Anda di halaman 1dari 102

LAPORAN HASIL PENELITIAN

OPTIMASI RASIO UREA-METANOL, WAKTU DAN SUHU


KRISTALISASI PADA KOMPLEKSASI UREA DALAM
PENINGKATAN MUTU BIODIESEL BERBASIS MINYAK
SAWIT

OLEH:

ARUM KHOMIS RAHMATULLAILY


NIM. 1807111377

REZA DWI ATMA NEGARA


NIM. 1807111455

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Penelitian dengan judul “Optimasi Rasio Urea-Metanol, Waktu dan Suhu


Kristalisasi pada Kompleksasi Urea dalam Peningkatan Mutu Biodiesel
Berbasis Minyak Sawit”

Yang dipersiapkan dan disusun oleh


Arum Khomis Rahmatullaily (1807111377)
Reza Dwi Atma Negara (1807111455)

Program Studi Sarjana Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Riau


Telah berhasil dipertahankan dihadapan Tim Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada tanggal
19 Desember 2022

SUSUNAN TIM PENGUJI


Nama/NIP Jabatan Paraf
Prof. Amun Amri, ST., MT., PhD.
Penguji 1
NIP. 19720131 200003 1 001
Desi Heltina, ST., MT.
Penguji 2
NIP. 19711214 199803 2 001

Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Prof. Zuchra Helwani, ST., MT., PhD Dr. Sunarno, ST., MT


NIP. 19691124 199803 2001 NIP. 19720817 199803 1001

Mengetahui,
Koordinator Program Studi Sarjana Teknik Kimia

Zulfansyah, ST., MT., PhD


NIP. 19690222 199703 1 001

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini menyatakan bahwa Penelitian dengan judul “Optimasi Rasio Urea-
Metanol, Waktu dan Suhu Kristalisasi pada Kompleksasi Urea dalam
Peningkatan Mutu Biodiesel Berbasis Minyak Sawit” tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah tertulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Pekanbaru, 19 Desember 2022

Penulis I Penulis II

Arum Khomis Rahmatullaily Reza Dwi Atma Negara

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya srhingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Hasil Penelitian
dengan judul “Optimasi Rasio Urea-Metanol, Waktu dan Suhu Kristalisasi
pada Kompleksasi Urea dalam Peningkatan Mutu Biodiesel Berbasis Minyak
Sawit”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi pada Program Studi Sarjana Teknik Kimia Universitas Riau.
Tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Oleh sebab itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua dan keluarga yang sangat membantu baik doa, motivasi, dan
semangat bagi penulis
2. Ibu Prof. Zuchra Helwani, ST., MT., PhD. selaku Pembimbing Utama dan
Bapak Dr. Sunarno, ST., MT. selaku Pembimbing Pendamping yang
senantiasa menyediakan waktunya untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini.
3. Seluruh Dosen di Jurusan Teknik Kimia Universitas Riau yang telah
bersedia mengajarkan ilmunya kepada penulis selama ini.
4. Anggota Laboratorium Oleokimia.
5. Teman-teman Teknik Kimia S-1 Kelas A 2018
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, penulis berharap untuk saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan di masa mendatang. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih

Pekanbaru, 19 Desember 2022


Penulis I Penulis II

Arum Khomis Rahmatullaily Reza Dwi Atma Negara

iii
OPTIMASI RASIO UREA-METANOL, WAKTU DAN SUHU
KRISTALISASI PADA KOMPLEKSASI UREA DALAM PENINGKATAN
MUTU BIODIESEL BERBASIS MINYAK SAWIT

Arum Khomis Rahmatullaily dan Reza Dwi Atma Negara


Laboratorium Oleokimia
Program Studi Sarjana Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Riau
arum.khomis1377@student.unri.ac.id
reza.dwi1455@student.unri.ac.id

ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk menentukan kondisi optimal dari rasio urea-metanol,


waktu dan suhu kristalisasi dalam kompleksasi urea agar dapat meningkatkan mutu
biodiesel sehingga memiliki bilangan iodin 30-40 I2/100 gram. Optimasi dilakukan
menggunakan Response Surface Methodology (RSM) dengan model Central
Composite Design (CCD). Kompleksasi urea adalah metode yang dapat mengikat
asam lemak jenuh sehingga biodiesel dapat dipisahkan dari asam lemak tak jenuh
ganda yang menyebabkan bilangan iodin biodiesel tinggi. Faktor yang
mempengaruhi proses kompleksasi urea adalah rasio urea-metanol, waktu dan suhu
kristalisasi. Kompleksasi urea terbagi menjadi tiga tahap, 1) pencampuran dan
pemanasan urea dan methanol pada rangkaian alat labu leher tiga dan kondensor
pada suhu 60oC kemudian ditambahkan biodiesel hingga campuran berwarna
bening, 2) campuran dikristalisasi, 3) Setelah terbentuk kristal, dilakukan pencucian
dan pemisahan. Sampel yang didapatkan dihitung nilai bilangan iodin. Selanjutnya
dilakukan optimasi menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Hasil
menujukkan bahwa kondisi optimal agar dihasilkan bilangan iodin yang 30-40
I2/100 gram adalah pada rasio urea-metanol 1:1,7, suhu kristalisasi 25oC dan waktu
kristalisasi 2 jam dengan bilangan iodin 30 I2/100 gram.

Kata kunci: biodiesel, bilangan iodin, kompleksasi urea, optimasi

iv
OPTIMIZATION OF UREA-METHANOL RATIO, TIME AND
TEMPERATURE OF CRYSTALLIZATION IN UREA COMPLEXATION IN
QUALITY IMPROVEMENT OF PALM OIL-BASED BIODIESEL

Arum Khomis Rahmatullaily dan Reza Dwi Atma Negara


Laboratory Oleochemicals
Department of Chemical Engineering, Faculty of Engineering, University of Riau
arum.khomis1377@student.unri.ac.id
reza.dwi1455@student.unri.ac.id

ABSTRACT

The research was conducted to determine the optimal conditions of the urea-
methanol ratio, time and temperature of crystallization in the urea complexation to
improve the quality of biodiesel that it has an iodine number of 30-40 I2/100 gram.
Optimization using the Response Surface Methodology (RSM) with the Central
Composite Design (CCD) model. Complexation of urea is a method that can bind
saturated fatty acids so that biodiesel can be separated from polyunsaturated fatty
acids which cause a high biodiesel iodine number. Factors affecting the urea
complexation process are the urea-methanol ratio, crystallization time and
temperature. Complexation of urea was divided into three stages, 1) mixing and
heating urea and methanol in a three-neck flask and condenser at 60oC then adding
biodiesel until the mixture was clear, 2) the mixture was crystallized, 3) After
crystals were formed, washing and separation is carried out. The sample obtained
was calculated for the value of the iodine number. Furthermore, optimization is
carried out using the Response Surface Methodology (RSM). The results showed
that optimum condition for producing an iodine number of 30-40 I2/100 gram wis
at urea-methanol ratio of 1:1.7, crystallization temperature of 25oC and
crystallization time of 2 hours with an iodine number of 30 I2/100 gram.

Keywords: biodiesel, iodine number, urea complexation, optimization

v
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
ABSTRACT .............................................................................................................v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................4
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................................4
1.5. Waktu dan Tempat Penelitian .....................................................................4
1.6. Sistematika Penulisan Usulan Penelitian ....................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biodiesel .....................................................................................................6
2.1.1. Parameter Biodiesel di Indonesia .....................................................6
2.2. Urea ...........................................................................................................11
2.3. Metanol .....................................................................................................11
2.4. Proses ........................................................................................................11
2.4.1. Ekstraksi Cair-cair ..........................................................................12
2.4.2. Fraksinasi Kompleksasi Urea .........................................................13
2.5. Response Surface Method (RSM) .............................................................17
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat ..........................................................................................17
3.1.1. Bahan ..............................................................................................17
3.1.2. Alat .................................................................................................17
3.2. Variabel Penelitian ....................................................................................17
3.2.1. Variabel Tetap ................................................................................17

vi
3.2.2. Variabel Berubah ............................................................................18
3.3. Rangkaian Alat..........................................................................................18
3.4. Prosedur Penelitian ...................................................................................20
3.4.1. Kristalisasi ......................................................................................20
3.4.2. Pemisahan .......................................................................................20
3.4.3. Pencucian ........................................................................................20
3.4.4. Analisa Kimia .................................................................................20
3.5. Diagram Alir .............................................................................................21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................24
4.1. Hasil ..........................................................................................................24
4.2. Pembahasan...............................................................................................27
4.2.1. Desain dan Analisa Model untuk Respon Yield dengan Response
Surface Methodology (RSM) ..........................................................28
4.2.1.1. Urea Complexation Fraction (UCF)................................28
4.2.1.2. Non-Urea Complexation Fraction (NUCF) .....................28
4.2.2. Desain dan Analisa Model untuk Respon Iodine Value dengan
Response Surface Methodology (RSM)..........................................29
4.2.2.1. Urea Complexation Fraction (UCF)................................29
4.2.2.2. Non-Urea Complexation Fraction (NUCF) .....................30
4.2.3. Pengaruh Rasio Urea-Metanol pada Yield dan Iodine Value UCF
dan NUCF .......................................................................................31
4.2.4. Pengaruh Suhu Kristalisasi pada Yield dan Iodine Value UCF dan
NUCF .............................................................................................34
4.2.5. Pengaruh Waktu Kristalisasi pada Yield dan Iodine Value UCF dan
NUCF .............................................................................................35
4.2.6. Pengaruh 3 (tiga) Variabel pada Yield UCF ...................................37
4.2.7. Pengaruh 3 (tiga) Variabel pada Iodine Value UCF .......................40
4.2.8. Hasil Optimasi Response Suface Methodology (RSM) Design
Expert .............................................................................................45
BAB V PENUTUP ................................................................................................47
5.1. Kesimpulan ...............................................................................................47
5.2. Saran .........................................................................................................47

vii
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................48
LAMPIRAN A PERHITUNGAN KEBUTUHAN REAGEN DAN UJI .........52
LAMPIRAN B DIAGRAM ALIR ......................................................................55
LAMPIRAN C RANCANGAN TABEL DATA ................................................57
LAMPIRAN D HASIL RESPONSE SURFACE METHODOLOGY ...............59
LAMPIRAN E DOKUMENTASI ......................................................................88

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Regresi Linear Pada Hubungan antara Bilangan Iodin terhadap
Stabilitas Oksidasi Reaksi Urea dan Asam Lemak .............................9
Gambar 2.2 Proses Kompleksasi Urea .................................................................15
Gambar 3.1 Rangkaian Reaktor Berpengaduk .....................................................18
Gambar 3.2 Rangkaian Alat Pemisahan ...............................................................19
Gambar 3.3 Rangkaian Alat Pemisahan pada Pencucian .....................................19
Gambar 3.4 Diagram Alir Proses .........................................................................22
Gambar 3.5 Diagram Alir Uji Bilangan Iod .........................................................23
Gambar 4.1 Hasil Uji Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS)
Sampel UCF ......................................................................................26
Gambar 4.2 Hasil Uji Gas Chromatogrpahy Mass Spectrometry (GC-MS)
Sampel NUCF ...................................................................................27
Gambar 4.3 Grafik Uji Respon Nilai Yield pada UCF Variabel Rasio Urea-
Metanol .............................................................................................33
Gambar 4.4 Grafik Uji Respon Nilai Iodine Value pada UCF Variabel Rasio
Ureea-Metanol ..................................................................................34
Gambar 4.5 Grafik Uji Respon Nilai Yield pada UCF Variabel Suhu
Kristalisasi ........................................................................................35
Gambar 4.6 Grafik Uji Respon Nilai Iodine Value pada UCF Variabel Suhu
Kristalisasi ........................................................................................36
Gambar 4.7 Grafik Uji Respon Nilai Yied pada UCF Variabel Waktu
Kristalisasi ........................................................................................37
Gambar 4.8 Grafik Uji Respon Nilai Iodine Value pada UCF Variabel Waktu
Kristalisasi ........................................................................................38
Gambar 4.9 Grafik Tiga Dimensi Respon Yield UCF Interaksi Rasio Urea-
Metanol dan Suhu Kristalisasi (a) 2 jam (b) 4 jam (c) 6 jam ............39
Gambar 4.10 Grafik Tiga Dimensi Respon Yield UCF Interaksi Rasio Urea-
Metanol dan Waktu Kristalisasi (a) 15oC (b) 20oC (c) 25oC .........40
Gambar 4.11 Grafik Tiga Dimensi Respon Yield UCF Interaksi Suhu Kristalisasi
dan Waktu Kristalisasi (a) 1:1 (b) 1:2 (c) 1:3 ................................41

ix
Gambar 4.12 Grafik Tiga Dimensi Respon Iodine Value UCF Interaksi Rasio
Urea-Metanol dan Waktu Kristalisasi (a) 2 jam (b) 4 jam
(c) 6 jam .........................................................................................42
Gambar 4.13 Grafik Tiga Dimensi Respon Iodine value UCF Interaksi Rasio
Urea-Metanol dan Waktu Kristalisasi (a) 15oC (b) 20oC
(c) 25oC ..........................................................................................43
Gambar 4.14 Grafik Tiga Dimensi Respon Iodine Value UCF Interaksi Suhu
Kristalisasi dan Waktu Kristalisasi (a) 1:1 (b) 1:2 (c) 1:3 .............44
Gambar 4.15 Grafik Ramps Kondisi Optimal ......................................................46

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Parameter Biodiesel di Indonesia ............................................................6


Tabel 2.2 Sifat-sifat Fisik Terukur Beberapa Metil Ester .......................................7
Tabel 2.3 Tipe asam lemak metil ester pada biodiesel ..........................................10
Tabel 2.4 Sifat-sifat Fisika dari Urea ....................................................................11
Tabel 2.5 Sifat-sifat Fisika dari Metanol ...............................................................12
Tabel 4.1 Hasil Penelitian pada UCF dan NUCF ................................................. 25
Tabel 4.2 Komponen dalam UCF biodiesel .........................................................26
Tabel 4.3 Komponen dalam NUCF biodiesel .......................................................27
Tabel 4.4 Sequential Model Sum Of Squares Yield UCF ..................................... 28
Tabel 4.5 Model Summary Statistic Yield UCF .................................................... 29
Tabel 4.6 Sequential Model Sum Of Squares Yield NUCF .................................. 30
Tabel 4.7 Model Summary Statistic Yield NUCF ................................................. 30
Tabel 4.8 Sequential Model Sum Of Squares Yield Value UCF ........................... 31
Tabel 4.9 Model Summary Statistic Iodine Value UCF ........................................31
Tabel 4.10 Sequential Model Sum Of Squares Iodine Value NUCF ...................32
Tabel 4.11 Model Summary Statistic Iodine Value NUCF ...................................32
Tabel 4.12 Hasil Optimasi 3 (tiga) Variabel Menggunakan Software Design
Expert .................................................................................................45

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak lima tahun terakhir Indonesia mengalami penurunan produksi minyak
nasional yang disebabkan menurunnya cadangan minyak pada sumur-sumur yang
berproduksi secara alamiah (natural decline). Di lain pihak, pertambahan jumlah
penduduk telah meningkatkan kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri
yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak
(BBM) Nasional. Untuk memenuhi kebutuhan BBM tersebut, pemerintah
mengimpor sebagian BBM. Dilihat dari jenis BBM yang diimpor, minyak solar
merupakan volume impor terbesar setiap tahunnya. Besarnya ketergantungan
Indonesia pada BBM impor semakin memberatkan pemerintah ketika harga minyak
dunia terus meningkat dan semakin besarnya subsidi yang harus diberikan
pemerintah terhadap harga BBM (Awaluddin et al., 2012).
Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah mengumumkan rencana untuk
mengurangi ketergantungan Indonesia pada BBM, dengan meluncurkan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM.
Pemerintah juga telah memberikan perhatian serius untuk pengembangan bahan
bakar nabati (biofuel) ini dengan menerbitkan Instruksi Presiden No 1 Tahun 2006
tertanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar
Nabati (Biofuel) (Awaluddin et al. 2012). Salah satu bahan bakar alternatif yang
ramah lingkungan dan berasal dari sumber daya yang dapat diperbaharui adalah
biodiesel (Putri et al. 2018).
Biodiesel adalah bahan bakar cair yang berasal dari minyak nabati dan
lemak yang memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan bahan bakar minyak
diesel biasa (dari minyak bumi) (Adhani et al., 2016). Dari sudut pandang
lingkungan, penggunaan biodiesel memiliki beberapa keuntungan misalnya dapat
mereduksi emisi karbonmonoksida dan karbondioksida, nontoxic dan
biodegradable (Julianti et al. 2014).

