sebagai
berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(121,5896 kPa)(1,2842 m)
= + 0,0005 m
(71.360,77 kPa)(0,85) - 0,6(121,5896 kPa)
= 0,0031 m
= 0,1212 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Menghitung Tebal Konis


Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade A. Nilai f untuk
material ini adalah 10.350 psi atau 71.360,766 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan chip bin digunakan nilai faktor

LC-147
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal konis dihitung sebagai
berikut:
PD
ts = + Cc
2 cos ∝(f E - 0,6P)
(121,5896 kPa)(2,5683 m)
= + 0,0005 m
2 cos 45° ((71.360,77 kPa)(0,85) - 0,6(121,5896 kPa))
= 0,0057 m
= 0,2226 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 1/4 in.

Perancangan Atomizer dan Dispenser pada Spray Dryer


Diameter droplet ditentukan berdasarkan grafik perbandingan tinggi spray
dryer dengan diameter droplet (Wallas, 1988).
Tinggi total (Htot) = 9,5829 m
Suhu udara panas = 150ºC
Suhu umpan = 40ºC
Perbedaan suhu (ΔT) = 110ºC

Gambar LC.11 Grafik Perbandingan Tinggi Drying Chamber dengan


Diameter Droplet (Wallas, 1988)

Berdasarkan Gambar LC.11 dapat diketahui ukuran diameter droplet sebesar


0,3 mm = 300 μm. Atomizer yang dipilih yaitu wheel rotary atomizer (500 μm ) dan
dengan ukuran diameter disc standar yang tersedia yaitu 100 mm, 200 mm dan 300
mm. Diameter disc (Ddisc) yang dipilih yaitu 200 mm. (Carl W hall, 246)

LC-148
Diameter droplet = 0,3 mm
Jarak antar lubang = 3 mm
Diameter disc = 200 mm
2 × π × 𝐷𝑑𝑖𝑠𝑐
Jumlah lubang =
Ddroplet + Jarak antar lubang
2 × 𝜋 × 200 𝑚𝑚
=
0,3 𝑚𝑚 + 3 𝑚𝑚

= 380,7991 ≈ 381buah
Diameter dispenser = 0,6 × Dshell
= 0,6 × 2,5683 m
= 1,541 m
Tinggi dispenser = 0,3 m

Perancangan Nozzle pada Spray Dryer


Diasumsikan aliran yang berlangsung adalah laminar. Diameter optimum
untuk aliran laminar dengan NRe < 2.100 digunakan Persamaan LC.34 yang
merupakan Persamaan 12-15, Buku Peter dan Timmerhaus (2003).
Diopt = 1,33 × G0,4 × µ0,2 (LC.34)
Dimana,
G = Kecepatan aliran volume fluida (m3/detik)
µ = Viskositas fluida (kg/m.detik)

Sehingga, dapat dihitung diameter optimal nozzle sebagai berikut:


Diopt = 1,33 × 0,00130,4 × 0,150,2
= 0,0635 m
= 2,4991 in
Berdasarkan Tabel A.5, Buku Geankoplis (1993), dipilih pipa dengan
spesifikasi:
Nominal pipe size = 3 in
Schedule number = 40
Outside diameter (OD) = 3,500 in = 0,0889 m
Inside diameter (ID) = 3,068 in = 0,0779 m
Inside cross-sectional area (A) = 7,3872 in2 = 0,0048 m2

LC-149
Q
Kecepatan linear (V) = (Geankoplis, 1993)
A
0,0013 m3 /detik
=
0,0048 m2
= 0,2696 m/detik

ρ×V×D
Bilangan reynold (NRe) = (Geankoplis, 1993)
μ
613,4764 kg/m3 × 0,2696 m/detik × 0,0779 m
=
0,15 kg/m.detik

= 85,9281 (aliran laminar)

Spesifikasi nozzle standar (Brownell dan Young, 1959, App.F hal 349) :
Flange Nozzle thickness (n) = 0,3 in
Diameter of hole in reinforcing plate (DR) = 3 5/8 in
Length of side of reinforcing plate, L = 10 in
Width of reinforcing plate, W = 12 5/8 in
Distance, shell to flange face, outside, J = 6 in
Distance, shell to flange face, inside, K = 6 in
Distance from bottom of tank to center of nozzle:
- Regular, Type H = 8 in
- Low, Type C = 5 in

Rangkuman Spesifikasi Spray Dryer:


Fungsi : Mengeringkan Sodium Lignosulfonat menjadi serbuk
Jenis : Spray dryer equipped wheel atomizer
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi shell
ID Shell : 2,5683 m
Tinggi shell : 7,7050 m
Tinggi konis : 1,8778 m
Tinggi total tangki : 9,5829 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal konis : 1/4 in

LC-150
Spesifikasi atomizer
Diameter droplet : 0,3 mm
Jarak antar lubang : 3 mm
Diameter disc : 200 mm
Diameter dispenser : 1,541 m
Tinggi dispenser : 0,3 m
Spesifikasi nozzle
Nominal pipe size : 3 in
Schedule number : 40
Outside diameter : 3,500 in
Inside diameter : 3,068 in
Ketebalan nozzle : 0,3 in

LC.30 SILO SODIUM LIGNOSULFONAT (SL-402)


Fungsi : Tempat penyimpanan sodium lignosulfonat serbuk
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 2.525,2525 kg/jam = 2,525 ton/jam
Kapasitas perancangan : 3 hari

Menghitung Volume Silo So


kg jam
Total massa bahan = 2.525,2525 ×24 hari × 3 hari
jam

= 181.818,1818 kg
Bulk density bahan = 567,8153 kg/m3
181.818,1818 kg
Total volume bahan =
567,8153 kg/m3

= 320,1239 m3
Silo dirancang sebanyak 2 unit. Sehingga, volume silo per unit adalah sebagai
berikut:
320,1239 m2
Volum silo awal =
2

LC-151
= 160,1033 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume Silo (Vt) = (1 + 0,2) × volume silo awal
= 1,2 × 160,1033 m3
= 192,1239 m3

Menghitung Diameter dan Tinggi Silo


Rasio tinggi silinder (Hs):diameter silinder (Ds) direncanakan sebesar 3:2.
Selanjutnya pada bagian konis, sudut yang digunakan (α) sebesar 45° dan diameter
bukaan (B) sebesar 0,4 m.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2s × Hs
3
= 8 πD3s

= 1,178 Ds3

0,5π (D - B) (D2 + DB + B2 )
Volume konis (Vc) =
12

0,5 × π(D - B) (D2 + DB + B2 )


=
12
= 0,131 (D3 – B3)

Vtot = Vs + Vk
Vtot = 1,178 D3 + 0,131 (D3 – B3)
Vtot = 1,178 D3 + 0,131 D3 – 0,131 B3
Vtot = 1,308 D3 – 0,131 B3

3 Vt + 0,131B3
D = √
1,308

3 192,1239 m3 + 0,131 (0,4 m)3


D = √
1,308

D = 5,2748 m

D
r =
2
5,2748 m
=
2

LC-152
= 2,6374 m

Sehingga, dapat dihitung tinggi total Silo sebagai berikut:


3
Tinggi shell (Hs) = D
2
= 7,9122 m
D-B
Tinggi konis (Hc) =
2 tan α
5,2748 m - 0,4 m
=
2 tan 45°
= 2,4374 m
Tinggi total (Htot) = Hs + Hc
= 7,9122 m + 2,4374 m
= 10,3496 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi NaLS di dalam
silo sebagai berikut:
1
VNaLS = 4 πD2 HNaLS
4VNaLS
HNaLS =
πD2
4 × 160,1033 m3
=
π×(5,2748 m)2
= 7,3265 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada silo sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm = 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × HNaLS
= 567,8153 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 7,3265 m
= 40.768,7658 Pa
= 40,768 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 40,768 kPa)

LC-153
= 170,5365 kPa
= 24,7343 psig

Menghitung Tebal Shell


Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade A. Nilai f untuk
material ini adalah 10.350 psi atau 71.360,766 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan chip bin digunakan nilai faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal shell dihitung sebagai
berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(170,5365 kPa)(2,6374 m)
= + 0,0005 m
(71.360,77 kPa)(0,85) - 0,6(170,5365 kPa)

= 0,0079 m
= 0,3121 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/8 in.

Menghitung Tebal Konis


Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade A. Nilai f untuk
material ini adalah 10.350 psi atau 71.360,766 kPa (Brownell dan Young, 1959).
Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-
0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan silo digunakan nilai faktor
korosi sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal konis dihitung sebagai
berikut:
PD
ts = + Cc
2 cos ∝(f E - 0,6P)
(170,5365 kPa)(5,2748 m)
= + 0,0005 m
2 cos 45° ((71.360,77 kPa)(0,85) - 0,6(170,5365 kPa))
= 0,0105 m
= 0,4136 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 7/16 in.

LC-154
Rangkuman Spesifikasi Silo NaLS:
Fungsi : Tempat penyimpanan sodium lignosulfonat serbuk
Tipe : Silinder tegak tutup datar atas dan tutup bawah konis
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade A
Jumlah : 2 unit
Volume Silo NaLS : 192,1239 m3
ID Shell : 5,2748 m
Tinggi shell : 7,9122 m
Tinggi konis : 2,4374 m
Tinggi total Silo : 10,3496 m
Diameter bukaan : 0,4 m
Tebal shell : 3/8 in
Tebal konis : 7/16 in

LC.31 GUDANG PENYIMPANAN SODIUM LIGNOSULFONAT (GD-401)


Fungsi : Tempat penyimpanan sodium lignosulfonat
Bentuk : Gudang persegi panjang dengan atap seng
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 2.525,2525 kg/jam = 2,525 ton/jam
Kapasitas perancangan : 7 hari

Menghitung Kapasitas Penyimpanan Gudang


kg 24 jam
Total massa bahan = 2.525,2525 × × 7 hari
jam 1 hari

= 424.242,4242 kg
Bulk density bahan = 567,8153 kg/m3
424.242,4242 kg
Total volume bahan =
567,8153 kg/m3

= 747,1487 m3

Menghitung Dimensi Gudang


Faktor kelonggaran = 20%

LC-155
Volume gudang (Vg) = (1 + 0,2) × Total volume bahan
= (1 + 0,2) × 747,1487 m3
= 896,5784 m3
Direncanakan gudang berbentuk persegi panjang dengan atap seng. Lebar
gudang = 2/3 × panjang gudang, dan tinggi gudang = 1/3 × panjang gudang.
Vg = p × l × t
Vg = p × 2/3p × 1/3p = 2/9p3

3 9Vg
p = √
2

3
9 × 896,5784 m 3
p =√
2

= 15,9197 m
2
l = 3p

= 10,6131 m
1
t = 3p

= 5,3066 m

Rangkuman Spesifikasi Gudang Sodium Lignosulfonat


Fungsi : Tempat penyimpanan sodium lignosulfonat
Bentuk : Gudang persegi panjang dengan atap seng
Bahan konstruksi : Beton
Jumlah : 1 unit
Total massa bahan : 424.242,4242 kg
Ukuran
Panjang : 15,9197 m
Lebar : 10,6131 m
Tinggi : 5,3066 m

LC-156
LAMPIRAN D
PERHITUNGAN SPESIFIKASI PERALATAN UTILITAS

LD.1 COARSE SCREEN (S-U01)


Fungsi : Menyaring partikel-partikel padat yang berukuran
6-150 mm
Jensi : Mechanical cleaned bar screens
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa air : 54.389,5816 kg/jam

Menghitung Laju Alir Volumetrik Air


Laju alir volumetrik air dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:
F
Q =
ρ
54.389,5816 kg/jam
=
995,680 kg/m3
= 54,6256 m3/jam
= 0,0152 m3/s

Menentukan Spesifikasi Coarse Screen


Skema mechanical cleaned bar screens dapat dilihat pada Gambar LD.1.
Menurut Tchobanoglous dkk. (2003), spesifikasi mechanical cleaned bar screens
adalah sebagai berikut:
Lebar bar : 5-15 mm
Tebal bar : 25-38 mm
Jarak antar bar : 15-75 mm
Slope dari sisi vertikal : 0-30°
Kecepatan minimum aliran : 0,6-1 m/s
Kecepatan maksimum aliran : 0,3-0,5 m/s
Allowable head loss : 150-600 mm

LD-1
Gambar LD.1 Skema Mechanical Cleaned Bar Screens (Tchobanoglous dkk.,
2003)

Spesifikasi dari coarse screen yang akan direncanakan adalah sebagai berikut:
Lebar bar (lb) : 7 mm
Tebal bar (tb) : 35 mm
Jarak antar bar (s) : 30 mm
Panjang screen (ps) : 2.000 mm
Lebar screen (ls) : 2.000 mm

Maka, jumlah bar serta luas bukaan coarse screen dapat dihitung sebagai
berikut:
ls = (tb × nb) + (sc (nb + 1))
2.000 mm = (35 mm × nb) + (30 mm (nb + 1))
2.000 mm = 35nb mm + 30nb mm + 30 mm
65nb = 1.970mm
1.970 mm
nb =
65
= 30,308 buah ≈ 31 buah
A = sc × (nb + 1) × ps
= 30 mm × (31 + 1) × 2.000 mm
= 1.920.000 mm2
= 1,920 m2

LD-2
Menghitung Headloss pada Coarse Screen
Headloss pada coarse screen dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan
LD.1.
Q2 (LD.1)
∆h =
2g × C2d 2
×A

Dimana
∆h = Headloss (m)
Q = Laju alir volumetrik air (m3/detik)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
Cd = Koefisien discharge
A = Luas bukaan screen (m2)

Koefisien discharge pada kondisi bersih adalah 0,7 dan pada kondisi kotor
(tersumbat) adalah 0,6 (Tchobanoglous dkk., 2003). Maka headloss pada kondisi
bersih dan kotor dapat dihitung sebagai berikut:
Headloss pada kondisi bersih
Q2
∆h =
2g × C2d × A2
2
(0,0152 m3 /detik)
= 2
2 × 9,8 m/s2 × (0,7)2 × (1,920 m2 )
= 6,609 × 10-6 m air
= 0,0066 mm air

Headloss pada kondisi kotor


Q2
∆h =
2g × C2d × A2
2
(0,0152 m3 /detik)
= 2
2 × 9,8 m/s2 × (0,6)2 × (1,920 m2 )
= 8,851 × 10-6 m air
= 0,0089 mm air

Rangkuman Spesifikasi Coarse Screen


Fungsi : Menyaring partikel-partikel padat yang berukuran 6-

LD-3
150 mm
Jenis : Mechanical cleaned bar screens
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa air : 54.389,5816 kg/jam
Lebar bar (lb) : 7 mm
Tebal bar (tb) : 35 mm
Jarak antar bar (s) : 30 mm
Panjang screen (ps) : 2.000 mm (2 m)
Lebar screen (ls) : 2.000 mm (2 m)
Jumlah bar : 31 buah
Luas bukaan bar : 1,920 m2
Jumlah coarse screen : 1 unit

LD.2 POMPA COARSE SCREEN (P-U01)


Fungsi : Alat transportasi air dari sungai menuju bak penampungan
awal (TT-U01)
Jenis : Pompa sentrifugal
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 54.389,5816 kg/jam
Densitas campuran : 995,68 kg/m3
Viskositas campuran : 0,0008 kg/m.detik
Laju alir volumetrik (Q) : 54,6256 m3/jam = 0,0152 m3/detik

Menentukan Spesifikasi Pipa yang Digunakan


Diasumsikan aliran yang berlangsung adalah turbulen. Diameter optimum
untuk aliran turbulen dengan NRe > 2.100 digunakan Persamaan LC.23 yang
merupakan Persamaan 12-15, Buku Peter dan Timmerhaus (2003).
Diopt = 0,363 × mv0,45 × ρ0,13

LD-4
Dimana,
mv = Laju alir fluida (m3 /detik)
ρ = Densitas fluida (kg/m3)
Sehingga,
Diopt = 0,363 × (0,00153 m3/detik)0,45 × (995,68 kg/m3)0,13
= 0,1358 m
= 5,3445 in ≈ 6 in
Berdasarkan Tabel A.5, Buku Geankoplis (1993), dipilih pipa dengan
spesifikasi:
Nominal pipe size = 6 in
Schedule number = 40
Outside diameter (OD) = 6,625 in = 0,1684 m
Inside diameter (ID) = 6,065 in = 0,1541 m
Inside cross-sectional area (A) = 0,0186 m2 = 2006 ft2

Q
Kecepatan linear (V) = (Geankoplis, 1993)
A
0,0152 m3 /detik
=
0,0186 m2
= 0,8142 m/detik

ρ×V×D
Bilangan reynold (NRe) = (Geankoplis, 1993)
μ
995,68 kg/m3 × 0,8142 m/detik × 0,1541 m
=
0,0008 kg/m.detik

= 153.229,0449 (aliran turbulen)

Berdasarkan Fig 2.10-3, Buku Geankoplis (1993), dipilih pipa Commercial


steel dengan ε = 4,6 × 10-5 m, Sehingga,

𝜀 4,6 × 10-5 m
= = 0,0003
𝐷 0,541 m
f = 0,0045

Menghitung Friksi Sepanjang Pipa


- Sudden contraction (hc)

LD-5
Berdasarkan Persamaan 2.10-16, Buku Geankoplis (1993), persamaan untuk
sudden contraction pada pipa adalah:
A V 2
hc = 0,55 × (1- A1 ) × 2×α
2
(Geankoplis, 1993)
2

α = 1 (turbulen) dan 0,5 (laminar)


Sehingga,
(0,8142 m/s)2
hc = 0,55×(1-0)× 2 ×1

= 0,1823 J/kg

- Losses in fittings (2 × elbow 90o) (hf)


Berdasarkan Persamaan 2.10-17, Buku Geankoplis (1993), persamaan untuk
losses in fittings pada pipa adalah:
V1 2
hf = Kf × (Geankoplis, 1993)
2
Kf = 0,75 untuk elbow 90o
Sehingga,
(0,8142 m/s)2
hf = 2 × 0,75 × 2

= 0,4972 J/kg

- Friction losses pada pipa lurus (F)


Berdasarkan Persamaan 2.10-6, Buku Geankoplis (1993), persamaan untuk
friction losses pada pipa lurus adalah:
∆𝐿 V1 2
F = 4×f× × (Geankoplis, 1993)
𝐷 2

f = 0,012
∆L = 25 m
D = 0,1541 m
Sehingga,
25 m (0,8142 m/s)2
F = 4 × 0,012 × ×
0,1541 m 2

= 0,9682 J/kg

- Losses in gate valve (hf)


Berdasarkan Persamaan 2.10-17, Buku Geankoplis (1993), persamaan untuk
losses in gate valve pada pipa adalah:

LD-6
V1 2
hf = 𝑘𝑓 × (Geankoplis, 1993)
2

Kf = 0,17 untuk gate valve `


Sehingga,
(0,8142 m/s)2
hf = 0,17× 2

= 0,0563 J/kg

- Sudden enlargement (expansion) losses (hex)


Berdasarkan Persamaan 2.10-15, Buku Geankoplis (1993), persamaan untuk
sudden enlargement (expansion) losses pada pipa adalah:
A 2 V 2
hex = (1- A1 ) × 2×α
1
(Geankoplis, 1993)
2

α = 1 (turbulen) dan 0,5 (laminar)


Sehingga,
(0,8142 m/s)2
hex = (1-0)2 × 2 ×1

= 0,333689 J/kg

Total Friksi (F) = hc + hf (elbow 90o) + F + hf (gate valve) + hex


= 0,1823 + 0,4972 + 0,9682 + 0,0563 + 0,3315 J/kg
= 2,0356 J/kg

Menentukan Tenaga Mekanis Pompa


1 P2 -P1
(V2 2 -V1 2 )+ g×(z2 -z1 )+ + ΣF+Ws = 0 (Geankoplis, 1993)
2α ρ

V1 = V2
P1 = P2
∆Z =5m

Sehingga,
1
(2×0,5 ×0) + 9,806 × 5 + 0 + 2,0356 +Ws = 0

Ws = -51,0656 J/kg

ηpompa = 80%

-Ws
Wpompa =
ηpompa

LD-7
-(-51,0656)
=
0,8
= 63,8319 J/kg

Daya pompa (Ppompa) = Laju alir massa bahan × Wpompa


15,1082 kg/s × 63,8319 J/kg
=
1.000
= 0,9644 kW
= 1,2933 hp
Berdasarkan perhitungan diatas akan digunakan pompa solar dengan daya 2
hp.

Rangkuman Spesifikasi Pompa Coarse Screen (P-U01)


Fungsi : Alat transportasi air dari sungai menuju bak
penampungan awal (TT-U01)
Jenis : Pompa sentrifugal
Bahan konstruksi : Commercial steel
Jumlah : 1 unit
Nominal pipe size : 6 in
Schedule number : 40
Outside diameter (OD) : 6,625 in = 0,1683 m
Inside diameter (ID) : 6,065 in = 0,1541 m
Inside cross-sectional area (A) : 0,0186 m2 = 0,2006 ft2
Daya motor : 1,2933 hp ≈ 2 hp

Pada prarancangan pabrik ini, digunakan beberapa pompa pada unit utilitas,
dikarenakan metode perhitungan yang digunakan untuk mendesain keseluruhan alat
pompa adalah sama, maka pada Tabel LD.1 disajikan rangkuman spesifikasi seluruh
pompa yang digunakan.

