Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK

KELOMPOK 2

Dibuat guna memenuhi laporan praktikum mata kuliah kimia analitik


Dosen Pengampu : Nur Patria Tjahjani, S.Si. Apt.,M.Si.Med

Nama Anggota Kelompok :

1. Widya Rohmawati (P1337434322001)


2. Attiqah Isfalika M. (P1337434322003)
3. Inas Rahmania R. (P1337434322006)
4. Cinta Kusumawardani (P1337434322009)
5. M. Fallin Alfairuz (P1337434322010)
6. Ayudhia Puteri M. (P1337434322017)
7. Nazlal Khoirotis Tsani (P1337434322039)
8. Alviyanita Putri K. (P1337434322040)
9. Amaranggana Kalyana P. (P1337434322046)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 5
PENETAPAN KADAR ASIDI - ALKALIMETRI

I. Hari, tanggal : Kamis, 02 Maret 2023


II. Pertemuan : Ke- 8 (Delapan)
III. Materi : Asidi - Alkalimetri Penetapan Kadar Na2CO3 dan Kadar H2SO4
IV. Dasar Teori
Titrasi merupakan salah satu teknik analisis yang dilakukan secara kuantitatif
substansi spesifik (analit) yang terlarut di dalam sebuah sampel. Analisis kuantitatif yang
sering digunakan adalah analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi
suatu sampel tertentu dengan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya, larutan ini
disebut larutan standar. Analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi asam dan basa
antara sampel dengan larutan standar disebut dengan analisis asidimetri-alkalimetri.
Analisis asidimetri merupakan reaksi ketika larutan yang bersifat asam yang dilakukan
analisis. Sedangkan, alkalimetri merupakan reaksi ketika larutan yang bersifat basa yang
dilakukan analisis.
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan yang dapat dipastikan tepat disebut
dengan standarisasi. Dalam standarisasi ada yang dinamakan dengan standar primer,
standar primer adalah larutan standar yang menggunakan sampel zat terlarut yang
diinginkan dengan menimbang dengan tepat dan volume larutan diukur dengan tepat.
Asidi merupakan titrasi dengan menggunakan larutan standar asam yang
digunakan untuk menentukn basa. Larutan standar asam yang biasa digunakan adalah
HCl, asam cuka, asam oksalat. Alkalimetri merupakan kebalikan dari asidimetri di mana
larutan standar yang digunakan untuk menentukan asam. Di sini dipakai larutan standar
NaOH . Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa merupakan indikator yang
perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH.

V. Alat dan Bahan


Alat :

1. Buret
2. Statif dan Klem

3. Erlenmeyer 250 ml

4. Pipet tetes

5. Pipet gondok 10 ml

6. Neraca analitik

7. Beaker glass

8. Corong

9. Spatel

10. Gelas ukur 10 ml

11. Palleus ball (Ball pipet)

Bahan :

1. H2SO4

2. NaOH 0,1 N

3. Indikator PP 1%

4. H2C2O4 (asam oksalat)

5. HCl 0,1 N

6. Aquadest

VI. Prosedur
A. ALKALIMETRI
1. Pembakuan NaOH dengan Kristal Asam Oksalat (H2C2O4.2H2O)
1) Masukkan larutan standar NaOH ke dalam buret, kemudian tanda
bataskan tepat di meniskus bawah.
2) Menimbang kristal asam oksalat sebesar 63,0 mg atau 0,0063 g.
Kemudian masukkan kedalam erlenmeyer.
3) Tambahkan aquades sebanyak 40 ml
4) Menghomogenkan larutan
5) Ditambahkan 2 tetes indikator PP 1% (Larutan tidak berwarna)
6) Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai mencapai TAT (titik
akhir titrasi) terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi
merah muda (Pink) konstan
7) Catat volume titran yang didapatkan. Lakukan perhitungan sesuai
dengan rumus pembakuan.

2. Penetapan Kadar Sampel Asam Sulfat (H2SO4)


1) Masukkan larutan standar NaOH ke dalam buret, kemudian tanda
bataskan tepat di meniskus bawah.
2) Pipet 10 ml larutan sampel asam sulfat kemudian dimasukkan
kedalam erlenmeyer.
3) Ditambah dengan 30 ml aquades
4) Ditambah dengan 2 tetes indikator PP 1% (Larutan tidak berwarna)
5) Lakukan titrasi dengan larutan NaOH standar 0,1 N sampai
mencapai TAT dan terjadi perubahan warna dari tidak berwarna
menjadi merah muda konstan (pink)
6) Catat volume titran yang didapatkan kemudian lakukan
perhitungan sesuai dengan rumus penetapan kadar.
B. ASIDIMETRI
1. Pembakuan (Standarisasi) larutan HCL dengan larutan NaOH yang sudah
distandarisasi
1) Masukkan larutan NaOH kedalam buret kemudian tanda bataskan
sesuai dengan meniskus bawah.
2) Pipet 10 ml larutan HCL 0,1 N masukkan ke dalam erlenmeyer
3) Tambahkan dengan 20 ml aquades
4) Tambahkan 2 tetes indikator PP 1% (warna larutan menjadi merah
muda atau pink)
5) Lakukan titrasi larutan HCL dengan NaOH yang telah
distandarisasi sampai mencapai TAT dan terjadi perubahan warna
dari yang semula berwarna pink atau merah muda menjadi tidak
berwarna atau pink hilang.
6) Catat volume titran yang didapatkan, kemudian lakukan
perhitungan sesuai dengan rumus pembakuan.

