: Yeppi Kamil M.
: 133020269
: 2 (Dua)
:J
: 11 Maret 2016
: Yuni Qurrota Ayun
I PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Tujuan Percobaan, dan (2) Prinsip
Percobaan.
1.1.
Tujuan Percobaan
1.2.
Prinsip Percobaan
Buah Kelapa
Pengupasan
Pembelahan
Serabut
Air Kelapa &
Tempurung
Daging
Kelapa
Pemarutan
Air 60o C
Pemerasan
Pengendapan T= 5jam
Krim
Ampas
Skim
Pemanasan t = 1 jam
Filtrasi t = 25
Minyak Kelapa
7.
8.
Analisa
Nama Produk
Basis
Bahan Utama
Bahan Tambahan
Berat Produk
% Produk
Organoleptik
a. Warna
b. Rasa
c. Aroma
d. Kenampaka
n
e. Tekstur
Cara Tradisional
Cara Modern
Bening
Tidak Berasa
Khas Minyak
Menarik
Cair (Minyak)
Bening
Tidak Berasa
Bau Asam Menyengat
Menarik
Cair (Minyak)
Gambar Produk
3.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses pembuatan minyak secara
modern didapatkan hasil akhir produk 55,2 gram dengan basis 250 gram serta
sifat organoleptik warna bening, tidak berasa, aroma bau asam menyengat,
penampilan yang menarik dan tekstur cair (minyak.). Sedangkan pada proses
pembuatan minyak dengan cara tradisional didapat hasil produk 189,7 gram
dengan basis 750 gram serta sifat organoleptik warna bening, tidak berasa, aroma
khas minyak, penampakan yang menarik dan tekstur cair (minyak)
Minyak termasuk kedalam golongan lipida bersama dengan lemak. Lemak dan
minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang
berbeda-beda. Namun lemak dan minyak sering ditambahkan dengan sengaja ke
bahan makanan-makanan sebagai penghantar panas, shortening, dan lainnya.
Lemak hewani banyak mengandung sterol yang disebut kolesterol sedangkan
lemak nabati mengandung banyak fitosterol. Perbedaan lemak dan minyak adalah
bentuknya pada suhu ruangan. Lemak hewani berbentuk padat pada suhu ruang
karena tidak memiliki ikatan rangkap (bersifat jenuh) sehingga titik cair nya lebih
tinggi dibandingkan dengan lemak nabati (minyak) yang lebih banyak
mengandung asam lemak tak jenuh dengan ikatan rangkap yang memiliki titik
cair yang lebih rendah sehingga pada suhu ruang akan berwujud cair (Winarno,
2004)
Penambahan asam cuka akan membantu mengendapkan protein yang terdapat
dalam minyak sehingga minyak yang didapat akan lebih jernih. Menurut Sutisna
(2012) warna keruh dari minyak disebabkan oleh adanya koloid-koloid protein di
pencacahan,
pemanasan,
pressing,
ekstraksi
dan
rafinasi.
Pengolahan minyak secara industri biasanya berbahan dasar buah kelapa kering
yang kualitasnya beragam (Tarwiyah, 2001).
Proses pertama yaitu pembersihan. Pembersihan dilakukan untuk memisahkan
kopra dari benda asing seperti batu, besi dan lain-lain. Kadar air kopra yang ideal
adalah tidak lebih dari 5%. Jika kadar air lebih dari 5% dikhawatirkan akan
tumbuh jamur, selain itu juga jika air nya banyak maka rendemen minyaknya akan
sedikit (Sutisna, 2012)
Pencacahan dilakukan dengan tujuan reduksi ukuran agar luas kontak
permukaan saat pressing lebih besar. Setelah pencacahan kopra yang telah dicacah
tersebut kemudian dihaluskan menjadi serbuk kasar (Tarwiyah, 2001)
Proses ekstraksi minyak dengan cara pengepresan membutuhkan proses
pendahuluan berupa pemanasan. Ekstraksi minyak dengan cara pengepresan ada
dua cara yaitu dengan menggunakan hydraulic press yang akan menyisakan
minyak dalam kopra sebanyak 4 6 % dan cara pengepresan berulir (screw press)
yang akan menyisakan minyak dalam kopra sebanyak 4 5% (Ketaren, 1986).
