Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS PANGAN

UJI KUALITATIF FORMALIN

CUT NADIA PUTRI SALMA DAN FLORENT LAM ANGUR HUTAJULU

ABSTRAK

Tujuan dari percobaan yang dilakukan yaitu untuk mengetahui kandungan formalin
pada sampel tahu putih dan mie kuning basah secara kualitatif dengan indikator perubahan
warna menjadi ungu. Prinsip dari metode praktikum yang dilakukan yaitu pengujian kualitatif
formalin dilakukan dengan cara sampel tahu putih dan mie kuning yang telah dimaserasi,
diasamkan dengan H3PO4 kemudian di destilasi dan hasil destilat ditambahkan dengan reagen
asam kromatofat. Sampel di didihkan dalam waterbath selama 1 jam dan diamati perubahan
warna yang terjadi setiap 15 menit. Hasil dari percobaan yang dilakukan adalah sampel tahu
putih berwarna coklat menunjukkan tidak adanya formalin, sedangkan sampel mie kuning
basah berwarna ungu menunjukkan adanya formalin. Kesimpulan dari percobaan yang
dilakukan yaitu kandungan formalin pada sampel ditandai dengan terjadinya perubahan
warna menjadi ungu setelah dilakukan pengujian.
Kata kunci : destilasi, formalin, kromatofat, kualitatif, ungu

PENDAHULUAN

Formalin merupakan senyawa organik berwujud gas yang tidak memiliki warna dan
memiliki bau yang sangat menusuk. Formalin merupakan senyawa berwarna bening dan
berbau menyengat yang terdiri dari formaldehid dalam air dengan konsentrasi rata-rata 37%,
metanol 15% dan sisanya adalah air (Mardiyah dan Jamil, 2020). Masyarakat umumnya
mengenal campuran dari larutan formaldehid tersebut sebagai formalin. Formalin merupakan
nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan air dengan kadar formaldehid antara
20% - 40% (Telaumbanua dan Putri, 2017).

Uji formalin dapat dilakukan secara kualitatif untuk mengetahui ada tidaknya
formalin pada suatu bahan dan secara kuantitatif untuk mengetahui kadar formalin pada suatu
bahan. Uji kualitatif pada formalin dapat dilakukan melalui beberapa metode seperti asam
kromatofat, uji Hehner-Fulton, uji Ferri-Klorida (Rahmawati dan Bahrun, 2017). Uji
kualitatif formalin juga dapat dilakukan dengan metode fehling melalui perubahan warna
yang terjadi sampel menjadi hijau dan terdapat endapan merah bata jika sampel tersebut
mengandung formalin (Wijayanti dan Lukitasari, 2016).

Metode yang umumnya digunakan pada uji formalin secara kualitatif yaitu dengan asam
kromatofat. Uji formalin asam kromatofat dilakukan dengan menambahkan reagen asam
kromatofat untuk mengetahui adanya formalin melalui perubahan warna pada sampel dari
ungu tua sampai kecoklatan (Salosa, 2013). Pengujian secara kuantitatif dapat dilakukan
dengan metode spektrofotometer sinar tampak, kromatografi cair kinerja tinggi, dan
kromatografi gas (Sari, 2019).

Formalin memiliki banyak fungsi terutama dalam bidang pangan yaitu sebagai
inhibitor bagi aktivitas bakteri untuk berkembang biak. Formalin dapat berfungsi sebagai
antibacterial agent dan dapat memperlambat aktivitas bakteri pada bahan makanan karena
bereaksi dengan protein yang terdapat pada makanan, namun berbahaya bagi tubuh manusia
karena bersifat mutagenik dan karsinogenik (Singgih, 2013). Formalin lebih cocok digunakan
untuk mengawetkan mayat atau hewan penelitian daripada makanan karena sifatnya yang
berbahaya bagi manusia. Formalin dapat digunakan sebagai bahan pengawet untuk mayat dan
hewan penelitian, serta berguna sebagai zat antiseptik untuk membunuh kuman (Sari et al.,
2014).

Tujuan dari praktikum yang dilakukan yaitu untuk mengetahui kandungan formalin
pada suatu bahan pangan untuk menentukan keamanan pangan yang dikonsumsi.

