Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

KIMIA LINGKUNGAN 1
“Pembuatan Larutan Standar
Dan Pembakuan Larutan Sekunder”

DISUSUN OLEH :
NAMA : Diza Varesma Aprillya
NRP : 03211740000016
DOSEN : 1. Prof. Dr. Yulinah T., MappSc
2. Dr. Agus Slamet, MSc
3. Arseto Y. B, Phd
ASISTEN DOSEN : Lifa Nurwijayanti

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan percobaan dari praktikum Pembuatan Larutan Standard Dan
Pembakuan Larutan Skunder ini pada kimia lingkungan 1 adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat secara teknis memilih bahan atau material yang dapat digunakan
sebagai larutan standar primer
2. Mahasiswa mampu menentukan konsentrasi larutan standar sekunder
3. Mahasiswa mampu dan terampil menggunakan alat-alat ukur labaratorium dengan
baik, dan melakukan pengenceran dengan baik

II. PRINSIP PERCOBAAN


Praktikum keempat Kimia Lingkungan I ini membahas tentang pembuatan larutan
standar dan standarisasi larutan sekunder. Percobaan ini menggunakan prinsip reaksi –
reaksi kompleks dan pengendapan dari reaksi redoks, reaksi penetralan. Dalam reaksi
ini menggunakan 5 bahan, yaitu kalium dikromat (K2Cr2O7), FAS atau
Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O, H2SO4 pekat, indikator ferroin, aquades. Dan terdapat 9 alat,
yaitu neraca analitik, botol penyemprot, buret, beaker glass, spatula, labu Erlenmeyer
250 mL, labu pengenceran 100 mL, desikator, oven. Reaksi stoikiometri reagen standar
primer dengan reagen standar sekunder dapat dijadikan dasar perhitungan ekivalensi
kedua larutan standar. Dengan demikian larutan standar sekunder dapat dibakukan
dengan menghitung mol ekivalensi standar primer yang digunakan untuk reaksi secara
stoikiometri.

III. DASAR TEORI

Larutan standar adalah larutan yang memiliki konsentrasi dengan kadar tinggatan
larutan tertentu secara tepat, seperti molaritas suatu larutan hingga empat angka
dibelakang desimal. Contohnya larutan HCL dengan konsentrasi 0,1025 M adalah
Molaritas dari larutan standar HCL tersebut. Konsentrasi bisa diketahui di keadaan
sebenarnya dengan baik untuk mempersiapkan larutan. Ini juga bisa diketahui dengan
melakukan suatu percobaan.
(Kenkel, 2014)
Larutan standar primer merupakan larutan standar yang dibuat dari zat standar
dengan kemurnian sangat tinggi yang umumnya dipasok oleh NIST, NIBCS yang
dipakai untuk kalibrasi larutan standar yang dibuat. Larutan standar sekunder
merupakan larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan metode analitik yang dapat
dipercaya. Pada umumnya larutan stan dar kit RIA komersil bisa berfungsi sebagai
larutan standar sekunder, dan bisa digunakan untuk kalibrasi bila larutan standar primer
tidak tersedia.
( Darlina, 1998)

Titrasi asam-basa memerlukan indikator untuk menunjukkan perubahan warna


pada setiap interval derajad keasaman (pH). Indikator sintetis yang digunakan selama
ini mempunyai beberapa kelemahan seperti polusi kimia, ketersediaan dan biaya
produksi mahal. Upaya penelitian sudah dilakukan untuk menggantikan indikator
sintetis dengan indikator dari ekstrak mahkota bunga sepatu. Indikator herbal tersebut
dibuat dengan cara mengekstrak mahkota bunga Hibiscus rosa sinensis L dengan
mengunakan pelarut metanol-asam asetat. Kemudian dievaluasi dengan indikator
pembanding fenolftalein dan metil oranye (produksi E merck) untuk titrasi asam-basa
yaitu asam kuat-basa kuat, basa lemah-asam kuat dan asam lemah-basa kuat. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa indikator dari mahkota bunga sepatu untuk
menunjukkan titik ekivalen dalam titrasi tersebut memberikan hasil yang setara dengan
indikator pembandingnya. Hasil penelitian menunjukkan, indikator dari mahkota bunga
sepatu dapat sebagai pengganti indikator sintetis (metil oranye dan fenolftalein) yang
selama ini digunakan.
(Nuryanti, 2010)