Tabel LD.1 Rangkuman Spesifikasi Alat Pompa pada Unit Utilitas


No. Nama Alat Keterangan
1. Pompa Coarse Screen Jumlah : 1 Unit
(P-U01) Laju alir volumetrik : 54,6256 m3/jam
Normal pipe size : 6 in
Diameter luar : 6,065 in

LD-8
Diameter dalam : 6,625 in
Luas penampang : 0,2006 ft2
Daya motor : 2 hp
2. Pompa Bak Penampungan Jumlah : 1 Unit
(P-U02) Laju alir volumetrik : 54,6256 m3/jam
Normal pipe size : 6 in
Diameter luar : 6,065 in
Diameter dalam : 6,625 in
Luas penampang : 0,2006 ft2
Daya motor : 2 hp
3. Pompa mixer Al2(SO4)3 Jumlah : 1 Unit
(P-U03) Laju alir volumetrik : 0,0367 m3/jam
Normal pipe size : 0,375 in
Diameter luar : 0,405in
Diameter dalam : 0,269 in
Luas penampang : 0,0004 ft2
Daya motor : 0,1 hp
4. Pompa mixer Na2CO3 Jumlah : 1 Unit
(P-U04) Laju alir volumetrik : 0,0157 m3/jam
Normal pipe size : 0,375 in
Diameter luar : 0,405in
Diameter dalam : 0,269 in
Luas penampang : 0,0004 ft2
Daya motor : 0,1 hp
5. Pompa Clarifier Jumlah : 2 Unit
(P-U05) Laju alir volumetrik : 27,3371 m3/jam
Normal pipe size : 4 in
Diameter luar : 4,5 in
Diameter dalam : 4,026 in
Luas penampang : 0,0884 ft2
Daya motor : 0,5 hp
6. Pompa Filtrasi Jumlah : 1 Unit
(P-U06) Laju alir volumetrik : 54,6742 m3/jam
Normal pipe size : 6 in
Diameter luar : 6,625 in
Diameter dalam : 6,065 in
Luas penampang : 0,2006 ft2
Daya motor : 2 hp
7. Pompa ke Tangki Utilitas 2 Jumlah : 1 Unit
(P-U07) Laju alir volumetrik : 1,800 m3/jam
Normal pipe size : 1,250 in
Diameter luar : 1,660 in

LD-9
Diameter dalam : 1,380 in
Luas penampang : 0,0104 ft2
Daya motor : 0,1 hp
8. Pompa ke Penukar Kation Jumlah : 1 Unit
(P-U08) Laju alir volumetrik : 4,1330 m3/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in
Diameter dalam : 2,067 in
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp
9. Pompa Mixer H2SO4 Jumlah : 1 Unit
(P-U09) Laju alir volumetrik : 0,9947 m3/jam
Normal pipe size : 1 in
Diameter luar : 1,049 in
Diameter dalam : 1,315 in
Luas penampang : 0,006 ft2
Daya motor : 0,1 hp
10. Pompa ke Penukar Anion Jumlah : 1 Unit
(P-U10) Laju alir volumetrik : 4,133 m3/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in
Diameter dalam : 2,067 in
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp
11. Pompa Mixer NaOH Jumlah : 1 Unit
(P-U11) Laju alir volumetrik : 0,1472 m3/jam
Normal pipe size : 0,375 in
Diameter luar : 0,675 in
Diameter dalam : 0,493 in
Luas penampang : 0,0013 ft2
Daya motor : 0,1 hp
12. Pompa Penyimpanan Solar Jumlah : 1 Unit
(P-U12) Laju alir volumetrik : 1,7286 m3/jam
Normal pipe size : 1,25 in
Diameter luar : 1,380 in
Diameter dalam : 1,660 in
Luas penampang : 0,0104 ft2
Daya motor : 0,1 hp
13. Pompa Bak Penampungan Jumlah : 1 Unit
Limbah Cair Laju alir volumetrik : 35,551 m3/jam
(P-501) Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in

LD-10
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,139 ft2
Daya motor : 1 hp
14. Pompa Bak Pengendapan Jumlah : 1 Unit
Awal Laju alir volumetrik : 35,551 m3/jam
(P-502) Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,139 ft2
Daya motor : 1 hp
15. Pompa Bak Netralisasi Jumlah : 1 Unit
(P-503) Laju alir volumetrik : 35,551 m3/jam
Normal pipe size : 5 in
Diameter luar : 5,563 in
Diameter dalam : 5,047 in
Luas penampang : 0,139 ft2
Daya motor : 1 hp
16. Pompa Bak Aerasi Jumlah : 1 Unit
(P-504) Laju alir volumetrik : 69,3244 m3/jam
Normal pipe size : 6 in
Diameter luar : 6,625 in
Diameter dalam : 6,065 in
Luas penampang : 0,2006 ft2
Daya motor : 3 hp
17. Pompa air menuju TT-202 Jumlah : Unit
Laju alir volumetrik : 7,2384 m3/jam
Normal pipe size : 2,5 in
Diameter luar : 2,875 in
Diameter dalam : 2,469 in
Luas penampang : 0,0332 ft2
Daya motor : 0,1 hp
18. Pompa air menuju TT-301 Jumlah : 1 Unit
Laju alir volumetrik : 17,6175 m3/jam
Normal pipe size : 3,5 in
Diameter luar : 4 in
Diameter dalam : 3,548 in
Luas penampang : 0,0687 ft2
Daya motor : 0,25 hp
19. Pompa air menuju TT-303 Jumlah : 1 Unit
Laju alir volumetrik : 3,9743 m3/jam
Normal pipe size : 2 in
Diameter luar : 2,375 in

LD-11
Diameter dalam : 2,067 in
Luas penampang : 0,0233 ft2
Daya motor : 0,1 hp

LD.3 BAK PENAMPUNGAN AWAL (TT-U01)


Fungsi : Tempat penampungan air setelah melewati coarse screen
(S-U01)
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa air : 54.389,5816 kg/jam
Kapasitas perancangan : 12 jam

Menghitung Kapasitas Bak Penampungan Awal


kg
Total massa air = 54.389,5816 × 12 jam
jam

= 652.674,9795 kg
Densitas air = 995,68 kg/m3
652.674,9795 kg
Total volume air =
995,68 kg/m3
= 655,5068 m3

Menghitung Dimensi Bak Penampungan Awal


Faktor kelonggaran = 20%
Volume bak (Vb) = (1 + 0,2) × Total volume air
= (1 + 0,2) × 655,5068 m3
= 786,6081 m3

Direncanakan bak penampungan terbuka dengan bentuk alas persegi panjang.


Panjang bak = 2 × lebar bak, dan kedalaman bak = 1 × lebar bak.
Vb =p×l×t
Vb = 2l × l × l = 2l3

3 Vb
l = √
2

LD-12
3 3
l = √786,6081 m
2

= 7,3267 m
p =2×l
= 14,6534 m
t =l
= 7,3267 m

Rangkuman Spesifikasi Bak Penampungan Awal


Fungsi : Tempat penampungan air setelah melewati coarse
screen (S-U01)
Bentuk : Bak berbentuk persegi panjang
Kapasitas perancangan : 12 jam
Volume bak : 786,6081 m3
Panjang bak : 14,6534 m
Lebar bak : 7,3267 m
Tinggi bak : 7,3267 m
Material : Beton
Jumlah bak : 1 buah

LD.4 MIXER Al2(SO4)3 (M-U01)


Fungsi : Tempat untuk membuat larutan Al2(SO4)3 20%
Kebutuhan Al2(SO4)3 : 8,1938 kg/jam
Kapasitas perancangan : 10 hari

Menghitung Volume Mixer


Sebelum menghitung volume mixer, perlu dihitung laju alir massa larutan
Al2(SO4)3 yang akan dibuat (keluaran mixer). Menurut Anggraini (2014), pengolahan
air untuk industri skala besar membutuhkan larutan Al2(SO4)3 20%. Maka, laju alir
massa larutan Al2(SO4)3 20% dan laju alir massa air pelarut dapat dihitung sebagai
berikut:
Kebutuhan Al2(SO4)3
Flarutan =
0,2

LD-13
8,1938 kg/jam
=
0,2
= 40,9692 kg/jam
Fair = Flarutan – FAl2 (SO4 )
3

= 40,9692 kg/jam – 8,1938 kg/jam


= 32,7753 kg/jam

Menurut Parmoon dkk. (2019), densitas larutan Al2(SO4)3 20% adalah 1.114,9
kg/m3 atau 69,603 lb/ft3. Maka, volume mixer dapat dihitung sebagai berikut:
Total massa larutan = 32,7753 kg/jam × 24 jam/hari × 10 hari
= 9.832,6015 kg
9.832,6015 kg
Total volume larutan =
1.114,9 kg/m3

= 8,8193 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume mixer (Vm) = (1 + 0,2) × total volume larutan
= 1,2 × 8,8193 m3
= 10,5831 m3

Menghitung Diameter Mixer


Karena pembuatan larutan Al2(SO4)3 20% dilakukan pada tekanan atmosfer
(14,6959 psi), maka mixer yang dirancang berbentuk tangki vertikal dengan alas datar
dan tutup torispherical dished head. Mixer menggunakan sistem pengadukan standar
dimana rasio Hs:D = 1:1,5.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs
3
= 8 πD3

= 1,178D3
Volume tutup (Vh) = 0,000049D3
Vtot = Vs + Vh
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3
Vtot = 1,177549D3

3 V
t
D = √1,177549

LD-14
3 10,5831 m3
=√
1,177549

= 2,0788 m
= 81,8411 in
D
r =
2
2,0788 m
=
2
= 1,0394 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi larutan di dalam
mixer Al2(SO4)3 sebagai berikut:
1
Vlarutan = 4 πD2 Hlarutan
4Vlarutan
Hlarutan =
πD2
4 × 10,5831 m3
=
π × (2,0788 m)2

= 2,5986 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada mixer Al2(SO4)3 sebagai


berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hsolar
= 1.114,9 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 2,5986 m
= 28.391,9305 Pa
= 28,3919 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 28,3919 kPa)
= 155,6600 kPa
= 22,5766 psig

LD-15
Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 2,0788 m
2
= 3,1181 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang digunakan
sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun (Peters dkk.,
2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5 mm/tahun
(0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(155,6600 kPa)(1,0394 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(155,6600 kPa)

= 0,0027 m
= 0,1057 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan perhitungan
diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 81,8411 in + 2 × 3/16 in
= 82,2161 in ≈ 84 in

LD-16
Dengan menggunakan nilai ODh standar = 84 in dan ts standar = 3/16 in, maka
diperoleh nilai rc = 84 in dan icr = 51/8 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 40,9205 in
BC = rc – icr
= 84 in – 51/8 in
= 78,8750 in
AB = a - icr
= 40,9205 in – 51/8 in
= 35,7955 in

AC = √BC2 - AB2

= √(78,8750 in)2 - (35,7955 in)2

= 70,2847 in
b = rc – AC
= 84 in – 70,2847 in
= 13,7153 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai
E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5
mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi
sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal head dapat dihitung sebagai berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(22,5766 psi)(53/8 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(22,59 psi)
= 0,0292 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi tutup
dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f

LD-17
= 3/16 + 13,7153 + 2
= 16,0278 in
= 0,4071 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total mixer Al2(SO4)3 adalah sebagai berikut:
Ht = Hs + OA
= 3,1181 m + 0,4071 m
= 3,5252 m

Perancangan Sistem Pengaduk


Jenis pengaduk yang digunakan adalah three blade propeller dengan 4 buah
sekat. Rancangan sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Gambar LC.3,
sedangkan rasio geometrik sistem Tabel 9, Buku Kern (1965) pengadukan standar
ditunjukkan pada Persamaan LC.24 sampai LC.28.
Maka, diperoleh dimensi sistem pengadukan sebagai berikut:
1 1
Da = 3 Dt = × 2,0788 m = 0,6929 m
3
1 1
E = 3 Dt = × 2,0788 m = 0,6929 m
3
1 1
W = 5 Da = × 0,6929 m = 0,1386 m
5
1 1
J = Dt = × 2,0788 m = 0,1732 m
12 12
1 1
L = 4 Da = × 0,6929 m = 0,1732 m
4

Kecepatan pengadukan (N) diasumsikan sebesar 60 rpm atau 1 rps.


Berdasarkan ekstrapolasi data penelitian Nikam dkk. (2008), viskositas larutan
Al2(SO4)3 20% (0,7307 molal) adalah 0,002579 Pa.s. Maka, bilangan Reynold untuk
proses pelarutan ini dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.29 dari Lampiran C
sebagai berikut:
Maka, bilangan Reynold dapat dihitung sebagai berikut:
(0,6929 m)2 × 1 × 1.114,9 kg/m3
Nre =
0,002579 Pa.s
= 207.563,8774

Nilai Np dapat ditentukan berdasarkan grafik korelasi jenis pengaduk terhadap


bilangan daya (Gambar LC.4). Karena jenis pengaduk yang digunakan adalah three

LD-18
blade propeller, maka dipilih kurva 4 sebagai acuan. Berdasarkan pembacaan Gambar
LC.4 diperoleh nilai Np = 0,9. Maka, daya yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
P = Np × ρ × N3 × Da5
= 0,9 × 1.114,9 kg/m3 × 13 × (0,6929 m)5
= 1.444,5637 W
= 1,8957 hp

Diasumsikan efisiensi motor mixer sebesar 80%. Maka kebutuhan daya aktual
pengaduk dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
1,8957 hp
=
0,8
= 2,3696 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 3 hp.

Rangkuman Spesifikasi Mixer Al2(SO4)3


Fungsi : Tempat pembuatan larutan Al2(SO4)3 20%
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki :
ID Shell : 2,0788 m
Tinggi shell : 3,1181 m
Tinggi tutup : 0,4071 m
Tinggi total tangki : 3,5252 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk :
Diameter pengaduk : 0,6929 m
Jarak pengaduk : 0,6929 m
Lebar blade : 0,1386 m
Lebar sekat : 0,1732 m
Panjang blade : 0,1732 m

LD-19
Daya motor : 3 hp

LD.5 MIXER Na2CO3 (M-U02)


Fungsi : Tempat untuk membuat larutan Na2CO3 20%
Kebutuhan Na2CO3 : 4,0969 kg/jam
Kapasitas perancangan : 10 hari

Menghitung Volume Mixer


Sebelum menghitung volume mixer, perlu dihitung laju alir massa larutan
Na2CO3 yang akan dibuat (keluaran mixer). Konsentrasi larutan Na2CO3 yang
dibutuhkan berkisar 5-20% (Anggraini, 2014). Pada perhitungan ini, digunakan
konsentrasi larutan sebesar 20%. Maka, laju alir massa larutan Na2CO3 20% dan laju
alir massa air pelarut dapat dihitung sebagai berikut:
Kebutuhan Na2CO3
Flarutan =
0,2
4,0969 kg/jam
=
0,2
= 20,4846 kg/jam
Fair = Flarutan – FNa2 CO3
= 20,4846 kg/jam – 4,0969 kg/jam
= 16,3877 kg/jam

Densitas larutan Na2CO3 20% dapat dihitung menggunakan persamaan fraksi


massa. Diketahui densitas Na2CO3 sebesar 2.530 kg/m3 (LabChem, 2012). Sehingga,
densitas Na2CO3 20% adalah 1.302,5440 kg/m3.
Total massa larutan = 20,4846 kg/jam × 24 jam/hari × 10 hari
= 4.916,3008 kg
4.916,3008 kg
Total volume larutan =
1.302,544 kg/m3
= 3,7744 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume mixer (Vm) = (1 + 0,2) × total volume larutan
= 1,2 × 3,7744 m3
= 4,5293 m3

LD-20
Menghitung Diameter Mixer
Karena pembuatan larutan Na2CO3 20% dilakukan pada tekanan atmosfer
(14,6959 psi), maka mixer yang dirancang berbentuk tangki vertikal dengan alas datar
dan tutup torispherical dished head. Mixer menggunakan sistem pengadukan standar
dimana rasio Hs:D = 1:1,5.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs
3
= 8 πD3

= 1,178D3
Volume tutup (Vh) = 0,000049D3
Vtot = Vs + Vh
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3
Vtot = 1,177549D3

3 t V
D = √1,177549

3 4,5293 m3
= √
1,177549

= 1,5665 m
= 61,6750 in
D
r =
2
1,5665 m
=
2
= 0,7833 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi larutan di dalam
mixer Na2CO3 sebagai berikut:
1
Vlarutan = 4 πD2 Hlarutan
4Vlarutan
Hlarutan =
πD2
4 × 3,7744 m3
=
π × (1,5665 m)2

LD-21
= 1,9583 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada mixer Na2CO3 sebagai


berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hsolar
= 1.302,544 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 1,9583 m
= 24.997,0782 Pa
= 24,997 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 24,997 kPa)
= 151,5862 kPa
= 21,9875 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 1,5665 m
2
= 2,3498 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang digunakan
sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun (Peters dkk.,
2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5 mm/tahun
(0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:

LD-22
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(151,5862 kPa)(0,7833 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(151,5862 kPa)
= 0,0021 m
= 0,0830 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan perhitungan
diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 61,6750 in + 2 × 3/16 in
= 62,0500 in ≈ 66 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 66 in dan ts standar = 3/16 in, maka
diperoleh nilai rc = 66 in dan icr = 4 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 30,8375 in
BC = rc – icr
= 66 in – 4 in
= 62 in
AB = a - icr
= 30,8375 in – 4 in
= 26,8375 in

AC = √BC2 - AB2

= √(62 in)2 - (26,8375 in)2

= 55,8905 in
b = rc – AC
= 66 in – 55,8905 in

LD-23
= 10,1095 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai
E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5
mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi
sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal head dapat dihitung sebagai berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(21,9875 psi)(4 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(21,9875 psi)
= 0,0269 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi tutup
dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 + 10,1095 + 2
= 12,3595 in
= 0,3139 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total mixer Na2CO3 adalah sebagai berikut:
Ht = Hs + OA
= 2,3498 m + 0,3139 m
= 2,6637 m

Perancangan Sistem Pengaduk


Jenis pengaduk yang digunakan adalah three blade propeller dengan 4 buah
sekat. Rancangan sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Gambar LC.3,
sedangkan rasio geometrik sistem Tabel 9, Buku Kern (1965) pengadukan standar
ditunjukkan pada Persamaan LC.24 sampai LC.28.
Maka, diperoleh dimensi sistem pengadukan sebagai berikut:
1 1
Da = 3 Dt = × 1,5665 m = 0,5222 m
3

LD-24
1 1
E = 3 Dt = × 1,5665 m = 0,5222 m
3
1 1
W = 5 Da = × 0,5222 m = 0,1044 m
5
1 1
J = D = × 1,5665 m = 0,1305 m
12 t 12
1 1
L = 4 Da = × 0,5222 m = 0,1305 m
4

Kecepatan pengadukan (N) diasumsikan sebesar 60 rpm atau 1 rps.


Berdasarkan interpolasi data penelitian Haudin dkk. (2015), viskositas larutan Na2CO3
20% (2,458 M) adalah 0,004319 Pa.s. Maka, bilangan Reynold untuk proses pelarutan
ini dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.29 dari Lampiran C sebagai berikut:
Maka, bilangan Reynold dapat dihitung sebagai berikut:
(0,5222 m)2 × 1 × 1.302,544 kg/m3
Nre =
0,004319 Pa.s
= 82.234,1255

Nilai Np dapat ditentukan berdasarkan grafik korelasi jenis pengaduk terhadap


bilangan daya (Gambar LC.4). Karena jenis pengaduk yang digunakan adalah three
blade propeller, maka dipilih kurva 4 sebagai acuan. Berdasarkan pembacaan Gambar
LC.4 diperoleh nilai Np = 0,9. Maka, daya yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
P = Np × ρ × N3 × Da5
= 0,9 × 1.302,544 kg/m3 × 13 × (0,5222 m)5
= 171,7862 W
= 0,2304 hp

Diasumsikan efisiensi motor l istrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya aktual
pengaduk dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
0,2304 hp
=
0,8
= 0,2880 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 1 hp.

LD-25
Rangkuman Spesifikasi Mixer Na2CO3
Fungsi : Tempat pembuatan larutan Na2CO3 20%
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki :
ID Shell : 1,5665 m
Tinggi shell : 3,1181 m
Tinggi tutup : 0,4071 m
Tinggi total tangki : 2,3498 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk :
Diameter pengaduk : 0,5222 m
Jarak pengaduk : 0,5222 m
Lebar blade : 0,1044 m
Lebar sekat : 0,1305 m
Panjang blade : 0,1305 m
Daya motor : 1 hp

LD.6 CLARIFIER (CL-U01)


Fungsi : Tempat pengolahan air dengan metode koagulasi-flokulasi-
sedimentasi dengan penambahan larutan Al2(SO4)3 dan
Na2CO3
Jenis : External solid recirculation clarifier

Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa air : 27.194,7908 kg/jam
Jumlah : 2 unit

LD-26
Menghitung Laju Alir Massa Endapan yang Terbentuk
Pada proses pengolahan air di clarifier, akan terjadi reaksi antara air dengan
Al2(SO4)3 dan Na2CO3 membentuk endapan Al(OH)3, Na2SO4, dan gas CO2. Reaksi
yang berlangsung ditunjukkan sebagai berikut:
Al2 (SO4 ) + Na2 CO3 + 3 H2 O → 2 Al(OH)3 + 3 Na2 SO4 + 3 CO2
3

Total air yang masuk ke clarifier adalah air dari bak penampungan awal, air
pada larutan Al2(SO4)3 20%, dan air pada larutan Na2CO3 20%. Informasi awal yang
digunakan untuk meninjau reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut:

𝑖𝑛
Laju alir massa air total
NAir =
BM air
32,7753 kg/jam 16,3877 kg/jam
(27.194,7908 kg/jam + +
2 unit 2 unit
=
18 kg/kmol

= 1.512,1874 kmol/jam

𝑖𝑛
Laju alir massa Al2 (SO4 )3
NAl2 (SO4 )3
=
BM Al2 (SO4 )3
8,1938 kg/jam
2 unit
=
342 kg/kmol
= 0,0120 kmol/jam

𝑖𝑛
Laju alir massa Na2 CO3
NNa 2 CO3
=
BM Na2 CO3
4,0969 kg/jam
2 unit
=
106 kg/kmol
= 0,0193 kmol/jam

Laju reaksi dapat dihitung menggunakan Persamaan LD.2.


