Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK LABORATORIUM

Disusun oleh :
KELOMPOK 6
1. Amanda Aprillia (H3117003)
2. Annisa Sonia O (H3117011)
3. Devita Ayu Saputri (H3117021)
4. Hanif Ni’matus salihah (H3117033)
5. Ihza Rahmanir (H3117037)

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
ACARA II
TITRASI ASAM BASA

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum titrasi asam basa adalah :
1. Mengetaahui dan mampu menggunakan peralatan titrasi dengan benar.
2. Mampu melakukan titrasi dengan benar.
3. Mencari konsentrasi dari suatu larutan yang belum diketahui dengan
menggunakan suatu larutan standart ( sudah diketahui konsentrasinya).
B. TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi merupakan proses analisis dimana suatu volum larutan standar
ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak
dikenal. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara
pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi larutan standar
primer dan sekunder. Larutan standar primer adalah larutan standar yang
dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan
kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volum larutan). Larutan
standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan
melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi
diketahui dari hasil standardisasi (Day, JR. dan Underwood, 1999).
Titrasi asam dan basa merupakan reaksi netralisasi. Oleh karena itu titrasi
asam basa biasa disebut titrasi netralisasi. Reaksi netralisasi merupakan reaksi
antara asam dan basa membentuk garam dan air yang memungkinkan penentuan
kuantitatif zat tertentu (analit). Larutan analit pada titrasi netralisasi bisa berupa
asam lemah, asam kuat, basa lemah, basa kuat, ataupun garam yang bersifat asam
atau basa. Adapun larutan yang bertindak sebagai titran (larutan standar ) adalah
asam kuat dan basa kuat. Jika larutan standarmya adalah asam kuat maka disebut
titrasi asidimetri dan jika larutan stadarnya adalah basa kuat maka disebut titrasi
alkalimetri (Pursitasari, 2014).
Prinsip titrasi asam basa alkalimetri yaitu reaksi antara ion hidrogen (berasal
dari asam) dengan ion hidroksida (berasal dari basa) yang membentuk molekul air.
Karenanya alkalimetri didefinisikan sebagai metode untuk menetapkan kadar asam
dari suatu bahan menggunakan larutan basa yang sesuai (Susilowati, 2013). Titrasi
alkalimetri, basa kuat yang digunakan sampai dengan fluks ini memungkinkan
perhitungan parameter keasaman (Chandra dan Cordova, 2012).
Prinsip titrasi asam basa asidimetri adalah larutan yang dititrasi dalam
asidimetri akan mengalami perubahan pH. Misalnya, bila larutan asam dititrasi
dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah dan selama titrasi terus menerus
naik. Bila pH ini diukur dengan pengukuran pH pada awal titrasi yakni saat belum
ditambah dengan basa dan pada saat tertentu setelah setelah titrasi dimulai, maka
pH larutan dapat dialurkan lewat grafik yang disebut kurva titrasi (Harjadi, 1990).
Indikator adalah sebagai molekul pewarna yang warnya tergantung pada
konsentrasi H2O. Indikator PP akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi,
pada saat inilah tiitrasi akan dihentikan. Fenolftalein berubah pada pH di atas 7.
Sampai pH=7, fenolftalein tidak berwarna. Pada pH=10 zat ini berwarna merah.
Dalam larutan basa kuat, zat ini kembali tak berwarna (Fessenden, 1989).
Titik akhir titrasi adalah titik pada saat titrasi diakhiri/dihentikan. Dalam
titrasi biasanya diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian dari keseluruhan
larutan yang dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran (Haryadi, 1990).
Titik ekuivalen tercapai ketika asam dan basa tepat habis bereaksi dengan
sempurna. Pada saat titrasi asam basa akan terjadi perubahan derajat kesaman atau
pH. Derajat keasaman pada titrasi asam basa dipengaruhi oleh kekuatan asam dan
basa yang bereaksi (Pursitasari, 2014).
Titrasi asam kuat dengan basa kuat melibatkan reaksi antara asam kuat dan
basa kuat. Pada titik ekuivalen, larutan asam kuat akan tepat habis bereaksi denga
