Anda di halaman 1dari 13

ACARA I

PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARISASINYA

A. TUJUAN
Tujuan Praktikum Kimia Anorganik Acara I ini adalah sebagai
berikut:
1. Standarisasi larutan HCl dengan borax
2. Standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat
3. Penentuan kadar Na2CO3 dengan HCl

B. TINJAUAN PUSTAKA
Standarisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan
standar sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan
larutan standar primer. Titran atau titer adalah larutan yang digunakan
untuk mentitrasi (biasanya sudah diketahui secara pasti konsentrasinya).
Dalam proses titrasi suatu zat berfungsi sebagai titran dan yang lain
sebagai titrat. Titrat adalah larutan yang dititrasi untuk diketahui
konsentrasi komponen tertentu. Titik ekuivalen adalah titik yang
menyatakan banyaknya titran secara kimia setara dengan banyaknya analit.
Analit adalah senyawa (atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis
atau ditentukan konsentrasinya atau strukturnya. Titik akhir titrasi adalah
titik pada saat titrasi diakhiri atau dihentikan. Dalam titrasi biasanya
diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian dari keseluruhan larutan
yang dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran. Pengenceran
adalah proses penambahan pelarut yang tidak diikuti terjadinya reaksi
kimia sehingga berlaku hukum kekekalan mol (Padmaningrum, 2006).
Titrasi adalah penambahan secara cermat volume suatu larutan
yang mengandung zat A yang konsentrasinya diketahui, kepada larutan
kedua yang mengandung zat B yang konsentrasinya tidak diketahui, yang
akan mengakibatkan reaksi antara keduanya secar kuantitatif. Selesainya
reaksi, yaitu pada titik akhir, ditandai dengan semacam perubahan sifat
fisis. Misalnya warna campuran yang bereaksi (Petrucci, 1985).
Titrasi didasarkan pada titik ekuivalen antara asam dan basa.
Titik ekuivalen biasanya ditentukan dengan titik akhir titrasi yaitu pada
saat konsentrasi asam ekuivalen dengan konsentrasi basanya. Titik akhir
titrasi ditandai dengan penambahan substansi ke dalam larutan analit
sehingga terjadi perubahan warna setelah titik ekuivalen terjadi
(Marwati, 2010).
Dalam titrasi, titran dalam buret dikalibrasi secara perlahan
ditambahkan ke analit yang volumenya diketahui dengan indikator yang
cocok ke dalam labu Erlenmeyer. Ketika ada perubahan warna dari analit
karena indikator,maka titrasi telah selesai dan volume akhir titran dicatat
menggunakan perhitungan lebih lanjut untuk menemukan konsentrasi
analit yang tidak diketahui. Indikator adalah zat yang digunakan sebagai
penanda dari titik akhir dari setiap titrasi (Pradeep dan Dave, 2013).
Sifat asam dan basa suatu zat dapat diketahui menggunakan
sebuah indikator. Indikator yang sering digunakan antara lain kertas
lakmus, fenolftalein, metil merah, dan brom timol biru. Indikator tersebut