2. Penetapan kadar Na2CO3


1) Masukkan larutan HCL kedalam buret, kemudian tanda bataskan
dengan meniskus bawah.
2) Pipet 10 ml larutan Na2CO3, kemudian masukkan kedalam
erlenmeyer
3) Tambahkan 20 ml aquades
4) Ditambahkan 2 tetes indikator PP 1%, homogenkan (larutan akan
berwarna merah muda atau pink).
5) Lakukan titrasi dengan larutan HCL standar 0,1 N sampai
mencapai TAT dan terjadi perubahan warna dari semula larutan
berwarna pink atau merah muda menjadi tidak berwarna atau pink
hilang
6) Catat volume titran yang didapatkan, kemudian lakukan
perhitungan dengan rumus penetapan kadar.
VII. Hasil
A. ALKALIMETRI
1. Titrasi Pembakuan (Standarisasi) NaOH
● N NaOH = gram H2SO4. 2H2O x 2 / 126,07 mg/mol x 9,70 ml
= 63 gram x 2 / 126,07 x 9,70
= 126 / 1222, 879
N NaOH = 0,1030 N
2. Titrasi Penetapan Kadar H2SO4
● ml titran ( volume titrasi ) I : 11,65 ml
II : 11,30 ml
rata-rata : 11,475 ml (volume NaOH)

B. ASIDIMETRI

1. Titrasi Pembakuan (Standarisasi) HCL


ml titran (volume titrasi) = 12,30 ml

2. Titrasi Penetapan Kadar Na2CO3


ml titran (volume titrasi) = 2,20 ml

VIII. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penetapan kadar H2SO4 dan Na2CO3
menggunakan titrasi asidi dan alkalimetri yaitu titrasi penetapan kadar asam dan basa.
Dalam titrasi ini dilakukan dengan cara melakukan pembakuan (standarisasi) terlebih
dahulu untuk menentukan konsentrasi larutan standar sekunder. Larutan standar sekunder
yang digunakan yaitu NaOH dan HCL yang perlu diketahui normalitasnya sebelum
larutan digunakan untuk titrasi penetapan kadar. Langkah-langkah dalam titrasi
pembakuan dan penetapan kadar pada titrasi kali ini sama hanya saja titran dengan
sampel nya yang berbeda yaitu dengan penetapan kadar H2SO4 dan Na2CO3 dengan
dibantu indikator PP (Fenolftalein) untuk menentukan warna saat TAT (Titik Akhir
Titrasi) nantinya. Penambahan indikator PP ini bertujuan untuk memberikan pembanding
dalam proses titrasi asam basa, karena hasil yang akan diperoleh nantinya (TAT)
menunjukkan rentan pH kisaran 9-4 dengan perubahan warna jika sifat larutan basa
terjadi perubahan warna menjadi merah muda (pink) dan jika sifat larutan asam maka
TAT larutan tidak akan berwarna.
Hasil titik akhir titrasi pada titrasi asidimetri adalah perubahan warna dari merah
muda (pink) menjadi tidak berwarna dengan volume titran pada titrasi pembakuan HCL
sebesar 12,30 ml dengan hasil perhitungan konsentrasi HCL adalah 0,0808 N. Titrasi
penetapan kadar yang dilakukan secara asidimetri didapatkan volume titrasi 2,20 ml
dengan hasil perhitungan kadar Na2CO3 yang ditetapkan sebesar 0,10%. Hasil titik akhir
titrasi (TAT) pada titrasi alkalimetri adalah terjadinya perubahan warna dari tidak
berwarna menjadi merah muda (pink) konstan dengan volume titran pada tirasi penetapan
kadar NaOH sebesar 9.70 ml dengan hasil perhitungan konsentrasi NaOH adalah 0,1030
N. Titrasi penetapan kadar yang dilakukan secara alkalimetri didapatkan volume titran
rata-rata 11,475 ml dikarenakan titrasi dilakukan secara duplo ( dua kali) dengan volume
I sebesar 11,65 ml dan volume II sebesar 11,30 ml, setelah dilakukan perhitungan dengan
rumus penetapan kadar didapatkan kadar H2SO4 sebesar 0,54%.
IX. Simpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan yaitu praktikum penetapan kadar H2SO4
dan Na2CO3 dengan titrasi asam basa yaitu asidi-alkalimetri didapatkan hasil :
1. Titik akhir titrasi pada titrasi Asidimetri adalah perubahan warna dari
merah muda (pink) menjadi tidak berwarna. Dengan hasil penetapan kadar
Na2CO3 sebesar 0,10%.
2. Titik akhir titrasi pada titrasi Alkalimetri yaitu terjadi perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi merah muda (pink) konstan. Dengan hasil
penetapan kadar H2SO4 sebesar 0,54%.
X. Lampiran

Asidi Alkali
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 6
PENETAPAN KADAR ARGENTOMETRI