Pengukuran larutan standar akan menghasilakan kurva standar yang merupakan


standar dari sampel tertentu yang digunakan sebagai pedoman ataupun acuan untuk
sampel tersebut dalam percobaan. Pembuatan kurva standar bertujuan untuk mengetahui
hubungan konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya sehingga konsentrasi sampel
dapat diketahui.
(Rizky, 2015)

Para peneliti berurusan dengan pengembangan produk farmasi dan makanan


sering dihadapkan dengan kebutuhan untuk penentuan air dalam sampel mereka. Untuk
tujuan penelitian atau manufaktur, beberapa metode untuk penentuan air telah
dikembangkan.Pemilihan metode yang paling tepat bergantung pada apakah sampel
dalam bentukpadat atau cair, waktu, dan peralatan yang tersedia. Salah satu metode
skala laboratorium yang paling sering digunakan untuk penentuan kadar air dalam
sampel air bipotentiometric Karl-Fisher (KF) titrasi. Hal ini didasarkan pada oksidasi
sulfur dioksida oleh yodium dengan konsumsi air : I2 + 2H2O + SO2  2HI + H2SO4.
Titik akhir dari titrasi adalah volume titrasi yang diperlukan untuk reaksi dengan jumlah
total air yang ada dalam sampel. Variasi dari prinsip dasar titrasi sedang terus
dikembangkan. Beberapa sampel tidak cocok dengan analisis KF karena tidak dapat
berinteraksi secara kimia dari sampel dengan reagen KF. Pelarut dipilih sehubungan
dengan stabilitas, laju reaksi, konduktivitas, reaksi samping, dan solvani dari sampel
dalam larutan reagen. Keton adalah aldehida menganggu dasar KF titrasi karena mereka
bereaksi dengan metanol untuk membentuk air, menyebabkann salah hasil air yang
tinggi dan menghasilkan kesalahan akhir. Masalah dapat diselesaikan dengan reagen
bebas methanol yang menekan reaksi samping. Etanol, Oktanol, Etilena, Glikol, turunan
fornamida, piridin, asetonitril, tetrahidrofuran, dan etilena/etil metil karbonat atau
campuran juga dimanfaatkan. Dalam KF titrasi, titik akhir titrasi dapat ditentukan
dengan pengamatan visual dari warna atau dengan elektrometri (koulomtri atau
volumetri).
(Tavcar, 2012)
BAB II
SKEMA KERJA

 Percobaan 1. Pembuatan larutan standar primer

Larutan K2Cr2O7 0,1N

- Diambil sebanyak 25 ml menggunakan gelas ukur


- Diletakkan di tabung erlemeyer 100 ml
- Diamati sifat fisiknya

H2SO4 pekat

- Diambil sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet ukur di


lemari asam
- Ditambahkan ke tabung erlemeyer
- Diamati perubahannya
- Didiamkan di ruang terbuka

Indikator ferroin

- Diteteskan pada tabung erlemeyer sebanyak 2-3 tetes setelah larutan


tidak panas menggunakan pipet tetes
- Diamati perubahannya
Hasil
 Percobaan II. Penetapan larutan standar sekunder

Garam Ferro ammonium sulfat


(FAS)

- Ditimbang sebanyak 3,9215 g ± 0,0002 g menggunakan neraca


analitik
- Diletakkan di beaker glass 100 ml
- Diamati sifat fisiknaya

Aquades

- Ditambahkan ke dalam beaker glass sebanyak 10 ml


- Dipindahkan ke labu pengencer 100 ml
- Dibilas beaker glass dengan aquades menggunakan pengaduk
dan dimasukkan air bilasan ke labu pengencer
- Ditambahkan aquades hingga kira-kira 75 mL