basa kuat, sehingga pH larutan hanya ditentukan oleh pH air. Dengan demikian
pada titik ekuivalen alrutan yang terjadi bersifat netral, sehingga diprediksi larutan
memiliki pH = 7.
Reaksi yang terjadi adalah :
H+(aq) + OH- H2O (l)
Faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi titrasi asam basa, yaitu
pemilihan indikator yang sesuai, indikator yang digunakan untuk menentukan titik
akhir harus secermat mungkin untuk meminimalkan kesalahan saat titrasi Pengaruh
konsentrasi, pada titrasi asam basa juga tergantung pada konsentrasi analit dan
titran (Day, JR. Dan Underwood, 1983). Kelayakan titrasi asam basa, kelengkapan
reaksi berhubungan dengan dapat atau tidaknya dilakukan praktek titrasinya. Agar
suatu reaksi kimia baik untuk digunakan dalam suatu titrasi, maka reaksi harus
sampai lengkap pada titik ekivalen (R.A Day, 1983).
Titrasi dibedakan beberapa jenis antara lain titrasi asam basa, titrasi
pengendapan (Argentometri), titrasi pengendapan kompleks (kompleksometri), dan
titrasi reduksi oksidasi (Redoks). Titrasi asam basa adalah titrasi antara asam dan
basa dengan menggunakan larutan standar asam kuat (asidimetri) atau basa kuat
(alkalimetri). Jenis titrasi asam basa meliputi titrasi asam kuat dengan basa kuat,
titrasi asam lemah dengan basa kuat, titrasi basa lemah dengan asam kuat, dan titrasi
basa lemah dengan asam kuat (Pursitasari, 2014).
Titrasi argentometri merupakan titrasi terhadap larutan analit dengan larutan
standar perak nitrat. Titrasi argentometri menggunakn prinsip reaksi pengendapan.
Berdasarkan jenis indikator yang digunakan tersebut, maka terdapat beberapa jenis
titrasi argentometri, yaitu titrasi dengan metode Mohr, metode Volhard, dan metode
Vajans. Metode Mohr merupakan titrasi argentometri dengan menggunakan
indikator kalium kromat (K2CrO4). Metode Volhard merupakan titrasi argentometri
dengan menggunakan larutan standar ion tiosianat (SCN-) dan Fe(III) atau ion Fe+
sebagai indikator. Metode Fajans merupakan titrasi argentometri dengan
menggunakan indikator adsorpsi (Pursitasari, 2014).
Jenis titrasi ketiga adalah titrasi pembentukan kompleks (kompleksometri)
merupakan titrasi salah satu jenis analisis titrimetri yang berdasarkan pada reaksi
pembentukan kompleks. Berdasarkan jenis ligan atau titran, titrasi kompleksometri
dibedakan menjadi titrasi yang melibatkan ligan monodentat (sianida dan ion perak)
yang dikenal dengan metode titrasi Liebig dan ion klorida dengan merkuri (II) dan
titrasi yang melibatkan ligan polidentat (EDTA) (Pursitasari, 2014).
Titrasi redoks merupakan titrasi terhadap larutan analit berupa reduktor atau
oksidator dengan titran berupa larutan dari zat standar oksidator dan
reduktor.berdasarkan jenis oksidator maupun reduktor yang digunakan sebagai
titran atau larutan standar, titrasi redoks dibedakan menjai permanganometri,
bikromatometri, bromatometri, iodimetri, dan iodometri (Pursitasari, 2014).
Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut (solut) untuk
dapat larut pada pelarut tertentu membentuk larutan homogen. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kelarutan, yaitu suhu, sifat pelarut dan adanya ion-ion lain di dalam
larutan. Bertambahnya kelarutan suatu zat apabila suhu dinaikkan. Garam
anorganik lebih larut dalam air daripada dalam pelarut anorganik. Semua endapan
lebih larut dalam air murni daripada dalam sebuah larutan yang menandung salah
satu ion dari endapan (Day, JR. Dan Underwood, 1983).
Kelarutan suatu zat padat dalam cair dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain temperatur, penambahan zat terlarut lain, polarisasi pelarut,
konstanta dielektrik pelarut, pH larutan, Ukuran partikel, ukuran molekul, dan
polimorfise. Kenaikan temperatur akan menambah kelarutan zat yag proses
melarutnya menyerap panas (reaksi endotermik), dan menurunkan kelarutan zat
yang proses melarutya mengeluarkan panas (reaksi endotermik)
(Day, JR. Dan Underwood, 1983).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Beaker glass
b. Botol semprot
c. Buret
d. Corong
e. Enlenmeyer
f. Labu takar
g. Neraca analitik
h. Pipet tetes
i. Pipet Volumetric
j. Statif dan klem

