Anda di halaman 1dari 14

ACARA I

PEMBUATAN DAN STANDARISASI LARUTAN SERTA


PENGGUNAAN LARUTAN STANDAR UNTUK PENENTUAN
KADAR SUATU ZAT

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Acara I “Pembuatan dan Standarisasi Larutan serta
Penggunaan Larutan Standar untuk Penentuan Kadar Suatu Zat” adalah sebagai
berikut:
1. Membuat larutan HCl 0,1 N dan standarisasi larutan tersebut untuk
menentukan normalitas larutan HCL yang sebenarnya.
2. Membuat larutan NaOH 0,1 N dan standarisasi larutan tersebut untuk
menentukan normalitas larutan NaOH yang sebenarnya.
3. Penggunaan larutan standar untuk penentuan kadar suatu zat.

B. METODOLOGI
1. Alat
a. Buret dan statif
b. Gelas beker 100 ml dan 250 ml
c. Labu takar 50 ml dan 100 ml
d. Neraca analitik
e. Pipet tetes
f. Pipet volime 5 ml
g. Propipet
h. Tabung Erlenmeyer
2. Bahan
a. Aquades
b. Asam asetat
c. Asam cuka komersial 25%
d. Asam oksalat
e. Boraks
f. HCl pekat
g. Methyl Orange (MO) 3 tetes
h. NaOh kristal
i. Phenol phatlein (PP) 3 tetes
3. Cara kerja
a. Pembuatan larutan HCl

Penentuan HCl pekat

Perhitungan kebutuhan HCl pekat

Pemasukan kedalam labu takar


HCl pekat

Aquades Penambahan hingga tanda tera

Penutupan labu takar

Penghomogenisasian

Penambahan larutan kedalam botol


larutan

Gambar 1.1 diagram Alir Pembuatan Larutan HCl


b. Standarisasi 0,1 N HCl dengan boraks (Na2B4O7.2OH2O)

0,6 gr boraks Penimbangan

Aquades
Pelarutan boraks

Pemindahan ke labu takar

Penambahan hingga tanda tera

Penghomogenisasian

Pengambilan boraks ke erlenmeyer 15 ml larutan

3 tetes MO Penambahan indikator

larutan HCl 0,1 N Penitrasian

Perhitungan jumlah larutan HCl

Perhitungan N HCl
N HCl

Diagram 1.2 Diagram Alir Standarisasi HCl


c. Pembuatan larutan NaOh 0,1 N

Penentuan kebutuhan massa NaOH

Penimbangan NaOH

Aquades
Pelarutan NaOH

Pemindahan larutan ke labu takar

Aquades Penambahan hingga tanda tera

Penghomegenisasian

Gambar 1.3 Diagram Alir Pembuatan NaOH


d. Standarisasi larutan NaOH menggunakan asam oksalat (H2C2O4.2H2O)