Nin
s × Xs (LD.2)
r=
-σs
Dimana:
r = Laju reaksi
Ns𝑖𝑛 = Jumlah mol awal komponen s
Xs = Konversi reaksi

LD-27
σs = koefisien stoikiometri komponen s,
(-) reaktan, (+) produk

Pada perhitungan ini diasumsikan konversi 100%. Maka laju reaksi untuk
ketiga komponen dapat dihitung sebagai berikut:
Nin
Air × XAir
r =
-σAir
1.512,1874 kmol/jam × 1
=
-(-3)

= 504,0625 kmol/jam

Nin
Al2 (SO4 ) × XAl2 (SO4 )
3 3
r =
-σAl2 (SO4 )
3

0,0120 kmol/jam × 1
=
-(-1)

= 0,0120 kmol/jam

Nin
Na2 CO3 × XNa2 CO3
r =
-σNa2 CO3

0,0193 kmol/jam × 1
=
-(-3)
= 0,0064 kmol/jam

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diketahui bahwa komponen


Na2CO3 sebagai reaktan pembatas. Selanjutnya perhitungan endapan yang terbentuk
dapat dilakukan menggunakan persamaan LD.3.
Rs = Ns𝑜𝑢𝑡 − Ns𝑖𝑛 = σs r
Ns𝑜𝑢𝑡 = Ns𝑖𝑛 + σs r (LD.3)
Dimana:
Ns𝑜𝑢𝑡 = Jumlah mol akhir komponen s (kmol/jam)
Ns𝑖𝑛 = Jumlah mol awal komponen s (kmol/jam)
σs = Koefisien stoikiometri komponen s
r = Laju reaksi

LD-28
Maka, jumlah endapan yang terbentuk dapat dihitung berdasarkan laju reaksi
komponen pembatas (Na2CO3) sebagai berikut:
𝑜𝑢𝑡 𝑖𝑛
NAl(OH) = NAl(OH) + σAl(OH)3 r
3 3

= 0 kmol/jam + 2(0,0064 kmol/jam) = 0,0130 kmol/jam


𝑜𝑢𝑡 𝑜𝑢𝑡
FAl(OH) = NAl(OH) × BM Al(OH3)
3 3

= 0,0130 kmol/jam × 78 kg/kmol = 1,0049 kg/jam


𝑜𝑢𝑡 𝑖𝑛
NNa2 (SO)4
= NNa 2 (SO)4
+ σNa2 (SO)4 r
= 0 kmol/jam + 3(0,0064 kmol/jam) = 0,0193 kmol/jam
𝑜𝑢𝑡 𝑜𝑢𝑡
FNa2 (SO)4
= NNa 2 (SO)4
× BM air
= 0,0193 kmol/jam × 142 kg/kmol = 2,7442 kg/jam
𝑜𝑢𝑡 𝑜𝑢𝑡
Fendapan = FAl(OH) + FNa2 (SO)4
3

= 1,0049 kg/jam + 2,7442 kg/jam = 3,7491 kg/jam

Densitas endapan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut. Densitas


Al(OH3) adalah 2.420 kg/m3 (Roth, 2019) dan densitas Na2SO4 adalah 2.680 kg/m3
(Lobachemie, 2015).
ρ = Σwiρi
1,0049 kg/jam 2,7442 kg/jam
= (3,7491 kg/jam × 2.420 kg/m3 ) + (3,7491 kg/jam × 2.680 kg/m3 )

= 2.610,3093 kg/m3

Laju alir volumetrik endapan dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai


berikut:
Massa endapan
Q =
Densitas endapan
3,7491 kg/jam
=
2.610,3093 kg/m3

= 0,0014 m3/jam

Menentukan Kecepatan Terminal Endapan


Kecepatan terminal endapan dapat dihitung menggunakan Persamaan LD.4.

g × D2p × (ρp - ρ) (LD.4)


vt =
18 × μ

LD-29
Dimana:
vt = Kecepatan terminal (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
Dp = Diameter partikel (m)
ρp = Densitas endapan (kg/m3)
ρ = Densitas fluida (kg/m3)
μ = Viskositas fluida (Pa.s)

Diameter partikel diasumsikan sebesar 0,002 cm (0,00002 m). Densitas dan


viskositas fluida yang digunakan adalah densitas dan viskositas air. Maka kecepatan
terminal endapan dapat dihitung sebagai berikut:

g × D2p × (ρp - ρ)
vt =
18 × μ

9,8 m/s2 × (0,00002 m)2 × (2.610,3093 kg/m3 - 995,68 kg/m3 )


=
18 × 0,0008007 Pa.s
= 0,00043143 m/s

Penentuan Volume Clarifier


Sebelum menghitung volume clarifier, perlu dihitung densitas dan viskositas
campuran yang masuk ke clarifier yakni campuran air, larutan Al2(SO4)3 20%, dan
larutan Na2SO4 20%. Densitas dan viskositas campuran dapat dihitung menggunakan
persamaan fraksi massa. Diketahui densitas campuran sebesar 995,8851 kg/m3, dan
viskositas campuran sebesar 0,00081768 Pa.s
Selanjutnya adalah menghitung laju alir volumetrik campuran menggunakan
persamaan sebagai berikut:
F
Q =
ρ
27.225,5177 kg/jam
=
995,8851 kg/m3
= 27,3380 m3/jam

Tinggi clarifier direncanakan 3 m. Waktu pengendapan dapat dihitung sebagai


berikut:

LD-30
H
tp =
vt
3m
=
0,00043143 m/s
= 6.953,6183 detik
= 1,9316 jam

Volume clarifier dilebihkan 20% dari volume campuran yang masuk. Maka,
volume clarifier dapat dihitung sebagai berikut:
Vt = 1,2 × Q × tp
= 1,2 × 27,3380 m3/jam × 1,9316 jam
= 63,3660 m3

Perhitungan Dimensi Clarifier


Clarifier terdiri dari dua bagian yakni silinder dan konis. Tinggi konis
direncanakan 1/3 tinggi clarifier. Maka tinggi konis dan tinggi silinder dapat dihitung
sebagai berikut:
Hc =3m
1
Hk = 3 Hc
1
=3×3m

=1m
Hs = Hc – Hk
=3m–1m
=2m

Selanjutnya, diameter clarifier dapat dihitung sebagai berikut:


Vc = Vk + Vs
1 1
Vc = (12 πD2 Hk ) + (4 πD2 Hs )
1 1
63,3660 m3 = 12 πD2 (1 m) + 4 πD2 (2 m)

63,3660 m3 = 0,262D2 + 1,570D2


63,3660 m3 = 1,832D2

63,3660 m3
D =√
1,832

LD-31
= 5,8802 m
= 231,5056 in
D
r =
2
5,8802 m
=
2
= 2,9401 m
= 115,7528 in

Menghitung Tekanan Desain


Volume campuran yang terdapat dalam clarifier dapat dihitung sebagai berikut:
Vcampuran = Q × tp
= 27,3380 m3/jam × 1,9316 jam
= 52,8050 m3

Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi campuran di dalam


clarifier sebagai berikut:
1 1
Vcampuran - 12 π D2 Hk + 4 π D2 Hk
Hcampuran = 1
4
π D2

1 1
52,8050 𝑚3 - 12 π (5,8802 m)2 1 m + 4 π (5,8802 m)2 1 m
= 1
4
(5,8802 m)2 1 m

= 2,6111 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hcampuran
= 995,885 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 2,6111 m
= 25.483,5943 Pa
= 25,484 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = 1,2 × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 25,484 kPa)

LD-32
= 152,170 kPa
= 22,070 psig

Menghitung Tebal Shell


Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14 dari Lampiran C.
Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material
ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan clarifier digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(152,170 kPa)(2,9401 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(152,170 kPa)

= 0,0065 m
= 0,2576 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 5/16 in.

Perancangan Sistem Pengaduk


Jenis pengaduk yang digunakan adalah turbin datar berdaun enam dengan 4
buah sekat. Rancangan sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Gambar LC.3,
sedangkan rasio geometrik sistem Tabel 9, Buku Kern (1965) pengadukan standar
ditunjukkan pada Persamaan LC.24 sampai LC.28.
Maka, diperoleh dimensi sistem pengadukan sebagai berikut:
1 1
Da = 3 Dt = × 5,8802 m = 1,9601 m
3
1 1
E = 3 Dt = × 5,8802 m = 1,9601 m
3
1 1
W = 5 Da = × 1,9601 m = 0,3920 m
5
1 1
J = Dt = × 5,8802 m = 0,4900 m
12 12
1 1
L = 4 Da = × 0,5236 m = 0,4900 m
4

Kecepatan pengadukan (N) diasumsikan sebesar 15 rpm atau 0,25 rps. Maka,
bilangan Reynold untuk proses pelarutan ini dapat dihitung menggunakan Persamaan
LC.28 dari Lampiran C sebagai berikut:

LD-33
Maka, bilangan Reynold dapat dihitung sebagai berikut:
(1,9601 m)2 × 0,25 × 995,8851 kg/m3
Nre =
0,00081768 Pa.s
= 1.169.804,4179

Nilai Np dapat ditentukan berdasarkan grafik korelasi jenis pengaduk terhadap


bilangan daya (Gambar LC.4). Karena jenis pengaduk yang digunakan adalah turbin
berdaun enam, maka dipilih kurva 1 sebagai acuan. Berdasarkan pembacaan Gambar
LC.4 diperoleh nilai Np = 5. Maka, daya yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
P = Np × ρ × N3 × Da5
= 5 × 995,8851 kg/m3 × 13 × (1,9601 m)5
= 2.250,9589 W
= 3,0186 hp

Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya aktual
pengaduk dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
3,0186 hp
=
0,8
= 3,7732 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 5 hp.

Menghitung Volume Air Sisa


Volume air sisa setelah pengolahan di clarifier dapat dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut:
𝑜𝑢𝑡 𝑖𝑛
Nair = Nair + σair r
= 1.512,1874 kmol/jam + (-3)(0,0064 kmol/jam) = 1.512,1680 kmol/jam
𝑜𝑢𝑡 𝑜𝑢𝑡
Fair = Nair × BM air
= 1.512,1680 kmol/jam × 18 kg/kmol = 27.219,0245 kg/jam

Laju alir massa air ini yang akan digunakan pada perancangan alat selanjutnya.

LD-34
Rangkuman Spesifikasi Clarifier
Fungsi : Tempat pengolahan air dengan metode koagulasi-
flokulasi-sedimentasi dengan penambahan larutan
Al2(SO4)3 dan Na2CO3
Jenis : External solid recirculation clarifier
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Tinggi clarifier :3m
Tinggi bagian silinder :2m
Tinggi bagian konis :1m
Diameter clarifier : 5,8802 m
Tebal clarifier : 5/16 in
Jenis pengaduk : Turbin datar berdaun 6
Jumlah sekat : 4 buah
Diameter pengaduk : 1,9681 m
Tinggi pengaduk : 1,9681 m
Lebar bilah pengaduk : 0,3936 m
Panjang bilah pengaduk : 0,4920 m
Lebar sekat : 0,4920 m
Kebutuhan daya : 4 hp
Jumlah clarifier : 2 unit

LD.7 TANGKI FILTRASI (F-U01)


Fungsi : Tempat pengolahan air dengan metode filtrasi
Laju alir massa air : 54.438,0489 kg/jam
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam

LD-35
Menghitung Volume Media Filtrasi
Berdasarkan uraian pada Bab 9 Sub bab 9.2, tinggi media filtrasi yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Antrasit : 530 mm (0,530 m)
Pasir : 230 mm (0,230 m)
Garnet : 115 mm (0,115 m)

Maka total tinggi media filtrasi adalah 875 mm (0,875 m). Direncanakan rasio
tinggi media filtrasi dengan diameter tangki filtrasi (Hm:D) adalah 1:5. Maka, diameter
tangki filtrasi dapat dihitung sebagai berikut:
D = 5 × Hm
= 2 × 0,875 m
= 4,375 m
= 172,244 in
D
r =
2
4,375 m
=
2
= 2,1875 m
= 86,122 in

Maka, volume total media filtrasi dapat dihitung sebagai berikut:


1
Vm = 4 πD2 Hm
1
= 4 π(4,375 m)2 (0,875 m)

= 13,1539 m3

Menghitung Volume Tangki Filtrasi


54.438,0489 kg/jam × 1 jam
Total volume air =
995,680 kg/m3
= 54,6742 m3

Maka, total volume tangki filtrasi dapat dihitung sebagai berikut:


Vt = Vm + Total volume air
= 13,1539 m3 + 54,6742 m3
= 67,8281 m3

LD-36
Volume aktual tangki akan dilebihkan 20% sebagai berikut
Vt = 1,2 × 67,8281 m3
= 81,3938 m3

Menghitung Tinggi Tangki Filtrasi


Karena proses filtrasi dilakukan pada tekanan atmosfer (14,6959 psi), maka
tangki filtrasi yang dirancang berbentuk tangki vertikal dengan alas dan tutup
torispherical dished head.
Vt = Vs + 2Vh
π
Vt – 2Vh = 4 D2 × Hs
Vt - 2Vh
Hs = π 2
D
4

Vt - 2 × 0,000049D3
= π 2
D
4

81,3938 m3 - 2(0,000049 × (4,375 m)3 )


= π
× (4,375 m)2
4

= 5,4138 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi air di dalam tangki
filtrasi sebagai berikut:
1
Vair = 4 πD2 Hair
4Vair
Hair =
πD2
4 × 54,6742 m3
=
π × (4,375 m)2
= 3,6369 m

Tekanan hidrostatis pada tangki filtrasi dapat dihitung sebagai berikut:


Ph = ρ × g × Hair
= 995,680 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 3,6369 m
= 35.488,0904 Pa
= 35,48881 kPa

LD-37
Tekanan karena media filtrasi dapat dihitung menggunakan Persamaan LD.5.
mm × g
Pm = (LD.5)
A
Dimana:
Pm = Tekanan karena media filtrasi (Pa)
mm = Total massa media filtrasi (kg)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
A = Luas alas tangki filtrasi (m2)

Densitas media filtrasi dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan


tinggi masing-masing media filtrasi. Densitas masing-masing media filtrasi adalah
sebagai berikut:
Antrasit : 720-740 kg/m3, dipilih 740 kg/m3 (PT. Deltapuro Indonesia, 2022)
Pasir : 1.500 kg/m3 (Wolff & Muller Baustoffe GmbH, 2018)
Garnet : 145 lb/ft3 atau 2.322,68 kg/m3 (GMA Garnet, 2019)
Maka, densitas media filtrasi dapat dihitung menggunakan persamaan fraksi
massa, densitas media filtrasi sebesar 1.147,7808 kg/m3.
Total massa media filtrasi dapat dihitung sebagai berikut:
mm = ρm × Vm
= 1.147,7808 kg/m3 × 13,1539m3
= 15.097,7769 kg

Dengan demikian, tekanan karena media filtrasi dapat dihitung sebagai berikut:
mm × g
Pm =
A
15.097,7808 kg × 9,8 m/s2
= 1
4
× π × (4,375 m)2

= 9.842,2204 Pa
= 9,842 kPa

Tekanan desain pada tangki filtrasi merupakan penjumlahan tekanan operasi,


tekanan hidrostatik, dan tekanan karena media filtrasi sebagai berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa

LD-38
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = 1,2 × (Poperasi + Ph + Pm)
= 1,2 × (101,345 kPa + 35,48881 kPa + 9,842 kPa)
= 176,0104 kPa
= 25,5282 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14 dari Lampiran C.
Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material
ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan clarifier digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(176,0104 kPa)(2,1875 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(176,0104 kPa)
= 0,0057 m
= 0,2244 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 5/8 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan perhitungan
diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 172,2442 in + 2 × 5/8 in
= 173,4942 in ≈ 180 in

LD-39
Dengan menggunakan nilai ODh standar = 180 in dan ts standar = 5/8 in, maka
diperoleh nilai rc = 170 in dan icr = 11 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 86,1221 in
BC = rc – icr
= 180 in – 11 in
= 159 in
AB = a - icr
= 86,1211 in – 11 in
= 75,1211 in

AC = √BC2 - AB2

= √(159 in)2 - (75,1211 in)2

= 140,1345 in
b = rc – AC
= 170 in – 140,1345 in
= 29,8655 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai
E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5
mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi
sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal head dapat dihitung sebagai berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(25,5282 psi)(11 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(25,5282 psi)
= 0,0428 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 5/8 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi tutup
dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f

LD-40
= 5/8 + 29,8655 + 2
= 32,4905 in
= 0,8253 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total tangki filtrasi adalah sebagai berikut:
Ht = Hs + OA
= 5,4138 m + 0,8253 m
= 7,0643 m

Rangkuman Spesifikasi Tangki Filtrasi


Fungsi : Tempat pengolahan air dengan metode filtrasi
Bentuk : Tangki silinder vertikal dengan alas dan tutup
torispherical dished head
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Volume tangki : 81,3938 m3
Diameter tangki : 4,3750 m
Tinggi shell : 5,4138 m
Tinggi tutup : 0,8253 m
Tinggi total tangki : 7,0643 m
Tebal shell : 5/8 in
Tebal tutup : 3/16 in
Tinggi media filtrasi
Antrasit : 0,530 m
Pasir : 0,230 m
Garnet : 0,115 m

LD.8 TANGKI UTILITAS I (TT-502)


Fungsi : Tempat penampungan air sebelum didistribusikan untuk
berbagai keperluan
Laju alir massa air : 54.438,0489 kg/jam

LD-41
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 2 jam

Menghitung Volume Tangki Utilitas I


Total massa air = 54.438,0489 kg/jam × 2 jam
= 108.876,0979 kg
Densitas air = 995,680 kg/m3
108.876,0979 kg
Total volume air =
995,680 kg/m3
= 109,3485 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume tangki (Vt) = (1 + 0,2) × total volume air
= 1,2 × 109,3485 m3
= 131,2182 m3

Menghitung Diameter Tangki Utilitas I


Tangki utilitas I yang dirancang berbentuk silinder vertikal dengan alas dan
tutup datar. Direncanakan rasio tinggi shell:diameter tangki (Hs:D) = 3:2.
π
Vt = 4 D2 × Hs
3
Vt = 8 πD3

3 8Vt
D = √

3 3
= √8 × 131,2182 m

= 4,8114 m
= 189,4251 in
D
r =
2
4,8114 m
=
2
= 2,4057 m

LD-42
= 94,7125 in

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi air di dalam tangki
utilitas I sebagai berikut:
1
Vair = 4 πD2 Hair
4Vair
Hair =
πD2
4 × 109,3485 m3
=
π × (4,8114 m)2
= 6,0142 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hair
= 995,680 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 6,0142 m
= 58.684,9621 Pa
= 58,6849 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = 1,2 × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 58,6849 kPa)
= 192,0118 kPa
= 27,8489 psig

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = ×D
2
3
= × 4,8114 m
2
= 7,2171 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14 dari Lampiran C.


Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material

LD-43
ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan clarifier digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(192,0118 kPa)(2,4057 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(192,0118 kPa)

= 0,0068 m
= 0,2663 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 5/16 in.

Rangkuman Spesifikasi Tangki Utilitas I


Bentuk : Tangki silinder vertikal dengan alas dan tutup datar
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 2 jam
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Volume tangki : 131,2182 m3
Diameter tangki : 4,8114 m
Tinggi shell : 7,2171 m
Tebal shell : 5/16 in

LD.9` TANGKI UTILITAS II (TT-U03)


Fungsi : Tempat desinfeksi air menggunakan kaporit sebelum
digunakan untuk kebutuhan domestik
Laju alir massa air : kg/jam
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 2 jam

LD-44
Menghitung Volume Tangki Utilitas II
Total massa air = 1.792,224 kg/jam × 24 jam/hari × 1 hari
= 43.013,376 kg
Densitas air = 995,680 kg/m3
43.013,376 kg
Total volume air =
995,680 kg/m3
= 43,200 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume tangki (Vt) = (1 + 0,2) × total volume air
= 1,2 × 43,200 m3
= 51,840 m3

Menghitung Diameter Tangki Utilitas II


Tangki utilitas II yang dirancang berbentuk silinder vertikal dengan alas dan
tutup datar. Direncanakan rasio tinggi shell:diameter tangki (Hs:D) = 3:2.
π
Vt = D2 × Hs
4
3
Vt = 8 πD3

3 8Vt
D = √

3 8 × 51,840 m3
= √
3 × 3,14

= 3,5304 m
= 138,9935 in ≈ 144 in
D
r =
2
3,5304 m
=
2
= 1,7652 m
= 69,4967 in

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi air di dalam Tangki
utilitas II sebagai berikut:

LD-45
1
Vair = 4 πD2 Hair
4Vair
Hair =
πD2
4 × 43,200 m3
=
3,14 × (3,5304 m)2
= 4,4130 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hair
= 995,680 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 4,4130 m
= 43.060,9714 Pa
= 43,0609 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = 1,2 × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 43,0609 kPa)
= 173,2629 kPa
= 25,1297 psig

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = ×D
2
3
= × 3,5304 m
2
= 5,297 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14 dari Lampiran C.


Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material
ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan clarifier digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Maka, tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:

LD-46
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(173,2629 kPa)(1,766 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(173,2629 kPa)
= 0,005 m
= 0,182 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 5/16 in.

Menghitung Total Kebutuhan Kaporit


Sebelum didistribusikan untuk kebutuhan domestik, air pada tangki utilitas II
akan didesinfeksi menggunakan kaporit. Berdasarkan perhitungan yang telah
dilakukan pada Bab 9 Sub 9.2, kebutuhan kaporit untuk proses desinfeksi adalah
0,5463 kg/jam. Maka, total kebutuhan kaporit setiap hari dapat dihitung sebagai
berikut:
Total kebutuhan kaporit = kebutuhan kaporit × 24 jam × 1 hari
= 0,5463 kg/jam × 24 jam/hari × 1 hari
= 13,1101 kg

Rangkuman Spesifikasi Tangki Utilitas II


Bentuk : Tangki silinder vertikal dengan alas dan tutup datar
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 2 jam
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Volume tangki : 131,2182 m3
Volume tangki : 51,840 m3
Diameter tangki : 3,5304 m
Tinggi shell : 5,297 m

LD.10 WATER COOLING TOWER (T-U01)


Fungsi : Mendinginkan air pendingin bekas sebelum digunakan
kembali
Jenis : Mechanical draft cooling tower

LD-47
Kondisi operasi
Temperatur air masuk (TL2) : 60°C (140°F)
Temperatur air keluar (TL1) : 25°C (77°F)
Temperatur udara (TG1) : 30°C
Laju alir massa air : Kebutuhan air pendingin - make up water
: (265.960,2732 kg/jam – 17.802,7158 kg/jam)
: 248.157,5574 kg/jam
Jumlah : 1 unit

Menghitung Luas Water Cooling Tower


Sebelum menghitung luas water cooling tower, perlu diketahui kualitas air
yang akan didinginkan berdasarkan pembacaan Gambar LD.2 dan LD.3 sebagai
berikut:

Gambar LD.2 Sizing Chart untuk Counterflow Cooling Tower (Perry dan Green,
2008)

LD-48
Gambar LD.3 Psychometric Chart (Geankoplis, 2003)

Berdasarkan pembacaan Gambar LD.2 dan LD.3, diperoleh kualitas air


pendingin bekas sebagai berikut:
Konsentrasi air = 1,5 gal/ft2.min
Temperatur bola basah (Tw) = 65°F (18,333°C)
Humidity = 0,015 kg uap air/ kg udara kering

Selanjutnya adalah menghitung laju alir volumetrik air menggunakan


persamaan berikut. Diketahui densitas air pada temperatur 60°C sebesar 983,240
kg/m3.
F
Q =
ρ
248.157,5574 kg/jam
=
983,240 kg/m3

= 252,3876 m3/jam
= 1.111,2297 gal/menit
= 0,0701 m3/s

Luas water cooling tower dilebihkan 20% sebagai berikut:


Laju alir volumetrik air
A = 1,2 ×
Konsentrasi air

LD-49
1.111,2297 gal/menit
= 1,2 ×
1,5 gal/ft2 .menit
= 888,9853 ft2
= 82,5893 m2

Laju aliran air per m2 dapat dihitung sebagai berikut:


Laju alir massa air
L =
Luas Water Cooling Tower
248.157,5574 kg/jam
=
82,5893 m2
= 3.004,7196 kg/jam.m2
= 0,8346 kg/s.m2

Pada perancangan water cooling tower, direncanakan rasio laju alir air dengan
udara (L:G) sebesar 5:6. Maka laju alir udara per m2 dapat dihitung sebagai berikut:
6
Laju alir udara per m2 = × 0,8346 kg/s.m3
5
= 1,0016 kg/s.m2

Menghitung Tinggi Water Cooling Tower


Sebelum menghitung tinggi water cooling tower, perlu dihitung entalpi udara
masuk dan entalpi udara keluar menggunakan Persamaan LD.7 dan LD.8.
Hy1 = (1,005 + 1,88 H)(TG1 – 0) + (2501,4 H) (LD.6)
G (Hy2 – Hy1) = L. CL (TL2 – TL1) (LD.7)

Dimana:
Hy1 = Entalpi udara masuk (kJ/kg udara kering)
Hy2 = Entalpi udara keluar (kJ/kg udara kering)
H = Humidity udara (kg uap/kg udara kering)
TG = Temperatur udara (°C)
TL1 = Temperatur air masuk (°C)
TL2 = Temperatur air keluar (°C)
G = Laju alir udara per m2 (kg/s.m2)
L = Laju alir air per m2 (kg/s.m2)

Maka, entalpi udara masuk dan keluar dapat dihitung sebagai berikut:

LD-50
Hy1 = (1,005 + 1,88H)(TG1 – 0) + (2.501,4H)
= (1,005 + 1,88(0,015 kg uap/kg udara kering)(30°C) + (2.501,4 × 0,015 kg
uap/kg udara kering)
= 68,5170 kJ/kg udara kering

G(Hy2 – Hy1) = L.CL(TL2 – TL1)


L × cL (TL2 - TL1 )
Hy2 = + Hy1
G
0,835 kg/s.m2 × 4,187 × kJ/kg.K(333 K - 298 K)
= + 68,5170 kJ/kg udara
1,0016 kg/s.m2
kering
= 190,6378 kJ/kg udara kering

Menghitung Tinggi Water Cooling Tower


Tinggi water cooling tower dapat dihitung menggunakan Persamaan LD.8.
G Hy2 dHy
z= ∫ (LD.8)
BMkG aP H *
y1 Hy - Hy

Dimana:
z = Tinggi Water Cooling Tower (m)
G = Laju alir udara per m2 (kg/s.m2)
BM = Berat molekul udara (kg/kmol)
kGa = Koefisien perpindahan massa
P = Tekanan udara (Pa)
Hy1 = Entalpi udara masuk (kJ/kg udara kering)
Hy2 = Entalpi udara keluar (kJ/kg udara kering)

Untuk menghitung tinggi water cooling tower, perlu dibuat kurva garis
kesetimbangan dan garis operasi antara temperatur dengan entalpi udara. Garis
kesetimbangan merupakan kurva entalpi campuran udara jenuh dengan uap air yang
ditunjukkan pada Tabel LD.2, sedangkan garis operasi merupakan kurva titik (TL1,
Hy1) terhadap (TL2, Hy2). Kurva garis kesetimbangan dan garis operasi dapat dilihat
pada Gambar LD.5.