I. Hari, tanggal : Kamis, 16 Maret 2023


II. Pertemuan : Ke-9
III. Materi : Argentometri Penetapan Kadar KI Metode Mohr dan Penetapan Kadar
KSCN Metode Volhard
IV. Dasar Teori
Argentometri adalah reaksi pengendapan dimana zat yang hendak ditentukan
kadarnya diendapkan oleh larutan baku perak nitrat (AgNO3) dan indikator kalium
kromal (K2CrO4). Titik akhir titrasi ditunjukan dengan adanya endapan yang berwarna.
Titrasi argentometri memiliki 3 metode umum yaitu Mohr, Volhard, dan Fajans. Metode
Mohr adalah metode yang digunakan dalam pengukuran kadar klorida dan bromida telah
habis diendapkan oleh ion perak (Ag+), maka ion kromat akan bereaksi dengan perak
(Ag) berlebih membentuk endapan perak kromat (Ag2CrO4) yang berwarna coklat/merah
bata sebagai titik akhir titrasi.
Metode Volhard didasarkan pada pengendapan perak tiosianat dalam larutan asam
nitrat, dengan menggunakan ion besi (III) untuk meneliti ion tiosianat berlebih. Metode
ini dapat dipergunakan untuk cara titrasi langsung dari perak. Larutan tiosianat standar
atau untuk titrasi tak langsung dari ion klorida. Indikator yang digunakan adalah Fe3+.
Dengan titrasi NH4CNS, untuk menetralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali
setelah ditambah lautan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan
KCNS, dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna
merah darah Fe(SCN)3.

V. Alat dan Bahan


A. Alat
1. Buret
2. Statif
3. Erlenmeyer
4. Pipet tetes
5. Pipet gondok 10 ml
6. Corong
7. Beaker glass
8. Palleus ball
9. Gelas ukur
B. Bahan
a. Mohr
1. AgNO3 (0,1 N)
2. NaCP (0,1 N)
3. K2CrO4 (0,1 N)

b. Volhard
1. KSCN (0,1 N)
2. NaCl (0,1 N)
3. AgNO3 (0,1 N)
4. HNO3 (0,1 N)
5. Fe Allum (40%)
VI. Hasil
A. Metode Mohr
Larutan basa : AgNO3
Larutan asam : K2CrO4 + NaCl
TAT : Endapan merah bata
Larutan awal berwarna kuning
Hasil akhir menghasilkan endapan merah bata

Perhitungan Titrasi
V AgNO3 × N AgNO3 = V NaCl × N NaCl
13 × N AgNO3 = 10 × 0,09970
N AgNO3 = 0,097
13
N AgNO3 = 0,0746 N

B. Metode Volhard (gagal dikarenakan reagen terkontaminasi/kadaluarsa)


Larutan basa : KSCN/NH4CN
Larutan asam : AgNO3 + HNO3 + NaCl + Fe Allum 40%
TAT : Larutan merah bata
Larutan awalnya berwarna bening
Larutan akhirnya menghasilkan larutan berwarna merah bata

Perhitungan kesalahan standarisasi volhard :

0,0941
0,0746 -
0,0195 ÷ 0,0941 = 20,72%

Dengan kesalahan minimal 1-5%

VII. Pembahasan
Dasar analisa kualitatif dengan metode argentometri yaitu merupakan suatu titrasi
ion perak dan ion-ion hydrogen. Titrasi argentometri adalah titrasi dengan menggunakan
larutan perak nitrat sebagai titran, dimana terbentuk garam perak yang sukar larut. Pada
analisa argentometri ada beberapa cara pengendapan yang dikenal yaitu mohr, volhard,
dan Fajans. Titrasi pengendapan atau argentometri didasarkan atas terjadinya
pengendapan kuantitatif, yang dilakukan dengan penambahan larutan pengukur yang
diketahui kadarnya pada larutan senyawa yang hendak dititrasi. Titik akhir tercapai bila
semua bagian titran sudah membentuk endapan.

Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah NaCl. Sampel tersebut
dilarutkan dengan 10 ml aquades di dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan dengan 1 ml
indikator.

Penambahan indikator ini sudah menjadi ketentuan dalam titrasi pengendapan


cara mohr. Setelah penambahan indikator tersebut, warna larutan sampel menjadi kuning.
lalu dititrasi dengan larutan baku AgNO3. Alasan dititrasi dengan AgNO3 adalah
berdasarkan namanya, titrasi argentometri menggunakan larutan AgNO3 sebagai titrannya
karena AgNO3 adalah satu - satunya garam perak yang terlarutkan air sehingga pereaksi
perak nitrat dengan garam lain akan menghasilkan endapan. Seperti halnya pada
NaCl,dapat ditentukan kadarnya berdasarkan reaksi :

NaCl + AgNO3 → AgCl + NaNO3 (endapan putih)

Warna putih yang terbentuk akibat reaksi antara AgNO3 dengan NaCl, apabila Cl-
habis beraksi dengan Ag+ dari AgNO3. Titik akhir titrasi dapat dinyatakan dengan
indicator larutan K2CrO4 yang dengan ion Ag+ berlebih menghasilkan endapan AgCl yang
berwarna putih mulai berubah menjadi kemerah-merahan. Titrasi harusdilakukan dalam
suasana netral atau basa lemah dengan pH antara 6,5 - 9, dengan begitu garam perak
kromat tidak akan terbentuk.

Setelah dititrasi pada larutan sampel terbentuk endapan kemerah - merahan, hal
inilah yang membuktikan bahwa metodetitrasi pengendapan yang dilakukan adalah cara
mohr. Munculnya endapan yang berwarna kemerah-merahan pada titik akhir titrasi
dikarenakan kromat terikat oleh ion perak membentuk senyawa yang sukar larut
berwarna merah bata.