1
2

Biodiesel juga menghasilkan emisi yang lebih rendah, memiliki titik nyala
yang tinggi, daya pelumas yang lebih baik, dan cetane number tinggi. Penggunaan
biodiesel memiliki potensi untuk mengurangi tingkat polusi dan mengurangi
kemungkinanan karsinogen. (Novalina et al., 2020). Meski begitu, ada pula
kelemahan biodiesel yang harus diperhatikan terutama pada musim dingin tiba,
mengingat biodiesel dapat menggumpal ketika suhu (temperatur) menurun. Titik
api (temperatur nyala) yang rendah pada biodiesel juga mempengaruhi kondisi awal
penyalaan mesin (Sahbana & Fuhaid, 2012).
Untuk mendapatkan mutu biodiesel yang sesuai standar dan dapat
mengoptimalkan kinerja biodiesel dalam penggunaanya, maka diperlukan proses
lebih lanjut. Salah satu pendekatan yang dapat diaplikasikan untuk memperbaiki
karakteristik biodiesel adalah melalui modifikasi komposisi asam lemak dalam
biodiesel antara lain melalui fraksinasi metil ester (ME) CPO. Dengan aplikasi
teknologi tersebut maka dapat meningkatkan nilai jual biodiesel CPO Indonesia di
pasar Internasional

1.2 Rumusan Masalah


Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang dihasilkan oleh reaksi kimia
antara minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek, misalnya
metanol, etanol, atau butanol dengan dibantu katalis, proses ini disebut
transesterifikasi (Novalina et al., 2020). Biodiesel yang diperoleh dari proses
transesterfikasi minyak sawit memiliki sifat kimia dan fisika yang mendekati sifat
solar (Rasyid et al., 2014).
Berdasarkan pembahasan yang ditulis oleh Knothe (2005), sifat bahan bakar
biodiesel sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat ester lemak dalam biodiesel. Baik
gugus fungsi, asam lemak dan alkohol, dapat memiliki pengaruh yang besar pada
sifat bahan bakar seperti stabilitas oksidatif dan titik leleh. Umumnya titik leleh
senyawa lemak meningkat dengan bertambahnya panjang rantai dan menurun
dengan bertambahnya ketidakjenuhan. Dan diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan Knothe (2008), titik leleh ester lemak meningkat dengan meningkatnya
jumlah gugus CH2 dan menurun dengan meningkatnya ketidakjenuhan. Asam
3

lemak paling umum yang terkandung dalam biodiesel adalah asam palmitat, asam
stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Masalah teknis dengan
biodiesel yang terus berlanjut hingga sekarang adalah stabilitas oksidasi dan sifat
suhu rendah yang buruk (Knothe, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Musadhaz (2012), biodiesel
dengan bahan baku sawit memiliki stabilitas oksidasi yang lebih tinggi (5,84 jam)
jika dibandingkan dengan biodiesel berbahan baku karet (0,35 jam). Biodiesel
berbahan baku karet memiliki stabilitas oksidasi yang jauh lebih rendah
dikarenakan mengandung lebih banyak ester asam lemak tidak jenuh berikatan
rangkap. Menurut Zuleta et al. (2012) dalam Musadhaz (2012), semakin tinggi nilai
stabilitas oksidasi dari biodiesel, ternyata akan semakin buruk karakteristik
biodiesel tersebut pada suhu rendah.
Kompleksasi urea dianggap sebagai teknik yang sederhana dan efisien.
Metode kompleksasi urea memiliki beberapa keuntungan yaitu proses yang terjadi
cepat, kuat, bahan yang ramah lingkungan dan murah. Proses kompleksasi urea
tidak memerlukan kondisi ekstrim yang dapat mendegradasi asam lemak tak jenuh
ganda, prosesnya sederhana, kristal cenderung stabil dan berpotensi untuk skala
besar. Pada penelitian yang dilakukan oleh Setyawardhani et al. (2016), suhu
merupakan faktor yang sangat penting, karena perubahan komposisi asam lemak
yang terjadi cukup signifikan. Suhu yang semakin rendah menurunkan kelarutan
inklusi urea-asam lemak, sehingga kristal yang terbentuk semakin banyak dan kadar
asam lemak tak jenuh ganda dalam konsentrat meningkat (Crexi et al, 2012 dalam
Magallanes et al. 2019; Fei et al. 2010, Setyawardhani et al. (2016).
Pada penelitian fraksinasi kompleksasi urea yang dilakukan Petratama &
Pratama (2018) , ditarik kesimpulan bahwa semakin banyak jumlah urea dalam
kompleksasi, semakin banyak molekul asam lemak jenuh yang terjerap kedalam
kristal urea. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan rasio urea-biodiesel 1:1–
6:1 dan rasio metanol-biodiesel 3:1-9:1 dapat menghasilkan asam lemak tak jenuh
ganda 85-99%. Selain itu, suhu dan waktu kristalisasi juga berpengaruh terhadap
pemisahan asam lemak tak jenuh ganda dalam proses kompleksasi urea, seperti
yang dilakukan Wanasundara & Shahidi (1999) dan Lee et al. (2012), suhu -18oC-
4

0oC dan waktu 8-24 jam dapat memisahkan asam lemak tak jenuh ganda hingga
93,8% (Swern & Parker, 1952, Komang, 2020).
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Menghasilkan biodiesel dengan kadar asam lemak tak jenuh ganda yang
rendah dan asam lemak jenuh yang tinggi.
2. Menghasilkan produk Urea Complexing Fraction (UCF) berupa biodiesel
jenuh dengan indikator bilangan iodin 30-40 g I2/100 g.
3. Menentukan kondisi optimal dari rasio urea-metanol, waktu dan suhu
kristalisasi dalam proses kompleksasi urea.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat terhadap keilmuan
Dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai variabel dan
proses terbaik yang dapat menghasilkan biodiesel dengan mutu terbaik
dibandingkan variabel yang telah digunakan sebelumnya.
2. Manfaat terhadap kelembagaan
Dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa yang melaksanakan
penelitian, terkhususnya mahasiswa Program Studi Teknik Kimia
Universitas Riau.

1.5 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan dalam waktu 3 bulan dan bertempat di Laboratorium
Oleokimia.

1.6 Sistematika Penulisan Usulan Penelitian


Usulan penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) bab, yaitu :
1. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitan, waktu dan tempat
penelitian, serta sistematika penulisan usulan penelitian.
5

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini membahas tentang dasar-dasar teori yang berkaitan dan menunjang
penelitian serta dapat digunakan sebagai acuan dalam melaksanaan
penelitian yang meliputi uraian mengenai biodiesel, urea, metanol dan
proses dalam memisahkan asam lemak jenuh dan tak jenuh.
3. BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang alat dan bahan yang digunakan, variabel
penelitian, prosedur penelitian, rangkaian alat, diagram alir proses serta
jadwal kegiatan penelitian.
4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN
Bab ini membahas tentang hasil dari penelitian dan pembahasan dari hasil
yang didapat.
5. BAB V PENUTUP
Bab ini membahas tentang kesimpulan yang dapat diambil dari hasil
penelitian. Bab ini juga membahas saran yang diberikan penulis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar cair yang berasal dari minyak nabati dan
lemak yang memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan bahan bakar minyak
diesel biasa (dari minyak bumi). Biodiesel dapat diproduksi langsung dari minyak
nabati, minyak atau lemak hewan dan minyak jelantah. Biodiesel bersifat
biodegradable, tidak beracun, dan memiliki emisi yang lebih sedikit dibandingkan
minyak diesel yang berbasis minyak bumi ketika dibakar.
Keuntungan penggunaan biodiesel menurut (Mahfud, 2018) yaitu:
1. Biodisel adalah bio-renewable. Bahan bakunya dapat di perbarui satu kali atau
lebih.
2. Biodiesel sangat cepat terurai dalam lingkungan dan tidak beracun sehingga
tumpahannya mempunyai risiko yang jauh lebih sedikit daripada tumpahan
minyak diesel.
3. Dapat mengurangi ketergantungan pada minyak mentah
4. Baik untuk mesin. Biodiesel memiliki kualitas pelumasan yang lebih tinggi,
artinya pada dasarnya sifatnya lebih licin dari bahan bakar diesel normal.
Dengan menambahkan biodiesel pada mesin maka kerusakan akibat keausan
akan berkurang dan mesin lebih awet.
2.1.1 Parameter Biodiesel di Indonesia
Parameter biodiesel di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Parameter Biodiesel di Indonesia
No Parameter Satuan Nilai
1 Densitas pada 40oC Kg/m3 850-890
o 2
2 Viskositas kinetic pada 40 C mm /s (cSt) 2,3-6,0
o
3 Flash point C Min. 100
o
4 Pour point C Maks. 18
6 Indeks setana - Min. 71
7 Bilangan Iodine g I2/100 g <115
8 Stablitas Oksidasi hour >6
(Sumber : SNI: 04-7182-2006 Risnoyatiningsih, S., 2010 dalam Devita, 2015)

6
7

Tabel 2.2 Sifat-sifat Fisik Terukur Beberapa Metil Ester


Angka Viskositas Bilangan Titik Periode
Metil ester setana kinematik iodium, I.V., leleh induksi ran-
40°C [cSt] g-I2/(100 g) [°C] cimat, jam
Laurat, Me-C12:0 58,2 2,35 0 3,7 >20
Miristat, Me-C14:0 70,0 3,24 0 17,1 >20
Palmitat, Me-C16:0 79,8 4,35 0 28,8 >20
Stearat, Me-C18:0 90,6 5,66 0 39,0 >20
Oleat, Me-C18:1 58,5 4,42 85,6 -19,5 ≈14
Linoleat, Me-C18:2 40,2 4,46 172,4 -35 1,0
Linolenat, Me-C18:3 22,0 3,11 260,3 -57 0,2
Batasan nilai ≥51,0 2,3-6,0 ≤115 ≤18 ≥8,0
Sumber: Phommavangsa (2012)
Berikut adalah beberapa parameter yang digunakan dalam standar biodiesel
(Ristianingsih et al., 2015).
1. Densitas
Densitas merupakan salah satu sifat fisik biodiesel yang menunjukkan rasio
perbandingan antara berat biodiesel dalam satuan volume pada suhu tertentu.
Densitas biodiesel lebih besar dibandingkan solar. Menurut Mofijur et al. (2017)
selain mempengaruhi karakteristik pembakaran juga mempengaruhi efisiensi
pengatoman bahan bakar dan mengarah pada pembentukan endapan yang akan
menyumbat mesin.
2. Viskositas Kinematik
Viskositas minyak dinyatakan oleh jumlah waktu (detik) yang diperlukan
oleh volume tertentu dari minyak untuk mengalir melalui lubang dengan diameter
tertentu (kecil). Semakin kecil jumlah waktu yang diperlukan untuk mengalir
berarti semakin rendah viskositasnya. Viskositas mempunyai peranan yang sangat
penting dalam proses penginjeksian bahan bakar. Viskositas terlalu rendah
menyebabkan kebocoran dalam pompa injeksi bahan bakar dan jika viksositas
terlalu tinggi maka akan mempengaruhi kecepatan kerja alat injeksi dan
mempersulit pengabutan bahan bakar.
3. Bilangan iod
Bilangan iod menunjukkan tingkat ketidakjenuhan atau banyaknya ikatan
rangkap asam asam lemak penyusun biodiesel. Biodiesel dengan bilangan iod yang
tinggi lebih mudah teroksidasi apabila melakukan kontak dengan udara. Menurut
Prihandana et al. (2006) dalam Mardawati et al. (2019), hal ini akan menyababkan
8

peningkatan viskositas dan pembentukan komponen yang tidak mudah larut


sehingga dapat menyumbat saluran bahan bakar (Mardawati et al., 2019).
4. Stabilitas Oksidasi
Stabilitas oksidasi merupakan salah satu kriteria penting pada kualitas bahan
bakar. Stabilitas oksidasi dipengaruhi oleh jumlah ikatan tak jenuh yang terdapat
dalam biodiesel. Ikatan tak jenuh terbagi lagi menjadi ikatan tak jenuh tunggal
(monounsaturated ester) dan ikatan tak jenuh ganda (polyunsaturated ester).
Biodiesel dengan kandungan ikatan tak jenuh ganda (polyunsaturated ester) yang
tinggi akan membuat stabilitas oksidasi rendah. Oksidasi pada biodiesel dapat
menghasilkan senyawa hasil dekomposisi berupa asam, aldehid, ester, keton,
peroksida, maupun alkohol, yang dapat mempengaruhi karakteristik biodiesel
maupun aktivitas pembakaran dalam mesin. Degradasi oksidatif selama
penyimpanan yang lama dapat terjadi terjadi karena adanya udara, panas, cahaya,
dan zat prooksidan. Hasil oksidasi dapat berupa asam yang akan mengkorosi
komponen seperti saluran dan tangki bahan bakar. Hasil stabilitas oksidasi biodiesel
menunjukkan bahwa berapa lama biodiesel akan tahan terhadap reaksi oksidasi.
Semakin baik stabilitas oksidasi biodiesel, maka ketahanan biodiesel tersebut dari
degradasi yang disebabkan reaksi oksidasi semakin baik (Ridho et al., 2020).
Olah data pada stabilitas oksidasi berdasarkan hasil persamaan regresi linear
dari penelitian Soerawidjaja (2015), yakni menggunakan data dari Tabel 2.2. Lebih
lanjut, dengan mengkorelasikan data pada Tabel 2.2, yaitu sumbu x merupakan
bilangan iodin dan stabilitas oksidasi pada sumbu y maka diperoleh data yang
ditampilkan pada Gambar berikut.
9

30

25 Metil Stearat

Stabilitas Oksidasi (jam) 20 y = -0,1362x + 24,873


R² = 0,9966
15
Metil Oleat

10

Metil Linoleat
0
0 50 100 150 200
Bilangan Iodin (g I2/100 g)

Gambar 2.1 Regresi Linear Pada Hubungan antara Bilangan Iodin terhadap
Stabilitas Oksidasi (Soerawidjaja, 2015)

