Anda di halaman 1dari 42

I.

Judul :

Titrasi Oksidimetri (Iodi-Iodometri)

II. Tanggal Percobaan :

Jumat, 19 Mei 2023

III. Waktu Percobaan :

(07.00 – Selesai)

IV. Tujuan :

1. Menentukan standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan kalium iodidat

2. Menentukan kadar sampel dari betadine dan pemutih

V. Dasar Teori :

Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volum larutan


standar ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang
tidak dikenal. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui
secara pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi
larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah
larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat
tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volum
larutan). Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan
dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif
rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standardisasi (Day, 1999).

Standardisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar


sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan standar
primer (John Kenkel, 2003). Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk
mentitrasi (biasanya sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses
titrasi suatu zat berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah
larutan yang dititrasi untuk diketahui konsentrasi komponen tertentu. Titik
ekivalen adalah titik yg menyatakan banyaknya titran secara kimia setara dengan
banyaknya analit. Analit adalah spesies (atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang
dianalisis atau ditentukan konsentrasinya atau strukturnya.

Titik akhir titrasi adalah titik pada saat titrasi diakhiri/dihentikan. Dalam
titrasi biasanya diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian dari keseluruhan
larutan yang dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran (W. Haryadi, 1990).
Pengenceran adalah proses penambahan pelarut yg tidak diikuti terjadinya reaksi
kimia sehingga berlaku hukum kekekalan mol.

Salah satu jenis reaksi kimia yang digunakan analisis volumetri adalah
reaksi oksidasi reduksi, yang dikenal dengan istilah oksidimetri. Jenis reaksi ini
melibatkan adanya transfer elektron antara oksidator dan reduktor. Ada dua cara
perhitungan reaksi oksidasi reduksi yaitu:

1. Berdasarkan atas mol pada persamaan stoikiometri

2. Berdasarkan cacah elektron yang terlibat dalam senyawa oksidator yang dikenal
dengan berat ekivalen

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan
biloks, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan biloks. Oksidator
adalah senyawa dimana atom yang terkandung mengalami penurunan biloks.
Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan biloks
(Khoper, 1984).

Dalam banyak prosedur analitik , analit ada dalam lebih dari satu keadaan
oksidasi dan harus dirubah menjadi keadaan oksidasi tunggal sebelum dilakukan
titrasi. Pereaksi redoks yang digunakan harus mamp untuk mengubah analit secara
lengkap dan cepat ke dalam oksidasi yang diinginkan (Day, 1999).

Indikator yang digunakan dalam titrasi oksidasi reduksi ini biasanya


berupa zat organik yang dapat di oksidasi atau di reduksi bolak balik dan berubah
warnanya pada perubahan tingkat oksidasinya. Pada dasarnya indikator ini harus
teroksidasi atau tereduksi pada titik ekivalen. Jika kita mentitrasi suatu larutan
reduktor maka indikatornya juga harus reduktor namun yang lebih lemah sehingga
lebih sukar dioksidasi daripada zat yang dititrasi. Indikatornya baru teroksidasi
(berubah warna) jika cuplikannya sudah atau hampir semua teroksidasi.
Indikator yang digunakan untuk menandai titik akhir titrasi oksidasi reduksi yaitu
auto indikator (indikator sendiri): indikator yang berasal dari pereaksinya sendiri
seperti KMnO4; Indikator spesifik ialah suatu substansi yang bereaksi dengan cara
spesifik dengan salah satu dari reagen-reagennya dalam suatu titrasi untuk
menghasilkan suatu warna, misalnya indikator kanji untuk iodium; Indikator
redoks misalnya asam difenil amin dan feroin (Lukum, 2009).

Permanganometri adalah salah satu cara analisis tipe reaksi oksidasi


reduksi. Titrasi ini menggunakan KMnO4 sebagai titran. Kalium permanganat
adalah oksidator kuat yang dapat bereaksi dengan suatu reduktor menghasilkan
senyawa mangan yang mempunyai bilangan oksidasi yang berbeda-beda
tergantung pada pH larutan. Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan
berdasarkan reaksi oleh KMnO4. Reaksi ini di fokuskan pada reaksi oksidasi dan
reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu (Teaching, 2012).

Menurut Bobone (2012) metode untuk melakukan standarisasi kalium


permanganat diantaranya adalah dengan menggunakan Natrium oksalat
(Na2C2O4), asam oksalat (N2C2O4) dan Arsen (III) oksida.

Natrium oksalat (Na2C2O4) merupakan standar primer yang baik untuk


permanganat dalam larutan asam. Larutan natrum oksalat ditittrasi dengan larutan
kalium permanganat sampai warna berubah dari bening menjadi merah muda.
Perubahan warna ini terjadi karena Mn2+ (larutan bening) dan MnO4- (KMnO4)
tereduksi oleh Na2C2O4 menjadi Mn2+ (Merah muda). Titik ekivalen terjadi karena
mol titrat sama dengan mol titran.

Senyawa As2O3 merupakan standar primer yang bagus sekali untuk


larutan permanganat. Stabil, tidak higroskopis dan mudah diperoleh dengan
derajat kemudian yang tinggi.

Dalam proses analitis, iod digunakan sebagai zat pengoksid (iodimetri)


dan ion iodida digunakan sebagai zat pereduksi (iodometri). Relatif beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung
dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit (Day, 1999).
Terdapat dua cara untuk melakukan analisis dengan menggunakan
senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara
langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi
reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya.)
Namun metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri
merupakan oksidator lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri
(oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam
keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan
dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat standar atau asam arsenit) (Basset &
Mendham , 1994).

