Anda di halaman 1dari 76

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Teknik Kimia Skripsi Sarjana

2018

Pembuatan Biodiesel Berbasis CPO


(Crude Palm Oil) Menggunakan Katalis
Heterogen K-Silika pada Reaksi
Transesterifikasi: Pengaruh Jumlah
Katalis dan Tipe Katalis

Zuhri, Ruri Rizki Syahputri


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/7715
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PEMBUATAN BIODIESEL BERBASIS CPO (Crude Palm Oil)
MENGGUNAKAN K-SILIKA SEBAGAI KATALIS HETEROGEN
DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI : PENGARUH
JUMLAH KATALIS DAN TIPE KATALIS

SKRIPSI

Oleh

RURI RIZKI SYAHPUTRI ZUHRI


140405049

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 2018

Universitas Sumatera Utara


PEMBUATAN BIODIESEL BERBASIS CPO (Crude Palm Oil)
MENGGUNAKAN K-SILIKA SEBAGAI KATALIS HETEROGEN
DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI: PENGARUH
JUMLAH KATALIS DAN TIPE KATALIS

SKRIPSI

Oleh

RURI RIZKI SYAHPUTRI ZUHRI


140405049

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 201

Universitas Sumatera Utara


i
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
iii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan Skripsi
dengan judul “Pembuatan Biodiesel Berbasis CPO (Crude Palm Oil)
Menggunakan Katalis Heterogen K-Silika Pada Reaksi Transesterifikasi:
Pengaruh Jumlah Katalis Dan Tipe Katalis”, berdasarkan hasil penelitian yang
penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana teknik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan


mengenai pembuatan dan karakterisasi katalis K-Silika yang berbasis daun bambu
dengan metode wet impregnation untuk diaplikasikan pada reaksi transesterifikasi.
Katalis K-Silika yang dihasilkan pada penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
pilihan alternatif untuk pembuatan biodiesel mendatang.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Renita Manurung, MT sebagai Dosen Pembimbing sekaligus Dosen


Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Taslim, M.Si., IPM dan Bapak Dr. Eng. Rondang Tambun, ST.,
MT. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk
kesempurnaan skripsi ini.
3. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T sebagai Koordinator Penelitian Departemen
Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Maya Sarah, S.T., M.T sebagai Ketua Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

iv
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5. Seluruh Dosen/Staf pengajar dan Pegawai Administrisasi Departemen Teknik
Kimia USU yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan bantuan
kepada penulis selama menjalankan perkuliahan.
6. Kedua Orang tua yang tiada henti-hentinya mendoakan, membimbing serta
memberi semangat dan dukungan baik materil maupun spiritual.
7. Riri Rizki Syahputri Zuhri dan M.Aldi Prayoga Pratama selaku saudari kembar
saya dan adik saya yang telah memberikan banyak dukungan, semangat, doa,
pembelajaran hidup, dan kenangan yang tak terlupakan kepada penulis dalam
menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
8. Halimah Tussa’diah Siregar selaku mitra penelitian atas kerja sama yang baik.
9. Sahabat terbaik saya Vivi Efrilianita yang telah memberikan banyak dukungan,
semangat, doa, pembelajaran hidup, dan kenangan yang tak terlupakan kepada
penulis.
10. Abang dan kakak senior, rekan-rekan mahasiswa angkatan 2014, serta adik-adik
junior di Teknik Kimia USU
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun agar penelitian ini lebih baik lagi kedepannya.

Medan, September 2018


Penulis,

Ruri Rizki Syahputri Zuhri

v
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DEDIKASI

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Bapak & Mamak tercinta


Bapak Andi Zuhri & Ibu Nurhaya

Mereka adalah orang tua hebat yang telah membesarkan, mendidik dan
mendukungku dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan do’a yang tiada hentinya,
yang telah mam dan mami berikan kepadaku selama ini.

vi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Ruri Rizki Syahputri Zuhri

NIM : 140405049

Tempat/Tgl. Lahir : Tanjungbalai, 24 Oktober 1996

Nama orang tua : Andi Zuhri dan Nurhaya

Alamat orang tua :

Jalan Pattimura, Tanjungbalai, Provinsi Sumatera Utara

Asal Sekolah :

 TK Daar Alfalah, tahun 2001-2002


 SD N 132407 Tanjungbalai, tahun 2002-2008
 SMPN 10 Tanjungbalai, tahun 2008-2011
 SMAN 1 Tanjungbalai, tahun 2011-2014
Pengalaman Organisasi/Kerja :

1. Anggota HIMATEK (Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia) Fakultas


Teknik USU periode 2017/2018.
2. Anggota Bidang Logistik“CSG” (Himpunan Mahasiswa Muslim
Departemen “Covalen Study Group”) Teknik Kimia USU periode
2015/2016
3. Anggota Bidang Keputrian AL-HADIID FT Tahun Ajaran 2016/2017
4. Anggota UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) KOPMA USU 2016/2017
5. Kerja Praktek di PT. Indonesia Asahan Aluminium pada Oktober 2016 –
November 2017
Prestasi akademik/non akademik yang pernah dicapai :

1. Penerima Beasiswa Bantuan Belajar Mahasiwa (BBM) periode 2014-2015


2. Penerima Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode 2015-
2016
3. Penerima Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode 2016-
2017
4. Penerima Beasiswa Berprestasi Sumatera Utara periode 2017-2018

vii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Salah satu sumber minyak nabati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
biodiesel adalah Crude Palm Oil (CPO). CPO adalah bahan baku minyak nabati
yang layak menjadi pertimbangan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat
dilihat dari segi ketersediaannya sangat besar di Indonesia sehingga mampu
mengurangi biaya produksi dalam skala besar.Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk melihat penggunaan CPO dalam pembuatan biodiesel dengan menggunakan
katalis K-Silika dari limbah daun bambuyang diimpregnasi dengan KOH,
sehingga diperoleh yield terbaik dari berbagai variabel reaksi yang dilakukan.
Proses transesterifikasi mereaksikan minyak dan metanol untuk menghasilkan
metil ester dan gliserol. Metil ester yang dihasilkan pada lapisan atas dipisahkan
dari gliserol dan kemudian dicuci. Pengaruh dari berbagai variabel proses seperti
tipe katalis, jumlah katalis dan waktu reaksi diamati dalam percobaan ini. Adapun
kondisi terbaik yang dihasilkan, yield maksimum dari biodiesel adalah 92,58%
dengan konversi 99,76% yang diperoleh pada kondisi rasio molar CPO:metanol
yaitu 1:9, dengan tipe katalis dengan K-Si: 10,7-31,10%, jumlah katalis 4%,
waktu reaksi 2 jam, pengadukan 600rpm, dan suhu reaksi 65oC.Berdasarkan hasil,
itu menunjukkan bahwa K-Silika adalah katalis yang baik digunakan dalam proses
transesterifikasi untuk sintesis biodiesel.

Kata kunci: Biodiesel, Crude Palm Oil, K-Silika, Metanol, Reaksi


Transesterifikasi

viii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Biodiesel Production From Crude Palm Oil Using K-Silika as
Heteregenous Catalyst at Transesterification Reaction : The
Effect of Type Catalyst and Ammount of Catalyst

ABSTRACT
One source of vegetable oil that can be used as raw material for biodiesel is Crude
Palm Oil (CPO). Crude Palm Oil (CPO) is a raw material of vegetable oil that
cannot be consumed anymore and the availability is very large. The purpose of
this study was to observe the use of crude palm oil in the manufacture of biodiesel
by using an catalyst of bamboo ash leaves impregnated with KOH, resulting in the
best yield of various reaction variables performed.The Transesterification process
reacted oil and methanol to produce methyl esters and glycerol. The methyl ester
produced at the top layer was separated from glycerol and then washed.The
effects of various process variables such as the type of catalyst, the amount of
catalyst, and time of reaction observed in this experiment.The properties of
biodiesel such as ester content, density, and kinematic viscosity, were evaluated
and compared with Standar Nasional Indonesia (SNI). Under the best conditions,
using a molar ratio of oil : methanol of 1: 9 at 65°C with a reaction time of 2
hours and 4% catalyst, the maximum yield of biodiesel was 92,58% and FAME
methyl ester 99,76%. The results obtained in this study indicate that the K-Silika
catalyst of bamboo ash leaves impregnated with KOH is suitable as a catalyst for
producing biodiesel.

Keywords: Biodiesel, Crude Palm Oil, K-Silika, Metanol, Transesterification,

ix
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i


PENGESAHAN SKRIPSI ii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI iii
PRAKATA iv
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
DAFTAR SINGKATAN xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUSAN MASALAH 6
1.3 TUJUAN PENELITIAN 7
1.4 MANFAAT PENELITIAN 7
1.5 RUANG LINGKUP 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1 Crude Palm Oil (CPO) 9
2.2 BIODIESEL 10
2.3 PRODUKSI BIODIESEL 13
2.4 TEKNOLOGI PEMBUATAN BIODIESEL 15
2.4.1 Transesterifikasi Dengan Katalis Homogen 16
2.4.2 Transesterifikasi Dengan Katalis Heterogen 17
2.4.3 Transesterifikasi Biokatalis 17
2.4.4 Transesterifikasi Tanpa Katalis 18
2.4.5 Transesterifikasi Tanpa Cosolvent 18

x
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TRANSESTERIFIKASI 19
2.5.1 Suhu Reaksi 19
2.5.2 Rasio Alkohol Terhadap Minyak 19
2.5.3 Jenis Katalis Dan Konsentrasi 20
2.5.4 Intensitas Pencampuran 20
2.5.5 Kemurnian Reaktan 20
2.6 POTENSI EKONOMI BIODIESEL DARI CPO 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 23
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 24
3.2 BAHAN PENELITIAN 24
3.3 PERALATAN PENELITIAN 25
3.4 TAHAPAN PENELITIAN 26
3.5 RANCANGAN PERCOBAAN 26
3.6 PROSEDUR PERCOBAAN 27
3.6.1 Proses Sintesis Biodiesel 27
3.6.2 Sketsa Percobaan 27
3.6.2.1 Sketsa Percobaan Proses Sintesis Biodiesel 27
3.7 PROSEDUR ANALISA 27
3.7.1 Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Bahan Baku
Minyak Sawit (CPO) dengan Metode Tes AOCS
Official Method Ca 5a-40 27
3.7.2 Analisis Kadar Air Bahan Baku Minyak Sawit (CPO)
dengan Metode Tes SNI 01-3555-1998 27
3.7.3 Analisis Komposisi Bahan Baku Minyak Sawit yang
dihasilkan dengan Menggunakan GC 28
3.7.4 Analisis Biodiesel yang dihasilkan Menggunakan GC 28
3.7.5 Analisis Viskositas Biodiesel yang dihasilkan 28
3.7.6 Analisis Densitas Biodiesel yang dihasilkan 29
3.8 FLOWCHART PENELITIAN 29
3.8.1 Flowchart Proses Sintesis Biodiesel 30

xi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN 31
4.1 PENGARUH VARIABEL PROSES TERHADAP YIELD
BIODIESEL PADA REAKSI TRANSESTERIFIKASI 32
4.1.1 Hasil Analisis Bahan Baku Crude Palm Oil (CPO) 32
4.1.2 Pengaruh Rasio Molar terhadap Freezing Point DES 32
4.1.3 Pengaruh Rasio Molar terhadap Densitas DES 34
4.1.4 Pengaruh Rasio Molar terhadap Viskositas DES 36
4.2 PENGARUH WAKTU REAKSI PADA TIPE KATALIS A2
DAN TIPE KATALIS A4 MENGHASILKAN KADAR
(% BERAT) MONO,- DI,- DAN TRIGLISERIDA 38
4.3 KARAKTERISTIK BIODIESEL YANG DIHASILKAN 42
4.3.1 Pengaruh Kemurnian Terhadap Densitas Biodiesel
Dari Masing-Masing Tipe Katalis 44
4.3.1 Pengaruh Kemurnian Terhadap Viskositas Kinematik
Biodiesel Dari Masing-Masing Tipe Katalis 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 47
5.1 KESIMPULAN 47
5.2 SARAN 47
DAFTAR PUSTAKA 48

xii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Sintesis Biodiesel dari CPO Secara


Transesterfikasi Menggunakan Katalis K-SiO2 28
Gambar 3.2 Flowchart Percobaan Tahap Transesterifikasi CPO 32
Gambar 4.1 Hubungan antara Jumlah Katalis dan Tipe Katalis dengan
Yield Biodiesel 35
Gambar 4.2 (a) Pengaruh waktu reaksi terhadap komposisi Mono, Di,-
Dan Trigliserida pada tipe katalis A2 37
Gambar 4.2 (b) Pengaruh waktu reaksi terhadap komposisi Mono, Di,-
Dan Trigliserida pada tipe katalis A2 37
Gambar 4.3 Tahapan Reaksi Transesterifikasi 39
Gambar 4.4 Penggunaan Katalis Pada Reaksi 40
Gambar L4.1 Hasil Analisa Kromatogram GC-MS Asam Lemak CPO 40
Gambar L4.2 Hasil Analisa GC Komposisi Biodiesel Pada Tipe Katalis A1
Kondisi Suhu rekasi 65 oC, Rasio Molar CPO terhadap
Metanol 1:9, dan Waktu Reaksi 2 Jam 40
Gambar L4.3 Hasil Analisa GC Komposisi Biodiesel Pada Tipe Katalis A2
Kondisi Suhu rekasi 65 oC, Rasio Molar CPO terhadap
Metanol 1:9, dan Waktu Reaksi 2 Jam 40
Gambar L4.4 Hasil Analisa GC Komposisi Biodiesel Pada Tipe Katalis A3
Kondisi Suhu rekasi 65 oC, Rasio Molar CPO terhadap
Metanol 1:9, dan Waktu Reaksi 2 Jam 40
Gambar L4.5 Hasil Analisa GC Komposisi Biodiesel Pada Tipe Katalis A4
Kondisi Suhu rekasi 65 oC, Rasio Molar CPO terhadap
Metanol 1:9, dan Waktu Reaksi 2 Jam 40
Gambar L4.6 Hasil Analisa GC Komposisi Biodiesel Pada Tipe Katalis A4
Kondisi Suhu rekasi 35 oC, Rasio Molar CPO terhadap
Metanol 1:9, dan Waktu Reaksi 2 Jam 40

xiii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar L4.7 Hasil Analisa GC Komposisi Biodiesel Pada Tipe Katalis A1
Kondisi Suhu rekasi 45 oC, Rasio Molar CPO terhadap
Metanol 1:9, dan Waktu Reaksi 2 Jam 40
Gambar L4.8 Hasil Analisa GC Komposisi Biodiesel Pada Tipe Katalis A4
Kondisi Suhu rekasi 50 oC, Rasio Molar CPO terhadap
Metanol 1:9, dan Waktu Reaksi 2 Jam 40
Gambar L5.1 Foto Tahapan Reaksi Transesterifikasi 73
Gambar L5.2 Foto Proses Pemisahan Metil Ester dan Gliserol 73
Gambar L5.3 Foto Proses Pencucian Metil Ester 73
Gambar L5.4 Foto Analisis Densitas Biodesel 73
Gambar L5.5 Foto Analisis Viskositas Biodesel 73

xiv
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian Terdahulu tentang Pembuatan Biodiesel


dengan Menggunakan Katalis SiO2 4
Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak dalam CPO 10
Tabel 2.1 Standar Biodiesel Berdasarkan ASTM D 6751/09,
EN 14214/03 dan Pr EN 141214/09 12
Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Tahap Transesterifikasi 26
Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak dari CPO 33
Tabel 4.2 Kadar air dan Kadar FFA Pada CPO 34
Tabel 4.3 Karakteristik Biodiesel yang telah dihasilkan 42
Tabel 4.4 Perbandingan Sifat Fisika Biodiesel Hasil Biodiesel dengan
Standar Biodiesel SNI 7182;2015, ASTM D 6751/09
EN 14214/03 43
Tabel 4.5 Kemurnian dan Densitas Biodiesel dari Masing–Masing
Tipe Katalis 44
Tabel 4.6 Kemurnian dan Viskositas Kinematik Biodiesel dari
Masing –Masing Tipe Katalis 45
Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO 53
Tabel L2.2 Hasil Analisis Viskositas Kinematik Biodiesel 53
Tabel L2.3 Data Pengaruh Jumlah Katalis Dengan Masing –Masing Tipe
Katalis Terhadap Yield Biodiesel 55

xv
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU 53


L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN
BAKU CPO HASIL ANALISIS GAS
CHROMATOGRAPHY 53
L1.2 KOMPOSISI TRIGLISERIDA BAHAN
BAKU CPO 53
L1.3 KADAR FREE FATTY ACID (FFA) CPO 54
L.1.4 KADAR AIR CPO 54
LAMPIRAN 2 DATA PENELITIAN 55
L2.1 DATA DENSITAS BIODIESEL 55
L2.2 DATA VISKOSITAS KINEMATIK
BIODIESEL 56
L2.3 DATA YIELD BIODIESEL 56
LAMPIRAN 3 CONTOH PERHITUNGAN 57
L3.1 PERHITUNGAN KADAR FFA BAHAN
BAKU 57
L3.1.1 Perhitungan Kadar FFA CPO 57
L3.2 PERHITUNGAN KEBUTUHAN 57
METANOL 58
L3.3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN 58
KATALIS 58
L3.4 PERHITUNGAN DENSITAS BIODIESEL 59
L3.5 PERHITUNGAN VISKOSITAS
BIODIESEL 60
L3.6 PERHITUNGAN YIELD BIODIEL 60