VIII. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik simpulan :
1. Argentometri adalah titrasi pembentukan endapan dengan ion Ag+
2. Metode mohr menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar dan K2CrO4 5%
sebagai indikator dan mendapatkan TAT merah bata (endapan) pada volume titran
13 ml
3. Metode volhard menggunakan larutan standar KSCN dan indikator berupa Fe
allum. Metode volhard gagal dikarenakan reagensi yang digunakan telah
kadaluarsa/terkontaminasi
IX. Lampiran

Sebelum dititrasi Setelah dititrasi


(mohr) (mohr)

PERMANGANOMETRI
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 7
PENETAPAN KADAR PERMANGANOMETRI

I. Hari, tanggal : Kamis, 30 Maret 2023


II. Pertemuan : 10
III. Materi : Permanganometri (Penetapan Kadar Asam Oksalat, Fe(NH4)2(SO)4)
IV. Dasar Teori
Permanganometri merupakan penetapan kadar zat berdasarkan hasil oksidasi
dengan KMnO4 (kalium permanganat) sebagai zat standar. Kalium permanganat sebelum
digunakan perlu distandarisasi terlebih dahulu oleh larutan standar primernya karena ia
termasuk larutan standar sekunder. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi
(redoks). Proses titrasi permanganometri tidak memerlukan penambahan indikator lain
untuk mengetahui titik ekuivalen atau titik akhir titrasi. Peran indikator dimainkan oleh
MnO4- yang berwarna ungu. Sifat dari KMnO4 ini dikenal sebagai indikator sendiri atau
yang bisa disebut sebagai autoindikator.
Umumnya permanganometri dilakukan dalam suasana asam karena akan lebih
mudah untuk dioksidasi. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana
asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam
suatu sampel. Kalium permanganat adalah oksidator terbaik untuk menentukan kadar besi
dalam sampel selama suasana asam menggunakan larutan asam sulfat (H2SO4).

V. Alat dan Bahan


Alat
1. Buret
2. Statif
3. Erlenmeyer 250 ml
4. Pipet tetes
5. Pipet gondok 10 ml
6. Neraca analitik
7. Beaker glass 50 ml
8. Corong
9. Gelas ukur 10 ml
10. Palleus ball
11. Hotplate

Bahan
1. KMnO4
2. H2SO4 pekat
3. Asam oksalat 0,1N
4. Fe(NH4)2(SO4)2
5. Aquades

VI. Prosedur
A. Pembakuan/Standarisasi Larutan KMnO4 0,1N dengan asam oksalat
1. Masukkan larutan KMnO4 ke dalam buret
2. Masukkan 10 ml larutan asam oksalat ke dalam erlenmeyer
3. Tambahkan 5 ml H2SO4 2N ke dalam erlenmeyer
4. Panaskan erlenmeyer dengan hotplate hingga mencapai suhu 70-80℃
5. Titrasi dengan larutan KMnO4 sampai titik akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi violet muda hingga merah muda
6. Hitung normalitas KMnO4
B. Penetapan Kadar Fe(NH4)2(SO4)2
1. Ukur seksama 10 ml larutan Fe(NH4)2(SO4)2 lalu masukkan ke dalam
erlenmeyer
2. Tambahkan 20 ml aquades ke dalam erlenmeyer
3. Tambahkan 5 ml H2SO4 2N ke dalam erlenmeyer
4. Panaskan erlenmeyer dengan hotplate hingga mencapai suhu 70-80℃
5. Titrasi dengan larutan KMnO4 sampai titik akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda
6. Hitung kadar Fe(NH4)2(SO4)2

VII. Hasil
1. Standarisasi Larutan KMnO4

2. Penetapan Kadar Fe(NH4)2(SO4)2

VIII. Pembahasan
Pada praktikum permanganometri dilakukan dua langkah kerja, yang pertama
adalah pembakuan atau standarisasi kalium permanganometri dan yang kedua penentuan
kadar FeSO4. Titrasi permanganometri harus dilakukan ditempat yang gelap (tidak boleh
terkena cahaya). Karena jika terkena cahaya maka akan terjadi pengendapan sehingga
terbentuk MnO2 yang solid, jika sudah terbentuk ini maka harus disaring karena jika
masih terdapat endapan ini maka permanganat tidak dapat mengoksidasi Fe. Pada
pratikum titrasi ini reagen permanganat sebagai titran pengoksidasi. Larutan yang dititrasi
adalah besi dalam asam sulfat, penitrasian ini dilakukan dalam suasana asam. Untuk
proses standarisasi larutan yang dititrasi adalah asam oksalat dalam asam sulfat dan
larutan ini dipanaskan hingga mencapai suhu 70-80 derajat, hal ini dilakukan karena
untuk titrasi permanganometri jika dilakukan dalam suhu ruangan reaksinya berjalan
sangat lambat maka dari itu membutuhkan titrasi dalam keadaan yang sangat asam dan
harus dalam suhu yang tinggi atau menggunakan katalis baru dapat berjalan reaksinya
dengan lebih cepat.
Hasil titik akhir titrasi pada saat proses standarisasi kalium permanganat yaitu
ditunjukkan dengan adanya perubahan warna larutan menjadi violet muda hingga merah
muda, warna ini didapat dalam percobaan ketika sudah ditrasi dengan kalium
permanganat volume sebanyak 9,45 ml sehingga diperolehlah konsentrasi dari kalium
permanganat yaitu 0,1058 N. Sedangkan, hasil titik akhir titrasi pada saat proses
penentuan atau penetapan kadar Fe(NH4)2(SO4)2 yaitu ditunjukkan dengan adanya
perubahan warna larutan menjadi merah muda, warna ini didapat dalam percobaan ketika
sudah ditrasi dengan kalium permanganat volume sebanyak 5,07 ml sehingga diperoleh
konsentrasi dari Fe(NH4)2(SO4)2 yaitu 0,5369 N dan kadar Fe dalam Fe(NH4)2(SO4)2
sebesar 2,10%.