Iodometri menurut penggunaan dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu:

1. Titrasi iod bebas

2. Titrasi oksidator melalui pembentukan iodium yang terbentuk dari iodida

3. Titrasi reduktor dengan penenttuan iodium yang digunakan.

4. Titrasi reaksi, titrasi senyawa dengan iodium melalui adisi atau substitusi.

VI. Alat dan Bahan


 Alat
1. Gelas Beaker 250 mL 1 Buah
2. Gelas Beaker 100 mL 1 Buah
3. Buret 1 Buah
4. Klem dan statif 1 Buah
5. Pipet tetes 1 Buah
6. Gelas ukur 25 mL 1 Buah
7. Pipet 10 mL 1 Buah
8. Bulb 1 Buah
9. Erlenmeyer 250 mL 1 Buah
10. Botol semprot 1 Buah
 Bahan
1. Aquades Secukupnya
2. Larutan Baku Na2C2O4 ±0,1 N Secukupnya
3. Larutan KMnO4 ± 0,1 N Secukupnya
4. Larutan H2SO4 Secukupnya
5. Larutan Na2S2O3 ± 0,1 N Secukupnya
6. Larutan KIO3 ± 0,1 N Secukupnya
7. Larutan KI 20% 10 Ml
8. Larutan HCl 4 N 1 mL
9. Kanji Secukupnya
VII. ALUR PERCOBAAN

1. Pembuatan dan penentuan ( standarisasi ) larutan Na2S2O3 ± 0,1 N

 Pembuatan larutan natrium tiosulfat ± 𝟎, 𝟏 N

Natrium tiosulfat

1. Ditimbang beratnya ± 25 gram


2. Dilarutkan dalam 1 l air yang baru didihkan dan
didinginkan
3. Tambahkan sekitar 0,2 gr natrium karbonat sebagai
pengawet
4. Disimpan larutan dalam botol berwarna

Hasil

 Penentuan (standarisasi) larutan Natrium Tiosulfat ± 0,1 N


dengan kalium iodidat baku

Kalium iodidat

1. Ditimbang beratnya ± 0,50 gram


2. Dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml
3. Larutkan dengan air suling dan encerkan sampai tanda batas
4. Dikocok dengan baik agar tercampur sempurna
Hasil
Natrium tiosulfat Kalium iodidat

1. Dibilas buret dalam buret 1. Dipipet dengan pipet


gondok sebanyak 5 ml
2. Dimasukkan dalam buret
sampai melebihi titik nol 2. Dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 250 ml
3. Kran dibuka
3. Ditambahkan 2 ml KI 20 %
4. Diturunkan sampai titik nol
4. Ditambahkan 1 ml asam
5. Dicatat angkanya klorida 4 N

1. Dititrasi sambal terus dikocok


2. Ditambah 6 tetes kanji
3. Dihentikan titrasi saat terjadi
perubahan warna
4. Dibaca dan dicatat angka pada buret
saat awal dan akhir titrasi
5. Diulangi sebanyak 3 kali

Hasil
Reaksi :

- KIO3 + 5 KI + 6 HCl  6 KCl + 3 I2 + 3H2O


Reduksi : 2IO3- + 12 H+ + 10 e-  I2 + 6 H2O
Oksidasi: 2 I-  I2 + 2e-
Reaksi redoks : 2IO3- + 10 I- + 12 H+  6 I2 + 6 H2O
- 3 I2 + 6 Na2S2O3  6 NaI + 3 Na2S4O3
Reduksi : I2 + 2e-  2I-
Oksidasi : 2S2O32-  S4O62- + 2e-
Reaksi redoks : I2+2 S2O32-  2I- + S4O62-

2. Penentuan Kadar Betadine

Larutan Na2S2O3 ± 0,1 N Betadine

1. Dibilas dalam buret 1. Dipipet sebanyak 10ml


menggunakan pipet gondok
2. Diisikan dalam buret hingga
melebihi batas nol 2. Dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer 250ml
3. Dibuka kran perlahan dan
diturunkan sampai cekungan 3. Ditambahkan aquades
tepat pada skala nol sebanyak 10ml
4. Dicatat angkanya 4. Ditambahkan 2ml KI 20%
5. Ditambahkan 1ml HCl 4N

6. Dititrasi sambil terus dikocok


7. Dihentikan titrasi saat terjadi perubahan warna
menjadi kuning muda
8. Ditambahkan 2ml indikator kanji (amilum)
9. Dititrasi kembali sampai warna cokelat kehitaman
hilang
10. Dibaca dan dicatat angka pada buret diawal dan
diakhir titrasi
11. Diulangi titrasi sebanyak 3 kali
Hasil

Reaksi:

I2 (aq) + 2Na2S2O3 (aq) → 2NaI (aq) + Na2S4O6 (aq)

Oksidasi: 2S2O32- →S4O62- + 2e-

Reduksi: I2 + 2e-

Redoks: I2 + 2S2O32- → 2I- + S4O62-


3. Penentuan Kadar Pemutih

Larutan Na2S2O3 ± 0,1 N Pemutih

1. Dibilas dalam buret 1. Dipipet sebanyak 10ml


menggunakan pipet gondok
2. Diisikan dalam buret hingga
melebihi batas nol 2. Dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer 250ml
3. Dibuka kran perlahan dan
diturunkan sampai cekungan 3. Ditambahkan aquades
tepat pada skala nol sebanyak 10ml
4. Dicatat angkanya 4. Ditambahkan 2ml KI 20%
5. Ditambahkan 1ml HCl 4N

