Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN

LEMAK DAN MINYAK


ACARA IV
PEMURNIAN MINYAK

DISUSUN OLEH:
FITRI NURANI
H3117030
KELOMPOK 5

D3 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
ACARA IV
PEMURNIAN MINYAK
A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Acara IV “ pemurnian minyak ” adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui proses pemurnian minyak dengan cara netralisasi pada
pemurnian minyak.
2. Mengetahui proses pemucatan (bleaching) pada pemurnian minyak.
3. Mengetahui cara memperpanjang umur simpan minyak sebelum dikonsumsi
atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.
B. Tinjauan Pustaka
Minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk kelompok lipida.
Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk minyak) adalah
daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya ether, benzene, khloroform) atau
sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air. Dalam teknologi makanan,
minyak dan lemak memegang peranan penting. Karena minyak dan lemak
memiliki titik didih yang tinggi (sekitar 200°C) maka biasa dipergunakan untuk
menggoreng makanan sehingga bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian
besar air yang dikandungnya dan menjadi kering. Minyak dan lemak juga
memberikan rasa gurih spesifik minyak yang lain dari gurihnya protein. Juga
minyak memberi aroma yang spesifik (Ramdja dkk., 2010).
Minyak nabati dan lemak adalah unsur penting makanan manusia.
Sekitar 70% dari semua minyak yang diproduksi di dunia berasal dari sayuran.
Dalam masyarakat modern, konsumen tidak suka menggunakan minyak mentah
secara langsung tanpa pengolahan yang tepat karena warna dan bau yang tidak
menyenangkan. Secara umum, minyak nabati mengandung komponen minor,
yang memengaruhi kualitas produk akhir dengan mengubah rasa, warna, dan
efisiensi prosesnya. Air, asam lemak bebas (FFA), pigmen, fosfatida, gliserida
parsial, produk oksidasi, dan beberapa elemen jejak seperti besi, tembaga, sulfur
dan halo-gens adalah zat minyak yang tidak diinginkan. Pengotor ini dapat
dihilangkan pada berbagai langkah dalam pemurnian kimia konvensional, yang
meliputi degumming, netralisasi, pencucian, pengeringan, pemutihan, filtrasi
dan penghilang bau. Karenanya, pemrosesan industri yang efisien melibatkan
penghilangan kotoran-kotoran ini dengan efek sekecil mungkin pada komponen
yang diinginkan dan paling tidak mungkin hilangnya minyak netral
(Guliyev et.al., 2018).
Minyak kelapa sawit dikonsumsi di seluruh dunia sebagai minyak goreng
dan sebagai penyusun margarin dan pemendekan produksi minyak kelapa sawit
terus meningkat, terutama selama dua dekade terakhir. Indonesia adalah satu
dari negara-negara penghasil kelapa sawit utama. Minyak kelapa sawit adalah
lemak daging buah yang berasal dari spesies Elaeis guineensis. Warna merah
oranye yang khas adalah karena kandungan karotenoid yang tinggi. Warna
adalah salah satu parameter kualitas minyak nabati yang penting. Warna gelap
mungkin menjadi indikasi kualitas minyak yang buruk. Minyak warna gelap
membutuhkan proses pemutihan untuk konversi ke yang dapat diterima produk
berwarna terang. Pemutihan minyak nabati oleh adsorpsi tidak hanya
melibatkan penghapusan warna, tetapi juga menghilangkan konstituen kecil
lainnya, seperti sabun, logam, fosfolipid, produk oksidasi dan polyaromatics.
Penghapusan kotoran ini akan meningkatkan kualitas minyak
(Hartono et.al., 2004).
Pemurnian minyak merupakan pemisahan produk reaksi degradasi
berupa air, asam lemak bebas, peroksida, aldehid dan keton dari minyak. Tujuan
dari pemurnian minyak yaitu menaikan mutu dari minyak goreng serta
menghilangkan produk reaksi degradasi minyak sehingga meminimalisir zat
yang membahayakan bagi kesehatan. Salah satu cara pemurnian yang sering
dijumpai adalah dengan adsorpsi menggunakan adsorben sehingga mutu minyak
dapat dijaga. Proses adsorpsi minyak goreng bekas dapat dilakukan dengan
penambahan adsorben (bahan yang mengadsorpsi kotoran) ke dalam minyak
kemudian dilanjut dengan pengadukan dan penyaringan
(Fitriani dan Nurulhuda, 2018).
Optimasi parameter bleaching, terutama suhu, waktu, dan konten tanah
liat, diperlukan untuk meminimalkan perubahan minyak yang tidak diinginkan.
Jika hanya sifat adsorben tanah liat yang penting untuk pemutihan, pemutihan
yang paling efektif akan terjadi pada suhu yang lebih rendah karena pada suhu
yang lebih tinggi kesetimbangan adsorpsi bergerak menuju desorpsi dan
beberapa molekul teradsorpsi larut kembali ke dalam minyak. Waktu bleaching
yang optimal tergantung pada pemutihan suhu dan kualitas tanah liat. Warna
penghapusan meningkat dengan waktu dan suhu, meskipun kontak lagi minyak
dan tanah liat dapat menyebabkan pembalikan warna, yang juga meningkat
dengan suhu. Pemutihan untuk waktu yang lama waktu pada suhu tinggi serius
kerusakan oksidatif yang stabilitas minyak nabati. waktu pemutihan untuk
sebagian besar jenis dari minyak di kisaran 20-30 menit pada 90-100 °C
(Skevin et al., 2012).

