Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ENERGI DAN LISTRIK

PERTANIAN
PEMBUATAN BRIKET DARI LIMBAH PERTANIAN

OVRIANTI NURHADI
J1B117008

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel berikut merupakan tabel hasil pengujian briket dari kelima sampel,
yaitu:
Tabel 1. Hasil Pengujian Briket

Tabel berikut merupakan tabel pengujian briket (lanjutan) dari kelima


sampel, yaitu:
Tabel 2. Hasil Pengujian Briket (Lanjutan)

4.2 Pembahasan

Biomassa adalah istilah untuk semua bahan organik yang dihasilkan melalui
proses fotosintetik yang ada di permukaan bumi, baik berupa produk maupun
buangan. Bahan-bahan biomassa dapat ditemukan di sekitar kita, seperti sektor
perkebunan, sisa-sisa pengolahan kelapa sawit seperti tandan, kosong dari batang
pohonnya, tempurung kelapa dan sisa-sisa pengolahan tebu seperti ampas tebu
menjadi simber potensial biomassa (Budiman, 2019).
Pemanfaatan biomassa diantaranya yaitu biobriket. Briket adalah bahan
bakar alternatif yang menyerupai arang tetapi terbuat/tersusun dari bahan non
kayu. Briket dibuat dengan proses pirolisis (pembakaran anaerobik). Briket
berbentuk seperti sebuah blok bahan yang dapat dibakar yang digunakan sebagai
bahan bakar untuk memulai dan mempertahankan nyala api. Briket yang paling
umum digunakan adalah briket batu bara, briket arang, briket gambut, dan briket
biomassa. Banyak bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan briket, contohnya sekam padi, jerami, batok kelapa, serbuk gergaji,
dedaunan dan lain-lain. Manfaat briket adalah bisa menjadi pengganti bahan
bakar minyak untuk pembakaran dan bisa menjadi pengganti arang aktif/arang
kayu sehingga mengurangi proses pembabatan hutan, khususnya hutan bakau.
Briket biasanya digunakan untuk memasak dan sebagai pembangkit listrik tenaga
uap, karena pada dasarnya briket juga dapat digunakan sebagai pengganti batubara
(Yusuf, 2010).
Sebuah briket arang dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila
memiliki sifat fisik seperti, memiliki permukaannya halus dan rata, briket tersebut
tidak meninggalkan bekas hitam di tangan bila digenggam, mudah dinyalakan,
tidak mengeluarkan asap bila dibakar, emisi gas hasil pembakaran yang dihasilkan
tidak mengandung racun, memiliki sifat kedap air dan hasil pembakaran tidak
berjamur bila disimpan pada waktu lama, serta tidak mengeluarkan bau, tidak
beracun dan tidak berbahaya (Himawanto, 2003).
Pembuatan briket yang dilakukan pada praktikum ini menggunakan lima
bahan baku diantaranya, yaitu serbuk kayu, ampas tebu, tongkol jagung, batok
kelapa, dan sabut kelapa. Pembuatan briket dilakukan dengan jenis perekat yang
sama, yaitu tepung kanji dengan persentase yang berbeda. Briket yang dibuat
terdiri dari arang halus dan arang kasar, dengan ukuran 1 inchi dan ½ inchi serta
tinggi 5 cm.
Parameter yang diuji pada praktikum pembuatan briket, yaitu kadar air,
kerapatan briket, dan laju pembakaran. Nilai yang didapat dari parameter yang
diuji dari rumus. Nilai yang didapat dari parameter yang diuji pada setiap bahan
mendapatkan hasil yang beragam, dimana hal ini diakibatkan dari jenis bahan
baku yang beragam dan besar persentase dari perekat yang digunakan pada setiap
briket.
4.2.1 Briket Serbuk Kayu
Serbuk kayu gergaji merupakan material alam yang dapat digunakan
sebagai bahan briket. Pengolahan limbah serbuk kayu menghasilkan rendemen
arang serbuk gergajian sebesar 15 – 20%. Kadar karbon terikat sebesar 50 – 70%
kal/gram dan nilai kalor antara 5800 – 6300 kal/gram. Kesimpulan yang diperoleh
bahwa dengan limbah dari industri pengolahan kayu, dapat dimanfaatkan menjadi
bahan bakar alternatif untuk pembangkit ketel uap mesin gergajian (Embun,
2008).
Pembuatan briket dengan bahan baku serbuk kayu dibuat dengan cara bahan
dikarbonisasi terlebih dahulu. Menurut Gan Thay (2010) karbonisasi juga dapat
dikatakan sebagai suatu proses untuk mengkonversi bahan organik menjadi arang,
pada proses karbonisasi akan terjadi proses pelepasan atau penguapan zat yang
mudah terbakar seperti CO, CH4, H2 formaldehid, formik dan acetil acid serta zat
yang tidak terbakar seperti seperti CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas yang dilepaskan
pada proses ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses
karbonisasi.
Jumlah arang yang digunakan pada pembuatan briket, yaitu 100 gram
dengan persentase perekat 30% dari jumlah arang. Briket yang dihasilkan
memiliki diameter 1 inchi dengan tinggi kurang dari 5 cm. Briket yang dibuat juga
ada yang patah dan susah dicetak, hal ini dikarenakan kurangnya perekat yang
dibutuhkan briket. Kurangnya perekat ini, juga menyebabkan tidak bisanya briket
dibuat dengan ukuran diameter yang lebih kecil, yaitu ½ inchi dikarenakan ketika
di cetak briket susah dibentuk dan dikeluarkan dari cetakan/pipa.
Briket yang telah dibuat sebanyak 24 buah, dengan 14 buah briket arang
halus dan 10 buah briket arang kasar. Perbedaan kehalusan dan kekasaran briket
dikarenakan arang halus dihasilkan setelah dilakukannya proses pengayakan,
sedangna arang kasar merupakan hasil sisa dari arang yang tak halus atau tidak
lolos proses ayakan.
Pengujian briket yang dilakukan pada praktikum menggunakan tiga sampel,
yaitu satu sampel briket arang kasar dan dua sampel briket arang halus. Ketiga
sampel briket memiliki sifat fisik, yaitu tidak meninggalkan bekas hitam ketika
dipegang, mengeluarkan asap yang cukup banyak ketika dibakar, mengeluarkan
bau, dan sukar dibakar. Tabel 1. menyebutkan bahwa asap yang dihasilkan oleh
ketiga briket cukup banyak, hal ini dikarenakan perekat yang ditambahkan terlalu
banyak atau kadar air dari briket masih tinggi. Penghidupan api ketika briket
dibakar juga sedikit lama dan briket yang telah selesai dibakar menjadi abu.
Parameter yang diuji pada briket serbuk kayu, yaitu kadar air, kerapatan
atau massa jenis briket, dan laju pembakaran. Tabel 2. menyebutkan bahwa nilai
kadar air pada ketiga briket mendapatkan hasil 45,43% - 52.97%. Menurut Hendra
(1999) Semakin tinggi kadar air maka briket akan semakin sulit dibakar, sehingga
kalor yang dihasilkan juga akan semakin rendah.
Penentuan mutu briket telah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) dan
salah satunya kadar air. Kadar air yang ditentukan oleh standar SNI 01-6235-2000
yaitu di bawah 8%. Jauhnya selisih kadar air ketiga briket dengan standar SNI
dipengaruhi jenis perekat dan persentase perekat. Menurut Maryono (2013)
penambahan perekat yang semakin tinggi menyebabkan air yang terkandung
dalam perekat akan masuk dan terikat dalam pori arang, selain itu penambahan
perekat yang semakin tinggi akan menyebabkan briket mempunyai kerapatan
yang semakin tinggi pula sehingga pori-pori briket akan semakin kecil dan pada
saat dikeringkan air yang terperangkap di dalam pori briket sukar menguap.
Faktor lain yang mempengaruhi kadar air dalam briket adalah waktu pengeringan
bahan baku briket serta waktu pengeringan briket.
Nilai kerapatan pada ketiga briket disebutkan di tabel 2. yaitu, 0,36 g/cm3 -
0,73 g/cm3. Nilai kerapatan briket arang halus lebih tinggi dibandingkan briket
arang kasar. Menurut Syamsiro (2008) kerapatan merupakan perbandingan antara
berat dengan volume, bentuk struktur dari arang yang digunakan mempengaruhi
kerapatan dari briket itu sendiri, semakin halus arang yang digunakan, maka nilai
kerapatannya akan tinggi karena ikatan-ikatan antar partikelnya semakin baik.
Kerapatan yang semakin tinggi, akan menyebabkan berkurangnnya rongga udara
yang ada dalam briket, sehingga briket mampu menghasilkan hasil bakar yang
maksimal dan memiliki daya tahan terhadap tekanan yang semakin baik pula.
Pengujian laju pembakaran pada ketiga briket, mendapatkan hasil yaitu 1.19
g/menit - 2.94 g/menit. Perbedaan nilai dari ketiga briket dipengaruhi oleh
kerapatan briket dan persentase perekat. Menurut Riseanggara (2008) Laju
pembakaran merupakan pengurangan bobot briket per menit ataupun per detik
selama pembakaran. Pengurangan bobot briket yang semakin cepat memberikan
laju pembakaran yang besar pula, semakin besar laju pembakaran, maka nyala
briket akan semakin singkat. Laju pembakaran rendah akibat tingginya bahan
perekat disebabkan oleh kandungan bahan organik yang ada pada perekat itu
sendiri yang menyebabkan briket menjadi lebih kencang atau padat sehingga
menyulitkan proses pembakarannya, selain itu juga rongga udara pada briket akan
berkurang sehingga memperlambat laju pembakaran.
Laju pembakaran briket ditentukan oleh massa briketnya dan lama