6. Dititrasi sambil terus dikocok


7. Dihentikan titrasi saat terjadi perubahan warna menjadi
kuning muda
8. Ditambahkan 2ml indikator kanji (amilum)
9. Dititrasi kembali sampai warna cokelat kehitaman hilang
10. Dibaca dan dicatat angka pada buret diawal dan diakhir
titrasi
11. Diulangi titrasi sebanyak 3 kali
Hasil

Reaksi:

1. OCl- (aq) + 2H+ (aq) + 2I- (aq) → I2 (aq) + Cl- (aq) + H2O (aq)

Reduksi: 2e- + ClO- + 2H+ → Cl- + H2O

Okasidasi: 2I- → I2 + 2e-

Redoks: ClO- + 2I- + 2H+ → Cl- + H2O +I2

2. I2 (aq) + 2Na2S2O3 (aq) → 2NaI (aq) + Na2S4O6 (aq)


Oksidasi: 2S2O32- → S4O62- + 2e-

Reduksi: I2 + 2e- → 2I-

Redoks: 2S2O32- + I2 → 2I- + S4O62-


VIII. Hasil pengamatan

No.perc Prosedur percobaan Hasil pengamatan Dugaan/reaksi Kesimpulan


Menentukan standarisasi NaS2O3 ± 0,1N Sebelum Sesudah Berdasarkan hasil
dengan kalium kromat Larutan KIO3 : KIO3 + KI 20% : KIO3(aq) + 5KI (aq)+ →
praktikum didapatkan
Larutan KIO3 Larutan NaS2O3 tidak berwarna larutan tidak
6HCl (aq) +3I (aq)+ 3H2 hasil normalitas
1. 1. Dipipet sebanyak 1. Dibilas buret berwarna
(aq) sebesar 0,107N
10 mL menggunakan Larutan KI 20%
Reduksi : 2IO3- + 12 H+
larutan NaS2O3 : tidak berwarna KIO3+KI 20% +
2. Dimasukkan + 10 e-  I2 + 6 H2O
kedalam 2. Dimasukkan 1 ml HCl 4N :
Oksidasi: 2 I-  I2 + 2e-
erlenmeyer 2mL larutan NaS2O3 Larutan HCl 4N coklat
Reaksi redoks : 2IO3- +
larutan KI 20 % kedalam buret : tidak nerwarna kemerahan (+)
10 I- + 12 H+  6 I2 +
dan 1mL HCl 4N hingga melebihii 6 H2O
Larutan kuning skala nol Larutan KIO3 + KI 20%
cerah 3. Dibuka kran indikator +HCl 4N + 3I2 (aq) + 6NaS2O3(aq) →
3. Ditambahkan 2mL 4. Diturunkan amilum : tidak aquades : coklat 6NaI(aq) + 3 NaS2O6 (aq)
amilum
larutan hingga berwarna kemerahan (++) Reduksi : I2 + 2e-  2I-
Larutan biru skala nol Oksidasi : 2S2O32- 
5. Dibaca dan Larutan NaS2O3 KIO3 + KI20% S4O62- + 2e-
dicatat angkanya : tidak berwarna + HCl 4N + Reaksi redoks : I2+2
aquades + S2O32-  2I- + S4O62-
4. Dibaca dan dicatat angka Aquades : tidak amilum : biru
pada buret pada awal dan berwarna kehitaman
akhir titrasi
NaS2O3 +
5. Ditentukan dan dicatat
KIO3+KI 20% +
volume NaS2O3 yang
HCl 4N +
digunakan
aqaudes + →
6. Dihitung konsentrasi amilum : tidak
NaS2O3 berwarna

7. Diulang sebanyak 3 kali


dengan larutan NaS2O3 yang V1 = 9,3 ml

sama V2 = 9,3 ml
V3= 9,3 ml
hasil
V = 9,3 ml
Larutan -Larutan sampel 1. OCl- (aq) + 2H+ (aq) Berdasarkan hasil
2. Pemutih dengan larutan NaS2O3 ±0,1N
Na2S2O3: tidak (pemutih) 10ml + 2I- (aq) → I2 (aq) + praktikum didapatkan
berwarna + aquades: tidak normalitas sebesar
NaS2O3 ±0,1N pemutih Cl- (aq) + H2O (aq)
berwarna 0,18725 N
1. Dibilas dalam buret 1. Dipipet Reduksi: 2e- + ClO- +
Larutan sampel -Larutan sampel
2. Diisikan kedalam sebanyak 2H+ → Cl- + H2O
(pemutih) : tidak pemutih 10ml +
buret sampai melebihi 10ml Okasidasi: 2I- → I2 +
berwarna larutan KI 20%:
titik skala nol menggunakan
berwarna kuning 2e-
3. Diturunkan cekungan pipet gondok
Larutan KI 20%; menjadi tidak Redoks: ClO- + 2I- +
sampai pas pada skala 2. Dimasukkan
Tidak berwarna berwarna 2H+ → Cl- + H2O +I2
nol kedalam labu
-Larutan sampel
4. Dicatat angkanya erlenmeyer 2. I2 (aq) + 2Na2S2O3
Larutan HCl 4N: pemutih 10ml
250 mL (aq) → 2NaI (aq) +
tidak berwarna +HCl 4N 1ml:
3. Ditambahkan Na2S4O6 (aq)
kuning cerah
10 ml aquades Oksidasi: 2S2O32- →
Aquades: tidak -Larutan ditutup
4. Ditambahkan S4O62- + 2e-
berwarna dengan plastic
1ml HCl 4N Reduksi: I2 + 2e- → 2I-
wrap dan di
Larutan diamkan 10 Redoks: 2S2O32- + I2 →
Amilum: tidak menit: tidak
2I- + S4O62-
berwarna berwarna
5. Ditunggu ditempat
gelap selama 10 -Larutan yang
menit dan dilihat sudah di
Larutan merah kekuningan diamkan +
6. Ditambah 2Ml larutan amilum
amilum
2ml: biru