H2SO4 pekat

- Ditambahkan ke labu pengercer sebanyak 2 ml, jangan


diteteskan melainkan lewatkan dinding menggunakan pipet ukur
- Diamati perubahannya

Aquades

- Ditambahkan dengan menggunakan pipet tetes sampai tanda


batas labu pengencer
- Diamati perubahannya
- Ditutup labu pengencer, lalu kocok dengan hati-hati dan kuat
sehingga larutan benar-benar homogen

Larutan Homogen

- Dimasukkan larutan ini ke dalam buret melalui corong


- Dicatat volume awal buret (atau skala pembacaan awal), jika
memungkinkan atur pada kondisi nol
Larutan standar primer
hasil percobaan 1

- Dititrasi dengan larutan homogen


- Dicatat volume sampai warnanya berubah jadi merah bata

Hasil
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 HASIL PENGAMATAN

3.1.1. Percobaan Pembuatan larutan standar primer

NO PERLAKUAN KETERANGAN GAMBAR


1 Diambil Larutan K2Cr2O7 Larutan berwarna
0,1 N sebanyak 25 ml kuning dan tidak berbau
menggunakan gelas ukur dan
diletakkan di tabung
erlemeyer 100 ml. Diamati
sifat fisiknya

Gambar 1. Mengambil
larutan K2Cr2O7 0,1 N
dan diletakkan di
tabung erlemeyer
2 Ditambahkan H2SO4 pekat Larutan berubah warna
sebanyak 10 ml menjadi oren dan panas
menggunakan pipet ukur di
lemari asam dan
ditambahkan ke tabung
erlemeyer. Lalu diamati
perubahannya.

Gambar 2.
Menambahkan larutan
H2SO4 pekat ke tabung
erlemeyer

Gambar 3. Warna
larutan berubah jadi
oren dan panas
3 Didiamkan di ruang terbuka Suhu menjadi turun dan
beberapa saat tidak panas lagi

Gambar 4. Suhu
larutan turun tidak
sepanas tadi
4 Ditetesi oleh larutan Warna berubah menjadi
indikator ferroin sebanyak 2- coklat kekuningan
3 tetes dengan menggunkan bening
pipet tetes. Diamati
perubahannya.

Gambar 5. Larutan di
tetesi indikator ferroin

Gambar 6. Warna
larutan berubah
menjadi coklat
kekuningan
3.1.2 Percobaan Penetapan larutan standar sekunder

NO PERLAKUAN KETERANGAN GAMBAR


1 Ditimbang garam Ferro Berupa kristal dengan
Ammonium Sulfat (FAS) warna hijau tosca
sebanyak 3,9215 g ± 0,0002 bening dan tidak berbau
g menggunakan neraca
analitik dan diletakkan di
beaker glass 100 ml. Lalu
diamati sifat fisiknya

Gambar 7.
Menimbang FAS
seberat 3,9215 g

Gambar 8. Warna
kristal hijau tosca
2 Ditambahkan aquades Kristal FAS larut dan
sebanyak 10 ml ke beaker warna berubah menjadi
glass dan diaduk hingga larut kuning kehijauan
dengan pengaduk. Diamati bening
perubahannya.

Gambar 9. Warna
larutan berubah setelah
ditambah aquades
3 Dipindahkan ke labu Warna berubah menjadi
pengencer 100 ml dengan kuning bening
corong dan dibilas juga
beaker glass dengan aquades
lalu dimasukkan air bilasan
ke labu pengencer. Serta
ditambahkan aquades
sebanyak 75 ml ke labu Gambar 10. Larutan
pengencer. dipindah ke labu
pengencer dengan
bantuan corong dan
ditambah aquades
menjadi kuning bening
4 Ditambahkan H2SO4 pekat Warna larutan berubah
sebanyak 2 ml dengan pipet menjadi putih bening
ukur, dilewatkan pada dan suhunya hangat
dinding tidak langsung
ditetes ke larutan. Diamati
perubahannya.

Gambar 11. Larutan


ditambah H2SO4 pekat
dan warna berubah
menjadi bening

5 Ditambahkan aquades Tidak ada perubahan


sampai tanda batas pada labu kecuali volumenya
pengencer menjadi bertambah

Gambar 12. Aquades


ditambah sampai tanda
batas
6 Ditutup dan dikocok dengan Larutan menjadi
hati-hati dan baik hingga tercampur dengan
tercampur homogen dengan baik

Gambar 13. Larutan di


tutup dan dikocong
dengan baik
7 Dipindahkan ke biuret Volume FAS penitrasi
menggunakan corong dan pertama sebanyak 25 ml
catat volumenya
Gambar 14. Larutan
dipindahkan ke biuret
maksimal 25 ml
8 Dititrasi dengan larutan Warna larutan standar
standar primer yang telah di primer berubah menjadi
buat tadi dan diamati hijau lalu biru lalu
perubahan warnanya merah bata

Gambar 15. Larutan


berubah warna
menjadi hijau setelah
titrasi

Gambar 16. Warna


berubah lagi menjadi
biru setelah dititrasi
lagi
9 Dihentikan kegiatan titrasi Total volume FAS yang
karena warna telah dititrasi sebanyak 27,25
menunjukkan perubahan ml
warna merah bata

Gambar 17. Titrasi


dihentikan saat larutan
berubah warna
menjadi merah bata
10 Dihitung Normalitas dan Mencari konsentrasi
Moralitas larutan FAS dari FAS :
N1 x V1 = N2 x V2
0.1 x 25 = N2 x 27.25
N2 = 0.1 N x 25 ml

27.25
= 0.0917 N

Molaritas = N2 : valensi
= 0.0917 N : 6
= 0.015283 M

3.2. ANALISI DAN PEMBAHASAN

Praktikum kimia lingkungan 1 percobaan keempat ini membahas tentang


pembuatan larutan standar dan pembakuan larutan standar sekunder. Percobaan ini
dilakukan pada hari Selasa, 24 Oktober 2017 di Laboratorium Pemurnian Air,
departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil Lingkungan dan Kebumian,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dari pukul 13.00 WIB hingga 17.00
WIB.
Prinsip percobaan ini ialah reaksi stoikiometri reagen standar primer dengan
reagen standar sekunder dapat dijadikan dasar perhitungan ekivalensi kedua larutan
standar. Dengan demikian larutan standar sekunder dapat dibakukan dengan
menghitung mol ekivalensi standar primer yang digunakan untuk reaksi secara
stoikiometri. Menurut Waldjinah, Titrasi merupakan suatu metode yang digunakan
untuk menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui
agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang dianalisis. Titrasi dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi. Apabila dalam proses
titrasi melibatkan reaksi antara asam dan basa, disebut titrasi asam-basa. Jika
melibatkan reakasi reduksi dan oksidasi, maka disebut titrasi redoks. Dan jika
melibatkan reaksi kompleks maka disebut titrasi kompleksometri.
Pada percobaan ini, alat yang dan bahan yang digunakan, diataranya: neraca
analitik, yang digunakanan untuk menimbang bahan. Botol penyemprot, yang
didalamnya terdapat aquades yang digunakan untuk mengencerkan dan membias alat.
Biuret, yang digunakan untuk melakukan proses titirasi. Didalam biuret dimasukkan
larutan yang sebagai titran. Beaker glass, yang digunakan sebagai wadah bahan pada
saat penimbangan. Batang pengaduk, digunakan untuk melakukan proses titrasi. Labu
pengencer, digunakan untuk mengencerkan larutan setelah dari beaker glass. Sedangkan
bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Kalium Kromat (K2Cr2O7) sebagai
larutan standar primer karena sangat mudah diperoleh dalam keadaan murni dan stabil,
Ferro Ammonium Sulfat (FAS) sebagai larutan sekunder, H2SO4 yang berfungsi
sebagai katalis untuk mempercepat reaksi dan Indikator Ferroin untuk mengidentifikasi
suatu larutan, apakah termasuk asam atau basa.

Proses pada praktikum ini dibagi menjadi 2 sesi, yaitu menyiapkan larutan
standar primer K2Cr2O7, pembuatan larutan standar sekunder Ferro Ammonnium Sulfat
(FAS). Percobaan sesi 1 praktikum ini ialah penyiapan larutan standar primer, hal
pertama yang dilakukan ialah mengambil larutan K2Cr2O7 0,1 N sebanyak 25 ml
menggunakan gelas ukur dan diletakkan di tabung erlemeyer 100 ml. Sifat fisik yang
dapat diamati dari larutan ini adalah larutan berwarna kuning dan tidak memiliki bau.
Kemudian menambahkan H2SO4 pekat sebanyak 10 ml ke erlemeyer dengan
menggunakan pipet ukur di lemari asam. Perubahan yang terjadi berupa warna yang
semula kuning kini menjadi oren dan panas karena bereaksi. Reaksi yang terjadi di
dalam erlemeyer sebagai berikut: K2Cr2O7 + 4 H2SO4 → K2SO4 + Cr2(SO4)3 + 4 H2O
+3 [O] . Karena suhu yang terlalu panas, maka larutan didiamkan cukup lama di ruang
terbuka untuk menurunkan suhunya agar nanti bisa direaksikan lagi. Akan berbahaya
apabila melakukan reaksi dengan larutan yang sedang dalam keadaan suhu tinggi.
Selagi menunggu larutan tidak terlalu panas, kami melakukan percobaan sesi 2.

Percobaan sesi 2 ini ialah pembuatan larutan standar sekunder. Hal pertama yang
dilakukan ialah menimbang Ferro Ammonium Sulfat (FAS) sebanyak 3,9215 g
menggunakan neraca analitik dan diletakkan di beaker glass. Ciri fisik yang dapat
diamati dari FAS tersebut bahwa ia berupa kristal dengan warna hijau tosca bening dan
tidak berbau. Kemudian ditambahkan aquades sebanyak 10 ml ke beaker glass dan
diaduk hingga larut dengan pengaduk. Perubahan yang terjadi, FAS larut dan berwarna
kuning kehijauan bening. Lalu larutan dipindahkan ke labu pengencer 100 ml dengan
corong dan dibilas juga beaker glass dengan aquades lalu air bilasan dimasukkan juga
ke labu pengencer. Serta ditambahkan aquades sebanyak 75 ml ke labu pengencer.
Warna larutanpun menjadi kuning bening. Setelah itu ditambahkan H2SO4 pekat ke labu
pengencer sebanyak 2 ml dengan pipet ukur, dilewatkan pada dinding tidak langsung
ditetes ke larutan supaya reaksi terjadi secara perlahan dan meminimalisir kecelakaan
akibat reaksi. Karena apabila ditetes langsung ke larutan maka larutan akan cepat
berubah menjadi panas dan berbahaya untuk direaksikan. Warna larutanpun berubah
menjadi putih bening dan terasa hangat karena bereaksi. Reaksi yang terjadi : 6 FeSO4 +
3 H2SO4 + 3 [O]→ 3 Fe2(SO4)3 + 3 H2O .

Fungsi dari penambahan H2SO4 pekat adalah sebagai katalis untuk mempercepat
reaksi. Larutan diencerkan dengan menambahkan aquades sampai tanda batas pada labu
pengencer, apabila ada cairan di dinding leher labu harus dibersihkan dengan tissu agar
volume dalam labu tersebut benar-benar pas 100 ml. Lalu labu pengencer ditutp dan
dikocok dengan hati-hati agar larutan dapat tercampur secara homogen. Setelah menjadi
larutan homogen, dipindahkan ke biuret denga volume penetrasi pertama sebanyak 25
ml karena maksimal isi biuret tersebut 25 ml. Kemudian kembali ke larutan dari
percobaan sesi 1 yang sudah dingin tidak sepanas tadi, langsung ditetesi oleh Indikator
Ferroin sebanyak 2 – 3 tetes untuk mengidentifikasi larutan tersebut termasuk asam atau
basa. Dan perubahan yang terjadi pada larutan, warnanya menjadi coklat kekuningan
yang menandakan bahwa larutan tersebut merupakan larutan asam. Lalu larutan tersebut
dititrasi dengan larutan FAS yang sudah berada di biuret. Saat titrasi awal warna larutan
standar primer berubah menjadi hijau lalu biru. Larutan pada biuret sebanyak 25 ml
awal tadi telah habis, lalu isi lagi biuret tersebut dengan larutan FAS lagi sebnyak 25
ml. Saat dititrasi lagi warna larutan standar primer berubah menjadi warna merah bata,
warna inilah yang diinginkan karena warnanya stabil dan tidak berubah lagi serta
menandakan bahwa sudah berada pada titik akhir titrasi. Proses titrasi pun dihentikan
dan ternyata total volume yang terpakai untuk titrasi sebanyak 27,25 ml.
Rumus yang digunakan dalam mencari konsentrasi larutan setelah titrasi :

M (molar) = (1 (g)/ BM (g/mol)) / (volume larutan (L))

N1 x V1 = N2 x V2 Keterangan : N = Konsentrasi larutan


V = Volume larutan

Dari percobaan diatas dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut :

Reaksi oksidasi yang terjadi:

6 FeSO4 + 3 H2SO4 + 3 [O]→ 3 Fe2(SO4)3 + 3 H2O

K2Cr2O7 + 6 FeSO4 + 7 H2SO4  3 Fe2(SO4)3 + K2SO4 + Cr2(SO4)3 + 7 H2O


----------------------------------------------------------------------------------------------
(Cr2O7)2- + 6Fe2+ + 14H+  6Fe3+ + 2Cr3+

1 M (Cr2O7)2- ekivalen dengan 6 M Fe3+

Jadi, 1 M (Cr2O7)2- = 6 N
Sedangkan yang digunakan dalam percobaan :

 K2Cr2O7 0.1 N 25 ml (sudah diketahui)

N1 = 0.1 N V1 = 25 ml

 Ferro Ammonium Sulfat (FAS)


Volume (hasil titrasi) = 27.25 ml
N2 = ? V2 = 27.25 ml

Mencari konsentrasi dari FAS :

N1 x V1 = N2 x V2

0.1 N x 25 ml = N2 x 27.25 ml

N2 = 0.1 N x 25 ml

27.25 ml

= 0.0917 N

 Konsentrasi yang dimiliki oleh FAS sebesar


Normalitas = 0.0917 N
Molaritas = N2 : valensi
= 0.0917 N : 6
= 0.015283 M
BAB IV
KESIMPULAN

Kesimpulan yang di dapatkan dari praktikum pembuatan larutan standar dan


pembakuan larutan standar sekunder kali ini adalah sebagai berikut :
1. Zat yang digunakan sebagai larutan standar primer, minimal harus memenuhi
persyaratan berikut :
a. Zat mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (pada 110-
120°C) dan stabil (mudah dipertahankan dalam keadaan murni).
b. Zat tidak berubah karena kontak udara selama penimbangan (bukan zat
higroskopik, bukan reduktor, dan tidak terpengaruh CO2).
c. Dapat diuji pengotornya tidak boleh lebih dari 0,01 – 0,02%.
d. Zat punya ekivalen tinggi (BM tinggi) sehingga deviasi penimbangan kecil
(untuk neraca dengan ketelitian 0,1 mg maka penimbangan standar minimal
0,2 g).
e. Zat mudah dilarutkan secara sempurna
f. Reaksi dengan larutan lain akan distandarisasi (standar sekunder) harus
stoikiometrik dan cepat (sekejap)
2. Menentukan konsentrasi larutan standar sekunder dapat diketahui melalui proses
titrasi. Proses titrasi dihentikan saat terjadi perubahan warna permanen yaitu
merah bata, lalu catat total volume yang digunakan untuk titrasi tersebut. pada
percobaan kami kali ini mencari konsentrasi FAS.

Mencari konsentrasi dari FAS :

N1 x V1 = N2 x V2 Molaritas = N2 : valensi
0.1 N x 25 ml = N2 x 27.25 ml = 0.0917 N : 6

N2 = 0.1 N x 25 ml = 0.015283 M

27.25 ml

= 0.0917 N

3. Kami mampu menggunakan alat-alat laboratorium dengan baik dan benar,


karena sebelum praktikum telah dipelajari terlabih dahulu alat-alatnya, prinsip
kerjanya, serta cara penggunaanya. Proses pengenceran yang baik dapat
dilakukan dengan cara mencampur larutan yang berkonsentrasi tinggi dengan
menambahkan zat pelarut (aquades) hingga diperoleh volume yang lebih besar
dan konsentrasi yang lebih rendah. Perlu diperhatikan juga, campuran yang
digunakan harus sesuai takaran, maka dari itu sebelum pengenceran harus
dibersihkan dan dipastikan volumenya sudah benar.
BAB V
PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Jelaskan mengapa dalam pengenceran menggunakan labu pengencer, sebelum


penambahan aquades sampai tanda batas, leher bagian dalam harus dikeringkan
dahulu?
Agar saat penambahan aquades, tidak ada sisa-sisa aquades yang masih
disekitaran leher dan menetes kedalam labu pengencer. Bila leher tidak kering,
maka akan menetes ke dalam labu pengencer dan menyebabkan volumenya
melebihi tanda batas pada labu. Pengenceran dilakukan pada labu pengencer
karena labu pengencer volumenya tepat dan akurat. Karena labu pengencer lebih
teliti daripada dengan beaker glass atau gelas ukur.

2. Kenapa titrasi dihentikan saat terjasi perubahan warna permanen pertama kali?
Karena perubahan warna permanen menandakan bahwa sudah sampai pada
titik akhir titrasi dan semua sudah bereaksi dengan baik. Sehingga saat perubahan
warna perlu dihentikan agar yang dicari dapat bernilai sama dan sesuai dengan
titik ekuivalensi.

3. Apa yang dimaksud dengan titik ekivalen dan titik akhir titrasi pada percobaan
ini, apa pengaruhnya pada analisis atau pembakuan larutan?
Titik ekuivalen merupakan titik dimana 2 zat yang berbeda memiliki jumlah
mol yang sama. Sedangkan titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan
warna terhadap zat yang dititrasi. Pengaruhnya adalah penentuan konsentrasi
larutan standar sekunder. Apabila kedua titik tidak sama, maka berarti ada
kesalahan saat proses titrasi. Sehingga konsentrasi yang dicari tidaklah tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Darlina. 1998. PEMBUATAN LARUTAN STANDAR DAN PEREAKSI PEMISAH KIT


RIA T3. Indonesia.

Kenkel, John. 2014. Analytical Chemistry for Technicians. U.S. CRC Press

Nuryanti, Siti, dkk,. 2010. INDIKATOR TITRASI ASAM-BASA DARI EKSTRAK


BUNGA SEPATU (Hibiscus rosa sinensis L). Yogyakarta : Jurusan Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universias Gadjah Mada,
Yogyakarta. Vol 30

Rizky, Tria Annisa, dkk,.2015. ANALISIS KAFEIN DALAM KOPI ROBUSTA


(TORAJA) DAN KOPI ARABIKA (JAWA) DENGAN VARIASI SIKLUS PADA
SOKLETASI . samarinda : Program Studi Kimia FMIPA Universitas
Mulawarman. Vol 13 No 1

Tavcar, Eva, dkk. 2012. Simple Modification of Karl-Fischer Titration Method for
Determination of Water Content in Colored Samples. Slovenia. Faculty of
Pharmacy, University of Ljubljana, Aˇskerˇceva cesta 7

Anda mungkin juga menyukai