Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

TEKNOLOGI FERMENTASI

DISUSUN OLEH :

NAMA : NALAT TAZKIA FIRDA

NIM : K1A018062

KELAS :B

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
PURWOKERTO
2021
ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii


TEKNOLOGI FERMENTASI ......................................................................................... 1
I. TUJUAN ................................................................................................................... 1
II. REVIEW VIDEO DEMONSTRASI ........................................................................ 1
2.1 Green Fluorescent Protein ................................................................................ 1
2.2 Fermentation ...................................................................................................... 2
2.3 Separation / Recovery ........................................................................................ 8
2.4 Purification ...................................................................................................... 11
III. KESIMPULAN ................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 21
1

TEKNOLOGI FERMENTASI

I. TUJUAN
Mengetahui tahapan proses-proses pada teknologi fermentasi.
II. REVIEW VIDEO DEMONSTRASI
2.1 Green Fluorescent Protein
Green Fluorescent Protein (GFP) adalah protein yang terdiri dari 238 residu
asam amino dan memiliki berat molekul 26.9 kDa yang dapat menunjukkan
fluoresensi hijau bila terkena sinar biru (Helianti, 2007). GFP memiliki sifat yang
mampu memendarkan warna hijau. Pemurnian dan karakterisasi GFP dari ubur-
ubur Aequoreavictoria pertama kali dilakukan oleh ilmuwan Jepang Osamu
Shimomura pada tahun 1960-an. Namun kegunaannya sebagai alat deteksi biologi
molekuler masih belum jelas sampai pada awal tahun 1992 (Chalfie, 1994).
Menurut Helianti (2007), GFP dari Aequorea victoria memiliki puncak
eksitasi utama pada panjang gelombang 395 nm dan yang kecil pada 475 nm.
Puncak emisi adalah pada 509 nm, pada bagian hijau yang lebih rendah dari
spektrum yang dapat terlihat. GFP dari seapansy (Renillareniformis) memiliki
puncak eksitasi tunggal utama pada 498 nm. Di dalam GFP terdapat gugus yang
disebut chromophore yang berperan sangat penting dalam proses perpendaran
hijau. Chromophore terdiri dari tiga residu asam amino di posisi 65 (Serin), 66
(Tirosin), dan 67 (Glisin). Ketika dikenai energi cahaya biru atau UV maka pada
gugus ini akan terjadi reaksi oksidasi. Energi yang diserap membuat elektron-
elektron di dalam gugus ini tereksitasi dan menghasilkan energi yang lebih rendah
yaitu energi cahaya hijau.
Beberapa penelitian telah memanfaatkan gen GFP sebagai marker pada
pelaksanaan transformasi. Bahkan beberapa hewan telah berhasil disisipi dengan
gen GFP ini sehingga dapat memendarkan warna hijau contohnya kera, ikan, dan
tikus. Sedangkan dibidang kedokteran gen GFP telah dimanfaatkan untuk
mendeteksi penderita penyakit Alzeimer. Menurut Rahmawati (2003) gen GFP
dapat dijadikan sebagai penyeleksi alternatif untuk transformasi tanaman.
Sedangkan Widayati (2008), melaporkan bahwa dengan menggunakan gen GFP
dapat mendeteksi keberadaan bakteri diazotrof endofit dalam jaringan tebu. GFP
juga telah digunakan untuk menyelidiki proses infeksi dalam kultivar padi
2

komersial dan diekspresikan pada berbagai organisme seperti bakteri, cendawan,


tumbuhan, serangga dan sel mamalia.
Video pertama ini menjelaskan tentang produksi Green Fluorenscent Protein.
GFP digunakan sebagai penanda atau marka biologis dan bila dilekatkan pada obat,
GFP dapat memberikan cerita visual ke mana obat itu pergi. GFP adalah pewarna
fluorenscent yang dapat ditoleransi dengan sangat baik oleh sebagian besar sel dan
tidak mengganggu fungsi normal sel. Ada 3 fase utama produksi GFP yaitu
fermentasi, pemulihan, dan pemurnian. Pertama fermentasi, fermentasi pada
dasarnya adalah bertani sel. Pada fermentasi memprogram sel untuk menghasilkan
sebuah produk dengan cara memeliharanya saat mereka tumbuh dan berkembang
biak, lalu memanennya. Kedua pemulihan, pemulihan dilakukan dengan
memisahkan produk dari sel tempat mereka ditempatkan. Ketiga pemurnian,
pemurnian dilakukan dengan menghilangkan semua hal lain yang mencemari
produk sehingga menghasilkan larutan yang sangat murni dan terkonsentrasi.

Gambar 2.1.1 Green Fluorescent Protein.