xvi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 4 HASIL ANALISA BAHAN BAKU CPO DAN 60
BIODIESEL 60
L.4.1 HASIL ANALISIS KOMPOSISI ASAM 61
LEMAK CPO 62
L.4.2 HASIL ANALISIS BIODIESEL
LAMPIRAN 5 DOKUMENTASI PENELITIAN 62
L5.1 FOTO PROSES TRANSESTERIFIKASI
L5.2 FOTO PEMISAHAN ESTER DAN 70
GLISEROL 70
L.5.3 FOTO PROSES PENCUCIAN METIL
ESTER 70
L.5.4 PRODUK BIODIESEL YANG 71
DIHASILKAN 71
L.5.5 FOTO ANALISIS BIODIESEL 72
L.5.6 FOTO ANALISIS VISKOSITAS 72
BIODIESEL

xvii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

FAME Fatty Acid Methyl Ester


FAEE Fatty Acid Ethyl Ester
KOH Kalium Hidroksida
CPO Crude Palm Oil
PKO Palm Kernel Oil
FFA Free Fatty Acid
ASTM American Society for Testing and Materials
SNI Standar Nasional Indonesia
ALB Asam Lemak Bebas
IUPAC International Union of Pure and Applied Chemistry
rpm radian per minute
cSt centi Stokes
MG Monogliserida
DG Digliserida
g gram
ppm Part per Million

xviii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
xix
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Salah satu sumber minyak nabati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
biodiesel adalah Crude Palm Oil (CPO). CPO adalah bahan baku minyak nabati yang
layak menjadi pertimbangan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat dilihat
dari segi ketersediaannya sangat besar di Indonesia sehingga mampu mengurangi
biaya produksi dalam skala besar.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat
penggunaan CPO dalam pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis K-Silika
dari limbah daun bambuyang diimpregnasi dengan KOH, sehingga diperoleh yield
terbaik dari berbagai variabel reaksi yang dilakukan. Proses transesterifikasi
mereaksikan minyak dan metanol untuk menghasilkan metil ester dan gliserol. Metil
ester yang dihasilkan pada lapisan atas dipisahkan dari gliserol dan kemudian dicuci.
Pengaruh dari berbagai variabel proses seperti tipe katalis, jumlah katalis dan waktu
reaksi diamati dalam percobaan ini. Adapun kondisi terbaik yang dihasilkan, yield
maksimum dari biodiesel adalah 92,58% dengan konversi 99,76% yang diperoleh
pada kondisi rasio molar CPO:metanol yaitu 1:9, dengan tipe katalis dengan K-Si:
10,7-31,10%, jumlah katalis 4%, waktu reaksi 2 jam, pengadukan 600rpm, dan suhu
reaksi 65oC.Berdasarkan hasil, itu menunjukkan bahwa K-Silika adalah katalis yang
baik digunakan dalam proses transesterifikasi untuk sintesis biodiesel.

Kata kunci: Biodiesel, Crude Palm Oil, K-Silika, Metanol, Reaksi Transesterifikasi

viii
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Biodiesel Production From Crude Palm Oil Using K-Silika as
Heteregenous Catalyst at Transesterification Reaction : The Effect
of Type Catalyst and Ammount of Catalyst

ABSTRACT
One source of vegetable oil that can be used as raw material for biodiesel is Crude
Palm Oil (CPO). Crude Palm Oil (CPO) is a raw material of vegetable oil that cannot
be consumed anymore and the availability is very large. The purpose of this study
was to observe the use of crude palm oil in the manufacture of biodiesel by using an
catalyst of bamboo ash leaves impregnated with KOH, resulting in the best yield of
various reaction variables performed.The Transesterification process reacted oil and
methanol to produce methyl esters and glycerol. The methyl ester produced at the top
layer was separated from glycerol and then washed.The effects of various process
variables such as the type of catalyst, the amount of catalyst, and time of reaction
observed in this experiment.The properties of biodiesel such as ester content, density,
and kinematic viscosity, were evaluated and compared with Standar Nasional
Indonesia (SNI). Under the best conditions, using a molar ratio of oil : methanol of 1:
9 at 65°C with a reaction time of 2 hours and 4% catalyst, the maximum yield of
biodiesel was 92,58% and FAME methyl ester 99,76%. The results obtained in this
study indicate that the K-Silika catalyst of bamboo ash leaves impregnated with
KOH is suitable as a catalyst for producing biodiesel.

Keywords: Biodiesel, Crude Palm Oil, K-Silika, Metanol, Transesterification,

ix
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penggunaan bahan bakar alternatif sangat diperlukan sebagai bentuk jaminan
terhadap penggunaan energi, kepedulian terhadap lingkungan, dan untuk alasan
alasan sosio-ekonomi lainnya. Meningkatnya harga minyak dan menipisya cadangan
minyak mengharuskan adanya penggunaan energi alternatif untuk mengganti bahan
bakar fosil, salah satunya adalah biodiesel [1].
Ada berbagai bahan baku yang dapat digunakan untuk menghasilkanbiodiesel.
Bahan-bahan tersebut biasanya dikelompokkan menjadi bahan baku yang dapat
dikonsumsi dan bahan baku yang tidak dapat dikonsumsi. Dari jenis jenis bahan baku
tersebut, yang lebih dipilih untuk digunakan dalam memproduksi biodiesel adalah
kelompok bahan baku yang tidak dapatdikonsumsi, seperti minyak jarak, karanja,
dan putranjiva. Namun, adanyapermintaan yang tinggi untuk mengurangi biaya
dalam menggunakan bahan baku tersebut, menyebabkan banyak peneliti yang
mencari bahan baku baru yang lebih murah dan berpotensial untuk dijadikan
biodiesel seperti minyak lemak sapi dan minyak jelantah, akan tetapi kedua bahan
baku ini memiliki keterbatasan dalam hal kuantitas [2].
Pada saat ini, aspek ekonomi dari produksi biodiesel telah terbukti menjadi
rintangan utama. Hal ini terutama karena tingginya biaya bahan baku dan harga yang
relatif rendah dari bahan bakar fosil. Akibatnya, evaluasi kelayakan ekonomi
produksi biodiesel adalah hal yang paling penting, karena tingginya harga bahan
bakuminyak nabati yang telah diolah. Biaya yang terhitung untuk memproduksi
bahan bakar biodiesel yaitu 60-75% lebih mengarah kepada biaya bahan baku. Inilah
sebabnya mengapa bahan baku dengan harga rendah sangat penting untuk
membangun proyek-proyek biodiesel komersial [17].
Mengembangkan biodiesel dari minyak kelapa sawit untuk Indonesia akan
sesuai sebagai stok bahan bakar alternatif. Indonesia diproyeksikan menjadi negara
pengekspor Crude Palm Oil (CPO) terbesar dalam sepuluh tahun ke depan sehingga
penggunaan alternatif untuk minyak sawit sebagai pengganti bahan bakar akan
menguntungkan. Oleh karena itu, biodiesel akan memainkan peran penting dalam
1
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


sektor energi di Indonesia. Tidak hanya akan berfungsi sebagai instrumen untuk
mengontrol stok CPO Indonesia, tetapi juga akan mengurangi ketergantungan
bahanbakar fosil dan memperkuat ketahanan energi nasional [3]. Produksi CPO di
Indonesia terus meningkat setiap tahunnya hingga pada tahun 2011 dan 2012
produksi CPO mencapai 24,1 dan 26,5 juta ton [4]. Indonesia memiliki potensi
yangsangat besar untuk memproduksi biodiesel karena perkembangan produksi CPO
di indonesia meningkat setiap tahunnya sehingga negara – negara lain mengimpor
CPO dari Indonesia.
Adapun beberapa penelitiyang melakukan penelitian tentang biodiesel
berbahan baku CPO yaitu
1. Franseschi, dkk, tahun 2016 melaporkan proses esterifikasi menggunakan
African crude palm oildengan katalis natrium metoksida mengasilkan
yield biodiesel 90% [18].
2. Gabriel, dkk, tahun 2015 melaporkan proses esterifikasi dan
transesterifikasi menggunakan palm oil dengan katalis potassium
hydroxide menghasilkan yield biodiesel 96,5% [19].
3. Mamilla, dkk, tahun 2012 melaporkan proses transesterifikasi
menggunakan palm oil dengn katalis natrium hidroksida menghasilkan
yield 92% [20].
Biodiesel umumnya dihasilkan oleh reaksi transesterifikasi minyak dengan
alkohol dengan adanya katalis, untuk menghasilkan mono-alkyl ester dan gliserol,
yang kemudian dipisahkan dan dimurnikan [5]. Katalis basa yang paling umum
digunakan dalam industri biodiesel adalah kalium hidroksida (KOH) dan natrium
hidroksida (NaOH) serpih, dimana selain harganya yang murah, juga mudah untuk
ditangani dalam transportasi dan penyimpanan sehingga lebih disukai oleh produsen
kecil [6]. Namun, terdapat beberapa masalah dalam penggunaan katalis basa tersebut,
diantaranya energi yang dibutuhkan tinggi, kesulitan dalam pemulihan dari gliserol,
setelah reaksi, terjadinya pembentukan sabun, serta sulitnya pemisahan dalam
pemurnian biodiesel, dapat menyebabkan korosi pada mesin, dan dapat mencemari
lingkungan. Apabila dipisahkan dari produk akan memerlukan biaya yang tidak
sedikit.

2
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengurangi dampak negatif katalis
homogen diantaranya menggunakan katalis heterogen dalam pembuatan biodiesel.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan katalis heterogen untuk pembuatan biodiesel
sehingga dapat menghasilkan biodiesel yang lebih ramah lingkungan, katalisnya
lebih mudah di pisahkan dari sisa pengolahan biodiesel, dapat digunakan kembali,
laju reaksi yang lebih tinggi, biaya yang lebih rendah, dan membutuhkan energi yang
lebih sedikit dibandingkan dengan katalis asam, sehingga dapat mengurangi biaya
produksi biodiesel [7,8,9].
Penggunaan Silika murni dalam pembuatan biodiesel belum pernah
digunakan. Hal ini dikarenakan sifat dari Silika yang sangat mudah menyerap air
sehingga proses aktivasi katalis susah untuk dilakukan [10]. Untuk meningkatkan
produksi dan konversi biodiesel maka dilakukan proses impregnasi berupa logam-
logam alkali ke dalam SiO2.SiO2 akan bersifat stabil pada suhu yang tinggi dan
mampu memperluas luas kontak. Dengan penambahan logam alkali maka akan
meningkatkan situs aktif dari katalis yang digunakan sehingga akan meningkatkan
konversi dan yield [11].Menurut Leung dan Guo [12] penggunaan katalis dapat
meningkatkan konversi trigliserida menjadi biodiesel. Jika katalis yang digunakan
tidak mencukupi, maka konversi menjadi tidak maksimal.
Adapun penelitian terdahulu yang menggunakan matriks katalis silika dalam
pembuatan biodiesel dapat ditunjukkan pada Tabel 1.1.

3
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian Terdahulu tentang Pembuatan Biodiesel dengan Menggunakan Katalis Silika
Variabel
No Judul Penelitian Hasil Penelitian
Tetap Berubah
1. Transesterification of used cooking Waktu reaksi= 60 menit
oil over alkali metal (Li, Na, K) Pengadukan = 250 rpm Berat katalis = 1%, 2%, 3%, 4% Kondisi reaksi optimum nya yaitu logam
supported rice husk silica as Rasio molar metanol: Suhu Reaksi = 55 oC, 65 oC dan silikat dikalsinasi pada 500°C selama 3 jam;
potential solid base catalyst [16]. minyak = 12:1 75 oC jumlah katali 3%; dengan metil ester
content yang didapat 96,5 dan 98,2%
2. Synthesis, characterization and Waktu reaksi= 120 jam PerbandinganCaO: SiO2 = 3, 5, Yield tertinggi: 87,5% dengan perbandingan
performance of silica impregnated Rasio molar metanol: 7 dan 10 % berat katalis CaO : SiO2 3%, perbandingan
calcium oxide as heterogeneous minyak= 20:1 mol metanol: minyak 20:1, waktu reaksi 2
catalyst in biodiesel production Temperatur = 60 oC jam, dan temperatur reaksi 60oC.
[15]
3. Rice husk-derived sodium silicate Waktu reaksi= 30 menit Berat katalis = 0,5%, - 2,5% Yield tertinggi: 97 % dengan berat katalis
as a highly efficient and low-cost Rasio molar metanol: Suhu Reaksi = 45oC - 65oC 2,5%, perbandingan molar metanol: minyak
basic heterogeneous catalyst for minyak = 12:1 12:1, suhu reaksi 65oC, waktu reaksi 30
biodiesel production [14]. menit. Katalis dapat dipakai sebanyak 4
kali.
4. A biomimetic silicification approach Waktu reaksi= 180menit Berat Katalis= 5%,7% , 9%, Yield tetinggi : 90,2 % dengan berat katalis
to synthesize CaO–SiO2 catalyst for Rasio molar metanol: dan 11% 11 %, perbandingan molar metanol: minyak
the transesterification of palm oil minyak = 21:1 Suhu Reaksi= 50-70 21:1, suhu reaksi 65oC, waktu reaksi 180
into biodiesel [13]. menit dan pemakaian katalis 12 kali.
4
Universitas Sumatera Utara
Namun, belum ada hasil penelitian mengenai pemanfaatan matriks silikadari
daun bambu yang diimpregnasi dengan KOH untuk sintesis biodiesel.Dalam
penelitian ini akan dikaji bagaimana pengaruh berat katalis dan tipe katalis dalam
proses transesterifikasi. Transesterifikasi biasanya dilangsungkan pada suhu di
bawah titik didih alkohol untuk mencegah evaporasi alkohol, suhu reaksi
transesterifikasi berada pada rentang 60 – 80 °C. Pada kajian yang dilakukan oleh
Chen [13] dapat dilihat pada Tabel 1.2, penggunaan katalis dari abu sekam padi
dalam produksi biodiesel sebesar 4% sampai 8% didapatkan yield sebesar 90,8%
pada pemakaian berat katalis 8%. Sedangkan kajian yang dilakukan oleh
Hidrayawati, dkk [16] didapatkan produksi biodiesel dengan variasi berat katalis
antara 5% sampai dengan 10% didapatkan metil ester content tertinggi 98,5 %
menggunakan katalis dari abu sekam padi yang diimpregnasi logam alkali dengan
berat katalisnya 7%.
Menurut kajian yang dilakukan oleh Hidryawati, dkk [16] penggunaan katalis
basa lebih baik dibandingkan katalis asam, hal ini dibuktikan melalui kandungan
metil ester yang dihasilkan dimana pada waktu reaksi yang sama didapatkan
kandungan metil ester yang signifikan berbeda jauh, dengan penambahan logam
alkali maka akan meningkatkan situs aktif dari katalis yang digunakan sehingga akan
meningkatkan konversi dan yield. Sehingga peneliti ingin mengkaji pembuatan
biodiesel dari penggunaan silikasebagai matriks katalis dari abu daun bambu yang
diimpregnasi dengan KOH. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kebasaan dari
katalis heterogen yang akan digunakan sehingga meningkatkan konversi metil ester
untuk sintesis biodiesel berbasis CPO.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Pembuatan biodiesel menggunakan matriks katalis silikatelah banyak
dilakukanoleh beberapa peneliti. Akan tetapi, penggunaansilikasebagai matriks
katalis dari abu daun bambu dan menggunakan bahan baku CPO untuk sinstesis
biodieselbelum pernah dilaporkan. Penelitian ini ditekankan kepadapenggunaan
silika dari bahan baku abu daun bambu sebagai matriks katalis yang diimpregnasi
dengan KOHuntuk dimanfaatkan sebagai katalis heterogen pada sintesis biodiesel

5
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


berbasis CPO dengan sistem batch, sehinggadiharapkan mampu mengurangi biaya
produksidalam skala besar.
Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh variabel proses yaitu tipe katalis dan jumlah katalis
terhadap yieldbiodiesel yang dihasilkan.
2. Bagaimana pengaruh waktu reaksi dan tipe katalis reaksi transesterifikasi
menjadi metil ester menghasilkan kadar (%berat) mono,- di,- dan
trigliserida.
3. Bagaimana karakteristik biodiesel yang dihasilkan seperti kemurnian,
densitas, dan viskositas kinematik.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mendapatkanpengaruh variabel proses: tipe katalis dan jumlah katalis
terhadap yield biodiesel yang dihasilkan.
2. Untuk mendapatkan pengaruh suhu reaksi untuk masing-masing katalis
terhadap yield biodiesel yang dihasilkan.
3. Untuk mendapatkan karakteristik biodiesel yang dihasilkan seperti
kemurnian, densitas, dan viskositas kinematik