akan memberikan perubahan warna jika ditambahkan larutan asam atau
basa. Indikator ini biasanya dikenal sebagai indikator sintetis
(Hizbul dkk, 2007).
Bila suatu indikator digunakan untuk menunjukkan titik akhir
titrasi, maka :
1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen
dengan titrat.
2. Perubahan warna itu harus terjadi secara mendadak, agar tidak ada
keraguan-keraguan tentang kapan titrasi harus dihentikan (Harjanti,
2008).
Beberapa indikator asam basa atau trayek pH antara lain : Biru
timol dengan trayek pH 1,2 – 2,8 dengan warna merah hingga kuning.
Merah metil dengan trayek pH 4,2 – 6,3 dengan warna merah hingga
kuning. Biru bromtimol dengan trayek pH 6,0 – 7,6 dengan warna kuning
hingga merah. Merah fenol dengan trayek pH 6,4 – 8,0 dengan warna
kuning hingga merah. p-α-Naftoftalein dengan trayek pH 7,0 – 9,0 dengan
warna kuning hingga biru. 1,3,5-Trinitrobenzen dengan trayek pH 12,0 –
14,0 dengan warna dari tidak berwarna hingga jingga. Fenolftalein (PP)
dengan trayek pH 8,0 – 9,0 dengan warna dari tidak berwarna hingga
merah (Harjadi, 1990).
Sedangkan Metil Orange (MO) memiliki trayek pH 3,2 – 4,4
dengan warna dari merah hingga jingga. Metil orange merupakan salah
satu indikator pH yang biasa digunakan dalam titrasi. Metil Orange
berubah warna apabila direaksikan dengan larutan asam karena merupakan
indikator asam, digunakan contohnya untuk indikator asam klorida
(Coupling, 2009).
Dalam titrasi, suatu larutan yang harus dinetralkan, misalnya
asam, dimasukkan ke alam wadah atau tabung. Larutan lainnya, yaitu
basa, dimasukkan ke dalam buret lalu dimasukkan ke dalam asam, mula-
mula cepat, kemudian tetes demi tetes, sampai titik setara dari titrasi
tersebut tercapai. Salah satu usaha untuk mencari titik setara adalah
melalui perubahan warna dari indikator asam-basa. Titik pada titrasi di
mana indikator berubah warna dinamakan titik akhir dari indikator
(Oxtoby et al., 2001).
Salah satu aplikasi standarisasi dan penentuan kadar larutan
dalam ilmu teknologi pangan adalah dalam penentuan kadar vitamin C.
Salah satunya pada dodol mangga. Dimana adanya standarisasi larutan
Na2S2O3 dengan larutan KIO3 0,1 N. Juga standarisasi larutan I2 dengan
larutan standar Na2S2O3 0,03 N. Yang digunakan untuk menentukan kadar
vitamin C (Karinda dkk., 2013).
C. METODE PENELITIAN
1. Tempat dan waktu penelitian
Praktikum Acara I Kalorimetri dilaksanakan pada hari Rabu, 11
November 2015 pada pukul 19.00 di Laboratorium Rekayasa Proses
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Sebelas Maret.
2. Bahan dan Alat
a. Alat :
1) Buret
2) Beaker glass
3) Corong
4) Erlenmeyer
5) Labu takar
6) Neraca analitik
7) Pengaduk
8) Pipet tetes
9) Pipet volume
10) Propipet
11) Statif
b. Bahan :
1) Aquades
2) Asam oksalat
3) Borax
4) Larutan HCl
5) Indikator PP
6) Indikator MO
7) Larutan NaOH
8) Na2CO3
c. Cara kerja
1. Standardisasi 0,1 N HCl dengan Borax