Dapat dilihat pada Gambar 2.1, bahwa semakin besar bilangan iodin
biodiesel berdampak pada rendahnya stabilitasi oksidasi. Namun, jika bilangan
iodin terlalu rendah akan berdampak pada meningkatnya titik leleh biodiesel.
Sehingga bilangan iodin yang diinginkan adalah bilangan iodin 30-40, agar didapat
stabilitasi oksidasi yang tinggi dan titik leleh yang rendah (Soerawidjaja, 2015).
5. Angka Setana
Angka setana merupakan salah satu karakteristik yang paling penting dalam
penentuan kualitas biodiesel. Angka setana mengukur kesiapan dan kecepatan
bahan bakar untuk terbakar secara otomatis ketika diinjeksikan pada mesin. Angka
setana sangat dipengaruhi oleh komposisi dari bahan bakar (Van Gerpen, 1996;
Holilah et al., 2013 dalam Efri Mardawati et al. 2019). Menurut Van Gerpen et al.
(2007) dalam Efri Mardawati et al. (2019), semakin tinggi angka setana yang
dihasilkan, maka semakin jenuh komponen yang terdapat di dalam bahan bakar
serta semakin tinggi nilai angka setana, maka semakin mudah pembakaran dan
semakin singkat keterlambatan pembakaran bahan bakar (ignition delay). Hal ini
menyebabkan berkurangnya pembentukan emisi NOx.
6. Flash Point
Flash point adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah dari bahan
bakar minyak dimana akan timbul penyalaan api sesaat, apabila pada permukaan
10

minyak tersebut didekatkan pada nyala api. Flash point dibutuhkan untuk
pertimbangan-pertimbangan keamanan dari penimbunan dan pengangkutan bahan
bakar minyak terhadap bahaya kebakaran. Flash point untuk biodiesel umumnya
tinggi (yaitu lebih besar dari 150°C). Batasannya untuk SNI yaitu 100-170°C. Jika
belum memenuhi standar SNI dapat menyebabkan kerusakan pada pompa bahan
bakar, tangki isian, elastomer, dan dapat menghasilkan daya pembakaran rendah.
7. Pour Point
Pour point adalah suatu angka yang menyatakan temperatur terendah dari
bahan bakar minyak, sehingga masih dapat mengalir karena adanya gaya gravitasi.
Nilai standar SNI dari pour poin maksimal sebesar 18°C. Jika nilai pour point
rendah maka bahan bakar tidak lagi bisa mengalir karena terbentuknya kristal/gel
yang menyumbat aliran bahan bakar, keberadaan kristal di dalam bahan bakar bisa
mempengaruhi kelancaran aliran bahan bakar di dalam filter, pompa, dan injektor.
Secara kimia biodiesel termasuk dalam golongan mono alkil ester atau metil
ester dengan panjang rantai karbon antara 12-20. Hal ini yang membedakannya
dengan petroleum diesel (solar) yang komponen utamanya adalah hidrokarbon
(Nasution, M.A., et al., 2007 dalam Devita, 2015).
Tipe Asam lemak metil pada biodiesel dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Tipe Asam Lemak Metil Ester Pada Biodiesel
Common Formal Name CAS Abbreviation Molecular Molecular
Name No. Formula Weight
Lauric Dodecanoic acid 143- 12:0 C12H24O2 200,32
acid 07-7
Myristic Tetradecanoic 544- 14:0 C14H28O2 228,38
acid acid 63-8
Myristole cis-9- 544- 14:1 C14H26O2 226,26
ic acid Tetradecenoic 64-9
acid
Palmitic Hexadecanoic 57- 16:0 C16H32O2 256,43
acid acid 10-3
Palmitolei cis-9- 373- 16:1 C16H30O2 254,42
c acid Hexadecanoic 49-9
acid
Stearic Octadecanoic 57- 18:0 C18H36O2 284,48
acid acid 11-4
Oleic acid cis-9- 112- 18:1 C18H34O2 282,47
octadecanoic 80-1
acid
11

Tabel 2.3 Tipe Asam Lemak Metil Ester pada Biodiesel (Lanjutan)
Common Formal Name CAS Abbreviation Molecular Molecular
Name No. Formula Weight
Linolenic cis-9,12,15- 463- 18:3 C18H30O2 278,44
acid Octadecatrienoic 40-1
acid
Arachidic Eicosanoic acid 506- 20:0 C20H40O2 312,54
acid 30-9
Gondoic cis-11- 5561- 20:1 C20H38O2 310,53
acid Eicosenoic acid 99-9
Behenic Docosanoic acid 112- 22:0 C22H44O2 340,60
acid 85-6
Erucic cis-13- 112- 22:1 C22H42O2 338,58
acid Docosenoic acid 86-7
(Sumber : Hoekman et al. 2012)

2.2 Urea
Urea dikenal dengan nama carbamide resin, isourea, dan carbonyl diamide
dengan rumus molekul CO(NH2)2. Menurut Guo iet al. (2017) urea memiliki bentuk
tetragonal dengan diameter 5,2 – 5,7 Å
Sifat fisika urea dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Sifat - Sifat Fisika Urea
Karakteristik Nilai
Berat Molekul 60,06
Specific Gravity 1,335 (20oC/4oC)
Titik Leleh 132,7oC
100 (17oC dalam 100% air)
Kelarutan
20 (20oC dalam 100% alkohol)
Panas Pembakaran -91,02.105 J/kg
(Sumber :Andriati, 2017)

2.3 Metanol
Metanol dipilih karena merupakan turunan alkohol yang memiliki berat
molekul paling rendah sehingga kebutuhannya untuk proses alkoholis relatif
sedikit, lebih murah dan lebih stabil, metanol memiliki daya reaktivitas yang tinggi
(Zulhardi et al., 2018). Selain itu, syarat pelarut yang digunakan pada proses
12

kompleksasi urea ialah pelarut tidak dapat berperan sebagai senyawa tamu (guest
molecule), sehingga tidak dapat membentuk kompleks inklusi dengan urea
(Mayurid, 2009). Metanol adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH
(Wahyudin et al., 2018).
Sifat-sifat fisika dari metanol dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Sifat-Sifat Metanol
Karakteristik Nilai
Massa Molar 32,04 g/mol
Wujud Cairan Tidak berwarna
Specific Gravity 0,7918
Titik Leleh -97oC, -142oF (176 K)
Titik Didih 64,7oC, 148,4oF (337,8 K)
Kelarutan dalam Air Sangat larut
Keasaman (pKa) ~15,5
(Sumber : Perry, 1984)

2.4 Proses
2.4.1 Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi merupakan metode pemisahan suatu zat berdasarkan pelarut yang
tepat, baik itu pelarut organik atau pelarut anorganik. Secara umum pelarut etanol
merupakan pelarut yang banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik
bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder
(Hernani, T et al, 2007 dalam Tambun et al., 2016). Menurut Tambun et al., (2016),
faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi antara lain adalah:
a. Ukuran bahan
Pengecilan ukuran bertujuan untuk memperluas permukaan bahan sehingga
mempercepat penetrasi pelarut ke dalam bahan yang akan diekstrak.
b. Suhu ekstraksi
Ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi.
c. Pelarut
Larutan yang akan dipakai sebagai pelarut merupakan pelarut pilihan yang
terbaik.
13

Pada proses ekstraksi pemilihan pelarut sangat penting dilakukan, hal ini
dikarenakan pelarut berperan dalam kecepatan pemisahan, peningkatan efisiensi,
dan faktor pemisahan (Laddha, G. S et al.,1976 dalam Basuki & Biyantoro, 2011).
Ekstraksi cair-cair atau yang dikenal dengan ekstraksi solvent merupakan proses
pemisahan fasa cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan zat terlarut yang akan
dipisahkan antara larutan asal dan pelarut pengekstrak (solvent) (Mirwan, 2013).
Ekstraksi relatif lebih mahal dibandingkan dengan operasi pemisahan lain.
Akan tetapi ekstraksi cair-cair menjadi operasi pemisahan yang unggul ketika
larutan-larutan yang akan dipisahkan mempunyai kemiripan sifat-sifat fisikanya
yaitu titik didih yang perbedaannya relatif kecil (Laddha dan Degaleesan, 1978
dalam Mirwan, 2013).
Prinsip dasar ekstraksi cair-cair ini melibatkan pengontakan suatu larutan
dengan pelarut (solvent) lain yang tidak saling melarut (immisible) dengan pelarut
asal yang mempunyai densitas yang berbeda sehingga akan terbentuk dua fasa
beberapa saat setelah penambahan solvent. Hal ini menyebabkan terjadinya
perpindahan massa dari pelarut asal ke pelarut pengekstrak (solvent). Perpindahan
zat terlarut ke dalam pelarut baru yang diberikan, disebabkan oleh adanya daya
dorong (dirving force) yang muncul akibat adanya beda potensial kimia antara
kedua pelarut. Sehingga proses ektraksi cair-cair merupakan proses perpindahan
massa yang berlangsung secara difusional (Laddha dan Degaleesan, 1978 dalam
Mirwan, 2013).

2.4.2 Fraksinasi Kompleksasi Urea


Fraksinasi komplekasasi urea adalah metode untuk memisahkan asam
lemak tak jenuh dengan pembentukan kristal karena adanya penambahan urea.
Teknik kristalisasi didasarkan pada kemampuan urea untuk membentuk kompleks
dengan asam lemak bebas yang dikenal dengan nama inklusi urea (urea inclusion
compound). Dalam metode ini, bahan dan peralatan yang digunakan sederhana dan
pelarut mudah diperoleh serta ramah lingkungan. Serta menggunakan suhu yang
rendah dan bahan yang digunakan murah. Terdapat beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam fraksinasi kompleksasi urea adalah suhu kompleksasi, waktu
kompleksasi, dan rasio urea:asam lemak. Ketiga faktor tersebut berpengaruh
14

terhadap rendemen dan kadar asam lemak tak jenuh dalam konsentrat yang
dihasilkan (Jumari et al., 2015., Petratama & Pratama, 2018).
Semakin tinggi perbandingan urea terhadap biodiesel, semakin besar pula
kadar asam lemak tak jenuh ganda di dalam konsentrat, meskipun jumlah
perolehannya menurun. Demikian pula apabila metanol yang ditambahkan makin
banyak, kelarutan urea dalam metanol semakin besar sehingga menurunkan
kecenderungan terbentuknya kristal, yang berakibat menurunnya kadar asam lemak
tak jenuh dalam konsentrat. Menurut Guil-Guerrero dan Belarbi (2001) dalam
Setyawardhani et al., 2016), pengadukan dapat meningkatkan frekuensi tumbukan
antar partikel sehingga jumlah dan jenis asam lemak yang membentuk inklusi
cenderung meningkat (Setyawardhani et al., 2016).
Senyawa kompleks yang terbentuk adalah antara urea dan asam lemak
jenuh. Asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dapat dipisahkan dengan
kompleksasi urea karena perbedaan linearitas rantai alkil keduanya (Jumari et al.,
2015). Asam lemak jenuh mempunyai rantai alkil yang lurus. Asam lemak tak jenuh
mempunyai ikatan rangkap yang mengakibatkan adanya lekukan pada rantai asam
lemaknya, terutama untuk asam lemak cis. Sebaliknya, asam lemak trans
mempunyai rantai yang lurus dan mempunyai panjang rantai yang lebih pendek
(Dwi Ardina Setyawardhani et al., 2020).
Hal ini menyebabkan diameternya menjadi lebih besar dibandingkan asam
lemak jenuh sehingga tidak dapat membentuk kompleks inklusi urea. Metode
fraksinasi kompleksasi urea tidak dapat menghasilkan konsentrat dengan kadar
asam lemak tak jenuh 100% karena terdapat asam lemak jenuh yang tidak
membentuk kompleks inklusi dengan urea. Asam lemak jenuh rantai panjang
seperti C20 dan C22 secara cepat membentuk kompleks dengan urea, tetapi asam
lemak jenuh dengan rantai lebih pendek seperti C14 dan C16 lebih lambat dalam
membentuk kompleks inklusi urea (Jumari et al., 2015).
Rendemen dan kadar konsentrat asam lemak tak jenuh dipengaruhi oleh
suhu. Semakin tinggi suhu, rendemen semakin banyak tetapi memiliki kadar asam
lemak tak jenuh yang rendah. Semakin rendah suhu, rendemen semakin sedikit
tetapi memiliki kadar asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pembentukan kompleks
inklusi urea membutuhkan waktu tertentu sehingga hasilnya maksimal dan
15

sempurna. Jika waktu kompleksasi terlalu singkat maka hanya sedikit asam lemak
jenuh yang membentuk kompleks dengan urea. Jadi, diperoleh konsentrat rendemen
tinggi tetapi kadar asam lemak tak jenuh rendah. Pada proses kompleksasi terdapat
kesetimbangan antara asam lemak dan urea dengan kristal yang terbentuk.
Penambahan urea tidak akan meningkatkan jumlah kristal jika kondisi
kesetimbangan telah tercapai (Jumari et al., 2015).
Kompleksasi urea memiliki keunggulan dimana kristal yang dikomplekskan
sangat stabil, dan disukai oleh banyak peneliti karena bergantung pada konfigurasi
gugus asam lemak karena adanya ikatan rangkap ganda, bukan bergantung pada
sifat fisik murni seperti titik leleh atau kelarutan (Wanasundara, 1996 dalam
Wanasundara & Shahidi 1999).
Bagi Guo et al. (2017) dan Harris (2007), peran krusial urea pada fraksinasi
biodiesel terletak pada saat tahapan kristalisasi. Tahapan ini bertujuan memberikan
waktu terhadap larutan urea dan metanol untuk membentuk fasa kristal, berupa
clathrate atau senyawa inklusi karena memiliki kisi di setiap sisinya sehingga
memiliki efek penjerap. Kemudian molekul biodiesel akan masuk dalam senyawa
inklusi dan terjadi penyelarasan dengan ditandai oleh terbentuknya kompleks
inklusi atau dikenal juga dengan istilah urea adduct (Wang et al., 2014).
Berdasarkan proses tersebut menyebabkan struktur tetragonal urea membesar 8 –
12 Å berbentuk heksagonal.
Reaksi yang terjadi dalam proses kompleksasi urea dapat dilihat pada
Gambar 2.2.

(a) (b)
Gambar 2.2 Proses Kompleksasi Urea (a) Terjadi Ikatan antara Host dan Guest
Sepanjang Rongga Axis (Harris, 2007), (b) Pembentukan Kristal Urea dengan
Asam Lemak Rantai Linear (Jumina et al., 2019)
16

Berdasarkan Gambar 2.2 (a) terlihat bahwa molekul urea saling terikat satu
sama lain dengan ikatan hidrogen dalam struktur helix seperti rantai DNA, dan
menyisakan rongga di bagian tengahnya berbentuk kanal. Setyawardhani et al
(2016) mengatakan inklusi tersebut terbentuk melalui ikatan hidrogen dan Van der
Waals, yang lazim dikenal dengan istilah “host” yang merujuk pada klatrat,
sedangkan “guest” untuk molekul yang terjerap ke dalamnya. Sedangkan Gambar
2.1 (b) memperlihatkan bahwa selain bersifat rigid, molekul asam lemak jenuh dan
sebagian asam lemak tak jenuh tunggal merupakan asam lemak dengan rantai linear
dan berdiameter kecil menyebabkannya relatif mudah memasuki kanal dan dapat
menyelaraskan rantai alifatiknya dengan urea. Namun tidak demikian dengan
senyawa asam lemak tak jenuh ganda dan sebagian asam lemak tak jenuh tunggal
lainnya yang tetap pada kondisi cair, sehingga telah terjadi proses separasi
(Mayurid, 2009).
Adapun kristal yang dihasilkan selama proses fraksinasi tampak seperti
jarum dengan ukuran yang cenderung besar serta bersifat stabil sehingga
memudahkan pemisahan antara fasa NUCF Non Urea Complexing Fraction
(NUCF) dan Urea Complexing Fraction (UCF). Hal ini terbukti karena biodiesel
memiliki kecenderungan yang lebih kuat berupa gugus esternya bersifat polar
sehingga meningkatkan gaya intermolekuler Van der Waals, yang secara efektif
menguatkan proses kristalisasi. Penggunaan urea memberikan dampak yang
signifikan terhadap fraksinasi biodiesel (Idris et al. 2014). Peran urea dalam
menjerap molekul asam lemak jenuh dan sebagian asam lemak tak jenuh, sehingga
menyisakan asam lemak tak jenuh ganda.