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.Memberikan alternatifkatalis heterogen K-Silika untuk sintesis biodiesel
berbasis CPO melalui reaksi transesterifikasi.
2.Menghasilkan biodiesel berbahan baku CPO dengan kemurnian tinggi.
3.Menghasilkan bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan.
4.Memberikan informasi dasar kelayakan proses untuk sintesis biodiesel yang
dihasilkan.
5.Meningkatkan nilai ekonomis dari CPO yang merupakanproduk dasar dari
perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

6
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


1.5 RUANG LINGKUP
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika Departemen Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun ruang lingkup
dan batasan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bahan baku minyak yang digunakan adalah CPO yang diperoleh dari pabrik
kelapa sawit (PKS) PTPN IV.
2. Katalis K-Silika yang berasal dari limbah daun bambu
3. Reaksi transesterifikasi untuk sintesis biodiesel dilakukan dengan kondisi :
a. Variabel tetap
 Rasio mol CPO terhadap metanol = 1 : 9
 Waktu Reaksi = 2 jam
b. Variabel bebas
 Jumlah Katalis = 2%, 3%, 4%, 5%(terhadap berat CPO)
 Tipe katalis (A1, A2,A3,A4)
Dimana :
 A1 = Katalis yang diperoleh dari hasil kalsinasi pada suhu 500 oC dengan
rasio molar K : SiO2 (2,5 :1) tertentu sebesar K : SiO2: 10,9 – 31,10 %
 A2 = Katalis yang diperoleh dari hasil kalsinasi pada suhu 600 oC dengan
rasio molar K : SiO2 (2,5 :1) tertentu sebesar K : SiO2: 12,2 – 26,7%.
 A3 = Katalis yang diperoleh dari hasil kalsinasi pada suhu 700 oC dengan
rasio molar K : SiO2 (2,5 :1) tertentu sebesar K : SiO2: 12,1 – 32,40%.
 A4 = Katalis yang diperoleh dari hasil kalsinasi pada suhu 800oC dengan
rasiomolar K : SiO2 (2,5 :1) tertentu sebesar K : SiO2: 10,7 – 31,10 %
4. Parameter yang dianalisis pada bahan baku CPO meliputi :
1. Komposisi asam lemak CPO dengan menggunakan Gas
Chromatography(GCMS)
2. Analisa kadar Free Fatty Acid (FFA) dengan metode tes AOCS Official
Method Ca 5a-40
3. Analisis kadar air bahan baku CPO dengan Metode TesSNI 01-3555-
1998

7
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


Analisis produk biodiesel yang dilakukan :
1. Analisis komposisi biodiesel yang dihasilkan dengan menggunakan
Gas Chromatography
2. Analisis Viskositas Dan Viskositas Kinematik Biodiesel yang
dihasilkan dengan Metode Tes ASTMD 6751/09.
3. .Analisis Densitas Biodiesel dengan Metode Tes ASTMD 6751/09

8
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CRUDE PALM OIL (CPO)


CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan
dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi
[22]. Dengan produksi global tahunan atau setara dengan sekitar 39% dari produksi
minyak nabati dunia, kelapa sawit telah mengalahkan kedelai selama 1 dekade
terakhir menjadi tanaman minyak yang paling penting di dunia. Di Kamerun, kelapa
sawit menyumbang sekitar 90% dari kebutuhan minyak goreng. Minyak sawit secara
luas digunakan dalam bentuk minyak mentah (CPO) untuk keperluan makanan di
Kamerun dan juga di seluruh daerah Afrika Tengah dan Afrika Barat [23]. Kualitas
minyak sawit mentah (CPO) sangat penting dalam menentukan aplikasinya. Aplikasi
CPO telah ditemukan dalam makanan dan industri. Dalam industri makanan, CPO
merupakan bahan dalam sup, margarin dan manisan. Aplikasi utama CPO adalah
untuk produksi biodiesel, farmasi, kosmetik, cat, deterjen, sampo, lipstik dan lain-
lain. Dalam pengobatan tradisional, CPO juga digunakan sebagai bahan untuk
menyembuhkan penyakit. Parameter yang mempengaruhi kualitas CPO termasuk
FFA, angka peroksida, kadar air, nilai yodium, angka penyabunan, tingkat pengotor
dan lain-lain. Kualitas mikroba CPO sangat penting karena mereka memainkan peran
yang merugikan makanan dan pakan produk [21].
Minyak yang diekstrak dari kelapa sawit dikenal sebagai CPO terdiri dari
lebih dari 90% berat trigliserida dan 3-7% berat asam lemak bebas (FFA). Netralisasi
FFA dapat dilakukan dengan penambahan kelebihan alkali, tetapi ini mengarah ke
pembentukan sabun dan menimbulkan masalah saat pemisahan pasca reaksi. Dengan
demikian, proses pretreatment pilihan untuk CPO adalah proses esterifikasi dengan
alkohol, yang mengubah FFA menjadi ester dan umumnya menggunakan katalis
asam cair yang kuat, seperti asam sulfat. Bila kadar FFA lebih rendah dari 2,0%
berat, cocok dilakukan proses transesterifikasi pada bahan baku untuk menghasilkan
biodiesel [25]. Y.B. Che Man dkk (1999) menyatakan komposisi asam lemak dari
CPO ditunjukkan pada tabel 2.1 [24].

9
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak dalam CPO [24]
Asam Lemak Konsentrasi
Saturated
Myristic 0,93
Palmitic 45,48
Stearic 3,49
Total 49,91
Unsaturated
Oleat 40,17
Linoleat 9,92
Total 50,09

2.2 BIODIESEL
Biodiesel merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan yang saat ini
mendapat perhatian yang cukup tinggi untuk menyelesaikan masalah perubahan
iklim dan mengurangi pemakaian bahan bakar fosil, dimana bahan bakar fosil
sendiri sering mengalami ketidakstabilan harga, kelangkaan, dan merupakan
polutan udara terbesar. Biodiesel menjadi begitu menarik karena mudah terurai,
ramah lingkungan, tidak beracun, menghasilkan sedikit polusi di udara serta
mengandung kadar sulfur yang rendah (0-24 ppm) [27]. Selain itu, biodiesel juga
memiliki kadar oksigen yang tinggi dimana kadar oksigen yang tinggi tersebut
menyebabkan pembakaran yang sempurna dalam mesin diesel sehingga gas
buangan yang dihasilkan mengandung partikulat, karbon dioksida, karbon
monoksida, dan SOx yang rendah [26].
Biodiesel dapat diproduksi secara lokal menggunakan berbagai bahan baku
tergantung pada ketersediaan bahan baku tersebut di alam [26]. Bahan-bahan
tersebut biasanya dikelompokkan menjadi bahan baku yang dapat dikonsumsi dan
bahan baku yang tidak dapat dikonsumsi atau minyak jelantah. Dari jenis-jenis
bahan baku tersebut, yang lebih dipilih untuk digunakan dalam memproduksi
biodiesel adalah kelompok bahan baku yang tidak dapat dikonsumsi, seperti
minyak jarak, karanja, dan putranjiva. Namun, adanya permintaan yang tinggi
untuk mengurangi biaya dalam menggunakan bahan baku tersebut, menyebabkan
banyak peneliti yang mencari bahan baku baru yang lebih murah dan berpotensial
untuk dijadikan biodiesel seperti minyak lemak sapi dan minyak jelantah, akan
tetapi kedua bahan baku ini memiliki keterbatasan dalam hal kuantitas [2].

10
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Untuk menghasilkan biodiesel, terdapat 4 metode yang dapat digunakan,
yaitu penggunaan langsung dengan mencampurkan bahan baku, micro-emulsions,
thermal cracking, dan transesterifikasi [28]. Namun diantara metode-metode
tersebut, transesterifikasi merupakan metode yang paling umum digunakan.
Dalam reaksi transesterifikasi, minyak nabati maupun lemak hewan bereaksi
dengan alkohol berantai pendek seperti metanol atau etanol [1]. Selain itu, pada
reaksi transesterifikasi juga menggunakan bantuan katalis untuk menghasilkan
fatty acid alkyl esters (FAAE) dan gliserol sebagai produk samping [29]. Produksi
biodiesel secara konvensional menggunakan katalis basa yang homogen, seperti
kalium hidroksida (KOH), natrium hidroksida (NaOH) untuk mengurangi suhu
reaksi. Namun dampak dari penggunaan katalis ini adalah menghasilkan produk
yang dapat memicu terjadinya reaksi saponifikasi, terutama dengan adanya
minyak atau lemak yang kandungan FFA nya lebih/dari/0,5%/(w/w) atau kadar
airnya di atas 2% (v/v). Pretreatment dengan asam sulfat dan alkohol dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya reaksi saponifikasi, tetapi proses yang
dibutuhkan menjadi lama dan mempengaruhi biaya ekonomi karena dihasilkannya
limbah berupa air kotor [30].
Berbagai faktor seperti konsentrasi bahan baku dan jenis katalis yang
digunakan, pemurnian reaktan, kadar FFA, suhu, waktu reaksi, perbandingan mol
antara alkohol dengan minyak turut mempengaruhi yield optimum biodiesel yang
dihasilkan [31]. Faktor-faktor tersebut menunjukkan karakteristik fisik dan kimia
dari biodiesel yang dihasilkan serta menunjukkan kualitas dari biodiesel tersebut,
sebab kualitas merupakan salah satu prasyarat yang harus dipenuhi untuk
mengetahui berhasil atau tidaknya suatu teknologi dalam menghasilkan biodiesel.
Kriteria utama dari kualitas biodiesel adalah tercantumnya sifat fisik dan
kimia biodiesel tersebut di dalam persyaratan yang telah ditentukan oleh suatu
badan standar yang berwenang. Standar kualitas biodiesel selalu diperbarui seiring
dengan perkembangan mesin kendaraan, standar emisi, ketersediaan bahan baku
biodiesel, dan lain-lain. Standar yang mengatur kualitas biodiesel saat ini
tergantung pada berbagai faktor sesuai dengan daerahnya masing-masing,
termasuk standar karakteristik mesin diesel yang beredar, keunggulan jenis-jenis

11
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
mesin diesel yang umum di suatu daerah tertentu, dan iklim serta cuaca pada
negara atau daerah yang menggunakan biodiesel [32]
Biodiesel dapat dikomersialkan dan dijual secara luas apabila telah
memenuhi standar biodiesel EN 14214:2009 (Inggris) atau ASTM D 6751
(Amerika Serikat). Ketentuan paling penting dalam penentuan biodiesel adalah
kadar ester (minimal 96,5%), bilangan asam (maksimum 0,5 mg KOH/gr). Kadar
ester dipengaruhi oleh kualitas teknologi dan proses yang digunakan, serta
komposisi bahan baku yang digunakan. Selain itu, parameter penting lainnya
berupa kandungan sulfur, fosfor, logam alkali, total kontaminasi, dan asilgliserol
yang tidak bereaksi [33].
Tabel 2.2 Standar Biodiesel Berdasarkan ASTM D 6751/09, EN 14214/03, dan
Pr EN 14214/09 [33-36]
ASTMD EN Pr EN
No. Parameter Satuan
6751/09 14214/03 14214/09
1. Kandungan ester %w/w - ≥ 96,5 ≥ 96,5
2. Densitas kg/m3 - 860-900 860-900
Viskostas
3. mm2/s 1,9-6,0 3,5-5,0 3,5-5,0
kiematik
≥ 130
4. Titik nyala o
C ≥ 93 (gelas ≥ 120 ≥ 101
tertutup)
5. Kandungan sulfur mg/kg ≤ 15 ≤ 10 ≤ 10
6. Residu karbon %w/w ≤ 0,05 ≤ 0,30 -
7. Angka setana ≥ 47 ≥ 51 ≥ 51
Kadar abu
8. %w/w ≤ 0,02 ≤ 0,02 ≤ 0,02
tersulfinasi
9. Air dan sedimen %w/w ≤ 0,05 - -
10. Kandungan Air mg/kg - ≤ 500 ≤ 500
11. Total Kontaminasi mg/kg - ≤ 24 ≤ 24
Korosi pada jalur
12. ≤ No.3 Kelas I Kelas I
tembaga
13. Stabilitas oksidasi H ≥3 ≥6 ≥8
14. Angka asam mg KOH/g ≤ 0,80 ≤ 0,50 ≤ 0,50
g Iodin/100
15. Nilai iodin - ≤120 ≤120
g
Linoleat metil
16. %w/w - ≤ 12,0 ≤ 12,0
ester
Metil ester ganda
17. %w/w - ≤1 ≤1
tak jenuh
Kandungan
18. %w/w ≤ 0,20 ≤ 0,20 ≤ 0,20
metanol

12
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Standar Biodiesel Berdasarkan ASTM D 6751/09, EN 14214/03, dan
Pr EN 14214/09 [33-36] (Lanjutan)
ASTMD EN Pr EN
No. Parameter Satuan
6751/09 14214/03 14214/09

Kandungan
19. %w/w - ≤ 0,80 ≤ 0,80
monogliserida
Kandungan
20. %w/w - ≤ 0,20 ≤ 0,20
digliserida
Kandungan
21. %w/w - ≤ 0,20 ≤ 0,20
trigliserida
22. Gliserol bebas %w/w ≤ 0,020 ≤ 0,020 ≤ 0,020
23. Total gliserol %w/w ≤ 0,24 ≤ 0,25 ≤ 0,25
Logam kelompok I
24. (Natrium dan mg/kg ≤ 5,0 ≤ 5,0 ≤ 5,0
Kalium)
Logam kelompok II
25. (Kalsium dan mg/kg ≤ 5,0 ≤ 5,0 ≤ 5,0
Magnesium)
26. Kandungan fosofor mg/kg ≤ 10,0 ≤ 10,0 ≤ 2,0
27. Cold soak filterabiity S ≤ 360 - -
Cold filter plugging o Bergantung Bergantung
28. C -
point (CFPP) pada kelas pada kelas

2.3 PRODUKSI BIODIESEL


Minyak juga terdiri dari asam lemak bebas yang dapat dikonversi ke ester asam
lemak dengan esterifikasi. Alkohol yang dapat digunakan dalam proses
transesterifikasi adalah metil, etil, propil, butil dan amil alkohol, dan yang paling
sering digunakan adalah metanol dan etanol. Metanol banyak digunakan karena
biaya rendah di sebagian besar negara dan sifat fisikokimia seperti polaritas dan
ukuran molekul yang lebih kecil. Reaksi transesterifikasi menghasilkan gliserol
sebagai produk sampingan, yang memiliki berbagai aplikasi dalam industri. Oleh
karena itu, kelebihan alkohol umumnya lebih tepat untuk meningkatkan perpindahan
reaksi kesetimbangan ke arah produk. Selain itu, diperlukan untuk mengoptimalkan
faktor lain seperti konsentrasi katalis, suhu dan agitasi dari media reaksi. Secara
spesifik, proses transesterifikasi merupakan rangkaian tiga langkah berturut-turut.
Langkah pertama yaitu mengubah trigliserida menjadi sebuah digliserida,
monogliserida kemudian dihasilkan dari digliserida dan langkah terakhir gliserol
diperoleh dari monogliserida. untuk konversi yang efektif untuk minyak menjadi
biodiesel, kehadiran katalis biasanya dibutuhkan [38].

13
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa literatur yang menjelaskan alkoholisis minyak nabati atau lemak
hewan oleh berbagai teknologi dengan menggunakan beberapa katalis seperti asam
anorganik, basa anorganik dan enzim. Bergantung pada katalis yang dipilih untuk
konversi minyak nabati dan lemak hewan untuk biodiesel, ada kekhasan tertentu
yang berkaitan dengan reaksi ini. Misalnya, katalis asam yang terutama digunakan
ketika minyak memiliki konsentrasi asam lemak bebas yang tinggi, dengan sulfat dan
asam sulfonat sebagai katalis yang paling umum dari katalis asam ini. Sebagai
kerugian, katalisis asam memerlukan penggunaan alkohol dalam jumlah besar dalam
rangka untuk mendapatkan biodiesel dalam hasil yang memuaskan, dengan
menerapkan rasio molar alkohol : minyak sebanyak 30-150 : 1. Selain itu, katalis
asam seperti asam sulfat mengkatalisis trigliserida secara transesterifikasi dengan
perlahan bahkan ketika refluks dengan metanol, yang menyebabkan reaksi yang lama
sekali seperti 48-96 jam. Ada juga risiko korosi dari peralatan yang digunakan karena
keasaman yang tinggi katalis tersebut [38].
Katalis basa 4.000 kali lebih cepat dari katalis asam dan tidak memerlukan
sejumlah besar alkohol. Katalis basa yang paling umum digunakan adalah natrium
atau kalium hidroksida. Namun, minyak nabati dan reagen lainnya yang digunakan
tidak dapat memiliki air atau tingkat asam lemak bebas yang tinggi, karena dapat
terjadi saponifikasi. Oleh karena itu, minyak yang digunakan dalam produksi
biodiesel harus dilakukan pretreatment, sehingga memakan waktu dan proses yang
mahal. Selain itu, penghapusan katalis homogen setelah reaksi sangat sulit dan
sejumlah besar sisa air limbah dihasilkan karena pemisahan dan pemurnian produk
dan katalis [38].
Sebuah alternatif untuk katalis asam atau alkali adalah proses enzimatik, yang
mengatasi kelemahan sistem katalitik sebelumnya seperti menyebabkan korosi pada
peralatan dan kebutuhan energi yang tinggi. Namun, tingginya biaya enzim tetap
menjadi penghalang untuk pelaksanaan proses enzimatik dalam industri. Di antara
alternatif yang saat ini sedang dipelajari, penggunaan cairan ionik dalam sistem
katalitik tampaknya cukup menjanjikan dan ramah lingkungan, karena kunci untuk
minimisasi limbah dalam reaksi katalitik ini adalah daur ulang katalis yang efisien
[38].