Borax 0,4 gram


Penimbangan 0,4 gram borax
murni

Pemasukan borax ke labu takar 50


ml

Aquades Penambahan aquades ke dalam


labu takar hingga tanda tera

Pemindahan 10 ml larutan ke
dalam erlenmeyer

Indikator MO Penambahan indikator MO


sebanyak 3 tetes

Pentitrasian larutan dengan HCl


hingga berubah warna

Perhitungan N HCl dengan rumus :


NHCl =mborax x valHCl x 1000/ BMborax
x vHCl
2. Standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat

Asam oksalat
Penimbangan 0,1 gram asam oksalat
2. P
e
n
e Pemasukan ke dalam labu takar 20 ml
n
t

Aquades u
Penambahan aquades hingga tanda
a tera
n

k
Pemindahan 10 ml larutan kedalam
a Erlenmeyer
d
a
Indikator PP r Penambahan indikator PP sebanyak 3
tetes

N
A
2 Pentitrasian dengan NaOH hingga
berubah warna
C
O
3
Penghitungan N NaOH dengan rumus :
3. NNaOH = masam oksalat x valNaOH x 1000 /
BM asam oksalat x VNaOH
3. Penentuan Kadar Na2CO3 dengan HCl

Na2CO3 0,75 Penimbangan 0,75 gram Na2CO3


gram

Pemasukan ke dalam beaker glass

Aquades
Penambahan aquades 20 ml

Pengadukan hingga larut dan homogen

Larutan
Na2CO3 Pengambilan larutan Na2CO3 10 ml dengan pipet

Aquades Penambahan aquades hingga 50 ml

Pengadukan hingga larut dan homogen

Aquades Penambahan aquades hingga tanda tera

Pengambilan 10 ml larutan Na2CO3 dengan pipet

Pemasukan larutan kedalam erlenmeyer

Penambahan indikator MO sebanyak 3 tetes

Indikator Pentitrasian larutan dengan HCl hingga berubah


warna
MO

HCl Penghitungan kadar Na2CO3


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Standarisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan
standar sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan
larutan standar primer (Padmaningrum, 2006). Titrasi adalah penambahan
secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang
konsentrasinya diketahui, kepada larutan kedua yang mengandung zat B
yang konsentrasinya tidak diketahui, yang akan mengakibatkan reaksi
antara keduanya secara kuantitatif (Petrucci, 1985). Faktor-faktor titrasi
antara lain yaitu konsentrasi dari larutan (Petrucci, 1985) dan juga
dipengaruhi oleh titik ekuivalen dari larutan (Marwati, 2010).
Indikator digunakan sebagai penanda dari titik akhir dari setiap
titrasi (Pradeep dan Dave, 2013). Beberapa indikator asam basa atau
trayek pH antara lain : Biru timol dengan trayek pH 1,2 – 2,8 dengan
warna merah hingga kuning. Merah metil dengan trayek pH 4,2 – 6,3
dengan warna merah hingga kuning. Biru bromtimol dengan trayek pH 6,0
– 7,6 dengan warna kuning hingga merah. Merah fenol dengan trayek pH
6,4 – 8,0 dengan warna kuning hingga merah. p-α-Naftoftalein dengan
trayek pH 7,0 – 9,0 dengan warna kuning hingga biru. 1,3,5-
Trinitrobenzen dengan trayek pH 12,0 – 14,0 dengan warna dari tidak
berwarna hingga jingga. Fenolftalein (PP) dengan trayek pH 8,0 – 9,0
dengan warna dari tidak berwarna hingga merah (Harjadi, 1990).
Sedangkan Metil Orange (MO) memiliki trayek pH 3,2 – 4,4 dengan
warna dari merah hingga jingga (Coupling, 2009). Pada titrasi terjadi
perubahan warna karena larutan telah berada pada titik setara. Titik pada
titrasi di mana indikator berubah warna dinamakan titik akhir dari
indikator (Oxtoby et al., 2001).
Tabel 1.1 Standarisasi Larutan HCl dengan Borax

m Warna Larutan
V HCl
Borax N HCl
(ml) Awal Proses Akhir
(g)

Kuning, sedikit Semburat


0,4 8,5 0,0492 Merah
orange merah
Kuning, sedikit Orange
0,4 9,8 0,0427 Kuning orange
orange pekat
Kuning, sedikit Kembali ke Orange
0,4 7,15 0,0585
orange semula pekat

Sumber : Laporan sementara

Reaksi standarisasi HCl dengan asam oksalat :