2.5 Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS)


Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) merupakan teknik
analisis yang menggabungkan dua metode yaitu kromatografi gas dan spektroskopi
massa. Kromatografi gas dapat memisahkan senyawa volatil dan semi volatil
dengan resolusi yang tinggi, tetapi tidak dapat mengidentifikasinya. Spektroskopi
massa dapat memberikan informasi rinci tentang struktur senyawa sehingga sampel
dapat diidentifikasi dengan tepat. Kromatografi gas merupakan proses dimana suatu
campuran diubah menjadi komponen-komponennya oleh fase gerak gas yang
17

melewati suatu lapisan stationer. Sampel dalam kromatografi gas terpisahkan


secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil. Sedangkan sampel
dalam spektroskopi massa diubah menjadi ion-ionnya dan massa dari ion-ion
tersebut diukur sebagai spektrum massa (Khasanah, 2018).

2.6 Response Surface Methode (RSM)


Optimisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk memperoleh nilai
optimal dari suatu respon. Secara umum optimisasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu
optimisasi statistik dan optimisasi matematik. Optimisasi statistik adalah upaya
untuk pendekatan nilai maksimum dengan menggunakan metode statistik
sedangkan optimisasi matematik adalah upaya pendekatan nilai optimum dengan
menggunakan metode matematik (Anggraeni, 2018).
Metode response surface adalah sekumpulan teknik matematika dan
statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel
independen mempengaruhi variabel respon dan bertujuan untuk mengoptimalkan
respon (Nugroho et al., 2017). Hubungan antara veriabel respon dan variabel
independen adalah sebagai berikut:
𝑌 = 𝑓(𝑋1 , 𝑋2 , … , 𝑋𝑘 ) + 𝜀 ......................................................(2.1)
Dimana:
Y = Variabel respon
Xi = Variabel bebas/faktor (i = 1, 2, 3, …, k)
𝜀 = error
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Bahan dan Alat


3.1.1. Bahan
Adapun bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah biodiesel
yang bersumber dari PT Wilmar, urea (46% N) dan metanol 95% sebagai pelarut
dan akuades. Serta pada analisa bilangan iod yaitu dengan menggunakan kristal
natrium tiosulfat pentahidrat (Na2S2O3.5H2O), amilum 0,5%, KI 20%, reagen Wijs
dan karbon tetrakloridaa (CHCl3).

3.1.2. Alat
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah rangkaian reaktor
berpengaduk untuk proses pencampuran biodiesel dan pelarut metanol-urea yang
terdiri dari labu leher tiga, kondensor, heater, magnetic stirrer, statip dan klem,
termometer. Sedangkan dalam proses pemisahan dan pencucian menggunakan
corong pemisah, corong buchner, kertas saring, dan erlenmeyer.

3.2. Variabel Penelitian


Adapun variabel dalam penelitian ini adalah variabel tetap dan variabel
berubah.

3.2.1. Variabel Tetap


Adapun variabel tetap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Rasio volume biodiesel-metanol : 1:6
- Volume biodiesel : 40 ml
- Kecepatan pengadukan : 300 rpm
- Suhu pemanasan urea-metanol-biodisel : 60oC
- Suhu akuades pencucian : 70oC

18
19

3.2.2. Variabel Berubah


Adapun variabel berubah adalah waktu kristalisasi, suhu kristalisasi dan
rasio urea - metanol.
- Waktu kristalisasi : 2, 4 dan 6 jam
- Suhu kristalisasi : 15oC, 20oC, 25oC
- Rasio urea - metanol : 1:1 , 1:2 , 1:3

3.3. Rangkaian Alat


Rangkaian reaktor berpengaduk ditunjukkan pada Gambar 3.1
Keterangan :
1. Heater
2. Labu leher tiga
3. Campuran minyak
4. Magnetic stirrer
5. Kondensor
6. Selang air pendingin
7. Thermometer
8. Statip
9. Klem

Gambar 3.1 Rangkaian Reaktor Berpengaduk

Rangkaian alat pemisahan setelah tahap pemanasan ditunjukkan pada


Gambar 3.2
20

Keterangan :
3

1. Porous plate
2
1 2. Kertas saring
3. Kristal dalam pelarut
4
4. Vacum trap

Gambar 3.2 Rangkaian Alat Pemisahan

Rangkaian alat pemisahan setelah tahap pencucian dapat ditunjukkan pada


Gambar 3.3.

Keterangan :
1. Erlenmeyer
2. Corong pemisah
3. Statip
4. Klem

Gambar 3.3 Rangkaian Alat Pemisahan pada Pencucian

3.4. Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian terdiri dari prosedur kompleksasi urea dan prosedur uji
karakteristik. Prosedur kompleksasi urea terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu tahap
kristalisasi, tahap pemisahan dan tahap pencucian.
21

3.4.1. Kristalisasi
Tahap kristalisasi dilakukan dengan mencampur 209,2032 g urea dan
209,2032 ml metanol 95% pada suhu 60oC hingga urea larut. Suhu dijaga konstan
agar metanol tidak menguap, hal ini dikarenakan titik didih metanol adalah 64,7oC.
Setelah itu masukan 40 ml biodiesel kedalam campuran urea-metanol hingga
campuran berubah warna menjadi bening. Selanjutnya didinginkan pada suhu 25,
20 dan 15oC selama 2, 4 dan 6 jam hingga terbentuk kristal.
3.4.2. Pemisahan
Kristal urea (urea complexing fraction) dan sisa campurannya (non urea
complexing fraction) yang dihasilkan pada tahap kristalisasi dipisahkan dengan
kertas saring dan corong Buchner.
3.4.3. Pencucian
Masing masing hasil dari tahap pemisahan dicuci menggunakan akuades
hangat (70oC) untuk menghilangkan urea-metanol. Selanjutnya dipisahkan
menggunakan corong pemisah selama 1 jam.
Prosedur yang sama dilakukan kembali untuk variasi lainnya, yaitu variasi
suhu, rasio biodiesel dan urea serta rasio biodiesel dan metanol.
3.4.4. Analisis Kimia
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus pengamatan adalah kandungan
asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh ganda
yang akan digunakan untuk menghitung stabilitas oksidasi dan titik leleh. Ada dua
jenis analisa yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu analisa Gas
Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) dan analisa bilangan iod.
1. Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS)
Analisa ini bertujuan utuk menetukan kandungan asam lemak dalam
sampel. Dalam penelitian ini akan diuji 1 sampel UCF dan 1 sampel NUCF
dari keseluruhan sampel yang dihasilkan.
2. Analisa Iod
Analisa iod bertujuan untuk menentukan bilangan iod dari sampel. Akan
diuji 2 sampel dari masing masing variasi variabel.
22

3.5. Diagram Alir


Proses kompleksasi urea dan uji karakteristik yang akan dilakukan dalam
penelitian ini disajikan dalam bentuk diagram alir seperti yang ditampilkan pada
Gambar 3.4 dan Gambar 3.5.

Mulai

Metanol Urea

Dipanaskan pada 60oC hingga urea larut

Biodiesel Dicampurkan pada 60oC hingga larutan bening

Didinginkan pada suhu 25oC, 20oC dan 15oC selama


2, 4 dan 6 jam

Dipisahkan menggunakan corong buchner

Urea Complex Non-Complex


Fraction (UCF) + Fraction (NUCF) +
Metanol Metanol

Dicuci Akuades 70oC Dicuci

Dipisahkan dengan corong pemisah Dipisahkan dengan corong pemisah

Urea - metanol

Dioven pada suhu 105 oC hingga berat Dioven pada suhu 105 oC hingga berat
konstan konstan

Asam lemak jenuh dan Asam lemak tak jenuh


tak jenuh tunggal ganda

Gambar 3.4 Diagram Alir Proses


23

Mulai

Biodiesel

Dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml

Ditimbang dengan neraca analitik


(bobot sampel 0,4 gram)

15 ml CHCl3 Erlenmeyer perlahan diguncang dan ditutup 25 ml Larutan Wijs

Menggunakan pipet gondok


Disimpan dalam ruang tertutup dan kedap cahaya
selama 1 jam

10 ml KI 20% Erlenmeyer diguncang dan ditutup kembali 100 ml Akuades

Ditritasi

Larutan standar Na 2S2O3


0,1 N

Di amati perubahan warna

Warna larutan berubah TIDAK Diperlihatkan dari warna larutan tetap


menjadi kuning muda ? merah bata

YA
2 ml Indikator
Ditentukan titik akhir titrasi
amilum 0,5%

Dititrasi kembali

Larutan standar Na 2S2O3


0,1 N

Warna larutan berubah TIDAK Diperlihatkan dari larutan yang


Menjadi bening ? berwarna hijau kehitaman

YA
Dicatat volume larutan standar yang habis
digunakan selama proses titrasi

Selesai

Gambar 3.5 Diagram Alir Uji Bilangan Iod


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Uji Yield dan Iodine Value
Hasil uji yield dan iodine value (IN) pada Urea Complexion Fraction (UCF)
dan Non Urea Complexion Fraction (NUCF) yang telah dilakukan disajikan dalam
Tabel 4.1 sebagai berikut.
Tabel 4.1 Hasil Penelitian pada UCF dan NUCF
Rasio Yield IN (g I2/g
Suhu Waktu
Run Urea-Metanol (%) Biodiesel)
(oC) (Jam)
(w/v) UCF NUCF UCF NUCF
1 1 15 6 70,35 0 35,64 0
2 1 25 2 60,03 0 35,59 0
3 3 15 2 53,71 20,26 24,99 41,72
4 2 20 0,64 65,27 6,24 29,38 62,06
5 2 11,6 4 79,95 6,44 24,9 51,72
6 3 25 2 51,01 20,74 24,88 87,34
7 2 20 4 78,23 1,72 28,27 25,02
8 3,68 20 4 38,16 43,1 26,93 28,38
9 2 20 7,36 79,66 6,46 25,69 50,97
10 1 25 6 62,32 0 35,14 0
11 2 20 4 74,96 6,44 24,9 51,72
12 2 20 4 76,71 6,45 25,69 52,79
13 2 20 4 76,71 6,44 24,9 51,72
14 3 15 6 65,72 28,1 25,61 58,64
15 1 15 2 67,03 0,83 35,46 10,63
16 3 25 6 61,11 28,91 27,56 55,97
17 2 28,4 4 62,91 2,96 30,17 19,5
18 2 20 4 76,71 8,64 29,94 64,87
19 0,32 20 4 50,23 0 41,58 0
20 2 20 4 76,71 6,44 24,9 51,41

4.1.2 Hasil Uji Gas Chromatogrpahy Mass Spectrometry (GC-MS)


Komposisi asam lemak yang dikandung oleh biodiesel yang digunakan
sebagai bahan baku, dapat diketahui melalui analisa Gas Chromatogrpahy Mass
Spectrometry (GC-MS). Dari hasil analisa didapatkan kromatogram yang
digunakan untuk menentukan senyawa yang terdapat pada biodiesel tersebut.

24
25

Analisa Gas Cromatography Mass Spectrometry (GC-MS) pada biodiesel seperti


yang ditampilkan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.

Gambar 4.1 Hasil Uji Gas Cromatography Mass Spectrometry (GC-MS) Sampel
UCF
Berdasarkan Gambar 4.1, Metil palmitat memiliki komposisi terbesar yaitu
sebesar 52,98%, sedangkan metil dekanoat dan metil oktanoat merupakan
komposisi terkecil masing-masing sebesar 0,01%. Metil palmitat adalah asam
lemak jenuh. Hal ini membuktikan bahwa kandungan UCF didominasi oleh
senyawa asam lemak jenuh. Data komponen yang terkandung dalam UCF biodiesel
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Komponen dalam UCF Biodiesel
No. Komponen %
1. Metil Oktanoat (C9:0) 0,01
2. Metil Dekanoat (C11:0) 0,01
3. Metil Laurat (C12:0) 0,22
4. Metil Miristat (C15:0) 1,32
5. Metil Pentadekanoat (C16:0) 0,04
6. Metil Palmitat (C17:0) 52,98
7. Metil Heptadekanoat (C18:0) 0,11
8. Metil Oleat (C19:1) 33,47
9. Metil Stearat (C19:0) 7,91
10. Metil Arakidat (C21:0) 0,57
11. Lain-lain 3,36
Total 100
Sedangkan hasil analisa Gas Cromatography Mass Spectrometry (GC-MS)
sampel NUCF menujukkan bahwa metil elaidat memiliki komposisi terbesar yaitu
sebesar 77,73% seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.2. Sedangkan metil linoleat cis-
9, trans-12 merupakan komposisi terkecil masing-masing sebesar 0,20%. Metil
elaidat adalah asam lemak tak jenuh.
26

Gambar 4.2 Hasil Uji Gas Cromatogrpahy Mass Spectrometry (GC-MS) Sampel
NUCF

Hal ini membuktikan bahwa kandungan NUCF didominasi oleh senyawa


asam tak lemak jenuh. Data komponen yang terkandung dalam NUCF biodiesel
dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Komponen dalam NUCF biodiesel
No. Komponen %
1. Metil Laurat(C13:0) 1,98
2. Metil Tridekanoat (C14:0) 0,72
3. Metil Palmitoleat (C17:1) 3,25
4. Metil Palmitat (C17:0) 7,41
5. Metil Elaidat (C19:1) 77,73
6. Metil Stearat (C19:0) 0,22
7. Metil oktadeka-9,12-dienoat (C19:2) 1,97
8. Metil (12E,15E)-oktadeka-12,15-dienoat (C19:2) 0,71
9. Metil linoleat Cis-9, trans-12 (C19:2) 0,20
10. Lain Lain 5,81
Total 100

4.2 Pembahasan
Pengolahan data hasil penelitian ini menggunakan Response Surface
Methodology (RSM) dengan rancangan percobaan Central Composite Design
(CCD) pada software Design Expert 7.0. Metode yang digunakan untuk mengetahui
kesesuaian model adalah melihat nilai R2 pada interval 0 hingga 1. Apabila R2
mendekati nilai 1 maka model diperkirakan cocok dengan data percobaan. Nilai R2
mendekati 1 menunjukkan derajat korelasi yang tinggi antara hasil observasi
terhadap model yang dihasilkan (Montgomery et al, 2011). Model yang dievaluasi
mencakup linear, 2FI (2 Factor interaction), quadratic atau cubic. Proses
27

pemilihan model dilakukan berdasarkan uraian jumlah kuadrat dari urutan model
(Sequential Model Sum Of Squares), pengujian ketidaktepatan model (lack of fit
test) dan ringkasan model secara statistik (model summary statistic). Parameter lack
of fit mengartikan penyimpangan atau ketidaktepatan terhadap model dalam suatu
persamaan. Parameter tersebut digunakan untuk mendeteksi apakah model
persamaan sudah tepat menggambarkan desain eksperimental. Jika nilai p-value
pada lack of fit >0,05, maka parameter lack of fit bernilai not significant. Apabila
parameter lack of fit bernilai not significant, maka model persamaan
menggambarkan data eksperimental, sedangkan jika nilai p-value pada lack of fit
<0,05, maka parameter lack of fit bernilai significant. Apabila parameter lack of fit
bernilai significant, maka model persamaan tidak tepat dan tidak dapat
menggambarkan data eksperimental. Parameter ini diperlukan karena adanya
pengamatan berulang (Kuswana et al., 2017).
Berdasarkan standar mutu biodiesel, bilangan iodin merupakan salah satu
parameter yang sangat penting dalam penentuan mutu biodiesel, sehingga pada
pembahasan ini akan menjadikan bilangan iodine respon yang paling diamati
dibandingkan yield.
4.2.1 Desain dan Analisa Model untuk Respon Yield dengan Response
Surface Methodology (RSM)
4.2.1.1 Urea Complexation Fraction (UCF)
Rangkuman nilai p-value dan R2 untuk model quadratic dalam bentuk
sequential model sum of squares dan model summary statistic pada UCF dapat
dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.
Tabel 4.4 Sequential Model Sum Of Squares Yield UCF
Respon
Yield UCF
Model (quadratic) Lack of fit
Sum of Square 2568,63 22,09
Derajat Kebebasan 9 5
Mean Square 285,40 4,42
F-value 103,94 4,12
p-value > F < 0,0001 (significant) 0,0732 (not significant)