2. Bahan
a. Aquades
b. Larutan HCl 0,1 N
c. Larutan NaOH 0,1 N
d. Kristal NaOH
e. Indikator fenolftalein (PP)
3. Cara Kerja
a. Pembuatan Larutan NaOH

NaOH Kristal

Penimbangan 0,4 gram

Aquades Penambahan hingga tanda tera

penggojogan

Penentuan konsentrasi NaOH

Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Larutan NaOH


b. Standarisasi Larutan HCl
Larutan HCI 10 ml

Pemasukan dalam erlenmeyer

NaOH 0,1 M
Pemasukan ke dalam buret

Indikator PP
Penambahan dalam erlenmeyer
3 tetes

Penitrasian hingga semburat merah

Penentuan konsentrasi HCI


Gambar 2.2 Diagram Alir Standarisasi Larutan HCI
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2.1 Pembuatan Larutan NaOH

Volume
Massa NaOH M. NaOH
NO Kelompok NaOH
(gr) (M)
(ml)
1. 1 dan 2 0,403 100 0,1008
2. 3 dan 4 0,401 100 0,1003
3` 5 dan 6 0,390 100 0,0975
4. 7 dan 3 0,400 100 0,1000

Sumber : Laporan Sementara


Berdasarkan tabel 2.1 hasil percobaan pembuatan larutan NaOH kita dapat
melakukan pembahasan. Pada percobaan kelompok 1 dan 2 memperoleh masaa
NaOH 0,403 gram, kelompok 3 dan 4 massa NaOH 0,401 gram, kelompok 5 dan 6
massa NaOH 0,390 garm serta kelopok 7 dan 3 adalah 0,400 gram. Prosedur untuk
mencari larutan NaOH adalah pertama-tama, zat terlarut ditimbang secara akurat
dan kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur. Selanjutnya, air ditambahkan ke
dalm labu, kemudian labu digoyangkan perlahan-lahan untuk melarutkan padatan.
Setelah semua padatan melarut, air ditambahkan kembali secara perlahan sampai
ketinggian larutan tepat mencapai tanda volume. Dengan mengetahui voume
larutan dan jumlah mol terlarut, kita dapat menghitung molaritas (Chang, 2010).
Tabel 2.2 Standarisasi Larutan HCl dengan NaOH

NO Kelompok Volume Volume M HCl M Perubahan


NaOH HCl (M) NaOH warna
(ml) (ml) (M)
Awal
Akhir
1. 1 dan 2 10 10 0,1008 0,1008 Bening
Pink

Bening
2. 3 dan 4 9,7 10 0,0973 0,1003 Bening
Pink

Bening
3` 5 dan 6 7,7 10 0,0075 0,0975 Bening
Pink

Bening
4. 7 dan 3 5,6 10 0,056 0,1000 Bening
Pink

Bening

Sumber : Laporan Sementara


Berdasarkan tabel 2.2 standarisasi larutan HCl dengan NaOH dapat kita
bahas dari kelompok 1,2 memperoleh M NaOH dan M HCI sebesar 0,1008 M,
kelompok 3 dan 4 memperoleh M NaOH dan M HCI sebesar 0,1003 M dan 0,0973
M, kelompok 5 dan 6 memperoleh M NaOH dan M HCI sebesar 0,0975 M dan
0,0075 M, serta kelompok 7 dan 8 memperoleh M NaOH dan M HCI sebesar
0,1000 M dan 0,056 M. Kelompok 1,2,3 dan 4 larutan yang awalnya berwarna pink
terjadi perubahan warna setelah diberi PP, warnanya berubah menjadi pink. Hal ini
sudah sesuai dengan teori bahwa reaksi berlangsung stoikiometri apabila m gerak/
pereaksi pembatas penitrasi sama dengn pereaksi pembatas titran, saat ini disebut
dengan titik ekuivalen. Dalam praktik kondisi ini tidak bisa dilihat secara visual
tetapi dapat dilihat dengan bantuan indikator (asam basa) yang mempunyai warna
yang spesifik pada pH tertentu. Seperti indikator PP akan berwarna pink pada pH
8,3-10. Sedangkan pada larutan NaOH dengan HCl ketika ditetesi PP tidak
berwarna, hal ini sesuai dengan teori bahwa pada larutan basa kuat PP tidak
berwarna (Andari,2013).
Tabel 2.3 Pengeceran Larutan HCl

