Anda di halaman 1dari 10

PRENURSERY KELAPA SAWIT

PRAKTIKUM III
(praktikum teknologi pengolahan sawit)

Disusun oleh :
Kelompok 1/3C

Hasni 1802301008
Muhammad Naseh 1802301014
Rita Maya Ranti 1802301021
Santy Anggreyani 1802301068

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


POLITEKNIK NEGERI TANAH LAUT
PELAIHARI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi pertanian terpenting bagi
Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan akan
kebutuhan minyak nabati di dalam negeri. Sasaran utama yang harus dicapai
dalam mengusahakan perkebunan kelapa sawit adalah memperoleh produksi
maksimal dan kualitas minyak yang baik dengan biaya yang efisien. Untuk
mencapai sasaran tersebut diperlukan standart kegiatan teknis budidaya yang baik,
salah satunya adalah pembibitan kelapa sawit.
Produksi yang maksimal dapat tercapai apabila tanaman berasal dari bibit
yang baik dan sehat serta penerapan teknis budidaya yang benar sesuai dengan
standart. Pembibitan kelapa sawit memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam
pekerjaan. Keberhasilan pembibitan tidak ditentukan oleh banyaknya jumlah bibit
yang dapat ditanam di lapangan, tetapi dari kualitas yang dihasilkan. Pembibitan
merupakan awal kegiatan lapangan yang harus dimulai setahun sebelum
penanaman di lapangan dan merupakan faktor utama yang paling menentukan
produksi per hektar tanaman. Pengelolaan bibit yang dapat menciptakan kualitas
bibit yang baik akan menghasilkan pertumbuhan tanaman dan buah yang baik
pula. Umur tanaman kelapa sawit mulai saat ditanam sampai peremajaan kembali
(replanting) dapat mencapai umur ekonomis antara 25-30 tahun. Keadaan ini
sangat ditentukan oleh kualitas bibit yang ditanam. Oleh sebab itu teknik dan
pengelolaan pembibitan harus menjadi perhatian utama dan serius.            faktor
genetik bibit yang jelek yang sudah tertanam beberapa tahun di lapangan sangat
sulit (tidak pernah mungkin) direhabilitasi menjadi bibit yang berkualitas baik.
Sebagai contoh bibit abnormal (bibit steril) yang tertanam di lapangan tidak
mungkin dapat diubah menjadi tanaman yang normal. Sedangkan faktor-faktor
lain (misalnya kesuburan tanah) masih dapat diperbaiki pada tahun-tahun
berikutnya.
Bibit merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan
tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa
yang akan datang. Perawatan bibit yang baik di pembibitan awal dan pembibitan
utama melalui dosis pemupukan yang tepat merupakan salah satu uapaya untuk
meencapai hasi yang optimal dalam pengembangan budidaya kelapa sawit. Oleh
karena itu, dalam penuliasan makalah ini akan dibahas tentang pemupukan
sebagai salah satu perawatan yang dilakukan pada pembibitan pre nursery.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan pembibitan pre nursery tanaman sawit.
2. Mahasiswa mengamati kualitas pertumbuhan bibit tanaman sawit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Tanaman kelapa sawit (Elaeis) adalah tanaman perkebunan penting


penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati
(biodiesel). Tanaman kelapa sawit sudah menjadi komoditas utama bagi
pengusaha perkebunan di wilayah Indonesia. Hal ini dibuktikan bahwa Indonesia
merupakan penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia.
Diperkirakan pada tahun 2009, Indonesia akan menempati posisi pertama
produsen sawit dunia. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan
kegiatan perluasan areal pertanaman, rehabilitasi kebun yang sudah ada dan
intensifikasi. Tanaman kelapa sawit biasa hidup di lingkungan yang panas dengan
kondisi lahan yang subur dan memiliki curah hujan 2000 – 3000 mm per tahun.
Dengan kondisi lingkungan yang stabil maka pengelolaan kelapa sawit dapat
berjalan dengan baik (Asmono, 2000).
            Faktor yang berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit yang tinggi
adalah faktor pembibitan. Untuk memperoleh bibit yang unggul maka harus
dilakukan dari tetuanya yang unggul pula. Selain dari tetua yang unggul hal yang
harus diperhatikan dlam proses pembibitan yaitu pemeliharaan yang meliputi
penyiraman , pemupukan (pupuk dasar) dan pengendalian OPT yang mengganggu
selama pembibitan kelapa sawit. Didalam teknik dan pengelolaan pembibitan
kelapa sawit untuk mendapatkan kualitas bibit yang baik, ada 3 (tiga) faktor utama
yang menjadi perhatian, yaitu :
1. Pemilihan jenis kecambah/bibit
2. Pemeliharaan
3. Seleksi bibit (Agustina, 1990).
4. Pemilihan dan Persiapan Areal Pembibitan
Pemilihan Lokasi
            Pemilihan lokasi untuk pembuatan pembibitan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Berada di tengah-tengah rencana areal penanaman yang mana bibit yang
akan di tanam nantinya berasal dari pembibitan yang akan dibuat tersebut.
2. Lokasi harus bebas banjir.
3. Air yang ada di lokasi pembibitan terbebas dari polusi.
4. Terdapat tanah dengan kualitas bagus sehingga memenuhi syarat untuk
dipergunakan sebagai pengisi polibag.
5. Lokasi tidak tertutup oleh bayang-bayang dari pohon-pohon hutan atau
pohon-pohonan lainnya sehingga dapat menerima sinar matahari penuh.
Jarak terdekat dari hutan yang ada di sekitar tempat tersebut minimal 20
m.
6. Terjaga keamanannya dari pencurian maupun serangan pengganggu
lainnya seperti dari binatang liar dan lain sebagainya (Yudi, 2008).
Topografi
   Areal yang dipilih bertopografi datar. Apabila mempunyai kemiringan,
slope-nya tidak terjal. Mempunyai sumber air yang memadai untuk penyiraman.
Dengan kemiringan yang tidak begitu terjal diharapkan apabila dalam kondisi
tertentu, misalnya karena kekeringan sehingga persediaan air menipis, dengan
topografi yang datar atau landai dimungkinkan air dari penyiraman bibit dialirkan
kembali ke sumber air dan digunakan untuk menyiram bibit. Bila hal ini akan
dilaksanakan maka yang perlu diperhatikan adalah adanya kandungan herbisida
atau zat lainnya yang berbahaya atau menimbulkan dampak negatif bagi bibit.
Areal
            Lokasi yang dipilih harus dipertimbangkan dengan luasan yang mampu
untuk menampung jumlah bibit yang akan dihasilkan dari lokasi tersebut. Yang
perlu diperhatikan adalah jarak antar large bag di main nursery nantinya. Selain
itu juga harus diperhitungkan keberadaan jalan yang akan digunakan untuk
mengangkut bibit. Membuat jalan yang lebar dan mampu untuk dilalui truk besar
akan menghemat biaya operasional pengangkutan nantinya walaupun pada saat
awal pembuatan membutuhkan biaya yang cukup besar.
Bentuk Lokasi
            Bentuk area pembibitan sebaiknya persegi panjang. Hal ini akan
memudahkan perhitungan kebutuhan pipa untuk pembuatan jaringan air
penyiraman.Selain itu juga dapat memudahkan perhitungan kebutuhan dan
kontrol penggunanaan herbisida, insektisida dan lain-lain.
Pembersihan Lahan
            Setelah batas-batas lokasi pembibitan ditentukan selanjutnya dilaksanakan
pembersihan lahan. Pada prinsipnya pembersihan lahan dilaksanakan agar lokasi
menjadi rata dan mudah untuk pemasangan pipa air serta dapat untuk
menempatkan polibag. Pembersihan lahan mulai dengan kegiatan tebas dan
tumbang pohon selanjutnya diratakan dengan menggunakan bulldozer. Kalau
memungkinkan dibantu dengan kegiatan pembakaran. Cara pembersihan lahan
dilakukan sesuai kondisi yang ada. Sisa-sisa kayu dari lahan yang dibersihkan
diletakkan di luar areal yang tanahnya tidak akan dipakai untuk mengisi polibag.
Jangan sampai waktu pengisian polibag ada tanah yang di dalamnya terdapat sisa-
sisa potongan kayu. Bentuk gundukan dan cekungan pada tanah selanjutnya harus
diratakan untuk menghindari genangan air yang diakibatkan oleh bentuk-bentuk
tersebut (Sutarta, 2007).
            Pembibitan kelapa sawit memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam
pekerjaan. Keberhasilan pembibitan tidak ditentukan oleh banyaknya jumlah bibit
yang dapat ditanam di lapangan, tetapi dari kualitas yang dihasilkan. Fosfat

alam merupakan pupuk yang lambat tersedia (slow released) dan


mengandung Ca, sehingga lebih efektif digunakan pada lahan dengan
tanah bersifat masam, yang disebabkan oleh kadar Al dan Fe tinggi. Harga
pupuk
per  satuan  unsur  lebih  murah,  efektivitasnya  tidak  kalah  dibandingkan  SP-36  
atau  TSP  dan  dapat  digunakan  sekaligus untuk beberapa musim, sehingga biaya
aplikasi  lebih  murah.  Penelitian  pengaruh  pupuk  P-alam untuk  tanaman jagung
telah dilakukan pada Typic Hapludox di  Tanah Laut, Kalsel (Kasno, 2010).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari rabu,11 September 2019 pukul
09.00 WITA s/d selesai bertemmpat di Laboratorium Pengujian Politeknnik
Negeri Tanah Laut.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah cangkul,parang,
dan ayakan.