2.2 Fermentation
Video ini menjelaskan peran proses fermentasi dalam pembuatan produk
biologis dan menggambarkan fermentasi skala komersial pada tingkat sel.
Termasuk di dalamnya adalah uraian jenis fermentasi (intraseluler, ekstraseluler),
jenis sel (aerobik, anaerobik), dan nutrisi sel (komponen media). Program ini
mengikuti produksi batch Green Fluorescent Protein (GFP) dari persiapan hingga
panen, termasuk pertumbuhan stok benih, peningkatan skala, dan fase pola
pertumbuhan siklus hidup (lag, eksponensial / log, stasioner, kematian).
Dalam bioteklogi sel-sel dapat digunakan untuk memproduksi banyak produk
dalam proses fermentasi. Sel-sel tersebut dapat berupa jamur atau bakteri tertentu
3

dari tumbuhan maupun hewan. Produksi yougurt, mentega, susu, dan keju yang
digunakan dalam fermentasi merupakan bakteri. Pembuatan roti dan minuman
beralkohol menggunakan ragi sebagai jamur. Kemudian beberapa produksi vaksin
membutuhkan pertumbuhan sel mamalia yang terinfeksi virus yang spesifik.
Produk pembuatan sel biasanya merupakan zat bahan kimia yang dikandung sel
secara alami, sel-sel yang telah diubah secara genetic untuk membuat atau menjadi
produk sisa metabolisme, contohnya alkohol.
1. Fermentasi
Pertama merupakan How Fermentation Work, bagaimana cara kerja
fermentasi. Fermentasi merupakan proses yang cukup sederhana untuk memilih sel
berdasarkan kemampuannya untuk berproduksi produk yang diinginkan.
Fermentasi membutuhkan media pertumbuhan khusus yang mempertahankan pH
yang tepat dan menyediakan sel dengan oksigen, air, mineral penting, dan sumber
karbon dan nitrogen. Karena setiap organisme memiliki kebutuhan fisik dan kimia
yang berbeda untuk pertumbuhan, formulasi media dan kondisi pertumbuhan dapat
sangat bervariasi. Media pertumbuhan yang spesifik memungkinkan sel untuk tetap
dalam kondisi yang mendorong proses bioproses. Ketika sel telah tumbuh dan
banyak mengkonsumsi nutrisi, maka dipindahkan dalam wadah yang lebih besar
dan mengandung media yang lebih banyak, dan akan berulang. Perbanyakan isolat
bakteri pada skala laboratorium di video ini sudah menggunakan teknologi
produksi, dimana fermentasi dilakukan pada fermentor sebagai bioreaktornya.
Berikut merupakan gambaran dari bioreaktor :

Gambar 2.2.1 Bioreaktor


4

Bioreaktor dilengkapi dengan selubung air untuk mengatur suhu dan sensor.
Hal tersebut berfungsi untuk memantau faktor lingkungan atau parameter selama
proses fermentasi meliputi pH, suhu, oksigen, tekanan, dll.

Gambar 2.2.2 Proses pemasukan sel kedalam media


Fermentasi merupakan awal dari proses fermentasi, dari fermentation,
recovery, purification, formulation, felling, dan packaging. Untuk lebih memahami
fermentasi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, kita harus mengerti
tentang sel yang akan digunakan, dan apa yang dibutuhkan untuk berproduksi dan
memiliki kualitas yang bagus. Sel yang berbeda memiliki kebutuhan yang berbeda.
Untuk fermentasi dengan bakteri aerobik akan membutuhkan oksigen dalam
prosesnya, sementara bakteri anaerobik tidak memerlukan oksigen. Kedua,
penggunaan bioreaktor membutuhkan beberapa perhatian terhadap pengaruh yang
akan mempengaruhi proses fermentasi, diantaranya suhu, tekanan, pH, oksigen, dan
tingkat nutrisi. Secara lebih rinci,berikut faktor –faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan bakteri saat proses fermentasi yaitu :
a. Zat Makanan
Sebagian besar bakteri yang hidup bebas dapat tumbuh baik pada ekstrak
ragi, bakteri parasit membutuhkan zat-zat khusus yang hanya terdapat
dalam darah atau dalam ekstrak jaringan hewan. Banyak organisme, satu
senyawa seperti asam amino dapat menjadi sumber energi, sumber karbon
dan sumber nitrogen. Zat makanan yang digunakan untuk pertumbuhan
bakteri harus mengandung sumber karbon, sumber nitrogen, mineral dan
faktor pertumbuhan yang meliputi asam amino, purin, pirimidin dan
vitamin. (Jawetz, et al,2008).
5

b. Derajat Keasaman Lingkungan (pH)


pH pembenihan juga mempengaruhi pertumbuhan kuman dalam membantu
metabolisme bakteri. Bakteri tumbuh subur pada kisaran pH 6,5 – 7,5
(Rodwell, 2009).
c. Suhu
Suhu merupakan faktor penting dalam pertumbuhan bakteri. Apabila suhu
tidak sesuai dengan kebutuhan bakteri, maka akan menyebabkan kerusakan
sel (Waluyo, 2009). Spesies bakteri yang berbeda membutuhkan suhu
optimal yang amat beragam untuk pertumbuhannya.
d. Okigen
Oksigen dibutuhkan untuk proses respirasi bakteri. Bakteri
diklaasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan kebutuhan
oksigennya, yaitu :
1) Aerob yaitu bakteri yang memerlukan oksigen untuk hidupnya.
2) Anaerob yaitu bakteri yang tidak dapat hidup apabila ada oksigen.
3) Anaerob Fakultatif yaitu bakteri yang mampu tumbuh dalam
lingkungan dengan atau tanpa oksigen
(Waluyo, 2009).
Bakteri memiliki pola pertumbuhan dan terbagi menjadi beberapa fase, dari
fase lag (sel diperkenalkan ke media baru, dan beradaptasi dengan lingkungan
baru), fase exponential / log (sel membelah menjadi 2 kali lipat, dan seterusnya),
fase stationary (titik dimana nutrisi utama dikonsumsi sel),dan fase death (sel mati
meningkat secara logaritmik). Fasa kematian terjadi apabila fermentasi dibiarkan
berlanjut ketika prosesnya telah usai, dan hasilnya telah diambil. Berikut
merupakan gambaran dari kurva pertumbuhan bakteri secara umum :

