Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR – DASAR KIMIA ANALITIK

PERCOBAAAN IV
ANALISIS VOLUMETRI
(TITRASI REDOKS)

OLEH :

NAMA : NURFIAH
STAMBUK : A1C4 12 044
KELOMPOK : VI (ENAM)
ASISTEN PEMBIMBING : TASRUN

LABORATORIUM PENGEMBANGAN UNIT KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2013
ABSTRAK

Salah satu analisis volumetri adalah titrasi redoks. Titrasi – titrasi redoks berdasarkan
pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya
menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian
penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran
juga sering digunakan. Titrasi redoks didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi yang
terjadi antara analit dan titran. Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar Fe
dalam FeSO4.7H2O dan kadar Cu dalam CuSO4.5H2O. Penentuan kadar Fe dalam
FeSO4.7H2O dilakukan dengan cara titrasi oksidimetri (permanganometri) dan
penentuan kadar Cu dalam CuSO4.5H2O dilakukan dengan cara titrasi reduktometri
(Iodometri). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil kadar Fe
dalam FeSO4.7H2O adalah sebesar 18,59% dan kadar Cu dalam CuSO4.5H2O adalah
sebesar 73,66%

Kata kunci : analisis volumetri, titrasi redoks, permanganometri dan iodometri


BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Dalam analisis volumetri dengan mengukur volume sejumlah zat yang

diselidiki direaksikan dengan larutan baku (Standar) yang kadar (konsentrasi) nya

telah diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara kuntutatif. Salah satu

analisis volumetri adalah titrasi redoks. Titrasi – titrasi redoks berdasarkan pada

perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya

menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian

penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan

titran juga sering digunakan. Titrasi redoks didasarkan pada reaksi oksidasi-

reduksi yang terjadi antara analit dan titran.

Pada titrasi oksidimetri proses yang terjadi merupakan reaksi oksidasi

reduksi. Pada proses oksidimetri, zat oksidasidator sebagai larutan baku dan zat

yang ditentukan kadarnya bersifat reduktor. Dalam analisis oksidasi – reduksi,

konsentrasi larutan biasanya dinyatakan dalam normalitas. Normalitas

menyatakan jumlah ekivalen zat terlarut dalam satu liter larutan mengoksidasi

1⁄ gram atom oksigen.


2

Pada reduktometri (Iodimetri dan iodmetri) yang dimaksud dalam golongan

ini adalah penitran dengan zat iod (iodimetri) atau iod dengan tio (iodometri).

Pada proses ini zat – zat yang bersifat pereduksi, dapat langsung dititer dengan
iod. Zat- zat yang bersifat pengoksida dalam larutan asam membebaskan iod dan

KI. Kemudian iod yang terbentuk dititer dengan tio.

Berdasarkan penjelasan diatas dilakukannya praktikum untuk menentukan

kadar suatu senyawa melalui cara titrasi redoks tersebut.

II. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum analisis volumetri (titrasi redoks) yaitu :

1. Untuk menentukan kadar Fe(II) dalam garam besi (FeSO4.7H2O)

2. Untuk menentukan kadar ion Cu(II) dalam CuSO4

III. Prinsip Praktikum

Prinsip percobaan dari praktikum ini yaitu

1. Penentuan kadar Fe (II) dalam garam besinya dilakukan dengan titrasi redoks

menggunakan kalium permanganat sebagai oksidator kuat terhadap analitnya

dalam suasana asam.

2. Penentuan ion Cu (II) dilakukan dengan titrasi redoks menggunakan ion iodida

sebagai reduktor dari hasil reduksi iodin dengan Na2S2O3 terhadap analit

CuSO4 dalam suasana asam.


BAB II
TEORI PENDUKUNG

Salah satu bahan penyebab pencemaran air adalah logam berat.