pembakaran dari awal sampai briket habis, dan ditentukan juga oleh kerapatan
massa briket arang tersebut, semakin rapat massa briket maka massa briket akan
semakin besar dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk habis dalam
proses pembakarannya, sehingga laju pembakarannya pun juga akan lebih lama
(Bagus, 2019).
4.2.2 Briket Sabut Kelapa
Briket dengan bahan baku sabut kelapa menggunakan tiga sampel untuk
pengujiannya. Pengujian briket dilakukan untuk mengetahui mutu dan efisiensi
yang baik dari suatu briket. Briket dibuat dengan bahan sabut kelapa, yang mana
sabut kelapa terlebih dahulu di karbonisasi hingga menjadi arang dan kemudian
arang tersebut akan dicampurkan dengan adonan perekat persentase 15% dari
arang.
Tabel 1. menyebutkan bahwa sifat fisik dari briket sabut kelapa, yaitu asap
yang dihasilkan sedikit, bau yang dikeluarkan juga sedikit sekali, hasil dari
pembakaran briket menjadi abu dan waktu yang diperlukan briket untuk terbakar
juga cukup cepat.
Parameter pengujian briket pada briket sabut kelapa juga sama seperti briket
dengan bahan baku serbuk kayu. Pengujian kadar air pada sabut kayu didapat
data, yaitu 43,28% - 50,71%, hal ini menyebabkan kadar air dari ketiga briket ini
tidak sesuai standar SNI, yaitu di bawah 8%. Menurut Triono (2006) tingginya
kadar air disebabkan karena jumlah pori-pori yang lebih banyak. Kadar air sangat
berpengaruh terhadap kualitas briket yang dihasilkan, semakin rendah kadar air
briket maka akan semakin tinggi nilai kalor dan daya pembakarannya. Kadar air
yang tinggi akan membuat briket sulit dinyalakan pada saat pembakaran dan akan
banyak menghasilkan asap, selain itu akan mengurangi temperatur penyalaan dan
daya pembakarannya.
Data yang didapatkan dari kerapatan ketiga briket, yaitu 0,82 g/cm3 - 1,1
g/cm3. Nilai kerapatan pada briket dapat disebabkan berbagai factor, salah
satunya kadar air. Menurut Masturin (2002) densitas merupakan perbandingan
antara berat dengan volume briket. Besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh
ukuran dan kehomogenan penyusun briket tersebut. Densitas yang tinggi
disebabkan karena ikatan antar bubuk arang tempurung kelapa lebih padu dan
kuat serta tekstur tempurung kelapa yang keras. Ukuran partikel yang lebih kecil
dapat memperluas bidang ikatan antar serbuk, sehingga dapat meningkatkan
kerapatan briket.
Nilai laju pembakaran pada briket sabut kelapa, yaitu 0,20 g/menit - 0,24
g/menit. Menurut Siahaan (2013) analisis laju pembakaran dimaksudkan untuk
mengetahui efektifitas suatu briket. Laju pembakaran berguna untuk mengetahui
layak tidaknya briket ini untuk digunakan sebagai bahan bakar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi sifat pembakaran suatu bahan adalah tergantung pada ukuran
partikelnya, kecepatan aliran udara, jenis bahan bakar, serta temperatur udara
pembakarannya.
4.2.3 Briket Ampas Tebu
Briket ampas tebu dibuat dengan mencampurkan antara arang ampas tebu
dengan perekat tepung kanji persentase 15% dari arang bahan baku. Briket ampas
tebu memiliki sifat fisik, yaitu asap yang dihasilkan dari sampel briket pengujian
berbeda-beda, bau yang dihasilkan oleh briket sedikit, pada saat pembakaran
briket hasil pembakaran yang didapat yaitu abu, akan tetapi tidak mengeluarkan
api.
Nilai kadar air yang telah dihitung menggunakan rumus pada ketiga sampel
briket, yaitu 46,57% - 53,55%. Nilai yang dihasilkan beragam dikarenakan
persentase perekat ataupun faktor lain, yaitu seperti waktu pengeringan bahan
baku briket serta waktu pengeringan briket. Penentuan kadar air yang baik bagi
briket ditentukan oleh standar SNI 01-6235-2000 yaitu di bawah 8%, hal ini
menyebabkan bahwa nilai kadar air pada briket sabut kelapa telah melewati batas
SNI.
Kerapatan pada ketiga bahan briket sabut kelapa mendapatkan nilai, yaitu
0,75 g/cm3 - 1,53 g/cm3. Nilai ini didapat dengan cara menggunakan rumus massa
jenis bahan. Menurut Syamsiro (2008) kerapatan merupakan perbandingan antara
berat dengan volume, bentuk struktur dari arang yang digunakan mempengaruhi
kerapatan dari briket itu sendiri.
Nilai laju pembakaran yang didapat dari ketiga briket ini, yaitu 0,36 g/menit
- 0,73 g/menit. Nilai densitas yang semakin tinggi maka akan membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk habis dalam proses pembakarannya, sehingga laju
pembakarannya pun juga akan lebih lama.
4.2.4 Briket Tongkol Jagung
Limbah tongkol jagung merupakan bahan baku yang bagus ketika diolah
menjadi briket biomassa. Menurut Lilis (2017) penggunaan limbah tongkol
jagung dipilih selain karena bahannya mudah dan banyak ditemukan di
lingkungan sekitar, tetapi mudah diolah untuk menjadi briket biomassa dengan
mutu yang baik.
Penentuan mutu briket yang baik, terlebih dahulu diperlukan adanya
pengujian briket. Briket tongkol jagung ini dibuat sebanyak 7 buah, dengan
persentase 15% dari berat arang tongkol jagung. Briket tongkol jagung memiliki
sifat fisik, yaitu sedikit asap, ketika briket dibakar tidak mengeluarkan bau yang
tak sedap, briket yang dibakar menjadi abu dengan rentang waktu yang cepat.
Data nilai kadar air pada briket tongkol jagung dilakukan dengan
menggunakan rumus kadar air. Sampel yang digunakan ada tiga briket. Nilai
briket kadar air, yaitu 44,44% - 46,97%. Menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) penentuan kadar air yang baik bagi briket yaitu di bawah 8%. Menurut
Triono (2006) kadar air sangat berpengaruh terhadap kualitas briket yang
dihasilkan, semakin rendah kadar air briket maka akan semakin tinggi nilai kalor
dan daya pembakarannya. Kadar air yang tinggi akan membuat briket sulit
dinyalakan pada saat pembakaran dan akan banyak menghasilkan asap, selain itu
akan mengurangi temperatur penyalaan dan daya pembakarannya.
Nilai kerapatan pada tiga sampel briket tongkol jagung, yaitu 0,64 - 3,53
g/cm3. Nilai laju pembakaran pada briket tongkol jagung, yaitu 0,206 g/menit -
0,211 g/menit. Menurut Siahaan (2013) laju pembakaran berguna untuk
mengetahui layak tidaknya briket ini untuk digunakan sebagai bahan bakar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat pembakaran suatu bahan adalah
tergantung pada ukuran partikelnya, kecepatan aliran udara, jenis bahan bakar,
serta temperatur udara pembakarannya.
4.2.5 Briket Batok Kelapa
Pengujian briket yang dilakukan pada praktikum menggunakan tiga sampel,.
Ketiga sampel briket memiliki sifat fisik, yaitu, mengeluarkan asap yang tidak
banyak ketika dibakar, tidak mengeluarkan bau menyengat, dan sukar dibakar,
serta ketika dibakar briket ada yang menjadi abudan ada yang menjadi serpihan.
Perbedaan wujud setelah pembakaran terjadi, karena kurang sempurnanya briket
terbakar atau karena kadar airnya cukup tinggi sehingga sulit dibakar dan
mengeluarkan api.
Pengujian briket batok kelapa terdiri dari pengujian kadar air, laju
pembakaran, dan kerapatan massa jenis bahan. Pengujian kadar air pada tiga
briket batok kelapa, yaitu 20,71% - 38,48%. Menurut Jamilatun (2008) faktor
yang mempengaruhi kadar air pada proses pengarangan yaitu jumlah uap air di
udara, lama proses pendinginan, dan sifat higroskopis arang. Penentuan kadar air
yang baik bagi briket menurut standar SNI, yaitu di bawah 8%.
Data nilai kerapatan pada ketiga briket batok kelapa yaitu, 0,48 g/cm3 - 0,84
g/cm3. Nilai kerapatan merupakan perbandingan antara berat dengan volume,
bentuk struktur dari arang yang digunakan mempengaruhi kerapatan dari briket itu
sendiri. Menurut Syamsiro (2008) semakin halus arang yang digunakan, maka
nilai kerapatannya akan tinggi karena ikatan-ikatan antar partikelnya semakin
baik. Kerapatan yang semakin tinggi, akan menyebabkan berkurangnnya rongga
udara yang ada dalam briket, sehingga briket mampu menghasilkan hasil bakar
yang maksimal dan memiliki daya tahan terhadap tekanan yang semakin baik
pula.
Data nilai laju pembakaran pada ketiga briket, mendapatkan hasil yaitu 1.19
g/menit - 2.94 g/menit. Perbedaan nilai dari ketiga briket dipengaruhi oleh
kerapatan briket dan persentase perekat, selain itu laju pembakaran briket
ditentukan oleh massa briketnya dan lama pembakaran dari awal sampai briket
habis, dan ditentukan juga oleh kerapatan massa briket arang tersebut, semakin
rapat massa briket maka massa briket akan semakin besar dan membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk habis dalam proses pembakarannya, sehingga laju
pembakarannya pun juga akan lebih lama (Bagus, 2019).
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pembuatan briket yang dilakukan pada praktikum ini menggunakan lima