Berdasarkan Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 nilai p-value model <0,05. Hal ini
berarti model yang dipilih sudah sesuai. Sedangkan nilai p-value lack of fit >0,05.
28

Maka lack of fit tidak signifikan berarti model dan data ekspermental telah cukup
akurat atau errornya kecil, artinya adanya kesesuaian antara data yang didapat dari
eksperiman dengan model yang ada di RSM. Sedangkan nilai R2 respon yield UCF
mendekati 1, artinya terdapat hubungan yang tinggi antara hasil eksperimental
(respon) terhadap model.
Tabel 4.5 Model Summary Statistic Yield UCF
Respon
Yield UCF
Model Quadratic
Standar Deviasi 1,66
R2 0,9894
Adjusted R2 0,9799
Predicted R2 0,9321
Press 176,21
Persamaan model yang diperoleh menggunakan response surface
methodology (RSM) adalah sebagai berikut :
Y1 = 76,69 - 3,55A - 3,73B + 3,80C + 0,96AB + 2,06 AC - 0,37 BC -
11,57A2 - 1,95B2 - 1,58C2 ............................................................................................. (4.1)
Dimana,
Y1 = Yield UCF
A = Rasio Urea
B = Suhu Kristalisasi
C = Waktu Kristalisasi
Berdasarkan analisa anova nilai p-value rasio urea-metanol, suhu kristalisasi
dan waktu kristalisasi <0,0001. Namun p-value rasio urea-metanol paling kecil
dibandingkan nilai p-value suhu kristalisasi dan waktu kristalisasi sehingga untuk
respon yield UCF, variabel yang berpengaruh signifikan adalah rasio urea-metanol.
4.2.1.2 Non-Urea Complexation Fraction (NUCF)
Rangkuman nilai p-value dan R2 untuk model quadratic dalam bentuk
sequential model sum of squares dan model summary statistic pada NUCF dapat
dilihat pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.7.
29

Tabel 4.6 Sequential Model Sum Of Squares Yield NUCF


Respon
Yield NUCF
Model (quadratic) Lack of fit
Sum of Square 2610,90 21,53
Derajat Kebebasan 9 5
Mean Square 290,10 4,31
F-value 114,16 5,54
p-value > F < 0,0001 (significant) 0,0418 ( significant)

Tabel 4.7 Model Summary Statistic Yield NUCF


Respon
Yield NUCF
Model Quadratic
Standar Deviasi 1,59
R2 0,9904
Adjusted R2 0,9817
Predicted R2 0,9359
Press 168,92
Berdasarkan Tabel 4.6 dan Tabel 4.7 nilai p-value model <0,05. Hal ini
berarti model yang dipilih sudah sesuai. Sedangkan nilai p-value lack of fit <0,05.
Maka lack of fit signifikan berarti data eksperimental tidak akurat atau memiliki
nilai error yang besar, artinya tidak adanya kesesuaian antara data yang didapat dari
eksperiman dengan model yang ada di RSM. Nilai R2 respon yield NUCF
mendekati 1, artinya terdapat hubungan yang tinggi antara hasil observasi (respon)
terhadap model.
Persamaan model yang diperoleh menggunakan response surface
methodology (RSM) adalah sebagai berikut :
Y2 = 5,98 + 12,42A - 0,39B + 1,14C + 0,26 AB + 2,11AC + 0,14BC +
5,74A2 - 0,22B2 + 0,37C2 .............................................................. (4.2)
Dimana,
Y2 = Yield NUCF
A = Rasio Urea
B = Suhu Kristalisasi
C = Waktu Kristalisasi
Berdasarkan analisa anova nilai p-value rasio urea-metanol dibawah nilai
0,05 sedangkan nilai p-value suhu kristalisasi dan waktu kristalisasi diatas 0,05
30

sehingga untuk respon yield NUCF, variabel yang berpengaruh signifikan adalah
rasio urea-metanol.

4.2.2 Desain dan Analisa Model untuk Respon Iodine Value dengan Response
Surface Methodology (RSM)
4.2.2.1 Urea Complexation Fraction (UCF)
Rangkuman nilai p-value dan R2 untuk model quadratic dalam bentuk
sequential model sum of squares dan model summary statistic pada UCF dapat
dilihat pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9.
Tabel 4.8 Sequential Model Sum Of Squares Iodine Value UCF
Respon
Iodine Value UCF
Model (quadratic) Lack of fit
Sum of Square 428,15 16,54
Derajat Kebebasan 9 5
Mean Square 47,57 3,31
F-value 11,95 0,71
p-value > F 0,0003 (significant) 0,6416 (not significant)

Tabel 4.9 Model Summary Statistic Iodine Value UCF


Respon
Yield UCF
Model Quadratic
Standar Deviasi 2,00
R2 0,9149
Adjusted R2 0,8384
Predicted R2 0,6571
Press 160,48
Berdasarkan Tabel 4.8 dan Tabel 4.9 nilai p-value model <0,05. Hal ini
berarti model yang dipilih sudah sesuai. Sedangkan nilai p-value lack of fit >0,05.
Maka lack of fit tidak signifikan berarti data eksperimental telah cukup akurat atau
error-nya kecil, artinya adanya kesesuaian antara data yang didapat dari eksperiman
dengan model yang ada di RSM. Nilai R2 respon iodine value UCF mendekati 1,
artinya terdapat hubungan yang tinggi antara hasil observasi (respon) terhadap
model.
Persamaan model yang diperoleh menggunakan response surface
methodology (RSM) adalah sebagai berikut :
31

Y3 = 26,26 - 4,64A + 0,76B - 0,23C + 0,28 AB + 0,45 AC + 0,18 BC +


2,95A2 + 0,57B2 + 0,57C2 .............................................................. (4.3)
Dimana,
Y3 = Iodine Value UCF
A = Rasio Urea
B = Suhu Kristalisasi
C = Waktu Kristalisasi
Berdasarkan analisa anova nilai p-value rasio urea-metanol dibawah nilai
0,05 sedangkan nilai p-value suhu kristalisasi dan waktu kristalisasi diatas 0,05
sehingga untuk respon iodine value UCF, variabel yang berpengaruh signifikan
adalah rasio urea-metanol.
4.2.2.2 Non-Urea Complexation Fraction (NUCF)
Rangkuman nilai p-value dan R2 untuk model quadratic dalam bentuk
sequential model sum of squares dan model summary statistic pada NUCF dapat
dilihat pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.11.
Tabel 4.10 Sequential Model Sum Of Squares Iodine Value NUCF
Respon
Iodine Value NUCF
Model (quadratic) Lack of fit
Sum of Square 9406,04 2492,82
Derajat Kebebasan 9 5
Mean Square 1045,12 498,56
F-value 3,12 2,90
p-value > F 0,0455 (significant) 0,1338 ( not significant)

Tabel 4.11 Model Summary Statistic Iodine Value NUCF


Respon
Iodine Value NUCF
Model Quadratic
Standar Deviasi 18,31
R2 0,7372
Adjusted R2 0,5007
Predicted R2 -0,6346
Press 20855,09
Berdasarkan Tabel 4.10 dan Tabel 4.11 nilai p-value model <0,05. Hal ini
berarti model yang dipilih sudah sesuai. Sedangkan nilai p-value lack of fit >0,05.
Maka lack of fit tidak signifikan berarti data eksperimental cukup akurat atau
memiliki nilai error yang kecil, artinya adanya kesesuaian antara data yang didapat
32

dari eksperiman dengan model yang ada di RSM. Nilai R2 respon iodine value
NUCF tidak mendekati 1, artinya tidak terdapat hubungan yang tinggi antara hasil
observasi (respon) terhadap model.
Persamaan model yang diperoleh menggunakan response surface
methodology (RSM) adalah sebagai berikut :
Y4 = 49,68 + 20,56A - 1.60B - 3,20C + 6,70AB - 0,48AC - 4,71BC -
13,10A2 - 5,53B2 + 1,86C2 ............................................................... (4.4)
Dimana,
Y4 = Iodine Value NUCF
A = Rasio Urea
B = Suhu Kristalisasi
C = Waktu Kristalisasi

Berdasarkan analisa anova nilai p-value rasio urea-metanol dibawah nilai


0,05 sedangkan nilai p-value suhu kristalisasi dan waktu kristalisasi diatas 0,05
sehingga untuk respon iodine value NUCF, variabel yang berpengaruh signifikan
adalah rasio urea-metanol.

4.2.3 Pengaruh Rasio Urea-Metanol pada Yield dan Iodine Value UCF dan
NUCF
Berdasarkan Tabel 4.1 pengaruh rasio metanol pada yield dan iodine value
menggunakan software Design Expert 7.0 dengan metode response surface central
composite design, seperti yang ditampilkan Gambar 4.3 dan Gambar 4.4.
Berdasarkan Gambar 4.3, dapat dilihat bahwa grafik pada mulanya mengalami
peningkatan kemudian menurun pada rasio 3. Jika dilihat dari bentuk grafik yang
sangat melengkung, artinya rasio urea-metanol berpengaruh sangat signifikan
terhadap yield UCF. Pada rasio 1, jumlah urea sama dengan jumlah metanol,
metanol tidak dapat melarutkan urea secara sempurna, sehingga urea tidak mampu
berikatan dengan asam lemak jenuh.
Pada rasio 2, perbandinan urea dalam campuran urea-metanol semakin
kecil, yield mengalami peningkatan karena urea larut dengan sempurna dalam
metanol, kemudian urea dan asam lemak jenuh akan membentuk kristal (UCF).
33

Pada rasio 3, perbandinan urea dalam campuran urea-metanol semakin kecil, yield
akan berkurang kembali. Meskipun pada rasio 3 urea larut keseluruhan dalam
metanol, namun karena jumlah urea yang sedikit, maka hanya dapat mengikat asam
lemak tak jenuh yang lebih sedikit dibandingkan rasio 2. Hal ini sesuai menurut
Hayes et al., (1998) yield yang dihasilkan cenderung semakin tinggi seiring
peningkatan rasio urea.

Gambar 4.3 Grafik Uji Respon Nilai Yield pada UCF Variabel Rasio Urea-
Metanol

Untuk nilai yield NUCF, memiliki korelasi dengan yield UCF dimana yield
NUCF berbanding terbalik dengan yield UCF. Jika yield UCF-nya tinggi maka yield
NUCF-nya rendah, sebaliknya jika yield UCF-nya rendah maka yield NUCF-nya
tinggi. Berdasarkan Gambar 4.4, grafik mengalami penurunan. Jika dilihat dari
bentuk grafiknya yang sangat melengkung artinya rasio urea-metanol sangat
berpengaruh terhadap iodine value UCF. Grafik yang terbentuk menurun dengan
semakin sedikitnya urea yang digunakan. Menurut Jiang et al., (2014)
bertambahnya jumlah urea meningkatkan kemampuan urea membentuk kompleks
dengan asam lemak tak jenuh tunggal, sehingga konsentrasi asam lemak tak jenuh
tunggal pada UCF meningkat. Pada rasio 1, iodine value nya besar karena asam
lemak tak jenuh ganda ikut membentuk bersama asam lemak jenuh dan asam lemak
tak jenuh tunggal. Pada rasio 2, iodine value-nya mengalami penurunan. Hal ini
34

dikarenakan, urea mengikat asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh tunggal
serta sedikit asam lemak tak jenuh ganda. Sedangkan pada rasio 3, iodine value
paling rendah, karena urea hanya mengikat asam lemak jenuh.

Gambar 4.4 Grafik Uji Respon Nilai Iodine Value pada UCF Variabel Rasio
Ureea-Metanol

Untuk iodine value pada NUCF semakin meningkat. Iodine value pada salah
satu fraksi akan berbanding terbalik dengan fraksi lainnya. Saat iodine value
cenderung tinggi pada NUCF maka iodine value pada UCF-nya akan rendah
(Soerawidjadja, 2015).

4.2.4 Pengaruh Suhu Kristalisasi pada Yield dan Iodine Value UCF dan
NUCF
Berdasarkan Tabel 4.1 pengaruh suhu kristalisasi pada yield dan iodine
value menggunakan software Design Expert 7.0 dengan metode response surface
central composite design, seperti yang ditampilkan Gambar 4.5 dan Gambar 4.6.
Berdasarkan Gambar 4.5, grafik mengalami penurunan. Jika dilihat dari bentuk
grafiknya yang sangat melengkung artinya suhu kristalisasi berpengaruh cukup
signifikan terhadap yield UCF. Suhu kristalisasi yang rendah akan menginisiasi
35

pembentukan kristal yang semakin banyak. Menurut Idris, et al., (2014), kondisi ini
suhu yang rendah mengarah pada proses fraksinasi yang maksimal, yakni asam
lemak jenuh dan sebagian asam lemak tak jenuh tunggal semakin mudah terinklusi
sehingga diperoleh fraksi asam lemak tak jenuh dengan kemurnian yang tinggi.
Sedangkan pada fraksi NUCF, karena nilai yield UCF dan NUCF berbanding
terbalik, maka ketika suhu meningkat yield UCF menurun maka yield NUCF akan
meningkat. Seperti yang telah dilakukan oleh Bi et al., (2010), yield NUCF
meningkat secara perlahan seiring suhu dari 10-30°C.
Dari Gambar 4.6, grafik mengalami peningkatan. Jika dilihat dari bentuk
grafiknya yang sangat melengkung artinya suhu kristalisasi berpengaruh secara
signifikan terhadap iodine value. Iodine value UCF dan NUCF mengalami
peningkatan secara perlahan ketika suhu kristalisasi diatur semakin rendah pada
interval suhu 15°C, yakni rentang 15 – 25°C. Sesuai dengan pernyataan Jumari et
al., (2015), yakni semakin rendah suhu kristalisasi yang digunakan maka akan
semakin banyak komponen asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh tunggal
yang terkristal.

Gambar 4.5 Grafik Uji Respon Nilai Yield pada UCF Variabel Suhu Kristalisasi
36

Gambar 4.6 Grafik Uji Respon Nilai Iodine Value pada UCF Variabel Suhu
Kristalisasi

4.2.5 Pengaruh Waktu Kristalisasi pada Yield dan Iodine Value UCF dan
NUCF
Berdasarkan Tabel 4.1 pengaruh waktu kristalisasi pada yield dan iodine
value menggunakan software Design Expert 7.0 dengan metode response surface
central composite design, seperti yang ditampilkan Gambar 4.7 dan Gambar 4.8.
Berdasarkan Gambar 4.7, grafik mengalami peningkatan. Jika dilihat dari bentuk
grafiknya yang sangat melengkung artinya waktu berpengaruh cukup sinifikan
terhadap yield fraksi UCF. Semakin lama waktu kristalisasi maka yield fraksi UCF
akan semakin besar. Menurut Mayurid (2009), jika waktu yang digunakan terlalu
singkat maka hanya sedikit asam lemak yang membentuk kompleks inklusi
sehingga akan diperoleh fasa NUCF berupa konsentrat dengan yield tinggi namun
kadar asam lemak tak jenuh rendah. Estiasih (2010), mengkonfirmasi fenomena ini
terjadi karena penggabungan molekul membutuhkan waktu penyesuaian tertentu
agar mencapai hasil yang maksimal, yakni telah terjadi kesetimbangan kristalisasi
dinamis. Kondisi ini tercapai saat reaksi terus berlangsung ke dua arah yang
37

berlawanan secara mikroskopis, dengan laju reaksi yang sama besar (Bi et al.,
2010).
Berdasarkan Gambar 4.8, iodine value akan mengalami penurunan dari 2
jam hingga waktu 4 jam kemudian akan meningkat pada suhu 6 jam, namun
perubahan ini tidak terlalu besar. Hal yang sama dikonfirmasi dalam penelitian oleh
Bi et al., (2010). Terlihat bahwa semakin lama waktu kristalisasi yang digunakan
akan berdampak pada peningkatan iodine value. Sebaliknya ketika waktu yang
digunakan cenderung singkat akan mengarah pada rendahnya perolehan iodine
value. Hal ini berlangsung karena pada selang waktu singkat tersebut senyawa asam
lemak junuh melampaui komponen asam lemak tak jenuh tunggal perihal
membentuk kompleks inklusi dengan urea. Adapun yang menyebabkan lebih
tingginya perolehan iodine value pada variabel kristalisasi 2 jam dibandingkan
waktu 4 jam diduga dipengaruhi oleh faktor kolaps.