Rendemen adalah perbandingan jumlah minyak setelah dan sebelum


proses pemucatan. Waktu proses merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi adsorbsi. Semakin lama waktu proses, adsorbsi berjalan lebih
optimal. Kenaikan rendemen seiring waktu proses kemungkinan dipengaruhi
proses desorbsi, yaitu kembalinya minyak yang telah diadsorbsi disebabkan oleh
kejenuhan adsorben. Proses desorbsi dapat mempengaruhi rendemen karena
pengukuran rendemen berdasarkan berat minyak. Selain itu, peningkatan kadar
kotoran dalam waktu 40 menit juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
perhitungan rendemen minyak pasca pemucatan (Suryani dkk., 2016).
C. Metodologi
1. Alat
a. Buret
b. Corong pemisah
c. Erlenmeyer
d. Gelas beaker
e. Kertas saring
f. Penangas
g. Pengaduk
h. Pipet tetes
i. Pipet volume
j. Pro pipet
k. Statif dan klem
l. Thermometer
m. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Aquades
b. Indikator PP
c. Karbon aktif
d. Minyak goreng
e. Minyak kemiri dengan pemanasan
f. Minyak kemiri tanpa pemanasan
g. NaOH
3. Cara Kerja
D. Hasil Dan Pembahasan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Pengamata Pemurnian Minyak