14
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Cairan ionik sekarang dianggap sebagai pelarut ramah lingkungan yang
memiliki sifat menarik seperti tekanan uap rendah, volatilitas yang dapat diabaikan,
konduktivitas yang tinggi, aktivitas katalitik yang lebih baik, kemampuan melarutkan
yang kuat dan berpotensi untuk dapat digunakan kembali. Namun, penggunaan
cairan ionik asam membutuhkan suhu tinggi yaitu diatas 180 °C untuk memperoleh
aktivitas yang tinggi dan menghasilkan proses yang memakan energi dan mahal.
Berbagai upaya diarahkan dalam mengeksplorasi cairan ionik basa untuk sintesis
biodiesel dan memperlihatkan bahwa proses transesterifikasi dengan cairan ionik
basa dapat menghemat waktu dan lebih berpotensi untuk penggunaan kembali
daripada proses transesterifikasi dengan cairan ionik asam [37].

2.4 TEKNOLOGI PEMBUATAN BIODIESEL


Ada empat metode utama untuk menghasilkan biodiesel, yaitu menggunakan
langsung minyak nabati, microemulsi, thermal cracking dan transesterifikasi. Dari
empat cara tersebut, metode yang paling umum digunakan untuk membuat biodiesel
adalah transesterifikasi [41]. Reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

2.4.1 Transesterifikasi dengan Katalis Homogen


Katalis homogen dikategorikan menjadi katalis basa dan asam.
Transesterifikasi katalis homogen terutama basa membutuhkan bahan baku dengan
kemurnian tinggi.
1. Transesterifikasi Katalis Basa Homogen
Sekarang, biodiesel diproduksi secara umum dari katalis basa homogen,
seperti alkaline metal alkoxides dan hydroxide. Katalis yang dipakai biasanya
natrium hidroksida atau kalium hidroksida dengan konsentrasi 0,4 % sampai 2% dari
berat minyak. Proses ini banyak dipakai di industri karena kondisi reaksi sederhana,
konversi tinggi dalam waktu singkat, aktivitas katalis tinggi, dan banyak tersedia.
Namun proses ini memiliki keterbatasan yaitu sensitif terhadap kemurnian dari
reaktan, kadar asam lemak bebas (ALB), dan kandungan air reaktan. Ketika minyak
memiliki banyak asam lemak bebas dan air, maka reaksi biodiesel tidak terbentuk
melainkan menjadi sabun [42].

15
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2. Transesterifikasi Katalis Basa Heterogen
Salah satu cara lain memproses trigliserida untuk produksi biodiesel adalah
menggunakan katalis asam. Katalis asam seperti asam sulfat, asam klorida, dan asam
sulfanilat sering dipilih. Penggunaan alkohol berlebih mengurangi waktu secara
signifikan. Keuntungan dari katalis asam adalah tidak sensitif terhadap ALB bahan
baku, namun sensitif terhadap air, dan kerugiannya adalah korosi yang dapat
disebabkan oleh asam, temperatur yang lebih tinggi, dan waktu yang lebih lama [42]
Tahap 1:

O
O O katalis O CH2OH
O O R1 + R-OH O O + R1COOR
R3 O R2 R3 O R2
Trigliserida Alkohol Digliserida
FAAE
Tahap 2:
CH2OH
O O
katalis O CH2OH
O O + R-OH O OH + R 2COOR
R3 O R2 R3
Digliserida Alkohol Monogliserida
FAAE

Tahap 3:
CH2OH
O katalis OH
O OH + R-OH OH + R 3COOR
R3 OH
Monogliserida Alkohol Gliserol
FAAE
Gambar 2.1 Tahapan Reaksi Transesterifikasi [41]

16
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Transesterifikasi dengan Katalis Heterogen
Dibandingkan katalis homogen yang berfasa sama dengan campuran reaktan,
katalis heterogen berbeda fasa dengan campuran, menyebabkan pemisahan yang
mudah dan digunakan ulang. Penggunaan katalis ini tidak menyebabkan sabun,
sehingga mempermudah pencucian dan meningkatkan efisiensi dan keuntungan.
1.Transesterifikasi Katalis Basa Padat
Banyak dari katalis padat adalah basa yang menyelimuti area permukaan,
dan lebih aktif dibanding katalis asam padat. Salah satu contoh umum katalis
padat basa adalah zeolite, CaO, dan MgO. CaO dan MgO murah dan banyak
tersedia, aktivitas katalis yang tinggi, dan namun CaO becampur dengan
campuran reaksi, meskipun dapat dihilangkan dengan pencucian basah,
keuntungan dari katalis heterogen menjadi hilang. CaO banyak digunakan
karena umur katalis panjang, aktifits katalis tinggi, dan membutuhkan kondisi
reaksi sedang.
2.Transesterifikasi Katalis Asam Heterogen
Meskipun aktivitas katalisnya rendah, katalis asam padat banyak
digunakan secara industri dikarenakan variasi dari asam dengan kekuatan
asam bronsted atau lewis yang berbeda – beda, dibandingkan katalis asam
homogen. Penggunaan katalis asam padat memiliki keuntungan seperti tidak
sensitif terhadap FFA, esterifikasi dan transesterifikasi terjadi secara
simultan, pemisahan katalis yang mudah dan mengurangi masalah korosi.
Salah contoh katalis ini adalah Nafion-NR50, sulfated zirconia dan
tungstated zirconia, kerugian transesterifikasi ini adalah harganya mahal, dan
aktivitas katalisnya rendah [42]

2.4.3 Transesterifikasi Biokatalis


Biokatalis adalah lipase yang secara alami mampu melakukan reaksi
transesterifikasi yang penting untuk produksi biodiesel. Lipase ini diisolasi dari
beberapa bakteri seperti Psedomonas fluorescens, pseudomonas cepacia, dll.
Transesterifikasi biokatalis memiliki banyak keuntungan seperti tidak ada produk
samping, tidak ada pemisahan produk, kondisi reaksi yang sedang, dan katalis yang

17
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dapat digunakan kembali. Namun katalis ini mahal, memiliki reaksi yang lambat dan
dapat terjadi deaktivasi enzim [42]

2.4.4 Transesterifikasi Tanpa Katalis


Transesterifikasi dengan katalis melalui beberapa proses seperti pemurnian
dari ester, pemisahan dan pengambilan kembali reaktan yang tidak bereaksi, dan
katalis. Proses produksi dari biodiesel secara konvensional memiliki sistem yang
sulit, sehingga produksi biodiesel tanpa katalis perlu diteliti, salah satu contohnya
adalah Transesterifikasi alkohol superkritik. Superkritikal alkohol adalah metode
tanpa katalis untuk memproduksi biodiesel, daripada menggunakan katalis, tekanan
dan temperatur tinggi digunakan untuk menjalankan reaksi transesterifikasi, reaksi
cepat dengan konversi hingga 50-95 % dalam 10 menit namun membutuhkan
temperatur 250-400 ̊C. rasio alkohol yang digunakan untuk hasil terbaik berkisar 1:6-
1:40. kerugian dari metode superkritik adalah tingginya tekanan dan temperatur,
tingginya rasio metanol dan minya, sehingga sangat mahal untuk dilakukan [42]

2.4.5 Transesterifikasi Menggunakan Cosolvent


Minyak tidak larut dalam alkohol, hal ini dapat disebabkan gaya
intermolekulnya sangat kuat, sehingga molekul lain tidak dapat masuk di antara
molekul itu. Gaya intermolekular ini juga menyebabkan tingginya surface tension ,
sehingga transfer massa antar molekul menjadi lambat. Salah satu cara untuk
menyelesaikan masalah ini adalah menggunakan cosolvent. Cosolvent dapat
mempengaruhi transfer massa dengan cara berinteraksi antar molekul (Mengurangi
surface tension menyebabkan peningkatan transfer massa). . Contoh dari cosolvent
untuk produksi biodiesel adalah tetrahydrofuran dan BIOX, , yang mampu mengubah
trigliserida dan asam lemak bebas dalam dua tahap, satu fasa dan proses kontinu
dalam tekanan atmosfer dan temperatur ambient. Namun kerugian cosolvent ini
adalah harganya yang mahal Reaksinya berjalan cepat dan tidak ada residu katalis
yang ada pada fasa ester dan gliserol [42, 43, 44, 45]
Heksana juga merupakan salah satu cosolvent yang terbukti dapat
meningkatkan pembentukan reaksi satu fasa, menunjang transfer massa dalam
transesterifikasi, terlepas dari keuntungannya, cosolvent ini memiliki masalah
lingkungan dan racun, dan tingginya biaya untuk menghilangkan cosolvent. [41]

18
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Ionic liquid (IL) adalah Perkembangan solvent alternatif untuk produksi
biodiesel, Ionic liquid sebagai generasi solvent baru, memiliki sifat yang disukai,
seperti tekanan uap rendah, tidak mudah terbakar, tingginya konduktivitas termal,
stabilitas kimia dan panas yang tinggi, dan lain – lain, oleh karena itu, IL telah
dikenal luas sebagai solvent atau cosolvent dalam berbagai aplikasi seperti katalis
organik, inorganik, biokatalis, polimerisasi dan lain- lain. DESs dapat
diklasifikasikan sebagai IL karena mempunyai beberapa komponen molekul yang
sama, dan mempunyai beberapa sifat yang mirip. Deep Eutectic solvent (DES)
dikategorikan sebagai solvent yang murah dan alternatif dari Ils [46, 47, 48]

2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TRANSESTERIFIKASI


Variabel yang paling penting yang mempengaruhi waktu reaksi transesterifikasi
dan konversi ialah :
1. Suhu Reaksi
Laju reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Umumnya, reaksi dilakukan
dekat dengan titik didih metanol (60 °C sampai 70 °C) pada tekanan atmosfir.
Kondisi reaksi ini bagaimanapun juga memerlukan penghilangan asam lemak
bebas dari minyak dengan penyulingan atau praesterifikasi. Pretreatment tidak
diperlukan jika reaksi dilakukan dalam tekanan tinggi (9000 kPa) dan suhu
tinggi (2408 °C). Dengan kondisi tersebut, esterifikasi simultan dan
transesterifikasi berlangsung. Hasil maksimal ester terjadi pada suhu mulai dari
60 °C sampai 80 °C pada suatu molar ratio (alkohol untuk minyak) ialah 6:1.
Peningkatan suhu lebih lanjut memiliki efek negatif pada konversi.

2. Rasio Alkohol Terhadap Minyak


Variabel penting lainnya yang mempengaruhi hasil dari ester adalah rasio
molar alkohol untuk minyak nabati. Stoikiometri reaksi transesterifikasi
memerlukan 3 mol alkohol per mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol ester
lemak dan 1 mol gliserol. Untuk menggeser reaksi transesterifikasi ke kanan,
diperlukan untuk menggunakan alkohol berlebih atau menghapus salah satu
produk dari campuran reaksi. Ketika 100% kelebihan metanol yang digunakan,
laju reaksi berada pada tingkat tertinggi. Sebuah molar rasio 6:1 biasanya

19
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
digunakan dalam proses industri untuk memperoleh yield metil ester yang lebih
tinggi dari 98%. Rasio molar alkohol terhadap minyak yang lebih tinggi dapat
mengganggu pemisahan glikol.

3. Jenis katalis dan konsentrasi


Alkoksida logam alkali adalah katalis dalam proses transesterifikasi yang
paling efektif dibandingkan dengan katalis asam. Transmetilasi terjadi sekitar
4000 kali lebih cepat dengan adanya katalis basa dibandingkan dikatalisis dalam
jumlah yang sama oleh katalis asam. Selain itu katalis basa kurang korosif
terhadap peralatan industri dibanding katalis asam sehingga yang paling
komersial transesterifikasi dilakukan dengan katalis basa. Konsentrasi katalis
basa dalam kisaran 0,5 sampai 1% berat menghasilkan konversi 94-99% minyak
nabati menjadi ester. Selanjutnya, peningkatan konsentrasi katalis tidak
meningkatkan konversi dan itu menambah biaya tambahan karena diperlukan
untuk menghilangkannya dari media reaksi di akhir reaksi.

4. Intensitas pencampuran
Pada reaksi transesterifikasi, reaktan awalnya dari sistem dua fasa cair. Efek
pencampuran merupakan yang paling signifikan selama laju reaksi yang rendah.
Dalam fasa tunggal, pencampuran menjadi tidak signifikan. Pemahaman efek
pencampuran pada kinetika proses transesterifikasi merupakan alat berharga
dalam proses skala dan desain.

5. Kemurnian reaktan
Impuritis yang hadir dalam minyak juga mempengaruhi tingkat konversi.
Pada kondisi yang sama, konversi 67-84% menjadi ester dapat diperoleh dengan
menggunakan minyak nabati mentah, dimana konversi 94-97% menjadi ester
diperoleh saat menggunakan minyak hasil penyulingan. Asam lemak bebas
dalam minyak asli mengganggu katalis. Namun, di bawah kondisi suhu dan
tekanan tinggi masalah ini bisa diatasi [20].

20
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.6 POTENSI EKONOMI BIODIESEL DARI CPO
Produksi CPO di Indonesia yang meningkat setiap tahunnya membuat
Indonesia sangat berpotensi untuk memproduksi biodiesel. Indonesia merupakan
salah satu produsen CPO terbesar di dunia dengan kapasitas produksi sebesar 30 juta
ton pada tahun 2015. Produksi CPO yang sangat besar di Indonesia membuat CPO
sangat diharapkan untuk dapat menjadi sumber bahan baku utama dalam pembuatan
biodiesel. Sangat disayangkan jika Indonesia mengimpor biodiesel sementara
Indonesia memiliki sumber bahan baku biodiesel yang sangat banyak. Biodiesel
memainkan peran penting dalam sektor energi di Indonesia. Penggunaan energi di
Indonesia terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pemanfaatan
energi yang kurang baik. Penggunaan biodiesel di Indonesia diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan energi dalam negeri yang semakin tinggi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai potensi ekonomi biodiesel
dari CPO. Dalam hal ini akan dilakukan kajian potensi ekonomi yang sederhana.
Perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biodiesel yang
juga mempengaruhi harga jual biodiesel. Berikut harga komersial bahan baku CPO
dan harga jual biodiesel.
Harga CPO = Rp 7000/ liter [44]
Harga Biodiesel = Rp 9200/ liter [45]
Terlihat bahwa harga jual CPO dan harga jual biodiesel tidak berbeda jauh
tanpa mengaitkan biaya produksi. Dengan perbedaan harga jual yang tidak terlalu
jauh, pembuatan biodiesel terlihat tidak ekonomis. Namun, sejak tahun 2013,
pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 yang
menghimbau masyarakat untuk menggunakan bahan bakar nabati (biofuel). Dari
peraturan tersebut maka pemanfaatan bahan bakar nabati semakin diperluas dan
ditingkatkan dengan tujuan agar mengurangi Indonesia untuk mengimpor bahan
bakar minyak (BBM). Ini dapat menghemat devisa negara serta berdampak baik pada
ketahanan energi nasional. Pemerintah juga mewajibkan badan usaha untuk
melakukan pencampuran bahan bakar nabati ke dalam bahan bakar minyak
transportasi. Saat ini campuran nabati untuk BBM diwajibkan harus 10%, meningkat
dibandingkan peraturan awal yang mewajibkan 5% saja dan pada tahun 2016
diharapkan menjadi 20%.

21
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan BBN menargetkan biodiesel mensubstitusi 15% konsumsi
solar pada tahun 2015. Produksi biodiesel Indonesia dalam lima tahun terakhir
(2009-2014) terus meningkat dengan laju pertumbuhan rata rata 49,8% per tahun,
dari 412,98 ribu ton ditahun 2009 menjadi 2,58 juta ton ditahun 2013. Demikian pula
dengan ekspor selama periode tersebut, pada tahun 2009 ekspor biodiesel sebesar
309,15 ribu ton dengan nilai US$ 199,6 juta, namun ditahun 2013 ekspornya telah
mencapai 1,69 juta ton dengan nilai US$ 1,41 milyar.
Oleh karena itu, perluasan pemakaian biodiesel untuk menstubtitusi
konsumsi solar semakin ditingkatkan. Harga jual biodiesel dapat fleksibel sesuai
dengan biaya produksi dan bahan baku. Produksi biodiesel berpeluang besar menjadi
industri yang berkembang pesat sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan
baku CPO tetap menguntungkan dimana dapat mengurangi ketergantungan bagi
Indonesia untuk mengimpor bahan bakar minyak, bahkan Indonesia dapat menjadi
pengekspor biodiesel terbesar di dunia

22
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Sedangkan pengujian sampel di
Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Sumatera Utara, Medan.