MATERI METODE

Pengujian formalin dilakukan dengan cara sampel tahu putih dan mie kuning
dimaserasi lalu ditimbang masing-masing sebanyak 100 gram. Sampel dimasukkan ke dalam
mangkok dan dilabeli sebagai sampel 1 dan sampel 2. Masing-masing sampel diasamkan
dengan H3PO4 sebanyak 1 ml, lalu diukur dan ditatat pH nya dengan pH stick. Kedua sampel
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl jangan sampai mengenai dinding labu Erlenmeyer dan
ditambahkan air mineral sebanyak 300 ml. Labu Kjeldahl dipasangkan pada alat destilasi dan
dilakukan hingga diperoleh 50 ml destilat, kemudian ditutup dengan alumunium foil.
Uji asam kromatofat dilakukan pembuatan reagen dengan cara larutan standar 1,8-
dihydroxynaphthalene 3,6 disulfonic acid sebanyak 500mg/100 ml dimasukkan kedalam 72%
H2SO4 dingin. Masing-masing sampel 1 ml destilat dipipet kedalam tabung reaksi dan
ditambahkan 5 ml reagen asam kromatofat lalu di didihkan dalam waterbath selama 1 jam.
Selama pendidihan, diamati perubahan warnanya setiap 15 menit. Adanya formalin dalam
sampel ditandai dengan munculnya warna ungu (intensitas tergantung kadarnya).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum uji kualitatif formalin yang telah dilakukan, diperoleh hasil
sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Pengujian Kualitatif Formalin pada Sampel


Sampel Warna yang tampak Ada atau tidaknya formalin
Tahu Putih Coklat Tidak ada formalin
Mie Kuning Basah Ungu Ada formalin
Sumber: Data Primer Praktikum Mikrobiologi Pangan, 2020

Berdasarkan tabel, didapatkan hasil bahwa sampel tahu putih berwarna coklat
menunjukkan tidak adanya formalin. Hal ini sesuai dengan pendapat Zakaria et al. (2014)
yang menyatakan bahwa warna coklat yang dihasilkan pada sampel merupakan warna dari
asam kromatofat yang tidak mengalami reaksi dengan formaldehid, sehingga sampel tidak
mengandung formalin. Sampel mie kuning basah berwarna ungu menunjukkan adanya
formalin. Hal ini sesuai dengan pendapat Matondang et al. (2015) yang menyatakan bahwa
perubahan warna menjadi ungu saat didihkan dalam waterbath menunjukkan sampel tersebut
positif mengandung formalin. Sampel mie kuning basah menggunakan pengawet formalin
yang tidak sesuai dengan peraturan Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 1168/Menkes/Per/X/1999 dan
PERMENKES No. 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Makanan menyatakan bahwa
formalin merupakan salah satu bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan.

Prinsip dari pengujian kadar formalin yaitu dengan melihat perubahan warna yang
terjadi karena reaksi antara formaldehida dengan reagen asam kromatofat untuk
mengidentifikasi ada tidaknya formalin pada bahan pangan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Singgih (2017) yang menyatakan bahwa prinsip dari uji kadar formalin yaitu dengan
menambahkan reagen pada bahan pangan untuk melihat perubahan warna yang terjadi, warna
ungu menandakan adanya senyawa formalin. Prinsip dari destilasi yaitu teknik pemisahan
antara sampel dengan formalin yang bersifat volatil dengan pemanasan pada suhu tinggi
sampai formalin menguap kemudian uap tersebut akan didinginkan kembali ke dalam bentuk
cairan, sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat saat diuji dengan reagen. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sari (2019) yang menyatakan bahwa destilasi memiliki prinsip pemisahan
dengan salah satu komponen yang bersifat volatil, jika sampel tersebut dipanaskan,
komponen pada sampel yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu
dan uap akan kembali dalam wujud cairan. Hasil destilat sampel ditambahkan reagen asam
kromatofat untuk mengikat senyawa formalin dalam sampel. Hal ini sesuai dengan pendapat
Lestari et al. (2018) yang menyatakan bahwa penambahan asam kromatofat berfungsi sebagai
pengikat senyawa formalin yang terdapat di dalam larutan sampel.

Fungsi penambahan asam fosfat yaitu sebagai katalisator untuk proses pelepasan
formalin. Hal ini sesuai dengan pendapat Umbingo (2015) yang menyatakan bahwa
penambahan asam fosfat berfungsi untuk mempercepat proses pelepasan formalin dari suatu
sampel. Sampel yang ditambahkan asam pada pH 3 sampai 4 berfungsi untuk mempercepat
proses pelepasan ikatan formalin yaitu aldehid dari protein. Hal ini sesuai dengan pendapat
Arel et al. (2018) yang menyatakan bahwa penambahan asam pada sampel berfungsi untuk
melepaskan ikatan formalin dan protein, sehingga aldehid dapat dipisahkan dalam suatu
sampel menggunakan asam.