Kelomp Sampel Ml Netralisasi Pemucatan


ok NaO Ber Bera Rendem Bera Bera Rendem
H at t en t t en
awa akhi awal akhi
l r r
1 dan 2 Minyak 1,2 200 191, 95,85% 191, 170, 88,73%
goreng 7 7 1
3 dan 4 Minyak 20 200 120 60% 120 110 91,76%
kemiri
tanpa
pemanas
an
5 dan 6 Minyak 8 200 153, 76,75% 153, 141, 92,25%
kemiri 5 5 6
dengan
pemanas
an
Sumber: Laporan Sementara
Proses netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak
bebas dari minyak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
sehingga membentuk sabun. Kandungan asam lemak jenuh yang paling banyak
adalah asam lemak laurat yaitu 50% (Aisyah, 2010). Menurut Ketaren (1986)
tujuan proses netralisasi adalah menghilangkan asam lemak bebas (FFA) yang
dapat menyebabkan bau tengik.
Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining factor, yaitu
perbandingan antara kehilangan karena netralisasi dan jumlah asam lemak
bebas dalam lemak kasar. Sebagai contoh ialah netralisasi kasar yang
mengandung 3% asam lemak bebas, menghasilkan minyak netral dengan
rendemen sebesar 94%, maka akan mengalami kehilangan total (total loss)
sebesar (100-94)% = 6% (Bhawika dkk., 2015). Netralisasi dengan kaustik soda
banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah
dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan kaustik
soda, membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah
dan lender dalam minyak. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan
zat warna dan kotoran seperti fosfatidan dan protein, dengan cara mementuk
emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan
cara sentrifusi. Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun
secara mekanis, maka netralisasi dengan menggunakan kaustik soda dapat
menghilangkan fosfatida, protein, rennin, dan suspense dalam minyak yang
tidak dapat dihilangkan dengan proses pemisahan gum. Komponen minor
(minor component) dalam minyak berupa sterol, klorofil, vitamin E, dan
karotenoid hanya sebagian kecil dapat dikurangi dengan proses netralisasi.
Netralisasi menggunakan kaustik soda akan menyabunkan sejumlah kecil
trigliserida. Molekul mono dan digliserida lebih mudah bereaksi dengan
persenywaan alkali (Ketaren, 1986).
Menurut Kurniati dan Wahono (2015) fungsi dari penggunaan NaOH
saat netralisasi adalah untuk membantu menghilangkan zat warna juga kotoran
berupa getah atau lendir dalam minyak. Apabila penambahan NaOH yang
dilakukan terlalu berlebihan konsentrasinya maka NaOH akan bereaksi dengan
Trigliserida sehingga akan mengurangi rendemen minyak dan akan
meningkatkan jumlah sabun yang terbentuk. Sedangkan apabila jumlah kaustik
soda (NaOH) terlalu sedikit atau rendah maka minyak tidak dapat dinetralisasi
secara sempurna dan memungkinkan masih banyaknya kotoran dan warna yang
tidak dikehendaki dalam minyak. Maka dari itu perlu penanganan dalam
penambahan NaOH baik dari segi konsentrasi larutan maupun jumlah yang harus
ditambahkan supaya penyabunan dan terbentuknya emulsi dalam minyak dapat
dikurangi serta menghasilkan minyak netral dengan randemen lebih besar dan
mutu yang lebih baik.
Beberapa faktor yang mempengaruhi netralisasi yaitu suhu operasi,
tekanan operasi, pengadukan dan katalis. Suhu yang tinggi akan mempercepat
terjadinya reaksi tetapi dengan pengadukan yang lambat. Selain itu, suhu juga
dapat meningkatkan selektivitas. Biasanya suhu operasi antara 80-95°C.
Peningkatan tekanan akan meningkatkan kinetika reaksi tetapi menurunkan
selektivitas. Mengingkatkan kecepatan pengadukan akan dapat meningkatkan
kecepatan reaksi dan penurunan selektivitas yang besar. Penambahan katalis
dapat meningkatkan kinetika reaksi dan sedikit memperkecil selektivitas
(Wulyoadi, 2004).