Gambar 4.7 Grafik Uji Respon Nilai Yied pada UCF Variabel Waktu Kristalisasi
38

Gambar 4.8 Grafik Uji Respon Nilai Iodine Value pada UCF Variabel Waktu
Kristalisasi

4.2.6 Pengaruh 3 (tiga) Variabel pada Yield UCF


Grafik respon permukaan yang menunjukkan interaksi antara variabel rasio
urea-metanol (A), suhu kristalisasi (B) dan waktu kristalisasi (C) terhadap nilai
yield biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.9-4.11. Interaksi variabel rasio urea-
metanol (A) dan suhu kristalisasi (B) dinyatakan sebagai AB, interaksi variabel
rasio ura-metanol (A) dan waktu kristalisasi (C) dinyatakan sebagai AC, dan
interaksi variabel suhu kristalisasi (B) dan waktu kristalisasi (C) dinyatakan sebagai
BC.
Pengaruh interaksi rasio urea-metanol (A) dan suhu kristalisasi (B) terhadap
nilai yield biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.9. Untuk menentukan pengaruh
interaksi rasio urea-metanol (A) dan suhu kristalisasi (B), maka waktu kristalisasi
dijaga selama 2 jam, 4 jam dan 6 jam, sesuai variasi waktu pada penelitian ini. Yield
biodiesel tertinggi untuk waktu 2 jam adalah ketika rasio urea-metanol dan suhu
kristalisasi berturut-turut sebesar 1:1,75 dan 22,5oC dengan yield biodiesel prediksi
sebesar 69,50%. Yield biodiesel tertinggi untuk waktu 4 jam adalah ketika rasio
urea-metanol dan suhu kristalisasi berturut-turut sebesar 1:1,8 dan 21,5oC dengan
39

yield biodiesel prediksi sebesar 75,20%. Yield biodiesel tertinggi untuk waktu 6 jam
adalah ketika rasio urea-metanol dan suhu kristalisasi berturut-turut sebesar 1:1,9
dan 21oC dengan yield biodiesel prediksi sebesar 77,87%. Jadi, rasio urea-metanol
dan suhu kristalisasi untuk menghasilkan yield biodiesel tertinggi diperoleh pada
waktu kristalisasi 6 jam dengan rasio urea-metanol 1:1,9 dan suhu kristalisasi 21oC
dimana yield biodiesel prediksi sebesar 77,87% sedangkan yield biodiesel hasil
penelitian berkisar antara 74,96 – 79,66%.

(a) (b)

(c)
Gambar 4.9 Grafik Tiga Dimensi Respon Yield UCF Interaksi Rasio Urea-
Metanol dan Suhu Kristalisasi (a) 2 jam (b) 4 jam (c) 6 jam

Pengaruh interaksi rasio urea-metanol (A) dan waktu kristalisasi (C)


terhadap nilai yield biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.10. Untuk menentukan
pengaruh interaksi rasio urea-metanol (A) dan waktu kristalisasi (C), maka suhu
kristalisasi dijaga pada 15oC, 20oC dan 25oC, sesuai variasi suhu pada penelitian
ini. Yield biodiesel tertinggi untuk suhu 15oC adalah ketika rasio urea-metanol dan
waktu kristalisasi berturut-turut sebesar 1:1,8 dan 3,3 jam dengan yield biodiesel
prediksi sebesar 76,71%. Yield biodiesel tertinggi untuk suhu 20oC adalah ketika
rasio urea-metanol dan waktu kristalisasi berturut-turut sebesar 1:1,8 dan 3,9 jam
dengan yield biodiesel prediksi sebesar 74,80%. Yield biodiesel tertinggi untuk suhu
25oC adalah ketika rasio urea-metanol dan waktu kristalisasi berturut-turut sebesar
40

1:1,82 dan 4 jam dengan yield biodiesel prediksi sebesar 68,98%. Jadi, rasio urea-
metanol dan waktu kristalisasi untuk menghasilkan yield biodiesel tertinggi
diperoleh pada suhu kristalisasi 15oC dengan rasio urea-metanol 1:1,8 dan waktu
kristalisasi 3,3 jam dimana yield biodiesel prediksi sebesar 76,71 sedangkan yield
biodiesel hasil penelitian berkisar antara 78,23-79,95%.

(a) (b)

(c)
Gambar 4.10 Grafik Tiga Dimensi Respon Yield UCF Interaksi Rasio Urea-
Metanol dan Waktu Kristalisasi (a) 15oC (b) 20oC (c) 25oC

Pengaruh interaksi suhu kristalisasi (B) dan waktu kristalisasi (C) terhadap
nilai yield biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.11. Untuk menentukan pengaruh
interaksi suhu kristalisasi (B) dan waktu kristalisasi (C), maka rasio urea-metanol
dijaga sebesar 1:1, 1:2 dan 1:3, sesuai variasi rasio urea-metanol pada penelitian
ini. Yield biodiesel tertinggi untuk rasio urea metanol 1:1 adalah ketika suhu
kristalisasi dan waktu kristalisasi berturut-turut sebesar 18oC dan 4,4 jam dengan
yield biodiesel prediksi sebesar 70,05%. Yield biodiesel tertinggi untuk rasio urea-
metanol 1:2 adalah ketika suhu kristalisasi dan waktu kristalisasi berturut-turut
sebesar 18,5oC dan 4,7 jam dengan yield biodiesel prediksi sebesar 78,23%. Yield
biodiesel tertinggi untuk rasio urea-metanol 1:3 adalah ketika suhu kristalisasi dan
waktu kristalisasi berturut-turut sebesar 19,5oC dan 4,6 jam dengan yield biodiesel
prediksi sebesar 64,21%. Jadi, suhu kristalisasi dan waktu kristalisasi untuk
41

menghasilkan yield biodiesel tertinggi diperoleh pada rasio urea-metanol 1:2


dengan suhu kristalisasi 18,5oC dan waktu kristalisasi 4,7 jam dimana yield
biodiesel prediksi sebesar 78,23 sedangkan yield biodiesel hasil penelitian sebesar
74,96-79,95%.

(a) (b)

(c)
Gambar 4.11 Grafik Tiga Dimensi Respon Yield UCF Interaksi Suhu Kristalisasi
dan Waktu Kristalisasi (a) 1:1 (b) 1:2 (c) 1:3

4.2.7 Pengaruh 3 (tiga) Variabel pada Iodine Value UCF


Grafik respon permukaan yang menunjukkan interaksi antara variabel rasio
urea-metanol (A), suhu kristalisasi (B) dan waktu kristalisasi (C) terhadap nilai
iodine value biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.12-4.14. Interaksi variabel rasio
urea-metanol (A) dan suhu kristalisasi (B) dinyatakan sebagai AB, interaksi
variabel rasio urea-metanol (A) dan waktu kristalisasi (C) dinyatakan sebagai AC,
dan interaksi variabel suhu kristalisasi (B) dan waktu kristalisasi (C) dinyatakan
sebagai BC.
42

(a) (b)

(c)
Gambar 4.12 Grafik Tiga Dimensi Respon Iodine Value UCF Interaksi Rasio
Urea-Metanol dan Waktu Kristalisasi (a) 2 jam (b) 4 jam
(b) 6 jam

Pengaruh interaksi rasio urea-metanol (A) dan suhu kristalisasi (B) terhadap
nilai iodine value biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.12. Untuk menentukan
pengaruh interaksi rasio urea-metanol (A) dan suhu kristalisasi (B), maka waktu
kristalisasi dijaga selama 2 jam, 4 jam dan 6 jam, sesuai variasi waktu pada
penelitian ini. Iodine value biodiesel 30-40 untuk waktu 2 jam adalah ketika rasio
urea-metanol berkisar 1:1,1-1:1,5 dan suhu kristalisasi 20-20,5oC dengan iodine
value biodiesel prediksi berkisar 30,29-34,09 g I2/100 g biodiesel. Iodine value
biodiesel 30-40 untuk waktu 4 jam adalah ketika rasio urea-metanol berkisar 1:1,1-
1:1,2 dan suhu kristalisasi berkisar 21-22,4oC dengan iodine value biodiesel
prediksi berkisar 31,3-33,15 g I2/100 g biodiesel. Iodine value biodiesel 30-40
untuk waktu 6 jam adalah ketika rasio urea-metanol berkisar 1:1,1-1:1,2 dan suhu
kristalisasi berkisar 20,5-22,5oC dengan iodine value biodiesel prediksi berkisar
31.51-33,25 g I2/100 g biodiesel.
43

(a) (b)

(c)
Gambar 4.13 Grafik Tiga Dimensi Respon Iodine value UCF Interaksi Rasio
Urea-Metanol dan Waktu Kristalisasi (a) 15oC (b) 20oC
(c) 25oC

Pengaruh interaksi rasio urea-metanol (A) dan waktu kristalisasi (C)


terhadap nilai iodine value biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.13. Untuk
menentukan pengaruh interaksi rasio urea-metanol (A) dan waktu kristalisasi (C),
maka suhu kristalisasi dijaga pada 15oC, 20oC dan 25oC, sesuai variasi suhu pada
penelitian ini. Iodine value biodiesel 30-40 untuk suhu 15oC adalah ketika rasio
urea-metanol berkisar 1:1,2-1:1,25 dan waktu kristalisasi berkisar 3-4 jam dengan
iodine value biodiesel prediksi berkisar 31,62-33,5 g I2/100 g biodiesel. Iodine
value biodiesel 30-40 terendah untuk suhu 20oC adalah ketika rasio urea-metanol
berkisar 1:1,2-1:1,3 dan waktu kristalisasi berkisar 3-4 jam dengan iodine value
biodiesel prediksi berkisar 31,62-33,39 g I2/100 g biodiesel. Iodine value biodiesel
30-40 untuk suhu 25oC adalah ketika rasio urea-metanol berkisar 1:1,1-1:1,45 dan
waktu kristalisasi berkisar 3,1-4 jam dengan iodine value biodiesel prediksi berkisar
30,99-34,32 g I2/100 g biodiesel.
44

(a) (b)

(c)
Gambar 4.14 Grafik Tiga Dimensi Respon Iodine Value UCF Interaksi Suhu
Kristalisasi dan Waktu Kristalisasi (a) 1:1 (b) 1:2 (c) 1:3

Pengaruh interaksi suhu kristalisasi (B) dan waktu kristalisasi (C) terhadap
nilai iodine value biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.14. Untuk menentukan
pengaruh interaksi suhu kristalisasi (B) dan waktu kristalisasi (C), maka rasio urea-
metanol dijaga sebesar 1:1, 1:2 dan 1:3, sesuai variasi rasio urea-metanol pada
penelitian ini. Iodine value biodiesel 30-40 untuk rasio urea metanol 1:1 adalah
ketika suhu kristalisasi berkisar 15-25oC dan waktu kristalisasi berkisar 2-4,1 jam
dengan iodine value biodiesel prediksi berkisar 33,96-35,58 g I2/100 g biodiesel.
Iodine value biodiesel untuk rasio urea-metanol 1:2 ketika suhu kristalisasi 15-
25oCdan waktu kristalisasi 2-6 jam berkisar antara 26,44-27,90 g I2/100 g biodiesel.
Nilai ini tidak memenuhi nilai yang diinginkan.

4.2.8 Hasil Optimasi Response Suface Methodology (RSM) Design Expert


Optimasi variabel dilakukan dengan metode Response Surface Methodology
(RSM) dengan model Central Composite Design (CCD) menggunakan software
Design Expert. Hasil optimasi dapat dilihat pada Tabel 4.12.
45

Tabel 4.12 Hasil Optimasi 3 (tiga) Variabel Menggunakan Software Design Expert
No. Rasio Urea- Suhu Waktu Iodine Desirability
Metanol Kristalisasi Kristalisasi Value
(w/v) (oC) (Jam) (I2/100 gr)
1 1.69 24.94 2.00 30 0.420
2 1.69 24.99 2.00 30 0.420
3 1.68 25.00 2.00 30.0705 0.416
4 1.68 23.73 2.08 30 0.415
5 1.63 23.42 2.00 30 0.409
6 1.62 22.91 2.00 30 0.406
7 1.61 25.00 2.00 30 0.402
8 1.66 22.80 2.27 30 0.402
9 1.60 22.70 2.00 30 0.401
10 1.60 21.73 2.00 30.0002 0.401
11 1.57 21.18 2.00 30 0.393
12 1.56 22.23 2.00 30 0.389
13 1.56 25.00 2.02 30.1676 0.388
14 1.62 25.00 2.05 30.47 0.386
15 1.63 19.44 2.68 30 0.376
16 1.54 21.43 2.00 30 0.371
17 1.46 20.68 2.00 30.8472 0.354
18 1.46 25.00 2.00 30.7768 0.353
19 1.51 19.72 2.00 31.3051 0.330
20 1.29 25.00 2.00 32.1946 0.303
21 1.57 25.00 4.47 30 0.296
22 1.58 21.58 5.17 30 0.274
23 1.45 17.65 5.50 30 0.219
24 1.39 24.94 5.73 30 0.166
Berdasarkan Tabel 4.12, variabel yang tepat untuk menghasilkan iodine
value 30-40 adalah ketika rasio urea-metanol (A) 1:1,69, suhu kristalisasi (B) 25oC
dan waktu kristalisasi (C) 2 jam dengan nilai iodine value adalah 30 g I2/100 g
biodiesel. Sedangkan dibandingkan dengan iodine value yang didapat dari hasil
percobaan yang dilakukan oleh (Rahmasari , 2021) adalah ketika rasio urea-metanol
(A) 1:3, suhu kristalisasi (B) 20oC dan waktu kristalisasi (C) 4 jam, dengan nilai
iodine value yang dihasilkan sebesar 44,01 g I2/100 g. Grafik kondisi optimum
untuk masing-masing variable yang didapatkan dari design expert ditunjukkan
dalam grafik ramps pada Gambar 4.15.
46

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 4.15 Grafik Ramps Kondisi Optimal (a) Variabel Rasio Urea-Metanol,
(b) Variabel Suhu Kristalisasi, (c)Variabel Waktu Kristalisasi,
(d) Iodine Number pada Kondisi Optimal
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan diperoleh sejumlah
kesimpulan yaitu :
1. Kompleksasi urea dapat memisahkan asam lemak tak jenuh ganda dari
biodiesel.
2. Didapat bilangan iodin 30-40 g I2/100 g biodiesel pada kondisi rasio urea-
metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4 jam sesuai
kriteria biodiesel berperforma tinggi (< 30-40 g I2/100 g biodiesel).
3. Diperoleh kondisi optimal (bilangan iodin 30-40 g I2/100 g biodiesel) pada
variabel rasio urea-metanol 1:1,69, suhu kristalisasi 25°C dan waktu
kristalisasi 2 jam dengan bilangan iodinnya 30 I2/100 g biodiesel.

5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, saran dalam rangka pengembangan
hasil penelitian adalah diperlukan penelitian lebih lanjut dalam hal menentukan
kondisi terbaik proses selain dari faktor yang diteliti seperti rasio biodiesel-metanol.