3.2.2 Bahan
Bahan yag digunakan dalam praktikum kali ini adalah benih sawit
yang telah berkecambah, tanah, pupuk urea/NPK, air dan polybag.

3.3 Prosedur Kerja


1. Disiapkan tanah yang subur (top soil) dan gembur, kemudian ayak tanah
tersebut hingga tidak ada batu atau kayu.
2. Di Masukan tanah tersebut kedalam polybag hingga penuh, kemudian
ayak tanah tersebut hingga jenuh.
3. Di Buat lubang sedalam ±3 cm pada bagian atas tengah polybag tersebut,
sebagai tempat benih.
4. Di Masukkan benih sawit secara perlahan , dengan menempatkan
radikula pada posisi dibawah dan plumula pada posisi atas.
5. Di Tutup lubang yang telah berisi benih tersebut secara perlahan dengan
tanah, kemudian siram.
6. Di tambahkan pupuk urea dengan dosis 2gr/liter/100 pohon setiap
minggunya.
7. Dilakukan perawatan terhadap bibit yang ditanam dengan menyirm
sehari 2 kali dan penyiangan terhadap gulma yang tumbuh selama 3
bulan (12 minggu).
8. Diamati pertumbuhan bibit yang disajikan pada tabel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Pengamatan pertumbuhan bibit sawit.
Pengamatan
Waktu
No Jumlah Panjang
pengamatan Tinggi
daun daun
1. Minggu 1 - - -
2. Minggu 2 - - -
3. Minggu 3 - - -
4. Minggu4 - - -
5. Minggu 5 0,3 cm 1 2 cm
6. Minggu 6 0,7cm 2 2 cm
7. Minggu 7 2 cm 3 4 cm
8. Minggu 8 4 cm 3 4,2 cm
9. Minggu 9 5 cm 4 6 cm
10. Minggu 10 7 cm 4 6,5 cm
11. Minggu 11 9 cm 5 6,5 cm
12. Minggu 12 12 cm 5 6,5 cm

4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum di minggu 1 sampai minggu ke 4 belum
menunjukkan pertumbuhan, minggu ke 5 mulai menunjukkan pertumbuhan tinggi
0,3 cm, jumlah daun 1, panjang daun 2 cm. Minggu 6 0,7 cm, jumlah daun 2,
panjang daun 2 cm. Minggu 7 tinggi 2 cm, jumlah daun 3, panjang daun 4 cm.
Minggu 8 tinggi 4 cm, jumlah daun 3, panjang daun 4,2 c,. Minggu 9 tinggi 5 cm,
jumlah daun 4, panjang daun 6 cm. Minggu 10 7 cm, jumlah daun 4, panjang daun
6,5 cm. Minggu 11 9 cm, jumlah daun 5, panjang daun 6,5 cm. Minggu 12 12 cm,
jumlah daun 5, panjang daun 6,5 cm.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pada minggu 1 sampai minggu 4 belum ada
pertumbuhan, dimulainya pertumbuhan yaitu pada minggu ke 5 dan seterusnya
yang tadinya pada awal pertumbuhan tinggi 0,3 cm, jumlah daun 1, panjang daun
2 cm. Sampai pada minggu terakhir 12 cm, jumlah daun 5, panjang daun 6,5 cm.

5.2 Saran
Diharapkan mahasiswa rajin dalam melakukan pengukuran setiap
minggunya dan pada saat penanaman dilakukan sesuai prosedur agar tidak terjadi
kesalahan seperti tidak mau tumbuh.
DAFTAR PUSTAKA

Kasno. 2010. Efektivitas Beberapa Deposit Fosfat Alam  Indonesia Sebagai Pupuk


Sumber Fosfor Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Pada Tanah
Ultisols. Jurnal Littri, Vol.16, No.4

Sutarta, E.S, Rahutomo.S, Darmosarko. W. Dan Winarma. 2007. Peranan Unsur Hara


Dan Sumber Hara Pada Pemupukan Tanaman Kelepa Sawit. Pusat Penelitian
Kelepa Sawit. Medan.

Yudhi. 2008.Respon Pertumbuhan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Pada


pembibitan AwalTerhadap Pupuk NPK Mutiara. Ziraa’ah, Vol. 23, No.3

Anda mungkin juga menyukai