Na2B4O7·10H2O + 2 HCl → 4 B(OH)3 [atau H3BO3] + 2 NaCl + 5 H2O

Dari tabel standarisasi larutan HCl diperoleh hasil titrasi akhir


berupa warna merah dan orange pekat. Pada standarisasi larutan HCl
digunakan indikator Metil Orange (MO) yang memiliki trayek pH 3,2 –
4,4 dengan warna dari merah hingga jingga. Metil Orange berubah warna
apabila direaksikan dengan larutan asam karena merupakan indikator asam
(Coupling, 2009). Sehingga pada standarisasi HCl digunakan indikator
MO untuk titrasi. Pada tabel standarisasi HCl dengan m borax rata-rata 0,4
gram, pada data pertama dengan volume HCl 8,5 ml diperoleh N HCl
sebesar 0,0492 dengan warna larutan awal kuning sedikit orange yang
pada proses berubah menjadi semburat merah dan pada akhir itrasi
berubah menjadi merah. Pada data kedua dengan volume HCl 9,8 ml
diperoleh N HCl sebesar 0,0427 dengan warna larutan awal kuning sedikit
orange kemudian pada proses berwarna kuning orange dan pada hasil
akhir berubah menjadi orange pekat. Pada data ketiga dengan volume HCl
7,15 diperoleh kadar N HCl sebesar 0,0585 dengan warna awal kuning
sedikit orange sedangkan pada saat proses titrasi kembali ke warna semula
dan pada akhir titrasi menjadi orange pekat. Dari data kedua dan ketiga
menunjukan bahwa titrasi berjalan dengan ditandai berubahnya larutan
menjadi orange pekat. Sedangkan adanya perbedaan hasil pada data yang
pertama dikarenakan kurangnya ketelitian. Pada titrasi terjadi perubahan
warna karena larutan telah berada pada titik setara. Titik pada titrasi di
mana indikator berubah warna dinamakan titik akhir dari indikator
(Oxtoby et al., 2001). Seperti pada standarisasi HCl dimana larutan kuning
sedikit orange dari tidak berwarna menjadi merah orange. Standarisasi ini
dapat diaplikasikan untuk mengetahui kadar vitamin C suatu bahan,
contohnya dodol mangga (Karinda dkk., 2013).

Tabel 1.2 Standarisasi Larutan NaOH dengan Asam Oksalat

m V N Warna Larutan
Asam NaOH NaOH Awal Proses Akhir
Oksalat (ml)
(g)

0,116 15 0,123 Tidak berwarna Tidak Merah


berwarna muda
0,098 18,5 0,084 Tidak berwarna Semburat Merah
muda
0,200 22 0,144 Tidak berwarna Pink Merah
muda

Sumber : Laporan sementara

Reaksi standarisasi NaOH dengan asam oksalat


2NaOH + H2C2O4 Na2C2O4 + 2H2O
Dari tabel standarisasi larutan NaOH diperoleh hasil titrasi akhir
berupa warna merah muda. Pada standarisasi larutan NaOH digunakan
Fenolftalein (PP) dengan trayek pH 8,0 – 9,0 dengan warna dari tidak
berwarna hingga merah (Harjadi, 1990). Pada standarisasi NaOH
digunakan indikator PP untuk titrasi karena PP merupakan indikator basa.
Pada data pertama dengan massa asam oksalat sebesar 0,116 gram dengan
volume 15 ml diperoleh N NaOH sebesar 0,123 dengan warna awal tidak
berwarna kemudian ketika proses titrasi masih tidak berwarna dan pada
akhir titrasi larutan berubah menjadi merah muda. Pada data kedua dengan
massa asam oksalat sebesar 0,098 gram dengan volume 18,5 ml diperoleh
N NaOH sebesar 0,084 dengan warna awal tidak berwarna kemudian
ketika proses titrasi menjadi semburat dan pada akhir titrasi larutan
berubah menjadi merah muda. Pada data ketiga dengan massa asam
oksalat sebesar 0,200 gram dengan volume 22 ml diperoleh N NaOH
sebesar 0,144 dengan warna awal tidak berwarna kemudian ketika proses
titrasi berubah menjadi pink dan pada akhir titrasi larutan berubah menjadi
merah muda.
Pada titrasi terjadi perubahan warna karena larutan telah berada
pada titik setara. Titik pada titrasi di mana indikator berubah warna
dinamakan titik akhir dari indikator (Oxtoby et al., 2001). Seperti pada
standarisasi NaOH dimana larutan berubah warna dari tidak berwarna
menjadi merah muda. Standarisasi ini dapat diaplikasikan untuk
mengetahui kadar vitamin C suatu bahan, contohnya dodol mangga
(Karinda dkk., 2013).

