Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PROSES EKSTRAKSI SOKLETASI MINYAK KULIT SAWIT


OLEH KELOMPOK 6 KELAS A
ANDI MULYA ADHA JHON FERY MARIHOT NUR KHAIRIATI SASTRA SILVESTER TEDDY PRATAMA (1107111940) (1107114137) (1107114208) (1107114148) (1107114357)

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU

2012

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

Laporan Ini Telah Diperiksa Dan Dinilai Oleh Dosen Pembimbing Mata Kuliah Praktikum Kimia Organik Disusun Oleh:

Andi Mulya Adha Jhon Fery Marihot Nur Khairiati Sastra Silvester Teddy Pratama

(1107111940) (1107114137) (1107114208) (1107114148) (1107114357)

Pekanbaru, 01 Desember 2012 Dosen Pembimbing Kimia Organik Asisten Kimia Organik

Drs. Irdoni HS, MS NIP 195704151986091001

Salamun Qaulan NIM 0807135304

ABSTRAK
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae. Tanaman sawit adalah salah satu tananman penghasil minyak nabati dengan kadar minyak 70%. Tujuan dari percobaan ini untuk mempelajari proses ekstraksi suatu komponen dari bahan alam serta untuk mendapatkan rendemen minyak sawit dari proses ekstraksi sokletasi. Pada percobaan ini sampel direbus selama 4 jam kemudian dikeringkan dengan cara dioven. Kemudian ditimbang dan masukkan kedalam selongsong. Selongsong dimasukkan kedalam tabung soklet yang telah disesuaikan ukurannya, kemudian diisi dengan pelarut hingga selongsong terbenam. Rangkai alat dan lakukan proses refluks selama 6 jam pemasan. Pelarut yang digunakan adalah nheksana dengan melakukan proses pemanasan sehingga pelarut tersebut menguap, diembunkan oleh kondensor sehingga turun dan membasahi serta merendam sampel sehingga menarik komponen minyak. Setelah minyak tidak ada lagi, dilakukan proses pengambilan pelarut dengan cara destilasi tanpa selonsong. Minyak yang di dapat dioven selama 1 jam sehingga berat minyak yang diperoleh 29.52 gram dari bahan baku 50 gram. Dari percobaan yang dilakukan didapat rendemen minyak buah sawit yaitu sebanyak 59.4 %. Apabila dibandingkan dengan standar pada tabel komposisi buah kelapa sawit yaitu 34-40 %, maka rendemen yang didapat dari percobaan lebih besar. Hal ini disebabkan karena pada proses sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Kata Kunci : Ekstraksi, Kelapa Sawit, Sokletasi ABSTRACT Oil palm (Elaeis guinensis Jacq) is dashed to the plant which belongs Palmae. Plant oil is one of vegetable oil with 70% oil content. The purpose of the experiment was to study the extraction of a component of natural materials and to obtain the yield of palm oil extraction process sokletasi. In this experiment the sample was boiled for 4 hours and then dried by oven. Then weighed and put into casings. Selongsong inserted into a soklet tube with customized size, then filled with a solvent until the sleeve down. Compose tools and do the Installation reflux for 6 hours. The solvent used was n-hexane by heating process so that the solvent is evaporated, condensed by the condenser so down and wetting and soaking the samples so attractive oil component. Once the oil is no more, done making process solvent by distillation without selongsong. The oil in the oven for 1 hour can be so heavy oils obtained 29.52 grams of 50 grams of raw materials. Obtained from experiments conducted palm fruit oil yield is as much as 59.4 %. When compared with the standard at oil palm fruit composition table is 34-40 %, the yield obtained from larger trials. This due to cause on progress the fraction of material (not oil) join in extraction process. Keywords : Extraction, Oil Palm, Sokletasi.

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Saat ini, kebutuhan akan minyak nabati baik sebagai bahan pangan maupun sebagai bahan bakar terbarukan semakin meningkat. Bahan minyak yang dilirik sebagai sumber ini adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis). Minyak kelapa sawit dapat dimanfaatkan di berbagai bidang industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan dan industri non pangan seperti kosmetik dan farmasi.selain daging sawit, inti sawit juga dapat digunakn di industri. Terdapat beberapa metoda ekstraksi untuk mengambil minyak inti sawit, salah satu contohnya yaitu, metoda ekstaksi pelarut (sokletasi). Sokletasi dipilih menjadi metoda percobaan karena pelarut yang diperlukan disini relatif sedikit dan dapat direfluks sehingga bisa diambil kembali untuk kemudian dapat digunakan berulang ulang. Dengan dapat digunakannya lagi pelarut yang sama untuk percobaan berikutnya, maka metode sokletasi menjadi lebih murah dan efisien. Selain itu, metoda sokletasi juga merupakan yang paling efektif untuk mengekstrak minyak karena dengan metoda ini hampir 99% minyak dalam sampel dapat diekstrak (Ketaren, 1986). Atas dasar itulah, maka pengambilan komponen minyak dilakukan dengan metoda solvent extraction, yaitu sokletasi.

1.2

Tujuan Percobaan 1. Mempelajari dan mengamati proses isolasi suatu komponen dari suatu bahan alam dengan metode sokletasi. 2. Menghitung rendemen.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1

Ekstraksi Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan atau Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Secara umum, ekstraksi terbagi atas 3 jenis, yaitu Rendering (dry rendering dan wet rendering), Mechanical expression, Solvent extraction.

2.1.1 Rendering Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering penggunaan panas adalah sesuatu yang spesifik, yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya. Menurut pengerjaannya rendering dibagi dengan dua cara,yaitu : a) Wet rendering b) Dry rendering a. Wet Rendering Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup dengan menggunakan temperature yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan uap (40-60psi). Penggunaan temperatur rendah pada wet rendering dilakukan jika diinginkan flavor yang netral dari minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat pengaduk, kemudian air ditambahkan dan campuran dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50C

sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik keatas dan kemudian dipisahkan. Proses wet rendering dengan menggunakan temperatur rendah kurang begitu populer sedangkan proses wet rendering dengan

menggunakan temperatur yang tinggi disertai dengan tekanan uap air digunakan untuk menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar. Peralatan yang digunakan adalah autoclave atau digester. Air dan bahan yang akan diekstraksi dimasukan kedalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40 sampai 60 pound selama 4-6 jam. b. Dry Rendering Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukkan kedalam ketel tanpa penambahan air. Bahan tadi dipanaskan sambil diaduk pemanasan dilakukan pada suhu 220F sampai 230F (105C-110C). Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel. 2.1.2 Pengepresan Mekanik (Mechanical Expression) Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan-bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (3070%). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan

pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan. Dua cara umum dalam pengepresan mekanis,yaitu: a. Pengepresan hidraulik (hydraulic pressing) b. Pengepresan berulir (expeller pressing)

a. Pengepresan Hidraulik (Hydraulic Pressing) Pada cara hydraulic pressing, bahan di press dengan tekanan sekitar 2000 pound/inch2 (140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung pada lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi antara 4 sampai 6 % tergantung dari lamanya bungkil ditekan dibawah tekanan hidraulik.

