KIMIA LINGKUNGAN 1
“Pembuatan Larutan Standar
Dan Pembakuan Larutan Sekunder”
DISUSUN OLEH :
NAMA : Diza Varesma Aprillya
NRP : 03211740000016
DOSEN : 1. Prof. Dr. Yulinah T., MappSc
2. Dr. Agus Slamet, MSc
3. Arseto Y. B, Phd
ASISTEN DOSEN : Lifa Nurwijayanti
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan percobaan dari praktikum Pembuatan Larutan Standard Dan
Pembakuan Larutan Skunder ini pada kimia lingkungan 1 adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat secara teknis memilih bahan atau material yang dapat digunakan
sebagai larutan standar primer
2. Mahasiswa mampu menentukan konsentrasi larutan standar sekunder
3. Mahasiswa mampu dan terampil menggunakan alat-alat ukur labaratorium dengan
baik, dan melakukan pengenceran dengan baik
Larutan standar adalah larutan yang memiliki konsentrasi dengan kadar tinggatan
larutan tertentu secara tepat, seperti molaritas suatu larutan hingga empat angka
dibelakang desimal. Contohnya larutan HCL dengan konsentrasi 0,1025 M adalah
Molaritas dari larutan standar HCL tersebut. Konsentrasi bisa diketahui di keadaan
sebenarnya dengan baik untuk mempersiapkan larutan. Ini juga bisa diketahui dengan
melakukan suatu percobaan.
(Kenkel, 2014)
Larutan standar primer merupakan larutan standar yang dibuat dari zat standar
dengan kemurnian sangat tinggi yang umumnya dipasok oleh NIST, NIBCS yang
dipakai untuk kalibrasi larutan standar yang dibuat. Larutan standar sekunder
merupakan larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan metode analitik yang dapat
dipercaya. Pada umumnya larutan stan dar kit RIA komersil bisa berfungsi sebagai
larutan standar sekunder, dan bisa digunakan untuk kalibrasi bila larutan standar primer
tidak tersedia.
( Darlina, 1998)
H2SO4 pekat
Indikator ferroin
Aquades
H2SO4 pekat
Aquades
Larutan Homogen
Hasil
BAB III
PEMBAHASAN
Gambar 1. Mengambil
larutan K2Cr2O7 0,1 N
dan diletakkan di
tabung erlemeyer
2 Ditambahkan H2SO4 pekat Larutan berubah warna
sebanyak 10 ml menjadi oren dan panas
menggunakan pipet ukur di
lemari asam dan
ditambahkan ke tabung
erlemeyer. Lalu diamati
perubahannya.
Gambar 2.
Menambahkan larutan
H2SO4 pekat ke tabung
erlemeyer
Gambar 3. Warna
larutan berubah jadi
oren dan panas
3 Didiamkan di ruang terbuka Suhu menjadi turun dan
beberapa saat tidak panas lagi
Gambar 4. Suhu
larutan turun tidak
sepanas tadi
4 Ditetesi oleh larutan Warna berubah menjadi
indikator ferroin sebanyak 2- coklat kekuningan
3 tetes dengan menggunkan bening
pipet tetes. Diamati
perubahannya.
Gambar 5. Larutan di
tetesi indikator ferroin
Gambar 6. Warna
larutan berubah
menjadi coklat
kekuningan
3.1.2 Percobaan Penetapan larutan standar sekunder
Gambar 7.
Menimbang FAS
seberat 3,9215 g
Gambar 8. Warna
kristal hijau tosca
2 Ditambahkan aquades Kristal FAS larut dan
sebanyak 10 ml ke beaker warna berubah menjadi
glass dan diaduk hingga larut kuning kehijauan
dengan pengaduk. Diamati bening
perubahannya.
Gambar 9. Warna
larutan berubah setelah
ditambah aquades
3 Dipindahkan ke labu Warna berubah menjadi
pengencer 100 ml dengan kuning bening
corong dan dibilas juga
beaker glass dengan aquades
lalu dimasukkan air bilasan
ke labu pengencer. Serta
ditambahkan aquades
sebanyak 75 ml ke labu Gambar 10. Larutan
pengencer. dipindah ke labu
pengencer dengan
bantuan corong dan
ditambah aquades
menjadi kuning bening
4 Ditambahkan H2SO4 pekat Warna larutan berubah
sebanyak 2 ml dengan pipet menjadi putih bening
ukur, dilewatkan pada dan suhunya hangat
dinding tidak langsung
ditetes ke larutan. Diamati
perubahannya.
27.25
= 0.0917 N
Molaritas = N2 : valensi
= 0.0917 N : 6
= 0.015283 M
Proses pada praktikum ini dibagi menjadi 2 sesi, yaitu menyiapkan larutan
standar primer K2Cr2O7, pembuatan larutan standar sekunder Ferro Ammonnium Sulfat
(FAS). Percobaan sesi 1 praktikum ini ialah penyiapan larutan standar primer, hal
pertama yang dilakukan ialah mengambil larutan K2Cr2O7 0,1 N sebanyak 25 ml
menggunakan gelas ukur dan diletakkan di tabung erlemeyer 100 ml. Sifat fisik yang
dapat diamati dari larutan ini adalah larutan berwarna kuning dan tidak memiliki bau.
Kemudian menambahkan H2SO4 pekat sebanyak 10 ml ke erlemeyer dengan
menggunakan pipet ukur di lemari asam. Perubahan yang terjadi berupa warna yang
semula kuning kini menjadi oren dan panas karena bereaksi. Reaksi yang terjadi di
dalam erlemeyer sebagai berikut: K2Cr2O7 + 4 H2SO4 → K2SO4 + Cr2(SO4)3 + 4 H2O
+3 [O] . Karena suhu yang terlalu panas, maka larutan didiamkan cukup lama di ruang
terbuka untuk menurunkan suhunya agar nanti bisa direaksikan lagi. Akan berbahaya
apabila melakukan reaksi dengan larutan yang sedang dalam keadaan suhu tinggi.
Selagi menunggu larutan tidak terlalu panas, kami melakukan percobaan sesi 2.
Percobaan sesi 2 ini ialah pembuatan larutan standar sekunder. Hal pertama yang
dilakukan ialah menimbang Ferro Ammonium Sulfat (FAS) sebanyak 3,9215 g
menggunakan neraca analitik dan diletakkan di beaker glass. Ciri fisik yang dapat
diamati dari FAS tersebut bahwa ia berupa kristal dengan warna hijau tosca bening dan
tidak berbau. Kemudian ditambahkan aquades sebanyak 10 ml ke beaker glass dan
diaduk hingga larut dengan pengaduk. Perubahan yang terjadi, FAS larut dan berwarna
kuning kehijauan bening. Lalu larutan dipindahkan ke labu pengencer 100 ml dengan
corong dan dibilas juga beaker glass dengan aquades lalu air bilasan dimasukkan juga
ke labu pengencer. Serta ditambahkan aquades sebanyak 75 ml ke labu pengencer.
Warna larutanpun menjadi kuning bening. Setelah itu ditambahkan H2SO4 pekat ke labu
pengencer sebanyak 2 ml dengan pipet ukur, dilewatkan pada dinding tidak langsung
ditetes ke larutan supaya reaksi terjadi secara perlahan dan meminimalisir kecelakaan
akibat reaksi. Karena apabila ditetes langsung ke larutan maka larutan akan cepat
berubah menjadi panas dan berbahaya untuk direaksikan. Warna larutanpun berubah
menjadi putih bening dan terasa hangat karena bereaksi. Reaksi yang terjadi : 6 FeSO4 +
3 H2SO4 + 3 [O]→ 3 Fe2(SO4)3 + 3 H2O .
Fungsi dari penambahan H2SO4 pekat adalah sebagai katalis untuk mempercepat
reaksi. Larutan diencerkan dengan menambahkan aquades sampai tanda batas pada labu
pengencer, apabila ada cairan di dinding leher labu harus dibersihkan dengan tissu agar
volume dalam labu tersebut benar-benar pas 100 ml. Lalu labu pengencer ditutp dan
dikocok dengan hati-hati agar larutan dapat tercampur secara homogen. Setelah menjadi
larutan homogen, dipindahkan ke biuret denga volume penetrasi pertama sebanyak 25
ml karena maksimal isi biuret tersebut 25 ml. Kemudian kembali ke larutan dari
percobaan sesi 1 yang sudah dingin tidak sepanas tadi, langsung ditetesi oleh Indikator
Ferroin sebanyak 2 – 3 tetes untuk mengidentifikasi larutan tersebut termasuk asam atau
basa. Dan perubahan yang terjadi pada larutan, warnanya menjadi coklat kekuningan
yang menandakan bahwa larutan tersebut merupakan larutan asam. Lalu larutan tersebut
dititrasi dengan larutan FAS yang sudah berada di biuret. Saat titrasi awal warna larutan
standar primer berubah menjadi hijau lalu biru. Larutan pada biuret sebanyak 25 ml
awal tadi telah habis, lalu isi lagi biuret tersebut dengan larutan FAS lagi sebnyak 25
ml. Saat dititrasi lagi warna larutan standar primer berubah menjadi warna merah bata,
warna inilah yang diinginkan karena warnanya stabil dan tidak berubah lagi serta
menandakan bahwa sudah berada pada titik akhir titrasi. Proses titrasi pun dihentikan
dan ternyata total volume yang terpakai untuk titrasi sebanyak 27,25 ml.
Rumus yang digunakan dalam mencari konsentrasi larutan setelah titrasi :
Jadi, 1 M (Cr2O7)2- = 6 N
Sedangkan yang digunakan dalam percobaan :
N1 = 0.1 N V1 = 25 ml
N1 x V1 = N2 x V2
0.1 N x 25 ml = N2 x 27.25 ml
N2 = 0.1 N x 25 ml
27.25 ml
= 0.0917 N
N1 x V1 = N2 x V2 Molaritas = N2 : valensi
0.1 N x 25 ml = N2 x 27.25 ml = 0.0917 N : 6
N2 = 0.1 N x 25 ml = 0.015283 M
27.25 ml
= 0.0917 N
2. Kenapa titrasi dihentikan saat terjasi perubahan warna permanen pertama kali?
Karena perubahan warna permanen menandakan bahwa sudah sampai pada
titik akhir titrasi dan semua sudah bereaksi dengan baik. Sehingga saat perubahan
warna perlu dihentikan agar yang dicari dapat bernilai sama dan sesuai dengan
titik ekuivalensi.
3. Apa yang dimaksud dengan titik ekivalen dan titik akhir titrasi pada percobaan
ini, apa pengaruhnya pada analisis atau pembakuan larutan?
Titik ekuivalen merupakan titik dimana 2 zat yang berbeda memiliki jumlah
mol yang sama. Sedangkan titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan
warna terhadap zat yang dititrasi. Pengaruhnya adalah penentuan konsentrasi
larutan standar sekunder. Apabila kedua titik tidak sama, maka berarti ada
kesalahan saat proses titrasi. Sehingga konsentrasi yang dicari tidaklah tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Kenkel, John. 2014. Analytical Chemistry for Technicians. U.S. CRC Press
Tavcar, Eva, dkk. 2012. Simple Modification of Karl-Fischer Titration Method for
Determination of Water Content in Colored Samples. Slovenia. Faculty of
Pharmacy, University of Ljubljana, Aˇskerˇceva cesta 7