Pemanasan pendahuluan yang dilakukan sebelum ekstraksi bertujuan untuk
menginaktifkan enzim dalam kopra sehingga mencegah penurunan kualitas
minyak. Enzim yang dapat menurunkan kualitas minyak salah satunya adalah
enzim lipase yang akan menyebabkan minyak cepat tengik. Selain untuk
Kondensat (uap pelarut yang mencair) akan mengalir ke ruang ekstraksi dan
melarutkan lemak serbuk kopra. Jika ruang ekstraksi telah penuh dengan pelarut,
pelarut yang mengandung minyak akan mengalir (jatuh) dengan sendirinya
menuju ruang penguapan semula. Di ruang penguapan, pelarut yang mengandung
minyak akan menguap, sedangkan minyak tetap berada di ruang penguapan.
Proses ini berlangsung terus menerus sampai 3 jam. Pelarut yang mengandung
minyak diuapkan. Uap yang terkondensasi pada kondensat tidak dikembalikan
lagi ke ruang penguapan, tapi dialirkan ke tempat penampungan pelarut. Pelarut
ini dapat digunakan lagi untuk ekstraksi.
diperkirakan tidak ada lagi residu pelarut pada minyak (Tarwiyah, 2001)
Minyak yang diperoles dari proses ekstraksi tersebut disebut dengan minyak
kasar. Minyak kasar ini kemudian harus dimurnikan (rafinasi) untuk mendapatkan
kualitas minyak yang dapat bersaing di pasran. Tujuan dari pemurnian ini adalah
untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, membuat warna menjadi
lebih menarik dan memperpanjang masa simpan minyak. Rafinasi minyak ini
terdiri dari lima tahap yaitu degumming, netralisasi, pemucatan, deodorisasi dan
pemisahan gliserida jenuh dengan cara pendinginan (Ketaren, 1986)
Degumming merupakan proses pemisahan getah atau lender-lendir yang terdiri
dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah
asam lemak bebas dalam minyak. Caranya ialah dengan memanaskan minyak dan
dilanjutkan dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifugasi sehingga bagian
lender terpisah dari air. Pada waktu proses sentrifugasi dapat ditambahkan garam
yang dapat menyerap air. Suhu minyak saat sentrifugasi adalah 32 50C dan
pada suhu tersebut kekentalan minyak berkurang sehingga gum mudah terpisah
dari lemak. Hasil dari proses ini adalah minyak yang bersih namun belum layak
diedarkan (Ketaren, 1986).
Netralisasi setelah proses degumming dilakukan dengan tujuan memisahkan
asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan mereaksikannya dengan basa
sehingga membentuk sabun (soap stock). Menurut Sutisna (2012) jika free fatty
acid (FFA) ini tidak dinetralkan minyak akan cepat mengalami perubahan. Selain
itu semakin banyak asam lemak bebas maka titik asap dari minyak akan semakin
rendah dan hal ini menunjukan kualitas minyak yang kurang baik. Setalah
terbentuk sabun, maka ditambahkan air kedalamnya. Asam lemak bebas yang
terdapat pada minyak tersebut akan ikut dalam fase air dan terpisah dari fase
lemaknya. Hasil akhir proses ini adalah minyak bebas FFA dan sabun yang
terlarut dalam air (Winarno, 2004)
Pemucatan (bleaching) merupakan tahapan selanjutnya yang memiliki tujuan
untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan
ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah adsorben seperti arang
aktif, tanah serap atau lemopung aktif. Zat warna pada minyak akan diserap di
permukaan adsorben dan juga adsorben akan menyerap suspense koloid (gum dan
resin) serta hasil degradasi minyak misalnya peroksida. Minyak yang akan
dipucatkan dipanaskan terlebih dahulu hingga suhu sekitar 105C selama 1 jam.
Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak mencapai suhu 70 80C
dan jumlah adsorben yang ditambahkan adlah 1 1,5% dari berat minyak.