0,3 gr asam Penimbangan


oksalat

Pelarutan

Pemindahan ke labu takar

Aquades Penambahan hingga tanda tera

Penghomogenisasian

Pengambilan asam oksalat ke 15 ml larutan


erlenmeyer asam oksalat

3 tetes PP
Penambahan indikator

Larutan
Penitrasian
NaOH 0,1 N

Perhitungan jumlah larutan NaOH

Perhitungan N NaOH N NaOH

Gambar 1.4 Diagram Alir Standarisasi NaOH


e. Penentuan konsentrasi asam asetat dalam asam cuka komersial

4 ml asam cuka Pengambilan bahan uji

Penuangan ke labu takar

Aquades Penambahan hingga tanda tera

Penghomogenisasian

Pengambilan cuka encer 10 ml cuka


encer

Pemindahan cuka encer ke


erlenmeyer

3 tetes PP Penambahan indikator

Larutan NaOH 0,1 N


Penitrasian

Perhitungan jumlah larutan NaOH

Perhitungan konsentrasi

Gambar 1.5 Diagram Alir Uji Konsentrasi Asam Asetat


C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Larutan adalah suatu campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih
zat dalam komposisi yang bervariasi (Petrucci, 1985). Zat yang jumlahnya lebih
sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih
banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut (Putri dkk, 2017).
Standarisasi merupakan suatu proses penentuan konsentrasi larutan secara
tepat dan akurat. Standarisasi dilakukan berdasarkan prinsip penentuan jumlah
asam sehingga dapat dilkukan dengan penambahan basa dalam jumlah yang
ekuivalen. Dalam prinsip penentuan jumlah basa, asam ditambahkan dalam jumlah
yang ekuivalen juga (Darlina, 1998). Standarisasi larutan merupakan proses saat
konsentrasi larutan standar sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara
mentitrasi dengan larutan standar primer (John, 2003). Titrasi adalah suatu teknik
laboratorium kimia dasar yang berfungsi untuk menganalisis secara kuantitatif dari
suatu zat yang tidak diketahui konsentrasinya dengan menggunakan sistem
standarisasi suatu zat yang sudah diketahui konsentrasinya secara pasti. Substansi
dari suatu larutan yang tridak diketahui konsentrasinya disebut dengan analit,
sedangkan larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya disebut dengan
titran (Pradeep dan Kavil, 2013). HCl merupakan larutan standar sekunder
sehingga harus distandarisasi dengan larutan standar primer. Pada praktikum kali
ini, HCl distandarisasi menggunakan boraks atau natrium tetraborat (Na2B4O7)
sehingga menghasilkan reaksi sebagai berikut :
2 HCl(aq) + Na2B4O7 (aq) + 5 H2O(aq) 4 H3BO(3)(aq) + 2 NaCl (aq)

Pada larutan NaOH dilakukan standarisasi menggunakan asam oksalat sehingga


didapatkan persamaan reaksi sebagai berikut:
2NaOH(aq) + H2C2O4 (aq) Na2C2O4 (aq) + 2 H2O(aq)
(Ika, 2009).
Titrasi adalah suatu teknik laboratorium kimia dasar yang berfungsi
untuk menganalisis secara kuantitatif dari suatu zat yang tidak diketahui
konsentrasinya dengan menggunakan sistem standarisasi suatu zat yang sudah
diketahui konsentrasinya secara pasti (Pradeep dan Kavil, 2013). Pada proses
titrasi terjadi perubahan warna disebabkan oleh adanya penggunaan indikator
yang akan menunjukkan perubahan warna tersebut pada setiap perubahan interval
derajat keasaman (pH) (Nuryanti dkk., 2010). Mekanisme terjadinya perubahan
warna dalam proses titrasi dilakukan dengan memasukkan larutan ke dalam
elenmayer dan ditetesi dengan indikator asam basa. Dalam proses terjadinya
penambahan titer pada titran yang menjadi penyebab berubahnya konsentrasi
dalam larutan sehingga PH berubah dan indikator menunjukkan warna saat trayek
PHnya sudah terlewati (Juaristi et al., 1982). Titrasi dilakukan hingga larutan
mencapai titik ekuivalen. Titik ekuivalen dapat diketahui dengan munculnya
semburat-semburat warna, perubahan warna yang ada juga terjadi secara
mendadak dan etika dikocok warna tersebut tidak hilang
(Khan dan Faroqui, 2011).
Pada praktikum Acara I kali ini indikator yang digunakan adalah
Fenolftalein (PP). Fenolftalein (PP) merupakan salah satu indikator yang sering
dipakai dalam titrasi asam-basa. Fenolftalein umumnya dipakai sebagai indikator
dalam menentukan titik akhir titrasi asam kuat dengan basa kuat. Fenolftalein
mempunyai trayek pH 8,3-10,0 dengan perubahan warna dari tak berwarna ke
merah (Bassett dkk.,1994). Fenolftalein termasuk indikator asam-basa golongan
ftalein. Fenolftalein merupakan senyawa yang memiliki gugus fenol, sehingga
bersifat sebagai asam lemah (Sukarta, 1999). Indikator lainnya yang digunakan
pada praktikum ini adalah Methyl orange (MO). Methyl orange adalah salah satu
zat warna anionik yang mengandung gugus azo. Zat warna ini banyak digunakan
pada prosespewarnaan dan indikator dalam penentuan titik akhir titrasi (Obei et al.
2013). Menurut Day dan Underwood (1998) indikator metil oranye mempunyai
jangkauan pH 3,1-4,4 merupakan indikator titrasi basa lemah-asam kuat, sehingga
indikator tersebut dipakai sebagai pembanding.
Tabel 1.1 Standarisasi Larutan dan Penentuan Kadar Asam Cuka
ml Titran Normalitas Kadar (% b/v) Keterangan
Standarisasi 10 0,094 - Kuning bening
HCl menjadi
orange muda
Standarisasi 15,3 0,093 - Bening menjadi
NaOH pink muda
Penentuan kadar 18 4,203 25,218% Bening menjadi
asam cuka pink muda
Sumber: Hasil Pengamatan