Gambar 2.1 Hydraulic Press (Ketaren,1986) Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pemisahan minyak dengan cara pengepresan mekanis dapat dilihat pada skema dibawah ini

Bahan yang mengandung minyak

perajangan

penggilingan

Minyak kasar pengepresan Ampas/bungkil Pemasakan/ pemanasan

Gambar 2.2 Skema memperoleh minyak dengan pengepresan (Ketaren,1986)

b. Pengepresan Berulir (Expeller Pressing) Cara expeller pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada temperature 240F (115,5C) dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2. Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5-3,5 % sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak antara 4-5 %.

Gambar 2.3 Expeller Pressing (Ketaren, 1986) Cara lain dalam mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering dengan pengepresan secara mekanik atau dengan sentrifus. 2.1.3 Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent extraction) Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1 % atau lebih rendah dan mutu minyak kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dari expeller pressing karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline, karbon disulfida, karbon tetra klorida,benzene dan n-heksana. Perlu perhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5%. Bila lebih, maka seluruh sistem solvent extraction perlu diteliti lagi.

a. Ekstraksi secara dingin a) Metode maserasi Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin. Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut: 1) Modifikasi maserasi melingkar 2) Modifikasi maserasi digesti 3) Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat 4) Modifikasi remaserasi 5) Modifikasi dengan mesin pengaduk b) Metode Perkolasi Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien.

b. Ekstraksi secara panas a) Metode refluks Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator. b) Metode destilasi uap Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyakminyak menguap (esensial) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal. c) Metode Sokletasi Sokletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Keuntungan metode ini adalah : 1) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung. 2) Digunakan pelarut yang lebih sedikit 3) Pemanasannya dapat diatur Kerugian dari metode ini : 1) Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat

menyebabkan reaksi peruraian oleh panas. 2) Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.

3) Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif. Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan :diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah. Tabel 2.1 Perbedaan Ekstraksi Maserasi, Perkolasi dan Sokletasi. Perbedaan Maserasi Perkolasi Sokletasi Bahan yang Tidak tahan Tidak tahan Tahan panas digunakan panas panas Kurang Hasil ekstraksi Maksimal Maksimal maksimal Sampel Sampel Sampel direndam Proses kerja direndam pelarut dialiri pelarut dan dialiri pelarut Peralatan Sederhana Sederhana Agak rumit Biaya Murah Mahal Mahal Waktu yang Lama Lama Lama dibutuhkan Sistem Alat Tertutup Terbuka Tertutup (Irwan, 2010) 2.2 Sawit Tanaman sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani, Elaion yang berarti minyak, sedangkan nama species guinensis berasal dari kata guinea, yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jaquin, menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di Pantai Guinea. Tanaman sawit tumbuh tegak lurus dan dapat mencapai ketinggian sampai 20 m. Sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22oC 32oC. Pada

saat ini dikenal beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang dibedakan berdasarkan warna kulit buah dan bentuk buah.

Gambar 2.4 Klasifikasi Tanaman Sawit (Ketaren, 1986) Tanaman ini berumah satu atau Monoecious, yang artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada tandan bunga betina. Masing-masing tandan terpisah dan keluar dari ketiak pelepah. Sawit terdiri dari dua jenis; E. guineensis dan E. oleifera. Kedua jenis kelapa ini memiliki keunggulan masing-masing. E. guineensis memiliki produksi yang sangat tinggi dan E. oleifera memiliki tinggi tanaman yang rendah. Banyak orang sedang menyilangkan kedua spesies ini untuk mendapatkan spesies yang tinggi produksi dan mudah dipanen. Ada beberapa tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas varietas itu dapat dibedakan atas warna kulit buahnya, berdasarkan ketebalan tempurung, penampung irisan buah, kandungan minyak dalam buah kelapa sawit dapat dibedakan atas tiga varietas yaitu : 1) Dura, dengan tempurung yang tebal yaitu antara 2 8 mm, daging buah berlapis tipis dan kandungan minyaknya rendah. 2) Pisifera, dengan biji yang kecil dan mempunyai tempurung yang sangat tipis tetapi daging buahnya tebal sehingga kandungan minyaknya tinggi. 3) Tennera, verientas mempunyai sifat sifat yang berasal dari kedua induknya yaitu Dura dan Pisifera dengan tempurung tipis dengan

ketebalan 0,5 4 mm, %tase daging buah terhadap buah tinggi sehingga kandungan minyak yang dihasilkan lebih banyak. Berdasarkan warna kulitnya ada tiga varietas kelapa sawit yang dikenal yaitu : 1) Nigrescens, buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi kehitam hitaman sewaktu telah masak. 2) Virescens, buah berwarna hijau pada waktu muda dan ketika masak menjadi jingga kemerahan tetapi ujungnya tetap kehijauan. 3) Albescens, pada waktu muda buah berwarna keputih putihan sedangkan setelah masak menjadi kekuning kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman. Kelapa sawit biasanya mulai berbuah pada umur 3 4 tahun dan buahnya menjadi masak 5 6 buah setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat perubahan warna kulitnya, dari hijau pada buah muda menjadi merah jingga waktu buah telah masak. Pada saat itu kandungan minyak pada buah telah maksimal jika terlalu matang buah kelapa sawit akan terlepas dari tangkai tandannya.

Gambar 2.5 Grafik harga CPO 10 tahun terakhir (Oil World Annual MPOB, 2012).

2.3

Gambar 2.6 Grafik harga TBS 10 tahun terakhir (Oil World Annual MPOB, 2012). Minyak Sawit Sawit terdiri dari 2 bagian utama, 80 % perikarp (daging) dan 20 % biji, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 %. Minyak sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3 %. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan. karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan

adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak. Kandungan karotein dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari jenis tenera lebih kurang 500 700 ppm; kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi. (Ketaren, S. 2005) Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh %yawaan beta ionone. Sedangkan sebagian sifat-sifat minyak kelapa sawit terdapat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.4 Sifat-sifat minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit Sifat Bobot jenis Indeks bias D 40 oC Bilangan iod Bilangan penyabunan Minyak sawit (CPO) 0,9 1,4565 1,4585 48 56 196 205 (Ketaren, 1986) Tabel 2.5 Komposisi Trigliserida Dalam Minyak Kelapa Sawit Trigliserida Tripalmitin Dipalmito Stearine Oleo Miristopalmitin Oleo Dipalmitin Oleo- Palmitostearine Palmito Diolein Stearo Diolein Linoleo Diolein Jumlah (%) 3 5 13 05 21 43 10 11 32 48 06 3 12 (Ketaren, 1986)