NO Kelompok Volume M HCl Volume M larutan


HCl (ml) (M) larutan (M)
(ml)
1. 1,2,3, dan 4 4 10 0,1 0,004
2. 5,6,7, dan 8 8 10 0,1 0,008

Sumber : Laporan Sementara


Berdasarkan tabel 2.3 hasil pengenceran larutan HCI, dari percobaan yang
telah dilakukan diperoleh data seperti yang diatas. Pada proses pengenceran HCl,
dengan volume dan Molaritas HCl yang sama menghasilkan Molaritas larutan yang
berbeda. Pada kelompok 1,2,3, dan 4 menghasilkan Molaritas sebesar 0,004 M,
sedangkan pada kelompok 5,6,7, dan 8 menghasilkan Molaritas sebesar 0,008 M.
Pengenceran HCl dilakukan dengan cara penambahan akuades, kemudian digojog
atau diaduk. Dengan demikian dapat menghitung Molaritas larutan HCI
(Andari,2013).
Tabel 2.4 Standarisasi Larutan NaOH dengan HCl

NO Kelompok Vol HCl Volume M HCl Perubahan Warna


(ml) NaOH (M) sebelum Sesudah
(ml)
1. 1,2,3, dan 4 >100 10 0,1 Ungu Ungu
2. 5,6,7, dan 8 >100 10 0,1 Ungu Ungu
pekat bening
3. 9 dan 10
<100 10 0,1

