Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM TITRASI ASAM BASA

Dosen Pengampu : Dr.Yuliati Sipahutar, S.Pi.,M.M.

Disusun Oleh :

Anjellita Divya Ningrum


NRP : 56203213408

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL


PERIKANANPOLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN KAMPUS
LAMPUNG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
titrasi asam basa adalah penentuan kadar suatu larutan basa dengan larutan asam yang
diketahui kadarnya. Atau sebaliknya, penentuan kadar suatu larutan asam dengan larutan basa
yang diketahui, dengan didasarkan pada reaksi netralisasi.
Titrasi harus dilakukan hingga mencapai titik ekivalen, yaitu keadaan saat asam dan basa tepat
habis bereaksi secara stoikiometri.
Titik ekivalen umumnya dapat ditandai dengan perubahan warna dari indikator.
Sementara itu, keadaan saat titrasi harus dihentikan tepat pada saat indikator menunjukkan
perubahan warna disebut titik akhir titrasi.
Untuk memperoleh hasil titrasi yang tepat, maka selisih antara titik akhir titrasi dengan titik
ekivalen harus diusahakan seminimal mungkin. Hal ini dapat diupayakan dengan memilih
indikator yang tepat pada saat titrasi, yakni indikator yang mengalami perubahan warna atau
trayek pH di sekitar titik ekivalen.
Titrasi asam basa melibatkan dua jenis larutan, yaitu larutan basa dan larutan asam yang
dapat menempati dua peran sebagai zat dititrasi (titran) dan zat peniter (titrat). Titrasi asam basa
ditentukan berdasarkan kepada proses terjadinya rekasi penetralan. Hal tersebut berarti, bahwa
kadar asam ditentukan dengan larutan basa, sedangkan kadar larutan basa ditentukan oleh
larutan asam. Untuk memaksimalkan proses titrasi asam basa, maka ketika proses pemberian
titran ke dalam larutan titrat harus memiliki sebuah indikator pengukuran. Hal tersebut bertujuan
untuk mendapatkan jumlah pemberian titran yang cukup. Sehingga, dapat mencapai konsetrasi
dari larutan asam-basa yang ekuivalen.
Indikator yang dibutuhkan dapat menggunakan zat kimia. Zat tersebut nantinya akan
memberikan warna yang berubah bila terdapat pemberian zat titran yang berlebihan saat proses
titrasi. Indikator asam basa terbuat dari asam atau basa organik lemah. Indikator dapat
melakukan melakukan perubahan warna jika berada dalam kondisi terdisosiasi dan tidak
terdisosiasi. Perubahan warna pada indikator dapat terjadi maupun tidak ketika larutan asam dan
basa memenuhi konsentrasi yang ekuivalen. Tahapan akhir dari proses titrasi terjadi setelah
indikator mengalami perubahan warna. Titik ekuivalen dalam proses titrasi asam basa terjadi
ketika jumlah mol asam sama dengan jumlah mol basa. Secara sederhana

2.1 Tujuan
Untuk menentukan secara kuantitatif suatu zat dalam larutan dengan
zat/larutan lain yang konsentrasinya telah diketahui melalui reaksi secara bertahap
hingga mencapai titik stoikhiometri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Asam Basa


