Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK

TITRASI IODOMETRI

OLEH:

NI WAYAN DIAH PURNAMI DEWI M NIM 1513031058


TJOK ISTRI AGUNG TIRTHA DEWI PEMAYUN NIM 1613031010
IDA AYU ANOM YULIAMIASTUTI NIM 1613031014
NI WAYAN IRENA KARUNI NIM 1613031030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2019
I. Judul Percobaan
Titrasi Iodometri

II. Tujuan Percobaan


Menentukan kadar tembaga secara iodometri

III. Dasar Teori


Iodometri merupakan analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk
zat yang bersifat oksidator seperti besi (III) atau Fe3+ dan tembaga (II) atau Cu2+. Titrasi
iodometri dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-
senyawa yang bersifat oksidator.
Pada metode iodometri, sampel yang bersifat oksidator adalah CuSO4.5H2O
akan direduksi oleh KI (kalim iodida) secara berlebih dan akan menghasilkan I2 yang
selanjutnya akan ditritasi oleh Na2S2O3 (natrium tiosulfat). Banyaknya volume Na2S2O3
(natrium tiosulfat) yang digunakan sebagai titran itu setara dengan I 2 (iodium) yang
dihasilkan dan setara dengan kadar sampel.
Pada percobaan ini, digunakan indikator untuk mengetahui bahwa reaksi
telah lengkap, yang mana indikator tersebut adalah amilum. Sifat dari amilum yaitu
sukar larut dalam air serta tidak stabil dalam suspensi air membentuk senyawa
kompleks yang sukar larut dalam air jika bereaksi dengan iodium. Sehingga
penambahan amilum sebagai indikator tidak boleh ditambahkan pada awal reaksi.
Penambahan amilum sebagai indikator sebaiknya diberikan menjelang titik akhir titrasi
(pada saat larutan berwarna kuning pucat). Penggunaan indikator ini juga bertujuan
untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi.
Dalam titrasi iodometri, apabila oksidatornya telah habis, maka tetesan
terakhir dari titran (Na2S2O3) akan menghilangkan warna biru dari titratnya (Selamat,
2004). Jadi, penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi juga
dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum
sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan segera
mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menguap. Pada titik akhir titrasi iod
yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru menghilang dan
perubahannya sangat jelas. Jika larutan iodium dalam KI dititrasi dengan Na 2S2O3,
maka :
I3-(aq) + 2S2O32-(aq)  3I-(aq) + S4O62-(aq)
S2O32-(aq) + I3-(aq)  S2O3I-(aq) + 2I-(aq)
2S2O3I-(aq) + I-(aq)  S4O62-(aq) + I3-(aq)
S2O3I-(aq) + S2O32-(aq)  S4O62-(aq) + I-(aq)

IV. Alat dan Bahan


4.1 Alat
No Nama Ukuran Jumlah
1. Statif dan buret - 1 buah
2. Buret 25 mL 1 buah
3. Labu ukur 250 mL 2 buah
4. Erlenmeyer 250 mL 3 buah
5. Pipet volumetrik 25 mL 1 buah

4.2. Bahan
No Nama Konsentrasi Jumlah
1 HCl 0,1 M Secukupnya
2 KI 0,1M Secukupnya
3 Na2CO3 0,1M Secukupnya
4 NH4OH 0,1 M Secukupnya
5 CuSO4 0,1 M Secukupnya
6 Na2S2O3 0,1 M Secukupnya
7 K2Cr2O7 0,1 M Secukupnya

V. Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan
Pembuatan Larutan Standar Sekuder Na2S2O3 0,1 N dan Indikator Amilum
a. Ditimbang sebanyak 6,25 gram -Sebanyak 6,2114 gram Na2S2O3.H2O
Na2S2O3.H2O dan dilarutkan dengan ditimbang dan dilarutkan dalam 500
akuades mendidih dalam labu ukur 250 mL akuades mendidih dan dikocok
mL. Selanjutnya dikocok hingga hingga homogen. (untuk 5 kelompok)
Gambar 1.
homogen.
b. Sebanyak 1,5 gram amilum dan 1 gram - Sebanyak 0,75 gram amilum
asam borat dimasukkan ke dalam 100 dilarutkan dalam 50 mL akuades
mL akuades, didihkan sampai
Gambar 2
membentuk jelatin yang jernih dan
selanjutnya didinginkan.
Pembuatan larutan standar primer K2Cr2O7 0,1 N dan KI 0,1 N
a. Ditimbang sebanyak 1,2258 gram - Sebanyak 7,3570 gram untuk membuat
K2Cr2O7 dan dilarutkan dengan akuades 500 mL K2Cr2O7 (untuk 5 kelompok)
dalam labu ukur 250 mL. Selanjutnya
Gambar 3
dikocok hingga homogen.
b. Ditimbang 4,150 gram KI dan dilarutkan - Sebanyak 4,1525 gram untuk membuat
dengan akuades dalam labu ukur 250 250 mL KI
mL. Selanjutnya dikocok hingga
Gambar 4
homogen
Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan K2Cr2O7 0,1 N
a. Pipet 25 mL larutan K2Cr2O7 0,1 N dan - Larutan K2Cr2O7 berwarna orange
Gambar 5
dimasukkan kedalam Erlenmeyer.
-

b. Ditambahkan berturut-turut 100 mL - Larutan K2Cr2O7 ditambahkan 100 mL


akuades, 6 mL HCl pekat dan 30 mL akuades dan warna orange memudah
- Setelah ditambahkan HCl tidak ada
larutan KI 0,1 N. Selanjutnya dikocok
perubahan warna
dengan kuat dan ditambahkan 1 mL
- Setelah ditambahkan KI warna menjadi
indikator amilum.
merah kecoklatan

Gambar 6
c. Titrat tersebut diatas dititrasi dengan - Dilakukan titrasi dengan larutan
larutan Na2S2O3 sampai warna biru tua Na2S2O3 sampai warna biru tua berubah
berubah menjadi hijau. menjadi kehijauan

Gambar 7

d. Dicatat volume titran yang digunakan. Titrasi Volume Volume


VI. Pembahasan
1. Pembutan larutan standar sekunder Na2S2O3.5H2O 0,1N dan indikator amilum
Dalam penentuan kadar tembaga ini dilakukan dengan teknik titrasi iodometri sehingga
dalam hal ini diperlukan larutan pentitrasi yang akan mentitrasi sampel. Dalam titrasi iodometri
ini, zat yang digunakan sebagai titran adalah larutan Na 2S2O3. Larutan Na2S2O3 merupakan
larutan standar sekunder karena kandungan H2O tidak diketahui dengan pasti sehingga perlu
dilakukan standarisasi larutan tersebut sehingga diperoleh konsentrasi larutan yang tepat yang
nantinya digunakan lebih lanjut untuk proses titrasi penentuan kadar tambaga dalam sampel.

Pembuatan larutan standar Na2S2O3.5H2O 0,1 N dilakukan dengan menimbang


Na2S2O3.5H2O sebanyak 6,2114 gram. Untuk membuat 500 mL larutan Na2S2O3.5H2O 0,1 N
dilakukan dengan melarutkan sebanyak 6,2114 gram Na2S2O3.5H2O
Perhitungan gram Na2S2O3.5H2O yang digunakan adalah sebagai berikut:
Konsentrasi Na2S2O3 yang akan dibuat (M1) = 0,1 N = 0,05 M (karena Na2S2O3 merupakan garam
valensi 2)
Volume larutan yang akan dibuat (V1) = 500 mL
massa 1000
M  x
Mr V

gram 1000
Massa = 6,2114 gram 0,05M  x
Pembuatan indikator amilum dilakukan dengan melarutkan sebanyak 0,75 gram 248 500

dalam 50 mL aquades dan didihkan sampai membentuk jelatin. Pada percobaan, warna gelatin
yang didapatkan tidak sampai jernih yang kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pengadukan
saat amilum dipanaskan, yang menyebabkan terdapatnya amilum yang tidak larut dalam air.

2. Pembuatan larutan standar primer K2Cr2O7 0,1 N dan larutan KI 0,1 N.


Pada percobaan ini, digunakan larutan standar primer K 2Cr2O7 untuk standarisasi Na2S2O3.
Pembuatan larutan standar primer K2Cr2O7 dilakukan dengan melarutkan 7,3570 gram K2Cr2O7
ke dalam 500 mL aquades yang selanjutnya dikocok sampai larutan homogen dan larutan
berwarna oranye.
Perhitungan pembuatan larutan standar primer K2Cr2O7
massa 1000
M  x
Mr V
gram 1000
0,05M  x
294,19 500
Massa = 7,3570
gram