3.2 BAHAN PENELITIAN


Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain:
1. Crude Palm Oil (CPO)
2. Metanol (CH3OH)
3. K-Silika Sebagai katalis
4. Aquadest (H2O)
5. Phenolphtalein (C20H14O4)
6. Natrium Hidroksida (NaOH)
7. Phenolftalein (C20H14O4)

3.3 PERALATAN PENELITIAN


Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain:
1. Hot Plate
2. Magnetic Stirrer
3. Refluks Kondensor
4. Water Bath
5. Beaker Glass
6. Corong Gelas
7. Corong Pemisah
8. Erlenmeyer
9. Gelas Ukur
10. Labu Leher Tiga
11. Piknometer
12. Selang

23
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
13. Termometer
14. Viskosimeter Otswald

3.4 TAHAPAN PENELITIAN


1. Tahap Persiapan Bahan Baku CPO dan Katalis Heterogen K-Slika.
Tahapannya yaitu CPO dipanaskan kemudian dimasukkan sebanyak 25 gram ke
dalam labu leher tiga hingga mencapai suhu 65oC setelah itu katalis K-Silika
disiapkan dengan berat katalis dan tipe katalis tertentu, berupa rasio molar CPO
terhadap metanol 1:9 dengan kecepatan pengadukan 300 rpm selama 2 jam.
Parameter uji yang dilakukan adalah kadar FFA bahan baku CPO dengan
menggunakan AOCS Official Method 5a–40, kadar air bahan baku minyak
sawit dengan metode tes SNI 01-3555-1998, dan komposisi bahan baku
menggunakan Gas Chromatography.

2. Tahap Sintesis Biodiesel dengan Reaksi Transesterifikasi


Reaksi transesterifikasi untuk pembuatan biodiesel dari CPO dilakukandengan
variabel tetap berupa kecepatan pengadukan, waktu reasksi, dan suhu reaksi,
serta variabel bebas berupa jumlah katalis dan tipe katalis, dengan parameter uji
kemurnian dan komposisi biodiesel dengan menggunakan Gas
Chromatography.

3. Tahapan Uji Analisa Kualitas Biodiesel yang Dihasilkan


Parameter uji nya yaitu kemurnian, densitas, dan viskositas kinematik biodiesel.

24
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.5 RANCANGAN PERCOBAAN
Pembuatan biodiesel dari CPO dengan reaksi transesterifikasi berbasis CPO
dilakukan dengan variabel tetap berupa rasio molar CPO terhadap methanol yaitu 1:9,
waktu reaksi selama 2 jam, dan suhu reaksi 65oC. Sedangkan untuk variabel bebas
adalah berat katalis dan tipe katalis.
 Tipe katalis (A1, A2, A3, A4)
 A1 = Katalis yang diperoleh dari hasil kalsinasi pada suhu 500oC dengan rasio
molar K : SiO2 (2,5 :1) tertentu sebesar K : SiO2: 10,9 – 31,10 %.
 A2 = Katalis yang diperoleh dari hasil kalsinasi pada suhu 600oC dengan rasio
molar K : SiO2 (2,5 :1) tertentu sebesar K : SiO2: 12,2 – 26,7%.
 A3 = Katalis yang diperoleh dari hasil kalsinasi pada suhu 700oC dengan rasio
molar K : SiO2 (2,5 :1) tertentu sebesar K : SiO2: 12,1 – 32,40%.
 A4 = Katalis yang diperoleh dari hasil kalsinasi pada suhu 800oC dengan rasio
molar K : SiO2 (2,5 :1) tertentu sebesar K : SiO2: 10,7 – 31,10 %
Adapun rancangan percobaan transesterifikasi CPO dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Tahap Transesterifikasi.

Waktu Suhu
Rasio Mol Tipe Katalis
Run Reaksi Reaksi
CPO : Metanol Katalis (%Berat)
(Jam) (oC)
1 2%
2 3%
A1
3 4%
4 5%
5 2%
6 3%
A2
7 4%
8 5%
1: 9 2 65oC
9 2%
10 3%
A3
11 4%
12 5%
13 2%
14 3%
A4
15 4%
16 5%

25
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.6 PROSEDUR PENELITIAN
3.6.1 Proses Sintesis Biodiesel
Prosedur reaksi transesterifikasi dilakukan dengan modifikasi dapat dilihat
sebagai berikut :
1. CPO, metanol, dan katalis K-Silika disiapkan.
2. Labu leher tiga yang dilengkapi dengan termometer, magnetic stirrer, dan sistem
kondensasi dipanaskan dengan menggunakan hot plate hingga mencapai suhu
75oC untuk menghilangkan kadar air.
3. CPO dipanaskan kemudian dimasukkan sebanyak 25 gram ke dalam labu leher
tiga hingga mencapai suhu 65oC.
4. Pelarut metanol dengan CPO dengan rasio 1 : 9 terhadap CPO dan katalis K-
Silika dimasukkan ke dalam labu leher tiga ambil diaduk dengan kecepatan
pengadukan 300 rpm selama 2 jam.
5. Reaksi dilangsungkan dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer
sebesar 300 rpm hingga waktu reaksi tercapai.
6. Hot plate dimatikan dan campuran didinginkan hingga mencapai suhu kamar
7. Campuran reaksi dimasukkan ke dalam corong pemisah dan dibiarkan hingga
terbentuk 2 lapisan selama 90 menit.
8. Lapisan bawah yang merupakan campuran gliserol dan metanol dipisahkan dari
lapisan atas dengan cara dibuka keran corong pemisah sehingga lapisan bawah
keluar dari corong pemisah dan terpisah dari lapisan atas. Lapisan atas yang
telah bebas dari lapisan bawah tetap berada di dalam corong pemisah.
9. Air panas dengan suhu 60-70oC ditambahkan ke dalam corong pemisah yang
berisi lapisan atas (metil ester) dan dikocok untuk mengekstrak pengotor yang
masih ada hingga terbentuk kembali 2 lapisan sempurna.
10. Lapisan bawah dibuang kembali dan perlakuan ini diulang beberapa kali hingga
air cucian (lapisan bawah) berwarna bening.
11. Lapisan atas yang merupakan metil ester dikeringkan.
12. Metil ester yang telah kering ditimbang dan dianalisis.
13. Prosedur di atas diulangi untuk variabel proses lainnya seperti yang telah
dijelaskan pada rancangan percobaan.

26
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.6.2 Sketsa Percobaan
3.6.2.1 Sketsa Percobaan Proses Sintesis Biodiesel

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Sintesis Biodiesel dari CPO Secara Transesterifikasi
Menggunakan Katalis K-Silika
Keterangan gambar:
1. Statif 4. Stirrer 7. Selang air masuk
2. Selang air keluar 5. Refluks Kondensor 8. Labu leher tiga
3. Termometer 6. Klem 9. Hotplate

3.7 Prosedur Analisis


3.7.1 Analisis Kadar Free Fatty Acid
Untuk analisis kadar FFA bahan baku minyak sawit sesuai dengan AOCS Official
Method Ca 5a-40 dengan prosedur sebagai berikut
1. Bahan baku CPO sebanyak 7,05±0,05 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
2. Etanol 95% sebanyak 75 ml ditambahkan ke dalam erlenmeyer.
3. Campuran dikocok kuat dan dilakukan titrasi dengan NaOH 0,25 N dengan indikator
phenolftalein 3-5 tetes. Titik akhir tercapai jika warna larutan berwarna merah rosa dan
warna ini bertahan selama 10 detik.
Kadar FFA = T x V x BM
berat sampel x 10

27
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dimana: T = normalitas larutan NaOH
V = volum larutan NaOH terpakai
M = berat molekul FFA

3.7.2 Analisis Kadar Air Bahan Baku Minyak Sawit dengan Metode Tes SNI 01-
3555-1998
Untuk analisis kadar air bahan baku minyak sawit sesuai dengan SNI 01- 3555-
1998 dengan prosedur sebagai berikut
1. Cawan porselin dipanaskan didalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam, kemudian
didinginkan dalam desikator selama 30 menit.
2. Sebanyak 5 g sampel minyak dimasukkan ke dalam cawan (berat cawan kosong
ditimbang), kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 1-2 jam.
3. Cawan berisi sampel dikeluarkan dan didinginkan didalam desikator selama 3 menit,
kemudian ditimbang.
4. Pemanasan dan pendinginan diulangi hingga berat yang diperoleh konstan.
Kadar Air = Kadar Air = (m1− m2)
x100
m1
Dimana: m1 = Berat awal sampel (g)
m2 = berat akhir sampel setelah pemanasan (g)

3.7.3 Analisis Komposisi Bahan Baku Minyak Sawit menggunakan Gas


Chromatography
Komposisi bahan baku CPO dianalisis menggunakan instrumen Gas
Chromatography pada Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan,
Sumatera Utara.

3.7.4 Analisis Komposisi Biodiesel yang dihasilkan menggunakan GC


Komposisi biodiesel yang dihasilkan dianalisis menggunakan instrumen GC pada
Laboratorium PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) Medan.

28
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.7.5 Analisis Viskositas Biodiesel yang Dihasilkan dengan Metode Tes ASTM
D 445

Viskositas adalah ukuran hambatan cairan untuk mengalir secara gravitasi, untuk
aliran gravitasi dibawah tekanan hidrostatis, tekanan cairan sebanding dengan kerapatan
cairan. Satuan viskositas dalam cgs adalah cm2 per detik (Stokes). Satuan SI untuk
viskositas m2 per detik (104 St). Lebih sering digunakan centistokes (cSt) (1cSt =10-2
St = 1 mm2/s). Untuk analisis viskositas menggunakan metode tes ASTM D-445. Untuk
pengukuran viskositas ini menggunakan peralatan utama yaitu viskosimeter Ostwald
tube tipe kapiler, viscosimeter holder dan pemanas pada 37,8oC. Termometer yang
digunakan dengan ketelitian 0,02oC dan menggunakan stop watch dengan ketelitian 0,2
detik.

3.7.6 Analisis Densitas Biodiesel yang Dihasilkan dengan Metode Tes OECD 109
Untuk analisis densitas menggunakan metode tes OECD 109. Untuk pengukuran
densitas ini menggunakan peralatan utama yaitu piknometer. Perbedaan berat kosong
dan penuh dihitung pada suhu 40oC.

29
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.8 Flowchart Penelitian
3.8.1 Flowchart Proses Sintesis Biodiesel

Mulai

CPO, metanol, dan katalis K-Silika disiapkan.

CPO sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam labu leher tiga


dan dipanaskan di atas hot plate hingga mencapai suhu
reaksi 65oC

Pelarut Metanol dengan rasio 1:9 terhadap CPO dan


katalis K-Silika dimasukkan ke dalam labu leher tiga
sambil diaduk selama 2 jam

Hot plate dimatikan dan campuran didinginkan hingga


mencapai suhu kamar

Campuran reaksi dimasukkan ke dalam corong pemisah


dan dibiarkan hingga terbentuk 2 lapisan selama 90
menit.

Lapisan bawah yang merupakan campuran gliserol dan


metanol, dipisahkan dari lapisan atas

Air panas (60-70oC) ditambahkan ke dalam corong


pemisah yang berisi lapisan atas dan dikocok sehingga
terbentuk kembali 2 lapisan

Lapisan bawah dibuang kembali dan perlakuan ini diulang


beberapa kali hingga air cucian berwarna bening.

30
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
A

Lapisan atas yang merupakan metil ester dikeringkan

Lapisan atas (metil ester) dihasilkan lalu dipanaskan untuk


menghilangkan kadar air lalu ditimbang dan dilakukan analisis
dengan instrumen, meliputi analisis titik nyala, densitas, viskositas
kinematik, dan kemurnian biodiesel.
dengan instrumen, meliputi analisis titik nyala, densitas, viskositas
kinematik, dan kemurnian biodiesel
Prosedur di atas diulangi untuk variabel proses lainnya seperti yang
telah dijelaskan pada rancangan percobaan

Gambar 3.2 Flowchart Percobaan Tahap Transesterifikasi CPO

31
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PENGARUH VARIABEL PROSES TERHADAP YIELD BIODIESEL


PADA REAKSI TRANSESTERIFIKASI

4.1.1 Hasil Analisis Bahan Baku Crude Palm Oil(CPO)

Pada penelitian ini, bahan baku yang digunakan berupa minyak sawit mentah
atau CPO sebagai reaktan dalam pembuatan biodieselyang diperoleh daripabrik kelapa
sawit (PKS) PTPN IV, Medan.CPO merupakan minyak kasar yang diperoleh dengan
cara ekstraksi daging buah sawit dan biasanya masih mengandung kotoran terlarut dan
tidak terlarut dalam minyak. Pengotor yang dikenal dengan sebutan gum atau getah ini
terdiri dari fosfatida, protein, hidrokarbon, karbohidrat, air, logam berat dan resin, asam
lemak bebas (FFA), tokoferol, pigmen dan senyawa lainnya [37]. Berdasarkan hasil
analisis komposisi CPO seperti yang terlihat pada table 4.1 dapat di lihat bahwa
komposisi asam lemak tak jenuh sebesar 57,88%yang terdiri dari asam oleat 43,01%,
asam linoleat 14,49%, asam dan linolenat 0,19%, yang mengakibatkan CPO cenderung
berada dalam fase cair pada suhu kamar. Knothe, (2005) menyarankan minyak dengan
kandungan asam oleat (C18:1) terbesar adalah minyak yang paling cocok untuk
memproduksi biodiesel [46]. Asam oleat sangat berpengaruh untuk memproduksi
biodiesel. Produksi biodiesel dari asam oleat memiliki kualitas yang dibutuhkan untuk
menjadi pengganti diesel [47].
Tabel 4.1 menunjukkan hasil analisis komposisi asam-asam lemak (fatty acid
composition) yang terkandung di dalam CPO dari analisis GC.

Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak dari CPO


Retention Time Komposisi
No. Puncak Komponen Penyusun
(menit) % (b/b)
1 10,357 Asam Laurat (C12:0) 0,08
2 12,794 Asam Miristat (C14:0) 0,61
3 15,213 Asam Palmitat (C16:0) 36,37
4 15,464 Asam Palmitoleat (C16:1) 0,11
5 17,568 Asam Stearat (C18:0) 4,78
6 17,764 Asam Oleat (C18:1) 43,01
7 18.194 Asam Linoleat (C18:2) 14,49

32
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak CPO (Lanjutan)
Retention Time Komposisi
No. Puncak Komponen Penyusun
(menit) % (b/b)
8 18.760 Asam Linolenat (C18:3) 0,19
9 19.826 Asam Arakidat (C20:0) 0,28
10 20.023 Asam Eikosenoat (C20:1) 0.08

Berdasarkan data komposisi asam lemak dari CPO maka dapat ditentukan bahwa
berat molekul CPO (dalam bentuk trigliserida) adalah 853,4571 gr/mol sedangkan berat
molekul FFA CPO adalah 271,8016 gr/mol. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis GC,
komponen asam lemak yang dominan pada sampel CPO adalah pada puncak 3 yaitu
asam lemak jenuh berupa asam palmitat sebesar 36,37% (b/b) dan pada puncak 6 yaitu
asam lemak tidak jenuh berupa asam oleat sebesar 43,01% (b/b), sehingga komposisi
asam lemak jenuh sebesar 42,12% dan asam lemak tak jenuh sebesar 57,88%. Minyak
sawit, selain mengandung komponen utama trigliserida (94%), juga mengandung asam
lemak bebas (3-5%) dan komponen non trigliserida yang jumlahnya sangat kecil (1%),
Komponen trigliserida pada minyak sawit terdiri dari Asam Miristat, Asam Palmitat,
Asam Stearat, Asam Oleat dan Asam Linoleat, dan untuk komponen non trigliserida
terdiri dari monogliserida, digliserida, fosfatida, karbohidrat, protein, bahan berlendir
atau gum serta zat warna alami, adanya senyawa tersebut berpengaruh terhadap kualitas
minyak sawit, misalnya perubahan bau, warna yang ditunjukkan dalam bentuk kadar
kotoran, kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, zat warna
dan sebagainya [37].
Komposisi asam lemak dalam bahan baku tidak akan berubah selama proses
transesterifikasi berlangsung dan komposisi tersebut sangat penting untuk mengestimasi
beberapa parameter biodiesel, seperti stabilitas oksidasi, bilangan setana, bilangan iodin,
dan cold filter plugging point (CFPP) [48]. Asam lemak jenuh dan berantai panjang
berpengaruh terhadap peningkatan bilangan setana dan stabilitas oksidasi, sedangkan
asam lemak tak jenuh dan berantai pendek dapat meningkatkan viskositas dan
karakteristik aliran pada saat suhu rendah, dimana kedua karakteristik ini sangat tidak
diinginkan. Asam lemak jenuh yang tinggi akan memiliki freezing point yang lebih
tinggi dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh yang tinggi. Sedangkan untuk
bilangan setana, dengan asam lemak tak jenuh yang tinggi akan memiliki bilangan

33
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
setana yang rendah dan dapat mengurangi stabilitas oksidasi yang mengakibatkan mesin
akan menghasilkan emisi NO x yang tinggi [49].
CPO layak menjadi pertimbangan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel
dapat dilihat dari segi ketersediaannya di Indonesia, Indonesia memiliki potensi yang
sangat besar untuk memproduksi biodiesel karena perkembangan produksi CPO di
Indonesia meningkat setiap tahunnya sehingga negara-negara lain mengimpor CPO,
karena ketersediaannya CPO yang tersedia sangat besar sehingga diharapkan mampu
mengurangi biaya produksi dalam skala besar.