Gambar 2.2.3 Fase Pertumbuhan Bakteri


6

Green Fluorescent Protein (atau GFP) memiliki kemampuan untuk menyerap


cahaya biru, dan kemudian memancarkan cahaya hijau sebagai tanggapannya.
Aktivitas ini dikenal sebagai fluoresensi. Setelah ilmuwan mengidentifikasi urutan
DNA yang mengkodekan GFP, peneliti dapat menggunakan rekayasa genetika
untuk memasukkan protein fluoresen ke dalam organisme selain A. victoria, seperti
E. coli dan C. elegans.
2. Preparasi alat dan bahan
Sebelum melakukan proses fermentasi, disiapkan terlebih dahulu beberapa
alat dan bahan,serta sterilisasi. Green Fluorencent protein (GFP), digunakan
sebagai penanda biologis. Fluorencent merupakan pewarna yang ditoleransi dengan
baik oleh sebagian besar sel, dan tidak mengganggu sel normal. Bahan utama yang
digunakan ialah bakteri E coli yang secara genetik telah ditingkatkan untuk
menghasilkan GFP. Sedangkan untuk bahan-bahan dasar untuk media yang
kompleks adalah nutrisi, stabilizers, dan antibiotic, serta zat anti-floaming agent,
dan IPTG (penginduksi biokimia). Peralatan yang digunakan yaitu bioreaktor 300
L, spektrofotometer UV-Vis, penganalisis glukosa, pH meter dan tangki untuk
produksi akhir. Alat yang digunakan pada video yaitu bireaktor dapat dilihat pada
gambar 2.2.4 di bawah ini :

Gambar 2.2.4 Alat Bioreaktor


Selanjutnya proses persiapan area yang akan digunakan untuk poses
fermentasi, berupa removing aquipment and material, pembersihan dan sanitasi,
serta sterilisasi sesuai SOP. Dokumentasi yang diperlukan juga harus disiapkan dan
semua perangkat lunak perlu diverifikasi.
7

3. Proses Fermentasi

Fermentasi dimulai dengan perluasan stok bakteri. Bakteri E coli yang


sebelumnya disimpan dalam lemari es dikeluarkan, kemudian didinginkan untuk
disuntikan dalam media di dalam labu erlenmeyer. Setelah jumlah target sel yang tumbuh
siap untuk di fermentasi, operator area fermentasi diperiksa secara menyeluruh. Tekanan
bioreaktor distel pada tekanan normal dan didiamkan selama 30 menit. Setelah alat-alat
siap, pengaduk dihidupkan dan ditambahkan yeast extract, tryptic soy broth, ammonium
chlorid, sodium biphosphat, monopotassium phosphate, dan antifoam compound. Setelah
semua bahan siap, kemudian prosedur selanjutnya high purity water added, ports and
valves closed, condensate valves opened, and begin sterilize in place cycle. Salah satu
tahap persiapan bioreaktor dapat dilihat pada gambar di bawah :

2.2.5 Persiapan alat fermentasi


Sterilisasi dilakukan pada suhu 121oC selama 30 menit. Kondensat ditutup
pada suhu tepat 121oC, dan proses steril selesai. Selanjutnya penambahan bahan
akhir ke media melalui slang yang dipasang dalam bejana, sambungan diseterilkan
dan antibiotik glukosa disetrilkan secara terpisah, larutan kemudian dipompa ke
dalam bejana, pembacaan kadar pH saat proses berlangsung pada bioreaktor juga
diperhatikan. Selanjutnya selang inokulasi disambungkan ke reaktor dan diinkubasi
selama 20 menit. Stok benih yang diperluas di pompa ke dalam reaktor berisi media.
Proses fermentasi dimulai, dan saat proses fermentasi berlangsung dipantau
suhunya, kecepatan (RPM) agigator, level DO, pH, tekanan, densitas, laju aliran
udara, dan konsentrasi glukosa.
Konsentrasi glukosa dan kepadatan optik tercapai saat penambahan IPTG
untuk proses pengaktifan. GFP dinyalakan, atur waktu yang cukup agar sel
menghasilkan GFP, biasanya sekitar 5 jam lebih. Pembacaan akhir dilihat, dan
8

sampel diambil untuk memeriksa presentase padatan. Sel produk disebut dengan
broth, dimana broth ini berisi media, dan sel-sel nya lengkap saat nutrisi glukosa
dikonsumsi serta batch telah mencapai konsentrasi yang diinginkan. Batch
didinginkan dan dipompa ke dalam tangki dan diberi nomer identitas, volume,
waktu dan tanggal. Fermentasi selesai, hasil dibawa ke proses dimana sel-sel akan
dipecah untuk membebaskan GFP, dan protein akan dipisahkan dari hasil
fermentasi.