Larutan KI dalam percobaan ini digunakan untuk penambahan pada larutan standar primer
dan digunakan untuk membuat titrat (CuSO4 + KI) saat titrasi penentuan kadar tembaga dalam
sampel. Larutan KI dibuat dengan melarutkan 4,1525 gram KI dalam aquades sebanyak 250 mL
kemudian dikocok hingga homogen dan menghasilkan larutan yang tidak berwarna.
Perhitungan pembuatan larutan standar primer KI
massa 1000
M  x
Mr V

gram 1000
Massa = 4,1525 gram 0,1M  x
166 250
3. Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan K2Cr2O7 0,1 N
Standarisasi larutan Na2S2O3 dilakukan menggunakan suatu titrat yang dibuat dengan
menambahkan berturut-turut 100 mL aquades, 6 mL HCl pekat, dan 30 mL larutan KI 0,1 N pada
25 mL larutan K2Cr2O7 yang menghasilkan larutan berwarna coklat. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut.
Cr2O72- + 6I- + 14H+ 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O
Iodin yang dibebaskan pada reaksi di atas dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna coklat pada
larutan memudar. Kemudian larutan ditambahkan amilum 1 mL sampai larutan berwarna biru
yang seharusnya larutan berwarna biru tersebut digunakan sebagai titrat pada standarisasi larutan
Na2S2O3. Namun pada percobaan yang dilakukan, titrat yang dibuat masih berwarna coklat.
Karena keberadaan I2 pada titrat sangat berlebih (akibat tidak dititrasi terlebih dahulu dengan
Na2S3O3) sehingga penambahan amilum tidak dapat mengubah seluruh I2 menjadi kompleks yang
berwarna biru.
Titrat tersebut selanjutnya dititrasi dengan larutan Na 2S2O3 yang menyebabkan titrat yang
berwarna coklat berubah menjadi hijau yang menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
2S2O32- + I2 S4O62- + 2I-

Volume titran (Na2S2O3) yang digunakan pada proses standarisasi.


Titrasi 1 : menghabiskan 1,8 mL
Titrasi 2 : menghabiskan 1,6 mL
Berdasarkan data hasil pengamatan, volume rata-rata Na2S3O3 yang dihabiskan untuk
mentitrasi 0,1 N K2Cr2O7 adalah 1,7 mL. Dengan demikian dapat dihitung konsentrasi Na2S3O3
dengan perhitungan seperti berikut :
Volume Na2S3O3 (V1) = 1,7 mL
Volume K2Cr2O7 (V2) = 5 mL
Normalitas K2Cr2O7 (N2) = 0,1 N
V1 x N1 = V2 x N2
= 0,147 V2 N 2 5 mL x 0,1 N
N1    0,294 N
M V1 1,7 mL
Jadi, setelah dilakukan standarisasi, diperoleh konsentrasi Na2S3O3 adalah 0,294 N.

4. Penentuan kadar tembaga dalam sampel


Larutan sampel dibuat dengan melarutkan sebanyak 6,25 gram CuSO4.5H2O dalam 250 mL aquades yang

menghasilkan larutan berwarna biru. Sebanyak 0,7 mL larutan tersebut dinetralkan dengan amonia
yang ditambahkan sedikit demi sedikit yang dikontrol dengan indikator universal sampai
indikator universal menunjukan pH=7. Larutan menjadi berwarna biru muda setelah
ditambahkan amonia. Kemudian larutan tersebut ditambahkan KI 0,1 N masing-masing sebanyak
12 mL. Setelah penambahan KI larutan tetap berwarna biru muda. Seharusnya penambahan KI
dilakukan sampai larutan berwarna kuning yang menandakan terdapat I2 sesuai reaksi berikut.
Cu2+ + 4I- Cu2I2(s) + I2
Selanjutnya dilakukan titrasi dengan larutan Na2S3O3 sampai warna kuning pada larutan tersebut
memudar. Kemudian ditambahkan 1 mL indikator amilum yang akan menyebabkan larutan
berwarna biru kemudian titrasi dilanjutkan sampai warna biru pada larutan hilang.
Namun percobaan yang dilakukan sesuai dengan prosedur, sehingga sesuai prosedur
penambahan KI tidak dilakukan sampai larutan berwarna kuning terlebih dahulu namun larutan
setelah ditambah KI dititrasi sampai menghasilkan warna kuning yang kemudian baru
ditambahkan indikator amilum yang menyebabkan larutan berubah menjadi berwarna biru muda
dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru larutan hilang.
Berdasarkan hasil pengamatan, banyaknya volume larutan Na2S3O3 yang diperlukan pada
proses titrasi adalah sebagai berikut.
Titrasi 1 : menghabiskan 23 mL
Titrasi 2 : menghabiskan 27,05 mL
Jadi, rata-rata larutan Na2S3O3 0,294 N yang digunakan untuk titrasi adalah 23,7 mL. Dengan
demikian dapat dihitung konsentrasi CuSO4 dengan perhitungan seperti berikut :
V1 (Na2S3O3) = 23,7 mL
N1 (Na2S3O3) = 0,147 M
V2 (CuSO4) = 5 mL
V1 x N1 = V2 x N2
V1 N1 23,7 mL x 0,294 N
N2    1,393 N  0,69 M
V2 5 mL

Maka kadar tembaga dapat dihitung :


M CuSO4 = gr 1000
x
Mr V
0,69 M = gr 1000
x
159,5 5
0,69 M = 200 . gr
159,5
= 0,550 gram

BE = BM 65,37
  65,37
e 1

W Cu2+ = (V.N) Na2S3O3 x BE Cu


V CuSO4
= X 65,37 (23,7 mL x 0,294 N)
x 65,37
= 91,09 mgram 5 mL

= 0,091 gram

Kadar Cu2+ = W Cu2+ x 100%


W CuSO4
= 0,091 x 100%
0,550
= 16,54 %

VI. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan perhitungan yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa
kadar tembaga dalam sampel CuSO4 adalah 16,54 %.

V. Jawaban Pertanyaan
1. Mengapa aquades yang digunakan pada prosedur 1.a di atas perlu dididihkan?
Jawab:
Karena jika aquades biasa digunakan maka garam tiosulfat pada Na2SO3 sedikit larut. Jika
garam tiosulfat sedikit larut akan mempengaruhi titrasi, maka dari itu digunakan aquades
yang panas karena suhu dapat mempercepat/mempengaruhi suatu laju reaksi.
2. Apakah fungsi HCl dalam prosedur 3.b di atas?
Jawab:
Karena pada prosedur 3.b di atas digunakan K 2Cr2O7 yang merupakan senyawa inert.
Pada penambahan HCl ini memberikan suasana asam pada larutan yang dapat
mengakibatkan reaksi berlangsung lebih cepat. Penambahan asam kuat HCl digunakan
untuk membantu reduksi Cr2O72- menjadi Cr3+. (Lihat reaksi di pembahasan)
3. Apakah fungsi KI dalam prosedur di atas dan mengapa pada prosedur 4.b digunakan 30
mL KI?
Jawab:
Fungsi KI dalam percobaan ini sebagai zat reduksi yakni membebaskan Iod dari Iodida.
Penggunaan KI 30 mL agar pembentukan Iod dalam reaksi itu lebih banyak, sehingga
jika ditambahkan amilum perubahan warna akan tampak jelas.
4. Mengapa larutan amilum ditambahkan setelah titrasi dilakukan (langkah 4.c) dan tidak
sebelum titrasi dilakukan (langkah 4.b)?
Jawab:
Amilum ditambahkan pada akhir titrasi agar amilum tidak mengikat Iod karena akan
menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Jika
ditambahkan sebelum titrasi maka Iod akan dibungkus oleh amilum dan amilum akan
membentuk suspensi yang tidak stabil dan akan membentuk senyawa kompleks dengan
Iodium yang sukar larut.
REFERENSI
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
G. H. Jeffery. 1989. Textbook of Quantitative Chemical Analysis. Avon: Bath Press.
Sastrawidana, I Dewa Ketut., I Nyoman Selamat., dan I Gusti Lanang Wiratma. 2001. Buku
Penuntun Belajar Kimia Analitik Kualitatif. Singaraja : Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas
Pendidikan MIPA IKIP Negeri Singaraja
Selamat, I Nyoman, dan I Gusti Lanang Wiratma. 2004. Penuntun Praktikum Kimia Analitik.
Singaraja : Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan MIPA IKIP Negeri Singaraja
Selamat, I Nyoman, dkk. 2002. Kimia Analitik Kuantitatif . Singaraja : Jurusan Pendidikan
Kimia Fakultas Pendidikan MIPA IKIP Negeri Singaraja

Anda mungkin juga menyukai