47
DAFTAR PUSTAKA

Adhani, L., Aziz, I., Nurbayti, S., & Oktaviana, C. O. (2016). Pembuatan Biodiesel
dengan Cara Adsorpsi dan Transesterifikasi Dari Minyak Goreng Bekas.
Jurnal Kimia VALENSI: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kimia,
2(15), 71–80.
Andriati, K. (2017). Modifikasi Surfaktan CPC (Cetylpyridinium Chloride)
Berbantu Microwave pada Karbon Aktif untuk Meningkatkan Kapasitas
Adsorpsi Urea. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Anggraeni, N. F. (2018). Optimasi Komposisi Daun Katuk (Sauropus Androgynus),
Pektin dan Gula dengan Metode RSM (Response Surface Methodology) dalam
Pembuatan Selai Lembaran Buah Naga. Skripsi. Universitas Jember.
Awaluddin, A. S., Nelvia, S., & W. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Biodiesel dari Minyak Sawit Mentah Menggunakan Katalis Padat
Kalsium Karbonat yang Dipijarkan. Jurnal Natur Indonesia, 11(2), 129.
Basuki, K. T., & Biyantoro, D. (2011). Kinetika Reaksi Pemisahan Zr – Hf pada
Ekstraksi Cair-Cair dalam Media Asam Nitrat. Jurnal Teknologi Bahan
Nuklir, 7(1), 44-55.
Devita, L. (2015). Biodiesel sebagai Bioenergi Alternatif dan Prospeftif. Jurnal
Agrica Ekstensia, 9(2), 23–26.
Efri Mardawati, Mahdi Singgih Hidayat, Devi Maulida Rahmah, & Rosalinda.
(2019). Produksi Biodiesel Dari Minyak Kelapa Sawit Kasar Off Grade
Dengan Variasi Pengaruh Asam Sulfat Pada Proses Esterifikasi Terhadap
Mutu Biodiesel Yang Dihasilkan. Jurnal Industri Pertanian, 1(3), 46–60.
Guo, W., Zhu, Y., Han, Y., Wei, Y., dan Luo, B. (2017). Separation mechanism of
fatty acids from waste cooking oil and its flotation performance in iron ore
desiliconization. Journal of Mineral, 7(244), 1-13.
Harris, K. D. M. (2007). Fundamental and applied aspects of urea and thiourea
inclusion compounds. Supramolecular Chemistry, 19(01-02), 47-53.
Hayes, D. G., Bengtsson, Y. C., Alstine, J. M. Van, & Setterwall, F. (1998). Urea
Complexation for the Rapid, Ecologically Responsible Fractionation of Fatty
Acids from Seed Oil. Journal of the American Oil Chemists' Society, 75 (10).

48
49

Hoekman, S. K., Broch, A., Robbins, C., Ceniceros, E., & Natarajan, M. (2012).
Review of Biodiesel Composition, Properties, and Specifications. Renewable
and Sustainable Energy Reviews, 16(1), 143-169.
Idris, N. A., Loh, S. K., dan Choo, Y. M. (2014). Urea fractionation of used palm
oil methyl esters. Journal of Oil Palm Research, 26(3), 226-231.
Julianti, N. K., Wardani, T. K., & Gunardi, I. (2014). Pembuatan Biodiesel dari
Minyak Kelapa Sawit RBD dengan Menggunakan Katalis Berpromotor Ganda
Berpenyangga γ-Alumina (CaO/MgO/ γ-Al2O3) dalam Reaktor Fluidized
Bed. Jurnal Teknik Pomits, 3(2), 143–148.
Jumari, A. (2015). Fraksinasi Kompleksasi Urea Pada Minyak Dedak Padi Dalam
Peningkatan Konsentrasi Asam Lemak Tak Jenuh. Journal of Ekuilibium,
14(1), 17–22.
Jumina, J., Lavendi, W., Singgih, T., Triono, S., Steven Kurniawan, Y., & Koketsu,
M. (2019). Preparation of Monoacylglycerol Derivatives from Indonesian
Edible Oil and Their Antimicrobial Assay against Staphylococcus aureus and
Escherichia coli. Journal of Scientific Reports, 9(1), 1–8.
Khasanah, E. U. (2018). Karakteristik Asam Lemak Hasil Inklusi Urea dari Minyak
Kepala Ikan Patin (Pangasius djambal). Skripsi. Universitas Jember.
Knothe, G. (2005). Dependence of biodiesel fuel properties on the structure of fatty
acid alkyl esters. Journal of Fuel Processing Technology, 86(10), 1059–1070.
Knothe, G. (2008). “Designer” biodiesel: Optimizing fatty ester composition to
improve fuel properties. Journal of Energy and Fuels, 22(2), 1358–1364.
Komang, H. (2020). Fraksionasi Metil Ester Asam Lemak (Biodiesel)
Menggunakan Pelarut Urea. JOM FTEKNIK, Vol. 7.
Kuswana, W. W., Gadri, A., & Suparman, A. (2017). Optimasi Formula Sediaan
Lipstik dengan Kombinasi Basis Beeswax dan Carnauba Wax Menggunakan
Metode SLD (Simplex Lattice Design). Prosiding Farmasi, 3(2), 142–149.
Lee, Y.-H., Shin, J.-A., Zhang, H., Lee, K.-T., Kim, K.-S., Jang, Y.-S., & Park, K.-
G. (2012). Improvement of Low Temperature Property of Biodiesel from Palm
Oil and Beef Tallow Via Urea Complexation. Journal of The Korean Society
for New and Renewable Energy, 8(4), 38–43.
Magallanes, L. M., Tarditto, L. V., Grosso, N. R., Pramparo, M. C., & Gayol, M.
50

F. (2019). Highly concentrated omega-3 fatty acid ethyl esters by urea


complexation and molecular distillation. Journal of the Science of Food and
Agriculture, 99(2), 877–884. https://doi.org/10.1002/jsfa.9258
Mahfud. (2018). Perkembangan Bahan Baku & Teknologi Biodiesel. Surabaya. In
Putra Media Nusantara.
Mayurid. (2009). Pemisahan pufa yang dihasilkan dari beberapa minyak nabati
secara fraksinasi kompleksi urea. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Mirwan, A. (2013). Keberlakuan Model HB-GFT Sistem n-Heksana-MEK-Air
pada Ekstraksi Cair-cair Kolom Isian. Konversi, 2(1).
Novalina, P., Herawan, T., Kimia, D. T., Teknik, F., Sumatera, U., Utara, S.,
Penelitian, P., & Sawit, K. (2020). Pengaruh Variasi Variabel Reaksi Pada
Proses Ekstraksi. Jurnal Teknik Kimia USU, 4(4), 18–24.
Nugroho, A. D., Sianto, M. E., & Asrini, L. J. (2017). Optimalisasi Faktor-Faktor
yang Berpengaruh pada Beban Lentur Genteng Beton dengan Metode
Response Surface. Jurnal Widya Teknik, 16(2), 97–104.
Petratama, F., & Pratama, A. (2018). Metode Kompleksasi Urea Sebagai Sarana
Pemungutan Asam Lemak Tak Jenuh Ganda dari Minyak Goreng Sawit.
Paper.
Putri, R. A., Muhammad, A., & Ishak, I. (2018). Optimasi Proses Pembuatan
Biodiesel Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Melalui Proses Ekstraksi
Reaktif. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 6(2), 16.
Rasyid, R., Kalsum, U., Malik, R., Priyono, D., & Albar, A. (2014). Pengaruh Zat
Aditif Urea terhadap Kuantitas Biodiesel Pada Reaksi Transesterfikasi. Jurnal
Valensi, 4(1), 25–29.
Ridho, M. R., Wirawan, I. K. G., & Ghurri, A. (2020). Pengaruh Variasi Temperatur
dan Putaran Pada Proses Partial Hydrogenation Biodiesel Minyak Jelantah
Terhadap Stabilitas Oksidasi. Jurnal Ilmu Teknik Desain Mekanik, 9(3), 3–8.
Ristianingsih, Y., Hidayah, N., & Sari, F. W. (2015). Pembuatan Biodiesel Dari
Crude Palm Oil (Cpo) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Melalui Proses
Transesterifikasi Langsung. Jurnal Teknologi Agro-Industri, 2(1), 38.
Sabinazan musadhaz, D. S. dan D. H. T. (2012). Pembuatan Biodiesel Biji Karet
Dan Biodiesel Sawit Dengan Instrumen Ultrasonik Serta Karakteristik
51

Campurannya. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 22(3), 180–188.


Sahbana, M. A., & Fuhaid, N. (2012). Pengaruh Variasi Temperatur Pemanasan
Awal Biodisel Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Dan Daya Pada Motor Disel
4 Tak 4 Silinder. PROTON, 4(01), 6-11.
Setyawardhani, Dwi Ardiana, Sulistyo, H., Sediawan, W. B., & Fahrurrozi, M.
(2016). Peranan Waktu Pengadukan Terhadap Karakteristik Kompleksasi
Urea sebagai Sarana Pemisahan Asam Lemak Omega dari Minyak Nabati.
Reaktor, 16(2), 81–86.
Setyawardhani, Dwi Ardina, Laras, D. S., & Prasetya, K. J. (2020). Journal of
Chemical Process Engineering Lemak Omega dari Minyak Biji Anggur.
Journal of Chemical Process Engineering, 5(2655), 1–8.
Swern, D., & Parker, W. E. (1952). Application of urea complexes in the
purification of fatty acids, esters, and alcohols. I. Oleic acid from inedible
animal fats. Journal of the American Oil Chemists Society, 29(10), 431–434.
Tambun, R., Limbong, H. P., Pinem, C., & Manurung, E. (2016). Pengaruh Ukuran
Partikel, Waktu dan Suhu pada Ekstraksi Fenol dari Lengkuas Merah. Jurnal
Teknik Kimia USU, 5(4), 53–56.
Wahyudin, Tambunan H, A., Purwanti, N., Joelianingsih, & Nabetani, H. (2018).
Tinjauan Perkembangan Proses Katalitik Heterogen dan Non-Katalitik untuk
Produksi Biodiesel. Jurnal Ketenikan Pertanian, 6(1), 136.
Wanasundara, U. N., & Shahidi, F. (1999). Concentration of omega 3-
polyunsaturated fatty acids of seal blubber oil by urea complexation:
Optimization of reaction conditions. Food Chemistry, 65(1), 41–49.
Wang, W., Mugford, F. P., dan Heuvel, C. T. D. (2014). 2014/140864 A2. Patent
Cooperation Treaty.
Zulhardi, R., Restuhadi, F., & Zalfiatri, Y. (2018). Penambahan Metanol pada
Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Katalis Abu Gosok. Jurnal
UR, 5(1), 1–10.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN KEBUTUHAN REAGEN DAN UJI

A.1 Reagen Biodiesel


A.1.1 Menghitung Densitas Biodiesel
Berat Piknometer kosong (a) = 15,9335 gram
Berat Piknometer + Biodiesel(b) = 24,6503 gram
VolumeBiodiesel dalam piknometer (c) = 10 ml
Sehingga :
𝑏−𝑎
DensitasBiodiesel = 𝑐
(24,6503 − 15,9335) 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 0 𝑚𝑙
8,7168 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 10 𝑚𝑙

= 0,87168 gram/ml

A.1.2 Berat Biodiesel


Volume biodiesel yang digunakan adalah 40 ml, sehingga :
MassaBiodiesel = DensitasBiodiesel x volumeBiodiesel
= 0,87168 gram/ml x 40 ml
= 34,8672 gram

A.2 Reagen Metanol


Biodiesel : Metanol (w/v)
1. Biodiesel : Metanol 1:6
Biodiesel (w) : Metanol (v)
1 : 6
MassaBiodiesel = 34,8672 gram
Vo𝑙𝑢𝑚𝑒Metanol = 6 x MassaBiodiesel
= 6 x 34,8672 gram
= 209,2032 m

52
53

A.3 Reagen Urea


Urea : Metanol (w/v)
1. Urea : Metanol 1 : 0,32
Urea (w) : Metanol (v)
1 : 0,32
V𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒M𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 209,2032 ml
1
MassaUrea = 0,32 x 209,2032 gram

= 653,76 gram
2. Urea : Metanol 1:1
Urea (w) : Metanol (v)
1 : 1
V𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒M𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 209,2032 ml
1
MassaUrea = 1 x 209,2032 gram

= 209,2032 gram
3. Urea : Metanol 1:2
Urea (w) : Metanol (v)
1 : 2
V𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒M𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 209,2032 ml
1
MassaUrea = 2 x 209,2032 gram

= 104,6016 gram
4. Urea : Metanol 1:3
Urea (w) : Metanol (v)
1 : 3
V𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒M𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 209,2032 ml
1
MassaUrea = x 209,2032 gram
3

= 69,7344 gram
5. Urea : Metanol 1 : 3,68
Urea (w) : Metanol (v)
1 : 3,68
V𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒M𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 209,2032 ml
54
1
MassaUrea = 3,68 x 209,2032 gram

= 56,8487 gram

A.4 Reagen Uji Iod


A.4.1 Larutan Na2S2O3 0,1 N dalam 500 ml
𝑁 𝑥 𝑀𝑟 𝑥 𝑉
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎𝑁𝑎2 𝑆2𝑂3 = 1000 𝑥 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖
0,1 𝑁 𝑥 248 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 𝑥 500 𝑚𝑙
= 1000 𝑥 1

= 12,4 gram

A.4.2 Larutan KI 20%


𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎𝐾𝐼
%𝐾𝐼 = 𝑥 100%
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛

20% 𝑥 500 𝑚𝑙
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎𝐾𝐼 = 100%

= 100 𝑔𝑟𝑎𝑚
A.4.3 Larutan Amilum 0,5%
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎
%𝐴𝑚𝑖𝑙𝑢𝑚 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐴𝑚𝑖𝑙𝑢𝑚 𝑥 100%
𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛

0,5% 𝑥 100
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎𝐴𝑚𝑖𝑙𝑢𝑚 = 100 𝑚𝑙

= 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
LAMPIRAN B
DIAGRAM ALIR

Mulai

Metanol Urea

Dipanaskan pada 60oC hingga urea larut

Biodiesel Dicampurkan pada 60oC hingga larutan bening

Didinginkan pada suhu 25oC, 20oC dan 15oC selama


2, 4 dan 6 jam

Dipisahkan menggunakan corong buchner

Urea Complex Non-Complex


Fraction (UCF) + Fraction (NUCF) +
Metanol Metanol

Dicuci Akuades 70oC Dicuci

Dipisahkan dengan corong pemisah Dipisahkan dengan corong pemisah

Urea - metanol

Dioven pada suhu 105oC hingga berat Dioven pada suhu 105oC hingga berat
konstan konstan

Asam lemak jenuh dan Asam lemak tak jenuh


tak jenuh tunggal ganda

Gambar B.1 Diagram Alir Proses Penelitian

55
56

Mulai

Biodiesel

Dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml

Ditimbang dengan neraca analitik


(bobot sampel 0,4 gram)

15 ml CHCl3 Erlenmeyer perlahan diguncang dan ditutup 25 ml Larutan Wijs

Menggunakan pipet gondok


Disimpan dalam ruang tertutup dan kedap cahaya
selama 1 jam

10 ml KI 20% Erlenmeyer diguncang dan ditutup kembali 100 ml Akuades

Ditritasi

Larutan standar Na 2S2O3


0,1 N

Di amati perubahan warna

Warna larutan berubah TIDAK Diperlihatkan dari warna larutan tetap


menjadi kuning muda ? merah bata

YA
2 ml Indikator
Ditentukan titik akhir titrasi
amilum 0,5%

Dititrasi kembali

Larutan standar Na 2S2O3


0,1 N

Warna larutan berubah TIDAK Diperlihatkan dari larutan yang


Menjadi bening ? berwarna hijau kehitaman

YA
Dicatat volume larutan standar yang habis
digunakan selama proses titrasi

Selesai

Gambar B.2 Diagram Alir Uji Iod


LAMPIRAN C
RANCANGAN RUN DAN TABEL DATA

C.1 Analisa Rancangan Run


Analisa Rancangan Run menggunakan Response Surface Methodology
(RSM) yang dilakukan pada software Design Expert. Metode RSM yang digunakan
adalah Central Composite Design (CCD) yang akan menghasilkan 20 run.
Variasi yang diinputkan adalah rasio urea-metanol 1:1, 1:2 dan 1:3,
suhukristaliasi 15, 20 dan 25oC serta waktu kristalisasi 2, 4 dan 6 jam. Sedangkan
outputnya adalah yield dan bilangan iod dari UCF dan NUCF-nya. Rancangan run
yang didapatkan dari software Design Expert disajikan pada Gambar C-1.