Pencemaran logam berat terhadap lingkungan air merupakan suatu proses yang erat

hubungannya dengan penggunaan logam berat tersebut oleh manusia. Logam berat

tembaga (Cu) merupakan salah satu logam berat yang mencemari lingkungan

perairan. Logam berat Cu dapat menyebabkan pengaruh negatif atau bersifat toksit

terhadap organisme air dan manusia pada batas konsentrasi tertentu. Gejala-gejala

yang nampak akibat toksikasi logam Cu pada manusia adalah hawa mulut berbau,

kerongkongan dan perut kering, rasa ingin muntah dan diare terus menerus selama

berhari-hari, terdapat darah pada kotoran (feces), pusing-pusing dan demam.

Keberadaan Cu di lingkungan perlu mendapat perhatian mengingat kecilnya batas

konsentrasi yang diijinkan. Mengingat kecilnya batas konsentrasi yang logam berat

Cu, maka diperlukan adanya metode analisis yang memiliki ketelitian dan ketepatan

tinggi Metode analisis kuantitatif yang dapat dilakukan adalah sensor kimia berbasis

reagen kering yang dideteksi secara spektrofotometri (Solecha, 2002).

Banyak cara yang telah dilakukan untuk menghilangkan besi dalam air

minum, antara lain dengan cara oksidasi, koagulasi, pertukaran ion, serta filtrasi

kontak menggunakan media mangan zeolit dan karbon aktif. Tetapi cara yang

diterapkan tersebut masih belum memuaskan karena besi yang ditemui berada dalam

bentuk senyawa organik dan koloid, misalnya bersenyawa dengan zat warna organik
atau asam humus (humic acid). Keadaan demikian sulit dihilangkan baik dengan cara

aerasi, penambahan klorin, maupun dengan penambahan kalium permanganat.

Adanya partikel-partikel halus Fe(OH)3.n.H2O dalam air juga sulit mengendap dan

menyebabkan air menjadi keruh (Rohmatun, 2007).

Reduksi-oksidasi atau redoks yang meliputi proses pemindahan elektron

dari reaktan satu kereaktan lain. Metode yang di dasarkan atas pemindahan volume

elektron yang lebih banyak dan lebih bervariasi daripada untuk beberapa tipe reaksi

lain. Oksidasi meliputi hilangnya elektron atau suatu zat dan reduksi memperoleh

elektron. Pada suatu reaksi redoks rasio molar antara zat oksidasi sama dengan

jumlah yang diperoleh oleh reduksi lain. Fakta ini harus selalu diterima ketika

mencatat persamaan kesetimbangan untuk reaksi redoks. Penetuan perantara oksidasi

meliputi suatu kekuatan avinitas (data tarik-menarik) pada elektron dan menyebabkan

zat menjadi oksidasi oleh pemisahan elektron dari oksidan (Skoog, 1978).

Dalam analisis kuantitatif, kita terutama berkepentingan dengan reaksi-

reaksi yang berlangsung dalam larutan, yaitu reaksi ion. Pada proses oksidasi-reduksi

yang sesungguhnya, elektron-elektron dipindahkan dari pereduksi ke zat pengoksidat.

Ini menimbulkan defenisi – defenisi berikut. Oksidasi adalah proses yang

mengakibatkan satu atau lebih elektron dari dalam atom atau ion. Reduksi adalah

proses yang mengakibatkan diperolehnya satu atau lebih elektron dari dalam atom

atau ion. Dalam semua proses oksidasi-reduksi (proses reduksi). Ada suatu pereaksi

(reaktan) yang mengalami oksidasi, dan suatu pereaksi mengalami reduksi, karena
kedua reaksi saling melengkapi (komplementer ), dan terjadinya akan berbarengan

(serempak) yang satu tak dapat berlangsung tanpa yang lainnya (Vogel, 1994).

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk

menetapkan senyawa – senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar

dari pada iodium – iodida atau senyawa – senyawa yang bersifat oksidator. seperti

CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan

kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya akan dititrasi

dengan larutan baku natrium tiosulfat (Gandjar, 2007).