Dari data percobaan diperoleh standarisasi HCL dengan 10ml titran,


normalitas yang diperoleh adalah 0,094 N gr/L dan terdapat perubahan warna dari
kuning bening menjadi orange muda. Sedangkan pada standarisasi NaOh dengan
15,3 ml titran diperoleh normalitas sebesar 0,09337 N gr/L dengan perubahan
warna yang awal mulanya bening menjadi pink muda. Dalam penentuan kadar
asam cuka dengan 18 ml titran didapat normalitas sebesar 4,2013 N gr/L dengan
kadar25,218% dan terdapat perubahan warna dari bening menjadi pink muda.
Dari data percobaan diperoleh standarisasi HCL dengan 10ml titran,
normalitas yang diperoleh adalah 0,094 N gr/L dan terdapat perubahan warna dari
kuning bening menjadi orange. Hal ini sesuai dengan teori phenolthalein, methyl
orange yang digunakan sebagai indicator untuk pewarnaan menandakan kelebihan
ion polimer negatif setelah titik ekivalen tercapai sehingga terjadi perubahan
warna dengan jelas dan instan (Terayama, 1952). Sedangkan pada standarisasi
NaOh dengan 15,3 ml titran didapat normalitas sebesar 0,09337 N gr/L dengan
perubahan warna yang awal mulanya bening menjadi pink muda. Dalam
penentuan kadar asam cuka dengan 18 ml titran didapat normalitas sebesar 4,2013
N gr/L dengan kadar 25,218% dan terdapat perubahan warna dari bening menjadi
pink muda. Hal ini menunjukkan bahwa titik akhir titrasi telah tercapai, sesuai
dengan teori yaitu, perubahan warna pada larutan saat proses titrasi menandakan
titik akhir titrasi telah tercapai. Perubahan warna yang terjadi pada proses titrasi
disebabkan oleh adanya indikator yang bekerja pada trayek keasaman tertentu.
(Juaristi, et.al, 1982).
Salah satu contoh pengaplikasian titrasi pada bidang pangan adalah
menganalisis bahan pengawet benzoat pada saos tomat yang beredar dipasaran.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Suryandi (2011) Analisis dilakukan secara
titrasi asam-basa. Sebelumnya benzoat diekstraksi dengan pelarut dietileter.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan bahan pengawet
benzoat pada saos tomat. Contoh lainnya adalah untuk melakukan evaluasi
penetapan kadar kalsium pada minuman yogurt secara titrasi kelatometri.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi metode penetapan
kadar kalsium secara titrasi kelatometri pada sampel minuman yogurt
(Taufik dkk., 2018).

D. KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil standarisasi larutan HCl 0,1 N, dihasilkan normalitas larutan
HCl sebesar 0,094 N gr/L.
2. Berdasarkan hasil standarisasi larutan NaOH 0,1 N, dihasilkan normalitas larutan
NaOH sebesar 0,09337 N gr/L.
3. Berdasarkan hasil standarisasi larutan cuka, dihasilkan normalitas larutan asam
cuka sebesar 4,203 N gr/ L sehingga dapat ditemukan kadar asam cuka dalam zat
tersebut sebesar 25,218%.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., R. C. Denney, G.H Jeffrey, J. Mendhom. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia
Analisa Kuantitatif Anorganik. EGC : Jakarta.
Darlina. 1998. Pembuatan Larutan Standar dan Pereaksi Pemisah KIT RIA T3. Jurnal
Radioisotop dan Radiofarmaka. 1(2).
Day dan Underwood. 1998. Quantitave Analysis: Analisis Kimia Kuantitatif.
Erlangga: Surabaya.
Ika, Dani. 2009. Alat Otomatis Pengukur Kadar Vitamin C dengan Metode Titrasi
Asam Basa. Jurnal Neutrino. 1(2) : 163-168.
Juaristi, Eusphia., Richo, Antonio Martinez., Rivera Arde Gracia., and Samuel Cruz s.
1982. Use of 4 Biphenyl Metanol 4 Biphenyl Acetic Acid and 4 Biphenyl
Carboxilus Acid Triphenyl Metane as Indicator in Titration of Alkyls Study
of Diano Biphenyl Metanol. Jurnal of Organic Chemistry. 48(15) : 2603-
2606.
Khan, Dathan Mocth and Matahar Faroqui. 2011. Analytical Application of Plant
Extract as Natural PH Indicator a Review. Journal Advanced Scientific
Research. 2(4): 20-27.
Kneen, Malea., Farinas Javier., Li Yuxin, and A.S Verkam. 1998. Green Fluorescent
Proyein as As Noninvasive Intracelular PH Indicators. Biophysical Journal.
74(2) : 1591-1599.
Nuryanti, Siti; Sabirin Matsjeh, Chairil Anwar, dan Tri Joko Raharjo. 2010. Indikator
Titrasi Asam-Basa dari Ekstrak Bunga Sepatu (Hibiscus rosa sinensis L).
AGRITECH. 30(3) : 178-183.
Obei L, Bée A, Talbot D, Jaafar SB, Dupuis V, Abramson S, Cabuil V, & Welschbillig
M. 2013. chitosan/maghemite composite: a magsorbent for the adsorption of
MO. J Colloid Interfac. 4(10) : 52–58.
Petrucci, R.H. 1985. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2. Gramedia:
Jakarta.
Putri, Laili Mei A., Trapsilo Prihandono, dan Bambang Supriadi. 2017. Pengaruh
Konsentrasi Larutan terhadap Laju Kenaikan Suhu Larutan. Jurnal
Pembelajaran Fisika. 6(2) : 147-153.
Pradeep, D. and Kavil Dave. Inexpensive and Less Hazardous Acid Base Indicator.
Journal of Laboratory Chemical Education. 1(2) : 34-38.
Surakarta, I Nyoman. 1999. Metodologi Penelitian. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Terayama, H. 1952. Method of Colloid Titration (A New Titration Between Polymer
Ions). Journal of Polymer Science. 8(2) : 243–253.
Suryandari, Ervin., Tri. (2011). Analisis Bahan Pengawet Benzoat pada Saos Tomat
Yang Beredar di Wilayah Kota Surabaya. Jurnal Phenomeon, 2(1).
Taufik, M., Seveline, S., & Adriyanti, M. (2018). Evaluasi Penetapan Kadar Kalsium
pada Minuman Yogurt secara Titrasi Kelatometri. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan, 7(1)
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Standarisasi HCL dengan Boraks


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑜𝑟𝑎𝑥 (𝑔)×2×𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐻𝐶𝐿
NHCl = × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟
𝐵𝑀 𝐵𝑜𝑟𝑎𝑥×𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝐿 (𝐿)

0,6×2×1 15
NHCl = 382×0,01 × 50

NHCl = 0,094 N gr/L

2. Standarisasi NaOH dengan asam oksalat


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 (𝑔)×2×𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑁𝑎𝑂𝐻
NNaOH = × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟
𝐵𝑀 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡×𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝑂𝐻 (𝐿)

0,3×2×1 15
NNaOH = 126×0,0153 × 50

NNaOH = 0,09337 N gr/L

3. Perhitungan Normalitas Asam Cuka


𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝑂𝐻 (𝑚𝐿)×𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻
NCH3COOH = × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 (𝑚𝐿)

18 𝑚𝐿×0,09337 𝑁 𝑔𝑟/𝐿 100


NCH3COOH = ×
10 𝑚𝐿 4

NCH3COOH= 4,203 N gr/L

4. Kadar Asam Asetat dalam Cuka


1𝐿
𝑁 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡×𝑀𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡×
1000 𝑚𝐿
(%b/v) = × 100%
𝑉𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡

1𝐿
4,203 𝑁 𝑔𝑟/𝐿×60×
1000 𝑚𝐿
(%b/v) = × 100%
1

(%b/v) = 25,218%

Anda mungkin juga menyukai