IX. Simpulan
Simpulan yang didapatkan dari percobaan pratikum permanganometri (penetapan
kadar asam oksalat dan penetapan kadar Fe(NH4)2(SO2)4, adalah :
1. Titrasi permanganometri didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi (redoks).
2. Sifat KMnO4 dikenal sebagai indikator sendiri (autoindikator).
3. Titrasi permanganometri dilakukan dalam suasana asam karena lebih mudah
untuk dioksidasi.
4. Hasil Akhir Titrasi (TAT) pada saat proses pembakuan atau standarisasi larutan
KMnO4 0,1 N dengan asam oksalat ditunjukkan dengan adanya perubahan warna
larutan menjadi violet muda hingga merah muda, warna ini didapat dalam
percobaan ketika sudah ditrasi dengan kalium permanganat volume sebanyak 9,45
ml sehingga diperolehlah konsentrasi dari kalium permanganat yaitu 0,1058 N.
5. Hasil Akhir Titrasi (TAT) pada saat proses penetapan kadar Fe(NH4)2(SO4)2
yaitu ditunjukkan dengan adanya perubahan warna larutan menjadi merah muda,
warna ini didapat dalam percobaan ketika sudah ditrasi dengan kalium
permanganat volume sebanyak 5,07 ml sehingga diperoleh konsentrasi dari
Fe(NH4)2(SO4)2 yaitu 0,5369 N dan kadar Fe dalam Fe(NH4)2(SO4)2 sebesar
2,10%.
6. Teknik titrasi permanganometri biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat
atau besi dalam suatu sampel.

X. Lampiran
Pembakuan Atau Standarisasi Larutan KMnO4 0,1N Dengan Asam Oksalat
Penetapan Kadar FE(NH4)2(SO4)2

LAPORAN PRAKTIKUM KOMPLEKSOMETRI

LAPRAK 4

KOMPLEKSOMETRI

I. Judul : Laporan Praktikum Kimia Analitik 8 ( Penetapan Kadar


Kompleksometri )

II. Hari,tanggal : Kamis, 06 April 2023

III. Pertemuan : ke-11

IV. Materi : Kompleksometri (Penetapan Kadar MgSO4.7H2O)

V. Dasar teori

Titrasi kompleksometri adalah suatu titrasi berdasarkan reaksi pembentukan senyawa


kompleks antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks. Titrasi kompleksometri adalah
titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation (ion logam) dengan zat
pembentuk kompleks (ligan). Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam
titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (Na2EDTA). Titrasi
kompleksometeri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion
kompleks ataupun pemebentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan
mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi
kompleks biasa seperti diatas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi
kelatometri, seperti yang menyangkut pengunaan EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks
logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Keunggulan EDTA
adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak
dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri.

Dalam kimia farmasi kuantitatif untuk zat-zat anorganik yang mengandung ion-ion logam
seperti alumunium, bismut, magnesium, dan zink dengan cara kompleksometri. Dimana kita
akan menentukan kemurnian atau kadar daripada salam satu logam tersebut yang dilakukan
dengan cara titrasi kompleksometri.

Kompleks yang terbentuk dari suatu reaksi ion logam, yaitu kation dengan suatu anion
atau molekul netral. Ion logam didalam komplkes disebut atom pusat dan kelompok yang terikat
pada atom disebut ligan. Jumlah ikatan terbentuk oleh atom logam pusat disebut bilangan
koordinasi dari logam. Dari kompleks diatas perak merupakan atom logam dengan koordinasi
dua, dan sianidanya merupakan ligannya. Reaksi membentuk kompleks dapat dianggap sebagai
asam-basa lewis dengan ligan bekerja sebagai basa dengan memberikan sepasang elektron,
kepada kation yang merupakan suatu asam.

Pada percobaan kali ini larutan standar primer yang digunakan yaitu ZnSO4, sedangkan
larutan standar sekunder yang digunakan yaitu larutan EDTA.

VI. Alat dan Bahan

A. Alat :
1. Buret
2. Statif
3. Erlenmeyer 250 ml
4. Pipet tetes
5. Pipet gondok 10 ml
6. Beaker glass 100 ml
7. Corong
8. Spatel
9. mortil
10. Gelas ukur 10 ml
11. Palleus ball
B. Bahan :
1. Na2EDTA.2H2O (Triplex III)
2. Buffer Ammonia pH 10
3. Indikator EBT
4. ZnSO4.7H2O 0,05M (larutan primer)
5. HCl 2N
6. MgSO4.7H2O
7. Aquadest

VII. Prosedur

A. Pembakuan Larutan Standar Na2EDTA:


1. Dimasukkan 10ml ZnSO4.7H2O ke erlenmeyer
2. Ditambah 1 ml buffer amonia PH 10
3. Ditambah indikator EBT sepucuk spatel
4. Titrasi dengan Na2EDTA sampai Titik Akhir Titrasi (TAT)
berwarna biru konstan

B. Penetapan kadar MgSO4.7H2O


1. Dimasukkan 10ml MgSO4.7H2O ke erlenmeyer
2. Tambahkan 30ml aquadest
3. Tambahkan 2-5 ml buffer amonia PH 10
4. Tambahkan indikator EBT 3 tetes
5. Titrasikan dengan Na2EDTA dari warna ungu sampai Titik
Akhir Titrasi (TAT) berwarna biru konstan.