BAB III
METODE PENELITIAN

I. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum analisis volumetri (titrasi redoks)

adalah sebagai berikut :

1. Pipet volume 25 ml 1 buah

2. Erlenmeyer 250 ml 3 buah

3. Gelas ukur 50 ml 1 buah

4. Gelas piala 100 ml dan 250 ml @1 buah

5. Buret 25 ml 1 buah

6. Botol timbang 1 buah

7. Labu takar 100 ml 2 buah

8. Batang pengaduk 1 buah

9. Filler 1 buah

Alat yang digunakan dalam praktikum analisis volumetri (titrasi redoks)

adalah sebagai berikut :

1. Larutan Na2S2O3

2. Indikator amilum 0,5%

3. H2SO4 1 N

4. Kalium Iodida (KI)

5. KMnO4 0,1 N
6. H2SO4 4 N

7. Aquades

II. Prosedur Kerja

1. Titrasi permanganometri (Oksidometri)

Penentuan Fe dalam FeSO4.7H2O

0,7 gram FeSO4.7H2O

Dimasukkan kedalam erlenmeyer

Dilarutkan dengan 25 ml aquades dingin yang telah didihkan

Larutan FeSO4.7H2O

Diasamkan dengan 25 ml H2SO4 4 N

Dititrasi dengan KMnO4 0,1 N

Larutan berwarna lembayung muda


2. Reduktometri (Iodimetri dan iodometri)

Penentuan ion Cu (II) dalam CuSO4

2 gram CuSO4.5H2O

Dimasukkan kedalam labu takar 100 ml

Dilarutkan dengan aquades sampai tanda garis

Larutan CuSO4.5H2O

Dipipet 25 ml

Dimasukkan kedalam erlenmeyer bertutup asah

Ditambahkan 10 ml H2SO4 1 N dan 2 gram KI

Dikocok selama 10 menit

Dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3

Larutan berwarna coklat muda kekuningan

Ditetesi 2 ml indikator kanji

Ditirasi lagi dengan larutan baku Na2S2O3

Larutan biru menjadi hilang


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Data Pengamatan

1. Titrasi permanganometri (Oksidometri)

Penentuan Fe dalam FeSO4.7H2O

No Perlakuan Hasil
1. 0,7 gram FeSO4.7H2O + 25 ml Larutan FeSO4.7H2O berwarna
aquades kuning
2. Perlakuan 1 + H2SO4 4 N 25 ml Larutan menjadi lebih kuning
3. Dititrasi dengan KMnO4 0,1 N Berwarna lembayung muda
4. Volume yang digunakan 23,3 ml

2. Reduktometri (Iodimetri dan iodometri)

Penentuan ion Cu (II) dalam CuSO4

No Perlakuan Hasil
1. 2 gram CuSO4.5H2O + 100 ml Larutan CuSO4.5H2O berwarna
aquades biru
2. Perlakuan 1 + 10 ml H2SO4 + 2 Larutan berwarna coklat muda
gram KI
3. Dititrasi dengan larutan baku Larutan berwarna coklat
Na2S2O3 0,1 N kekuningan
4. Volume yang digunakan 48,2 ml
5. Ditambahkan 2 ml indikator kanji Larutan berwarna biru
6. Dititrasi lagi dengan larutan baku Warna biru pada larutan
Na2S2O3 menghilang
7. Volume yang digunakan 9,8 ml
II. Reaksi Lengkap

1. Penentuan kadar Fe(II) dalam FeSO4.7H2O

Dengan cara setengah reaksi :

Fe2+  Fe3+  e x5

MnO 4   8H +  5e  Mn 2+ + 4H 2O x1

5Fe 2+  5Fe3+  5e

MnO 4   8H +  5e  Mn 2+ + 4H 2O

5Fe2+ +MnO 4 - +8H +  5Fe3+ +Mn 2+ +4H 2O

2. Penentuan kadar Cu(II) dalam CuSO4

Cu2+ + 4I- 2CuI2

2CuI Cu2I2 + I2

Dengan cara setengah reaksi :