Hasil destilat dipanaskan dengan waterbath berfungsi untuk mempercepat reaksi


antara formalin dengan asam kromatofat. Hal ini sesuai dengan pendapat Rz (2018) yang
menyatakan bahwa pemanasan pada sampel bertujuan untuk mempercepat reaksi antara
formalin dan asam kromatofat untuk membentuk senyawa methylen yang dapat terhidrolisis
kembali menjadi protein dan formalin bebas dengan reaktifitas ion H+ dari air terhadap
senyawa methylen. Mekanisme perubahan warna ungu yang terjadi karena proses pemanasan
disebabkan oleh reaksi yang terbentuk antara formalin dengan asam kromatofat. Hal ini
sesuai dengan pendapat Muntaha dan Haitami (2015) yang menyatakan bahwa terbentuknya
warna ungu menunjukkan adanya formalin yang disebabkan oleh reaksi secara kondensasi
antara formaldehida yang mengandung gugus karbonil (C=O) dengan asam kromatofat yang
mengandung gugus kromofor.
Formalin memiliki dampak negatif bagi tubuh manusia seperti iritsai pada lambung,
menyebabkan kanker, perubahan fungsi sel dan jaringan, kejang-kejang, dan dapat berujung
kematian. Hal ini sesuai dengan pendapat Khaira (2016) yang menyatakan bahwa kandungan
formalin memiliki dampak negatif didalam tubuh yaitu akan menyebabkan alergi, iritasi
lambung,bersifat karsinogenik, bersifat mutagen, dan dapat menyebabkan kematian. Hal ini
juga sesuai dengan pendapat Febriansyah (2018) yang menyatakan bahwa dampak negatif
formalin bagi tubuh yaitu dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal, hati, paru-paru dan
menyebabkan kanker.

Faktor yang dapat mempengaruhi ketepatan uji formalin yaitu jumlah asam
kromatofat untuk menangkap formalin yang ditambahkan pada sampel. Hal ini sesuai dengan
pendapat Male et al. (2017) bahwa kromatofat digunakan untuk menangkap formalin yang
terlepas dari sampel, apabila penambahan asam kromatofat kurang dari takarannya maka
hasil ketepatan uji formalin juga tidak maksimal. Faktor kesalahan yang dapat terjadi saat uji
formalin yaitu tidak terjadinya perubahan warna pada sampel yang disebabkan rendahnya
kadar formalin sehingga tidak dapat dianalisa secara kualitatif. Hal ini sesuai dengan
pendapat Nasution et al. (2018) yang menyatakan bahwa faktor kesalahan pada uji formalin
yaitu tidak terjadinya perubahan warna karena rendahnya kadar formalin pada sampel
sehingga tidak dapat dianalisa secara kualitatif dan diperlukan analisa kuantitatif. Faktor
kesalahan juga dapat terjadi dalam uji formalin seperti pemanasan yang terlalu lama dengan
suhu terlalu tinggi menyebabkan formalin yang terkandung dalam sampel menguap dan
akhirnya tidak terdeteksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusuf et al. (2015) yang
menyatakan bahwa pemanasan dengan waktu yang terlalu lama dan suhu terlalu tinggi
meneybabkan formalin menguap dan tidak terdeteksi karena sifatnya yang mudah larut dalam
air.

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum uji kualitatif formalin, dapat disimpulkan bahwa kandungan


formalin pada suatu sampel ditandai dengan perubahan warna menjadi warna ungu akibat
reaksi antara formalin yang mengandung formaldehida (gugus karbonil) dengan reagen asam
kromatofat (gugus kromofor). Kandungan formalin pada sampel tahu putih tidak ditemukan
sehingga aman untuk dikonsumsi, sedangkan pada sampel mie kuning basah ditemukan
sehingga tidak aman untuk dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA

Arel, A., B. A. Martinus, dan H. Sya’diyah. 2018. Penentuan pengurangan kadar formalin
pada ikan asin sepat dengan perendaman perasan belimbing wuluh dan variasi suhu
akuades. J. Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik. 14 (2): 36-41.

Febriyansyah, R. 2018. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap kadar boraks dan formalin
pada tahu di pasar Wonokromo Surabaya. Fakultas Kesehatan, Universitas Nahdatul
Ulama, Surabaya. (Skripsi)

Khaira, K. 2016. Pemeriksaan formalin pada tahu yang beredar di Pasar Batusangkar
menggunakan kalium permanganat (KMnO4) dan kulit buah naga. J. Sains dan
Teknologi, 7 (1): 69-76.