Tabel 2.6 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit

(Ketaren, 1986) 2.3.1 Standar Mutu Minyak Sawit Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Kebutuhan minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun higienisnya yang harus diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganannya pasca panen, atau kesalahan selama pemprosesan. Untuk menentukan apakah mutu minyak itu termasuk baik atau tidak diperlukan standard mutu. Ada beberapa faktor yang menentukan standard mutu yaitu: kandungan air dan kotoran dalam minyak kandungan Asam lemak bebas (ALB), warna dan bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan supreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Standar mutu Special Prime Bleach (SPB) dibandingkan dengan mutu ordinari dapat dilihat pada tabel 2.7

Tabel 2.7 Standart Mutu SPB Dan Ordinary Kandungan Asam Lemak Bebas (%) Kadar Air (5%) Pengotoran (%) Besi (ppm) Tembaga (ppm) Bilangan Iodium Karotena (ppm) Tokoperol (ppm) Pemucatan Merah (R) Pemucatan Kuning (Y) SPB 1-2 < 0.1 < 0.02 < 10 0.5 53 1.5 500 800 < 2.0 20 Ordinary 3-5 < 0.1 < 0.01 < 10 0.2 45 56 500 700 400 600 < 3.5 35 (Ketaren, 1986)

Tabel 2.8 Komposisi Trigliserida Dalam Minyak Kelapa Sawit Trigliserida Tripalmitin Dipalmito Stearine Oleo Miristopalmitin Oleo Dipalmitin Oleo- Palmitostearine Palmito Diolein Stearo Diolein Linoleo - Diolein Jumlah (%) 3 5 13 05 21 43 10 11 32 48 06 3 12 (Ketaren, 1986)

2.3.2 Pengaruh ALB Terhadap Minyak Sawit yang dihasilkan Asam lemak bebas yang terdapat di dalam minyak kelapa sawit sangat berpengaruh terhadap proses produksi. Kadar asam lemak bebas yang sangat tinggi selama proses pemurnian menunjukkan kehilangan kadar minyak yang besar serta penggunaan bahan pemucat yang besar pula. Dengan kata lain, bila kadar ALB di dalam minyak kelapa sawit tinggi, biaya produksi akan tinggi dan hasil (rendemen) akhir dan produksi rendah, sehingga akan menimbulkan kerugian bagi pabrik perusahaan. Pengaruh kadar ALB yang tinggi terhadap mutu minyak produksi yaitu : 1. Timbulnya ketengikan dalam minyak Ketengikan diartikan sebagai kerusakan atau perubahan bau flavor dalam minyak, akibat aktivitas enzim enzim oksidasi, enzim lipase dan enzim peroksidase yang dapat menghidrolisa molekul lemak.

Ketengikan juga dapat terjadi jika minyak disimpan dalam jangka yang panjang sehingga akan terjadi proses oksidasi. 2. Meningkatnya kadar kolesterol dalam minyak Pada dasarnya minyak kelapa sawit terdiri dari sejumlah besar asam lemak tidak jenuh yang mengandung fitosterol. ALB di dalam minyak kelapa sawit dihitung sebagai asam palmitat yang merupakan asam lemak jenuh yang mengandung kolesterol. Semakin besar ALB yang terdapat di dalam minyak maka semakin besar pula kadar kolesterol di dalamnya. 3. Menentukan suhu dari titik asap (smoke point), titik nyala (flash point), dan titik api (fire point). Bila minyak dipanaskan pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan atau titik asap. Bila pemanasan diteruskan akan tercapai titik nyala bila minyak sudah terbakar secara tetap akan terbentuk titik api. Ketiga sifat ini sangat penting dalam penentuan mutu minyak dan mempunyai suhu yang bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah ALB yang terdapat di dalam minyak (Ketaren,1986). 2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Minyak Sawit Kerusakan yang terjadi pada minyak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti absorbsi dan kontaminasi, aksi enzim, aksi mikroba, dan berbagai reaksi kimia. a. Absorbsi dan kontaminasi Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan yang mengandung minyak (lemak) yaitu usaha mencegah pencemaran bau dan kontaminasi dari alat penampung. Hal ini karena minyak dapat mengabsobsi zat menguap atau bereaksi dengan bahan lain. Adanya absorbsi dan kontaminasi dari wadah ini akan menyebabkan perubahan pada minyak, dimana akan menghasilkan bau tengik sehingga menurunkan kualitas minyak.

b. Aksi Enzim Biasanya, bahan yang mengandung minyak mengandung enzim yang dapat menghidrolisis. Jika organisme dalam keadaan hidup, enzim dalam keadaan tidak aktif. Sementara, jika organisme telah mati maka koordinasi antar sel akan rusak sehingga enzim dapat diketahui dengan mengukur kenaikan bilangan asam. Adanya aktivitas enzim akan menghidrolisis minyak sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan menghasilkan bau tengik dan rasa yang tidak enak. Asam lemak bebas juga dapat menyebabkan warna gelap dan proses pengkaratan logam. Untuk mengurangi aktivitas enzim ini, bisa diusahakan dengan penyimpanan minyak pada kondisi panas, minimal 50oC. c. Aksi Mikroba Kerusakan minyak oleh mikroba (jamur, ragi dan bakteri) biasanya terjadi jika masih terdapat dalam jaringan. Namun, minyak yang telah dimurnikan pun masih mengandung mikroba yang berjumlah maksimum 10 organisme setiap gramnya. Dalam hal ini, minyak dapat dikatakan steril. Kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh mikroba antara lain produksi asam lemak bebas, bau sabun, bau tengik, perubahan warna minyak. d. Reaksi Kimia
Kerusakan minyak kelapa sawit terutama disebabkan karena faktor absobsi dan kontaminasi, sedangkan aksi enzim dan aksi mikroba selama ini kurang diperhatikan dan dapat diabaikan. Hal ini disebabkan karena faktor penyebab tersebut pengaruhnya memang kecil terhadap produksi minyak kelapa sawit. Faktor penyebab kerusakan minyak kelapa sawit yang perlu mendapat perhatian dan besar pengaruhnya yaitu kerusakan karena reaksi kimia, yaitu hidrolisis dan oksidasi.