LD-51
Tabel LD.2 Entalpi Campuran Udara Jenuh-Uap Air
Tl (°C) Entalpi (kJ/kg udara kering)
15,6 43,680
26,7 84,000
29,4 97,200
32,2 112,100
35,0 128,900
37,8 148,200
40,6 172,100
43,3 197,200
46,1 224,500
60,0 461,500
Sumber : Geankoplis (2003)

500,00
450,00
Entalpi (kJ/kg udara kering)

400,00 y = 20,312e0,0524x
R² = 0,9997
350,00
Setimbang
300,00
250,00
200,00 Operasi
150,00
100,00 y = 3,4892x - 18,712
R² = 1
50,00
0,00
0 10 20 30 40 50 60 70
Temperatur (°C)
Gambar LD.4 Kurva Garis Kesetimbangan dan Garis Operasi

Berdasarkan Gambar LD.4, maka dapat ditentukan nilai driving force pada
berbagai TL (Hy* – Hy). Nilai Hy* diperoleh dengan menarik garis vertikal dari nilai
Hy pada titik P ke garis kesetimbangan pada titik R seperti yang ditunjukkan pada
Gambar LD.5. Data driving force pada berbagai TL yang telah diperoleh kemudian
diintegralkan sebagai fungsi 1/(Hy* - Hy) dari nilai Hy1 ke Hy2. Hasil perhitungan ini
dirangkum pada Tabel LD.3.

LD-52
Gambar LD.5 Penentuan nilai Hy* (Geankoplis, 2003)

Tabel LD.3 Hasil Perhitungan Entalpi untuk Perancangan Water Cooling Tower
T (oC) Hy* (kJ/kg) Hy (kJ/kg) Hy* – Hy 1/( Hy* – Hy)
25 75,280 68,518 6,762 0,148
30 97,828 85,964 11,864 0,084
35 127,130 103,410 23,720 0,042
40 165,209 120,856 44,353 0,023
45 214,694 138,302 76,392 0,013
50 279,000 155,748 123,252 0,008
60 471,167 190,640 280,527 0,004

Berdasarkan data pada Tabel LD.2, maka diperoleh kurva Hy terhadap 1/(Hy* –
Hy) yang ditunjukkan pada Gambar LD.6.
0,16
0,14
0,12
1/(Hy* - Hy)

0,10
0,08
0,06
0,04
0,02
0,00
0 50 100 150 200 250
Hy

Gambar LD.6 Kurva Hy terhadap 1/(Hy* - Hy)

LD-53
Integral fungsi 1/(Hy* - Hy) dari nilai Hy1 ke Hy2 dapat diselesaikan secara
grafis dengan menghitung luas area di bawah kurva yang dirangkum pada Tabel LD.3.
Dengan cara ini, diperoleh nilai luas di bawah kurva sebesar 3,995.

Tabel LD.4 Hasil Perhitungan Luas Water Cooling Tower


b = 1/(Hy* – Hy) a = 1/(Hy* – Hy) Tinggi Luas
0,148 0,084 5,102 0,592
0,084 0,042 11,856 0,750
0,042 0,023 20,633 0,668
0,023 0,013 32,039 0,571
0,013 0,008 46,860 0,497
0,008 0,004 157,275 0,918
0,004 - - -
Luas Total 3,995

Berat molekul udara sebesar 29 kg/kmol dan nilai koefisien perpindahan massa
sebesar 1,27 × 10-7 kmol/s.m3. Maka, tinggi water cooling tower dapat dihitung
sebagai berikut:
G Hy2 dHy
z =
BMkG

aP H H*y - Hy
y1

1,0016 kg/s.m2
= × 3,995
29 kg/kmol × 1,27 × 10-7 kmol/s.m3 × 1,031 × 105 Pa
= 6,6331 m

Menghitung Daya Kipas


Daya kipas pada water cooling tower dapat ditentukan menggunakan Gambar
LD.7. Diasumsikan performa water cooling tower sebesar 90% sehingga diperoleh
daya kipas sebesar 0,030 hp/ft2. Maka, daya kipas dapat dihitung sebagai berikut:
Kebutuhan daya = 0,030 hp/ft2 × 888,9837 ft2
= 26,6695 hp

LD-54
Gambar LD.7 Penentuan Daya Kipas pada Water Cooling Tower

Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya aktual
kipas dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
26,6695 hp
=
0,8
= 33,3369 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 40 hp.

Rangkuman Spesifikasi Water Cooling Tower


Fungsi : Mendinginkan air pendingin bekas sebelum
digunakan kembali
Jenis : Mechanical draft cooling tower
Luas water cooling tower : 82,5893 m2
Tinggi water cooling tower : 6,6331 m
Kebutuhan daya : 40 hp
Jumlah : 1 unit

LD.11 MIXER H2SO4


Fungsi : Tempat untuk membuat larutan H2SO4 2%
Kebutuhan H2SO3 : 20,1395 kg/siklus
Kapasitas perancangan : 1 siklus

LD-55
Menghitung Volume Mixer
Sebelum menghitung volume mixer, perlu dihitung laju alir massa larutan
H2SO4 yang akan dibuat (keluaran mixer). Menurut Kemmer (1988), regenerasi resin
pada penukar kation membutuhkan larutan H2SO4 2% . Maka, laju alir massa larutan
H2SO4 2% dan laju alir massa air pelarut dapat dihitung sebagai berikut:
Kebutuhan H2SO4
Flarutan =
0,02
20,1395 kg/siklus
=
0,02
= 1.006,9742 kg/siklus
Fair = Flarutan – FH2SO4
= 1.006,9742 kg/siklus – 20,1395 kg/siklus
= 986,8348 kg/siklus

Densitas larutan H2SO4 2% dapat dihitung menggunakan persamaan fraksi


massa. Diketahui densitas H2SO4 sebesar 1.830 kg/m3 (LabChem, 2020). Sehingga,
densitas H2SO4 2% adalah 1.012,3664 kg/m3.
Total massa larutan = 1.006,9742 kg/siklus × 1 siklus
= 1.006,9742 kg
1.006,9742 kg
Total volume larutan =
1.012,3664 kg/m3

= 0,9947 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume mixer (Vm) = (1 + 0,2) × total volume larutan
= 1,2 × 0,9947 m3
= 1,1936 m3

Menghitung Diameter Mixer


Karena pembuatan larutan H2SO4 2% dilakukan pada tekanan atmosfer
(14,6959 psi), maka mixer yang dirancang berbentuk tangki vertikal dengan alas datar
dan tutup torispherical dished head. Mixer menggunakan sistem pengadukan standar
dimana rasio Hs:D = 1:1,5.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs

LD-56
3
= 8 πD3

= 1,178D3
Volume tutup (Vh) = 0,000049D3
Vtot = Vs + Vh
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3
Vtot = 1,177549D3

3 t V
D = √1,177549

3 1,1936 m3
= √
1,177549

= 1,0044 m
= 39,5416 in
D
r =
2
1,0044 m
=
2
= 0,5022 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi larutan di dalam
mixer H2SO4 sebagai berikut:
1
Vlarutan = 4 πD2 Hlarutan
4Vlarutan
Hlarutan =
πD2
4 × 0,9947 m3
=
π × (1,0044 m)2

= 1,2555 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada mixer H2SO4 sebagai


berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hlarutan

LD-57
= 1.012,3664 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 1,2555 m
= 12.456,0240 Pa
= 12,456 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 12,456 kPa)
= 136,5369 kPa
= 19,8030 psig

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 1,0044 m
2
= 1,5065 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang digunakan
sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun (Peters dkk.,
2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5 mm/tahun
(0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(136,5369 kPa)(0,5022 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(136,5369 kPa)
= 0,0014 m
= 0,0561 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished head dilakukan menggunakan

LD-58
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan perhitungan
diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 39,5416 in + 2 × 3/16 in
= 39,9166 in ≈ 42 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 42 in dan ts standar = 3/16 in, maka
diperoleh nilai rc = 42 in dan icr = 25/8 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 19,7708 in
BC = rc – icr
= 42 in – 25/8 in
= 39,375 in
AB = a - icr
= 19,7708 in – 25/8 in
= 17,1458 in

AC = √BC2 - AB2

= √(39,375 in)2 - (17,1458 in)2

= 35,4459 in
b = rc – AC
= 42 in – 35,4459 in
= 6,5541 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai
E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5
mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi
sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal head dapat dihitung sebagai berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(19,8030 psi)(25/8 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(19,8030 psi)

LD-59
= 0,0240 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi tutup
dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 + 6,5541 + 2
= 8,7416 in
= 0,2220 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total mixer H2SO4 adalah sebagai berikut:
Ht = Hs + OA
= 1,5065 m + 0,2220 m
= 1,7286 m

Perancangan Sistem Pengaduk


Jenis pengaduk yang digunakan adalah three blade propeller dengan 4 buah
sekat. Rancangan sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Gambar LC.3,
sedangkan rasio geometrik sistem Tabel 9, Buku Kern (1965) pengadukan standar
ditunjukkan pada Persamaan LC.24 sampai LC.28.
Maka, diperoleh dimensi sistem pengadukan sebagai berikut:
1 1
Da = 3 Dt = × 1,0044 m = 0,3348 m
3
1 1
E = 3 Dt = × 1,0044 m = 0,3348 m
3
1 1
W = 5 Da = × 0,3348 m = 0,0670 m
5
1 1
J = Dt = × 1,0044 m = 0,0837 m
12 12
1 1
L = 4 Da = × 0,3348 m = 0,0837 m
4

Kecepatan pengadukan (N) diasumsikan sebesar 60 rpm atau 1 rps.


Berdasarkan ekstrapolasi data penelitian Rhodes dan Barbour (1923), viskositas
larutan H2SO4 2% adalah 0,001477 Pa.s. Maka, bilangan Reynold untuk proses
pelarutan ini dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.29 dari Lampiran C sebagai
berikut:

LD-60
Maka, bilangan Reynold dapat dihitung sebagai berikut:
(0,3348 m)2 × 1 × 1.012,3664 kg/m3
Nre =
0,001477 Pa.s
= 76.822,748

Nilai Np dapat ditentukan berdasarkan grafik korelasi jenis pengaduk terhadap


bilangan daya (Gambar LC.4). Karena jenis pengaduk yang digunakan adalah three
blade propeller, maka dipilih kurva 4 sebagai acuan. Berdasarkan pembacaan Gambar
LC.4 diperoleh nilai Np = 0,9. Maka, daya yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
P = Np × ρ × N3 × Da5
= 0,9 × 1.012,3664 kg/m3 × 13 × (0,3348 m)5
= 3,8115 W
= 0,0051 hp

Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya aktual
pengaduk dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
0,0051 hp
=
0,8
= 0,0064 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 1 hp.

Rangkuman Spesifikasi Mixer H2SO4


Fungsi : Tempat pembuatan larutan H2SO4 2%
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 1,0044 m
Tinggi shell : 1,5065 m
Tinggi tutup : 0,2220 m
Tinggi total tangki : 1,7286 m
Tebal shell : 3/16 in

LD-61
Tebal tutup : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 0,3348 m
Jarak pengaduk : 0,3348 m
Lebar blade : 0,0670 m
Lebar sekat : 0,0837 m
Panjang blade : 0,0837 m
Daya motor : 1 hp

LD.12 PENUKAR KATION (CE-U01)


Fungsi : Tempat penyisihan kation dalam air menggunakan
resin penukar kation
Laju alir massa air : 4.115,1252 kg/jam
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menghitung Volume Air yang akan Diolah


Total massa air = 4.115,1252 kg/jam × 1 jam
= 4.115,1252 kg
Densitas air = 995,680 kg/m3
4.115,1252 kg
Total volume air =
995,680 kg/m3

= 4,1330 m3

Menghitung Tinggi Penukar Kation


Karena proses pertukaran kation dilakukan pada tekanan atmosfer (14,6959
psi), maka penukar kation yang akan dirancang berbentuk tangki vertikal dengan alas
dan tutup torispherical dished head. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan
pada Bab 9 Subbab 9.2, diperoleh spesifikasi awal penukar kation sebagai berikut:
Diameter penukar kation = 30 in = 0,7620 m
Jari-jari penukar kation = 15 in = 0,3810 m
Luas alas penukar kation = 4,91 ft2 = 0,4562 m2

LD-62
Volume resin minimum = 12 ft3 = 0,3398 m3

Maka, total volume penukar kation dapat dihitung sebagai berikut:


Vt = Volume resin minimum + Total volume air
= 0,3398 m3 + 4,1330 m3
= 4,4728 m3
Volume aktual tangki akan dilebihkan 20% sebagai berikut
Vt = 1,2 × 4,4728 m3
= 5,3673 m3

Karena proses penukar kation dilakukan pada tekanan atmosfer (14,6959 psi),
maka tangki filtrasi yang dirancang berbentuk tangki vertikal dengan alas dan tutup
torispherical dished head.
Vt = Vs + 2Vh
π
Vt – 2Vh = 4 D2 × Hs
Vt - 2Vh
Hs = π 2
4
D

Vt - 2 × 0,000049D3
= π 2
4
D

5,3673 m3 - 2(0,000049 × (0,7620 m)3 )


= π
4
× (0,7620 m)2

= 11,7694 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi air di dalam
Penukar Kation sebagai berikut:
Vair
Hair =
Luas alas penukar kation

4,1330 m3
=
0,4562 m2
= 9,0605 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada penukar kation sebagai


berikut:

LD-63
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hair
= 995,68 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 9,0605 m
= 88.409,2881 Pa
= 88,409 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 88,409 kPa)
= 227,7051 kPa
= 33,0259 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang
digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang digunakan
sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun (Peters dkk.,
2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5 mm/tahun
(0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(227,7051 kPa)(0,3810 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(227,7051 kPa)
= 0,0072 m
= 0,0682 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished head dilakukan menggunakan

LD-64
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan perhitungan
diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 30 in + 2 × 3/16 in
= 30,3750 in ≈ 32 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 32 in dan ts standar = 3/16 in, maka
diperoleh nilai rc = 30 in dan icr = 2 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 15 in
BC = rc – icr
= 30 in – 2 in
= 28 in
AB = a - icr
= 15 in – 2 in
= 13 in

AC = √BC2 - AB2

= √(28 in)2 - (13 in)2

= 24,7992 in
b = rc – AC
= 30 in – 24,7992 in
= 5,2008 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai
E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5
mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi
sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal head dapat dihitung sebagai berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(33,0259 psi)(2 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(33,0259 psi)

LD-65
= 0,0228 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi tutup
dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 + 5,2008 + 2
= 7,3883 in
= 0,1877 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total penukar kation adalah sebagai berikut:
Ht = Hs + OA
= 11,7694 m + 0,1877 m
= 11,9571 m

Rangkuman Spesifikasi Penukar Kation


Fungsi : Tempat penyisihan kation dalam air menggunakan
resin penukar kation
Bentuk : Tangki silinder vertikal dengan alas dan tutup
torispherical dished head
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Volume tangki : 5,3673 m3
Diameter tangki : 0,7620 m
Tinggi shell : 11,7694 m
Tinggi tutup : 0,1877 m
Tinggi total tangki : 11,9571 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in

LD-66
LD.13 MIXER NaOH
Fungsi : Tempat untuk membuat larutan NaOH 10%
Kebutuhan NaOH : 16,3293 kg/siklus
Kapasitas perancangan : 1 siklus

Menghitung Volume Mixer


Sebelum menghitung volume mixer, perlu dihitung laju alir massa larutan
NaOH yang akan dibuat (keluaran mixer). Menurut Kemmer (1988), regenerasi resin
pada penukar anion membutuhkan larutan NaOH 10%. Maka, laju alir massa larutan
NaOH 10% dan laju alir massa air pelarut dapat dihitung sebagai berikut:
Kebutuhan NaOH
Flarutan =
0,1
16,3293 kg/siklus
=
0,1
= 163,2931 kg/siklus
Fair = Flarutan – FNaOH
= 163,2931 kg/siklus – 16,3293 kg/siklus
= 146,9638 kg/siklus

Densitas larutan NaOH 10% dapat dihitung menggunakan persamaan fraksi


massa. Diketahui densitas NaOH sebesar 2.130 kg/m3 (LabChem, 2020). Sehingga,
densitas NaOH 10% adalah 1.109,1120 kg/m3.
Total massa larutan = 163,2931 kg/siklus × 1 siklus
= 163,2931 kg
163,2931 kg
Total volume larutan =
1.109,1120 kg/m3
= 0,1472 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume mixer (Vm) = (1 + 0,2) × total volume larutan
= 1,2 × 0,1472 m3
= 0,1767 m3

LD-67
Menghitung Diameter Mixer
Karena pembuatan larutan NaOH 10% dilakukan pada tekanan atmosfer
(14,6959 psi), maka mixer yang dirancang berbentuk tangki vertikal dengan alas datar
dan tutup torispherical dished head. Mixer menggunakan sistem pengadukan standar
dimana rasio Hs:D = 1:1,5.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs
3
= 8 πD3

= 1,178D3
Volume tutup (Vh) = 0,000049D3
Vtot = Vs + Vh
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3
Vtot = 1,177549D3

3 t V
D = √1,177549

3 0,1767 m3
= √
1,177549

= 0,5313 m
= 20,9166 in
D
r =
2
0,5313 m
=
2
= 0,2656 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi larutan di dalam
mixer NaOH sebagai berikut:
1
Vlarutan = 4 πD2 Hlarutan
4Vlarutan
Hlarutan =
πD2
4 × 0,1472 m3
=
π × (0,5313 m)2

LD-68
= 0,6641 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada mixer NaOH sebagai


berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hlarutan
= 1.109,112 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 0,6641 m
= 7.218,6236 Pa
= 7,218 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 7,218 kPa)
= 130,2520 kPa
= 18,8914 psig

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 0,5313 m
2
= 0,7969 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang digunakan
sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun (Peters dkk.,
2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5 mm/tahun
(0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(130,252 kPa)(0,2656 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(130,252 kPa)
= 0,001 m

LD-69
= 0,0381 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan perhitungan
diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 20,9166 in + 2 × 3/16 in
= 21,2916 in ≈ 22 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 22 in dan ts standar = 3/16 in, maka
diperoleh nilai rc = 21 in dan icr = 13/8 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 10,4583 in
BC = rc – icr
= 21 in – 13/8 in
= 19,625 in
AB = a - icr
= 10,4583 in – 13/8 in
= 9,0833 in

AC = √BC2 - AB2

= √(19,625 in)2 - (9,0833 in)2

= 17,3964 in
b = rc – AC
= 21 in – 17,3964 in
= 3,6036 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai
E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5

LD-70
mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi
sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal head dapat dihitung sebagai berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(18,8914 psi)(13/8 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(18,8914 psi)

= 0,0218 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi tutup
dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 + 3,6036 + 2
= 5,7911 in
= 0,1471 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total mixer NaOH adalah sebagai berikut:
Ht = Hs + OA
= 0,7969 m + 0,1471 m
= 0,9440 m

Perancangan Sistem Pengaduk


Jenis pengaduk yang digunakan adalah three blade propeller dengan 4 buah
sekat. Rancangan sistem pengadukan standar ditunjukkan pada Gambar LC.3,
sedangkan rasio geometrik sistem Tabel 9, Buku Kern (1965) pengadukan standar
ditunjukkan pada Persamaan LC.24 sampai LC.28.
Maka, diperoleh dimensi sistem pengadukan sebagai berikut:
1 1
Da = 3 Dt = × 0,5313 m = 0,1771 m
3
1 1
E = 3 Dt = × 0,5313 m = 0,1771 m
3
1 1
W = 5 Da = × 0,1771 m = 0,0354 m
5
1 1
J = Dt = × 0,5313 m = 0,0443 m
12 12
1 1
L = 4 Da = × 0,1771 m = 0,0443 m
4

LD-71
Kecepatan pengadukan (N) diasumsikan sebesar 60 rpm atau 1 rps.
Berdasarkan ekstrapolasi data penelitian Vazquez dkk. (1996), viskositas larutan
NaOH 10% adalah 0,001007 Pa.s. Maka, bilangan Reynold untuk proses pelarutan ini
dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.29 dari Lampiran C sebagai berikut:
Maka, bilangan Reynold dapat dihitung sebagai berikut:
(0,1771 m)2 × 1 × 1.109,112 kg/m3
Nre =
0,001007 Pa.s
= 34.542,4476

Nilai Np dapat ditentukan berdasarkan grafik korelasi jenis pengaduk terhadap


bilangan daya (Gambar LC.4). Karena jenis pengaduk yang digunakan adalah three
blade propeller, maka dipilih kurva 4 sebagai acuan. Berdasarkan pembacaan Gambar
LC.4 diperoleh nilai Np = 0,9. Maka, daya yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
P = Np × ρ × N3 × Da5
= 0,9 × 1.109,112 kg/m3 × 13 × (0,1771 m)5
= 0,0356 W
= 0,00003 hp

Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya aktual
pengaduk dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
0,00003 hp
=
0,8
= 0,00004 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 1 hp.