Cu2+ + e- Cu+ x 2

2I- + 2e- I2 x 1

Reaksi total: 2Cu2+ + 2I- 2Cu+ + I2

III. Perhitungan

1. Penentuan Kadar Fe (II) dari FeSO4.7H2O

Diketahui : volume KMnO4 = 23,3 ml

(VxN)KMnO 4 x BE Fe
Kadar Fe(II) = x 100%
Berat sampel
(23,3 x 0,1)  55,85
= 1 00%
700 gram
= 18,59 %

Secara teori :

Ar Fe
Kadar Fe(II) = x 100%
berat molekul

55,85
= x100%
277,85

= 20,1%

2. Penentuan kadar Cu(II) dalam CuSO4

Diketahui : volume Na2S2O3 pada titrasi pertama = 48,2 ml

volume Na2S2O3 pada titrasi kedua = 9,8 ml

Ditanyakan : Kadar Cu

Penyelesaian :

fp  (V  N) Na 2S2 O 3  BE Cu
Kadar Cu = x 100%
Berat sampel

100
( 58 x0,1)  63,5
= 25  1 00%
2000

= 73,66%

Secara teori:

Ar Cu x jumlah atom Cu
%Cu = x 100%
Mr CuSO 4
63,5 x1
= 1 00%
249,5

= 25,45%

IV. Pembahasan

Titrasi redoks merupakan salah satu metode analisis volumetri yang terjadi

reaksi oksidasi dan reduksi antara titran dan analit. Reaksi redoks dapat

digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi syarat. Titrasi redoks adalah

titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya,

dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran. Dalam titrasi

redoks terbagi menjadi dua yaitu titrasi oksidimetri dan titrasi iodimetri. Titrasi

iodometri adalah titrasi iod secara tidak langsung artinya adanya penambahan

indikator. Titrasi oksidimetri proses yang terjadi merupakan reaksi oksidasi

reduksi dimana dalam prosesnya, zat oksidator sebagai larutan baku dan zat zat

yang akan ditentukan kadarnya bersifat reduktor.

Pada praktikum kali ini betujuan untuk menentukan kadar Fe dalam

FeSO4.7H2O dengan cara titrasi oksidimetri dan penentuan Cu dalam

Cu2SO4.5H2O dengan cara reduktometri. Pada titrasi okdisimetri, proses yang

terjadi merupakan reaksi oksidasi reduksi dimana dalam prosesnya, zat oksidator

sebagai larutan baku dan zat – zat yang akan ditentukan kadarnya bersifat

reduktor. Pada penentuan kadar Fe ini terlebih dahulu senyawa FeSO4.7H2O

dilarutkan dengan aquades dan ditambahkan H2SO4 4 N. Penambahan H2SO4 ini


bertujuan agar larutan dapat bersifat asam karena adanya ion H + yang dilepaskan

dari senyawa H2SO4 saat bereaksi dengan FeSO4.7H2O. Kemudian larutan

tersebut dititrasi menggunakan KMnO4. Dalam titrasi ini tidak perlu ditambahkan

lagi indikator karena KMnO4 merupakan oksidator kuat dan dapat mengalami

bermacam-macam reaksi, karena Mn dapat berada dalam keadaan dengan biloks

+2, +3, +4, +6, dan +7. Reaksi penentuan kadar besi ini berlangsung dalam

suasana asam karena sebelum dilakukan titrasi terlebih dahulu ditambahkan

H2SO4. Hal ini dikarenakan agar reaksi berlangsung dengan cepat dimana dalam

suasana asam reaksi akan lebih cepat bereasksi dibandingkan dalam suasana basa.

Pada akhir titrasi diperoleh larutan berubah warna dari kuning bening

menjadi lembayung muda. Hal ini berarti titrasi telah sampai pada titik akhir

titrasi, pada titik akhir titrasi ini volume KMnO4 yang dipakai adalah sebesar 23,3

mL. Pada saat ini bilangan oksidasi Fe sudah berubah menjadi +3. Dari data ini

diperoleh kadar Fe sebesar 18,59%. Hal ini berbeda dengan yang terdapat dalam

teori dimana didalam teori kadar Fe dalam FeSO4.5H2O adalah sebesar 20,1%.