Tabel 1.3 Penentuan Kadar Na2CO3 dengan HCl

N V HCl Kadar Warna Larutan


HCl (ml) Na2CO3 Awal Proses Akhir

Semburat
0,05 11,6 102,058% Bening Orange
orange
Semburat
0,05 14,4 80,500%. Bening Orange
orange

Sumber : Laporan sementara

Reaksi Kadar Na2CO3 dengan HCl


Na2CO3 +2 HCl -----> 2NaCl+ H2O + CO2
Dari tabel penentuan kadar Na2CO3 diperoleh dua data
titrasi. Data pertama dengan N HCl 0,05 dan volume HCl 11,6 ml
diperoleh kadar Na2CO3 sebesar 102,058% dengan warna awal larutan
bening kemudian ketika dititrasi berubah menjadi semburat orange dan
pada akhir titrasi menjadi berwana orange. Pada data kedua dengan N HCl
0,05 dan volume HCl 14,4 ml diperoleh kadar Na2CO3 sebesar 80,500%
dengan warna awal larutan bening kemudian ketika dititrasi berubah
menjadi semburat orange dan pada akhir titrasi menjadi berwana orange.
Pada penentuan kadar Na2CO3 digunakan Metil Orange (MO) yang
memiliki trayek pH 3,2 – 4,4 dengan warna dari merah hingga jingga
(Coupling, 2009). Pada penentuan kadar Na2CO3 digunakan indikator MO
untuk titrasi karena MO merupakan indikator asam (Coupling, 2009).
Pada tabel, kedua data menunjukan bahwa titrasi berjalan sesuai dengan
teori, ditandai berubahnya larutan dari bening menjadi orange.
Pada titrasi terjadi perubahan warna karena larutan telah berada
pada titik setara. Titik pada titrasi di mana indikator berubah warna
dinamakan titik akhir dari indikator (Oxtoby et al., 2001). Seperti pada
penentuan kadar Na2CO3 dimana larutan berubah warna dari bening
menjadi orange. Penentuan kadar Na2CO3 dapat diaplikasikan untuk
mengetahui kadar vitamin C suatu bahan, contohnya dodol mangga
(Karinda dkk., 2013).

E. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum diperoleh :
1. Diperoleh hasil dari standarisasi larutan HCl sebesar 0,0427 N
2. Diperoleh hasil dari standarisasi larutan NaOH sebesar
0,117 N
3. Diperoleh kadar Na2CO3 sebesar 102,058 % dan 80,500 %.
DAFTAR PUSTAKA

Coupling, Diazo. 2009. A Synthesis of Methyl Orange. Journal of Organic


Chemistry Laboratory. Brazil.
Harjadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia : Jakarta.
Harjanti, Ratna Sri. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit dan Pemakaiannya
Sebagai Indikator Analisis Volumetri. Jurnal Rekayasa Proses. Vol. 2,
No. 2. Yogyakarta.
Hisbul, Yuliyanto, dan Retnoyuanni. 2007. Pemanfaatan Bunga Tapak Dara
Sebagai Alternatif Pembuatan Indikator pH Asam-Basa. Mahasiswa
FMIPA UNY.
Karinda, Fatimawali dan Citraningtyas. 2013. Perbandingan Hasil Penetapan
Kadar Vitamin C Mangga Dodol dengan Menggunakan Metode
Spektrofotometri UV-Vis dan Iodometri. Jurnal Ilmiah Farmasi
UNSRAT. Vol. 2 No. 1.
Marwati, Siti. 2010. Aplikasi Beberapa Ekstrak Bunga Berwarna sebagai
Indikator Alami pada Titrasi Asam Basa. Jurusan Pendidikan Kimia
FMIPA UNY.
Oxtoby, Gillis dan Nachtrieb. 2001. Kimia Modern. Erlangga. : Jakarta.
Padmaningrum, Regina Tutik. 2006. Titrasi asidimetri. Jurdik Kimia.
Petrucci, Ralph H. 1985. Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta.
Pradeep dan Dave. 2013. A Novel, Inexpensive and Less Hazardous Acid-Base
Indicator. Journal of Laboratory Chemical Education, 1(2): 34-38.
India.

Anda mungkin juga menyukai