Rangkuman Spesifikasi Mixer NaOH


Fungsi : Tempat pembuatan larutan NaOH 10%
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
Spesifikasi tangki
ID Shell : 0,5313 m

LD-72
Tinggi shell : 0,7969 m
Tinggi tutup : 0,1471 m
Tinggi total tangki : 0,9440 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in
Spesifikasi pengaduk
Diameter pengaduk : 0,1771 m
Jarak pengaduk : 0,1771 m
Lebar blade : 0,0354 m
Lebar sekat : 0,0443 m
Panjang blade : 0,0443 m
Daya motor : 1 hp

LD.14 PENUKAR ANION (AE-U01)


Fungsi : Tempat penyisihan anion dalam air menggunakan
resin penukar anion
Laju alir massa air : 4.115,1252 kg/jam
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menghitung Volume Air yang akan Diolah


Total massa air = 4.115,1252 kg/jam × 1 jam
= 4.115,1252 kg
Densitas air = 995,680 kg/m3
4.115,1252 kg
Total volume air =
995,680 kg/m3
= 4,1330 m3

Menghitung Tinggi Penukar Anion


Karena proses pertukaran anion dilakukan pada tekanan atmosfer (14,6959
psi), maka penukar anion yang akan dirancang berbentuk tangki vertikal dengan alas

LD-73
dan tutup torispherical dished head. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan
pada Bab 9 Subbab 9.2, diperoleh spesifikasi awal penukar anion sebagai berikut:
Diameter penukar anion = 30 in = 0,7620 m
Jari-jari penukar anion = 15 in = 0,3810 m
Luas alas penukar anion = 4,91 ft2 = 0,4562 m2
Volume resin minimum = 12 ft3 = 0,3398 m3

Maka, total volume penukar anion dapat dihitung sebagai berikut:


Vt = Volume resin minimum + Total volume air
= 0,3398 m3 + 4,1330 m3
= 4,4728 m3
Volume aktual tangki akan dilebihkan 20% sebagai berikut
Vt = 1,2 × 4,4728 m3
= 5,3673 m3

Karena proses penukar anion dilakukan pada tekanan atmosfer (14,6959 psi),
maka tangki filtrasi yang dirancang berbentuk tangki vertikal dengan alas dan tutup
torispherical dished head.
Vt = Vs + 2Vh
π
Vt – 2Vh = 4 D2 × Hs
Vt - 2Vh
Hs = π 2
D
4

Vt - 2 × 0,000049D3
= π 2
4
D

5,3673 m3 - 2(0,000049 × (0,7620 m)3 )


= π
4
× (0,7620 m)2

= 11,7694 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi air di dalam
Penukar Anion sebagai berikut:
Vair
Hair =
Luas alas penukar anion

LD-74
4,1330 m3
=
0,4562 m2
= 9,0605 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada penukar anion sebagai


berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hair
= 995,68 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 9,0605 m
= 88.409,2881 Pa
= 88,409 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 88,409 kPa)
= 227,7051 kPa
= 33,0259 psig

Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang
digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang digunakan
sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun (Peters dkk.,
2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5 mm/tahun
(0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(227,7051 kPa)(0,3810 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(227,7051 kPa)

= 0,0072 m

LD-75
= 0,0682 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan perhitungan
diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 30 in + 2 × 3/16 in
= 30,3750 in ≈ 32 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 32 in dan ts standar = 3/16 in, maka
diperoleh nilai rc = 30 in dan icr = 2 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 15 in
BC = rc – icr
= 30 in – 2 in
= 28 in
AB = a - icr
= 15 in – 2 in
= 13 in

AC = √BC2 - AB2

= √(28 in)2 - (13 in)2

= 24,7992 in
b = rc – AC
= 30 in – 24,7992 in
= 5,2008 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai
E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5

LD-76
mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi
sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal head dapat dihitung sebagai berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(33,0259 psi)(2 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(33,0259 psi)

= 0,0228 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi tutup
dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 + 5,2008 + 2
= 7,3883 in
= 0,1877 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total penukar anion adalah sebagai berikut:
Ht = Hs + OA
= 11,7694 m + 0,1877 m
= 11,9571 m

Rangkuman Spesifikasi Penukar Anion


Fungsi : Tempat penyisihan anion dalam air menggunakan
resin penukar anion
Bentuk : Tangki silinder vertikal dengan alas dan tutup
torispherical dished head
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Volume tangki : 5,3673 m3
Diameter tangki : 0,7620 m

LD-77
Tinggi shell : 11,7694 m
Tinggi tutup : 0,1877 m
Tinggi total tangki : 11,9571 m
Tebal shell : 3/16 in
Tebal tutup : 3/16 in

LD.15 DEAERATOR (DE-U01)


Fungsi : Memanaskan air umpan boiler untuk menghilangkan
gas-gas terlarut
Laju alir massa total : 20.575,626 kg/jam
Temperatur awal air : 42,5°C
Temperatur pemanasan : 90°C
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menghitung Volume Deaerator (DE-U01)


Total massa air = 20.575,626 kg/jam × 1 jam
= 20.575,626 kg
Densitas air pada 42,5°C = 991,2460 kg/m3 (Geankoplis, 2003)
20.575,626 kg/jam
Total volume air =
991,2460 kg/m3

= 20,7573 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume deaerator (Vd) = (1 + 0,2) × total volume air
= 1,2 × 20,757 m3
= 24,9088 m3

Menghitung Diameter Deaerator (DE-U01)


Deaerator yang dirancang berbentuk tangki silinder horizontal dengan tutup
torispherical dished head. Direncanakan rasio panjang shell:diameter tangki (L:D) =
3:2.
Vd = Vs + 2Vh
π
Vd = 4 D2 × L + 2(0,000049D3)
π 3
Vd = 4 D2 × 2 D + 2(0,000049D3)

LD-78
Vd = 1,178D3 + 0,000098D3

3 V
d
D = √1,177598

3 24,9088 m3
= √
1,177598

= 2,7651 m
= 108,8652 in
D
r =2
2,7651 m
=
2
= 1,3826 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi air di dalam
Deaerator. Pada tangki horizontal, tinggi tangki sama dengan diameter tangki (H=D).
Maka pada tangki yang terisi penuh, tinggi cairan akan sama dengan diameter tangki.
Dengan demikian, tinggi air aktual pada Deaerator dapat dihitung sebagai berikut:
Hair Vair
=
Hdeaerator Vtangki

Hair 20,7573 m3
=
2,7651 m 24,9088 m3
Hair = 2,3043 m
Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain sebagai berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hair
= 991,2460 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 2,3043 m
= 22.384,0228 Pa
= 23,384 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = 1,2 × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 23,384 kPa)

LD-79
= 148,4505 kPa
= 21,5309 psig

Menghitung Spesifikasi Shell


Panjang shell dapat dihitung sebagai berikut:
L = 3 /2 × D
= 3/2 × 2,7651 m
= 4,1477 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan C.20 dari Lampiran C.


Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai S untuk material
ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai Ef yang
digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun
(Peters dkk., 2003). Pada perancangan Deaerator digunakan faktor korosi sebesar 0,5
mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
SEf - 0,6P
(149,383 kPa)(1,3826 m)
= + 0,0005
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(149,383 kPa)
= 0,0033 m
= 0,1288 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/8 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan perhitungan
diameter luar tutup sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 108,8652 in + 2 × 3/8 in
= 109,6125 in ≈ 114 in

LD-80
Dengan menggunakan nilai ODh standar = 114 in dan ts standar = 3/8 in, maka
diperoleh nilai rc = 108 in dan icr = 67/8 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 54,4313 in
BC = rc – icr
= 108 in – 67/8 in
= 101,125 in
AB = a - icr
= 54,4313 in – 67/8 in
= 47,5563 in

AC = √BC2 - AB2

= √(101,125 in)2 - (47,5563 in)2

= 89,2450 in
b = rc – AC
= 114 in – 89,2450 in
= 18,7550 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai
E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5
mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi
sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal head dapat dihitung sebagai berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(21,5309 psi)(7,25 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(21,5309 psi)
= 0,0319 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai sf = 2 in. maka, tinggi tutup
dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f

LD-81
= 3/16 + 18,7550 + 2
= 20,9425 in
= 0,5319 m

Maka, dapat diperoleh panjang total deaerator adalah sebagai berikut:


Ht = Hs + 2OA
= 4,1477 m + 2 × 0,5319 m
= 5,2115 m

Menghitung Kebutuhan Daya Deaerator (DE-401)


Pada Deaerator (DE-401), campuran air dari utilitas dan kondensat 3 bar akan
dipanaskan hingga temperatur 90°C (363 K) untuk menghilangkan gas-gas terlarut
(oksigen) dalam air. Pemanasan bertujuan untuk menurunkan kelarutan oksigen dalam
air sehingga diperoleh air umpan boiler yang bebas oksigen. Berdasarkan simulasi
menggunakan software ASPEN HYSYS V10, diperoleh suhu campuran air di dalam
deaerator sebesar 42,5°C (315,65 K) dan tekanan 1 atm. Berdasarkan Tabel LB.2 dari
Lampiran B, diketahui data kapasitas panas air pada fasa cair. Maka, neraca energi
selama proses deaerasi dapat dihitung sebagai berikut:
Tin = 42,5°C = 315,65 K
Tout = 90°C = 363,15 K
Tref = 25°C = 298,15 K
20.575,626 kg/jam
n =
18 kg/kmol
= 1.143,0903 kmol/jam
Qout = Qin + dQ/dT
dQ/dT = Qout – Qin
Tout Tin
= ∫Tref n  Cp  dT – ∫Tref n  Cp  dT
363,15
dQ/dT = ∫298,15 1.143,0903 kmol/jam  Cp  dT –
315,65
∫298,15 1.143,0903 kmol/jam  Cp  dT
= 1.374.925,7471 kJ/jam – 370.570,5939 kJ/jam
= 1.004.355,1532 kJ/jam
= 278,9876 kW

LD-82
Diasumsikan efisiensi pemanas listrik sebesar 80%. Maka kebutuhan daya
aktual Deaerator (DE-401) dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η
278,9876 kW
=
0,8
= 348,7345 kW
= 467,6599 hp
Maka, digunakan pemanas listrik standar dengan daya 500 hp.

Rangkuman Spesifikasi Deaerator


Fungsi : Memanaskan air umpan boiler untuk menghilangkan
gas-gas terlarut
Bentuk : Tangki silinder horizontal dengan tutup
torispherical dished head
Material : Carbon steel SA-283 grade C
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 90°C
Tekanan (P) : 1 atm
Kapasitas perancangan : 1 jam
Volume tangki : 24,90880 m3
Diameter tangki : 2,7651 m
Panjang shell : 4,1477 m
Tinggi tutup : 0,5319 m
Panjang total deaerator : 5,2115 m
Tebal shell : 3/8 in
Tebal tutup : 3/16 in
Daya pemanas : 500 hp

LD.16 BOILER (B-U01)


Fungsi : Menghasilkan saturated steam 133,5°C 3 bar.
Jenis : Vertical fire tube boiler
Laju alir massa air : 20.575,626 kg/jam

LD-83
Kapasitas perancangan : 1 jam

Menghitung Volume Boiler


Total massa air = 20.575,626 kg/jam × 1 jam/hari
= 20.575,626 kg
Densitas air pada 90°C = 991,246 kg/m3 (Geankoplis, 2003)
20.575,626 kg
Total volume air =
991,246 kg/m3

= 20,757 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume boiler (Vb) = (1 + 0,2) × total volume air
= 1,2 × 20,757 m3
= 24,9088 m3

Menghitung Diameter Boiler


Boiler yang dirancang adalah jenis vertical fired tube boiler. Boiler jenis ini
terdiri dari sebuah silinder yang di dalamnya terdapat sejumlah tube atau pipa. Air
berada di dalam ruang antara tube dan silinder, sedangkan media pemanas berupa api
berada di dalam tube. Direncanakan rasio tinggi silinder:diameter shell (Hs:D) sebesar
3:2.
1
Vb = 4 πD2 × Hs
1 3
Vb = 4 πD2 × 2 D
3
Vb = 8 πD3

3 8Vb
D = √

3 8 × 24,9088 m3
= √
3 × 3,14

= 2,765 m
= 108,866 in
D
r =
2
= 1,383 m

LD-84
Menghitung Tekanan Desain
Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi air di dalam boiler
sebagai berikut:
1
Vair = 4 πD2 Hair
4Vair
Hair =
πD2
4 × 20,757 m3
=
3,14 × (2,765 m)2
= 3,458 m

Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain sebagai berikut:


Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm
= 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hair
= 991,246 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 3,458 m
= 33.593,996 Pa
= 33,693 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = 1,2 × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 33,693 kPa)
= 161,903 kPa
= 23,482 psig

Menghitung Spesifikasi Boiler


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 2,765 m
2
= 4,148 m
= 13,608 ft

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah stainless steel ASTM A268. Nilai f untuk material ini adalah 15.000

LD-85
psi atau 103.421,4 kPa (ASME, 2001). Nilai E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor
korosi untuk stainless steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada
perancangan boiler ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5 mm/tahun atau 0,0005
m/tahun (0,0197 in/tahun). Maka, tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(161,903 kPa)(1,383 m)
= + 0,0005 m
(103.421,4 kPa)(0,85) - 0,6(161,903 kPa)

= 0,003 m
= 0,120 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 5/16 in.

Menentukan LMTD (Log Mean Temperature Difference)


Temperatur operasi untuk alur panas dan alur dingin pada boiler adalah sebagai
berikut:
Aliran api:
Temperatur masuk (T1) : 543°C (1.009,4°F)
Temperatur keluar (T2) : 300°C (572°F)
Aliran udara:
Temperatur masuk (t1) : 90°C (86°F)
Temperatur keluar (t2) : 133,5°C (272,3°F)

Perhitungan LMTD dapat dilakukan menggunakan Persamaan LC.32 dari


Lampiran C, dimana:
Δt1 = T1 – t2 = (1.009,4 – 272,3) °F = 737,1°F
Δt2 = T2 – t1 = (572 – 86) °F = 486°F

Maka nilai LMTD dapat dihitung sebagai berikut:


Δt1 - Δt2
LMTD = Δt
ln( 1⁄Δt )
2

(737,1℉ - 486℉)
=
ln(737,1°F⁄486°F)

= 537,712°F

LD-86
Menghitung Beban Panas pada Boiler
Baban panas keluaran Boiler dapat dihitung menggunakan Persamaan LB.2.
Berdasarkan sub bab LB.1.2 dan LB.1.3, diketahui nilai kapasitas panas air pada fasa
cair dan pada fasa gas. Dari sub bab LB.2, nilai entalpi perubahan fasa air sebesar
40.656,2 kJ/kmol. Sehingga, beban panas pada boiler dapat dihitung sebagai berikut:
T1 = 90°C = 363,15 K
Tb = 100°C = 373,15 K
T2 = 133,5°C = 406,65 K
20.575,626 kg/jam
n =
18 kg/kmol

= 1.143,0903 kmol/jam
Tb T2
Q = ( ∫T1 n  Cpl  dT) + (n  ∆Hvl) + (∫Tb n  Cpg  dT )
373,15
= ∫363,15 1.143,0903 kmol/jam  Cpl  dT + 1.143,0903 kmol/jam ×
406,65
40.656,2 kJ/kmol + ∫373,15 1.143,0903 kmol/jam  Cpg  dT )

= 211.792,109 kJ/jam + 46.473.708,711 kJ/jam + 305.802,140 kJ/jam


= 46.991.302,961 kJ/jam

Menentukan Luas Perpindahan Panas


Menurut Holman (1986), untuk fluida panas berupa gas dan fluida dingin
berupa udara, nilai UD yang digunakan adalah 2-25 btu/jam.ft2. Pada perancangan
boiler digunakan UD = 25 btu/jam.ft2°F. Beban boiler telah dihitung pada LB.10, yaitu
sebesar 46.991.302,961 kJ/jam atau 44.539.155,798 btu/jam. Maka, luas perpindahan
panas dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
Q = UD × A × LMTD
Q
A =
UD × LMTD
44.539.155,798 btu/jam
=
25 btu/jam.ft2 ℉ × 537,712℉
= 1.656,617 ft2

LD-87
Menentukan Spesifikasi Tube
Menurut Kern (1950), diameter tube yang umum digunakan adalah ¾ in dan 1
in. Pada perancangan boiler dipilih diameter tube ¾ in dengan spesifikasi sebagai
berikut (Kern, 1950):
Diameter luar : ¾ in = 0,062 ft
BWG : 18
Tebal tube : 0,049 in
Diameter dalam : 0,652 in = 0,054 ft
Luas area aliran/tube : 0,334 in2
Luas permukaan luar/ft : 0,1963 ft2/ft
Luas permukaan dalam/ft : 0,1707 ft2/ft

Tube direncanakan memiliki panjang yang sama dengan tinggi silinder yakni
4,148 m (13,608 ft). Maka jumlah tube yang digunakan dapat dihitung sebagai berikut:
A
Nt =
L × a"

1.656,617 ft2
=
13,608 ft × 0,1963 ft2 /ft
= 620,157 tube

Susunan tube yang digunakan adalah triangular pitch karena memiliki


koefisien perpindahan panas yang besar. Selanjutnya menentukan spesifikasi shell
berdasarkan jumlah tube yang telah diketahui sebagai berikut (Kern, 1950):
Diameter luar tube : ¾ in
Pitch : 15/16 in– triangular pitch
Tube pass : 4 pass
Nt : 640 tube

Berdasarkan spesifikasi di atas, maka nilai UD koreksi dapat dihitung


menggunakan persamaan sebagai berikut:
A = Nt × L × a”
= 640 × 13,608 ft × 0,1963 ft2/ft
= 1.709,624 ft2
Q
UD Koreksi =
A × LMTD

LD-88
44.539.155,798 btu/jam
=
1.709,624 ft2 × 537,712
= 48,450 btu/jam.ft2

Menghitung Kebutuhan Bahan Bakar


Kebutuhan bahan bakar pada boiler dapat dihitung menggunakan Persamaan
LC.33. Efisiensi boiler standar adalah ≥ 80% (Kharisma dan Budiman, 2020). Bahan
bakar yang digunakan untuk mengoperasikan boiler adalah solar. Menurut Mangalik
(2019) solar memiliki LHV sebesar 46.194,4866 kJ/kg dengan densitas sebesar 0,832
kg/l. Pada perhitungan ini, LHV solar ditetapkan sebesar 36.235 kJ/l. Maka, kebutuhan
solar pada boiler dapat dihitung sebagai berikut:
P
B =
LHV × ηboiler

46.991.302,961 kJ/jam
=
46.194,4866 kJ/kg × 0,8

= 1.271,561 kg/jam
= 1.528,3191 l/jam

Rangkuman Spesifikasi Boiler:


Fungsi : Menghasilkan steam 133,5°C 3 bar
Jenis : Vertical fire tube boiler
Material : Stainless steel ASTM A268
Diameter boiler : 2,765 m
Tinggi boiler : 3,458 m
Tebal shell : 5/16 in
Diameter luar tube : 3/4 in
BWG : 18
Panjang tube : 3,678 m
Pitch : 15/16 in– triangular pitch
Tube pass : 2 pass
Jumlah tube : 692 tube
Kebutuhan bahan bakar : 1.271,561 kg/jam

LD-89
LD.17 TANGKI PENYIMPANAN SOLAR (TT-U04)
Fungsi : Tempat penyimpan solar
Kondisi penyimpanan
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa bahan : 1.438,2080 kg/jam
Kapasitas perancangan : 12 jam

Menghitung Volume Tangki Penyimpanan Solar


kg
Total massa solar = 1.438,2080 × 12 jam
jam

= 17.258,4955 kg
Densitas solar = 832,0000 kg/m3
17.258,4955 kg
Total volume solar =
832,0000 kg/m3
= 20,7434 m3
Faktor kelonggaran = 20%
Volume tangki (Vt) = (1 + 0,2) × total volume bahan
= 1,2 × 20,7434 m3
= 24,8921 m3

Menghitung Diameter Tangki Penyimpanan Solar


Karena penyimpanan solar dilakukan pada tekanan 1 atm (14,6959 psi), maka
tangki penyimpanan yang dirancang adalah tangki vertikal dengan alas datar dan tutup
torispherical dished head. Direncanakan rasio tinggi shell:diameter tangki (Hs:D) =
3:2.
π
Volume shell (Vs) = 4 D2 × Hs
3
= 8 πD3

= 1,178D3
Volume tutup (Vh) = 0,000049D3
Vtot = Vs + Vh
Vtot = 1,178D3 + 0,000049D3
Vtot = 1,177549D3

LD-90
3 t V
D = √1,177549

3 24,8921 m3
= √
1,177549

= 2,7645 m
= 108,8396 in
D
r =
2
2,7645 m
=
2
= 1,3823 m

Menghitung Tekanan Desain


Sebelum menghitung tekanan desain, perlu dihitung tinggi solar di dalam
tangki sebagai berikut:
1
Vsolar = 4 πD2 Hsolar
4Vsolar
Hsolar =
πD2
4×20,7434 m3
=
π × (2,7645 m)2
= 3,4558 m
Selanjutnya adalah menghitung tekanan desain pada tangki penyimpanan solar
sebagai berikut:
Tekanan operasi (Poperasi) = 1 atm = 101,345 kPa
Tekanan hidrostatis (Ph) = ρ × g × Hsolar
= 832,0000 kg/m3 × 9,8 m/s2 × 3,4558 m
= 28.177,2126 Pa
= 28,177 kPa
Faktor keamanan = 20%
Tekanan design (Pd) = (1 + 20%) × (Poperasi + Ph)
= 1,2 × (101,345 kPa + 28,177 kPa)
= 155,4024 kPa

LD-91
= 22,5392 psig
Tekanan desain yang diperoleh berada dalam rentang tekanan untuk tutup
torispherical dished head yakni 20-200 psig sehingga perhitungan yang dilakukan
sudah tepat (Brownell dan Young, 1959).

Menghitung Spesifikasi Shell


Tinggi shell dapat dihitung sebagai berikut:
3
Hs = D
2
3
= × 2,7645 m
2
= 4,1468 m

Tebal shell dapat dihitung menggunakan Persamaan LC.14. Material yang


digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk material ini adalah
12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai E yang digunakan
sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5 mm/tahun (Peters dkk.,
2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi sebesar 0,5 mm/tahun
(0,0005 m/tahun). Tebal shell dapat dihitung sebagai berikut:
Pri
ts = + Cc
f E - 0,6P
(155,4024 kPa)(1,3823 m)
= + 0,0005 m
(87.218,714 kPa)(0,85) - 0,6(155,4024 kPa)
= 0,0034 m
= 0,1339 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/8 in.

Menghitung Dimensi Tutup


Skema tutup torispherical dished head ditunjukkan pada Gambar LC.2.
Perhitungan dimensi tutup torispherical dished head dilakukan menggunakan
Persamaan LC.16 sampai LC.22. Penentuan dimensi tutup diawali dengan perhitungan
diameter luar head sebagai berikut:
ODh = ODs
= IDs + 2ts
= 108,8396 in + 2 (3/8) in

LD-92
= 109,5896 in ≈ 114 in

Dengan menggunakan nilai ODh standar = 114 in dan ts standar = 3/8 in, maka
diperoleh nilai rc = 108 in dan icr = 67/8 in. Selanjutnya dimensi tutup dapat dihitung
sebagai berikut:
a = 54,4198 in
BC = rc – icr
= 108 in – 67/8 in
= 101,125 in
AB = a - icr
= 54,4198 in – 67/8 in
= 47,5448 in

AC = √BC2 - AB2

= √(101,125 in)2 - (47,5448 in)2

= 89,2511 in
b = rc – AC
= 114 in – 89,2511 in
= 18,7489 in

Material yang digunakan adalah carbon steel SA-283 grade C. Nilai f untuk
material ini adalah 12.650 psi atau 87.218,714 kPa (Brownell dan Young, 1959). Nilai
E yang digunakan sebesar 0,85. Faktor korosi untuk carbon steel adalah 0,13-0,5
mm/tahun (Peters dkk., 2003). Pada perancangan tangki ini digunakan faktor korosi
sebesar 0,5 mm/tahun (0,0005 m/tahun). Tebal head dapat dihitung sebagai berikut:
0,885Picr
th = + Cc
f E - 0,1P
0,885(22,5392 psi)(67/8 in)
= + 0,0197 in
(12.650 psi)(0,85) - 0,1(22,5392 psi)
= 0,0324 in
Maka, digunakan plat dengan tebal standar 3/16 in.

LD-93
Nilai sf untuk plat dengan tebal standar 3/16 adalah 11/2 – 21/4 in (Brownell dan
Young, 1959). Pada perancangan tangki ini digunakan nilai s f = 2 in. Maka, tinggi
tutup dapat dihitung sebagai berikut:
OA = th + b + s f
= 3/16 in + 18,7489 in + 2 in
= 20,9364 in
= 0,5318 m

Maka, dapat diperoleh tinggi total tangki penyimpanan solar adalah sebagai
berikut:
Ht = Hs + OA
= 4,1468 m + 0,5318 m
= 5,2104 m

Rangkuman Spesifikasi Tangki Penyimpanan Solar


Fungsi : Menyimpan pelarut solar
Tipe : Silinder tegak tutup atas torispherical dan tutup bawah datar
Bahan konstruksi : Carbon steel SA-283 grade C
Jumlah : 1 unit
ID Shell : 2,7645 m
Tinggi shell : 4,1468 m
Tinggi tutup : 0,5318 m
Tinggi total tangki : 5,2104 m
Tebal shell : 3/8 in
Tebal tutup : 3/16 in

LD.18 BAK PENAMPUNGAN LIMBAH CAIR (TT-501)


Fungsi : Tempat penampungan sementara limbah cair sebelum
diolah
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa limbah : 37.782,6127 kg/jam
Kapasitas perancangan : 12 jam

LD-94
Menghitung Kapasitas Bak Penampungan Limbah Cair
kg
Total massa limbah = 37.782,6127 × 12 jam
jam

= 453.391,3518 kg
Densitas limbah = 1.062,7736 kg/m3
453.391,3518 kg
Total volume limbah =
1.062,7736 kg/m3
= 426,6114 m3

Menghitung Dimensi Bak Penampungan Limbah Cair


Faktor kelonggaran = 20%
Volume bak (Vb) = (1 + 0,2) × Total volume limbah
= (1 + 0,2) × 426,6114 m3
= 511,9337 m3

Direncanakan bak penampungan terbuka dengan bentuk alas persegi panjang.


Panjang bak = 2 × lebar bak, dan kedalaman bak = 1 × lebar bak.
Vb =p×l×t
Vb = 2l × l × l = 2l3

3 Vb
l = √
2

3 3
l = √511,9337 m
2

= 6,3493 m
p =2×l
= 12,6987 m
t =l
= 6,3493 m

Rangkuman Spesifikasi Bak Penampungan Limbah Cair


Fungsi : Tempat penampungan sementara limbah cair sebelum
diolah
Bentuk : Bak berbentuk persegi panjang
Kapasitas perancangan : 12 jam

LD-95
Volume bak : 511,9337 m3
Panjang bak : 12,6987 m
Lebar bak : 6,3493 m
Tinggi bak : 6,3493 m
Material : Beton
Jumlah bak : 1 buah

LD.19 BAK PENGENDAPAN AWAL (TT-502)


Fungsi : Menghilangkan padatan terlarut dengan proses
pengendapan
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa limbah : 37.782,6127 kg/jam
Kapasitas perancangan : 12 jam

Menghitung Kapasitas Bak Pengendapan Awal


kg
Total massa limbah = 37.782,6127 × 12 jam
jam

= 453.391,3518 kg
Densitas limbah = 1.062,7736 kg/m3
453.391,3518 kg
Total volume limbah =
1.062,7736 kg/m3
= 426,6114 m3

Menghitung Dimensi Bak Pengendapan Awal


Faktor kelonggaran = 20%
Volume bak (Vb) = (1 + 0,2) × Total volume limbah
= (1 + 0,2) × 426,6114 m3
= 511,9337 m3

Direncanakan bak penampungan terbuka dengan bentuk alas persegi panjang.


Panjang bak = 2 × lebar bak, dan kedalaman bak = 1 × lebar bak.
Vb =p×l×t
Vb = 2l × l × l = 2l3

LD-96
3 Vb
l = √
2

3 3
l = √511,9337 m
2

= 6,3493 m
p =2×l
= 12,6987 m
t =l
= 6,3493 m

Rangkuman Spesifikasi Bak Pengendapan Awal


Fungsi : Tempat menghilangkan padatan terlarut dengan proses
pengendapan
Bentuk : Bak berbentuk persegi panjang
Kapasitas perancangan : 12 jam
Volume bak : 511,9337 m3
Panjang bak : 12,6987 m
Lebar bak : 6,3493 m
Tinggi bak : 6,3493 m
Material : Beton
Jumlah bak : 1 buah

LD.20 BAK NETRALISASI (TT-503)


Fungsi : Menetralkan pH limbah cair dengan penambahan Na2CO3
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa limbah : 37.782,6127 kg/jam
Kapasitas perancangan : 12 jam

Menghitung Kapasitas Bak Netralisasi


kg
Total massa limbah = 37.782,6127 × 12 jam
jam

LD-97
= 453.391,3518 kg
Densitas limbah = 1.062,7736 kg/m3
453.391,3518 kg
Total volume limbah =
1.062,7736 kg/m3

= 426,6114 m3

Menghitung Dimensi Bak Netralisasi


Faktor kelonggaran = 20%
Volume bak (Vb) = (1 + 0,2) × Total volume limbah
= (1 + 0,2) × 426,6114 m3
= 511,9337 m3

Direncanakan bak penampungan terbuka dengan bentuk alas persegi panjang.


Panjang bak = 2 × lebar bak, dan kedalaman bak = 1 × lebar bak.
Vb =p×l×t
Vb = 2l × l × l = 2l3

3 Vb
l = √
2

3 3
l = √511,9337 m
2

= 6,3493 m
p =2×l
= 12,6987 m
t =l
= 6,3493 m

Menghitung Kebutuhan Na2CO3


Untuk kebutuhan netralisasi, digunakan Na2CO3 dengan dosis 13,62 ppm
(0,01362 kg/m3) (Harahap, 2013). Maka, total kebutuhan Na2CO3 untuk proses
netralisasi limbah cair dapat dihitung sebagai berikut:
Kebutuhan Na2CO3 = Dosis Na2CO3 × Total volume limbah cair
= 0,01362 kg/m3 × 426,6114 m3
= 5,8104 kg

LD-98
Rangkuman Spesifikasi Bak Netralisasi
Fungsi : Menetralkan pH limbah cair dengan penambahan Na2CO3
Bentuk : Bak berbentuk persegi panjang
Kapasitas perancangan : 12 jam
Volume bak : 511,9337 m3
Panjang bak : 12,6987 m
Lebar bak : 6,3493 m
Tinggi bak : 6,3493 m
Material : Beton
Jumlah bak : 1 buah
Kebutuhan Na2CO3 : 5,8104 kg

LD.21 BAK AERASI (TT-504)


Fungsi : Tempat pengolahan limbah cair secara biologis
menggunakan activated sludge
Laju alir massa : 37.782,613 kg/jam = 37,782 ton/jam
Laju volumetrik : 35,551 m3/jam

Menentukan Spesifikasi Proses


Data-data yang dibutuhkan untuk merancang proses pengolahan limbah
domestik dengan bantuan activated sludge ditunjukkan pada Tabel LD.5.

Tabel LD.5 Karakteristik Utama Pengolahan Limbah Cair dengan Sistem Lumpur
Aktif
Parameter Satuan Nilai Sumber
Efisiensi penyisihan
- BOD % 85-95
- COD % 85-90
- Padatan
% 85-95
tersuspensi
Sperling, 2007
- Ammonia % 85-95
- Nitrogen % 25-30
- Posfor % 25-30
- Coliform % 60-90
F:M kgBOD/kgMLVSS.hari 0,25-0,5

LD-99
Tabel LD.5 (Lanjutan)
Umur lumpur hari 4-10
Massa lumpur yang
gTS/inhabitan.hari 60-80
akan diolah
Massa lumpur yang
gTS/inhabitan.hari 30-45
dibuang Sperling, 2007
Koefisien
endogenous Hari-1 0,06-0,1
respiration
MLVSS mg/l 1.500-3.500
MLSS mg/l 1.500-2.000
Japan Sewage
Kedalaman
m 4-6 Works
reaktor/kolam
Association, 2013
HRT jam 6-8
Tchobanoglous
Koefisien yield sel mg VSS/mg BOD 0,4-0,8
dkk., 2003

Keterangan:
BOD : Biologycal Oxygen Demand
COD : Chemical Oxygen Demand
F:M : Food to Microorganism ratio
MLVSS : Mixed-Liquor Volatile Suspended Solid
MLSS : Mixed-Liquor Suspended Solid
HRT : Hydraulic Retention Time

Menghitung BOD Effluent


BOD effluent dapat dihitung menggunakan Persamaan LD.9.
So - S
E= × 100% (LD.9)
So
Dimana:
E = Efisiensi penyisihan BOD (%)
So = BOD influent (mg/l)
S = BOD effluent (mg/l)

Pada perhitungan ini diasumsikan efisiensi penyisihan BOD sebesar 95%.


Maka, nilai BOD effluent dapat dihitung sebagai berikut:
So - S
E = × 100%
So

LD-100
300 mg/l - S
95% = × 100%
300 mg/l

S = 15 mg/l

Menentukan Dimensi Bak Aerasi


Penentuan dimensi bak aerasi diawali dengan menghitung volume bak aerasi
menggunakan Persamaan LD.10 dan LD.11.
fb' (LD.10)
fb =
1 + (1 - fb' )Kd θc
Yθc Q(So - S)
V= (LD.11)
XV (1 + Kd fb θc )

Dimana:
fb = Fraksi yang dapat terurai dari VSS yang dihasilkan sistem
pengolahan limbah terhadap umur lumpur
fb' = Fraksi yang dapat terurai dari VSS segera setelah pembentukannya
di dalam sistem pengolahan limbah
Kd = Koefisien endogenous respiration (hari-1)
θc = Umur lumpur (hari)
V = Volume reaktor (m3)
Y = Koefisien yield (gVSS/gBOD)
Q = Laju alir volumetrik limbah cair (m3/hari)
So = BOD influent (mg/l)
S = BOD effluent (mg/l)
XV = Konsentrasi MLVSS di dalam bak aerasi (mg/l)

Pada perhitungan ini ditetapkan beberapa kondisi sebagai berikut:


fb’ = 0,8
Kd = 0,06 hari-1
θc = 6 hari
Y = 0,4 mg/l
XV = 1.500 mg/l

Maka, volume bak aerasi dapat dihitung sebagai berikut:

LD-101
fb'
fb =
1 + (1 - f ' )Kd θc
b

0,8
=
1 + (1 - 0,8) × 0,06 hari-1 × 6 hari

= 0,746
Yθc Q(So - S)
V =
XV (1 + Kd fb θc )

0,4 mgVSS/mgBOD × 6 hari × 35,551 m3 /jam × 12 jam × (300 mg/l - 15 mg/l)


=
1.500 mg/l × (1 + 0,06 hari-1 × 0,746 × 6 hari)
= 153,339 m3

Volume aktual bak aerasi dilebihkan 20% dari hasil perhitungan sebagai
berikut:
Volume bak (Vb) = 1,2 × Volume perhitungan
= 1,2 × 153,339 m3
= 184,007 m3

Dalam merancang bak aerasi, perlu ditetapkan kedalaman kolam yang


diinginkan karena akan mempengaruhi tipe aerator yang akan digunakan, Pada
perancangan bak aerasi ini, ditetapkan kedalaman bak 5 m. Lebar bak direncanakan
sama dengan kedalaman bak. Maka, dimensi bak dapat dihitung sebagai berikut:
V =p×l×t
184,007 m3 = p × 5 m × 5 m
184,007 m3 = p × 5 m × 5 m
184,007 m3 = 25 m2p
184,007m3
p =
25 m2
= 7,360 m

Untuk bak aerasi dengan kedalaman 3,5-5 m, tiper aerator yang digunakan
adalah mechanical aerator (Sperling, 2007). Selanjutnya untuk kedalaman bak 5 m
maka digunakan aerator dengan daya 20 hp (Tchobanoglous dkk., 2003).

Menghitung Hydraulic Retention Time (HRT)


Hydraulic retention time dapat dihitung menggunakan Persamaan LD.12.

LD-102
V
t= (LD.12)
Q
Dimana:
t = Hydraulic Retention Time (jam)
V = Volume reaktor (m3)
Q = Laju alir volumetrik limbah cair per hari (m3/hari)

Maka, HRT dapat dihitung sebagai berikut:


V
t =
Q

184,007 m3
=
35,551 m3 /jam × 12 jam/hari
= 0,431 hari
= 10,352 jam

Menghitung Sludge yang Dihasilkan


Jumlah sludge yang dihasilkan dapat dihitung menggunakan Persamaan LD.13
dan LD.14.
Pxv = YQ(So – S) – KdfbXvV (LD.13)
Pxv (LD.14)
Px = VSS
SS

Dimana:
Pxv = Produksi netto sludge dalam bentuk VSS (mg/l)
Y = Koefisien yield (gVSS/gBOD)
Q = Laju alir volumetrik limbah cair (m3/hari)
So = BOD influent (mg/l)
S = BOD effluent (mg/l)
Kd = Koefisien endogenous respiration (hari-1)
fb = Fraksi yang dapat terurai dari VSS yang dihasilkan sistem
pengolahan limbah terhadap umur lumpur
V = Volume reaktor (m3)
XV = Konsentrasi MLVSS di dalam bak aerasi (mg/l)
Px = Produksi netto lumpur dalam bentuk SS (mg/l)
VSS = Volatile Suspended Solid

LD-103
SS = Suspended Solid

Rasio VSS:SS adalah 0,7-0,85 (Sperling, 2007). Pada perhitungan ini, rasio
yang digunakan adalah 0,8. Maka, Produksi lumpur yang dihasilkan dapat dihitung
sebagai berikut:
Pxv = YQ(So – S) – KdfbXvV
= (0,4 mg VSS/mg BOD × 35,551 m3/jam × 12 jam × (300 mg/l – 15 mg/l)) –
0,06 hari-1 × 0,746 × 1.500 mg/l × 184,007 m3
= 36.275,020 mgBOD/hari
= 36,275 kgVSS/hari
Pxv
Px = VSS
SS

36,275 kgVSS/hari
=
0,8
= 45,344 kgVSS/hari

Penentuan Jumlah Sludge yang Diresirkulasi


Blok diagram resirkulasi sludge dapat dilihat pada Gambar LD.8. Laju alir
resirkulasi dan konsentrasi SS di aliran resirkulasi dapat dihitung menggunakan
Persamaan LD.15 dan LD.16.

Influent Q, So Q + Qr Effluent
Bak Bak Bak
Pengendapan Aerasi Sedimentasi Q-Qe, Xe
X

Qu, Xr
Qr, Xr
Qe, Xr
Sludge yang diresikulasi

Sludge Sludge

Gambar LD.8 Blok Diagram Resirkulasi Sludge


(LD.15)
Qr = Q × R
(R+1)
Xr = × (LD.16)
R
Dimana:

LD-104
Qr = Laju alir volumetrik limbah cair yang diresirkulasi (m3/hari)
Q = Laju alir volumetrik limbah cair awal (m3/hari)
R = Rasio resirkulasi
Xr = Konsentrasi SS di aliran resirkulasi (mg/l)
X = Konsentrasi MLSS (mg/l)

Rasio resirkulasi sludge berkisar 0,7-1,2 (Sperling, 2007). Pada perhitungan ini
digunakan rasio resirkulasi 0,95. Maka, laju alir resirkulasi dan konsentrasi SS di aliran
resirkulasi dapat dihitung sebagai berikut:
Qr =Q×R
= 35,551 m3/jam × 0,95
= 33,773 m3/jam
SS = 0,8 × Xv
= 0,8 × 1.500 mg/l
= 1.200 mg/l
(R+1)
Xr =×
R
(0,95+1)
= 1.200 mg/l ×
0,95
= 2.463,158 mg/l

Kebutuhan Nutrisi
Rasio F:M pada penentuan kebutuhan nutrisi ditetapkan sebesar 0,25
kgBOD/kg MLVSS.hari. maka, kebutuhan nutrisi dapat dihitung sebagai berikut:
Kebutuhan nutrisi = Rasio F:M × MLVSS
= 0,25 kg BOD/kg MLVSS.hari × 1.500 MLVSS
= 0,375 kg/hari

Kebutuhan Daya
Untuk kedalaman bak 5 m maka digunakan aerator dengan daya 20 hp
(Tchobanoglous dkk., 2003). Diasumsikan efisiensi motor listrik sebesar 80%. Maka
kebutuhan daya aktual pengaduk dapat dihitung sebagai berikut:
P
Paktual =
η

LD-105
20 hp
=
0,8
= 25 hp
Maka, digunakan motor listrik komersil dengan daya 25 hp.

Rangkuman Spesifikasi Bak Aerasi


Fungsi : Tempat pengolahan limbah cair secara biologis
menggunakan activated sludge
Bentuk : Bak berbentuk persegi panjang
Volume bak : 184,007 m3
Panjang bak : 7,360 m
Lebar bak :5m
Kedalaman bak :5m
Material : Beton
Jumlah bak : 1 buah
Jenis aerator : Mechanical aerator
Kebutuhan daya aerator : 25 hp
Jumlah sludge resirkulasi : 2.463,158 mg/l

LD.33 BAK SEDIMENTASI (TT-505)


Fungsi : Mengendapkan padatan terlarut effluent bak aerasi untuk
diresirkulasi sebagian ke bak aerasi
Kondisi operasi
Temperatur (T) : 30°C
Tekanan (P) : 1 atm
Laju alir massa limbah : 73.676,0947 kg/jam
Kapasitas perancangan : 4 jam

Menghitung Kapasitas Bak Sedimentasi


Limbah cair yang diproses pada bak sedimentasi adalah limbah cair yang
diresirkulasi dan jumlah limbah cair awal hasil proses pada bak aerasi. Sehingga, laju
volumetrik pada bak sedimentasi adalah sebagai berikut:
Laju volumetrik = Q + Qr
= 35,551 m3/jam + 33,773 m3/jam

LD-106
= 69,3224 m3/jam
Volume limbah = 69,3224 m3/jam × 4 jam
= 277,2974 m3

Menghitung Dimensi Bak Sedimentasi


Faktor kelonggaran = 20%
Volume bak (Vb) = (1 + 0,2) × Total volume limbah
= (1 + 0,2) × 277,2974 m3
= 332,7569 m3

Direncanakan bak penampungan terbuka dengan bentuk alas persegi panjang.


Panjang bak = 2 × lebar bak, dan kedalaman bak = 1 × lebar bak.
Vb =p×l×t
Vb = 2l × l × l = 2l3

3 Vb
l = √
2

3 3
l = √332,7569 m
2

= 5,50 m
p =2×l
= 11,00 m
t =l
= 5,50 m

Rangkuman Spesifikasi Bak Sedimentasi


Fungsi : Mengendapkan padatan terlarut effluent bak aerasi untuk
diresirkulasi sebagian ke bak aerasi
Bentuk : Bak berbentuk persegi panjang
Kapasitas perancangan : 4 jam
Volume bak : 332,7569 m3
Panjang bak : 11,00 m
Lebar bak : 5,50 m
Tinggi bak : 5,50 m

LD-107
Material : Beton
Jumlah bak : 1 buah

LD-108
LAMPIRAN E
PERHITUNGAN ANALISIS EKONOMI

Perhitungan analisis ekonomi pada prarancangan pabrik surfaktan sodium


lignosulfonat dari sabut kelapa ini didasarkan pada beberapa hal sebagai berikut:
1. Kapasitas produksi : 20.000 ton/tahun
2. Waktu operasi : 330 hari dalam setahun
3. Kurs dollar : Rp15.161,70 (per Juli 2023)
4. Analisis ekonomi dilakukan berdasarkan harga peralatan tiba di pabrik atau
purchased-equipment delivered.

LE.1 CAPITAL INVESTMENT (CI)


LE.1.1 Fixed-Capital Investment (FCI)
LE.1.1.1 Direct Cost
1. Harga Tanah
Harga tanah pada lokasi pabrik berkisar Rp210.000/m2 (PT Lamudi Classifieds
Indonesia, 2021). Maka, total biaya tanah pada prarancangan pabrik ini dapat dihitung
sebagai berikut:
Luas tanah seluruhnya = 22.545 m2
Harga tanah seluruhnya = Harga tanah × Luas tanah×
= Rp210.000/m2 × 22.545 m2
= Rp4.734.450.000

Nilai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menurut Perda
Rokan Hilir Nomor 26 Tahun 2020 adalah sebesar 5% dari Nilai Jual Objek Pajak
(harga tanah yang disepakati) setelah dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak
Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP Kabupaten Rokan Hilir adalah
Rp60.000.000. Maka, BPHTB dapat dihitung sebagai berikut:
BPHTB = 5% × (Rp4.734.450.000 – Rp60.000.000)
= Rp233.722.500

Biaya perataan tanah diperkirakan sebesar 5% dari harga tanah dan biaya
administrasi pembelian tanah diperkirakan sebesar 1% dari harga tanah seluruhnya.

LE-1
Biaya perataan tanah = 5% × Rp4.734.450.000
= Rp236.722.500
Biaya administrasi = 1% × Rp4.734.450.000
= Rp47.344.500

Maka, total biaya tanah seluruhnya dapat dihitung sebagai berikut:


Total biaya tanah = Harga tanah seluruhnya + BPHTB + Biaya perataan tanah +
Biaya administrasi
= Rp4.734.450.000 + Rp233.722.500 + Rp236.722.500 +
Rp47.344.500
= Rp5.252.239.500

1. Harga Bangunan dan Sarana


Rincian harga bangunan dan sarana pada prarancangan pabrik ini ditunjukkan
pada Tabel LE.1.