VIII. Hasil

1. Pembakuan Larutan Standar Na2EDTA dengan ZnSO4.7H2O


0,05N
V. Titran = 9,45 ml
VNa2EDTA . MNa2EDTA = VZnSO4.7H2O
9,45 . M = 10 . 0,05
M = 0,5 / 9,45

MNa2EDTA = 0,529 M

2. Penetapan Kadar MgSO4.7H2O


V. Titran = 15,95 ml
MNaEDTA rata-rata = 0,0604

Kadar MgSO4.7H2O = (M.V) Na2EDTA x Mr / ml sampel x 1000 x 100


%

= (0,0604.15,95) x 246,48 / 10000 x 100%

= 2374,5390/10000 x 100%

= 2,37%

IX. Pembahasan

A. Standarisasi Larutan EDTA dengan Larutan Standar ZnSO4


Standarisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar
sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara menitrasi dengan larutan standar
primer. Tujuan dari standarisasi adalah menjaga stabilitas dan keamanan, serta
mempertahankan konsistensi kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam
simplisia maupun ekstrak.
Larutan standar merupakan larutan yang konsentrasinya sudah diketahui
secara pasti. Terdapat dua jenis larutan standar berdasarkan kemurniannya, yaitu
larutan standar primer merupakan larutan standar yang dipersiapkan dengan
dilakukan penimbangan dan pelarut suatu zat tertentu dengan kemurnian yang
tinggi, dimana konsentrasi diketahui dari massa hingga volume larutan.
Sedangkan larutan standar sekunder yaitu larutan standar yang dipersiapkan
dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif
rendah sehingga dapat diketahui dari hasil standarisasi.
Pada percobaan kali ini larutan standar primer yang digunakan yaitu
ZnSO4, sedangkan larutan standar sekunder yang digunakan yaitu larutan EDTA
dikarenakan larutan ini sebagai titran yang berupa ligannya, dimana akan dihitung
konsentrasinya. Titrasi kompleksometri ada penambahan larutan buffer pH 10 ini
berfungsi untuk menggapai selektivitas kompleksometri dengan pengendalian pH,
hal ini dikarenakan logam-logam alkali tanah membentuk kompleks yang tidak
stabil dengan EDTA apabila dilakukan pada pH rendah.
Larutan buffer merupakan larutan yang berfungsi untuk mempertahankan
pH dalam larutan, baik terdapat penambahan sedikit asam/basa maupun oleh
pengenceran.
Selanjutnya, ditambahkan sedikit indikator EBT sehingga larutan
dihasilkan mengalami perubahan warna menjadi biru. Fungsi ditambahkan
indikator EBT ini dikarenakan indikator EBT tidak stabil dan hanya stabil
digunakan pada suasana basa, dimana titrasi kompleksometri ini hanya bisa
dijalankan pada suasana basa. Indikator berfungsi sebagai larutan yang berguna
untuk menentukan titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna,
dimana titrasi harus dihentikan saat titik akhir titrasi dicapai. Warna yang
dihasilkan pada indikator EBT pada suasana basa pada rentang ph 8-10 adalah
berwarna biru, tetapi jika membentuk kompleks dengan logam akan berwarna
merah anggur.
Setelah itu larutan ZnSO4 tersebut dititrasi dengan larutan EDTA sehingga
larutan yang awalnya berwarna merah Menjadi berwarna biru. Pada titrasi
tersebut terdapat zat yang berperan sebagai titran dan titrat, dimana titran atau
titer merupakan larutan yang digunakan untuk mentitrasi biasanya larutan titran
ini konsentrasinya sudah diketahui secara pasti, hal ini berarti pada percobaan ini
zat yang digunakan sebagai titran adalah ZnSO4, sedangkan titrat merupakan
larutan yang dititrasi untuk diketahui konsentrasi komponen tertentu
dan titrat ini belum diketahui konsentrasinya, sehingga zat yang berperan sebagai
titran adalah larutan ZnSO4.
Kemudian larutan ZnSO4 di sini dapat berperan sebagai atom pusat
dikarenakan jumlah ligannya yang monodentat yang dapat membentuk suatu
kompleks yang stabil dengan satu atom pusat. Atom pusat ini ditandai oleh
bilangan koordinasi yang merupakan suatu angka yang bulat, pada kebanyakan
kasus bilangan koordinasi 6 bisa berupa logam Zn2+. Setelah itu dilakukan titrasi
kembali secara duplo. Titrasi dilakukan secara duplo bertujuan agar titrasi yang
dilakukan teliti sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat. Reaksi yang
dihasilkan dari percobaan ini sebagai berikut:
B. Pembakuan Larutan Standar Na2EDTA dengan ZnSO4.7H2O 0,05 M
Standarisasi merupakan suatu reaksi asidimetri yakni penentuan
konsentrasi titran menggunakan larutan baku primer. Tujuan standarisasi adalah
untuk mengetahui konsentrasi dari Na2EDTA. EDTA merupakan larutan baku
sekunder, sehingga konsentrasi Na2EDTA perlu diketahui secara pasti
menggunakan larutan baku primer yaitu ZnSO4. Larutan baku primer adalah
suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan
murni yang dilarutkan atau dengan penimbangan langsung. Sedangkan larutan
baku sekunder adalah larutan yang tidak diketahui konsentrasinya dan dapat
diketahui dengan pembakuan menggunakan larutan baku primer. Adapun syarat
larutan baku adalah harus mudah didapat, sederhana dalam penggunaannya, juga
harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah.
Untuk membuat pembakuan Na2EDTA, yang pertama yaitu mengambil 5
ml larutan ZnSO4.7H2O menggunakan pipet dan memasukkannya kedalam
Erlenmeyer yang disebut titer. Selanjutnya menambahkan 1 ml dapar salmiak pH
10 dan menambahkan 25 gram EBT. Fungsi dari larutan dapar salmiak untuk
menyangga pH larutan sehingga logam-logam alkali dan alkali tanah dapat
bereaksi dengan Na2EDTA. Jika pH kurang dari 10 maka zink akan membentuk
kompleks yang tidak stabil dengan Na2EDTA dan jika pH lebih besar dari 10
maka akan terbentuk endapan hidroksi Zn(OH)2 yang dapat memperlambat kerja
Na2EDTA. Kemudian larutan didalam Erlenmeyer dititrasi dengan larutan
Na2EDTA yang terdapat di buret yang disebut dengan titran, sampai terjadi
perubahan warna dari anggur merah menjadi biru gelap dengan volume
Na2EDTA yang dikeluarkan atau digunakan pada percobaan ini sebanyak 9,45
ml.