Sumber : Laporan Sementara


Berdasarkan tabel 2.4 hasil standarisasi larutan NaOH dengan HCI yang
dilakukan diperoleh hasil warna akhir dari penitrasian asidimetri pada kelompok
1,2,3, dan 4 adalah ungu, dan pada kelompok 5,6,7, dan 8 berwarna ungu bening.
Warna awal dari kedua larutan tersebut diperoleh dari penetesan indikator PP. Hasil
akhir pada titrasi asidimetri adalah bening, maka pada percobaan tersebut tidak
sesuai teori. Asidimetri merupakan penentuan konsentrasi larutan-larutan asam atau
penentuan jumlah asam dalam suatu larutan (Shadily, 1943). Penyimpangan dari
percobaan ini dapat dikarenakan kelalaian saat meneteskan indikator.
Titrasi asam basa merupakan salah satu metode analisis kuantitatif untuk
menentukan konsentrasi dari suatu zat yang ada dalam larutan. Titrasi asam basa
pada prinsipnya merupakan reaksi netralisasi, oleh karena itu titrasi asam basa biasa
disebut titrasi netralisasi. Dalam hal ini, suatu larutan yang konsentrasinya telah
diketahui secara pasti (larutan standar), ditambahkan secara bertahap kelarutan lain
yang konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua larutan
tersebut berlangsung sempurna. Sebelum basa ditambahkan pH < 7 dan ketika basa
ditambahkan sebelum titik ekuivalen harga pH ditentukan oleh asam lemah. Pada
titik ekuivalen jumlah basa yang ditambahkan secara stoikiometri ekuivalen
terhadap jumlah asam yang ada, oleh karena itu pH ditentukan oleh larutan garam
pH=7 (Chandra dan Cordova, 2012)
Titrasi ada beberapa jenis, yaitu titrasi asam basa, titrasi pengendapan
(argentometri), titrasi pembentukan kompleks (kompleksometri), dan titrasi reduksi
oksidasi (redoks). Titrasi asam basa adalah titrasi antara asam dan basa dengan
menggunakan larutan standar asam kuat (asidimetri) atau basa kuat (alkalimetri).
Jenis titrasi asam basa meliputi titrasi asam kuat dengan basa kuat, titrasi asam
lemah dengan basa kuat, titrasi basa lemah dengan asam kuat, dan titrasi basa lemah
dengan asam kuat (Pusitasari, 2014).
Reaksi yang terjadi pada titrasi asam kuat dengan basa kuat sebagai berikut :
HCl(aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(l)
Titrasi pengendapan (argentometri) yaitu titrasi terhadap larutan analit
dengan larutan standar perak nitrat. Reaksi yang terjadi pada titrasi pengendapan
berlangsung cukup cepat dan indikator yang memenuhi syarat untuk titrasi
pengendapan jumlahnya sangat terbatas. Pereaksi pengendap yang banyak
digunakan adalah perak nitrat. Titrasi pembentukan kompleks (kompleksometri)
adalah metode yang digunakan untuk menentukan kadar nikel dalam suatu sampel,
titrasi terhadap larutan analit dengan titran yang mampu membentuk ion atau
senyawa kompleks (Pusitasari, 2014).
Titrasi reduksi oksidasi (redoks) merupakan titrasi terhadap larutan analit
berupa reduktor atau oksidator dengan titran berupa larutan dari zat standar
oksidator atau reduktor. Prinsip yang digunakan pada titrasi redoks adalah
penangkapan dan pelepasan elektron. Sehingga terjadi perubahan bilangan
oksidasi, contoh reaksi redoks adalah:
Sn2+(aq) + I2(aq) Sn4+(aq) + 2 I-(aq) (Pusitasari, 2014)
Titik akhir titrasi adalah titik pada saat titrasi diakhiri/dihentikan. Dalam
titrasi biasanya diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian dari keseluruhan
larutan yang dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran (W Haryadi, 1990).
Titik ekuivalen adalah titik dimana analit dan titran telah habis bereaksi dengan
semprna. Titik ekuivalen tercapai ketika asam dan basa tepat habis bereaksi dengan
sempurna. Pada saat titrasi asam basa akan terjadi perubahan derajat kesaman atau
pH. Derajat keasaman pada titrasi asam basa dipengaruhi oleh kekuatan asam dan
basa yang bereaksi (Pusitasari, 2014).
Indikator adalah sebagai molekul pewarna yang warnya tergantung pada
konsentrasi H2O. Indikator PP akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi,
pada saat inilah tiitrasi akan dihentikan. Fenolftalein berubah pada pH di atas 7.
Sampai pH=7, fenolftalein tidak berwarna. Pada pH=10 zat ini berwarna merah.
Dalam larutan basa kuat, zat ini kembali tak berwarna (Fessenden, 1989).
Pada larutan HCl dengan NaOH dari kelompok 1, 2, 3, dan 4 larutan yang
awalnya berwarna pink terjadi perubahan warna setelah di beri PP, warnanya
berubah menjadi pink. Hal ini sudah sesuai denga teori ( Purbasari, 2014) bahwa
reaksi berlangsung stoikiometri apabila mgrek penitrasi sama degan mgrek titran,
saat ini disebut dengan titik ekuivalen. Dalam praktek kondisi ini tidak bisa dilihat
secara visual tetapi dapat dilihat dengan bantuan indikator (asam basa) yang
memunyai warna yang spesisik pada pH tertentu. Seperti indikator PP akan