4.1.2 Analisis Kadar Airdan FFA Pada Crude Palm Oil (CPO)
Kadar air CPO yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan metode uji AOCS Ca 2c-25 sedangkan kadar FFA dianalisis dengan
menggunakan metode uji AOCS Ca 5a-40. Tabel 4.2 menunjukkan kadar air dan FFA
dalam CPO.
Tabel 4.2 Kadar Air dan FFA Pada CPO
Kadar Persentase (%)
Air 3,90 %
FFA 4,45 %

Kadar air merupakan sebuah komponen kecil yang ditemukan dalam semua
bahan baku yang akan digunakan dalam menghasilkan biodiesel. Kadar air sendiri
penting untuk diperhatikan sebab dapat memberikan dampak buruk terhadap yield yang
dihasilkan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Ma (2006), menyatakan bahwa selama
reaksi transesterifikasi berlangsung, kehadiran air menyebabkan dampak buruk yang
lebih besar dibandingkan dengan tingginya kadar FFA. Kadar air yang melebihi 0,05%
dapat mengganggu proses transesterifikasi baik dengan katalis asam maupun basa,
sebab air dapat bereaksi dengan katalis selama proses transesterifikasi sehingga dapat
mengakibatkan terbentuknya sabun dan emulsi [50, 51, 52]. Adanya kandungan air
dalam minyak juga dapat menyebabkan hidrolisis pada trigliserida dalam minyak yang
mengakibatkan peningkatan kadar FFA dalam minyak [53].
Kadar air dan kandungan FFA merupakan dua hal utama yang harus
diperhatikan. Selain kadar air, kandungan FFA yang melebihi 3% dalam bahan baku
juga memicu terbentuknya sabun selama proses transesterifikasi berlangsung, sehingga
dapat disimpulkan bahwa baik kadar air maupun FFA dapat membawa dampak buruk

34
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
terhadap hasil reaksi transesterifikasi, sebab kedua hal tersebut dapat menyebabkan
terbentuknya sabun, meningkatkan jumlah katalis yang diperlukan, menurunkan
keefektifan katalis, serta rendahnya konversi dan yield [52,54].
Dalam kajian yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu dengan
menggunakan katalis heterogen dengan berbagai macam bahan baku, Hindryawati, dkk
(2014) menggunakan bahan baku minyak jelantah dengan katalis silika, yang berasal
dari abu sekam padi diimpregnasi dengan logam alkali (Li, Na, K) dengan bahan baku
yang digunakan memiliki kadar air rendah yaitu sebesar 0,03% lebih rendah dari CPO
[16], sedangkan kajian yang telah dilakukan oleh Lani,dkk (2016) menggunakan bahan
baku minyak jelantah, katalis CaO yang berasal dari cangkang telur ayam dan katalis
silika yang berasal dari abu sekam padi dan kemudian diimpregnasi, metanol, bahan
baku yang digunakan memiliki kadar air sebesar 0,200 % lebih rendah dari CPO [15],
dan kajian yang telah dilakukan oleh Chen, dkk (2015) pendekatan silifikasi untuk
biomimetik dalam mensintesis katalis CaO-SiO2 untuk transesterifikasi dari minyak
sawit olahan yang dibeli di supermarket yang digunakan untuk menjadi biodiesel, bahan
baku yang digunakan memiliki kadar air 0.87% lebih rendah dari CPO[55].
Telah banyak kajian yang di lakukan untuk menurunkan kadar FFA pada bahan
baku salah satu cara nya melalui proses adsorpsi dengan menggunakan karbon aktif
mampu menurunkan kadar FFA dari 1.3% menjadi 0,6%, dimana penggunaan karbon
aktifnya sebesar 10% [56]. Dalam pembuatan biodiesel baik kadar air maupun FFA
dapat membawa dampak buruk terhadap hasil reaksi transesterifikasi jika terlalu tinggi,
sebab kedua hal tersebut dapat menyebabkan terbentuknya sabun, meningkatkan jumlah
katalis yang diperlukan, menurunkan keefektifan katalis, serta rendahnya konversi dan
yield [52,54]. Peneliti telah mengunakan bahan baku CPO yang memiliki kadar air
3.90%, sehingga dari segi bahan baku peneliti menggunakan bahan baku yang under
dibawah rata-rata dimana bahan baku yang digunakan biodiesel berkualitas rendah,
kadar air dan kandungan FFA memiliki nilai yang sangat tinggi.
Kadar air dan kandungan FFA yang melebihi 3% dalam bahan baku juga memicu
terbentuknya sabun selama proses transesterifikasi berlangsung, sehingga dapat
disimpulkan bahwa baik kadar air maupun FFA dapat membawa dampak buruk
terhadap hasil reaksi transesterifikasi, sebab kedua hal tersebut dapat menyebabkan
terbentuknya sabun, meningkatkan jumlah katalis yang diperlukan, menurunkan
keefektifan katalis, serta rendahnya konversi dan yield [37,39]. Penggunaan katalis K-

35
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Silika dari abu daun bambu dengan matriks katalis silika untuk mengkonversi CPO
menjadi biodiesel akan memiliki peran dalam mengkatalisis dan mengadsorb gumyang
terdiri dari fosfatida, protein, hidrokarbon, karbohidrat, air, logam berat dan resin.
Adanya gum pada CPO mampu menyumbat pori-pori dan sisi aktif katalis sehingga
mengurangi kinerja dari katalis K-Silika sendiri. Tetapi penggunaan silika sebagai
matriks katalis diharapkan dapat berperan sebagai adsorben untuk menyerap yang
bersifat polar seperti air dan asamsehingga kadar air dan kadar FFA yang besar yang
ada pada CPO tidak akan menggangu reaksi yang menjadi masalah dalam sintesis
biodiesel sehingga reaksi dapat berlangsung dengan baik.

4.1.3 Pengaruh Tipe Katalis dan Jumlah Katalis terhadap Yield Biodiesel
Pada penelitian ini, katalis yang digunakan terdiri dari beberapa tipe yaitu tipe
katalis A1, A2, A3 dan A4, dengan masing-masing tipe katalis dilangsungkan pada
reaksi transesterifikasi terhadap bahan baku CPO. Keterangan dari masing-masing
tipe katalis yaitu:
1) A1 = Katalis yang diperoleh dari hasil kalsinasi pada suhu 500oC dengan rasio
molar K : SiO2 (2,5 :1) tertentu sebesar K : SiO2: 10,9 – 31,10 %.
2) A2 = Katalis yang diperoleh dari hasil kalsinasi pada suhu 600oC dengan rasio
molar K : SiO2 (2,5 :1) tertentu sebesar K : SiO2: 12,2 – 26,7%.
3) A3 = Katalis yang diperoleh dari hasil kalsinasi pada suhu 700oC dengan rasio
molar K : SiO2 (2,5 :1) tertentu sebesar K : SiO2: 12,1 – 32,40%.
4) A4 = Katalis yang diperoleh dari hasil kalsinasi pada suhu 800oC dengan rasio
molar K : SiO2 (2,5 :1) tertentu sebesar K : SiO2: 10,7 – 31,10 %
Yield (%)

Katalis (% berat)
Gambar 4.1 Hubungan antara Jumlah Katalis dan Tipe Katalis dengan Yield

36
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah katalis yang digunakan
untuk semua variasi tipe katalis maka yield biodiesel yang dihasilkan akan semakin
meningkat hingga mencapai titik tertentu, lalu mengalami penurunan. Untuk semua
jenis tipe katalis dengan jumlah katalis tertentu dapat dijelaskan bahwa pada tipe
katalis A1 dengan jumlah katalis 3 % hingga 4% mengalami peningkatan kadar ester
dan reaksi berjalan baik lalu mengalami penurunan pada penggunaan katalis 5%, tipe
katalis A2 dengan jumlah katalis 4 % mengalami peningkatan yield pada jumlah katalis
4 %lalu mengalami penurunan pada penggunaan katalis 5%, tipe katalis A3yield
semakin meningkat hingga jumlah katalis 3 - 4%, lalu mengalami penurunan pada
penggunaan katalis sebanyak 5%. Hal yang sama dapat dilihat pada gambar 4.1 untuk
tipe katalis A4 terjadi penurunan yield pada penggunaan katalis sebanyak 5%. Sehingga
kecenderungan untuk semua tipe katalis berada pada kondisi optimum dengan
penggunaan berat katalis 4%. Dari gambar 4.1 dapat dijelaskan bahwa jika melebihi
jumlah katalis 4% maka menyebabkan campuran katalis dan reaktan akan semakin
kental, yang menyebabkan peningkatan viskositassehingga akan membuat terjadinya
kesulitan untuk terjadi perpindahan massa karena tumbukan antar molekul nya yang
tidak bebas sehingga gaya interaksi antar molekul melemah yang dapat menyebabkan
penurunan pada yield metil ester.
Berbagai kajian yang pernah dilakukan dengan menggunakan katalis heterogendan
diketahui karakteristik biodiesel yang dihasilkan telah memenuhi standar yang
ditetapkan. Roschat, dkk [14] dimana digunakan katalis heterogen Na/SiO2 dari abu
sekam padi yang mengasilkan yield 97% dengan berat katalis 2.5%. Ali, dkk [57]
menggunakan katalis kalsium oksida-silikon dioksida-asam sulfat yang diimpregnasi
methanol dengan kandungan metil ester yang didapatkkan sebesar 97.21%, berat
katalis 5%.
Dari gambar 4.1 juga dapat dilihat bahwa untuk jumlah kalium yang ada pada
setiap katalis maka tipe katalis yang memiliki kadar kalium yang tertinggi dimiliki oleh
tipe katalis A2 dan A3untuk jumlah katalis yang sama yaitu sebesar 4%, tetapi hasil
yield yang tertinggi yang di dapat tidak berada pada A2 dan A3 yang memiliki kadar
kalium tertinggi melainkan pada tipe katalis A4yang tidak memiliki kadar kalium yang
tertinggi, sehingga dapat dijelaskan bahwa kadar kalium bukan satu-satunya
parameterpenentu keberhasilan dalam mengkatalisis reaksi ini. Jika dilihat dari

37
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
kandungan silika maka tipe katalis yang memiliki kadar silika tertinggi dimiliki oleh
tipe katalis A3 sebesar 32.40%, sehingga ada peran nya silika di dalam reaksi ini dan
menghasil hasil yang berbeda-beda, tetapi dengan kandungan silika yang tinggi justru
tidak menghasilkan yield dan kadar metil ester yang tinggi. Sementara pada tipe katalis
A3 dan A2dengan kandungan Si yang berbeda-beda yang memiliki kandungan kalium
yang hampir sama dan tidak cukup berbeda signifikan tapi menghasilkan yield yang
masih rendahdi dapat bahwa A4 berada pada kondisi yield yang tertinggi. Sehingga dari
penjelasan tersebut bahwa dari rasio K-Silika dalam katalis masing-masing tipe katalis
yaitu A1 (1:2), A2 (1:2), A3 (1:2) dan A4 (1:3) sehingga dengan perbandingan rasio
(1:3) adalah keberadaan kalium dan silika yang terbaik dalam menjalankan reaksi ini.

4.2 Pengaruh Waktu Reaksi dan Tipe Katalis Reaksi Transesterifikasi Menjadi
Metil Ester Menghasilkan kadar (%berat) mono,- di,- dan Trigliserida.
Adapun hasil penelitian pembuatan biodiesel dari CPO dengan menggunakan
katalis heterogen K-Silika dari abu daun bambu (bamboo ash). Hubungan antara waktu
reaksi terhadap trigliserida, monogliserida, digliserida dan metil esterdengan tipe
katalis A2 dan A4 dalam penelitian ini ditampilkan pada Gambar 4.2
Komposisi(% berat)

Komposisi(% berat)

Waktu Reaksi (menit) Waktu Reaksi (menit)


(a) (b)

Gambar 4.2 :(a) Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Komposisi Mono,-


Di, dan Trigliserida Pada Tipe Katalis A2 (B) Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap
Komposisi Mono,- Di, Trigliserida Pada Tipe Katalis A4

38
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar 4.2 (a) dapat dilihat bahwa terjadi perubahan kadar mono,- di,- dan
trigliserida setiap menit nya sampai menit terakhir, pada tipe katalis A2dimana pada t =
0 komposisi dari trigliserida sebesar 80%, digliserida 10,257% dan monogliserida
0.0458 %, setelah 30 menit pertama ketigakomponen ada yang mengalami penurunan
dan kenaikan dimana trigliserida mengalami penurunan sebesar 0,379% yang berarti
pada 30 menit trigliserida sudah terkonversi menjadi komponen lain, digliserida
mengalami penurunan sebesar 0.3778% dan monogliserida mengalami peningkatan
sebesar 0.9409% dan metil ester 88.19%, setelah menit ke 60 trigliserida mengalami
penurunan sebesar 0.0635%, digliserida tidak mengalami perbedaan yang cukup
signifikan (tetap), dan monogliserida mengalami peningkatan 0.9868% dan metil ester
mengalami peningkatan 96,57%, dan pada menit terakhir trigliserida mengalami
penurunan kembali 0.01%, digliserida tetap, dan monogliserida mengalami peningkatan
sebesar 1.2051% yang menghasilkan metil ester 98.48%.
Dari gambar4.2 (b) dapat dilihat bahwa terjadi perubahan kadar mono,- di,- dan
trigliserida setiap menit nya sampai menit terakhir, pada tipe katalis A4dimana pada t =
0 komposisi dari trigliserida sebesar 80%, digliserida 9,257% dan monogliserida 0.832
%, setelah 30 menit pertama ketiga komponen ada yang mengalami penurunan dimana
trigliserida mengalami penurunan sebesar 0,370% yang berarti pada 30 menit
trigliserida langsung terkonversi menjadi komponen lain, digliserida mengalami
penurunan sebesar 0.588% dan monogliserida mengalami penurunan sebesar 0.726%
dan metil ester 88.19%, setelah menit ke 60 trigliserida mengalami penurunan sebesar
0.0635%, digliserida mengalami penurunan sebsar 0.379%, dan monogliserida
mengalami peningkatan 0.9868% dan metil ester mengalami peningkatan 96,57%, dan
pada menit terakhir trigliserida mengalami penurunan kembali 0.02%, digliserida
mengalami penurunan, dan monogliserida mengalami penurunan 0.0632% yang
menghasilkan metil ester 99.48%. Dari penjelasan diatas bahwa pada tipe katalis A2
pada menit terakhir monogliserida masih banyak tertahan sehingga tahapan reaksi
monogliserida menjadi ester yang yang mengontorol kecepatan reaksi trigliserida
menjadi ester, pada tipe katalis A4 konversi monogliserida berlangsung lebih lambat
sehingga pada konversi digliserida menjadi monogliserida yang mengontrol kecepatan
reaksi digliserida menjadi ester.

39
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar diatas dapat di jelaskan bahwa reaksi transesterfikasi pada trigliserida dan
alcohol menjadi metil ester berlansung dalam 3 tahapan:

Tahap 1:

O
O O katalis O CH2OH
O O R1 + R-OH O O + R1COOR
R3 O R2 R3 O R2
Trigliserida Alkohol Digliserida
FAAE
Tahap 2:
CH2OH
O O
katalis O CH2OH
O O + R-OH O OH + R2COOR
R3 O R2 R3
Digliserida Alkohol Monogliserida
FAAE

Tahap 3:
CH2OH
O katalis OH
O OH + R-OH OH + R3COOR
R3 OH
Monogliserida Alkohol Gliserol
FAAE
Gambar 4.3 Tahapan Reaksi Transesterifikasi [41]
Dari gambar ini menunjukkan bahwa kadar trigliserida akan secepatnya turun
dibawah konsentrasi digliserida dan monogliserida. Pada awal reaksi dua fasa beberapa
trigliserida dikeluarkan dari fasa metanol dan fasa gliserol dimana keduanya masih
terdapat katalis yang terus bereaksi. Sehingga di dapatkan hasil bahwa kadar trigliserida
yang habis bereaksipada akhir reaksi akan lebih tinggi disbanding dari digliserida dan
monogliserida [58].