Lestari, M., B. Umar, dan A. Hasin. 2018. Identifikasi formalin pada buah import (apel) yang
diperjualbelikan di Kota Makassar. J. Media Laboran. 8 (2): 7-12.

Male, Y. T., L. I. Letsoin, dan N. A. Siahaya. 2017. Analisis kandungan formalin pada mie
basah pada beberapa lokasi di Kota Ambon. J. Majalah Biam. 13 (2): 5-10.

Mardiyah, U. dan A.N.U Jamil. 2020. Identifikasi kandungan formalin pada ikan segar yang
dijual di Pasar Mimbo dan Pasar Jangkar Kabupaten Situbondo. J. Ilmu Perikanan. 11
(2): 135-140.

Matondang, R. A., E. Rochima, dan N. Kurniawati. 2015. Studi kandungan formalin dan zat
pemutih pada ikan asin di beberapa pasar Kota Bandung. J. Perikanan Kelautan, 6 (2):
70 – 77.
Menteri Kesehatan RI. 1999. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1168/Menkes/Per/X/1999.
Bahan Tambahan Makanan, Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan No.33 Tahun 2012 Tentang Bahan
Tambahan Pangan, Jakarta.

Muntaha, A. dan H. N. Haitami. 2015. Perbandingan penurunan kadar formalin pada tahu
yang direbus dan direndam air panas. Medical Laboratory Technology Journal. 1 (2):
84 – 90.
Nasution, H., M. Alfayed, F. Siti, R. Ulfa dan A. Mardhatila. 2018. Analisa kadar formalin
dan boraks pada tahu dari produsen tahu di lima (5) kecamatan di Kota Pekanbaru. J.
Sain dan Kesehatan Photon. 8 (2): 37-44.

Rahmawati, P. dan M. Bahrun. 2017. Identifikasi formalin pada tahu yang dijual di pasar
Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurusan Gizi dan Analis Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Kendari.

Rz, I. O. 2018. The effect of hot water supply to the level of formalin and protein in the teri
fish. Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal, 3 (1): 9-15.

Salosa, Y. Y. 2013. Uji kadar formalin, kadar garam dan total bakteri ikan asin tenggiri asal
Kabupaten Sarmi Provinsi Papua. J. Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 2 (1):
10 – 15.

Sari, S. A., Asterina, dan Adrial. 2014. Perbedaan kadar formalin pada tahu yang dijual di
pasar pusat kota dengan pinggiran Kota Padang. J. Kesehatan Andalas. 3 (3): 466-
470.

Sari, Y. I. P. 2019. Identifikasi formalin pada ikan laut yang dijual di pasar antri Cimahi. J.
TEDC, 11 (2): 126 – 130.

Sari, Y. I. P. 2019. Identifikasi formalin pada ikan laut yang dijual di pasar antri Cimahi. J.
TEDC, 11 (2): 126-130.

Singgih, H. 2013. Uji kandungan formalin pada ikan asin menggunakan sensor warna dengan
bantuan FMR (Formalin Main Reagent). J. Eltek. 11 (1): 55-70

Singgih, H. 2017. Uji kandungan formalin pada ikan asin menggunakan sensor warna dengan
bantuan FMR (Formalin Main Reagent). J. Eltek, 11 (1): 55-70.

Telaumbanua, S. dan H. Putri. 2017. Studi kandungan formalin pada ikan pindang di pasar
tradisional dan modern Kota Semarang. J. Kesehatan Masyarakat. 1 (2): 983-994.

Umbingo, S. C. 2015. Validasi metode analisis formalin dalam daging paha ayam di Kota
Manado. J. Pharmacon. 4 (3): 139-146.
Wijayanti, N. S. dan M. Lukitasari. 2016. Analisis kandungan formalin dan uji organoleptik
ikan asin yang beredar di Pasar Besar Madiun. J. Flore. 3 (1): 59-64.

Yusuf, Y., Z. Zuki dan R. R. Amanda. 2015. Pengaruh beberapa perlakuan terhadap
pengurangan kadar formalin pada ikan yang ditentukan secara spektrofotometri. J.
Riset Kimia. 8 (2): 182 – 188.

Zakaria, B., T. Sulastry, dan S. Sudding, S. 2014. Analisis kandungan formalin pada ikan asin
katamba (Lethrinus lentjan) yang beredar di Kota Makassar. J. Ilmiah Kimia dan
Pendidikan Kimia. 15 (2): 16 – 23.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Lampiran Hasil Pengamatan Uji Formalin


Sampel Warna Sampel Setelah Uji Formalin

Tahu Putih (kiri)


Mie Kuning Basah (tengah)
Blanko (kanan)

Anda mungkin juga menyukai