Gambar C.1. Tabel Rancangan Run

C.2 Analisa Asam Lemak


Analisa asam lemak yang terkandung dalam konsentrat (urea complexing
fraction) dan filtrat (non-urea complexing fraction) mengggunakan analisa Gas-
Chromatogrpahy (GC) disajikan dalam Tabel. C.2-1 dan C.2-2

57
58

Tabel C.2-1 Rancangan Tabel Data Asam Lemak dalam Konsentrat (urea
complexing fraction)
No. Komponen Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tabel C.2-2 Rancangan Tabel Data Asam Lemak dalam Filtrat (non-urea
complexing fraction)
No. Komponen Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
LAMPIRAN D
PERHITUNGAN HASIL

D.1 Perhitungan Yield


Perhitungan berat sampel setelah pengovenan adalah sebagai berikut :
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙+𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝐵𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔

Perhitungan yield sampel adalah sebagai berikut :


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 (%) = 𝑥100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙

1. Rasio Urea:Metanol 1:1, suhu kristalisasi 15oC dan waktu kristalisasi 6 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 45,1211 gram
Berat Botol + Sampel = 69,6502 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 69,6502 gram – 45,1211 gram
= 24,5291 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
24,5291 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 34,8672 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥100%

= 70,35 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 45,2015 gram
Berat Botol + Sampel = 45,2015 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 45,2015 gram – 45,2015 gram
= 0 gram

59
60
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
0
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

=0%

2. Rasio Urea:Metanol 1:1, suhu kristalisasi 25oC dan waktu kristalisasi 2 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 45,9497 gram
Berat Botol + Sampel = 66,8805 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 69,8805 gram – 45,9497 gram
= 20,9308 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
20,9308 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 60,03 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 45,3122 gram
Berat Botol + Sampel = 45,3122 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 45,3122 gram – 45,3122 gram
= 0 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝑥100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙
0
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

=0%
61

3. Rasio Urea:Metanol 1:3, suhu kristalisasi 15oC dan waktu kristalisasi 2 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 42,5551 gram
Berat Botol + Sampel = 61,2823 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 61,2823 gram – 42,5551 gram
= 18,7272 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
18,7272 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 53,71 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 44,1722 gram
Berat Botol + Sampel = 47,9663 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 47,9663 gram – 44,1722 gram
= 3,7941 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
03,7941 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 20,26 %

4. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 0,64
jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 45,6364 gram
Berat Botol + Sampel = 68,3942 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
62

Berat Sampel = 68,3942 gram – 45,6364 gram


Berat Sampel = 22,7578 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
22,758 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 65,27 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 45,6603 gram
Berat Botol + Sampel = 47,0804 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 47,0804 gram – 45,6603 gram
= 1,4201 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
1,4201 𝑔ram
= 𝑥100%
34,8672 𝑔ram

= 6,24 %

5. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 11,6oC dan waktu kristalisasi 4


jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 45,2504 gram
Berat Botol + Sampel = 73,1267 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 73,126 gram – 45,2504 gram
= 27,8763 gram
63
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
27,8763 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 79,95 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 45,642 gram
Berat Botol + Sampel = 47,4372 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 47,4372 gram – 45,642 gram
= 1,7952 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
1,7952 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 6,44 %

6. Rasio Urea:Metanol 1:1, suhu kristalisasi 25oC dan waktu kristalisasi 2 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 44,9956 gram
Berat Botol + Sampel = 62,7814 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 62,7814 gram – 44,9956 gram
= 17,7858 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝑥100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙
17,7858 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 51,01 %
64

b. NUCF
Berat Botol kosong = 46,661 gram
Berat Botol + Sampel = 50,3498 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 50,3498 gram – 46,661 gram
= 3,6888 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
3,6888 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

=0%

7. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 46,6552 gram
Berat Botol + Sampel = 73,9318 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 73,9318 gram – 46,6552 gram
= 27,2766 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
27,2766 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 78,23 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 46,7516 gram
Berat Botol + Sampel = 47,2208 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 47,2208 gram – 46,7516 gram
= 0,4692 gram
65
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
0,4692 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 1,72 %

8. Rasio Urea:Metanol 1:3,68, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4


jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 46,7617 gram
Berat Botol + Sampel = 60,0670 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 60,0670 gram – 46,7617 gram
= 13,3053 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
13,3053 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 38,16 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 46,7144 gram
Berat Botol + Sampel = 52,4490 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 52,4490 gram – 46,7144 gram
= 5,7346 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
5,7346 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 43,1 %
66

9. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 7,36
jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 46,7617 gram
Berat Botol + Sampel = 74,5369 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 74,5369 gram – 46,7617 gram
= 27,7752 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
27,7752 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 79,66 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 46,7144 gram
Berat Botol + Sampel = 48,5087 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 48,5087 gram – 46,7144 gram
= 1,7943 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
1,7943 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 6,46 %

10. Rasio Urea:Metanol 1:1, suhu kristalisasi 25oC dan waktu kristalisasi 6 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 46,0211 gram
Berat Botol + Sampel = 67,7503 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
67

Berat Sampel = 67,7503 gram – 46,0211 gram


= 21,7292 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
21,7292 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 62,32 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 45,3566 gram
Berat Botol + Sampel = 45,3566 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 45,3566 gram – 45,3566 gram
= 0 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
0 𝑔ram
= 𝑥100%
34,8672 𝑔ram

=0%

11. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 45,0332 gram
Berat Botol + Sampel = 71,1697 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 71,1697 gram – 45,0332 gram
= 26,1365 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
26,1365 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 74,96 %
68

b. NUCF
Berat Botol kosong = 46,7516 gram
Berat Botol + Sampel = 48,4348 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 48,4348 gram – 46,7516 gram
= 1,6832 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
1,6832 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 6,44 %

12. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 46,2165 gram
Berat Botol + Sampel = 72,9631 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 2,9631 gram – 46,2165 gram
= 26,7466 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
26,7466 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 76,71 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 46,1896 gram
Berat Botol + Sampel = 47,9148 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 47,9148 gram – 46,1896 gram
= 1,7252 gram
69
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
1,7252 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 6,45 %

13. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 46,2165 gram
Berat Botol + Sampel = 72,9631 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 72,9631 gram – 46,2165 gram
= 26,7466 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
26,7466 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 76,71 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 46,1896 gram
Berat Botol + Sampel = 47,9121 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 47,9121 gram – 46,1896 gram
= 1,7225 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝑥100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙
1,7225 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 6,44 %
70

14. Rasio Urea:Metanol 1:3, suhu kristalisasi 15oC dan waktu kristalisasi 6 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 46,7639 gram
Berat Botol + Sampel = 69,6786 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 69,6786 gram – 46,7639 gram
= 22,9147 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
22,9147 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 65,72 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 46,6821gram
Berat Botol + Sampel = 53,1211 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 53,1211 gram – 46,6821 gram
= 6,4390 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
6,4390 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 28,1 %

15. Rasio Urea:Metanol 1:1, suhu kristalisasi 15oC dan waktu kristalisasi 2 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 45,3457gram
Berat Botol + Sampel = 68,7172 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 68,712 gram – 45,3457 gram
= 23,3715 gram
71
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
23,3715 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 67,03 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 45,2015 gram
Berat Botol + Sampel = 45,3955 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 45,3955 gram – 45,2015 gram
= 0,1940 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
0,1940 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 0,83 %

16. Rasio Urea:Metanol 1:3, suhu kristalisasi 25oC dan waktu kristalisasi 6 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 45,8154 gram
Berat Botol + Sampel = 67,1227 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 67,1227 gram – 45,8154 gram
= 21,3073 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝑥100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙
21,3073 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 61,11 %
72

b. NUCF
Berat Botol kosong = 45,7329 gram
Berat Botol + Sampel = 51,8929 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 51,8929 gram – 45,7329 gram
= 6,1600 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
6,16 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 28,91 %

17. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 28,4oC dan waktu kristalisasi 4
jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 46,4823 gram
Berat Botol + Sampel = 68,4173 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 68,4173 gram – 46,4823 gram
= 21,9350 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
21,9350 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 62,91 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 46,7184 gram
Berat Botol + Sampel = 47,3677 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 47,3677 gram – 46,7184 gram
= 0,6493 gram
73
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
0,6493 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 2,96 %

18. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 46,2165 gram
Berat Botol + Sampel = 72,9631 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 72,9631 gram – 46,2165 gram
= 26,7466 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
26,7466 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 76,71 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 46,1896 gram
Berat Botol + Sampel = 48,5005 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 48,5005 gram – 46,1896 gram
= 2,3109 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝑥100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙
2,3109 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 8,64 %
74

19. Rasio Urea:Metanol 1:0,32, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4
jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 45,6778 gram
Berat Botol + Sampel = 63,1916 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 63,1916 gram – 45,6778 gram
= 17,5138 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
17,5138 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 50,23 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 45,4567 gram
Berat Botol + Sampel = 45,4567 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 45,4567 gram – 45,4567 gram
= 0 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
0 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

=0%

20. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4 jam
a. UCF
Berat Botol kosong = 46,2165 gram
Berat Botol + Sampel = 72,9631 gram
75

Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong


= 72,9631 gram – 46,2165 gram
= 26,7466 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
26,7466 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 76,71 %

b. NUCF
Berat Botol kosong = 46,1896 gram
Berat Botol + Sampel = 47,9121 gram
Berat Sampel = Berat botol+sampel − Berat Botol kosong
= 47,9121 gram – 46,1896 gram
= 1,7225 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Yield (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥100%
1,7225 𝑔ram
= 34,8672 𝑔ram 𝑥100%

= 6,44 %

D.2 Perhitungan Iodine Number (IN)


Perhitungan Iodine Number (IN) sebagai berikut
12,69(𝑉𝑁𝑎2𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉𝑁𝑎2𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2𝑆2𝑂3
𝐼𝑁 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
1. Rasio Urea:Metanol 1:1, suhu kristalisasi 15oC dan waktu kristalisasi 6 jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 27,8 ml
76
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69 (39 𝑚𝑙−27,8 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3985 𝑔ram

= 35,64 I2/100 gram

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 39 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69 (39 𝑚𝑙−39 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 0 I2/100 gram

2. Rasio Urea:Metanol 1:1, suhu kristalisasi 25oC dan waktu kristalisasi 2 jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 27,9 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−27,9 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3967 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 35,59 I2/100 gram

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 39 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−39 𝑚𝑙 )0,1𝑁


= 0 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 0 I2/100 g
77

3. Rasio Urea:Metanol 1:3, suhu kristalisasi 15oC dan waktu kristalisasi 2 jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 31,2 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙 −31,2 𝑚𝑙 )0,1𝑁


= 0,3953 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 24,99 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 25,7 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙 −25,7 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,4036 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 41,72 I2/100 g

4. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 0,64
jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 29,8 ml

12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3


IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙 −29,8 𝑚𝑙 )0,1𝑁


= 0,3964 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 29,38 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 19,8 ml
78
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙 −19,8 𝑚𝑙 )0,1𝑁


= 0,3925 𝑔𝑟𝑎𝑚

=62,06 I2/100 g

5. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 11,6oC dan waktu kristalisasi 4


jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 31 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙 −31 𝑚𝑙)01𝑁


= 0,4091 𝑔𝑟𝑎𝑚

=24,9 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 22,79 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−22,79 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3977 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 51,72 I2/100 g

6. Rasio Urea:Metanol 1:3, suhu kristalisasi 25oC dan waktu kristalisasi 2 jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 31,2 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙 −31,2 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3961 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 24,88 I2/100 g
79

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 11,7 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙 −11,7 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,396 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 87,34 I2/100 g

7. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4 jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 30,2 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙 −30,2 𝑚𝑙 )0,1𝑁


= 0,3937 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 28,27 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 31,1 ml

12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3


IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−31,1 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3984 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 25,02 I2/100 g

8. Rasio Urea:Metanol 1:3,68 , suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4


jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 30,6 ml
80
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙 −30,6 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3959 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 26,93 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 30,2 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−30,2 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3935 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 28,38 I2/100 g

9. Rasio Urea:Metanol 1:2 , suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 7,36
jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 31 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙 −31 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3956 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 25,69 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 22,99 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−22,99 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3985 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 50,97 I2/100 g
81

10. Rasio Urea:Metanol 1:1 , suhu kristalisasi 25oC dan waktu kristalisasi 6 jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 28 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑀𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙 −28 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3977 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 35,14 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 39 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−39 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 0 I2/100 g

11. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4 jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 31,2 ml

12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3


IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−31,2 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3968 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 24,9 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 22,7 ml
82
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−22,7 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,4004 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 51,72 I2/100 g

12. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4 jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 30,9 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−30,9)0,1𝑁
= 0,3987 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 25,69 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 22,6 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙 −22,6 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3934 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 52,79 I2/100 g

13. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 0,64
jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 31,3 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−31,3 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3937 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 24,9 I2/100 g
83

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 22,8 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−22,8 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3984 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 51,72 I2/100 g

14. Rasio Urea:Metanol 1:3, suhu kristalisasi 15oC dan waktu kristalisasi 6 jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 30,9 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−30,9 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3991 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 25,61 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 20,9 ml

12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3


IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−20,9 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3924 𝑔𝑟𝑎𝑚

=58,64 I2/100 g

15. Rasio Urea:Metanol 1:1, suhu kristalisasi 15oC dan waktu kristalisasi 2 jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 27,9 ml
84
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−27,9 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3988 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 35,46 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 35,7 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−35,7 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3939 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 10,63 I2/100 g

16. Rasio Urea:Metanol 1:3, suhu kristalisasi 25oC dan waktu kristalisasi 6 jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 30,4 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−30,4 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3978 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 27,56 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 21,8 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−21,8 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3894 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 55,97 I2/100 g
85

17. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 28,4oC dan waktu kristalisasi 4
jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 29,7 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−29,7 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3914 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 30,17 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 33 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−33 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3926 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 19,5 I2/100 g

18. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4 jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 29,7 ml

12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3


IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−29,7 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3937 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 29,94 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 18,6 ml
86
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−18,6 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3984 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 64,87 I2/100 g

19. Rasio Urea:Metanol 1:0,32, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4
jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 25,9 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−25,9 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3999 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 41,58 I2/100 g

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 39 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−39 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 0 I2/100 g

20. Rasio Urea:Metanol 1:2, suhu kristalisasi 20oC dan waktu kristalisasi 4 jam
a. UCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 31,3 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−31,3 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3937 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 24,9 I2/100 g
87

b. NUCF
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 39 ml
𝑉𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 22,9 ml
12,69(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
IN = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

12,69(39 𝑚𝑙−22,9 𝑚𝑙)0,1𝑁


= 0,3984 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 51,41 I2/100 g
LAMPIRAN E
DOKUMENTASI

Gambar E.1 Proses pelarutan padatan Gambar E.2 Kondisi larutan setelah
urea dengan metanol ditambahkan biodiesel

Gambar E.3 Proses separasi terhadap Gambar E.4 Proses pemisahan hasil
perolehan hasil kristalisasi NUCF

88
89

(a) (b)

Gambar E.5 Proses pemisahan hasil Gambar E.6 Produk hasil (a) NUCF
UCF dan (b) UCF

Gambar E.7 Campuran sampel, Gambar E.8 Hasil titrasi tahap awal
larutan CaCl3 dan
larutan Wijs
90

Gambar E.9 larutan setelah ditambah Gambar E.8 Hasil titrasi


Indikator amilum akhir

Anda mungkin juga menyukai