Bleaching merupakan proses melibatkan konsentrasi massa pigmen
warna pada antarmuka antara cairan dan agen pemutihan. Itu dicapai sebagai
hasil dari gaya antarmolekul antara molekul padat dan zat teradsorpsi dan
reversibel. Pemutihan di mana berbagai adsorben seperti karbon, silika gel,
alumina aktif dan tanah liat diaktifkan. Agen pemutihan harus menjadi salah satu
yang akan mengubah warna dari minyak tanpa mengubah sifat kimia dari
minyak (Kamalu et al., 2012).
Pada tahap proses bleaching, sejumlah bentonit yang telah diaktivasi
dicampur dengan minyak yang diperoleh dari proses penyabunan. Pencampuran
ini dilakukan di dalam tangki berbaffle dengan ratio perbandingan antara
bentonit:minyak adalah 1:100 dan 1:200. Mula-mula tangki tersebut dipanaskan
sampai suhunya antara 70oC sampai dengan 80oC, kemudian diaduk dengan
kecepatan 20 rpm. Setelah 3 jam pengadukan, sampel dalam kondisi panas-
panas disaring dengan kertas saring, dan filtrat yang diperoleh dianalisa
parameter fisika dan kimianya. Adapun parameter yang dianalisa yaitu warna,
bau, rasa, kadar asam lemak bebas (FFA), angka peroksida, pH, kadar air, kadar
logam Pb, Cu, Hg dan Arsen. Analisa parameter fisika dan kimia juga dilakukan
pada minyak yang belum diolah maksimal (Yusnimar dkk., 2008).
Tujuan utama dari proses bleaching adalah untuk menghilangkan
peroksida dan produk oksidasi sekunder. Selain itu pigmen dan jejak gusi dan
sabun dari pemurnian juga dihilangkan dalam proses bleaching. Umumnya
proses pemutihan dilakukan saat suhu dalam kisaran 80-120°C dan waktu
kontak mulai dari 20-40 menit dalam ruang hampa udara (Usman et.al, 2012).
Menurut Ketaren (1986), aktivasi karbon (arang aktif) bertujuan untuk
memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup,
sehingga memperbesar kapasitas adsorbs terhadap zat warna dalam minyak.
Keuntungan menggunakan arang aktif sebagai bahan pemucat minyak ialah
karena lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching clay,
sehingga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil. Arang yang digunakan
sebagai bahan pemucat biasanya berjumlah kurang lebih 0,1-0,2 % dari berat
minyak. Arang aktif dapat juga menghilangkan sebagian bau yang tidak
dikehendaki dan mengurangi jumlah peroksida sehingga memperbaiki mutu
minyak. Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif
jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan minyak yang tertinggal di dalam
activated clay dan proses otooksidasi lebih cepat dengan minyak yang
dipucatkan dengan menggunakan arang aktif.
Adsorben yang biasa digunakan untuk pemucatan minyak terdiri dari
bleaching clay, arang, dan arang aktif. Bleaching clay (bleaching earth), bahan
pemucat ini merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari
SiO2, Al2O3, air terikat serta ion kalsium, magnesium oksida dan besi oksida.
Kelemahan adsorben ini adalah jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk
menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam
minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan. Adsorben
terlalu kering menyebabkan daya kombinasinya dengan air telah hilang,
sehingga menurunkan daya penyerapan terhadap zat warna. Pemakaian asam
mineral untuk untuk mengaktifkan adsorben bleaching clay menimbulkan bau
lapuk pada minyak, tetapi bau lapuk tersebut akan hilang pada proses
deodorisasi. Activated clay yang bersifat asam akan menaikkan kadar asam
lemak bebas dalam minyak dan mengurangi daya tahan kain saring yang
digunakan. Sedangkan kelebihannya adalah daya penyerapan terhadap warna
akan lebih aktif jika adsorben tersebut mempunyai bobot jenis yang rendah,
kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan pH adsorben mendekati netral
(Ketaren, 1986).
Kriteria adsorben yang dapat digunakan dalam proses bleaching minyak
diantaranya yaitu diantaranya mempunyai daya serap yang tinggi, berupa zat
padat yang mempunyai luas permukaan yang besar, tidak boleh larut dalam zat
yang akan diadsorpsi, tidak boleh mengadakan reaksi kimia dengan campuran
yang akan dimurnikan, tidak beracun, tidak meninggalkan residu berupa gas
yang berbau, mudah didapat dan harganya murah (Astuti dkk., 2006).
Berdasarkan Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Pemurnian Minyak diperoleh
data pada sampel minyak goreng kelompok 1 dan 2 dengan NaOH 1,2 ml pada
netralisasi didapatkan berat awal 200, berat akhir 191,7 sehingga didapatkan
rendemen 95,85%. Pada pemucatan didapatkan berat awal 191,7, berat akhir
170,1 sehingga didapatkan rendemen 88,85%. Pada sampel minyak kemiri tanpa
pemanasan kelompok 3 dan 4 dengan NaOH 20 ml pada netralisasi didapatkan
berat awal 200, berat akhir 120 sehingga didapatkan rendemen 60%. Pada
pemucatan didapatkan berat awal 120, berat akhir 110 sehingga didapatkan
rendemen 91,67%. Pada sampel minyak kemiri dengan pemanasan kelompok 5
dan 6 dengan NaOH 8 ml pada netralisasi didapatkan berat awal 200, berat akhir
153,5 sehingga didapatkan rendemen 76,75%. Pada pemucatan didapatkan berat
awal 153,5, berat akhir 141,6 sehingga didapatkan rendemen 92,25%.
Menurut teori Nuansa (2016), Penggunaan konsentrasi larutan kaustik
soda (NaOH) perlu diperhatikan dalam netralisasi. Apabila konsentrasi NaOH
yang digunakan terlalu tinggi maka menyebabkan makin banyak trigliserida
yang tersabunkan sehingga akan menurunkan rendemen minyak, namun apabila
konsentrasi NaOH terlalu rendah maka menyebabkan makin banyak emulsi
yang sulit dipisahkan dari minyak. Adapun lama waktu proses juga harus
ditentukan sedemikian rupa karena berpengaruh pada efektifitas proses
netralisasi. Hal ini sudah sesuai dengan praktikum karena penggunaan NaOH
terbanyak adalah kelompok 3 dan 4 sehingga rendemen yang didapatkan saat
netralisasi merupakan rendemen paling kecil. Menurut Suryani dkk., (2016)
semakin lama waktu proses, adsorbsi berjalan lebih optimal. Kenaikan
rendemen seiring waktu proses kemungkinan dipengaruhi proses desorbsi, yaitu
kembalinya minyak yang telah diadsorbsi disebabkan oleh kejenuhan adsorben.
Proses desorbsi dapat mempengaruhi rendemen karena pengukuran rendemen
berdasarkan berat minyak. Selain itu, peningkatan kadar kotoran dalam waktu
40 menit juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perhitungan
rendemen minyak pasca pemucatan.
E. Kesimpulan
Kesimpulan dar praktikumAcara IV “ Pemurnian Minyak” adalah
sebagai berikut:
1. Proses netralisasi dilakukan dengan sampel minyak goring, minyak kemiri
tanpa pemanasan, dan minyak kemiri dengan pemanasan dengan
penambahan NaOH 0,1 N yang sebelumnya diketahui jumlah NaOH yang
dapat mengetahui jumlah FFA. Kemudian dilakukan pemanasan suhu 70oC
dan disaring dengan corong pemisah. Rendemen tertinggi didapatkan oleh
sampel minyak goring sebesar 90, 85%
2. Proses blanching sampel yang digunakan adalah sampel hasil netralisasi.
Kemudian dilakukan pemanasan dan penambahan absorben 0,1 % dari berat
minyak. Pemanasan kembali pada suhu 100-150oC selama 15-30 menit.
Terakhir penyaringan sampel dengan kertas penyaring. Sampel yang
memiliki rendemen tertinggi adalah minyak kemiri dengan pemanasan
sebesar 92,25%.
3. Memperpanjang umur simpan minyak sebelum dikonsumsi dalam industry
dapat dilakukan dengan menutup dengan wadah yang tertutup dan tidak
disimpan dalam suhu yang tinggi. Hal tersebut dilakukan agar tidak
mengakibatkan kerusakan minyak.
DAFTAR PUSTAKA

Adamczak, Marek. 2004. The Application of Lipases in Modifying the Composition,


Structure and Properties of Lipids-a Review. Polish Journal of Food and
Nutrition Sciences. Vol. 13/54, No 1, Page: 3-10.
Aisyah, Siti., Eny Yulianti dan A. Ghanaim Fasya. 2010. Penurunan Angka
Peroksida dan Asam Lemak Bebas (FFA) pada Proses Bleaching Minyak
Goreng Bekas Oleh Karbon Aktif Polong Buah Kelor (Moringa Oliefera.
Lamk) dengan Aktivasi NaCl. ALCHEMY, Vol. 1, No. 2, Hal: 93-103.
Astuti, Widi, Muhammad Amin dan Aprimal. 2006. Bleaching of Palm Oil (CPO)
by adsorption Using Lampung Natural Zeolit. Journal of Indonesian
Zeolites. Vol 5 (2).
Bhawika, Gita Widi, Legowo Sulistijono, dan Herry Sudjendro. 2015. Pengukuran
Kinerja Alat Despicing Dan Netralisasi Pada Proses Penjernihan Minyak
Goreng Bekas. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
Fitriani dan Nurulhuda. 2018. Pemurnian Minyak Goreng Bekas Menggunakan
Adsorben Biji Alpukat Teraktivasi. Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA
Vol. 9 (2).
Guliyev, N.G., J. A. Alekperov, H. J. Ibrahimov, F. A. Amirov. 2018. Investigation
of activated carbon obtained from the liquid products of pyrolysis in
sunflower oil bleaching process. International Journal of Industrial
Chemistry.
Hartono, S.B, Indraswati N., Setiawan, L.E., Edi-Soetaredjo, F., Sherly M.,
Kristarina M.A. 2004. Bleaching Of Crude Palm Oil (CPO) Using
Adsorbent Prepared From Pyrolyzed Cofee Residues. WIMA Journal.
Kamalu C.I.O., E.C Osoka and Nwakaudu, M.S. 2012. Bleaching Of Crude Palm
Kernel Oil Using Activated Snail Shell. Research Journal in Engineering
and Applied Sciences Vol. 1(5), Page: 323-326.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI press.
Jakarta.
Kurniati, Yeni dan Wahono Hadi Susanto. 2015. Pengaruh Basa NaOH dan
Kandungan ALB CPO Terhadap Kualitas Minyak Kelapa Sawit Pasca
Netralisasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 (1).
Nuansa, Maria Pesona., Wahono Hadi Susanto dan Novita Wijayanti. 2016.
Karakteristik Kimia Fisik Minyak Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L.)
Pasca Netralisasi (Kajian Konsentrasi Naoh Dan Lama Waktu Proses).
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1.
Ramdja, A. Fuadi., Lisa Febrina dan Daniel Krisdianto. 2010. Pemurnian Minyak
Jelantah Menggunakan Ampas Tebu Sebagai Adsorben. Jurnal Teknik
Kimia Vol. 17(1).
Skevin, Dubravka Tomislav Domijan, Klara Kraljic, Jasenka Gajdos Kljusuric,
Sandra Nederal and Marko Obranovic. 2012. Optimization of Bleaching
Parameters for Soybean Oil. Food Technol. Biotechnol Vol. 50, No. 2.
Usman, M. A., V. I. Ekwueme, T. O. Alaje, and A. O.Mohammed. 2012.
Characterization, Acid Activation, and Bleaching Performance of Ibeshe
Clay, Lagos, Nigeria. International Scholarly Research Network ISRN
Ceramics
Wulyoadi, Sasmito dan Kaseno. 2004. Pemurnian Minyak Goreng Bekas dengan
Menggunakan Filter Membran. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa
Kimia dan Proses. ISSN : 1441-4216.
Yusnimar, Is sulistyati Purwaningsih, Sunarno. 2008. Proses Bleaching Minyak
Sawit Mentah Dengan Bentonit Asal Muara Lembu. Seminar Nasional
Teknik Kimia Oleo & Petrokimia Indonesia.
LAMPIRAN

Gambar 4.4 Penambahan 50 ml Gambar 4.5 Penetesan Indikator


alkohol panas ke PP
dalam erlenmeyer
berisi minyak

Gambar 4.6 Proses Penitrasian Gambar 4.7 Pengukuran suhu


dengan menggunkan
termometer
LAMPIRAN
A. Perhitungan
1. Rendemen Netralisasi
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 (𝑏 𝑚𝑙)
Minyak goreng = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑎 𝑚𝑙)
191,7
= × 100%
200

= 95,85%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 (𝑏 𝑚𝑙)
Minyak kemiri tanpa = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑎 𝑚𝑙)
120
pemanasan = 200 × 100%

= 60%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 (𝑏 𝑚𝑙)
Minyak kemiri dengan= × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑎 𝑚𝑙)
153,5
Pemanasan = × 100%
200

= 76,75%
2. Rendemen Pemucatan
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 (𝑏 𝑚𝑙)
Minyak goreng = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑎 𝑚𝑙)
170,1
= 191,7 × 100%

= 88,73%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 (𝑏 𝑚𝑙)
Minyak kemiri tanpa = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑎 𝑚𝑙)
110
pemanasan = 120 × 100%

= 91,67%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 (𝑏 𝑚𝑙)
Minyak kemiri dengan= × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑎 𝑚𝑙)
141,6
Pemanasan = 153,5 × 100%

= 92,25%

Anda mungkin juga menyukai