bahan baku diantaranya, yaitu serbuk kayu, ampas tebu, tongkol jagung, batok
kelapa, dan sabut kelapa. Jenis perekat yang digunakan, yaitu tepung kanji dengan
persentase yang berbeda. Parameter yang diuji pada praktikum pembuatan briket,
yaitu kadar air, kerapatan briket, dan laju pembakaran.
Briket yang dibuat memiliki nilai kadar air, kerapatan briket, laju
pembakaran serta nilai kalor yang berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh
perbedaan jenis bahan baku pembuatan briker dan persentase perekat yang
digunakan.

5.2 Saran

Diharapkan ketika praktikum untuk berhati-hati ketika melakukan


karbonisasi bahan baku. Gunakan penjepit untuk memindahkan tungku yang
digunakan untuk karbonisasi. Jangan bermain-main dengan tungku api.
Diharapkan praktikan serius dan teliti ketika melakuan prosedur kerja praktikum
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Setyawan. 2019. Analisis Mutu Briket Arang Dari Limbah Biomassa
Campuran Kulit Kopi Dan Tempurung Kelapa Dengan Perekat
Tepung Tapioka. Malang: IKIP. 4(2): 110-120.
Budiman, Arief. 2019. Biomassa: Anugrah dan Berkah yang Belum Terjamah.
Yogyakarta: UGM Press.
Embun. 2008. Pengolahan Limbah Industri Pengolahan Kayu; Bulletin Penelitian
Hasil Hutan.
Gan Thay, 2010. Peran Biomassa Bagi Energi Terbarukan. Jakarta: Elex Media
Komputoindo.
Hendra, D. 1999. Briket Arang dan Arang Aktif dari Kulit Kayu Mangium.
Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi alam.
Himawanto, Aries D. 2003. Pengolahan Limbah Industri Aren Sebagai Bahan
Bakar Altenatif: Karakteristik Pembakaran. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Jamilatun S. 2008. Sifat-Sifat Penyalaan dan Pembakaran Briket Biomassa, Briket
Batubara dan Arang Kayu. Jurnal Rekayasa Proses. 2(2): 39-40.
Lilis, Sulistyaningkarti, dan Utami Budi. 2017. Pembuatan Briket Arang Dari
Limbah Organik Tongkol Jagung Dengan Menggunakan Variasi Jenis Dan
Persentase Perekat.Surakarta: Universitas Sebelas Maret. 2(1): 45-53.
Maryono, Sudding dan Rahmawati. 2013. Pembuatan dan Analisis Mutu Briket
Arang Tempurung Kelapa Ditinjau dari Kadar Kanji Jurnal Chemika.
14(1): 74-83.
Masturin, A. 2002. Sifat Fisik dan Kimia Briket Arang dari Campuran Arang
Limbah Gergajian Kayu [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Riseanggara RR. 2008. Optimasi Kadar Perekat pada Briket Limbah Biomassa.
Bogor: IPB.
Siahaan, S. 2013. Penentuan Kondisi Optimum Suhu dan Waktu Karbonisasi pada
Pembuatan Arang dari Sekam Padi. Medan: Jurnal Teknik Kimia USU.
2(1).
Syamsiro, M. dan Harwin Saptoadi, 2008. Pembakaran Briket Biomassa
Cangkang Kakao: Pengaruh Temperatur Udara Preheat. Yogyakarta:
UGM.
Triono, A. 2006. Karakteristik Briket Arang dari Campuran Serbuk Gergajian
Kayu Afrika (Maesopsis emini Engl.) dan Sengon (Paraserianthes
falcataria L.) [Skripsi]. Bogor: Departemen Hasil Hutan. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Yusuf, Muhammad Thoha. 2010. Pembuatan Briket Arang Dari Daun Jati Dengan
Sagu Aren Sebagai Pengikat. Palembang: Universitas Sriwijaya. 1(17): 34-
43.
LAMPIRAN

1. Kadar air
Briket A :
Berat awal = 21,99 gram
Berat setelah di jemur = 12 gram
berat awal-berat setelah dijemur
Kadar air =
berat awal
×100%
21,99 gram - 12 gram
=
21,99 gram
×100%
= 54,57%
Briket B :
Berat awal = 24,98 gram
Berat setelah di jemur = 13 gram
berat awal-berat setelah dijemur
Kadar air =
berat awal
×100%
24,98 gram - 13 gram
= 24,98 gram ×100%
= 52,04%
Briket C :
Berat awal = 27,64 gram
Berat setelah di jemur = 13 gram
berat awal-berat setelah dijemur
Kadar air =
berat awal
×100%
27,64 gram - 13 gram
= 27,64 gram ×100%
= 47,03%
2. Massa jenis (ρ)
Briket A :
Massa (M) = 12 gram
Tinggi (t) = 5,2 cm
Diameter (d) = 2,54 cm
Volume (v) = π/4 x 5,2 cm x 5,2 cm x 2,54 cm
= 26,34 cm3
massa(M)
Massa Jenis (ρ) = volume (V)

12 gram
=
26,34 cm3
= 0,46 gram/cm3

Briket B :
Massa (M) = 13 gram
Tinggi (t) = 4 cm
Diameter (d) = 2,54 cm
Volume (v) = π/4 x 4 cm x 4 cm x 2,54 cm
= 20,26 cm3
massa(M)
Massa Jenis (ρ) = volume (V)

13 gram
=
20,26 cm3
= 0,64 gram/cm3
Briket C :
Massa (M) = 13 gram
Tinggi (t) = 5 cm
Diameter (d) = 2,54 cm
Volume (v) = π/4 x 5 cm x 5 cm x 2,54 cm
= 25,32 cm3
massa(M)
Massa Jenis (ρ) = volume (V)

13 gram
=
25,32 cm3
= 0,51 gram/cm3
3. Laju Pembakaran
Briket A :
Massa = 12 gram
Waktu sampai briket habis = 33,13 menit
massa
Laju Pembakaran =
waktu sampai briket habis
12 gram
=
33,13 menit
= 0,36 gram/menit
Briket B :
Massa = 13 gram
Waktu sampai briket habis = 17,77 menit
massa
Laju Pembakaran =
waktu sampai briket habis
13 gram
=
17,77 menit
= 0,73 gram/menit
Briket C :
Massa = 13 gram
Waktu sampai briket habis = 20,92menit
massa
Laju Pembakaran =
waktu sampai briket habis
13 gram
=
20,92 menit
= 0,62 gram/menit
DOKUMENTASI

Gambar 1. Karbonisasi Serbuk Kayu

Gambar 2. Alat dan Bahan Pembuatan Briket

Gambar 3. Pembuatan Perekat


Gambar 4. Pengayakan Arang

Gambar 5. Penimbangan Serbuk Kayu

Gambar 6. Penimbangan Briket


Gambar 7. Briket Halus dan Briket Kasar

Gambar 8. Penimbangan Briket yang Telah Kering + Cawan

Gambar 9. Pembakaran Briket


Gambar 10. Proses Pembakaran Briket

Gambar 11. Proses Pengujian Briket

Anda mungkin juga menyukai