Larutan biru kehitaman


-Dititrasi dengan
1. Dikocok sambil dititrasi Na2S2O3: tidak
2. Dihentikan titrasi sampai saat warna berwarna
biru hilang V1 = 17,5 ml
V2 = 18 ml
Larutan tidak berwarna
V3 = 17 ml
3. Dibaca dan dicatat angka pada buret saat V rata-rata =
awal dan akhir titrasi 17,5 ml
4. Diulangi sebanyak 3 kali

5. Dihitung rata rata volume larutan NaS2O3


Konsentrasi rata rata pemutih

6. Dihitung konstrasi rata rata

hasil
3. Menentukan konsentrasi betadine dan kadar Larutan -Larutan sampel I2 (aq) + 2Na2S2O3 (aq) Berdasarkan hasil
povido iodin
Betadine Na2S2O3: Tidak (betadine) 10ml → 2NaI (aq) + Na2S4O6 percobaan didapatkan
Na2S2O3 1. Dipipet 10ml berwarna + aquades 10ml: nilai normalitas
(aq)
1. Dibilas buret larutan sampel cokelat sebesar 0,0642N
Oksidasi: 2S2O32-
dengan larutan 2. Dimasukkan Larutan sampel kemerahan
→S4O62- + 2e-
NaS2O3 kedalam labu (betadine): -Larutan sampel
2. Diisi dengan larutan Reduksi: I2 + 2e-
erlenmeyer merah (betadine) +
NaS2O3 sampai kecokelatan aquades 10 ml + Redoks: I2 + 2S2O32- →
250ml
melebihi titik nol 3. larutan KI 20% : 2I- + S4O62-
3. Diturunkan tepat 4. Ditambahkan Aquades: tidak Cokelat
dititik nol 2ml larutan KI berwarna kemerahan
4. Dicatat volume awal 20% -Larutan sampel
5. Ditambahkan Larutan HCl 4N: (betadine) 10ml
tidak berwarna + aquades 10ml
+ larutan KI
Larutan KI 20%: 20% + Larutan
Tidak berwarna HCl 4N 1 ml:
cokelat
Larutan kemerahan
Amilum: Tidak - Larutan sampel
1. Ditambahkan 2ml indikator amilum berwarna (betadine) 10ml
2. Dititrasi dengan dihentikan ketika + aquades 10ml
terjadi perubahan warna menjadi tidak + larutan KI
berwarna 20% + Larutan
3. Dicatat volume terakhir HCl 4N 1 ml +
4. Dihitung konsentrasi Larutan amilum
5. Diulang sebanyak 3 kali 2ml : biru
6. Dihitung konsentrasi rata rata kehitaman
Hasil
V1 = 6 ml
V2 = 6 ml
V3 = 6 ml
V rata-rata = 6
ml
IX. Pembahasan

Di dalam praktikum kimia analitik tergolong menjadi dua metode analisis


yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif yaitu analisis
yang digunakan untuk menentukan kualifikasi dari suatu unsur atau senyawa.
Sedangkan analisis kuantitatif adalah analisis yang berdasarkan dengan kuantitas
atau jumlah, nominal, angka yang terdapat dalam suatu sampel. Metode analisis
kuantitatif yang digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan berdasarkan
perubahan volume disebut dengan titrasi.

Pada praktikum yang dilaksanakan pada hari Jumat 11 Mei 2023 dengan
judul percobaan titrasi oksidimeteri iodo-iodimteri yang bertujuan menentukan
standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan kalium iodidat dan menentukan kadar
sampel dari betadine dan pemutih. Standarisasi adalah proses memvalidasi
konsentrasi larutan sekunder yang telah dibuat. Titrasi oksidimetri atau titrasi
redoks ini merupakan salah satu analisis volumetri dengan berdasarkan reaksi
oksidasi dan reduksi. Adapun beberapa contoh dari titrasi redoks yaitu
permanganometri, bromatometri, dikromatometri, potensiometri, iodometri dan
iodimetri. Untuk praktikum ini menggunakan jenis titrasi iodometri dan iodimetri.
Titrasi Iodimetri adalah titrasi yang menggunakan iodin sebagai agen
pengoksidasi dan ion iodida sebagai agen pereduksi. Prinsip kerja titrasi iodimetri
ini ialah suatu sampel ditambahkan iodin secara berlebih maka iodin yang secara
berlebih tersebut bereaksi dengan amilum sehingga membentuk kompleks iod
amilum berwarna biru kehitaman yang kemudian di titrasi dengan Natrium
tiosulfat sehingga menjadi tidak berwarna. Titrasi Iodimetri juga disebut sebagai
titrasi langsung karena I2 langsung dijadikan reagen dalam titrasi tersebut, titrasi
ini tidak menggunakan I2 karena sampel tidak mengalami reduksi sehingga tidak
akan dapat bereaksi dengan I2. Sedangkan titrasi iodometri adalah titrasi redoks
yang dilakukan secara tidak langsung karena titrasinya harus menunggu
terbentuknya I2 dengan penambahan adanya KI. berbeda dengan iodometri yang
sampelnya akan mengalami reduksi sehingga KI yang ditambahkan akam
mengalami oksidasi. Jadi ketika iodimetri I2 yang ditambahkan akan bereaksi
dengan sampel I2 yang berlebih, lalu dititrasi dengan natrium tiosulfat. Jadi syarat
titrasi iodometri yaitu sampelnya harus dapat bereaksi dengan KI. Prinsip dasar
pada titrasi iodo dan iodimetri ini adalah terjadi perubahan warna, akibat adanya
reaksi antara zat yang dititrasi dan penetrasi .

Pada praktikum kali ini terdapat 3 percobaan sesuai dengan tujuan


percobaan. Yang pertama yaitu menentukan (standarisasi) larutan natrium
tiosulfat, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengambil larutan Na 2S2O3 ±
0,1N tidak berwarna lalu diisikan ke dalam buret gelap sampai melebihi skala 0,
kemudian diturunkan sampai batas miniskus pada skala 0 dan dicatat angkanya.
Tujuan pemakaian buret gelap tersebut adalah untuk mencegah penguraian larutan
Na2S2O3 selama proses titrasi agar tidak mempengaruhi konsentrasi, Syarat titran
untuk buret gelap adalah bersifat basa, mudah teroksidasi, dan bersifat reaktif.
Sedangkan syarat titran untuk buret bening adalah bersifat asam, tidak mudah
teroksidasi, dan tidak reaktif. Kemudian memipet KIO3 ± 0,1N tidak berwarna
sebanyak 10 Ml dengan pipet gondok, fungsi pemakaian pipet gondok yaitu untuk
mengurangi kesalahan ketika pemipetan. kemudian dimasukkan kedalam labu
Erlenmeyer 250 mL dan ditambah KI 20 % tidak berwarna maka akan terbentuk
larutan berwarna kuning larutan berwarna kuning menandakan bahwa terdapat I2
yang terbentuk I2 karakteristiknya berwarna kuning. Selajutnya ditambahkan
dengan HCl 4 N tidak berwarna, untuk memberikan suasana asam tidak harus HCl
bisa dengan H2SO4 atau HNo3. Apabila reaksinya tidak dalam suasana asam maka
reaksinya tidak akan berjalan dengan sempurna atau I2 yang dihasilkan tidak akan
sebanyak ketika menggunakan HCl. Apabila ditambahkan dengan larutan HCl
maka akan semakin pekat karena HCL berfungsi sebagai pemberi suasana asam
dan dapat membantu mempercepat reaksi titrasi dengan meningkatkan laju reaksi
antara zat analit dan reagen titran, sehingga jika ditambahkan HCL reaksinya akan
semakin cepat. Tujuan penambahan KI yaitu untuk menjaga kondisi reduksi yakni
KI berperan sebagai agen reduktor yang menjaga kondisi reduksi selama proses
standarisasi. Perubahan warna tersebut membantu dalam mendeteksi titik akhir
titrasi. Dan dapat menstabilkan iodin yakni penambahan KI membantu dalam
menjaga stabilitas iodin yang dihasilkan selama titrasi. dengan bertujuan dapat
meningkatkan keasaman larutan. Larutan yang ditambahkan tidak harus KI, tapi
harus ada agen yang memberikan I- seperti NaI, Li dan lain lain yang mengandung
I-. Titrasi iodo-iodometri identik dengan natrium tiosulfat tetapi tidak harus
menggunakan natrium tiosulfat tetapi ada agen tiosulfat untuk mereduksi. Harus
ada agen yang sifatnya sama yang dapat mereduksi I2 menjadi I- atau tiosulfatnya
mengalami oksidasi. Setelah itu, ditambahkan dengan larutan amilum berwarna
putih keruh sebanyak 2 mL dengan tujuan larutan amilum digunakan sebagai
indikator yang membantu mendeteksi titik akhir titrasi dan dengan alasan karena
indikator amilum murah dan mudah dicari. Pengganti indikator tersebuut bisa
menggunakan kalium kromat, kalium dikromat, atau indikator apapun yang dapat
mengidentifikasi reaksi dari natrium tiosulfat, tetapi tetap harus
ditambahkan dengan KIO. Ketika iodin yang berlebihan hadir dalam larutan,
amilum membentuk kompleks biru dengan iodin. Ketika reaksi antara natrium
tiosulfat dan iodin hampir selesai, penambahan larutan amilum akan
menghasilkan perubahan warna larutan menjadi biru gelap atau hitam. Perubahan
warna ini menunjukkan bahwa titrasi telah mencapai titik akhir. Setelah itu
menjadi larutan baku yang akan dititrasi dan dihentikan sampai menjadi larutan
tidak bewarna. Kemudian dihitung volume akhir dari natrium tiosulfat pada buret
dan dihitung konsentrasi rata rata dari larutan natrium tiosulfat.

Dari percobaan pertama tersebut, menghasilkan reaksi:

KIO3(aq) + 5KI (aq)+ → 6HCl (aq) +3I (aq)+ 3H2 (aq)

Reduksi : 2IO3- + 12 H+ + 10 e-  I2 + 6 H2O

Oksidasi: 2 I-  I2 + 2e-

Reaksi redoks : 2IO3- + 10 I- + 12 H+  6 I2 + 6 H2O

3I2 (aq) + 6NaS2O3(aq) → 6NaI(aq) + 3 NaS2O6 (aq)

Reduksi : I2 + 2e-  2I-

Oksidasi : 2S2O32-  S4O62- + 2e-

Reaksi redoks : I2+2 S2O32-  2I- + S4O62-


Dalam penentuan standarisasi larutan Na2S2O3 ±0,1 N dihasilkan larutan
tidak berwarna dengan V1= 9,3 mL , V2= 9,3 mL , dan V3= 9,3 mL. Didapatkan
rata-rata volume 9,3 mL dan dengan konsentrasi 0,107 N.

Kemudian pada percobaan kedua yaitu penentuan konsentrasi betadine dan


kadar providin iodin dengan larutan Na2S2O3 ±0,1 N yang telah terstandarisasi.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengambil larutan Na2S2O3 ± 0,1N
tidak berwarna yang telah terstandarisasi lalu diisikan ke dalam buret gelap
sampai melebihi skala 0, kemudian diturunkan sampai batas miniskus pada skala
0 dan dicatat angkanya. Kemudian, betadine dipipet 10 ml dengan pipet gondok,
lalu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan aquades, langsung
ditambahkan amilum,ketika ditambahkan amilum akan membentuk kompleks ion
amilum Penambahan HCl dikhususkan ketika kadar KIO3 khususnya reaksi
pembentukan I2 Untuk reaksi yg langsung, ketika sudah ada I2 dan ditambahkan
amilum , sudah ada I2 yg terbentuk jadi tidak perlu ditambahkan HCl 4 N
kemudian dititrasi dan dihentikan sampai larutan bewarna kuning muda, setelah
itu ditambahkan 2 ml amilum dan dititrasi kembali sampai warna coklat
kehitaman menghilang. Dicatat volume pada buret diulangi percobaan sampai 3
kali agae hasil titrasi lebih akurat. Kemudian dihitung rata rata konsentrasi
natrium tiosulfat dan dihitung konsentrai providing iodin. Sehingga mendapatkan
reaksi :

I2 (aq) + 2Na2S2O3(aq)  2 NA(aq) + Na2S4O6(aq)

Oksidasi: 2S2O32- →S4O62- + 2e-

Reduksi: I2 + 2e-

Redoks: I2 + 2S2O32- → 2I- + S4O62

Salah satu penerapan titrasi iodimetri , karena didalam Betadine sudah ada
iodin yang terbentuk, jadi tidak perlu ditambahkan I2. Jika iodin lain seperti
penentuan vitamin C, harus ditambahkan I2 terlebih dahulu ke dalam suatu
sampel,I2 yang ditambahkan harus berlebih karena I2 yang berlebih tsb akan
dititrasi dengan natrium tiosulfat shg dapat mengetahui kadarnya.
Dalam penentuan konsentrasi betadine dan kadar providin iodin dengan
larutan Na2S2O3 ±0,1 N yang telah terstandarisasi dihasilkan larutan tidak
berwarna dengan V1= 6 mL , V2= 6 mL , dan V3= 6 mL. Didapatkan rata-rata
volume 6 mL dan dengan konsentrasi 0,064 N. dan juga didapatkan kadar
providing iodin sebesar 0,975 % .

Pada percobaan ketiga yaitu penentuan konsentrasi pemutih dan kadar


NaClO dengan larutan Na2S2O3 ±0,1 N yang telah terstandarisasi. Hal pertama
yang harus dilakukan adalah mengambil larutan Na2S2O3 ± 0,1N tidak berwarna
yang telah terstandarisasi lalu diisikan ke dalam buret gelap sampai melebihi skala
0, kemudian diturunkan sampai batas miniskus pada skala 0 dan dicatat angkanya.
Kemudian, memipet pemutih sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet gondok.
Kemudian, dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan
larutan KI 20%. Karena pemutih mengandung OCl- maka tidak bisa langsung
dititrasi dengan I2 tetapi harus dibentuk terlebih dahulu I2 nya melalui
penambahan KI. ketika KI ditambahkan, I- dari KI akan bereaksi dgn OCl-
membentuk I2. Setelah itu ditambahkan 1 ml HCl 4 N dan diletakkan di ruangan
gelap selama 10 menit. Ditunggu 10 menit(antisipasi kegagalan) karena
pembentukan I2 tidak cepat dan dipercepat dgn penambahan HCl. Ketika pemutih
ditambahkan KI, akan berubah menjadi warna kekuningan, hal tersebut
mengindikasikan adanya I2 yang terbentuk, tetapi ketika ditambahkan HCl akan
menjadi lebih pekat,hal tersebut mengindikasikan bahwa I2 yang terbentuk lebih
banyak lagi. Setelah itu ditambahkan 2 ml amylum maka akan menghasilkan
warna biru. Ketika ditambahkan dgn amilum,akan berubah warna menjadi biru,
ketika dititrasi dgn natrium tiosulfat , akan menjadi tidak berwarna karena I 2 nya
habis bereaksi dan terbentuklah I- (I- tidak berwarna)

reaksi:

OCl- (aq) + 2H+ (aq) + 2I- (aq) → I2 (aq) + Cl- (aq) + H2O (aq)

Reduksi: 2e- + ClO- + 2H+ → Cl- + H2O

Okasidasi: 2I- → I2 + 2e-

Redoks: ClO- + 2I- + 2H+ → Cl- + H2O +I2


I2 (aq) + 2Na2S2O3 (aq) → 2NaI (aq) + Na2S4O6 (aq)

Oksidasi: 2S2O32- → S4O62- + 2e-

Reduksi: I2 + 2e- → 2I-

Redoks: 2S2O32- + I2 → 2I- + S4O62-

Ketika menunggu lama, warna larutan tersebut akan kembali ke warna biru
atau kecoklatan yg menandakan reaksinya reversible.

Kemudian dititrasi dan dihentikan sampai larutan tidak bewarna dibaca dan
dicatat angka pada buret pada saat awal dan akhir titrasi. Titrasi diulangi sebanyak
3 kali agar hasilnya lebih akurat. Setelah itu dihitung rata rata volume larutan
natrium tiosulfat maka akan menemukan hasik dari konsentrasi rata rata pemutih
setelah itu dihitung kadar NaClO.
Dalam penentuan konsentrasi pemutih dan kadar NaClO dengan larutan
Na2S2O3 ±0,1 N yang telah terstandarisasi dihasilkan larutan tidak berwarna
dengan V1= 17,5 mL , V2= 18 mL , dan V3= 17 mL. Didapatkan rata-rata volume
17,5 mL dan dengan konsentrasi 0,187 N . dan juga didapatkan kadar NaClO
sebesar 2,421 %.
X. Diskusi

Pembahasan yang dibahas di dalam diskusi yaitu titrasi yang dilakukan


seharusnya hingga butiran hitam hilang yang dilakukan dengan validasi
penambahan larutan KI 20% dan HCl. Apabila larutan masih menjadi berwarna
biru kehitaman maka akan di titrasi hingga butiran hitam hilang dan ketika
ditambah KI 20% dan HCl tidak berubah warna menjadi biru kehitaman.

XI. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, yakni standarisasi


Na2S2O3 ± 0,1N dengan kalium kromat terdapat perubahan yang terjadi yaitu ketika
kalium iodat ditambah kalium iodat 20% ditambah aquades membentuk larutan
berwarna coklat kemerahan. Lalu setelah larutan campuran tersebut ditambah
amilum membentuk warna biru kehitaman. Dan terjadi perubahan menjadi tidak
berwarna ketika di titrasi dengan larutan Naatrium tiosulfat. Pada
standarisasi Na2S2O3 dengan kalium kromat didapatkan hasil rata-rata volume
Na2S2O3 sebesar 9,3 Ml dari 3 kali pengulangan. hasil normalitas yang didapat
yakni sebesar

Pada percobaan kedua, yakni penentuan kadar pemutih, terjadi perubahan warna
yakni Ketika Larutan sampel (pemutih) 10ml ditambah kalium iodat, kalium iodat
20% dan asam klorida 4N 1ml menjadi berwarna kuning cerah. Ketika larutan
tersebut didiamkan dan ditutup dengan plastic wrap di tempat gelap menjadi tidak
berwarna. Ketika ditambahkan amilum berubah menjadi warna biru kehitaman.
Dan menjadi tidak berwarna Ketika di titrasi dengan natrium tiosulfat. Pada
standarisasi Na2S2O3 dengan pemutih didapatkan hasil rata-rata volume Na 2S2O3
sebesar 17,5 Ml dari 3 kali pengulangan. hasil normalitas yang didapat yakni
sebesar dan kadar pemutih yang didapat yakni

Pada percobaan ketiga, yakni penentuan kadar betadine, terjadi perubahan warna
yakni ketika larutan sampel (betadine) 10ml ditambah kalium iodat, kalium iodidat
20% dan asam klorida 4N 1ml menjadi berwarna coklat kemerahan. Ketika
ditambahkan amilum berubah menjadi
warna biru kehitaman. Dan menjadi tidak berwarna ketika di titrasi dengan natrium
tiosulfat. Pada standarisasi Na2S2O3 dengan betadine didapatkan hasil rata-rata
volume Na2S2O3 sebesar 6 Ml dari 3 kali pengulangan. hasil normalitas yang
didapat yakni sebesar dan kadar betadine yang didapat yakni

XII. SARAN

Dalam melakukan praktikum titrasi, diharapkan agar praktikan harus bersabar


dalam proses men-titrasi. Praktikan juga diharapkan berhati-hati dalam
menuangkan larutan-larutan agar tidak terjadi pengurangan volume/konsentrasi
dikarenakan larutan akan menjadi tidak tepat dengan jumlah yang seharusnya
dibutuhkan. Praktikan juga diharapkan memahami langkah-langkah dengan baik
dan
XIII. Daftar Pustaka

Basset, J., & Mendham . (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Day, U. (1999). Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
John Kenkel. (2003). Analytical Chemistry for Technicians . Washington: Lewis
Publisher.
Khoper. (1984). Konsep Dasar Kimia Analitik . Jakarta: UI-Press.
Lukum, A. (2009). Bahan Ajar Dasar-Dasar Kimia Analitik. UNG: Jurusan
Pendidikan Kimia.
Teaching, t. (2012). Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Kimia Analitik. UNG:
Laboratorium Kimia.
W. Haryadi. (1990). Ilmi Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.
XIV. Lampiran

a. Jawaban Pertanyaan

A. 1. Tuliskan reaksi yang terjadi pada titrasi permanganometri, jika reduksinya


adalah ion ferro! Setiap mol ion ferro sama dengan berapa ekivalen?

Jawab:

Reaksi yang terjadi antara permanganat dengan Besi (II) pada proses titrasi
permanganometri adalah

MnO4- + 8H+ + 5e- → Mn2+ + 4H2O x1

Fe2+ → Fe3+ + e x5

MnO4- + 8H+ + 5Fe2+ → Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+

2. Mengapa pada titrasi permanganometri tidak perlu ditambahi indikator lagi?

Jawab:

Karena sebagai larutan titran larutan permanganat dapat digunakan sebagai


indikator (auto indikator) dengan ditandai terbentuknya warna ungu. Warna ungu
tua ion permanganat menjadikan permanganatnya sendiri sebagai indikator pada
titrasinya. Satu tetes berlebih sudah dapat menghasilkan warna yang terang
meskipun dalam larutan yang besar volumenya.

B. 1. Apa perbedaan antara titrasi iodometri dan iodimetri?

Jawab:

Iodomteri Iodimetri
Termasuk kedalam reduktrometri Termasuk kedalam oksidimetri
Larutan Natrium tiosianat sebagai titran Larutan I2 sebagai titran
Penambahan indikator kanji disaat Penambahan indikator kanji saat awal
mendekati titik akhir penitaran
Titrasi tidak langsung Titrasi secara langsung
Oksidator sebagai titrat Reduktor sebagai titrat
Titrasi dalam suasana asam Titrasi dalam suasana netral/basa
Penambahan KI sebagai zat penambah Penambahan NaHCO3 sebagai zat
penambah
Titran sebagai reduktor Titran sebagai oksidator
TAT hingga berwarna bening TAT jika muncul warna ungu atau biru

2. Bagaimana reaksi antara kalium iodat + kalium iodida + asam klorida? Setiap 1
mol kalium iodat sama dengan berapa ekivalen?

Jawab:

2IO3- + 12H+ + 10e- → I2 + 6H2O x1

2I- → I2 + 2e- x5

2IO3- + 12H+ + 10e- → 6I2 + 6H2O x½

IO3- + 6H+ + 5I- → 3I2 + 3H2O


b. Perhitungan

Percobaan I (Standarisasi Na2S2O3)

V1 = 9,3 mL

V2 = 9,3 mL

V3 = 9,3 mL

V rata-rata = 9,3 mL

Na2S2O3 = KIO3

V1 x N1 = V2 x N2

9,3 x N1 = 10 x 0,1

N1 =
,

N1 = 0,107 N

Percobaan II (Penentuan Kadar Pemutih)

V1 = 17,5 mL

V2 = 18 mL

V3 = 17 mL

V rata-rata = 17,5 mL

Na2S2O3 = Pemutih

V1 x N1 = V2 x N2

17,5 x 0,107 = 10 x N2

,
N2 =

N2 = 0,18725 N

N = M x Valensi

0,18725 = M x 2
,
M= = 0,0936 𝑀

Mol = M x V

= 0,0936 x 10 mL

= 0,936 mol

Massa = Mol x Mr

= 0,936 x 254

= 237,74 mg

,
% Kadar Pemutih = 𝑥 100%

= 2,377% ≈ 2,38%

Percobaan III (Penentuan Kadar Betadine)

V1 = 6 mL

V2 = 6 mL

V3 = 6 mL

V rata-rata = 6 mL

Na2S2O3 = Betadine

V1 x N1 = V2 x N2

6 x 0,107 = 10 x N2

,
N2 =

N2 = 0,0321 N

N = M x Valensi

0,0642 =Mx2

,
M= = 0,0321 𝑀
Mol = M x V

= 0,0321 x 10 mL

= 0,321 mol

Massa = Mol x Mr

= 0,321 x 254

= 23,91 mg

,
% Kadar Pemutih = 𝑥 100%

= 0,2391 %
d. Dokumentasi

Standarisasi Larutan
No Gambar Percobaan Keterangan
1. Buret dibilas dengan
larutan Na2S2O3

2. Di pipet larutan KIO3


sebanyak 10 ml pada
Erlenmeyer 123

3. Ditambahkan KI 20%
sebanyak 2 ml dan air
suling menjadi kuning
muda
4. Ditambahkan larutan
KIO3 + KI20 % 2ml +
HCl 4N berubah merah
kecoklatan

5. Ditambahkan amilum

6. Dititrasi Erlenmeyer 123


7. Hasil titrasi
Penentuan Kadar Betadine
No Gambar Percobaan Keterangan
1. Ditambahkan sampel
betadine sebanyak 10 ml

2. Ditambahkan 10 ml
aquades

3. Hasil aquades +
Betadine
4. Ditambahkan 1 ml HCl
4N

5. Ditambahkan 2 ml
amilum

6. Dititrasi
7. Hasil titrasi

Penentuan Kadar Pemutih

No Gambar Percobaan Keterangan


1. Diambil sampel pemutih
10mL

2. Sampel pemutih
ditambahkan 10 ml
aquades
3. Pemutih ditambah
aquades dan larutan KI
20%

4. Setelah ditambah HCl


ditutup dengan plastic
wrap selama 10 menit

5. Hasil setelah didiamkan


selama 10 menit

6. Ditambah indikator
amilum dan dititrasi

7. Hasil titrasi pada ketiga


tabung dengan sampel
pemutih
e. Alur
f. Laporan Sementara Acc

Anda mungkin juga menyukai