Tabel LE.1 Rincian Harga Bangunan dan Sarana


Nama Bangunan Luas (m2) Harga (Rp/m2) Jumlah (Rp)
Pos jaga 50 400.000 20.000.000
Area parkir 450 150.000 67.500.000
Rumah timbangan 80 1.000.000 80.000.000
R.terbuka hijau 2040 50.000 102.000.000
Jalan 1200 1.000.000 1.200.000.000
Area bahan baku 300 500.000 150.000.000
Ruang kontrol 200 1.500.000 300.000.000
Area proses 4000 800.000 3.200.000.000
Area produk 1200 800.000 960.000.000
Perkantoran 600 1.500.000 900.000.000
Laboratorium 200 1.200.000 240.000.000
Poliklinik 200 1.200.000 240.000.000
Kantin 300 1.000.000 300.000.000
Masjid 400 1.500.000 600.000.000
Perpustakaan 200 1.000.000 200.000.000
gudang peralatan 200 800.000 160.000.000
bengkel 400 1.000.000 400.000.000
unit pemadam kebakaran 300 800.000 240.000.000
unit pengolahan air 1600 800.000 1.280.000.000
unit pembangkit listrik 500 800.000 400.000.000
unit pembangkit uap 600 800.000 480.000.000

LE-2
Tabel LE.1 (Lanjutan)
area perluasan 1200 150.000 180.000.000
area perumahan 2250 2.000.000 9.000.000.000
unit pengolahan limbah 1500 1.000.000 1.500.000.000
Toilet 100 150.000 15.000.000
Total 22.545 22.214.500.000

2. Harga Peralatan dan Pemasangan


Harga peralatan dapat dihitung menggunakan Persamaan LE.1.
X m I
Cx = Cy [X2] [IX] (LE.1)
1 y

Dimana:
Cx = Harga alat pada tahun yang diinginkan (tahun 2025)
Cy = Harga alat pada tahun dan kapasitas yang tersedia
X1 = Kapasitas alat yang tersedia
X2 = Kapasitas alat yang diinginkan
Ix = Indeks harga pada tahun yang diinginkan (tahun 2025)
Iy = Indeks harga pada tahun yang tersedia
m = Faktor eksponensial untuk kapasitas (tergantung pada jenis alat)

Penentuan indeks harga pada tahun yang diinginkan (tahun 2025) dilakukan
berdasarkan data Indeks Marshall dan Swift yang dapat dilihat pada Tabel LE.2 (Peters
dkk., 2003).
Tabel LE.2 Harga Indeks Marshall dan Swift
Tahun Indeks
No Xi.Yi Xi2 Yi2
(Xi) (Yi)
1. 1995 1.027,5 2.049.862,5 3.980.025,0 1.055.756,25
2. 1996 1.039,5 2.074.842,0 3.984.016,0 1.080.560,25
3. 1997 1.056,8 2.110.429,6 3.988.009,0 1.116.826,24
4. 1998 1.061,9 2.121.676,2 3.992.004,0 1.127.631,61
5. 1999 1.068,3 2.135.531,7 3.996.001,0 1.141.264,89
6. 2000 1.089,0 2.178.000,0 4.000.000,0 1.185.921,00
7. 2001 1.093,9 2.188.893,9 4.004.001,0 1.196.617,21
8. 2002 1.104,2 2.210.608,4 4.008.004,0 1.219.257,64
9. 2003 1.123,6 2.250.570,8 4.012.009,0 1.262.476,96
10. 2004 1.178,5 2.361.714,0 4.016.016,0 1.388.862,25
11. 2005 1.244,5 2.495.222,5 4.020.025,0 1.548.780,25

LE-3
Tabel LE.2 (Lanjutan)
12. 2006 1.302,3 2.612.413,8 4.024.036,0 1.695.985,29
13. 2007 1.373,3 2.756.213,1 4.028.049,0 1.885.952,89
14. 2008 1.449,3 2.910.194,4 4.032.064,0 2.100.470,49
15. 2009 1.468,6 2.950.417,4 4.036.081,0 2.156.785,96
16. 2010 1.457,4 2.929.374,0 4.040.100,0 2.124.014,76
Total 32.040 19.138,6 38.335.964,3 64.160.440,0 2.328.7163,94

Data Xi dan Yi pada Tabel LE.2 dapat diubah menjadi grafik seperti yang
ditunjukkan pada Gambar LE.1. Indeks harga peralatan mengalami kenaikan
mengikuti persamaan LE.2.

1.600
1.400
Indeks Harga

1.200
1.000
800
600 y = 32,111x - 63.106
R² = 0,8892
400
200
0
1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Tahun

Gambar LE.1 Indeks Harga Marshall dan Swift

y = 32,111x – 63.106 (LE.2)


Dimana:
y = Indeks harga pada tahun yang diinginkan
x = Tahun yang diinginkan

Dengan menggunakan Persamaan LE.2, maka indeks harga pada tahun 2025
diestimasikan sebesar 1.918,775. Perhitungan harga peralatan membutuhkan data faktor
eksponensial (m) yang dapat dilihat pada Tabel 6-4 Peters dkk. (2003). Untuk peralatan
yang tidak tersedia, digunakan nilai m sebesar 0,6 (Peters dkk., 2003).

LE-4
Contoh Estimasi Harga Peralatan
Digester (DG-201)
Kapasitas penyimpanan Digester (DG-201) adalah 54,283 m3. Berdasarkan
Gambar LE.2, harga sebuah digester berbahan carbon steel dengan kapasitas
penyimpanan 50 m3 pada tahun 2002 adalah US$100.000. Nilai m untuk tangki adalah
0,6 (Peters dkk., 2003). Berdasarkan Tabel LE.2, indeks harga pada tahun 2002 adalah
1.104,2. Indeks harga pada tahun 2025 adalah 1.918,775.

Gambar LE.2 Harga Peralatan untuk Digester (DG-201) Tahun 2025 (Peters dkk.,
2003)

Maka, harga Digester (DG-201) dapat dihitung sebagai berikut:


X m I
Cx = Cy [X2] [ IX ]
1 y

0,49
54,283 m3 1.918,775
= US$100.000 [ ] [ ]
50 m3 1.104,2

= US$182.554
= Rp2.767.824.306

LE-5
Dengan cara yang sama maka dapat dihitung harga peralatan lainnya. Untuk
peralatan yang tidak diketahui basis harganya, digunakan harga jual yang tersedia di
Online Marketplace. Pada peralatan yang diimpor, akan dikenakan biaya tambahan
sebagai berikut:
• Biaya transportasi : 5%
• Biaya asuransi : 1%
• Bea masuk : 7,5%
• PPn : 10%
• PPh : 0%
• Biaya gudang di pelabuhan : 0,5%
• Biaya administrasi pelabuhan : 0,5%
• Transportasi lokal : 0,5%
• Biaya tak terduga : 0,5%
TOTAL : 25,5%

Adapun peralatan non impor akan dikenakan biaya tambahan sebagai berikut:
• PPn : 10%
• PPh : 1,5%
• Transportasi lokal : 0,5%
• Biaya tak terduga : 0,5%
TOTAL : 12,5%

Hasil perhitungan harga peralatan ditunjukkan pada Tabel LE.3 untuk


peralatan proses dan LE.4 untuk peralatan utilitas.

Tabel LE.3 Harga Indeks Marshall dan Swift


Jumlah Harga per unit Harga Total
No. Kode Alat Keterangan
(unit) (Rp) (Rp)
1. GD-101 1 NI 191.661.779 191.661.779
2. BC-101 1 I 273.484.500 273.484.500
3. RC-101 1 I 90.970.200 90.970.200
4. VS-101 1 I 543.189.375 543.189.375
5. BE-101 1 I 228.266.118 228.266.118
6. SL-101 1 I 30.323.400 30.323.400
7. BE-102 1 I 228.266.118 228.266.118
8. TT-201 2 I 2.598.000.203 5.196.000.405

LE-6
Tabel LE.3 (Lanjutan)
9. P-201 2 I 2.986.855 5.973.710
10. TT-202 1 I 1.348.624.211 1.348.624.211
11. P-202 1 NI 2.986.855 2.986.855
12. DG-201 2 I 2.767.824.306 5.535.648.613
13. P-203 1 NI 2.986.855 2.986.855
14. E-201 1 I 45.485.100 45.485.100
15. E-202 1 I 15.161.700 15.161.700
16. P-204 1 NI 2.986.855 2.986.855
17. P-205 1 NI 2.986.855 2.986.855
18. SL-301 1 I 257.748.900 257.748.900
19. SC-301 1 I 144.906.176 144.906.176
20. TT-301 1 I 816.985.611 816.985.611
21. P-301 1 NI 2.986.855 2.986.855
22. R-301 1 I 1.278.600.509 1.278.600.509
23. P-302 1 NI 2.986.855 2.986.855
24. FP-301 1 I 418.005.607 418.005.607
25. P-303 1 NI 2.986.855 2.986.855
26. BC-301 1 I 574.428.295 574.428.295
27. TT-304 3 I 75.808.500 227.425.500
28. TT-302 1 I 1.470.922.656 1.470.922.656
29. P-304 1 NI 2.986.855 2.986.855
30. TT-303 1 I 672.421.538 672.421.538
31. P-305 1 NI 2.986.855 2.986.855
32. R-302 1 I 1.353.774.650 1.353.774.650
33. P-306 1 NI 2.986.855 2.986.855
34. D-301 2 I 227.425.500 454.851.000
35. P-307 1 NI 2.986.855 2.986.855
36. SL-401 1 I 288.072.300 288.072.300
37. SC-401 1 I 184.426.043 184.426.043
38. R-401 1 I 530.364.441 530.364.441
39. P-401 1 NI 2.986.855 2.986.855
40. CF-401 1 I 227.425.500 227.425.500
41. P-402 1 NI 2.986.855 2.986.855
42. BL-401 1 I 15.161.700 15.161.700
43. AF-401 1 I 7.580.850 7.580.850
44. E-401 1 I 303.234.000 303.234.000
45. SD-401 1 I 5.435.738.705 5.435.738.705
46. SC-402 2 I 184.426.043 368.852.086
47. SL-401 2 I 16.677.870 33.355.740
48. BC-401 1 I 526.931.551 526.931.551
49. GD-401 1 NI 172.335.171 172.335.171

LE-7
Tabel LE.3 (Lanjutan)
Total 29.493.207.133
Total Harga Peralatan Impor 29.084.407.359
Total Harga Peralatan Non Impor 408.799.774
Keterangan: I = Impor; NI = Non Impor

Tabel LE.4 Estimasi Harga Peralatan Utilitas


Jumlah Harga per unit Harga Total
No. Kode Alat Keterangan
(unit) (Rp) (Rp)
1. S-U01 1 I 30.323.400 30.323.400
2. P-U01 1 I 2.995.073 2.995.073
3. TT-U01 1 NI 104.528.581 104.528.581
4. P-U02 1 NI 2.995.073 2.995.073
5. M-U01 1 I 545.158.095 545.158.095
6. P-U03 1 NI 2.995.073 2.995.073
7. M-U02 1 I 245.715.096 245.715.096
8. P-U04 1 NI 2.995.073 2.995.073
9. CL-U01 4 I 303.234.000 1.212.936.000
10. P-U05 4 NI 2.995.073 11.980.292
11. F-U01 1 I 942.577.222 942.577.222
12. P-U06 1 NI 2.995.073 2.995.073
13. TT-U02 1 I 1.178.431.140 1.178.431.140
14. P-U07 1 NI 2.995.073 2.995.073
15. TT-U03 1 I 1.023.115.814 1.023.115.814
16. T-U01 2 I 151.617.000 303.234.000
17. P-U08 1 NI 2.995.073 2.995.073
18. M-U03 1 I 175.789.361 175.789.361
19. P-U09 1 NI 2.995.073 2.995.073
20. CE-U01 1 I 75.808.500 75.808.500
21. P-U10 1 NI 2.995.073 2.995.073
22. M-U04 1 I 111.211.500 111.211.500
23. P-U11 1 NI 2.995.073 2.995.073
24. AE-U01 1 I 75.808.500 75.808.500
25. DE-U01 1 I 1.202.203.290 1.202.203.290
26. B-U01 1 I 758.085.000 758.085.000
27. TT-U04 1 I 900.763.234 900.763.234
28. P-U12 1 NI 2.995.073 2.995.073
29. TT-501 1 NI 80.780.816 80.780.816
30. P-501 1 NI 2.995.073 2.995.073
31. TT-502 1 NI 80.780.816 80.780.816
32. P-502 1 NI 2.995.073 2.995.073
33. TT-503 1 NI 80.780.816 80.780.816

LE-8
Tabel LE.4 (Lanjutan)
34. P-503 1 NI 2.995.073 2.995.073
35. TT-504 1 NI 43.720.052 43.720.052
36. P-504 1 NI 2.995.073 2.995.073
37. TT-505 1 NI 62.381.563 62.381.563
Total 9.291.039.184
Total Harga Peralatan Impor 8.784.155.226
Total Harga Peralatan Non Impor 506.883.958
Keterangan: I = Impor; NI = Non Impor

Harga peralatan impor = (1 + 25,5%) × (Rp29.084.407.359 +


Rp8.784.155.226)
= Rp47.525.046.044
Harga peralatan non impor = (1 + 12,5%) × (Rp408.799.774 + Rp506.883.958)
= Rp1.030.144.199
Total harga peralatan = Rp47.525.046.044 + Rp1.030.144.199
= Rp48.555.190.242

Biaya pemasangan peralatan diestimasikan sekitar 25-55% dari harga peralatan


(Peters dkk., 2003). Pada perhitungan ini biaya pemasangan ditetapkan sebesar 25%
dari harga peralatan sebagai berikut:
Biaya pemasangan = 25% × Rp48.555.190.242
= Rp12.138.797.561

Maka, total harga peralatan dan pemasangan adalah sebagai berikut:


Biaya peralatan dan pemasangan = Rp48.555.190.242 + Rp12.138.797.561
= Rp60.693.987.803

3. Biaya Instrumentasi
Biaya instrumentasi diestimasikan sekitar 25-55% dari harga peralatan (Peters
dkk., 2003). Pada perhitungan ini biaya instrumentasi ditetapkan sebesar 20% dari
harga peralatan sebagai berikut:
Biaya instrumentasi = 20% × Rp48.555.190.242
= Rp9.711.038.048

LE-9
4. Biaya Perpipaan
Biaya perpipaan diestimasikan mencapai 80% dari harga peralatan (Peters
dkk., 2003). Pada perhitungan ini biaya instrumentasi ditetapkan sebesar 30% dari
harga peralatan sebagai berikut:
Biaya instrumentasi = 30% × Rp48.555.190.242
= Rp14.566.557.073

5. Biaya Instalasi Listrik


Biaya instalasi listrik diestimasikan sekitar 15-30% dari harga peralatan (Peters
dkk., 2003). Pada perhitungan ini biaya instalasi listrik ditetapkan sebesar 20% dari
harga peralatan sebagai berikut:
Biaya instalasi listrik = 20% × Rp48.555.190.242
= Rp9.711.038.048

6. Biaya Insulasi
Biaya insulasi diestimasikan mencapai 5% dari harga peralatan sebagai
berikut:
Biaya insulasi = 5% × Rp48.555.190.242
= Rp2.427.759.512

7. Biaya Inventaris Kantor


Biaya inventaris kantor diestimasikan mencapai 1% dari harga peralatan
sebagai berikut:
Biaya insulasi = 1% × Rp48.555.190.242
= Rp485.551.902

8. Biaya Peralatan Pemadam Kebakaran


Biaya peralatan pemadam kebakaran diestimasikan mencapai 1% dari harga
peralatan sebagai berikut:
Biaya insulasi = 1% × Rp48.555.190.242
= Rp485.551.902

9. Sarana Transportasi
Rincian biaya sarana transportasi dapat dilihat pada Tabel LE.5.

LE-10
Tabel LE.5 Biaya Sarana Transportasi
Jenis Jumlah Harga Per Harga Total
No. Tipe
Kendaraan (Unit) Unit (Rp) (Rp)
1. Mobil 1 Fortuner 2,4 630.500.000 630.500.000
direktur VRZ AT
utama 4x4
2. Mobil staf 3 Toyota 359.800.000 1.079.400.000
ahli Kijang
Innova G
M/T
Gasoline
3. Mobil 6 Honda 250.000.000 1.500.000.000
manajer Mobilio RS
CVT
4. Bus 3 Hino Bus A 654.750.000 1.964.250.000
karyawan 215
6. Truk 4 Hino Dutro 246.100.000 984.400.000
Cargo 110
LD
7. Ambulance 1 Suzuki 207.500.000 207.500.000
APV
Ambulance
8. Mobil 2 Hino 1.243.180.825 2.486.361.650
pemadam Ranger Fg
kebakaran 235 JJ.
FIRE
TRUCK
3500 L
PROTEKT
A CB
VATOR
PACIFIC
(VIN 2016)
Total 8.852.411.650

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh rincian direct


cost seperti yang ditunjukkan pada Tabel LE.6.

LE-11
Tabel LE.6 Rincian Direct Cost
No. Komponen Working Capital Jumlah (Rp)
1. Harga tanah 5.252.239.500
2. Harga bangunan dan sarana 22.214.500.000
3. Harga peralatan dan pemasangan 60.693.987.803
4. Biaya instrumentasi 9.711.038.048
5. Biaya perpipaan 14.566.557.073
6. Biaya instalasi listrik 9.711.038.048
7. Biaya insulasi 2.427.759.512
8. Biaya inventaris kantor 485.551.902
9. Biaya peralatan pemadam kebakaran 485.551.902
10. Sarana transportasi 8.852.411.650
Total 134.400.635.440

LE.1.1.2 Indirect Cost


1. Keteknikan dan Supervisi
Biaya keteknikan dan supervisi diestimasikan 30% dari harga peralatan (Peters
dkk., 2003). Maka, biaya keteknikan dan supervisi pada prarancangan pabrik ini
adalah sebagai berikut:
Biaya keteknikan dan supervisi = 30% × Rp48.555.190.242
= Rp14.566.557.073

2. Biaya Legalitas
Biaya legalitas diestimasikan sekitar 1-3% (Peters dkk., 2003). Pada
perhitungan ini biaya legalitas ditetapkan sebesar 1% dari direct cost sebagai berikut:
Biaya legalitas = 1% × Rp134.400.635.440
= Rp1.344.006.354

3. Biaya Kontraktor
Biaya kontraktor diestimasikan sekitar 2-8% dari direct cost (Peters dkk.,
2003). Pada perhitungan ini biaya legalitas ditetapkan sebesar 2% dari direct cost
sebagai berikut:
Biaya kontraktor = 2% × Rp134.400.635.440
= Rp2.688.012.709

LE-12
4. Biaya Tak Terduga
Biaya tak terduga diestimasikan sekitar 5-15% (Peters dkk., 2003). Pada
perhitungan ini biaya tak terduga ditetapkan sebesar 5% dari direct cost sebagai
berikut:
Biaya tak terduga = 5% × Rp134.400.635.440
= Rp6.720.031.772

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh rincian indirect


cost seperti yang ditunjukkan pada Tabel LE.7.

Tabel LE.7 Rincian Indirect Cost


No. Komponen Indirect Cost Jumlah (Rp)
1. Keteknikan dan Supervisi 14.566.557.073
2. Biaya legalitas 1.344.006.354
3. Biaya kontraktor 2.688.012.709
4. Biaya Tak Terduga 6.720.031.772
Total 25.318.607.908

Dengan demikian, fixed-capital investment (FCI) pada prarancangan pabrik ini


dapat dihitung sebagai berikut:
FCI = Direct cost + indirect cost
= Rp134.400.635.440 + Rp25.318.607.908
= Rp159.719.243.348

LE.1.2 Working Capital (WC)


LE.1.2.1 Bahan Baku Proses
1. Sabut Kelapa
Harga Sabut Kelapa sebesar Rp1.500/kg Maka, harga total Sabut Kelapa dapat
dihitung sebagai berikut:
Harga total = 49.573.155,199 kg × Rp1.500/kg
= Rp74.359.732.799

2. NaOH
Harga NaOH sebesar US$200/ton (Focus Technology Co., Ltd., 2023a). Maka,
harga total NaOH dapat dihitung sebagai berikut:

LE-13
US$200
NaOH = 7.673,228 ton × × Rp15.161,70/US$
ton
= Rp23.267.837.075

3. H2SO4
Harga H2SO4 sebesar US$160/ton (Focus Technology Co., Ltd., 2023b). Maka,
harga total H2SO4 dapat dihitung sebagai berikut:
US$160
Harga total = 8.255,474 ton × × Rp15.161,70/US$
ton
= Rp20.026.722.574

4. NaHSO3
Harga NaHSO3 sebesar US$16/ton (Focus Technology Co., Ltd., 2023c).
Maka, harga total NaHSO3 dapat dihitung sebagai berikut:
US$16
Harga total = 11.583,327 ton × × Rp15.161,70/US$
ton
= Rp2.853.872.536

5. Metanol
Harga Metanol sebesar US$0,28/kg (Focus Technology Co., Ltd., 2023d).
Maka, harga total Metanol dapat dihitung sebagai berikut:
US$0,28
Harga total = 42.182.248,424 kg × × Rp15.161,70/US$
kg

= Rp179.075.286.861

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh rincian harga


bahan baku proses seperti yang ditunjukkan pada Tabel LE.8.

Tabel LE.8 Rincian Harga Bahan Baku Proses


No. Bahan Baku Proses Jumlah (Rp)
1. Sabut Kelapa 74.359.732.799
2. NaOH 23.267.837.075
3. H2SO4 20.026.722.574
4. NaHSO3 2.853.872.536
5. Metanol 179.075.286.861
Total 299.583.451.846

LE-14
LE.1.2.2 Bahan Baku Utilitas
1. Al2(SO4)3
Harga Al2(SO4)3 sebesar US$150/ton (Focus Technology Co., Ltd., 2022e).
Maka, harga total Al2(SO4)3 dapat dihitung sebagai berikut:
Harga total = 64,895 ton × US$150/ton × Rp15.161,70/US$
= Rp147.588.165

2. Na2CO3
Harga Na2CO3 sebesar US$180/ton (Focus Technology Co., Ltd., 2023f).
Maka, harga total Na2CO3 dapat dihitung sebagai berikut:
Harga total = 78,466 ton × US$180/ton × Rp15.161,70/US$
= Rp214.142.932

3. Kaporit
Harga kaporit sebesar US$390/ton (Focus Technology Co., Ltd., 2023g).
Maka, harga total kaporit dapat dihitung sebagai berikut:
Harga total = 4,326 ton × US$390/ton × Rp15.161,70/US$
= Rp25.581.949

4. H2SO4
Harga H2SO4 sebesar US$160/ton (Focus Technology Co., Ltd., 2023b).
Waktu regenerasi resin penukar kation adalah 403 hari. Dalam setahun, pencucian
resin penukar kation dilakukan 1 kali. Maka, harga total H2SO4 dapat dihitung sebagai
berikut:
Harga total = 0,02 ton × US$160/ton × Rp15.161,70/US$
= Rp48.856

5. NaOH
Harga NaOH sebesar US$200/ton (Focus Technology Co., Ltd., 2023a). Waktu
regenerasi resin penukar anion adalah 22 hari, dengan kata lain NaOH dipakai setiap
22 hari sekali. Dalam setahun, pencucian resin penukar anion dilakukan 15 kali. Maka,
harga total NaOH dapat dihitung sebagai berikut:
Harga total = 0,245 ton × US$200/ton × Rp15.161,70/US$
= Rp742.740

LE-15
6. Solar
Harga solar sebesar Rp18.610/liter (PT. Petro Damar, 2023). Maka, harga total
solar dapat dihitung sebagai berikut:
Harga total = 13.690,633 l × Rp18.610/l
= Rp254.535.116.025

7. Nutrien
Harga nutrien sebesar Rp15.500/kg (Bukalapak, 2023). Maka, harga total
nutrien dapat dihitung sebagai berikut:
Harga total = 2.970 kg × Rp15.500/kg
= Rp46.035.000

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh rincian harga


bahan baku utilitas seperti yang ditunjukkan pada Tabel LE.9.

Tabel LE.9 Rincian Harga Bahan Baku Utilitas


No. Bahan Baku Proses Jumlah (Rp)
1. Al2(SO4)3 147.588.165
2. Na2CO3 214.142.932
3. Kaporit 25.581.949
4. H2SO4 48.856
5. NaOH 742.740
6. Solar 254.535.116.025
7. Nutrien 46.035.000
Total 254.969.223.373

LE.1.2.3 Biaya Pengemasan


Produk direncanakan akan dikemas dalam ukuran 25 kg. Biaya pengemasan
ditetapkan sebesar Rp1.000/kemasan. Sehingga, perhitungan biaya pengemasan
adalah sebagai berikut:
Kapasitas produksi
Total biaya pengemasan = × Biaya pengemasan
Kapasitas kemasan
20.000.000 kg/tahun
= × Rp1.000/kemasan
25 kg/kemasan
= Rp800.000.000/tahun

LE-16
LE.1.2.4 Kas
1. Gaji Pegawai
Rincian gaji pegawai pada prarancangan pabrik ini dapat dilihat pada Bab XI
Sub bab 11.7. Total gaji pegawai dalam 1 bulan adalah Rp1.973.000.000. Dalam 1
tahun, total gaji pegawai adalah Rp23.676.000.000

2. Biaya Administrasi Umum


Biaya administrasi umum diestimasikan sebesar 10% dari gaji pegawai sebagai
berikut:
Biaya administrasi umum = 10% × Rp23.676.000.000
= Rp2.367.600.000

Maka, total biaya kas dapat dihitung sebagai berikut:


Biaya kas = Total gaji pegawai + biaya administrasi umum
= Rp23.676.000.000 + Rp2.367.600.000
= Rp26.043.600.000

LE.1.2.5 Piutang Dagang


Piutang dagang dapat dihitung menggunakan Persamaan LE.3
IP
PD = 12 × HPT (LE.3)

Dimana:
PD = Piutang dagang
IP = Jangka waktu kredit yang diberikan (3 bulan)
HPT = Hasil Penjualan Tahunan

HPT pada prarancangan pabrik ini dapat dihitung sebagai berikut.