Arrhenius mengemukakan suatu teori dalam disertasinya (1883) yaitu bahwa senyawa
ionik dalam larutan akan terdissosiasi menjadi ion-ion penyusunnya. Menurut Arrhenius: • Asam:
zat/senyawa yang dapat menghasilkan H+ dalam air HCl (aq) H+ (aq) + Cl - (aq) • Basa :
zat/senyawa yang dapat menghasilkan OH- dalam air NaOH (aq) Na+ (aq) + OH – (aq) • Reaksi
netralisasi adalah reakai antara asam dengan basa yang menghasilkan garam: HCl (aq) + NaOH
(aq) NaCl (aq) + H2O (ℓ) H+ (aq) + OH – (aq) H2O (ℓ) Keterbatasan Teori Arrhenius Asam klorida
dapat dinetralkan baik oleh larutan natrium hidroksida maupun amonia. Pada kedua kasus
tersebut, akan didapatkan larutan hasil reaksi yang jernih yang dapat dikristalkan menjadi garam
berwarna putih, baik natrium klorida maupun amonium klorida. Kedua reaksi tersebut merupakan
reaksi yang sangat mirip. Reaksi yang terjadi adalah: Pada kasus reaksi antara natrium
hidroksida dengan asam klorida, ion hidrogen dari asam bereaksi dengan ion hidroksida dari
NaOH. Hal ini sesuai dengan teori asam-basa Arrhenius. Akan tetapi pada kasus reaksi amonia
dengan asam klorida, tidak terdapat ion hidroksida. Kita bisa mengatakan bahwa amonia bereaksi
dengan air menghasilkan ion amonium dan hidroksida, menurut reaksi sebagai berikut:
Reaksi di atas merupakan reaksi reversibel, dan dalam larutan amonia pekat tertentu,
sekitar 99% amonia tetap berada sebagai molekul amonia. Meskipun demikian, ion hidroksida
tetap dihasilkan, walau dalam jumlah yang sangat kecil. Dengan demikian kita bisa mengatakan
bahwa reaksi tersebut sesuai dengan teori asam-basa Arrhenius. Tetapi pada saat yang
bersamaan, terjadi reaksi antara gas amonia dengan gas hidrogen klorida. Dalam kasus reaksi
di atas, tidak dihasilkan ion hidrogen ataupun ion hidroksida, karena reaksi tidak terjadi dalam
larutan. Teori Arrhenius tidak menggolongkan reaksi di atas sebagai reaksi asam-basa, meskipun
faktanya, reaksi tersebut menghasilkan produk yang sama manakala kedua senyawa tersebut
dilarutkan dalam air. Secara singkat dapat dikatakan bahwa keterbatasan teori Arrhenius adalah
bahwa reaksi asam – basa hanyalah sebatas pada larutan berair (aqueus, aq) dan asam-basa
adalah zat yang hanya menghasilkan H+ dan OH- .
2.2 Titrasi Asam-Basa
Titrasi adalah prosedur menentukan kadar suatu larutan. Dalam titrasi, larutan yang
volumenya terukur direaksikan secara bertahap dengan larutan lain yang telah diketahui
kadarnya (larutan standar). Berdasarkan jenis reaksi yang terjadi, titrasi dibedakan menjadi titrasi
asam basa, titrasi pengendapan, dan titrasi redoks. Dalam analisis dengan metode titrasi: Larutan
yang diketahui normalitas atau konsentrasi atau kadarnya disebut larutan standart, biasanya
dimasukkan dalam buret sebagai zat penitrasi atau titran. Larutan yang akan ditentukan
normalitas atau konsentrasi atau kadarnya diletakkan dalam Erlenmeyer dan disebut juga
sebagai zat yang dititrasi atau analit. Titrasi dilakukan dengan cara membuka kran buret pelan-
pelan. Titik akhir titrasi terjadi pada saat terjadi perubahan warna. Perubahan warna dapat dilihat
dengan menggunakan zat penunjuk atau indikator. Pada saat itulah gram ekivalen dari titran
sama dengan gram ekivalen dari zat yang dititrasi atau analit.
Dalam melakukan titrasi, dibutuhkan alat berupa buret dan juga labu Erlenmeyer. Titrasi
juga membutuhkan bahan berupa titran, analit, dan indikator asam basa. Analit atau titrat adalah
larutan yang tidak diketahui konsentrasinya. Titran adalah larutan standar yang telah diketahui
konsentrasinya. Indikator asam basa adalah zat yang mengalami perubahan warna ketika
mendekati titik ekivalen. Misalnya: larutan yang akan dicari konsentrasinya (analit) adalah larutan
asam berupa asam klorida (HCl).
Pada saat larutan basa ditetesi dengan larutan asam, pH larutan akan turun. Sebaliknya,
jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa, maka pH larutan akan naik. Jika pH larutan asam
atau basa diplotkan sebagai fungsi dari volum larutan basa atau asam yang diteteskan, maka
akan diperoleh suatu grafik yang disebut kurva titrasi.
Kurva titrasi asam-basa menunjukkan perubahan pH larutan selama proses titrasi asam
dengan basa, atau sebaliknya. Bentuk kurva titrasi memiliki karakteristik tertentu yang bergantung
pada kekuatan dan konsentrasi asam dan basa yang bereaksi.
BAB Ⅲ
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Alat
• Erlenmeyer
• Labu ukur
• Batang pengaduk
• Gelas beaker
• Pipet tetes
• Buret
• Timbangan
Bahan
• Na tetra borat (Na2B4O7.10H2O)
• Aquadest
• mm indikator
• HCL 0,1 N
3.2 Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan dalam praktikum ini sebagai berikut.
• Timbang sampel NaB4O7.10H2O dengan timbangan sampai 1,9072
• Larutan dengan ditambah 50 ml aquades
• Masukkan ke dalam labu ukur dan ditambahkan aquades lagi hingga 100 ml
• Bagi larutan menjadi NaB4O7.10H2O menjadi 4 bagian sebanyak 20 ml ke dalam
erlenmeyer
• Kemudian tambahkan 5 tetes indikator mm ke dalam tiap-tiap erlenmeyer yang
berisi larutan sebelumnya
• Kemudian lakukan titrasi
BAB Ⅳ
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
PERHITUNGAN
Sebanyak 1,9072 gram NaB4O710H2O dilarutkan dalam 100 ml air kemudian 20 ml dari
larutan ini dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N, diperoleh data sebagai berikut :
Percobaann Volume HCl (ml)
1 12
2 11,2
3 10,7
4 9,4

Kadar NAB4O710H2O dalam pengujian tersebut adalah ......


(Mr NaB4O710H2O =359)
Volume HCl untuk titrasi :
12+11,2+10,7+9,4
V= = 10,83
4

Volume NaB4O710H2O =
V sampel . M sampel = V HCl . M HCl
20 . M sampel = 10,83 . 0,1
M = 0,05
Kadar NaB4O710H2O
M = 0,05
Mr = 359
V = 100 ml = 100 × 10-3 L
Massa = 1,9072
Mr ×M ×V
% NaB4O710H2O = gram cuplikan × 100%
359 ×0,05 ×(100 ×10−3)
= 1,9072
× 100%

= 94,11 %
Jadi diperoleh kadar NaB4O7 10H2O adalah 94,11%
4.2 Pembahasan
Titrasi merupakan cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan
menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya dan mengukur volumenya secara
pasti. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri.
Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Titrasi adalah prosedur untuk menentukan kadar (konsentrasi) suatu larutan berdasarkan
reaksi asam basa dengan larutan yang sudah diketahui kadarnya. kesalahan titrasi yang hanya
sebesar 1 mL tidak terlalu berpengaruh pada perhitungan kadar larutan.

Anda mungkin juga menyukai