Gambar 2.2.6 Hasil fermentasi

2.3 Separation / Recovery


Dalam skala industri telah banyak berkembang proses fermentasi dengan
tujuan menghasilkan biomassa mikrobia. Beberapa contoh proses tersebut menurut
Bachruddin (2018) adalah:
1. Proses pembuatan ragi (yeast).
2. Proses produksi protein sel tunggal, khususnya untuk menyediakan protein
pakan.
3. Pertumbuhan dan pengembangan secara bertahap yang akhirnya akan
mencapai laju pertumbuhan yang maksimum.
Banyak perusahaan bioteknologi saat ini mengandalkan fermentasi untuk
menghasilkan produk mereka. Mikroorganisme tertentu digunakan untuk
menghasilkan senyawa atau produk. Fermentasi digunakan untuk meningkatkan
hasil produk tersebut. Pada fermentasi, ada dua cara dimana produk yang
diinginkan dapat diproduksi oleh sel:
1. Produksi “extraseluler” adalah saat sel mengeluarkan produk yang
diinginkan, contohnya dapat berupa asam amino, enzim, atau antibodi
monoklonal tertentu. Pada kasus produksi ekstraseluler sel atau biomassa
9

dibuang di pada awal pemisahan dan media yang berisi produk disimpan
untuk diproses lebih lanjut.
2. Produksi “intraseluler” adalah saat produk yang dihasilkan oleh sel
disimpan dalam sel. Selama tahap awal pemisahan, biomassa dikumpulkan
lalu setelah itu dihentikan agar produk dapat dilepaskan.
Berdasarkan video, analisis merujuk pada produksi intraseluler untuk
menghasilkan produk hasil fermentasi yang diinginkan. Produk akhir fermentasi
disebut dengan kaldu, yang mana kaldu mengandung dengan molekul produk yang
dihasilkan. Namun, molekul tersebut masih terkunci di dalam sel inang, dan jutaan
sel inang ini tersuspensi. Tahap recovery atau pemulihan, dilakukan dua fungsi
penting yaitu memisahkan sel padatan dalam kaldu dari cairan dan memisahkan
molekul yang akan dihasilkan dari sel inangnya. Pada tahap recovery ini alat-alat
yang digunakan seperti sentrifugasi, cell disrupters atau pemisah sel, mikrofiltrasi
untuk mengisolasi produk.
Proses pemulihan dilakukan dengan pembuatan GFP (Green Fluorescent
Protein), GFP digunakan sebagai penanda biologis yang jika diletakkan pada obat
dapat memberikan pandangan visual berupa fluoresen. Setelah proses fermentasi
selesai, kaldu dipanen lalu sen inang E.Coli dipisahkan dari kaldu cair, selanjutnya
akan tersuspensi di dalam larutan baru untuk mencuci sel, terpisahkan kembali,
diproses kembali, berikutnya dihomogenisasi untuk membuka sel. Puing-puing sel
dihilangkan, dan ketika proses recovery selesai maka produk sudah siap. Lalu akan
dilakukan proses pemurnian pada produk.
Berikutnya merupakan “Fluorescent Green Protein Recovery Process”. Yang
termasuk dalam tahap ini, yaitu :
1. Sentrifugasi untuk memisahkan padatan dari cairan.
2. Homogenizer untuk membuka sel E.Coli
3. Mikrofiltrasi untuk memisahkan padatan yang tersisa dalam larutan produk.
Bahan-bahan yang digunakan yaitu produk hasil fermentasi berupa kaldu; air
dengan angka kemurnian tinggi yang telah disaring, diionisasi dan disterilkan
dengan UV; larutan buffer untuk menstabilkan pH produk dan menjaga suspense
serta mencegah terjadinya degradasi pada produk.
10

Percobaan dimulai dengan mensterilkan alat-alat yang akan digunakan,


selanjutnya pipa dipasang untuk menghubungkan tangki kaldu dengan alat
sentrifugasi. Tekanan akan mengalirkan kaldu ke dalam mesin pemisah. Setelah
sentrifugasi mencapai kecepatan yang stabil, katup saluran masuk dibuka sehingga
kaldu dapat masuk pada mangkuk penampung.
Pemulihan GFP dimulai dengan memasang tangki kaldu, selanjutnya selang
untuk proses steril dipasang dari tagki kaldu ke disk-stack centrifuge dan tangki
diberi tekanan untuk memasukan kaldu kedalam mesin pemisah. Setelah centrifuge
mencapai kecepatan yang stabil, katup untuk saluran masuk dibuka dan kaldu mulai
memasuki mangkuk.
Gaya sentrifugal dari rotasi memaksa material yang lebih padat ke sisi
mangkuk, sementara cairan mengalir masuk dan keluar dari centrifuge. Saat lebih
banyak kaldu memasuki mangkuk dan menggantikan cairan yang sekarang sudah
dalam keadaan padatan yang sudah dihilangkan. Sementara itu sel-sel terus
menumpuk dipermukaan mangkuk. Pada proses ini, centrigfuge memiliki monitor
RPM terintegrasi, jadi jika unit tidak berputar dengan kecepatan yang stabil akan
ada alarm pengontrol yang membunyikan dan otomatis mematikan alat centrifuge.
Selanjutnya cairan akan keluar dari mangkuk karena semua padatan telah
dihilangkan. Sebuah sensor memonitor aliran yang diklarifikasi untuk “persen
padatan”. Ketika nilainya naik hal ini menunjukan bahwa mangkuk sudah mencapai
kapasitasnya dan padatan harus dikeluarkan sebelum memproses lebih banyak
kaldu. Padatan mengandung sel bakteri Esteria Colli.
Saat mangkuk sudah mencapai kapasitas maksimal untuk bahan padat,
mangkuk akan terbuka dan padatan dibuang ke wadah yang sesuai untuk
pengumpulan. Setelah padatan dibuang, langkah sentrifugasi dapat dilanjutkan.
Pada titik ini, sel berada dalam bentuk template dan meskipun sebagian besar cairan
telah dihilangkan, pasta sel kita masih memiliki berat cairan sekitar 40%. Cairan
yang tersisa mengandung kadar metabolit tinggi dan garam yang dapat mempersulit
pemrosesan, jadi akan menurunkan nilai tersebut dengan mencuci sel. Selanjutnya
pasta sel dimasukan kedalam larutan buffer dan kemudian jalankan kembali mesin
sentrifugal. Saat cairan telah meninggalkan centrifuge, cairan tersebut membawa
banyak kontaminan dari langkah fermentasi sekali lagi dalam bentuk tempel dan
11

siap untuk langkah berikutnya lysing. Sel-sel disuspensi kembali dalam larutan
buffer dan kemudian dipompa pada tekanan tinggi, 900 bar yaitu sekitar 13.000 psi
(pounds per square inch) melalui homogenizer. Didalam homogenizer sel dipaksa
masuk melalui lubang kecil yang menyebabkan sel-selnya tidak dapat menahan dan
sel akan pecah. Kemudian untuk memastikan bahwa semua sel pecah, larutan
tersebut dilakukan percobaan secara duplo.
Setelah homogenisasi kedua telah selesai, larutan sel yang sudah terlisis
dipompa kembali melalui sentrifugasi. Untuk percobaan ini, saat sel-sel sudah
pecah termasuk sitplasma dan GFP dicampur kedalam larutan buffer. Lakukan
dsentrifugasi sekali lagi dengan cara memutar padatan dan sisa-sisa sel yang belum
terpecah dan dihasilkan cairan yang dikenal sebagai lysate. Meskipun centrifuge
telah menghilangkan hamirr semua sel, masih ada beberapa partikel tersisa dan
akan dihilangkan melalui proses filtrasi.
Langkah Filtrasi, lysate sentrifuge dipompa melalui filter 0,22 mikron. Filter
ini akan menghilangkan sisa sel-sel yang masih ada dan akan dilanjutkan ke proses
selanjutnya. Saat proses pemulihan selesai, clarified lysate dipompa kedalam bejana
transfer berventilasi. Tangki lysate ini kemudian bergerak menuju akhir dan akan
dilanjutkan ke proses berikutnya. Langkah selanjutnya yaitu pemurnian. Pada
proses ini kotoran terlarut akan dikeluarkan dari larutan GFP, dan GFP kemudian
dipekatkan dan distabilkan.
2.4 Purification
Kromatografi adalah salah satu metode pemisahan kimia yang didasarkan
pada perbedaan partisi zat pada fase diam dan fase gerak. Tujuan kromatografi
preparatif biasanya untuk memisahkan senyawa dalam campuran dan kromatografi
analitik digunakan untuk mengetahui perbandingan senyawa dalam suatu
campuran. Kromatografi dibagi menjadi dua yaitu kromatografi preparatif dan
kromatografi analitik. Dan juga memang terdapat banyak metode pemisahan tetapi
kromatografi sendiri dikerjakan dan lebih sering dilakukan karena metode ini dapat
dilakukan dengan sederhana dan cepat yaitu hanya dengan beberapa menit saja dan
hanya menggunakan peralatan yang relatif sederhana (Sastroamidjojo, 1985).
Filtrasi adalah suatu operasi pemisahan campuran antara padatan dan
cairandengan melewatkan umpan (padatan + cairan) melalui medium penyaring.
12

Prosesfiltarsi banyak dilakukan di industri, misalnya pada pemurnian air minum,


pemisahan kristal-kristal garam dari cairan induknya, pabrik kertas dan lain-lain.
Untuk semua proses filtrasi, umpan mengalir disebabkan adanya tenaga dorong
berupa beda tekanan, sebagai contoh adalah akibat gravitasi atau tenaga
putar.Secara umum filtrasi dilakukan bila jumlah padatan dalam suspensi relatif
lebihkecil dibandingkan zat cairnya. (Oxtoby, 2001).
Kita bergantung pada bioteknologi untuk keperluan hidup kita, seperti
makanan yang kita makan, baju yang kita kenakan, bahan bakar, dan lainnya.
Banyak dari produk ini dibentuk dari tiga inti dari bioteknologi, yaitu fermentation,
recovery, dan purification. Fermentasi pada dasarnya yaitu membiakkan sel,
recovery yaitu memisahkan produk dari sel tempat ditampungnya. Lalu kemudian
pada purification (purifikasi) itu memisahkan semua yang mengkontaminasi
produk, menyisakan hasil yang murni. Pada video ini, dijelaskan tipikal proses
purifikasi yang digunakan pada manufaktur GFP yang merupakan singkatan dari
Green Fluorescent Protein. GFP sering digunakan sebagai penandan alami, karena
GFP ditoleransi oleh kebanyakan sel dan tidak mengganggu fungsi utama sel. Pada
video ini juga dijelaskan cara menganalisa teknologi, peralatan, dan material yang
digunakan, serta langkah-langkah proses purifikasi GFP dilakukan.
Ada dua metode utama yang digunakan pada purifikasi, yaitu kromatografi
dan filtrasi. Pada proses purifikasi GFP, digunakan beragam jenis kromatografi
kolom. Kromatografi juga bergantung pada perbedaan molekul. Tiap molekul
mempunyai keunikan karakteristik, mulai dari ukuran, muatan, dan interaksinya
dengan air. Kromatografi menggunakan perbedaan ini untuk memisahkan antara
satu protein dengan protein lainnya.

Gambar 2.4.1 Bagian dari kromatografi kolom


13

Gambar 2.4.2 Karakteristik fisik molekul


Setiap molekul terkadang digunakan untuk membedakan dilihat dari
ukurannya, terkadang pula tiap butiran beads pada kromatografi dapat menangkap
atau memperlambat gerak molekul yang lebih kecil saat melewati kolom resin,
sedangkan molekul yang terlalu besar tidak bisa melewati pori dan bergerak
memutari beads dan keluar lebih dulu dari kolom. Tipe kromatografi ini dinamakan
Size-Exclusion Chromatography.

Gambar 2.4.3 Tipe kromatografi yang berdasarkan ukuran


Berkaitan dengan muatan, muatan yang berlawanan akan saling menarik.
Maka beads yang bermuatan negatif akan menarik dan berikatan dengan komponen
bermuatan positif pada arus. Kromatografi tipe ini dinamakan Ion-Exchange
Chromatography.

Gambar 2.4.4 Tipe kromatografi yang berdasarkan pertukaran ion


14

Adapun yang berkaitan dengan air. Molekul yang berinteraki dan larut dalam
air disebut dengan hidrofilik (water-loving), sedangkan yang tidak disebut dengan
hidrofobik (water-hating). Protein memiliki area yang hidrofobik, ada pula yang
hidrofilik. Air cenderung membuat pelindung pada area hidrofobik dalam protein,
sehingga mereka tidak terekspos untuk berinteraksi dengan resin beads. Dengan
menambahkan garam pada larutan protein, maka pelindung tadi akan hilang, dan
mengekspos daerah hidrofobik sehingga resin bisa berinteraksi, Tipe ini dinamakan
Hydrophobic-Interaction Chromatography (HIC).

Gambar 2.4.5 Tipe kromatografi yang dilihat dari ikatan hidrofobiknya


Kromatografi pada video ini dikatakan menggunakan proses ion-exchange
dan hydrophobic-interaction. Peralatan kromatografi ditempatkan pada skid agar
sejajar dan mudah untuk dipindahkan. Bagian utama dari alat kromatografi yaitu
pada gelas kolom yang berisikan resin beads, tapi juga membutuhkan pompa untuk
memompa clarified lysate selama proses; selang penyuplai dan penyambung untuk
mengisi kolom; pre-filter untuk menghilangkan sisa partikel yang biasanya berupa
puing sel padat yang belum tersaring; dan exit port untuk processed solution serta
auto-switching valves atau katup otomatis untuk memisahkan mana yang menjadi
limbah dan mana yang bukan. Adapun untuk membantu memantau gerak arus
kromatografi, ada beberapa sensor yang ditempatkan pada jalur arus produk.
Kemudian ada pula electrical-conductivity sensor pada kolom inlet; pressure
sensor sebelum pre-filter untuk mengidentifikasi filter clog atau penyumbat filter;
flow meter untuk mengukur arus gerak solution pada kolom; dan air sensor untuk
memastikan tidak ada udara yang memasuki flow path. Saat solution keluar
melewati kolom, maka akan melewati UV Sensor yang membaca optical density;
conductivity sensor; dan pH sensor untuk mengukur seberapa asam atau basa
solution tersebut.
15

Gambar 2.4.6 Pada saat solution keluar dari kolom


Conductivity Sensors memberi tahu saat ada buffered-solution yang baru
masuk dan mengisi kolom. Saat sensor membaca bahwa ujung dari kolom sama
dengan pembacaan sensor di pangkal inlet pada kolom, maka kita tahu bahwa
solution yang baru sudah menggantikan yang lama. Ultraviolet (UV) Sensors
memonitor konsentrasi dari protein pada produk dengan mengobservasi optical
density dari solution yang lewat. Sensor ini bekerja dengan katup pada ujung dari
kolom. Lewat program pengontrol, kita bisa mengatur ambang batas dari
konsentrasi protein. Saat optical density pada solution yang melewati kolom berada
di bawah ambang batas, maka katup akan mengarahkannya ke bagian limbah. Saat
optical density pada solution yang melewati kolom berada di atas ambang batas,
maka itu berarti solution mengandung produk murni yang dicari dan diarahkan ke
vessel atau collection vessel.
Tangential-Flow Filtration (TFF), pertama kita akan memompa cairan
melewati filter khusus yang disebut Ultrafiltration Membrane. Ukuran dari pori
pada filter ini yang menentukan mana yang lewat dan mana yang tidak. Bagian yang
melewati membran disebut dengan permeate. Dikarenakan pori pada membran
cukup kecil untuk menahan produk melewati pori, maka permeate tadi tidak
mengandung produk dan diarahkan ke bagian limbah. Kemudian bagian yang tidak
melewati pori membran dan lanjut bergerak dinamakan retentate, yang
mengandung produk dan hasil yang kita cari.
Kelebihan dari TFF dibandingkan dengan teknologi lain yaitu lebih cepat,
lebih efisien, lebih fleksibel, dan self-cleaning atau dapat membersihkan dirinya
sendiri. Pada conventional (terminal) filtration, cairan dipompa langsung ke arah
filter sehingga partikel yang tidak bisa memasuki pori akan menumpuk dan bahkan
menyumbat pori tersebut. Pada TFF, arus bergerak melewati filter atau secara
tangential, dibandingkan langsung ke arah filter, sehingga tidak terjadi penumpukan
16

dan retentate bisa diperoleh secara maksimal, yang lalu akan tersirkulasi ke supply
tank dan akan terus berputar melewati filter selama proses berjalan.

Gambar 2.4.7 Metode Konvensional

Gambar 2.4.8 Tangential-Flow Filtration


TFF digunakan untuk dua tugas yang berbeda pada proses filtrasi, yaitu
Concentration dan Diafiltration. Disini yaitu memproses GFP, dimana GFP yang
murni dilarutkan ke dalam buffer solution. Pada diafiltrasi yaitu menambahkan
buffer baru pad retentate, sehingga akan menggantikan buffer yang lama; efektif
untuk pergantian buffer solution, GFP akan tertahan oleh membran. Apabila kita
tidak menambahkan buffer baru, maka ini yang baru disebut dengan concentration
atau konsentrasi. Concentration yaitu menghilangkan kandungan air dan buffer
pada solution, yang menghasilkan GFP dengan solution yang lebih terkonsentrasi.
Sebelum melaksanakan proses purifikasi tempat dan peralatan telah
disiapkan. Skid kromatografi dan sistem TFF diperiksa untuk pengoperasian yang
benar, selang dihubungkan dan diperiksa apakah ada kebocoran. Kemudian
dipastikan untuk menggunakan kolom resin yang benar dan resin yang terkemas
dengan tepat. Bahan yang dibutuhkan adalah clarified lysate dari proses recovery,
variasi larutan buffer, dan ammonium sulfat yang ditambahkan ke salah satu larutan
buffer agar kandungan garamnya tinggi. Sebelum proses dimulai, tempat purifikasi
harus dibersihkan dahulu, didisinfeksi dan ditata rapi. Semua barang yang tidak
berkepentingan disingkirkan. Semua alat juga harus dibersihkan dan dipasang
sesuai operasi standar. Semua bahan dan dokumentasi yang diperlukan harus
17

dikumpulkan dan disiapkan. Proses Pemurnian dimulai saat tangki berisi clarified
lysate dari proses recovery dihubungkan ke pompa pada skid kromatografi.
Langkah pertama dalam proses pemurnian Green Fluorescent Protein adalah:
1. Anion-exchange Chromatography
Pada langkah dari proses ini, pH dari clarified lysate yaitu sebesar 8.0 yang
berarti protein bermuatan negative. Dikarenakan protein bermuatan negative
maka GFP akan mengikat pada resin penukar anion yang bermuatan positif.
Proses ini diawali dengan:
a. Pompa menarik lysate dari bejana, melewaeti sensor dan pre-filter 0.45
micron. Pre-filter ini menghilangkan residu dari sel debris atau partikulat
yang telah mengkontaminasi larutan. Jika pre-filter mulai tersumbat, maka
sensor tekanan di sisi masuk filter akan mencatat kenaikan tekanan, dan
pengontrol akan memberi sinyal perlunya penggantian filter.
b. Setelah pra-penyaringan dan sebelum kolom, lysate melewati pengukur
aliran dan sensor udara. Kemudian, saat lisat melewati resin beads, protein
negatif mengikat beads yang bermuatan positif.
c. Larutan meninggalkan kolom melewati sensor densitas optik UV, sensor
konduktivitas dan sensor pH. Pembacaan rendah sensor densitas optik
memastikan bahwa GFP tidak ada di dalam larutan, sehingga katup outlet
mengirimkan larutan untuk limbah.
d. Ketika semua lisat telah memasuki kolom atau ketika kapasitas beads untuk
mengikat protein telah tercapai, inilah waktunya untuk elusi. Elusi adalah
pelepasan, dalam hal ini green flourescent protein dari beads menggunakan
larutan baru dalam hal ini buffer yang mencakup larutan NaCl.
e. Buffer baru dipompa melalui beads, pada beberapa waktu, GFP tidak lagi
mengikat ke beads dan dilepaskan ke buffer. Aliran produk yang dihasilkan
biasanya disebut sebagai eluate.
f. Sensor densitas optik UV, yang mengukur konsentrasi protein,
menunjukkan kapan produk mulai terelusi dari kolom.
g. Katup outlet dialihkan untuk mengikuti aliran eluate ke bejana pengumpul.
h. Ketika sensor UV menunjukkan bahwa semua GFP telah terlepas dari resin
Kromatografi, katup outlet diubah ke limbah.
18

i. Setelah eluate berhasil dikumpulkan. Proses dari Anion-Exchange


Chromatography selesai.
2. Hydrophobic-Interaction Chromatography (HIC)
Kromatografi interaksi hidrofobik berdasarkan pada prinsip bahwa bahan
kimia hidrofobik pada permukaan resin akan menyatu degan patch hidrofobik
pada protein GFP. Agar hal ini dapat terjadi, resin dan protein eluate harus
berada dalam lingkungan dengan kadar garam yang tinggi untuk menghilangkan
pelindung air. Garam yang digunakan disini adalah ammonium sulfat. Untuk
menghilangkan protein GFP yang terhubung dengan kolum HIC yaitu dengan
cara menurunkan konsentrasi garam selama elusi yang menyebabkan reformasi
dari pelindung air dan protein GFP terlepas dari resin ke aliran elusi. Kemudian
eluate yang kaya akan protein dikumpulkan. Maka, produk siap untuk Langkah
terakhir yaitu TFF.
3. Tangential Flow Filtration (TFF)
Pada langkah dari proses permurnian ini, TFF akan digunakan untuk
mengkonsentrasikan dan diafilter aliran produk GFP. Eluate kaya akan Green
Fluorescent Protein, tetapi terlalu encer dan kandungan garam yang cenderung
tinggi. Proses yang dilakukan adalah:
a. Larutan yang bergerak melalui peralatan TFF dan melewati tangki suplai
dan ditarik melalui pompa melewati sensor tekanan.
b. Kemudian melewati membran filter. semua yang melewati membran,
termasuk larutan buffer dapat dikenal sebagai permeat, dan untuk proses
ini dimasukkan ke limbah. Protein GFP lebih besar dari pori-pori
membran, maka ini dipertahankan.
c. Material yang tertahan disebut retentate yang kemudian disirkulasi ulang
ke tangki suplai. Sirkulasi ulang terus berlanjut hingga konsentrasi GFP
yang diinginkan tercapai.
d. Larutan baru kemudian ditambahkan ke feed pada saat larutan protein
bersirkulasi ulang
e. Protein kemudian dicuci oleh aliran larutan buffer, dan larutan buffer lama
keluar.
19

f. Pada saat proses diafiltrasi berlangsung, larutan buffer yang telah


ditambahkan ke feed menggantikan larutan buffer di tempat GFP awalnya
berada, dan secara efektif menghilangkan garam yang tersisa juga.
g. Pada saat proses ini selesai, larutan GFP disalurkan melalui filter akhir
yang berukuran 0.22 mikron.
h. Kemudian dikumpulkan pada tempat yang sesuai, biasanya menggunakan
botol ataupun tas.
Proses pemurnian ini telah selesai. Konsntrat dari GFP sekarang dapat bergerak
ke downstream ke pengisian akhir untuk dapat dikemas.
20

III. KESIMPULAN
Pada acara dua ini, terdapat empat video. Video yang pertama “Green Fluorescent
Protein” berisikan penjelasan mengenai produksi Green Fluorenscent Protein. GFP
adalah pewarna fluorenscent yang dapat ditoleransi dengan sangat baik oleh sebagian
besar sel dan tidak mengganggu fungsi normal sel. Ada 3 fase utama produksi GFP yaitu
fermentasi, pemulihan, dan pemurnian.
Video yang kedua “Fermentation” berisikan penjelasan mengenai 3 hal, yaitu
bagaimana cara fermentasi bekerja, proses persiapan fermentasi, dan yang terakhir adalah
proses fermentasi. Video ini menjelaskan peran proses fermentasi dalam pembuatan
produk biologis dan menggambarkan fermentasi skala komersial pada tingkat sel.
Program ini mengikuti produksi batch Green Fluorescent Protein (GFP) dari persiapan
hingga panen, termasuk pertumbuhan stok benih, peningkatan skala, dan fase pola
pertumbuhan siklus hidup (lag, eksponensial / log, stasioner, kematian).
Video yang ketiga “Separation / Recovery” berisikan penjelasan mengenai proses
produk biologi (molekul Green Fluorenscent Protein) yang dihasilkan dari sel Ecoli.
Langkah-langkah proses ini adalah: pemisahan padatan sel dari kaldu, gangguan sel inang
untuk melepaskan produk yang terkandung di dalamnya, dan isolasi produk melalui
penghilangan puing-puing sel dan kotoran lainnya. Alat yang digunakan untuk
melakukan langkah-langkah ini termasuk sentrifugal, pengganggu sel dan mikrofilter.
Video yang terakhir “Purification” berisikan gambaran tahapan utama fermentasi
dalam sekala industri. Video ini menjelaskan tipikal proses purifikasi yang digunakan
pada manufaktur Green Fluorescent Protein. Purification merupakan salah satu dari tiga
inti dari bioteknologi, yaitu fermentation, recovery, dan purification. Purification
(purifikasi) proses memisahkan semua yang mengkontaminasi produk, menyisakan hasil
yang murni.
DAFTAR PUSTAKA

Bachruddin, Z. 2018. Teknologi Fermentasi pada Industri Peternakan. UGM Press:


Yogyakarta.
Chalfie, M., Y Tu, G Euskirchen, WW Ward, DC Prasher. 1994 . Green fluorescent
protein as a marker forgene expression. Science. 263: 802-805
Fermentation and Bioprocessing of GFP. Diakses pada
https://www.edvotek.com/site/pdf/304.pdf. 10 April 2021
Helianti. 2007. GFP,Gen Pewarna yang Berpendar Indah. Pusat Pengkajian dan
Penerapan Teknologi Bioindustri, BPPT
Jawetz, M. dan Adelberg E. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta : EGC
Oxtoby, David W. dkk. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Erlangga: Jakarta
Ragmawati, S. 2003. Gen Penyeleksi Alternatif untuk Transformasi Tanaman. AgroBio.
6(1): 26-33
Rodwel, VW, dkk., 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta : EGC.
Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi. Liberty: Yogyakarta
Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press
Widayati, W. E. 2008. Penggunaan Penanda Gen Green Fluorescence Protein untuk
deteksi Keberadaan Bakteri Diazotrof Endofit dalam Jaringan Tebu. MPG; 3:156-
167

21

Anda mungkin juga menyukai