Minyak selanjutnya dipisahkan dari absorben menggunakan filter press, minyak
yang hilang karena proses tersebut 0.2 0.5% dari berat minyak setelah
pemucatan. Selain dengan adsorben pemucatan dapat dilakukan secara oksidasi
dengan O3, H2O2 (Ketaren, 1986).
Tahap selanjutnya yaitu tahap deodorisasi atau penghilangan bau yang tidak
dikehendaki pada minyak. Prinsip proses ini adalah penyulingan (destilasi)
minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Proses ini
dilakukan dengan cara memompakan minyak kedalam ketel deodorisasi.
Kemudian minyak tersebut dipanaskan pada suhu 200 250C pada tekanan 1
atmosfer (gauge) dan selanjutnya pada tekanan rendah (kurang dari 10 mmHg)
sambal dialirkan uap panas selama 4 6 jam untuk mengangkut senyawa yang
dapat menguap. Jika masih ada uap air yang tertinggal dalam minyak setelah
pengaliran uap selesai, maka minyak tersebut verlu divakumkan pada tekanan
yang lebih rendah. Pada suhu tinggi, komponen-komponen odor yang bersifat
volatile akan diangkut oleh uap panas. Penurunan tekanan selama deodorisasi
berguna untuk mengurangi jumlah uap yang digunakan dan mencegah hidrolisa
minyak oleh uap air. Minyak lalu didinginkan sampai suhu sekitar 84C dan
selanjutnya minyak dikeluarkan dari ketel (Ketaren. 1986).
Berdasarkan cara pembuatan, Ir. Winarno, alumnus Teknologi Pangan dari
Institut Pertanian Bogor, menyebutkan setidaknya ada tiga jenis minyak kelapa.
1.
Minyak kelapa industri. Minyak ini dibuat dengan bahan baku kopra
melalui proses RBC (refining, bleaching and deodorizing). Setelah kopra dipres,
dibersihkan, diputihkan, lalu dihilangkan bau tengiknya. Minyak kelapa yang
dijual untuk memasak kerap dicampur dengan minyak sayur lain sehingga
harganya cukup murah.
2.
Minyak kelapa kelentik. Minyak ini dibuat dengan cara tradisional oleh
para petani kelapa atau ibu rumah tangga. Caranya, dengan memasak santan
kelapa hingga minyak terpisah dari blondo (karamel). Kerapkali minyak ini
berwarna kuning sampai kecokelatan, akibat terkontaminasi karamel yang gosong.
3.
Minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO). Minyak ini
merupakan minyak kelapa yang tidak mengalami proses hidrogenasi. Agar tidak
mengalami hidrogenasi, ekstrasi minyak ini dilakukan dengan proses dingin,
misalnya dengan fermentasi, pancingan, sentrifugasi, pemanasan terkendali,
pengeringan parutan kelapa secara cepat, dan lain-lain.
4.
Meski Ir. Winarno tidak menyebutkan satu jenis VCO yang terakhir ini,
perlu diketahui bahwa ada satu produk minyak kelapa yang disebut organik ekstra
mengandung MCT atau Medium Chain Triglyserides. Ini merupakan hasil
pengolahan lebih lanjut dari VCO berkualitas baik melalui proses esterifikasi
gliserol yang diturunkan dari minyak nabati berkadar laurat tinggi dengan asam
lemak rantai sedang. Cara paling sederhana membedakan organik ekstra VCO
mengandung MCT dengan VCO lain adalah dengan merasakannya. Bila VCO
biasa masih terasa sebagai minyak di lidah, minyak MCT terasa seperti air
(Anonim, 2010).
Pada pembuatan minyak kelapa ditetapkan ada 4 tahap yang termasuk titik
kritis (CCP), yaitu tahap pemerasan santan, penambahan koagulan, pemanenan
minyak mentah dan pengemasan minyak, serta penyaringan minyak.
Pemerasan santan menjadi CCP karena tahap ini menggunakan air sebagai
bahan pengekstrak minyak menjadi santan yang kadang tidak mempergunakan air
yang sesuai bagi air minum (tidak dimasak). Batas kritisnya adalah santan tidak
tercemar kotoran atau air yang kurang baik. Monitoring dilakukan sebelum proses
pemerasan dimulai yaitu dari higienis pekerja dan pemeriksaan visual terhadap
santan yang dihasilkan.
Penambahan asam asetat glasial menjadi CCP karena tahap ini penting
untuk mengoptimalkan pemisahan santan, akan tetapi bila terlalu banyak
ditambahkan maka santan menjadi asam dan berpengaruh terhadap minyak yang
dihasilkan.
Tahap lain yang menjadi CCP adalah proses pemanenan dan penyaringan
minyak. Apabila waktu panen terlalu lama maka minyak yang dihasilkan akan
terjadi penurunan kualitas dengan meningkatnya bilangan peroksida dan kadar
asam lemak bebas.
Proses penyaringan yang tidak sesuai yaitu berada dalam ruangan yang
tidak tertutup dengan peralatan tidak bersih serta tercampurnya blondo dalam
minyak lebih dari satu hari sehingga menyebabkan minyak yang dihasilkan
menjadi rusak.
Tahap proses lain yang menjadi CCP adalah pengemasan minyak yang
sering terjadi adalah tutup botol minyak rusak atau isi minyak tumpah ke luar
akibat isi minyak dalam botol terlalu penuh.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Jenis-jenis Minyak kelapa. www.female.kompas.com; Diakses:
15 Maret 2016
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta;
Penerbit UI Press
Sutisna, Nana. 2012. Handout Teknologi Pengolahan Pangan. Universitas
Pasundan Prodi Teknologi Pangan
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta; PT. Gramedia Pustaka
Utama
LAMPIRAN PERHITUNGAN
-
% Produk =
W produk
x 100
W basis
189,7
x 100 =25,29
750
% Produk =
W produk
x 100
W basis
55,2
x 100 =22,08
250
LAMPIRAN KUIS
1. Sebutkan fungsi cooling shock pada pembuatan mie basah!
Cooling shock adalah proses pendinginan yang tujuannya untuk
menghentikan proses pemasakan pada mie basah.
2. Sebutkan macam-macam tahu!
- tahu putih
- tahu kuning
- tahu kulit
- tahu pong
- tahu sutera (Tofu)
- tahu air
3. Diketahui:
Basis = 350 g
Kelapa : Air = 3 : 5 = 40 %
Sukrosa = 60 %
Ditanyakan:
W?
-
W Kelapa =
3
8
W Air =
5
8
40
100
W Sukrosa =
60
100
40
100
x 350 = 52,5 g
x 350 = 87,5 g
x 350 = 210 g
4. Diketahui:
kacang tanah = 750 g
gula = 25 g
minyak = 15 g
Ditanyakan:
% bahan?
- berat keseluruhan = 750 + 25 + 15 = 790 g
% Kacang Tanah =
% Minyak =
% Gula =
15
790
25
790
750
790
x 100 = 94,94 %
x 100 = 1,9 %
x 100 = 3,16 %
Air : Kedelai = 2 : 6
Ditanyakan:
W masing-masing bahan?
-
2
8
x 550 g = 137,5 g
6
8
x 550 g = 412,5
LAMPIRAN SNI
No.
1.
1.1
1.2
2.
3.
4.
5.
6.
7.
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5
Kriteria uji
Keadaan
Bau
Warna
Kadar air dan bahan menguap
Bilangan Asam
Bilangan Peroksida
Minyak Pelikan
Asam linolenat (C18:3) dalam
komposisi asam lemak minyak
Cemaran Logam
Kadmium (Cd)
Timbal (Pb)
Timah(Sn)
Merkuri (Hg)
Cemaran Arsen (As)
Satuan
% b/b
Mg KOH/g
Mek O2/Kg
%
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Persyaratan
Normal
Normal
Maksimum 0,15
Maksimum 0,6
Maksimum 10
Negatif
Maksimum 2
Maksimum 0,2
Maksimum 0,1
Maks. 40,0/250,0*
Maksimum 0,05
Maksimum 0,1