C. Penentuan Kadar Magnesium dalam larutan MgSO4.7H2O


Pada tahap percobaan ini prosedur kerja dimulai dengan persiapan larutan
magnesium (Mg2+) 0,05 M dengan cara ditimbang sebanyak 0,61 gram logam
Mg dan dilarutkan dalam HCl encer. Kemudian dinetralkan dengan NaOH 1 M
dan diencerkan dengan aquades sampai 500 mL dalam labu ukur.
Magnesium sulfat dengan rumus kimia MgSO4 merupakan bubuk yang
berwarna putih yang memiliki rasa asin pahit. Hidrat yang paling umum dalam
pada senyawa ini adalah heptahidrat (MgSO4.7H2O) yang disebut dengan garam
epsom dan terjadi secara alami sebagai mineral epsomit. Senyawa ini akan
kehilangan 6H2O nya pada suhu 150ºC dan 7H2O nya pada suhu 200ºC .
Langkah berikutnya yaitu dipipet dan dimasukkan 10 ml larutan
Magnesium ke dalam Erlenmeyer.
Kemudian diencerkan dengan aquades hingga volumenya 30 ml.
Pengenceran larutan bertujuan untuk memperkecil konsentrasi pada suatu larutan
yang dilakukan dengan cara menambahkan pelarut, dalam hal ini aquades.
Penambahan pelarut akan memperbesar volume larutan namun tidak akan
mengubah jumlah mol zat terlarut.
Selanjutnya ditambahkan 2-5 ml larutan buffer pH 10 dan ditambahkan 3
tetes indikator EBT. Penambahan buffer pH 10 bertujuan untuk menjaga nilai pH
agar tetap dalam suasana basa. EBT berfungsi sebagai penanda titik akhir titrasi.
Indikator EBT yang ditambahkan akan mengakibatkan perubahan pewarnaan
larutan dari ungu menjadi biru. Setelah itu, dititrasi dengan larutan Na2EDTA
pada temperatur kurang lebih 40ºC.
Pada percobaan ini yang berperan sebagai titran adalah Na2EDTA dan
yang berperan sebagai titrat adalah larutan magnesium. Setelah dilakukan
penambahan EBT warna larutan berubah menjadi merah anggur hal ini karena
magnesium merupakan ion logam,yang mana bila EBT bereaksi dengan ion
logam seperti magnesium maka warna larutan akan berubah menjadi warna merah
anggur/ungu. Setelah dititrasi dengan Na2EDTA larutan berubah menjadi biru.
Uji kuantitatif digunakan untuk menentukan suatu kadar (kandungan zat)
di dalam senyawa (sampel) yang diuji. Reaksi yang dihasilkan pada percobaan ini
yaitu sebagai berikut:

MgSO4.7H2O(aq) + Na2EDTA(aq) → Mg-EDTA + Na2SO4(aq) + 7H2O(aq)


X. Simpulan
Uji kuantitatif digunakan untuk menentukan suatu kadar (kandungan zat)
di dalam senyawa (sampel) yang diuji.
Titrasi kompleksometri adalah suatu titrasi berdasarkan reaksi
pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan zat pembentuk
kompleks.Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan
senyawa kompleks antara kation (ion logam) dengan zat pembentuk kompleks
(ligan). Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi
kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (Na2EDTA).
Pada percobaan kali ini larutan standar primer yang digunakan yaitu
ZnSO4, sedangkan larutan standar sekunder yang digunakan yaitu larutan EDTA.

XI. Lampiran

Alat praktikum Buffer Amonia MgSO4.7H2O ZnSO4.7H2O

Na2EDTA N2EDTA 0,05M sebelum di Na2EDTA 0,05M sesudah di


titrasi titrasi
IODO

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK 9

PENETAPAN KADAR IODOMETRI

I. Hari Tanggal : Kamis, 13 April 2023


II. Pertemuan : Ke-12
III. Materi : Iodometri ( Penetapan kadar KI CuSO4.5H2O )
IV. Dasar Teori

Pada praktikum ini dilakukan salah satu percobaan yaitu titrasi iodometri.Titrasi
iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium.Titrasi iodium termasuk jenis
titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang
mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar dari pada sistem iodium-iodida atau
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Titrasi iodometri adalah salah
satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak
digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Prinsip titrasi iodometri adalah
dengan menambahkan KI berlebih dalam larutan contoh yang mengandung analit atau zat
oksidator. Iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan standar tiosulfat. Menghasilkan iodida
dan ion tetrationat. Iodometri merupakan bahan pengoksidasi yang mengoksidasi kalium iodide
atau KI dalam Suasana asam sehingga iod yang dibebaskan kemudian ditentukan dengan
menggunakan larutan baku natrium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar tembaga (II)
sulfat.

V. Alat dan Bahan

Alat yang dibutuhkan dalam proses peneapan kadar iodometri ialah

a. Buret
b. Statif
c. Erlenmeyer 250 ml
d. Pipet tetes
e. Pipet gondok 10 ml
f. Beaker glass 100 ml
g. Corong
h. Gelas ukur 10 ml

Adapun Bahan yang dibutuhkan :

a. Na2S2O3.5H2O
b. KI 10 %
c. KIO3 0,1 N
d. Aquadest
e. Indikator Amylum 1%
f. HCl 2N

VI. Prosedur

Prosedur penetapan kadar CuSO4.5H2O


1. Diukur seksama 10 ml CuSO4.5H2O dimasukkan dalam Erlenmeyer.
2. Ditambah 40 ml aquadest, ditambah 10 ml KI 10 %.
3. Ditambah 10 ml KI 10%, tutup dengan labu bersumbat kaca.
4. Dititrasi dengan NaS2O3 0,1 N hingga kuning pucat.
5. Ditambah 1 ml amylum 1 %, digojog kuat.
6. Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga warna putih susu.

Perhitungan :

Kadar CuSO4.5H2O =

VII. Hasil

1). Pembakuan Na2S2O3.5H2O (disamakan satu kelas karena titrasi tidak dapat dilakukan)

Diketahui :

VKIO3 = 10 ml

NKIO3 = 0,1 N

VNa2S2O3 = (Titran)

Ditanya : N Na2S2O3

Jawab :

V KIO2 x N KIO3 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3

10 x 0,1 = 10 x N

N = 0,1 N
2). Penetapan kadar CuSO4.5H2O

Diketahui

N Na2S2O3 = 0,1 N

V Titran = 5,60 ml

Ditanya : Kadar CuSO4.5H2O

Jawab :

Kadar CuSO4.5H2O = (N.V) Na2S2O3 x (249,68/ 1) 100%

Ml sampel x 1000

= (0,1x5,60) x 249,68 x 100%

10.000

= 0,56 x 249,68 x 100%

10.000

= 1,39%

VII. Pembahasan

Dalam proses titrasi iodometri setelah ditambahkan KI 10% perlu menutup labu
erlenmeyer dengan rapat karena sifat KI yang mudah menguap sehingga ketika dititrasi akan
terjadi kesalahan dalam hasil titrasi. Kemudian setelah dititrasi pertama hingga warna berubah
menjadi kuning pucat yang semula kuning terang langsung ditambahkan amylum 1% di gojlok
kuat langsung dititrasi kembali karena apabila setelah penambahan amylum tidak langsung
dititrasi amylum akan bersatu lebih erat sehingga ketika proses titrasi akan menghasilkan hasil
yang kurang akurat. Kemudian hasil akhir dari titrasi kali ini berwarna putih susu. Hal-hal yang
perlu diperhatikan pada titrasi iodometri adalah: (1). Pada umumnya oksidasi langsung Pada
umumnya oksidasi langsung dengan iodometri dilakukan untuk bahan-bahan yang potensial
oksidasi yang lebih rendah dari ion dan sebaliknya. (2). Oksidasi oleh oksigen atmosfer pada
reaksi oksidasi dalam medium asam kuat dapat menghasilkan nilai titran yang salah sehingga
menyebabkan kesalahan perkiraan. (3). Iodometri tidak pernah dilakukan dalam medium basa
karena reaksi antara iod dengan hidroksida akan menghasilkan ion hipoiodit dan iodat akan
menjadi 2I2-. Dimana 2 mol I akan mengoksidasi parsial tiosulfat menjadi bentuk dioksidasi
yang lebih tinggi seperti SO.

VIII. Simpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari percobaan praktikum kali ini adalah :

1. Titrasi iodometri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi
reduksi.
2. Prinsip titrasi iodometri adalah dengan menambahkan KI berlebih dalam larutan contoh
yang mengandung analit atau zat oksidator.
3. Untuk TAT penetapan kadar KI adalah larutan yang semula bewarna kuning terang akan
bewarna putih susu.
4. Iodometri dilakukan dalam suasana asam dan tidak pernah dilakukan dalam media
suasana basa karena reaksi antara iod dengan hidroksida akan menghasilkan ion
hipoiodit.

IX. Lampiran
TTD

Nama NIM Ttd

Widya Rohmawati 001

Attiqah Isfalika M. 003

Inas Rahmania R. 006

Cinta Kusumawardani 009

Mohamad Falin A. 010


Ayudhia Puteri M. 017

Nazlal Khoirotis T. 039

Alviyanita Putri K. 040

Amaranggana Kalyana P. 046

Dosen Pengampu

Nur Patria Tjahjani, S. Si. Apt.,M. Si. Med

Anda mungkin juga menyukai