berwarna pink pada pH 8,3-10. Sedangkan pada larutan NaOh dengan HCl ketika
ditetesi PP tidak berwaran hal ini sesuai dengan teori bahwa pada larutan basa kuat
PP tidak berwarna (Andari, 2013).
Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut (solut) untuk
dapat larut pada pelarut tertentu membentuk larutan homogen. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kelarutan, yaitu suhu, sifat pelarut dan adanya ion-ion lain di dalam
larutan. Bertambahnya kelarutan suatu zat apabila suhu dinaikkan. Garam
anorganik lebih larut dalam air daripada dalam pelarut anorganik. Semua endapan
lebih larut dalam air murni daripada dalam sebuah larutan yang menandung salah
satu ion dari endapan (Day, JR. Dan Underwood, 1983).
Kelarutan suatu zat padat dalam cair dapat dipengaruhi beberapa faktor,
antara lain temperatur, penambahan zat terlarut lain, polarisasi pelarut, konstanta
dielektrik pelarut, pH larutan, Ukuran partikel, ukuran molekul, dan polimorfise.
Kenaikan temperatur pada zat akan menambah kelarutan zat yang proses
melarutnya menyerap panas (reaksi endotermik), dan menurunkan kelarutan zat
yang pada proses melarutya mengeluarkan panas (reaksi endotermik)
(Day, JR. Dan Underwood, 1983).
Prinsip titrasi asam basa alkalimetri yaitu reaksi antara ion hidrogen (berasal
dari asam) dengan ion hidroksida (berasal dari basa) yang membentuk molekul air.
Karenanya alkalimetri didefinisikan sebagai metode untuk menetapkan kadar asam
dari suatu bahan menggunakan larutan basa yang sesuai (Susilowati, 2013). Titrasi
alkalimetri, basa kuat yang digunakan sampai dengan fluks ini memungkinkan
perhitungan parameter keasaman (Chandra dan Cordova, 2012).
Dari data percobaan titrasi asam dan basa alkalimetri dapat diperoleh hasil,
bahwa standarisasi larutan HCl dengan NaOH dari kelompok 1, 2, 3, dan 4 larutan
yang awalnya berwarna pink terjadi perubahan warna setelah di beri PP, warnanya
berubah menjadi pink. Hal ini sudah sesuai denga teori (Susilowati, 2013) bahwa
reaksi berlangsung stoikiometri apabila mgrek penitrasi sama degan mgrek titran,
saat ini disebut dengan titik ekuivalen. Dalam praktek kondisi ini tidak bisa dilihat
secara visual tetapi dapat dilihat dengan bantuan indikator (asam basa) yang
memunyai warna yang spesisik pada pH tertentu. Seperti indikator PP akan
berwarna pink pada pH 8,3-10. Saat tercapainya perubahan warna pada titran
disebut dengan titik titrasi (Andari, 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi titrasi asam basa yaitu
sebagai berikut:
1. Pemilihan indikator yang sesuai, indikator yang digunakan untuk menentukan
titik akhir harus secermat mungkin untuk meminimalkan kesalahan saat titrasi
.(R.A Day, 1983).
2. Kelayakan titrasi asam basa, kelengkapan reaksi berhubungan dengan dapat
atau tidaknya dilakukan praktek titrasinya. Agar suatu reaksi kimia baik untuk
digunakan dalam suatu titrasi, maka reaksi harus sampai lengkap pada titik
ekivalen. (R.A Day, 1983).
3. Pengaruh konsentrasi, pada titrasi asam basa besarnnya ∆pH pada titik ekivalen
juga tergantung pada konsentrasi analit dan titran.
(Day, JR. Dan Underwood, 1983).
Prinsip titrasi asam basa asidimetri adalah larutan yang dititrasi dalam
asidimetri akan mengalami perubahan pH. Misalnya, bila larutan asam dititrasi
dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah dan selama titrasi terus menerus
naik. Bila pH ini diukur dengan pengukuran pH pada awal titrasi yakni saat belum
ditambah dengan basa dan pada saat tertentu setelah setelah titrasi dimulai, maka
pH larutan dapat dialurkan lewat grafik yang disebut kurva titrasi (Harjadi, 1990).
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum acara II “ Titrasi Asam Basa “ didapatkan beberapa
kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Pada praktikum titrasi asam basa praktikan harus bisa menggunakan
peralatan titrasi dengan benar sesuai dengan fungsinya. Ada beberapa yang
digunakan beaker glass, botol semprot, buret, enlenmeyer, labu takar, pipet
tetes, pipet volumetric, statif dan klem.
2. Melakukan titrasi dengan benar, titrasi setidaknya dilakukan dua kali
percobaan (duplo) atau tiga kali percobaan (triple), hal ini untuk
menyakinkan data yang telah diperoleh. Titrasi harus dihentikan bila larutan
HCl yang dicampurkan dengan beberapa tetes indikator berubah warna dari
bening hingga mejadi pink. Volume NaOH yang digunakan akan
mempengaruhi hasil konsentrasi dari HCl tersebut, sehingga harus berhati-
hati dalam melakukan praktikum.
3. Pada kelompok 1, 2, 3 dan 4 didapatkan konsentrasi larutan NaOH adalah
0,004 M dan konsentrasi larutan HCl adalah 0,008 M.
DAFTAR PUSTAKA