40
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Reaksi trigliserida tidak dikenal sebagai reaksi autokatalitik (katalis reaksi
adalah asam atau basa), maka kemungkinan diduga pada kecepatan reaksi lambar mula-
mula merupakan daerah transfer massa yang mengontrol, kemudian diikuti oleh daerah
yang dikontrol secara kinetis dan berakhir pada daerah kesetimbangan. Pada reaksi
transesterifikasi, reakan mula-mula membentuk system liquid 2 fasa. Dalam keadaan ini
reaksi dikontrol oleh di fusi (transfer massa), sedangkan difusi hanya sedikit di hasilkan
antara 2 fasa yang tidak saling melarut sehingga mula-mula reaksi berlangsung lambat.
Ketik ester terbentuk, ester berperan sebagai pelarut mutual untuk reaktan sehingga
system liquid fasa tunggu terbentuk. Pembentukan ester dimulai setelah 1-2 menit
berlangsung. Perubahan tiba-tiba dari laju pembentukan produk ester terhadap bersama-
sama dengan titik ketika konstentrasi ester relative maksimum. Konsentrasi maksimum
ini terbentuk oleh reaksi intermediate yang merupakan tipe reaksi reversible. Hal ini
membuktikan bahwa rekasi searah atau irreversible dalam penelitian ini dapat di terima
[59].
Dari gambar 4.2 dapat dijelaskan bahwa pada kondisi yang berbeda yaitu
dengan tipe katalis A1 dan A4dengan A2sebesar (K-Si: 10,9 – 31,10%) dan A4sebesar
(K-Si 10.7 – 31,10%) masing-masing dengan jumlah katalis yang sama sebesar 3%
dengan A1 dan A4, dapat di jelaskan dengan gambar untuk kedua tipe katalis tersebut
bahwa dengan penggunan katalis tersebut mempercepat terjadi kesetimbangan, tidak
mengubah atau menggeser kesetimbangan reaksi, termasuk sifat termodinamikanya,
seperti kecenderungan keberlangsungan reaksi, besarnya panas reaksi, harga tetapan
kesetimbangan, dan konversi maksumum reaksi yang dapat dicapai pada kondisi
tertentu [58].

Gambar 4.4 Penggunaan Katalis Pada Reaksi [58]

41
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa dengan atau tanpa katalis sifat – sifat
termodinamika reaksi tidak mengalami perubahan. Katalis hanya berpengaruh terhadap
sifat kinetika reaksi sehingga reaksi yang menggunakan katalis jauh lebih cepat
mencapai keseimbangan reaksi tanpa katalis, dari gambar 4.2 dijelaskan bahwa dengan
kedua tipe katalis tersebut tidak akan mendapatkan konversi maksimum 100%
walaupun kedua tipe katalis memiliki K-Si yang berbeda-beda sehingga penggunaan
katatalis tidak dapat menggeser konversi kesetimbangan tetapi
mempercepat tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan, dan
dari kedua tipe katalis tersebut bahwa setiap katalis mempunyai tahapan – tahapan yang
mengontrol reaksi yang berbeda tersebut walaupun dengan kondisi reaksi yang sama.

4.3 KARAKTERISTIK BIODIESEL YANG DIHASILKAN


Adapun karakteristik biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 4.3. Tabel 4.3 menunjukkan karakteristik biodiesel yang dihasilkan.

Tabel 4.3 Karakteristik Biodiesel Hasil Penelitian

Suhu Jumlah Kadar Viskositas


Tipe Densitas
Reaksi Katalis Ester Yield Kinematik Keterangan
Katalis (kg/m3)
(oC) (%) (%) (%) (cSt)
2% 98,99 80,23 874 3,980 Memenuhi
A1 65 3% 98,94 83,10 876 3,800 Memenuhi
4% 99,21 88,98 878 4,234 Memenuhi
5% 99,49 86,15 880 4,451 Memenuhi
2% 97,89 70,34 862 3,910 Memenuhi
A2 65 3% 98,74 75,58 874 4,144 Memenuhi
4% 98,77 80,50 876 4,144 Memenuhi
5% 98,79 76,35 878 4,234 Memenuhi
2% 96,49 75,49 878 3,890 Memenuhi
A3 65 3% 99,24 79,39 880 3,954 Memenuhi
4% 99,18 85,64 882 4,231 Memenuhi
5% 99,28 82,45 884 4,310 Memenuhi
2% 99,46 83,54 882 4,144 Memenuhi
3% 99.58 86,21 884 4,250 Memenuhi
A4
65 4% 99,76 92,58 886 4,544 Memenuhi
5% 99,12 89,40 882 4,654 Memenuhi

Sifat fisika dari biodiesel dengan hasil terbaik yang diperoleh dalam penelitian ini,
yaitu biodiesel dengan variabel proses rasio molar CPO dengan metanol 1 : 9, berat
katalis 4%, suhu reaksi 65 oC, waktu reaksi 2 jam dengan tipe katalis A4dapat mencapai

42
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
yield sebesar 92.21 % dan konversi metil ester mecapai 99,78%. Hasil terbaik akan
dibandingkan dengan standar biodiesel Indonesia (SNI 7182:2015) Amerika Serikat
(ASTM D 6571/09), Eropa (EN 14214/03), dan Pr EN 14214/09. Hasil perbandingan
sifat fisika biodiesel dan standar akan ditampilkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Perbandingan Sifat Fisika Biodiesel Hasil Penelitian dengan Standar
Biodiesel SNI 7182; 2015, ASTM D 6751/09, EN 14214/03 [33-36]
Hasil SNI
ASTMD EN
Parameter Satuan Penelitian 7182:
6751/09 14214/03
2015
Kandungan
%w/w 99.54 ≥ 96,5 - ≥ 96,5
ester
Densitas kg/m3 876 850-890 - 860-900
Viskostas
mm2/s 3,890 2,36-6,0 1,9-6,0 3,5-5,0
kiematik
≥ 130
Titik nyala o
C 158 ≥ 93 (gelas ≥ 120
≥ 100
tertutup)
Kandungan
Monogliserida % 0,048 ≤ 0,80 ≤ 0,80
Kandungan
Digliserida % 0.5832 - - -
Kandungan
Trigliserida % 0.3778 - - -
Total gliserol % 0,153 ≤ 0,24 ≤ 0,24 ≤ 0,24

Dapat dilihat dari Tabel 4.3 biodiesel pada run tersebut telah memenuhi standar
yang telah ada. Produk biodiesel dapat dibandingkan dengan kajian yang sudah pernah
dilakukan oleh Roschat, dkk [14] dimana katalis yang digunakan adalah silika dari abu
sekam padi yang diimpregnasi dengan Na, didapatkan yield sebesar 97% dengan
kondisi rasio molar metanol:minyak 12:1, suhu reaksi 65 oC, berat katalis 2,5% dan
waktu reaksi 150 menit.Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa kondisi yang baik
digunakan pada saat reaksi transesterifikasi dengan penggunaan katalis K-Silika yang
diimpregnasi KOH adalah dapat mencapai yield sebesar 92.21 % dan konversi metil
ester mecapai 99,78% dengan kondisi operasi pada suhu reaksi 65oC, berat katalis 4%
(terhadap berat CPO), waktu reaksi 2 jam, dan rasio molar metanol:CPO sebesar 9:1
pada tipe katalis A4Maka, dapat dilihat bahwa biodiesel yang disintesis telah memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI). Hal ini menunjukkan penggunaan katalis katalis K-
Silika dari abu daun bambudapat digunakan dalam produksi biodiesel dengan bahan

43
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
baku CPOsebagai katalis heterogen dalam reaksi transesterifikasi tergolong baik karena
dapat memenuhi standar yang ditetapkan.

4.3.1 Pengaruh Kemurnian Terhadap Densitas Bioidisel Dari Masing – Masing


Tipe Katalis

Densitas dapat menjadi parameter keberhasilan reaksi transesterifikasi. Densitas


merupakan sifat utama dari suatu bahan bakar yang secara langsung mempengaruhi
karakteristik kinerja mesin, seperti angka setana dan nilai kalor [62]. Densitas biodiesel
seharusnya berkisar 0,850-0,900 g/cm3 [32]. Hubungan antara densitas terhadap
kemurnian biodiesel dengan berbagai variasi tipe katalis dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Kemurnain dan Densitas Biodiesel Dari Masing-Masing Tipe Katalis

Tipe Katalis Kemurnian (%) Densitas (kg/m3)


A1 99.21 878
A2 98.77 876
A3 99.18 882
A4 99.78 886

Dari tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa hubungan antara kemurnian dan densitas
dengan jumlah katalis 4%, dimana pada tipe katalis A1 mendapatkan kemurnian sebesar
99.21 %, densitas yang di dapat sebesar 876 kg/m3 sampai dengan tipe katalis A2
kemurnian mengalami penurunan sebesar 0.44 % dan densitas pun mengalami
penurunan dari tipe katalis A1 sampai dengan A3 dan A4 terus mengalami peningkatan
kemurnian dan densitas yang dihasilkan juga mengalami kenaikan. Dari tabel 4.5 dapat
dihitung nilai korelasi sebesar 0.91 bahwa korelasi nya sangat kuat dan ada korelasi
positif antara kemurnian dan densitas pada masing- masing tipe katalis. Hal ini berarti
semakin besar kemurnian yang di dapat, maka akan semakin besar pula densitas.
Dari tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa perbedaan massa jenis biodiesel berkaitan
dengan komposisi asam lemak dan tingkat kemurnian dari biodiesel, massa jenis akan
naik dengan terjadinya penurunan panjang rantai karbon dan peningkatan ikatan
rangkap [63] Selain itu, semakin tidak jenuh minyak yang digunakan maka densitas
akan semakin tinggi, Halini bisa juga disebabkan dengan waktu reaksi dimana dalam
penelitian ini berlangsung dalam 2 jam sehinggasemakin lamawaktu reaksi yang
digunakan maka densitas yang dihasilkan akan semakin kecil, waktu reaksi yang

44
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
semakin banyak akan mengurangi kemurnian dari biodiesel yang dihasilkan dan
berpengaruh terhadap densitas yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena telah terjadi
pemutusan gliserol dari trigliserida sehingga terbentuk senyawa dengan ukuran molekul
yang lebih kecil [64]. Massa jenis biodiesel yang melebihi ketentuan sebaiknya tidak
digunakan sebagai bahan bakar, karena selain mengakibatkan keausan juga dapat
menyebabkan kerusakan pada mesin [65]
Densitas atau massa jenis menunjukan perbandingan berat per satuan volume.
Karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin
diesel per satuan volume bahan bakar. Jika biodiesel memiliki massa jenis melebihi
ketentuan, akan terjadi reaksi tidak sempurna pada konversi minyak. Biodiesel dengan
mutu seperti ini tidak seharusnya digunakan untuk mesin diesel karena akan
meningkatkan keausan mesin, emisi, dan menyebabkan kerusakan pada mesin [69].
Menurut SNI 04-7182-2012, densitas biodiesel pada suhu 40 oC adalah 850890 kg/m3.
Biodiesel yang dihaskan pada berbagai variasi yang dilakukan diperoleh densitas
berkisar 862-873 kg/m3. Dengan demikian, biodiesel yang diperoleh telah memenuhi
standar densitas biodiesel.

4.3.2 Pengaruh Kemurnian Terhadap Viskositas Kinematik Bioidisel Dari


Masing – Masing Tipe Katalis

Viskositas dapat diklasifikasikan menjadi viskositas dinamik yang memiliki satuan


centipoise, dan viskositas kinematik yang berkaitan dengan densitas cairan dan
memiliki satuan centistokes. Viskositas biodiesel merupakan faktor penting dalam
kinerja sebuah mesin [58].Hubungan antara viskositas kinematik terhadap kemurnian
biodiesel dengan berbagai variasi tipe katalis dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6 Kemurnian dan Viskositas Kinematik Bidoesel

Tipe Katalis Kemurnian (%) Viskositas Kinematik (cSt)


A1 99.21 4.233
A2 98.77 4,144
A3 99.18 4,231
A4 99.78 4.544

Dari tabel 4.6 dapat dijelaskan bahwa hubungan antara kemurnian dan
densitas dengan jumlah katalis 4%, dimana pada tipe katalis A1 mendapatkan

45
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
kemurnian sebesar 99.21 %, densitas yang di dapat sebesar 4.233 kg/m3 sampai dengan
tipe katalis A2 kemurnianmengalami penurunan sebesar 0.372 % dan viskositas
kinematik pun mengalami penurunan dari tipe katalis A1 sampai dengan A3 dan
mengalami peningkatan pada A4pada kemurnian dan densitas. Dari tabel 4.6 dapat
dihitung nilai korelasi sebesar 0.891 bahwa korelasi nya sangat kuat dan ada korelasi
positif antara kemurnian dan densitas pada masing- masing tipe katalis. Hal ini berarti
semakin besar kemurnian yang di dapat, maka akan semakin besar pula viskositas
kinematik.
Viskositas kinematis (μ) merupakan sifat fisik biodiesel yang
penting.Viskositas kinematis biodiesel berkorelasi dengan jumlah atom karbon, jumlah
ikatan rangkap dan suhu [60,61]. Viskositas kinematik meningkat dengan bertambahnya
rantai baik asam lemak atau alkohol dalam hidrokarbon, dan peningkatan viskositas
kinematik beberapa atom karbon lebih kecil dibandingkan peningkatan viskositas
kinematik sebuah hidrokarbon berantai lurus [66]. Viskositasmerupakan salah satu
parameter penting dalam kelayakanpenggunaan biodiesel dalam mesin diesel. Jika
viskositas semakin tinggi, tahanan akan semakin tinggi. Hal ini sangat penting karena
mempengaruhikenerja injektor dalam mesin diesel[67]. Menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI 04-7182-2012), viskositas kinematik biodiesel pada suhu 40oC adalah
2,3-6,0 mm2/s. Dari hasil penelitian untuk berbagai variasi yang dilakukan diperoleh
viskositas kinematik berkisar 5,0-6,0 mm2/s. Dengan demikian biodiesel yang diperoleh
telah memenuhi standar viskositas kinematik biodiesel.

46
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Asam lemak utama yang terdapat dalam bahan baku CPO adalah asam oleat
sebesar 43,01% dan asam palmitat sebesar 36,77%.
2. Pada masing – masing tipe katalis yang diperoleh K-SiO2: 10,7 – 31,10 %
memiliki yield tertinggi pada penelitian ini sebesar 92,91% dan konversi 99,76 %
dengan rasio K- SiO2 (1:3) dibandingkan dengan ketiga tipe katalis yang
memiliki K-Si yang memiliki rasio K- (1:2), sehingga katalis K-Silika
mempunyai sifat katalitik yang sangat baik dimana kesetimbangan reaksi dapat
tercapai dalam waktu singkat dan mampu menghasikan yield produk yang tinggi.
3. Pengaruh jumlah katalis terhadap yield biodiesel secara umum meningkat hingga
peningkatan katalis 4% pada tipe katalis dengan K-SiO2: 10,7 – 31,10 % pada
kondisi optimum suhu reaksi 65 oC, pada kondisi rasio molar CPO:metanol yaitu
1:9, waktu reaksi 2 jam diperoleh yield biodiesel sebesar 92,91% dan konversi
metil ester 99,76 %
4. Karaktersitik biodiesel yang dihasilkan meliputi densitas dan viskositas kinematik
berbanding lurus dengan kemurnian yang dihasilkan yang telah memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI 7182:2015), ASTM D-6751, dan EN 14214.

5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah:
1. Disarankan agar dilakukan studi lebih lanjut mengenai reusability katalis untuk
mengetahui kemampuan daur ulang katalis heterogen
2. Disarankan dilakukan variasi kadar air bahan baku, untuk melihat pengaruhnya
terhadap aktivitas katalitik K-Silika
3. Disarankan agar dilakukan penelitian dengan variasi rasio mol minyak :
methanol dan waktu reaksi pada proses transesterifikasi.