1. Sodium Lignosulfonat
Harga jual Sodium lignosulfonat ditetapkan sebesar Rp40.000/kg. Maka, harga
jual Sodium lignosulfonat tahunan dapat dihitung sebagai berikut:
Harga total = 20.000 ton/tahun × 1.000 kg × Rp40.000/kg
= Rp800.000.000.000

2. Raw Pulp
Harga jual Raw Pulp ditetapkan sebesar US$0,4/ kg. Maka, harga jual Sodium
lignosulfonat tahunan dapat dihitung sebagai berikut:

LE-17
Harga total = 19.381.120,757 kg × US$0,4/kg × Rp15.161,70/US$
= Rp117.540.295.431

Maka, HPT dapat dihitung sebagai berikut:


HPT = Harga jual sodium lignosulfonat + harga jual raw pulp
= Rp800.000.000.000 + Rp117.540.295.431
= Rp917.540.295.431

Piutang dagang diberikan dengan jangka waktu kredit 3 bulan. Maka, piutang
dagang pada prarancangan pabrik ini dapat dihitung sebagai berikut:
IP
PD = 12 × HPT
3
= × Rp917.540.295.431
12
= Rp229.385.073.858

LE.1.2.6 Biaya Start-Up


Biaya start-up diestimasikan sekitar 5-20% dari fixed-capital investment
(Peters dkk., 2003). Pada perhitungan ini biaya start-up ditetapkan sebesar 8% dari
fixed-capital investment sebagai berikut:
Biaya start-up = 8% × Rp159.719.243.348
= Rp12.777.539.468

Maka, rincian working capital (WC) pada prarancangan pabrik ini dapat dilihat
pada Tabel LE.10.

Tabel LE.10 Rincian Working Capital


No Komponen Working Capital Jumlah (Rp)
1. Biaya bahan baku proses 299.583.451.846
2. Biaya bahan baku utilitas 254.969.223.373
3. Biaya pengemasan 800.000.000
4. Kas 26.043.600.000
5. Piutang dagang 229.385.073.858
6. Biaya start-up 12.777.539.468
Total 823.558.888.545

Sehingga, capital investment (CI) pada prarancangan pabrik ini dapat dihitung
sebagai berikut:

LE-18
CI = FCI + WC
= Rp159.719.243.348 + Rp823.558.888.545
= Rp983.278.131.893

Pada prarancangan pabrik ini, Capital Investment direncanakan berasal dari


modal sendiri (60%) dan pinjaman dari bank (40%). Maka, perincian sumber Capital
Investment dapat dihitung sebagai berikut:
Modal sendiri = 60% × Capital Investment
= 60% × Rp983.278.131.893
= Rp589.966.879.136
Pinjaman bank = 40% × Capital Investment
= 40% × Rp983.278.131.893
= Rp393.311.252.757

LE.2 TOTAL COST (TC)


LE.2.1 Fixed Cost
LE.2.1.1 Gaji Tetap Karyawan
Gaji tetap karyawan terdiri dari gaji tetap tiap bulan ditambah dua bulan gaji
yang diberikan sebagai tunjangan. Maka, total gaji tetap karyawan dapat dihitung
sebagai berikut:
Gaji tetap karyawan = (12 + 2) × Rp1.973.000.000
= Rp27.622.000.000
LE.2.1.1 Bunga Pinjaman Bank
Bunga pinjaman bank adalah 8% dari total pinjaman dari bank (PT Bank
Rakyat Indonesia, 2022). Maka, Total bunga pinjaman bank dapat dihitung sebagai
berikut:
Bunga bank = 8% × Rp393.311.252.757
= Rp31.464.900.221

LE.2.1.3 Depresiasi dan Amortisasi


Pada prarancangan pabrik ini, perhitungan depresiasi dilakukan menggunakan
metode garis lurus atau straight line method. Dasar depresiasi adalah masa manfaat
dan tarif penyusutan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

LE-19
No.11/PMK.010/2020. Aturan depresiasi yang digunakan pada prarancangan pabrik
ini dapat dilihat pada Tabel LE.11.

Tabel LE.11 Aturan Depresiasi


Masa
Aktiva Tetap Tarif
Manfaat Contoh Aktiva
Berwujud (%)
(Tahun)
Bukan bangunan
• Kelompok 1 2 50 Mesin kantor, peralatan industry
• Kelompok 2 4 25 Mobil, truk kerja
• Kelompok 3 8 12,5 Mesin industri kimia, mesin industri mesin
Bangunan permanen 10 10 Bangunan sarana dan penunjang
(Kementerian Keuangan, 2020)

Depresiasi dihitung menggunakan Persamaan LE.4 sebagai berikut:


D=P×% (LE.4)
Dimana:
D = Depresiasi
P = Harga peralatan
% = Tarif penyusutan

Hasil perhitungan depresiasi pada prarancangan pabrik ini dapat dilihat pada
Tabel LE.12.

Tabel LE.12 Hasil Perhitungan Depresiasi


Masa
Biaya Pembelian Tarif
Komponen Manfaat Depresiasi (Rp)
(Rp) (%)
(Tahun)
Bangunan 22.214.500.000 10 10 222.145.000
Peralatan proses 48.555.190.242 8 12,5
758.674.848
dan utilitas
Instrumentasi 9.711.038.048 2 50 2.427.759.512
Perpipaan 14.566.557.073 2 50 3.641.639.268
Instalasi listrik 9.711.038.048 2 50 2.427.759.512
Insulasi 2.427.759.512 2 50 606.939.878
Inventaris kantor 485.551.902 2 50 121.387.976
Peralatan pemadam 485.551.902 2 50
121.387.976
kebakaran
Sarana transportasi 8.852.411.650 4 25 553.275.728
Total 10.880.969.697

LE-20
Biaya amortisasi selama 4 tahun adalah 25% dari indirect cost. Maka, total
biaya amortisasi dapat dihitung sebagai berikut:
Biaya amortisasi = 25% × Rp25.318.607.908
= Rp6.329.651.977

Maka, total biaya depresiasi dan amortisasi dapat dihitung sebagai berikut:
Depresiasi dan amortisasi = Rp10.880.969.697 + Rp6.329.651.977
= Rp17.210.621.674

LE.2.1.4 Biaya Perawatan


Biaya perawatan diestimasikan sebesar 10% dari total biaya masing-masing
komponen. Rincian biaya perawatan dapat dilihat pada Tabel LE.13.

Tabel LE.13 Rincian Biaya Perawatan


Komponen Biaya Pembelian (Rp) Biaya Perawatan (Rp)
Bangunan 22.214.500.000 2.221.450.000
Peralatan proses dan utilitas 48.555.190.242 4.855.519.024
Instrumentasi 9.711.038.048 971.103.805
Perpipaan 14.566.557.073 1.456.655.707
Instalasi listrik 9.711.038.048 971.103.805
Insulasi 2.427.759.512 242.775.951
Inventaris kantor 485.551.902 48.555.190
Peralatan pemadam
485.551.902 48.555.190
kebakaran
Sarana transportasi 8.852.411.650 885.241.165
Total 11.700.959.838

LE.2.1.5 Biaya Tambahan Industri (Plant Overhead Cost)


Biaya tambahan industri diestimasikan sekitar 50-70% dari gaji karyawan
(Peters dkk., 2003) Pada perhitungan ini ditetapkan biaya tambahan industri sebesar
50% sebagai berikut:
Biaya tambahan industri = 50% × Rp27.622.000.000
= Rp13.811.000.000

LE-21
LE.2.1.6 Biaya Administrasi Umum
Biaya administrasi umum diestimasikan sekitar 15-25% dari gaji karyawan
(Peters dkk., 2003) Pada perhitungan ini ditetapkan biaya administrasi umum sebesar
15% sebagai berikut:
Biaya administrasi umum= 15% × Rp27.622.000.000
= Rp4.143.300.000

LE.2.1.7 Biaya Pemasaran dan Distribusi


Biaya pemasaran dan distribusi diestimasikan sekitar 2-20% dari biaya
tambahan industri. Pada perhitungan ini ditetapkan biaya pemasaran dan distribusi
sebesar 10% sebagai berikut:
Biaya pemasaran dan distribusi = 10% × Rp13.811.000.000
= Rp1.381.100.000

LE.2.1.8 Biaya Penelitian dan Pengembangan


Biaya penelitian dan pengembangan diestimasikan sekitar 2-5% dari total
penjualan tahunan. Pada perhitungan ini ditetapkan biaya penelitian dan
pengembangan sebesar 3% sebagai berikut:
Biaya penelitian dan pengembangan = 3% × Rp917.540.295.431
= Rp27.526.208.863

LE.2.1.9 Biaya Asuransi


Biaya asuransi diestimasikan sekitar 0,4-1% dari Fixed-Capital Investment
(Peters dkk., 2003). Pada perhitungan ini ditetapkan asuransi sebesar 1% sebagai
berikut:
Biaya asuransi = 1% × Rp159.719.243.348
= Rp1.597.192.433

LE.2.1.10 Pajak Bumi dan Bangunan


Besarnya Pajak Bumi dan Bangunan dihitung menggunakan Persamaan LE.5
sebagai berikut:
PBB = Tarif pajak × (NJOP - NJOPTKP) (LE.5)
Dimana:
PBB = Pajak Bumi dan Bangunan
NJOP = Nilai Jual Objek Pajak

LE-22
NJOPTKP = Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak

NJOP merupakan harga jual dari tanah ditambah harga bangunan dan sarana
yang dapat dihitung sebagai berikut:
NJOP = Harga tanah + Harga bangunan dan sarana
= Rp5.252.239.500 + Rp22.214.500.000
= Rp27.466.739.500

Menurut Perda Kabupaten Rokan Hilir No. 6 Tahun 2020, tarif pajak yang
dibebankan kepada wajib pajak adalah 0,3% dari NJOP. NJOPTKP Kabupaten Rokan
Hilir adalah Rp10.000.000. Maka, besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang harus
dibayarkan dapat dihitung sebagai berikut:
PBB = Tarif pajak × (NJOP – NJOPTKP)
= 0,3% × (Rp27.466.739.500 – Rp10.000.000)
= Rp89.841.793,50

LE.2.1.11 Biaya Listrik PLN


Kebutuhan listrik yang disediakan oleh PT. PLN telah dihitung pada Sub Bab
9.7.3, dengan besaran 49,013 kWh. Menurut Permen ESDM No. 28 tahun 2016
tentang tarif listrik yang dikelola oleh PT. PLN. Biaya pemakaian listrik untuk industri
tipe Blok I sebesar Rp315/kWh. Sedangkan biaya beban sebesar Rp31.500/kVa/bulan.
Sehingga, rincian biaya listrik PLN dapat dihitung sebagai berikut:
Biaya pemakaian = Rp315/kWh × 49,013 kWh × 24 jam/hari × 330 hari/tahun
= Rp122.278.008/tahun
Biaya beban = Rp31.500/kVa/bulan × 12 bulan/tahun
= Rp. 378.000/tahun
Total biaya = Rp122.278.008/tahun + Rp. 378.000/tahun
= Rp122.656.008

LE.2.1.12 Biaya Pengolahan Limbah B3


Menurut Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2008, tentang tarif pengolahan
limbah B3. Diketahui tarif pengolahan limbah sludge dari industri sebesar Rp1.500/kg.
Sedangkan tarif pengolahan limbah B3 medis sebesar Rp.25.000/kg/ Diasumsikan
limbah laboratorium sebesar 0,025% dari kapasitas total. Sedangkan limbah poliklinik

LE-23
diasumsikan sebesar 100 kg/tahun. Sehingga, rincian biaya pengolahan limbah B3
dapat dihitung sebagai berikut:
Limbah Laboratorium = 0,025% × 20.000.000 kg/tahun × Rp1.500/kg
= Rp7.500.000/tahun
Limbah Poliklinik = 100 kg/tahun × Rp25.000/kg
= Rp2.500.000/tahun
Total biaya = Rp7.500.000/tahun + Rp2.500.000/tahun
= Rp10.000.000/tahun
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, telah diperoleh rincian fixed
cost yang dapat dilihat pada Tabel LE.14.

Tabel LE.14 Rincian Fixed Cost


No. Komponen Fixed Cost Jumlah (Rp)
1. Gaji tetap karyawan 27.622.000.000
2. Bunga pinjaman bank 31.464.900.221
3. Depresiasi dan Amortisasi 17.210.621.674
4. Biaya perawatan 11.700.959.838
5. Biaya tambahan industri 13.811.000.000
6. Biaya administrasi umum 4.143.300.000
7. Biaya pemasaran dan distribusi 1.381.100.000
8. Biaya penelitian dan pengembangan 27.526.208.863
9. Biaya asuransi 1.597.192.433
10. Pajak bumi dan bangunan 89.841.793,50
11. Biaya Listrik PLN 122.656.008
12 Biaya Pengolahan Limbah B3 10.000.000
Total 136.672.309.256

LE.2.2 Variable Cost (VC)


Komponen yang termasuk variable cost adalah biaya bahan baku proses dan
utilitas. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada Sub-subbab LE.1.2,
diperoleh besarnya biaya bahan baku proses sebesar Rp299.583.451.846, biaya
pengemasan sebesar Rp800.000.000, dan biaya bahan baku utilitas sebesar
Rp254.969.223.373. Maka, total variabel cost sebesar Rp555.352.675.220.
Dengan demikian, Total Cost pada prarancangan pabrik ini dapat dihitung
sebagai berikut:
TC = FC + VC

LE-24
= Rp136.672.309.256 + Rp555.352.675.220
= Rp692.024.984.476

LE.3 PERKIRAAN LABA USAHA


LE.3.1 Laba Kotor
Sebelum menghitung laba kotor, perlu dihitung laba penjualan sebagai berikut:
Laba penjualan = Total penjualan – Total Cost
= Rp917.540.295.431 - Rp692.024.984.476
= Rp225.515.310.956

Perusahaan memberikan bonus perusahaan untuk karyawan sebesar 5% dari


keuntungan perusahaan sebagai berikut:
Bonus perusahaan = 5% × Rp225.515.310.956
= Rp11.275.765.548

Maka, laba kotor perusahaan dapat dihitung sebagai berikut:


Laba kotor = Laba penjualan – bonus perusahaan
= Rp225.515.310.956 – Rp11.275.765.548
= Rp214.239.545.408

LE.3.2 Pajak Penghasilan


Berdasarkan Undnag-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2008,
ketentuan pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
• Penghasilan 0 – Rp. 50.000.000,00 dikenakan pajak sebesar 5%.
• Penghasilan Rp. 50.000.000,00 – Rp. 250.000.000,00 dikenakan pajak sebesar
15%.
• Penghasilan Rp. 250.000.000,00 – Rp. 500.000.000,00 dikenakan pajak sebesar
25%.
• Penghasilan di atas Rp. 500.000.000,00 dikenakan pajak sebesar 30%.

Maka, besarnya pajak penghasilan dapat dihitung sebagai berikut:


0,05 × Rp50.000.000 = Rp2.500.000
0,15 × (Rp250.000.000 – Rp50.000.000) = Rp30.000.000
0,25 × (Rp500.000.000 – Rp250.000.000) = Rp62.500.0 00

LE-25
0,30 × (Rp214.239.545.408 – Rp500.000.000) = Rp 64.121.863.622
= Rp 64.216.863.622

Sehingga, laba setelah pajak dapat dihitung sebagai berikut:


Laba setelah pajak = Laba kotor – pajak penghasilan
= Rp214.239.545.408 – Rp 64.216.863.622
= Rp150.022.681.785

LE.4 ANALISIS ASPEK EKONOMI


LE.4.1 Profit Margin (PM)
Profit Margin (PM) dapat dihitung sebagai berikut:
Laba kotor
PM = × 100%
Total penjualan
Rp214.239.545.408
= × 100%
Rp917.540.295.431
= 23,35%

LE.4.2 Break Even Point (BEP)


Break Even Point (BEP) dapat dihitung sebagai berikut:
Fixed-Cost
BEP = × 100%
Total penjualan - Variable Cost
Rp136.672.309.256
= × 100%
Rp917.540.295.431 − Rp555.352.675.220
= 37,74%

Selanjutnya, nilai BEP digunakan untuk menghitung kapasitas produksi pada


BEP serta nilai penjualan pada BEP sebagai berikut:
Kapasitas produksi saat BEP = 37,74% × 20.000 ton/tahun
= 7.547,045 ton/tahun
Nilai penjualan saat BEP = 37,74% × Rp917.540.295.431
= Rp346.235.884.426

Nilai BEP juga dapat diestimasi berdasarkan komponen fixed-cost, variable


cost, total cost, serta nilai penjualan pada berbagai kapasitas produksi (dalam persen).

LE-26
Data penentuan BEP ini ditunjukkan pada Tabel LE.15, sedangkan grafik BEP pada
prarancangan pabrik ini ditunjukkan pada Gambar LE.3.

Tabel LE.15 Data Penentuan BEP


Kapasitas
Total Penjualan
Produksi Fixed-Cost (Rp) Variable Cost (Rp) Total Cost (Rp)
(Rp)
(%)
0 136.672.309.256 0 136.672.309.256 0
10 136.672.309.256 55.535.267.522 192.207.576.778 91.754.029.543
20 136.672.309.256 111.070.535.044 247.742.844.300 183.508.059.086
30 136.672.309.256 166.605.802.566 303.278.111.822 275.262.088.629
40 136.672.309.256 222.141.070.088 358.813.379.344 367.016.118.172
50 136.672.309.256 277.676.337.610 414.348.646.866 458.770.147.716
60 136.672.309.256 333.211.605.132 469.883.914.388 550.524.177.259
70 136.672.309.256 388.746.872.654 525.419.181.910 642.278.206.802
80 136.672.309.256 444.282.140.176 580.954.449.432 734.032.236.345
90 136.672.309.256 499.817.407.698 636.489.716.954 825.786.265.888
100 136.672.309.256 555.352.675.220 692.024.984.476 917.540.295.431

LE-27
1.000.000.000.000

900.000.000.000

800.000.000.000
Nilai Penjualan (Rp)

700.000.000.000

600.000.000.000
Fixed-Cost
500.000.000.000
BEP = 37,74% Variable Cost
400.000.000.000 Total Cost
300.000.000.000 Nilai Penjualan

200.000.000.000

100.000.000.000

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Kapasitas Produksi

Gambar LE.3 Nilai BEP Pabrik Surfaktan Sodium Lignosulfonat dari Sabut Kelapa

LE-28
LE.4.3 Return On Investment (ROI)
Return On Investment (ROI) dapat dihitung sebagai berikut:
Laba setelah pajak
ROI = × 100%
Capital Investment

Rp 150.022.681.785
= × 100%
Rp983.278.131.893
= 15,26%

LE.4.4 Return On Network (RON)


Return On Network (RON) dapat dihitung sebagai berikut:
Laba setelah pajak
RON = × 100%
Modal Sendiri
Rp 150.022.681.785
= × 100%
Rp589.966.879.136
= 35,43%

LE.4.5 Pay Out Time (POT)


Pay Out Time (POT) dapat dihitung sebagai berikut:
1
POT = × 100%
ROI
1
= × 100%
19,11%
= 6,55 tahun
≈ 6 tahun 7 bulan

LE.4.6 Internal Rate of Return (IRR)


Dalam menentukan nilai IRR, perlu digambarkan cash flow dari tahun ke tahun.
Pada prarancangan pabrik ini, pembuatan cash flow didasarkan pada beberapa hal sebagai
berikut:
• Laba diasumsikan meningkat sebanyak 10% setiap tahun.
• Pajak diasumsikan meningkat sebanyak 10% setiap tahun.
• Masa pembangunan disebut tahun ke nol.
• Perhitungan cash flow dilakukan menggunakan nilai pada tahun ke – 10

LE-29
• Cash flow merupakan laba sesudah pajak ditambah depresiasi.

Perhitungan nilai IRR dilakukan menggunakan Persamaan LE.6.


NPV1 (LE.6)
IRR = i1 + (i1 − i2)
(NPV1 - NPV2 )

Dimana:
IRR = Internal Rate of Return
i1 = Tingkat diskonto yang menghasilkan NPV positif
i2 = Tingkat diskonto yang menghasilkan NPv negatif
NPV1 = Net Present Value bernilai positif
NPV2 = Net Present Value bernilai negatif

LE-30
Pada prarancangan pabrik ini, nilai i1 dan i2 yang digunakan adalah 16% dan 20%. Hasil perhitungan cash flow ditunjukkan pada
Tabel LE.16.
Tabel LE.16 Data Perhitungan Internal Rate of Return
Tahun Laba Sebelum Pajak (Rp) Laba Sesudah Depresiasi Net Cash Flow P/F NPV1 P/F NPV2
Pajak (Rp) Pajak (Rp) (Rp) i=14% i=15%
0 0 0 0 0 -983.278.131.893 1,00 -983.278.131.893 1,00 -983.278.131.893
1 214.239.545.408 64.216.863.622 150.022.681.785 10.880.969.697 139.141.712.088 0,88 122.054.133.411 0,87 120.992.793.120
2 235.663.499.949 70.644.049.985 165.019.449.964 10.880.969.697 154.138.480.267 0,77 118.604.555.453 0,76 116.550.835.740
3 257.087.454.489 77.071.236.347 180.016.218.143 10.880.969.697 169.135.248.445 0,67 114.161.475.086 0,66 111.209.171.329
4 278.511.409.030 83.498.422.709 195.012.986.321 10.880.969.697 184.132.016.624 0,59 109.020.935.475 0,57 105.278.078.122
5 299.935.363.571 89.925.609.071 210.009.754.500 10.880.969.697 199.128.784.802 0,52 103.421.250.998 0,50 99.002.199.132
6 321.359.318.112 96.352.795.433 225.006.522.678 10.880.969.697 214.125.552.981 0,46 97.552.721.453 0,43 92.572.385.543
7 342.783.272.652 102.779.981.796 240.003.290.857 10.880.969.697 229.122.321.159 0,40 91.565.830.960 0,38 86.135.567.197
8 364.207.227.193 109.207.168.158 255.000.059.035 10.880.969.697 244.119.089.338 0,35 85.578.157.229 0,33 79.802.963.334
9 385.631.181.734 115.634.354.520 269.996.827.214 10.880.969.697 259.115.857.516 0,31 79.680.184.305 0,28 73.656.898.655
10 407.055.136.275 122.061.540.882 284.993.595.392 10.880.969.697 274.112.625.695 0,27 73.940.183.892 0,25 67.756.448.827
12.301.296.371 -30.320.790.892

Maka, IRR pada prarancangan pabrik ini dapat dihitung sebagai berikut:
Rp12.301.296.371
IRR = 14% + (14% − 15%)
(Rp12.301.296.371 - (-Rp30.320.790.892))

= 14,289%

LE-31

Anda mungkin juga menyukai