Andari, Susilowati. 2013. Perbandingan Penetapan Kadar Ketropofen tablet Secara


Alkalimetri dengan Spektrofotometer-UV. Jurnal Eduhealth. Volume 3(2):
114-119.

Chandra , Achmad Dwiana dan Hendra Cordova ST, MT.2012. Rancang Bangun
Kontrol pH Berbasis Self Tuning PID Melalui Metode Adaptive Contro.
Jurnal Rancang Pomits. Volume 1(1): 1-6.

Day, JR., R.A. & Underwood, A.L. 1983. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi keempat.
Jakarta: Erlangga

Day, JR., R.A. & Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi 6.
Jakarta: Erlangga.

Fessenden.1989. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.

Nuryanti, Fitri. 2010. Indikator titrasi asam basa dari ekstrak bunga sepatu
(Hibiscus rosa sinensis L Flower). Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universias Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta.

Pradeep, D. Jeiyendira dan Kapil Daave. 2013. A Novel, Inexpensive and Less
Hazardous Acid-Base Indicator. Journal of Laboratory Chemical
Education. Volume 1(2): 34-38.

Prenesti, Enrico. 2012. Acid-Base Chemistry of WhiteWine: Analytical


Characterisation and Chemical Modelling. The ScientificWorld Journal.
Volume 2(1): 1-7.
Puspitasari, Indarini Dwi. 2014. Kimia Analitik Dasar. Bandung. Alfabeta.

Shadly. 1973. Ensiklopedi Umum. Yogyakarta. Penerbit Kanisius.

Susilowati, A. 2013. Penuntun Praktikum Dasar Kimia Analisis. FMIPA-UNRI,


Pekanbaru.

Yaltkaya, serafettin dan esra kendir. 2012. A Different Point of View: a Continuous
Tracing of Acid {Base Titration with Fiber-Optic Sensor. Turkish Journal
of Physics. Volume 2(1): 208-2011.

Zhu, K.L Cheng and Da Ming. 2005. On Calibration of pH Meters. Sensors.


Volume 5(1) : 209-219.
LAMPIRAN
Perhitungan
Tabel 2.1
Kelompok 5 & 6
Kelompok 1 & 2
M = gr x 1000
M = gr x 1000
Mr V
Mr V
= 0,390 x 1000
= 0,403 x 1000
40 100
40 100
= 0,0975
= 0,1008
Kelompok 7 & 8
Kelompok 3 & 4
M = gr x 1000
M = gr x 1000
Mr V
Mr V
= 0,400 x 1000
= 0,401 x 1000
40 100
40 100
= 0,100
= 0,1003

Tabel 2.2

Kelompok 1 & 2
V NaOH x M NaOH = V HCl x M V NaOH x M NaOH = V HCl x M
HCl HCl
10 x 0.1008 = 10 x M HCl 7.7 x 0.0975 = 10 x M HCl
1,008 = 10 x M HCl 0,7508 = 10 x M HCl
M HCl = 0,1008 M M HCl = 0,0751 M
Kelompok 3 & 4 Kelompok 7 & 8
V NaOH x M NaOH = V HCl x M V NaOH x M NaOH = V HCl x M
HCl HCl
9,7 x 0.1003 = 10 x M HCl 5.6 x 0.1000 = 10 x M HCl
M HCl = 0,0973 M 0.5600 = 10 x M HCl
M HCl = 0,0560 M
Tabel 2.3
Kelompok 1,2,3,4
M HCl x V HCl = M NaOH x V NaOH
0.1 x 4 = M Lar x 100
0.4 = M Lar x 100
M NaOH = 0,004 M
Kelompok 5,6,7,8
M HCl x V HCl = M NaOH x V NaOH
0.1 x 8 = M Lar x 100
0.8 = M Lar x 100
M NaOH = 0,008 M
Dokumentasi

Gambar 2.3 penimbangan kristal NaOH Gambar 2.4 pemasukan larutan


HCl Ke dalam
labu takar

Gambar 2.5 larutan di dalam labu Gambar 2.6 larutan HCl dalam buret
takar Sampai batas tera

Gambar 2.7 penitrasian asidimetri Gambar 2.8 hasil akhir penitrasian


Asidimetri
Gambar 2.9 larutan NaOH Gambar 2.10 pemasukan larutan
NaOH ke dalam labu
takar

Gambar 2.11 pengocokan


larutan NaOH Gambar 2.12 larutan NaOH setelah
ditetesisi indikator PP
Gambar 2.13 penitrasin alkalimetri Gambar 2.14 hasil penitrasian
Alkalimetri
c. Pengenceran Larutan HCI
Larutan HCI

Pemasukan dalam labu takar

Aquades Penambahan hingga tanda tera

Penggojogan

Penentuan konsentrasi HCI

Gambar 2.3 Diagram Alir Pengenceran Larutan HCI


d. Standarisasi Larutan NaOH
Larutan NaOH

Pemasukan dalam erlenmeyer

HCI 0,1 M Pemasukan dalam buret


Indikator PP
Penambahan dalam erlenmeyer
3 tetes

Penitrasian hingga warna bening

Penentuan konsentrasi NaOH

Gambar 2.4 Diagram Alir Standarisasi Larutan NaOH

Anda mungkin juga menyukai