Gambar 2.7 Reaksi Hidrolisa Trigliserida (Ketaren,1986) Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Hal ini akan merusak minyak dengan timbulnya bau tengik. Untuk mencegah terjadinya hidrolisis, kandungan air dalam minyak harus diusahakan seminimal mungkin. Reaksi oksidasi minyak sawit akan menghasilkan senyawa aldehida dan keton. Adanya senyawa ini tidak disukai karena menyebabkan ketengikan. Pengaruh lain akibat oksidasi yaitu perubahan warna karena kerusakan pigmen warna, penurunan kandungan vitamin, dan keracunan. Salah satu cara yang biasa dilakukan untuk menghambat oksdasi yaitu dengan pemanasan (5055oC) yang mematikan aktivitas mikroorganisme. 2.4 Proses pengolahan CPO PKS pada umumnya mengolah bahan baku berupa Tandan Buah Segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit (Kernel). Proses pengolahan kelapa sawit sampai menjadi minyak sawit (CPO) terdiri dari beberapa tahapan yaitu: 2.4.1 Jembatan Timbang Hal ini sangat sederhana, sebagian besar sekarang menggunakan sel-sel beban, dimana tekanan dikarenakan beban menyebabkan variasi pada sistem listrik yang diukur.

Pada Pabrik Kelapa Sawit jembatan timbang yang dipakai menggunakan sistem komputer untuk meliputi berat. Prinsip kerja dari jembatan timbang yaitu truk yang melewati jembatan timbang berhenti 5 menit, kemudian dicatat berat truk awal sebelum TBS dibongkar dan sortir, kemudian setelah dibongkar truk kembali ditimbang, selisih berat awal dan akhir adalah berat TBS yang ditrima dipabrik.

Gambar 2.8 Jembatan timbang (Ari.M & Antonius K, 2007) 2.4.2 Penyortiran Kualitas buah yang diterima pabrik harus diperiksa tingkat

kematangannya.Jenis buah yang masuk ke PKS pada umumnya jenis Tenera dan jenis Dura.Kriteria matang panen merupakan faktor penting dalam pemeriksaan kualitas buah distasiun penerimaan TBS (Tandan Buah Segar). Pematangan buah mempengaruhi terhadap rendamen minyak dan ALB (Asam Lemak Buah) yang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.9 Rendemen dan kadar ALB kematangan buah

(Ari. M & Antonius K, 2007)

Setelah disortir TBS tersebut dimasukkan ketempat penimbunan sementara (Loding ramp) dan selanjutnya diteruskan ke stasiun perebusan (Sterilizer).

Gambar 2.9 Tempat penimbunan sementara (Ari.M & Antonius K, 2007) 2.4.3 Proses Perebusan (Sterilizer) Lori yang telah diisi TBS dimasukan kedalam sterilizer dengan menggunakan capstand. Tujuan perebusan : Mengurangi peningkatan asam lemak bebas. Mempermudah proses pembrodolan pada threser. Menurunkan kadar air. Melunakan daging buah, sehingga daging buah mudah lepas dari biji. Bila poin dua tercapai secara efektif maka semua poin yang lain akan tercapai juga. Sterilizer memiliki bentuk panjang 26 m dan diameter pintu 2,1 m. Dalam sterilizer dilapisi Wearing Plat setebal 10 mm yang berfungsi untuk menahan steam, dibawah sterilizer terdapat lubang yang gunanya untuk pembuangan air condesat agar pemanasan didalam sterilizer tetap seimbang. Dalam proses perebusan minyak yang terbuang 0,7%. Dalam melakukan proses perebusan diperlukan uap untuk memanaskan sterilizer

yang disalurkan dari boiler. Uap yang masuk ke sterilizer 2,8 3 kg/Cm,140oC, dan direbus selama 90 menit. 2.4.4 Proses Penebah (Thereser Process) a) Hoisting Crane Fungsi dari Hoisting Crane adalah untuk mengangkat lori dan menuangkan isi lori ke bunch feeder (hooper). Dimana lori yang diangkat tersebut berisi TBS yang sudah direbus. b) Thereser Fungsi dari Theresing adalah untuk memisahkan buah dari janjangannya dengan cara mengangkat dan membantingnya serta mendorong janjang kosong ke empty bunch conveyor.

Gambar 2.10 Thereser (Ari.M & Antonius K, 2007) 2.4.5 Proses Pengempaan (Pressing Process) Proses Kempa adalah pertama dimulainya pengambilan minyak dari buah Kelapa Sawit dengan jalan pelumatan dan pengempaan.Baik buruknya pengoperasian peralatan mempengarui efisiensi pengutipan minyak. Proses ini terdiri dari : a. Digester Setelah buah pisah dari janjangan, maka buah dikirim ke Digester dengan cara buah masuk ke Conveyor Under Threser yang fungsinya untuk membawa buah ke Fruit Elevator yang fungsinya untuk mengangkat buah keatas masuk ke distribusi conveyor yang kemudian menyalurkan buah masuk ke Digester.

Didalam digester tersebut buah atau berondolan yang sudah terisi penuh diputar atau diaduk dengan menggunakan pisau pengaduk yang terpasang pada bagian poros II, sedangkan pisau bagian dasar sebagai pelempar atau mengeluarkan buah dari digester ke screw press. Fungsi Digester : Melumatkan daging buah. Memisahkan daging buah dengan biji. Mempersiapkan Feeding Press. Mempermudah proses di Press. Menaikkan Temperatur

Gambar 2.11 Digester (Ari.M & Antonius K, 2007) b. Screw Press Fungsi dari Screw Press adalah untuk memeras berondolan yang telah dicincang, dilumat dari digester untuk mendapatkan minyak kasar. Buah buah yang telah diaduk secara bertahap dengan bantuan pisau pisau pelempar dimasukkan kedalam feed screw conveyor dan mendorongnya masuk kedalam mesin pengempa ( twin screw press ). Oleh adanya tekanan screw yang ditahan oleh cone, massa tersebut diperas sehingga melalui lubang lubang press cageminyak dipishkan dari serabut dan biji. Selanjutnya minyak menuju stasaiun clarifikasi, sedangkan ampas dan biji masuk kestasiun kernel.

Gambar 2.12 Screw Press (Ari.M & Antonius K, 2007) 2.4.6 Proses Pemurnian Minyak (Clarification Station) Setelah melewati proses Screw Press maka didapatlah minyak kasar/ Crude Oil dan ampas press yang terdiri dari fiber. Kemudian Crude Oil masuk ke stasiun klarifikasi dimana proses pengolahannya sebagai berikut : a. Sand Trap Tank ( Tangki Pemisah Pasir) Setelah di press maka Crude Oil yang mengandung air, minyak, lumpur masuk ke Sand Trap Tank.Fungsi dari Sand Trap Tank adalah untuk menampung pasir. Temperatur pada sand trap mencapai 95oC b. Vibro Seperator / Vibrating Screen Fungsi dari Vibro Separator adalah untuk menyaring Crude Oil dari serabut serabut yang dapat mengganggu proses pemisahan minyak. Sistem kerja mesin penyaringan itu sendiri dengan sistem getaran getaran pada vibro kontrol melalui penyetelan pada bantul yang di ikat pada elektromotor.Getaran yang kurang mengakibatkan pemisahan tidak efektif. c. Vertical Clarifier Tank (VCT) Fungsi dari VCT adalah untuk memisahkan minyak, air dan kotoran (NOS) secara gravitasi. Dimana minyak dengan berat jenis yang lebih kecil dari 1 akan berada pada lapisan atas dan air dengan berat jenis = 1 akan berada pada lapisan tengah sedangkan NOS dengan berat jenis lebih besar dari 1 akan berada pada lapisan bawah. Fungsi Skimmer dalam VCT adalah untuk membantu mempercepat pemisahan minyak dengan cara mengaduk

dan memecahkan padatan serta mendorong lapisan minyak dengan Sludge. Temperatur yang cukup (95oC) akan memudahkan proses pemisahan ini. Prinsip kerja didalam VCT dengan menggunakan prinsip keseimbangan antara larutan yang berbeda jenis.Prinsip bejana berhubungan diterapkan dalam mekanisme kerja di VCT.

Gambar 2.13 Vertical Clarifier Tank (VCT)(Ari.M & Antonius K, 2007)

Gambar 2.14 Flowchart proses produksi CPO (Dep. Industri, 2007).

Gambar 2.15 Skema Pengolahan CPO (Bailey, 1950) 2.5 Pengolahan CPO menjadi produk hilir Pada pengolahan CPO menjadi produk hilir terdapat berbagai macam produk salah satunya adalah minyak goreng, berikut proses pengolahannya : 2.5.1 Proses Pembuatan Minyak Goreng dari kelapa Sawit Pabrik Pengolahan Minyak Goreng (PPMG) ini adalah pabrik yang memproduksi minyak goreng dari bahan baku CPO (Crude Palm Oil / minyak sawit mentah). CPO yang diperoleh dari hasil proses pressing dan ekstraksi di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) masih mengandung komponenkomponen yang tidak diinginkan yaitu asam lemak bebas (FFA = Free Fatty Acid), resin, gum, protein, fosfatida, pigmen warna dan bau. Agar dapat dipergunakan sebagai bahan makanan, maka CPO tersebut harus diproses lagi di Pabrik Pengolahan Minyak Goreng. Secara garis besar proses pada Pabrik Pengolahan Minyak Goreng terdiri dari proses refining (pemurnian) dan fractionation (fraksionasi). Proses pemurnian terdiri dari proses degumming, proses netralisasi, proses bleaching dan proses deodorisasi. Minyak yang diperoleh dari proses refining terdiri dari olein (minyak goreng) dan stearin, dalam proses fraksionasi stearin dipisahkan dari olein. Untuk memperjelas alur proses

pengolahan minyak goreng dapat dilihat pada diagram blok Pengolahan CPO menjadi Minyak Goreng sebagai berikut : 1. Proses Degumming Degumming adalah suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak.

Gambar 2.16 Aliran Massa dan Energi pada proses Degumming (Bailey, 1950). Minyak dipanaskan dalam suhu 85oC selama sekitar 15 menit dilanjutkan penambahan asam phospat 0,1-0,4% (ortho posporit acid). Protein dan getah akan mengalami koagulasi sehingga perlu dilakukan proses pengendapan dan pemisahan antara minyak dan koagulan. 2. Proses Netralisasi Proses Netralisasi adalah proses pemurnian untuk menghilangkan kadar asam lemak bebas (FFA) serta menghilangkan bau tengik dari minyak yang diperoleh.

Gambar 2.17 Aliran massa dan energi pada proses Netralisasi (Bailey, 1950). Minyak mentah yang berada di tanki dialirkan ke mixer sentrifugal dengan cara pemanasan di dalam pelat penukar panas. Kemudian ditambahakan asam phospat oleh pompa metering dengan kondisi temperatur 70oC. Lalu campuran tersebut ditambahakan larutan soda kaustik dengan konsentrasi 0.10.4 N pada suhu 70oC95oC sehingga terbentuk endapan dan disaring (Prawira, M.H, 2008). Hasil saringan dicuci dengan air panas untuk menetralisir kandungan asam lemak bebasnya serta menghilangkan bau dari minyak tersebut. 3. Proses Bleaching Proses bleaching (pemucatan) dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan zat-zat warna (pigmen) dalam minyak mentah, baik yang terlarut ataupun yang terdispersi.

Gambar 2.18 Aliran massa dan energi pada proses Netralisasi (Bailey, 1950). Proses ini menggunakan zat penyerap (absorben) yang memiliki aktivitas permukaan yang tinggi untuk menyerap zat warna yang terdapat dalam minyak mentah. Disamping menyerap zat warna, absorben juga dapat menyerap zat yang memiliki sifat koloidal lainnya seperti gum dan resin. Absorben yang paling banyak digunakan dalam proses bleaching minyak dan lemak adalah tanah pemucat (bleaching erath) dan arang (carbon). Pemucatan dilakukan pada variasi suhu 90oC, 100oC, 110oC, 120oC dan variasi konsentrasi arang aktif pada 3%, 4% dan 5% selama 30 menit (Prawira, M.H, 2008). Arang sangat efektif dalam penghilangan pigmen warna merah, hijau dan biru, tetapi karena harganya terlalu mahal maka dalam pemakaiannya biasanya dicampur dengan tanah pemucat dengan jumlah yang disesuaikan terhadap jenis minyak mentah yang akan dipucatkan. Minyak mentah dimasukkan dalam economizer dan diletakkan dalam heater. Kemudian di alirkan ke dalam degumming tank yang lalu di alirkan

ke vacuum dryer yang berfungsi untuk mengeringkan. Kemudian dimasukkan ke dalam bleaching earth yang kemudian dibagi dalam bleaching earth filters. Minyak yang dihasilkan dari proses itu akan dialirkan ke tank minyak dan dipompa untuk menghasilkan minyak. 4. Proses Deodorisasi Proses deodorisasi bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa dan bau yang tidak dikehendaki dalam minyak untuk makanan. Senyawasenyawa tersebut biasanya berupa senyawa karbohidrat tak jenuh dengan kadar antara 0,001 0,1 %.

Gambar 2.19 Aliran massa dan energi pada proses Deodorisasi (Bailey, 1950). Proses deodorisasi yang banyak dilakukan adalah cara distilasi uap yang didasarkan pada perbedaan harga volatilitas sehingga senyawa tersebut akan menguap, kemudian uap tersebut dikondensasi. Disamping itu temperatur, tekanan dan waktu harus dijaga agar gliserida tidak ikut terdestilasi, proses deodorisasi ini dilakukan dengan tekanan 0.00395 atm dan pada suhu 240oC (Prawira, M.H, 2008).

Tabel 2.10 Harga Minyak 10 tahun terakhir. Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Harga (Rp/Kg) 3419 3540 4401 4802 5177 5066 5916 7776 6456 7568 Konsumsi (Ton) 832 878 932 934 1019 1061 1124 1246 1190 1078 (Departemen Pertanian & Bulog)
10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 Konsumsi Harga (Rp/Kg)

Gambar 2.20 Grafik harga minyak goreng 10 Tahun Terakhir (Departemen Pertanian dan Bulog). 2.6 Minyak dan Lemak Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda dua karbon juga berpengaruh. Trigliserida yang

kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam asam lemak yang terikat oleh gliserol. Sifat dari lemak tergantung dari jenis asam lemak yang terikat dengan senyawa gliserol. Jumlah atom C asam lemak berhubungan erat dengan titik didih dan titik cair suatu lemak. Semakin banyak jumlah atom C atau semakin panjang rantai atom asam lemak, titik didih dan titik cair lemak semakin tinggi. Asam-asam lemak yang berbeda disusun oleh jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon, yang juga terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zigzag. Asam lemak dengan rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik menarik intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik leburnya juga akan naik. Asam-asam lemak yang mengandung lebih dari 1 ikatan rangkap dan ikatan rangkap tersebut terletak pada dua atom C yang berdekatan (- CH = CH CH = CH-) disebut berkonjugasi (in conyugation), banyak terdapat pada tanaman, sedangkan ikatan rangkap tersebut tidak berkonjugasi, asam lemak tersebut dinamakan tipe divinylmetane (=CH-CH2-CH=CH)

(Naibaho,1996). 2.7 Ekstraksi Sokletasi Sokletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang ulang dengan pelarut yang sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan sempurna. Pada metode sokletasi pelarut yang digunakan harus selalu dalam keadaan panas sehingga diharapkan dapat mengisolasi senyawa organik itu lebih efesien. Salah satu contoh sampel yang dapat menggunakan metode sokletasi yaitu ekstraksi minyak dari kulit sawit. Proses sokletasi digunakan untuk ekstraksi lanjutan dari suatu senyawa dari material atau bahan padat dengan pelarut panas. Alat yang digunakan adalah seperangkat alat sokletasi yang terdiri atas labu didih, tabung soklet,

dan kondensor. Sampel dalam sokletasi perlu dikeringkan terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat dalam sampel dan dihaluskan untuk mempermudah pelarutan senyawa. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu akan membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali kedalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut. Pelarut yang telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi yang diuapkan dengan rotary evaporator sehingga pelarut tersebut dapat diangkat lagi bila suatu campuran organik berbentuk cair atau padat ditemui pada suatu zat padat, maka dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut yang diinginkan. Syarat syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi : 1. Pelarut yang mudah menguap seperti: n-heksan, eter, petroleum eter, metil klorida dan alkohol 2. Titik didih pelarut rendah. 3. Pelarut tidak melarutkan senyawa yang diinginkan. 4. Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi. 5. Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan. 6. Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi, polar atau nonpolar. Cara menghentikan sokletasi adalah dengan menghentikan pemanasan yang sedang berlangsung. Sebagai catatan, sampel yang digunakan dalam sokletasi harus dihindarkan dari sinar matahari langsung. Jika sampai terkena sinar matahari, senyawa dalam sampel akan berfotosintesis hingga terjadi penguraian atau dekomposisi. Hal ini akan menimbulkan senyawa baru yang disebut senyawa artefak, hingga dikatakan sampel tidak alami lagi.

2.8

Jenis Jenis Pelarut yang Digunakan Pada Proses Sokletasi Dalam sokletasi ada beberapa pelarut yang dapat digunakan, berikut adalah pembagian pelarut-pelarut yang dapat digunakan dalam sokletasi:

Tabel 2.11 Jenis-jenis Pelarut Solvent Titik didih Konstanta Dielektrik Massa jenis

Heksana Benzena Toluena Dietil eter Kloroform Etil asetat 1,4-Dioksana Tetrahidrofuran (THF) Diklorometana (DCM) Asetona Asetonitril (MeCN) Dimetilformamid a (DMF) Dimetil sulfoksida (DMSO) Asam asetat n-Butanol Isopropanol (IPA) n-Propanol Etanol Metanol Asam format Air 2.8.1 Heksana

Pelarut Non-Polar 69 C 2.0 80 C 2.3 111 C 2.4 35 C 4.3 61 C 4.8 77 C 6.0 Pelarut Polar 101 C 2.3 66 C 7.5 40 C 56 C 82 C 153 C 189 C 118 C 118 C 82 C 97 C 79 C 65 C 100 C 100 C 9.1 21 37 38 47 6.2 18 18 20 30 33 58 80

0.655 g/ml 0.879 g/ml 0.867 g/ml 0.713 g/ml 1.498 g/ml 0.894 g/ml 1.033 g/ml 0.886 g/ml 1.326 g/ml 0.786 g/ml 0.786 g/ml 0.944 g/ml 1.092 g/ml 1.049 g/ml 0.810 g/ml 0.785 g/ml 0.803 g/ml 0.789 g/ml 0.791 g/ml 1.21 g/ml 1.000 g/ml (Tondra, 2011)

Heksana (C6H14) atau CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3 merupakan pelarut non polar yang tidak berwarna dan mudah menguap dengan titik didih 69
o

C, pada T dan P normal berbentuk cair. Senyawa ini merupakan fraksi

petroleum eter yang ditemukan oleh Castille da Henri. Secara umum, Heksana merupakan senyawa dengan 6 rantai karbon lurus yang didapatkan dari gas alam dan minyak mentah. Heksana biasanya digunakan dalam pembuatan makanan termasuk ekstraksi dari minyak nabati Tabel 2.12 Karakteristik Pelarut Heksana Rumus Molekul Massa Molar Titik Leleh (MP) Titik Didih (BP) Densitas Viskositas Karakteristik Pelarut Heksana C6H14 86.18 gr/mol 0.6548 gr/mol -95oC (178 K) 69oC (342 K) 0.294 Cp pada 25oC
(Roy, 2011)

2.8.2 Eter Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus R-O-R dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Contoh senyawa eter yang paling umum adalah pelarut dan anestetik dietil eter (etoksietana, CH3-CH2-OCH2-CH3). Eter sangat umum ditemukan dalam kimia organik dan biokimia karena gugus ini merupakan gugus penghubung pada senyawa karbohidrat dan lignin. Tabel 2.13 Karakteristik Pelarut Eter Beberapa Alkil Eter Titik Lebur Titik Didih Struktur (0C) (0C) -138,5 -116,3 -108,4 11,8 -23,0 34,4 66,0 101,3 Momen Dipol (D) 1,30 1,14 1,74 0,45 (Roy, 2010)

Eter Dimetil eter

CH3-O-CH3 CH3-CH2-ODietil eter CH2-CH3 Tetrahidrofuran O(CH2)4 Dioksana O(C2H4)2O

2.8.3 Kloroform Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform sering dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun

kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan namun mudah menguap. Tabel 2.14 Karakteristik Pelarut Kloroform Karakteristik Pelarut Kloroform Rumus Molekul CHCl3 Massa Molar 119,38 g/mol Densitas 1,48 g/cm3 Titik Lebur -63,5 oC Titik Didih 61,2 oC (Tondra, 2011)

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat-alat 1. 2. 3. 4. 5. Satu set/unit alat soklet Corong Gelas piala 250 ml Labu didih Mantel Pemanas

3.2. Bahan-bahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kulit sawit yang sudah dikeringkan N Heksana Air Batu didih Kapas Benang Batu es

3.3. Prosedur Percobaan 1. Buah sawit diambil dari pohonnya dan direbus selama 4 jam dan keringkan. 2. Pisahkan kulit sawit dari bijinya dan di oven untuk mengeringkan air hasil perebusan. 3. Bersihkan soklet, masukkan 3 butir batu didih dan keringkan, timbang, catat berat labu+batu didih. 4. 5. Siapkan contoh dari kulit sawit yang sudah dikeringkan Buat selongsong (timbel) dari kertas saring, ukurannya disesuaikan dengan besarnya tabung soklet. Timbang berat selongsong kosong. 6. Isi selongsong dari kertas saring dengan contoh. Timbang berat selongsong+contoh. Berat contoh saja dapat dihitung. 7. Masukkan selongsong yang berisi contoh kedalam tabung soklet.

8.

Sambungkan tabung soklet yang berisi contoh dengan labu soklet, jangan lupa merekatkan selotip pipa ke ujung tabung soklet, untuk memudahkan waktu membukanya nanti.

9.

Berdirikan labu pada mantel pemanas, dan tabung soklet yang tersambung pada labu di klem kan pada standar, posisinya harus berdiri tegak lurus.

10. Masukkan pelarut n-heksana dari mulut tabung soklet, sampai terisi penuh. Setelah penuh, pelarut dengan sendirinya akan turun ke labu soklet. Setelah tabung soklet kosong pelarut, tambahkan lagi n-heksana sampai contoh yang ada dalam tabung terendam sempurna. 11. Pasangkan pendingin pada mulut tabung soklet. Jangan lupa merekatkan selotip pipa ke mulut pendingin,untuk memudahkan waktu membukanya nanti. 12. Alirkan air pendingin dari kran, periksa kalau ada kebocoran, kalau ada, harus diperbaiki sebelum pekerjaan dilanjutkan. 13. Hidupkan mantel pemanas, dan proses sokletasi dimulai. 14. Pelarut yang ada dalam labu akan menguap karena pemanasan. Uap naik kebagian atas, dan diembunkan oleh pendingin, menetes kedalam tabung soklet dan menumpuk dalam tabung sambil merendam contoh. Waktu merendam inilah n-heksana akan menarik minyak kelapa dari jaringan ampas kelapa. Bila tabung soklet penuh oleh pelarut yang telah melarutkan minyak kelapa, maka dengan sendirnya pelarut akan turun kelabu. Di labu pelarut kembali menguap dan meninggalkan minyak. Pelarut yang menguap kembali naik dan mengembun kedalam tabung soklet untuk merendam contoh sekaligus melarutkan minyak yang masih tersisa dalam ampas kelapa. Setelah penuh kembali turun kelabu sambil membawa minyak. Sirkulasi tersu terjadi selama proses, sehingga akhirnya semua minyak terlarutkan oleh n heksana. 15. Bila proses dipandang telah siap, amka mantel pemanas dimatikan. Biarkan beberapa saat, kemudian selongsong contoh dikeluarkan dari

dalam tabung soklet, diremas, sehingga kering pelarut, pelarut hasil remasan dimasukkan kedalam tabung soklet. 16. Setelah contoh dikeluarkan, unit alat dipasangkan kembali, dan mantel pemanas dihidupkan lagi. Dimulai proses pengambilan pelarut. Amati dengan teliti, bila tabung sudah hampir penuh, pemanas cepat dimatikan, dan pelarut yang ada dalam tabung diambil, disimpan dalam botol tersendiri. Kalau terlambat, tabung sempat penuh, maka semua pelarut akan turun kelabu dibagian bawah, sedangkan sekarang kita pada tahap pengambilan pelarut. 17. Bila proses pengambilan pelarut sudah dianggap selesai, yakni minyak dalam labu sudah terlihat lebih pekat, maka pemanas dimatikan, dan alat dilepas menjadi bagian bagiannya. 18. Minyak yang ada dalam labu, dikeringkan lagi dari pelarutnya dengan cara memanaskan dalam oven pada suhu diatas titik didih pelarut. Diovenkan selama 15 menit, kemudian dinginkan dan ditimbang. 19. Pekerjaan seperti no. 16 dilakukan berulang sampai didapat berat tetap. 20. Berat minyak dapat dihitung, sehingga %tase minyak dalam ampas kelapa juga dapat dihitung. 21. Minyak hasil sokletasi disimpan pada botol tersendiri. 3.4. Rangkaian Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil dan Perhitungan 1. Berat sampel (kulit sawit) 2. Berat labu didih + batu didih 3. Volume heksana yang digunakan Refluks ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 4. Berat hasil Berat botol = 120 gram (Berat botol + berat minyak) = 149.52 gram Berat minyak =149.52 120 gram = 29.52 gram Jadi, rendemen yang diperoleh dari percobaan adalah : Rendemen = x 100% Rendemen = Rendemen = 59.04 % x 100% : 50 gram : 186,5 gram : 300 ml Selang Waktu (menit) 10.15 10.32 09.58 09.54 09.37 10.01 10.19 10.40 09.59 10.50 10.48 10.14 10.26 10.23 10.20

Tabel 4.1 Selang Waktu Proses Refluks Selang Refluks Selang Refluks Waktu keWaktu ke(menit) (menit) 18.14 16 10.45 31 07..21 17 10.47 32 12.38 18 11.03 33 09.50 19 10.32 34 13.08 20 10.30 35 12.16 21 10.15 36 12.20 22 11.04 37 12.23 23 11.02 38 11.50 24 10.51 39 12.47 25 10.25 40 12.16 26 10.35 41 11.38 27 10.33 42 11.56 28 09.52 43 10.05 29 10.01 44 11.20 30 10.01 45