47
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
[1] Gashaw, Alemayehu dan Abile Teshita, Production Of Biodiesel From Waste
Cooking Oil And Factors Affecting Its Formation : A Review, International
Journal of Renewable and Sustainable Energy¸ 3 (2014). Halaman: 92-95.
[2] Alam, Md. Zahangir, Ricca Rahman Nasaruddin, Mohammed Saedi Jami dan
Mohammad Shahab Uddin. Investigation Of Solvent System For The
Production Of Biodiesel From Sludge Palm Oil (SPO) By Enzymatic
Transesterification. Bioenvironmental Engineering Research Centre (BERC),
International Islamic University Malaysia (IIUM), Gombak, Journal Energy
Procedia, 32 (2013). Halaman 64 – 73.
[3] Rahmadi, A. and Lu Aye. Biodiesel from Palm Oil as An Alternative Fuel for
Indonesia: Opportunities and Challenges. Destination renewable- ANZES.
(2003).
[4] Al Hakim, Hisyam Musthafa. Life Cycle Assessment (LCA) Produksi Crude
Palm Oil (CPO) Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Pelaihari PT. Perkebunan
Nusantara. Tesis. Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, (2013).
[5] Abdullah, Nurul Fitriyah, Yun Hin Taufiq-Yap and Mahiran Basri. Biodiesel
Production via Transesterification of Palm Oil Using NaOH/Al2O3 Catalysts.
Jurnal Sains Malaysiana, 6 (2011). Halaman : 587-594.
[6] Singh, A., B. He, J. Thompson and J. Van Gerpen. Process Optimization Of
Biodiesel Production Using Alkaline Catalyst. Applied Engineering in
Agriculture, 4 (2006). Halaman: 597-600.
[7] Ejikeme, P. M., I. D. Anyaogu, C. L. Ejikeme, N. P. Nwafor, C. A. C.
Egbuonu, K. Ukogu, and J. A. Ibemesi. Catalysis in Biodiesel Production by
Transesterification Processes-An Insight. E-Journal of Chemistry, 4 (2010).
Halaman: 1120-1132.
[8] Gnanaprakasam, A., V.M. Sivakumar, A. Surendhar, M. Thirumarimurugan
dan T. Kannadasan. Recent Strategy of Biodiesel Production from Waste
Cooking Oil and Process Influencing Parameters : A Review. Journal of
Energy, (2013). Halaman : 1-10.
[9] Le Tu Thanh, Kenji Okitsu, Luu Van Boi dan Yasuaki Maeda. Catalytic
Technologies for Biodiesel Fuel Production and Utilization of Glycerol : A
Review. Catalysts, 2 (2012). Halaman: 191-222.
[10] Tan, Yie Hua., Mohammad Omar Abdullah, Cirilo Nolasco-Hipolito, dan Yun
Hin Taufiq-Yap. Waste Ostrich- and Chicken-Eggshells as Heterogeneous
Base Catalyst for Biodiesel Production from Used Cooking Oil: Catalyst
Characterization and Biodiesel Yield Performance. Applied Energy 160.
Elsevier Ltd. ISSN NO 0306-2619 (2015).
[11] Niju, S., K.M. Meera Sheriffa Begum dan N. Anantharaman.
Enchancement of Biodiesel Synthesis over Highly Active CaO Derived from
Natural White Bivalve Clam Shell. Arabian Journal of Chemistry. ElsevierB.V.
ISSN NO: 1878-5352 (2014).
[12] Leung, D. Y. C., dan Y. Guo. Biodiesel Production from Waste Cooking Oils.
Fuel 87. (2008). Halaman: 3.490-3.496. Elsevier Ltd.

48
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
[13] Chen, G., R.. Shan, S. Li, dan J. Shi. Transesterification of Palm Oil to
Biodiesel Using Risk Husk Ash-Based Catalyst. Fuel Processing Technology
133. (2015) Halaman: 8-13. Elsevier Ltd.
[14] Roschat, W., T. Siritanon, B. Yoosuk, V. Promarak. Rice Husk-Derived
Sodium Silicate As A Highly Efficient and Low-Cost Basic Heterogeneous
Catalyst for Biodiesel Production. Energy Conversion and Management.
(2016). Halaman: 453-462. Elsevier Ltd.
[15 ]Lani, N.S., N. Ngadi, N. Y. Yahya, dan R. A. Rahman. Synthesis,
Characterization and Performance of Silica impregnated Calcium Oxide as
Heterogeneous Catalyst in Biodiesel Production. Journal of Cleaner
Production. (2016). Halaman: 1-9. Elsevier Ltd.
[16] Hidryawati, N., G. P. Maniam, M. R. Karim, dan K. F. Chong.
Transesterification of Used Cooking Oil Over Alkali Metal (Li, Na, K)
Supported Rice Husk Silica as Potential Solid Base Catalyst. Engineering
Science and Technology, an International Journal. (2014). Elsevier B. V.
[17] Nduwayen, Jean Baptiste., TheonesteIshimwe., AnanieNiyibizidan Alexis
Munyentwali. 2015. Biodiesel Production from Unrefined Palm Oil on Pilot
Plant Scale. International Journal of Sustainable and Green Energy (2015).
Halaman 1-12.
[18 ]Franseschi, FransiscoAnguebes., Atl Cordova Quiroz., Julia Ceron Breton.,
Claudia Aguilar Ucan., Gloria Castillo Martinez., Rosa Ceron Breton.,
Alejandro Ruiz Marin dan Carlos Montalvo Romero. Optimization of Biodiesel
Production from African Crude Palm Oil (ElaisguineensisJacq) with High
Concentration of Free Fatty Acids bya Two-Step Transesterification Process.
Open Journal of Ecology, 44 (2016). Halaman: 182-197.\
[19 ]Gabriel, Katia C. P. ., A.A. Chivanga Barros dan Maria Joana Neiva Correia.
Study of Molar Ratio in Biodiesel Production From palm Oil. International
Association for Management of Technology (2015).
[20 ]Mamilla, Venkata Ramesh, M.V. Mallikarjun dan Dr. G. Lakshmi Narayana
Rao. Biodiesel Production From Palm Oil by Transesterification Method.
International Journal of Current Research, 8 (2012). Halaman : 83-88.
[21] Ohimain, Elijah I., Sylvester C. Izah dan Amanda D. Fawari. Quality
Assessment of Crude Palm Oil Produced by Semi-Mechanized Processor in
Bayelsa State, Nigeria. Discourse Journal of Agriculture and Food Sciences,
11 (2013). Halaman : 171-181.
[22] Suppalakpanya, Kittiphoom, Sukritthira Ratanawilai, Ruamporn Nikhom and
Chakrit Tongurai. Production of Ethyl Ester from Crude Palm Oil by Two-
Step Reaction Using Continuous Microwave System. Songklanakarin Journal
of Science and Technology, 33 (2011). Halaman: 79-86.
[23] Man, Y.B. Che, T. Haryati, H.M. Ghazali and B.A. Asbi. Composition and
Thermal Profile of Crude Palm Oil and Its Products. JAOCS, 76 (1999).
Halaman: 237-242.
[24] Nasaruddin, Ricca Rahman, Md. Zahangir Alam, dan Mohammed Saedi Jami,
Evaluation Of Solvent System For The Enzymatic Synthesis Of Ethanol-Based
Biodiesel From Sludge Palm Oil (SPO), Bioresearch Technology, 31 (2013).
Halaman: 4966-4974.
[25 ]Guldhe, Abhishek, Bhaskar Singh, Taurai Mutanda, Kugen Permaul, dan
Faizal Bux, Advances In Synthesis Of Biodiesel Via Enzyme Catalysis: Novel

49
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
And Sustainable Approaches, Renewable and Sustainable Energy Reviews, 4
(2015). Halaman : 1447–1464.
[26] K. Shahbaz, F.S. Mjalli, M.A. Hashim, I.M. AlNashef, Eutectic Solvents For
The Removal Of Residual Palm Oil-Based Biodiesel Catalyst, Separation and
Purification Technology, 81 (2011). Halaman : 216–222.
[27] K. Shahbaz, Saeid Baroutian, Farouq Sabri Mjalli, Mohd Ali Hashim, Inas
Muen AlNashef, Prediction Of Glycerol Removal From Biodiesel Using
Ammonium And Phosphunium Based Deep Eutectic Solvents Using Artificial
Intelligence Techniques, Chemometrics and Intelligent Laboratory Systems
118 (2012). Halaman: 193–199.
[28] Samart, Chanatip., Chaiyan Chaiya, Prasert Reubroycharoen, Biodiesel
Production by Methanolysis of Soybean Oil Using Calcium Supported on
Mesoporous Silica Catalyst, Energy Conversion and Management, 51 (2010).
Halaman: 1428–1431.
[29] Guldhe, Abhishek, Bhaskar Singh, Taurai Mutanda, Kugen Permaul, dan
Faizal Bux, Advances In Synthesis Of Biodiesel Via Enzyme Catalysis : Novel
And Sustainable Approaches, Renewable and Sustainable Energy Reviews, 4
(2015). Halaman: 1447–1464.
[30] István Barabás and Ioan-Adrian Todoruţ. Biodiesel Quality, Standards and
Properties. Technical University of Cluj-Napoca, Romania (2010).
[31] Luque, Rafael dan Juan Antonio Melero. Advances in Biodiesel Production
Process and Technologies. Cambridge : Woodhead Publishing Ltd. (2012).
[32] ASTM D 6751. Standard Specification for Biodiesel Fuel Blend Stock (B100)
for Middle Distillate Fuels (2009).
[33] EN 14214. Automotive Fuels-Fatty Acid Methyl Esters (FAME) for Diesel
Engines-Requirements and Test Methods. (2003).
[34] Pr EN 14214. Automotive Fuels-Fatty Acid Methyl Esters (FAME) for Diesel
Engines-Requirements and Test Methods. (2009).
[35] Andreani, L. and J. D. Rocha. Use of Ionic Liquids in Biodiesel Production : A
review. Brazilian Journal of Chemical Engineering, 29 (2012). Halaman : 1-
13.
[36] Reddy, Eragam Ramamohan, Mukesh Sharma, Jai Prakash Chaudary, Hetel
Bosamiya and Ramavatar Meena. One-pot Synthesis of Biodiesel from High
Fatty Acid Jatropha curcas Oil Using Bio-based Basic Ionic Liquid as A
Catalyst. Current Science, 106 (2014). Halaman : 1394-1400.
[37] Yuli Ristianingsih, Sutijan, Arief Budiman, Studi Kinetika Proses Kimia Dan
Fisika Penghilangan Getah Crude Palm Oil (CPO) Dengan Asam Fosfat,
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada, Jurnal
Penelitian, Vol 13 No. 4. (2011) Halaman : 242-247.
[38] Deny Sumarna, Keuntungan Proses Wet Degumming Dibanding Dry
Degumming pada Pemurnian Minyak Sawit Kasar, Program Studi Teknologi
Pertanian. Universitas Mulawarman, Samarinda, Jurnal Teknologi Pertanian,
ISSN 1858-2419, (2007). Vol 3 No.1.
[39] Lourinho, Goncalo, Paulo Brito, Advanced biodiesel production technologies:
Novel developments, Rev Environ Sci Biotechnol (2014).

50
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
[40] Ahmad Abbaszaadeh, Barat Ghobadian , Mohammad Reza Omidkhah,
Gholamhassan Najafi. Current biodiesel production technologies: A
comparative review. Energy Conversion and Management 63 (2012). Halaman:
138 – 148.
[41 Putra, Rudy Syah, Tatang Shabur Julianto, Puji Hartono, Ratih Dyah
Puspitasari, dan Angga Kurniawan. 2014. “Pre-Treatment of Used Cooking Oil
As Feedstocks of Biodiesel Production by Using Activated Carbon and Clay
Minerals”. International Journal of Renewable EnergyDevelopment 3.
Halaman 33-35.
[42] Myers, Rusty L. The Basic Of physics. Greenwood Press : London (2006).
[43] Blanco, Antonio, Alicia García-Abuín, Diego Gómez-Díaz, and JoséM.
Navaza. Density, Speed of Sound, Viscosity, and Surface Tension of
Dimethylethylenediamine + Water and (Ethanolamine +
Dimethylethanolamine) + Water from T = (293.15 to 323.15) K. Journal J.
Chem. Eng. Data, 61 (2016). Halaman: 188–194.
[44] Agus, Rustam. Harga Jual CPO Turun Lebih dari 10%, Bisnis, 11 Mei 2015.
[45] Fitra, Safrezi. Mulai Maret 2015, Harga BBN Mengacu pada Biaya Produksi.
Katadata News & Research. 2 Maret 2015.
[46] G. Knothe, “Dependence of Biodiesel Fuel Properties on the Structure of Fatty
Acid Alkyl Esters”, Journal of Fuel Process Technol, 86: (2005) Halaman 1059
-1070.
[47] Kusmiyati and Agung Sugiharto. Production of Biodiesel from Oleic and
Methanol by Reactive Distillation. Bulletin of Chemical Reaction Engineering
& Catalysis, 5(1) : (2010). Halaman 1-6.
[48] Chuah, Lai Fatt, Suzana Yusup, Abdul Rashid Abd Aziz, Jirˇı´ Jaromı´r
Klemes, Awais Bokhari, dan Mohd Zamri Abdullah, “Influence of Fatty Acids
Content in Non-Edible Oil for Biodiesel Properties,” Clean Technology
Environ Policy, Springer, Berlin (2015).
[49] Duarte, Susan H., Francisco Maugeri, “Prediction of Quality Properties for
Biodiesel Production by Oleaginous Yeast Cultivated in Pure and Raw
Glycerol,”Chemical Engineering Transactions,Vol. 37, (2014).
[50] Sanford, Shannon D., James Matthew White, Parag S. Shah, Claudia Wee,
Marlen A. Valverde, and Glen R. Meier, “Feedstock and Biodiesel
Characteristics Report,”Renewable Energy Group Inc.(2009).
[51] Atadashi, I.M., M.K. Aroua, A.R. Abdul Aziz, N.M.N. Sulaiman, “The Effect
of Water on Biodiesel Production and Refining Technologies :
Review,”/Applied/Energy88 (2011): Halaman 4239-4251.
[52] Tan, Kok Tat, Keat Teong Lee, Abdul Rahman Mohamed, “Effects Of Free
Fatty Acids, Water Content And Co-Solvent On Biodiesel Production By
Supercritical Methanol Reaction,” School of Chemical Engineering, Universiti
Sains Malaysia.
[53] Madya, Prof., Dr. Noor Azian Morad, Prof.Madya Mustafa Kamal Abd Aziz,
Rohani Binti Mohd Zin, “Process Design In Degumming And Bleaching Of
Palm Oil,” Centre Of Lipids Engineering And Applied Research
(Clear)(2006),Universiti Teknologi Malaysia.
[54] Vyas, Amish P., Jaswant L. Verma, N. Subrahmanyam, “A review on FAME
production processes,”Fuel8 9 (2010): Halaman1-9.

51
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
[55] Chen, Guanyi., Rui Shan, Shangyao Li, dan Jiafu Shi. 2015. A Biomimetic
Silicification Approach to Synthesize Cao-SiO2 Catalyst for The
Transesterification of Palm Oil into Biodiesel. Fuel. Elsevier Ltd. ISSN: 0016-
2361(2010)
[56] Kheang, Loh Soh, Fueziah Subari, dan Sharifah Aishah Syed A Kadir. “Pre-
Treatment of Palm Oleic-Derived Used Frying Oil As A Feedstock for Non-
Food Applications”. Volume 23. Journal of Oil PalmResearch. (2011).
Halaman 1185-1192. Kuala Lumpur: Malaysian Palm Oil Board.
[57] Ali, Rehab, M., Mona M. Abd El Latif, dan Hasan A. Farag. 2015. Preparation
and Characterization of CaSO4-SiO2-CaO/SO42- Composite for Biodiesel
Production. American Journal of Applied Chemistry. Volume 3. Halaman 38-
45. ISSN: 2330-8475.
[58] Darnoko, D and Cheryan, M, Kinetics of Palm Oil Transeterification in a
Batch Reactor, J. Am.Oil Chem.Soc., 77, (2000) Halaman: 1263-1267.
[59 ]Manurung, Renita “ Optimasi dan Kinetika Transesterifikasi Minyak Sawit
Menjadi Etil Ester”. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara, Medan. 2007.
[60] Khemthong, P., C. Luadthong, W. Nualpaeng, P. Changsuwan, P. Tongprem,
N. Viriya-empikul, dan K. Faungnawakij. Industrial Eggshell Wastes As The
Heterogeneous Catalysts for Microwave- Assisted Biodiesel Production.
Catalysis Today 190. Halamam 112-116. (2012). Elsevier B.V.
[61] Anastopoulos, G., G. S. Dodos, S. Kalligeros, dan F. Zannikos. CaO Loaded
with Sr(NO3)2 As A Heterogeneous Catalyst for Biodiesel Production from
Cottonseed Oil and Waste Frying Oil. Journal of Biomass Conv. Bioref.
Springer (2012).
[62] V. Minovska, E. Winkelhausen, and S. Kuzmanova. “Lipase Immobilized by
Different Techniques on Various Support Materials Applied in Oil
Hydrolysis”. Journal Serb Chemical Soc. Vol. 70, Issue 4, Halaman. 609 – 624.
2005.
[63] Sahirman, Suryani, A., Mangunjidjaja, D., Sukardi, & Sudrajat, R. Pengujian
sifat fisiko-kimia, kinerja dan pengaruh pada mesin terhadap biodiesel dari
minyak biji bintagur (Cailophylum inopylum). Prosiding Seminar Nasional
Hasil Penelitian. (2008). Halaman: 84-97. Bogor.
[64] Tazora, Zuhelmi, 2011. Peningkatan Mutu Biodiesel Dari Minyak Biji Karet
Melalui Pencampuran Dengan Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
[65 ]Saputra, Leo., Rakhmah, Noor., Pradita, Hapsari Tyas dan Sunardi. Produksi
Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Cangkang Bekicot (Achatina Fulica)
Sebagai Katalis Heterogen, Prestasi, Vol. 1 No. 2,( 2012) Halaman. 118-125,
[66] Santoso, Nidya., Pradana, Ferdy dan Rachimoellah. Pembuatan Biodiesel dari
Minyak Biji Kapuk Randu (Ceiba pentandra) melalui proses transesterifikasi
dengan menggunakan CaO sebagai Katalis, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (2012).
[67] Uprety, B. K., W. Chaiwong, C. Ewileke, dan S. K. Rakshit. “Biodiesel
Production Using Heterogeneous Catalysts Including Wood Ash And The
Importance of Enhancing Byproduct Glycerol Purity”. Energy Conversion and
Management.(2016). Elsevier Ltd. Halaman 191-199

52
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai