Anda di halaman 1dari 6

C C

Briket Ampas Tebu

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Langkanya bahan bakar di Indonesia dan meningkatnya harga jual bahan bakar termasuk
minyak tanah, menyebabkan penduduk Indonesia susah untuk mendapatkan bahan bakar
tersebut. Krisisnya energi bahan bakar dan kesediaan bahan bakar minyak saat ini kian
menipis telah memberikan gambaran bahwa saatnya untuk sekarang kita beralih pada bahan
bakar alternative, salah satunya adalah arang briket (Anonim 2009).
Banyaknya limbah-limbah pertanian yang terdapat di Kalimantan barat ini, terutama arang
tempurung kelapa dan ampas tebu yang keberadaanya tidak bisa dipandang sebelah mata,
arang temprung kelapa diperoleh dari limbah kelapa dan ampas tebu diperoleh dari penjual
air tebu yang terdapat di Kalimantan, yang mana masih banyaknya limbah-limbah hasil
pengolahan yang masih belum dimanfaatkan dengan baik. Penulis ingin mengenalkan salah
satu produk bahan bakar alternative yang terbuat dari arang tempurung kelapa dan ampas
tebu, yaitu arang briket sebagai pengganti bahan bakar (Anonim 2009).

Briket adalah gumpalan yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan. Briket merupakan
salah satu bahan bakar alternatif yang memiliki prospek bagus untuk dikembangkan. Karena,
selain dari proses pembuatannya yang mudah, ketersediaan bahan bakunya juga mudah
didapat. Beranjak dari kondisi tersebut, peneliti berupaya membuat arang briket dengan
kombinasi bahan arang tempurung kelapa dan ampas tebu. Untuk mengetahui kualitas yang
baik pada arang briket yang dihasilkan dapat dilihat dari hasil pengujian kimia meliputi kadar
air, kadar abu dan kadar zat menguap sedangkan pengujian fisik dengan pengujian indrawi
terhadap tekstur, warna dan lama pembakaran (Anonim 2009).

1.2. Perumusan Masalah dan Batasan Masalah


1.2.1 Perumusan Masalah
Permasalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh komposisi variasi arang
tempurung kelapa dan ampas tebu terhadap kualitas briket yang dihasilkan.
1.2.2 Batasan Masalah
Batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah pada perbandingan antara arang
tempurung kelapa dan ampas tebu yaitu 70 : 30, 50 : 50 dan 30 : 70. Menggunakan larutan
kanji 35% dan pengeringan yang dilakukan di dalam kabinet dryer pada suhu 80ºC selama 48
jam.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu pembuatan arang briket
tempurung kelapa dan ampas tebu dengan perbandingan 70 : 30, 50 : 50 dan 30 : 70.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah agar dapat memanfaatkan limbah sisa pengolahan
kelapa dan ampas tebu yang didapat dari hasil penjualan air tebu yang ada di daerah
pontianak yang digunakan sebagai bahan pembuatan briket.
1.5 Metode Penelitian
1.5.1 Alat dan Bahan Penelitian
1.5.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam pembuatan briket adalah: Kabinet dryer, kompa hidrolik,
pencetak briket (pralon), timbangan, baskom, labu ukur, pengaduk kayu dan plastik
(pengemas)

1.5.1.2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan briket adalah: Arang tempurung kelapa,
ampas tebu, larutan kanji (perekat) dan air.
1.5.1.3 Metode kerja
- Pembuatan Arang Briket
1. Disiapkan bahan awal untuk pembuatan briket yaitu arang tempurung kelapa dan
ampas tebu yang telah dihaluskan dengan hammer mill.
2. Ditimbang serbuk arang dan ampas tebu, kemudian dilakukan pencampuran, antara arang
tempurung kelapa dan ampas tebu dengan perbandingan (70:30, 50 : 50 dan 30 : 70).
Dengan 300 gram setiap komposisi.
3. Ditambahkan larutan perekat 35% dari setiap komposisi.
4. Dilakukan pencetakan briket dengan alat pencetak briket atau pralon.
5. Dilakukan pengeringan dengan cabinet dryer pada suhu 80ºC selama 48 jam.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.2 Pembahasan
3.2.1 Penentuan Losis Saat Pencetakan
Berdasarkan gambar 2 di atas, losis pada saat pencetakan yang dihasilkan berkisar 93,3% -
96,6%, dengan kata lain pada saat proses pembuatan briket kehilangan sedikit. Proses
kehilangan disebabkan oleh pada saat penambahan larutan perekat dan pada waktu
pencetakan, dimana pada saat pencetakan ada bahan yang tertingal pada alat pencetakan dan
pada saat pengadukan.

3.2.2 Penentuan Kadar Air Briket


Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam
persen (Winarno 1997). Kadar air juga merupakan salah satu karakteristik yang sangat
penting pada briket yang dihasilkan, dimana kadar air sangat berpengaruh pada kualitas
briket. Dari hasil penelitian di atas (Gambar.3) kadar air yang diperoleh relatif sama, ini
disebabkan pemanasan dengan temperatur yang sama pada pemanasan briket. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa pengeringan tidak mempengaruhi pada saat pemanasan
perlakuan manapun. Kadar air yang diperoleh sudah memenuhi standar mutu briket arang
kayu (SNI 01-6235-2000), yaitu 8%.
Kadar air yang rendah dipengaruhi oleh lamanya pengeringan dengan kabinet dryer pada
suhu 80°C selama 48 jam. Hal ini yang menyebabkan rendahnya kadar air pada briket. Kadar
air sangat berperan dalam kualitas briket yang dihasilkan, karena semakin rendahnya kadar
air yang diperoleh maka kualitas briket yang dihasilkan akan semakin baik sehingga
mempermudah proses pembakaran.

3.2.3 Penentuan Kadar Abu Briket


Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik (Sudarmadji 1989).
Berdasarkan gambar 4 di atas, kadar abu yang diperoleh pada penelitian berkisar antara
6,8071 – 11,6692%. Kadar abu pada perlakuan (50:50) dan perlakuan (70:30) sudah
memenuhi standar mutu briket arang kayu, yaitu 8%. Sedangkan pada perlakuan (30 :70)
tidak memenuhi standar mutu briket arang kayu, yaitu 8%. Tingginya kadar abu pada
perlakuan (30:70) dipengaruhi oleh bahan dasar arang tebu yang digunakan lebih banyak
pada perlakuan ini, karena kadar abu ampas tebu pada bahan cukup tinnggi.
Kadar abu sangat berperan penting dalam pembuatan briket, karena semakin tinggi kadar abu
briket maka semakin kurang baik kualitas briket yang dihasilkan, karena briket akan cepat
menjadi abu dan proses pembakaran akan lebih singkat.

3.2.4 Penentuan Kadar Zat Menguap


Kadar zat menguap adalah zat yang menguap yang terdapat pada bahan dasar yang ikut
hilang bersama uap air. Berdasarkan gambar 5, kadar zat menguap briket yang diperoleh
pada penelitian cenderung tinggi berkisar antara 27,27% - 53,05% yang menyebabkan briket
mengeluarkan asap yang banyak.
Tingginya kadar zat mudah menguap yang diperoleh dari ketiga perlakuan tersebut
disebabkan karena tidak sempurnanya penguraian senyawa non karbon. Tujuan dari
penetapan kadar zat mudah menguap ini adalah untuk mengetahui kandungan senyawa yang
mudah menguap yang terkandung dalam briket pada suhu 9500C.

3.2.5 Lama Pembakaran


Berdasarkan gambar 6, lama pembakaran dari ketiga perlakuan tersebut, pada perlakuan
(70:30) lama pembakaran yang paling lama, ini disebabkan karena penambahan arang
tempurung kelapa lebih banyak dari pada arang tebu. Penambahan arang tebu yang banyak
menyebabkan briket mengeluarkan banyak asap, waktu pembakaran yang singkat dan briket
cepat menjadi abu karena kadar abu ampas tebu cukup tinggi.
3.2.6 Pengujian Indrawi Terhadap Tekstur Briket Dengan Uji Skoring
Dari hasil analisa nilai respon yang diberikan panelis pada perlakuan 70:30 adalah 5,5 angka
ini mempunyai skor penilaian mendekati skor penilaian keras dan sangat keras. Pada
perlakuan 50:50, mempunyai penilaian panelis adalah 5,6 angka ini mempunyai skor
penilaian sangat keras, sedangkan pada perlakuan 30:70 mempunyai skor penilaian yang
sama dengan perlakuan 70:30.
Setelah dilakukan perhitungan anava F hitung lebih kecil dari pada F tabel 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antar sampel, sedangkan F tabel 1% lebih
besar dari pada F hitung dapat disimpulkan juga tidak ada perbedaan nyata antar sampel
berdasarkan teksturnya.
Berdasarkan Uji Least Significant Difference (LSD) nilai yang digunakan adalah 0,931 untuk
perbandingan antar sampel, pada perlakuan 50 : 50 tidak terdapat perbedaan nyata dengan
perlakuan perlakuan 70 : 30 mempunyai selisih nilai 0,1 angka ini lebih kecil dari pada nilai
LSD, pada perlakuan 50 : 50 tidak terdapat perbedaan nyata dengan perlakuan 30 : 70
mempunyai selisih nilai 0,1 angka ini lebih kecil dari pada nilai LSD sedangkan pada
perlakuan 70 : 30 tidak terdapat perbedaan nyata dengan perlakuan 30 : 70 mempunyai nilai
0, angka tersebut juga lebih kecil dari pada nila LSD. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan nyata antara perlakuan 50:50 dan 70:30, perlakuan 50:50 dan 30 : 70
demikian juga perlakuan 70:30 dan 30:70 yang memiliki tekstur keras.
3.2.7 Pengujian Indrawi Terhadap Warna Briket Dengan Uji Skoring
Dari hasil analisa nilai respon yang diberikan panelis untuk kode sampel 246 adalah 4,3
angka ini mendekati skor penilaian hitam. Sampel dengan kode 468 mempunyai skor
penilaian yang sama dengan sampel kode 246, sedangkan sampel dengan kode 123
mempunyai skor penilaian hitam dan hitam pekat.
Setelah dilakukan perhitungan anava F hitung lebih kecil dari pada F tabel 5% dan 1%, maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antar sampel. Berdasarkan Uji Least
Significant Difference (LSD) nilai yang digunakan adalah 0,5198 untuk perbandingan antar
sampel, pada perlakuan 30 : 70 tidak terdapat perbedaan nyata dengan perlakuan perlakuan
70 : 30 mempunyai selisih nilai 0,2 angka ini lebih kecil dari pada nilai LSD, pada perlakuan
30 : 70 tidak terdapat perbedaan nyata dengan perlakuan 50 : 50 mempunyai selisih nilai 0,2
angka ini lebih kecil dari pada nilai LSD sedangkan pada perlakuan 70 : 30 tidak terdapat
perbedaan nyata dengan perlakuan 50:50 mempunyai nilai 0, angka tersebut juga lebih kecil
dari pada nila LSD. Maka dapat didimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara
perlakuan 30:70 dan 70:30, perlakuan 30:70 dan 50:50 demikian juga perlakuan 70:30 dan
50:50.

Pemanfaatan Ampas Tebu Sebagai Biobriket

Melonjaknya harga minyak dunia per Juli 2009 hingga menyentuh 73US$/barel
merupakan persoalan yang dihadapi dunia beberapa tahun terakhir. Kenaikan tersebut
diperkirakan akan terus berlanjut dikarenakan cadangan energi ini semakin menipis, sehingga
ketersediaannya tinggal menunggu waktu. Persoalan lain dari penggunaan energi fosil ini
adalah menjadi penyebab perubahan iklim dan pemanasan global. Energi fosil ini banyak
menghasilkan gas yang dapat menyebabkan efek rumah kaca(kompas, 2009). Selain efek
negatif yang dihasilkan dari energi fosil yaitu emisi gas hasil pembakaran berupa CO2 yang
dapat menimbulakan efek rumah kaca dan naiknya temperatur di bumi secara tidak menentu.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer 5 Tahun
2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif
pengganti bahan bakar minyak Selain itu, adanya himbauan dari pemerintah dengan
pemanfaatan energi hijau. Hal ini bertujuan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap
bahan bakar minyak bumi, sehingga permaslahan energi dapat sedikit teratasi. Ditambah
penerbitan Instruksi presiden No 1 tahun 2006 tertanggaal 25 Januari 2006 tentang
penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel), sebagai energi alternatif.
Setiap aktivitas manusia tak luput dari hasil buangan atau sampah yang terus
bertambah dengan seiring pertumbuhan penduduk. Baik sampah rumah tangga ataupun
sampah industri. Perlu penanganan khusus agar tidak terjadi penimbunan. Sampah dapat
dijadikan bahan alternatif dalam bentuk apapun sebagai salah satu upaya penanganan
penimbunan sampah tersebut. Biomassa adalah bagian yang dapat didegradasi secara biologis
dari produk, limbah dan residu pertanian, kehutanan, industri dan limbah rumah tangga
Menurut Borman dan Ragland (1998), biomassa dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian
yaitu biomassa kayu dan biomassa non kayu. Biomassa non kayu sering digunakan sebagai
bahan bakar yaitu limbah pertanian seperti tebu, jerami, sekam padi, dll. Biobriket dapat
dijadikan penanganan masalah sampah dan sebagai sumber alternatif. Telah terdapat
beberapa penelitian mengenai pembakaran beberapa jenis biomassa yang dibuat dalam
bentuk briket. Biobriket dapat dijadikan penanganan masalah sampah dan sebagai sumber
alternatif.
1. KARAKTERISTIK AMPAS TEBU
Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula.
Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis
rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih
1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra (Anonim,
2007e). Ampas tebu adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu.
Ampas tebu banyak dihasilkan pabrik gula. Husin (2007) menambahkan, berdasarkan data
dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan
sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pembuangan ampas tebu tanpa pengolahan secara tepat
akan mengakibatkan pencemaran yang berkepanjangan. Ampas tebu sebagian besar
mengandung ligno-cellulose. Menurut Husin (2007) hasil analisis serat bagas adalah seperti
dalam Tabel 2. Berikut
Tabel 2. Komposisi kimia ampas tebu
Kandungan Kadar (%)
Abu 3,82
Lignin 22,09
Selulosa 37,65
Sari 1,81
Pentosan 27,97
SiO2 3,01
Sebagai bahan bakar jumlah ampas dari stasiun gilingan adalah sekitar 30 % berat tebu
dengan kadar air sekitar 50 %. Berdasarkan bahan kering, ampas tebu adalah terdiri dari
unsur C (carbon) 47 %, H (Hydrogen) 6,5 %, O (Oxygen) 44 % dan Ash (abu) 2,5 %.
Menurut rumus Pritzelwitz (Hugot, 1986) tiap kilogram ampas dengan kandungan gula
sekitar 2,5 % akan memiliki kalor sebesar 1825 kkal. Nilai bakar tersebut akan meningkat
dengan menurunnya kadar air dan gula dalam ampas. Pada umumnya, pabrik gula di
Indonesia memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar bagi pabrik yang bersangkutan,
setelah ampas tebu tersebut mengalami pengeringan. Disamping untuk bahan bakar, ampas
tebu juga banyak digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas, particleboard,
fibreboard, dan lain-lain (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Kelebihan ampas Ampas mudah
terbakar karena didalamnya terkandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila tertumpuk
akan terfermentasi dan melepaskan panas. Briket dari ampas tebu akan lebih terjamin sebab
bersifat renewable (mudah diperbaharui).
2. BIOBRIKET
Biobriket merupakan sumber alternatif yang berupa bahan bakar padat, bahannya berasal
dari biomassa, contohnya: ampas tebu, sekam padi, jerami, dll. Dengan pemanfaatan menjadi
biobriket maka produk biobriket yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan energi
alternatif pengganti briket batu bara diketahui berasal dari sumber alam yang tidak dapat
diperbaharui (Subroto,2006), baik pada skala rumah tangga ataupun industri kecil. Dengan
pemanfaatan ini, maka pemakaian bahan bakar yang selama ini dari sumber bahan bakar fosil
yang bersifat tidak dapat diperbaharui dapat direduksi. Pemakaian batu bara menimbulkan
masalah utama polusi yang bersifat merugikan, yaitu adanya emisi unsur belerang ke udara
bebas (Boss,2004). Permasalahan ini dapat ditekan dengan penggunaan biobriket. Ampas
mudah terbakar karena didalamnya terkandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila
tertumpuk akan terfermentasi dan melepaskan panas.

Anda mungkin juga menyukai