4.2

Pembahasan Ekstraksi adalah suatu proses penarikkan atau pemisahan suatu komponen dari suatu bahan baik padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Selain itu ekstraksi juga dapat diartikan sebagai penguraian zat-zat berkhasiat atau zat aktif dibagian tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan yang pada umumnya mengandung senyawasenyawa yang mudah larut dalam pelarut organik (Tondra, 2011). Sokletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang-ulang dengan pelarut yang sama sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan sempurna (Nazaruddin, 1992). Prinsip sokletasi yaitu penarikkan komponen kimia dengan cara penyarian berkesinambungan dimana cairan penyari dipanaskan sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam selongsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu didih melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi (proses ini berlangsung sampai penyarian zat aktif sempurna) (Irdoni HS, 2012). Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah merebus buah sawit selama 4 jam tujuannya yaitu: mengurangi peningkatan asam lemak bebas, mempermudah proses pembrodolan pada thresher,

menurunkan kadar air, melunakan daging buah, sehingga daging buah mudah lepas dari biji, serta mengkoagulasikan gum/emulsifier sehingga memudahkan pengambilan minyak (Kemala,M, 2008). Kemudian dilakukan pembersihkan labu didih, kemudian merangkai alat sokletasi. Labu didih yang telah dibersihkan ditambahkan dengan batu didih lalu ditimbang. Fungsi dari batu didih ialah untuk mempercepat proses pendidihan, meratakan panas, dan mencegah terjadinya bumping (letupan akibat panas yang tidak merata). Langkah berikutnya adalah menimbang kulit sawit yang

telah dipisah dari kernelnya dan dikeringkan sebanyak 50 gram, lalu dimasukkan ke dalam selongsong yang terbuat dari kertas saring (selongsong telah dibuat terlebih dahulu). Selanjutnya selongsong dimasukkan ke dalam tabung soklet dan disambungkan dengan labu didih yang dilakukan di atas mantel pemanas (terlebih dahulu diolesi dengan vaseline pada ujung tepi tabung soklet), setelah itu pengisian pelarut heksana pada tabung soklet sebanyak 300 ml lalu disambungkan dengan kondensor (terlebih dahulu diolesi dengan vaseline pada ujung tepi tabung soklet). Kondensor bertujuan untuk mendinginkan uap pelarut yang naik sehingga uap tersebut mencair dan turun kembali ke dalam tabung soklet untuk melarutkan minyak. Setelah semua alat sokletasi terpasang dengan benar, air dialirkan ke kondensor melalui selang dan diikuti dengan penghidupan mantel pemanas. Proses sokletasi berlangsung, dimana pelarut (heksana) yang telah menguap ke kondensor menetes kembali ke tabung soklet dan membasahi sampel sampai tinggi pelarut dalam tabung soklet (di selongsong) sama tinggi dengan pelarut pada pipa sifon, lalu pelarut seluruhnya akan masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya (efek sifon). Proses ini berlangsung selama kurang lebih 8 jam, dengan refluks sebanyak 45 kali. Setelah proses sokletasi dianggap selesai, kemudian dilakukan proses pengambilan pelarut, sehingga hanyua tersisa sedikit pelarut dalam labu didih. Selanjutnya minyak yang terekstraksi pada labu didih dimasukkan ke dalam oven (proses pengeringan). Setelah di oven selama 1 jam minyak didinginkan lalu di timbang. Diperoleh berat minyak sebesar 29.52 gram hingga diperoleh rendemen sebesar 59.04 %. Rendemen berdasarkan literatur adalah 56%. Rendemen yang didapat dari percobaan lebih besar dari rendemen teoritis karena salah satu kelemahan ekstraksi sokletasi adalah sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi sehingga menyebabkan rendemen yang dihasilkan lebih besar (Ketaren 1986).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan Ekstraksi sokletasi merupakan metode pemisahan komponen dari sampel dengan penyarian berulang-ulang dengan pelarut organik dalam keadaan panas. Rendemen yang didapat dari hasil percobaan adalah 59.04%

5.2

Saran 1. Berhati-hati dalam memasang alat sokletasi, serta tidak lupa mengolesinya dengan vaselin 2. Lihat kondisi alat sebelum membuka kembali susunan alat sokletasi, lebih baik ditunggu hingga dingin. 3. Praktikan hendaknya selalu mengawasi percobaan agar tidak ada refluks yang terlewati.

DAFTAR PUSTAKA
Ari.M & Antonius K, 2007. Teknologi pengolahan inti sawit.IPB. Bandung. Bailey, A. E, 1950. Industrial Oil and Fat Products, Interscholastic Publishing, Inc, New York Darmadi,Stella.Tugas TPPP-Reaksi Hidrolisis & Oksidasi Lemak, Uji Indol (www.scribd.com/doc/.../Reaksi-Hidrolisis-Oksisdasi-Uji-Indol) 05 Desember 2012 Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. (http://www.depperin.go.id) diakses pada 05 Desember 2012. Fessenden & Fessenden. 1991. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta. Irdoni HS & Nirwana HZ. 2010. Modul Praktikum Kimia Organik. Universitas Riau. Kemala, M. 2008. Minyak Kelapa Sawit. (http://mutiakemalafarida.blog.com.) Diakses pada 05 Desember 2012. Ketaren S. 1986. Peranan Lemak Dan Pembuatan Bahan Pangan. Departemen Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Ketaren, S., 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, hal. 232298, UI Press, Jakarta Mulyono. 2006. Kamuskimia. PT Bumi Aksara. Jakarta. Nazarudin, dkk: .1992. Pengembangan Minyak Biji Karet di Indonesia. Surabaya: Indonesian Press. Oil World Annual&MPOB, 2012. Dinas Perkebunan Provinsi Riau. Prawira, M.H. 2008. Penurunan Kadar Minyak pada Limbah Cair dalam Reaktor Pemisah Minyak dengan Media Adsorben Karbon Aktif dan Zeolit. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Tondra, Roy. 2011. Ekstraksi. [Diakses pada Tanggal 05 Desember 2012 diakses

,http://abangroy1.blogspot.com/2011/02/ekstraksi.html]. Van der Vossen, H.A.M. and B.E. Umail (eds.). 2001. Plant Resources of South East Asia No. 14 Vegetable Oil and Fats. Leiden: Backhuys.

LAMPIRAN A DOKUMENTASI PERCOBAAN

Gambar A.1 Perebusan sampel

Gambar A.2 Sampel (kulit sawit) yang telah dipisahkan dari kernel dan dioven

Gambar A.3 Sampel yang akan digunakan di timbang

Gambar A.4 Selongsong yang diisi dengan kulit sawit

Gambar A.5 Selongsong dimasukkan kedalam labu soklet

Gambar A.6 Heksana 300 ml

Gambar A.7 Rangkain alat sokletasi dan proses berlangsungnya.

Gambar A.8 Minyak yang turun ke labu ketika proses berlangsung.

Gambar A.9 Proses pengambilan pelarut.

Gambar A.10 Minyak yang didapat dari proses sokletasi.

Gambar A.11 Minyak dioven untuk menguapkan pelarut.

Gambar A.12 Penimbangan Minyak yang diperoleh

Anda mungkin juga menyukai