Hal ini menunjukkan terjadi penyimpangan namun penyimpangannya tidak

terlalu besar. Salah satu faktor penyebab terjadinya penyimpangan ini mungkin

dikarenakan KMnO4 yang digunakan sebagai larutan baku sudah terkontaminasi

dengan zat lain.

Pada titrasi selanjutnya dilakukan titrasi reduktometri yang bertujuan

untuk menentukan kadar Cu dalam CuSO4.5H2O. Pada titrasi ion iodometri,


digunakan ion iodida sebagai reduktor. Sebanyak 2 gram CuSO4.5H2O dilarutkan

dengan 100 ml aquades kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4 dan 2 gram KI Lalu

dikocok selama 10 menit. Dalam reaksi ini iodium dilepaskan dan mengikat ion Cu 2+ .

Selanjutnya dititrasi dengan natrium tiosulfat (N2S2O3) sampai warna berubah

menjadi kuning muda. Volume Na2S2O3 yang dipakai dalam titrasi pertama ini

adalah sebesar 48,2 mL. Proses titrasi dihentikan sejenak pada saat telah terjadi

perubahan warna lalu ditetesi lagi dengan indikator amilum, ketika ditambahkan

amilum larutan berubah warna dari kuning menjadi biru. Hal ini bertujuan untuk

mengidentifikasi ion Cu2+ dan ketika dititrasi kembali dengan natrium tiosulfat

warna biru pada larutan menjadi hilang. Volume Na2S2O3 yang dipakai pada

titrasi kedua ini adalah 8,9 ml. Berdasarkan data yang diperoleh ditentukan kadar

Cu dalam CuSO4.5H2O adalah sebesar 73,66%. Hal ini berbeda jauh dengan teori

dimana pada teori seharusnya kadar Cu adalah sebesar 25,45%. Adanya

perbedaan yang sangat jauh ini disebabkan karena tidak dilakukannya standarisasi

terlebih dahulu terhadap larutan baku Na2S2O3 dan sudah terkontaminasi oleh zat

lain dan kurangnya ketelitian dari praktikan.


BAB V
PENUTUP

I. Kesimpulan

Berdasarkan serangkaian praktikum yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa :

1. Penentuan kadar Fe(II) dalam FeSO4.7H2O dapat ditentukan dengan cara titarsi

redoks, dimana digunakan kalium permanganat sebagai oksidatornya, dan

kadar Fe(II) yang diperoleh yaitu 18,59%.

2. Penentuan kadar Cu(II) dalam CuSO4 dapat ditentukan dengan titrasi

iodometri, dimana ion iodida sebagai reduktor dan natrium tiosulfat sebagai

titran. Kadar Cu(II) yang diperoleh adalah sebesar 73,66%.

II. Saran

Saran yang dapat saya berikan pada praktikum ini yaitu sebaiknya pada

praktikum selanjutnya dilakukan standarisasi pada larutan yang akan menjadi

titran.
DAFTAR PUSTAKA

Gandjar, I.G. dan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisi. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Rohmatun., Roosmini, Dwina., Notodarmojo, Suprihanto. 2007. Studi Penurunan
Kandungan Besi Organik dalam Air Tanah dengan Oksidasi H2O2-UV.
PROC ITB Sains & Tek. Vol.39. Hal.59 [30 November 2013].
Skoog, dkk. 1987. Analytical Chemistry Third Edition. Philadelphia Collage
Publishing . Amerika Serikat.
Solecha, Dwi Imaratul dan Kuswandi, Bambang. 2002. Penentuan Ion Cu(II) dalam
Sampel Air Secara Spektrofotometri Berbasis Reagen Kering TAR/PVC
(Determination of Cu(II) Ions in Aqueous Samples by pectrophotometry
Based on Dry Reagent TAR/PVC ). Jurnal Ilmu Dasar. Vol.3. Hal. 86 [30
November 2013]
Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai