Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN I.

1 Latar Belakang Bioteknologi itu sendiri merupakan penerapan asas-asas sains (ilmu pengetahuan alam) dan rekayasa (teknologi) untuk pengolahan suatu bahan dengan melibatkan aktivitas jasad hidup untuk menghasilkan barang dan/atau jasa (Bull, et all, 1982). Jasad hidup yang dimaksud dalam pengertian tersebut adalah agen biologi. Bioteknologi di era modern sekarang banyak menghasilkan produk dalam skala industri. Dalam memanfaatkan agen biologi, bioteknologi menggunakan peranan penting enzim, sehingga enzim memegang peranan penting dalam industri. Enzim menjadi primadona industri bioteknologi saat ini dan dimasa yang akan datang karena melalui penggunaannya, energi dapat dihemat dan akrab dengan lingkungan. Saat ini penggunaan enzim dalam industri makanan dan minuman, industri tekstil, industri kulit dan kertas di Indonesia semakin meningkat. Dilaporkan, enzim amilase yang digunakan dalam industri tekstil di Bandung - Jawa Barat, jumlahnya tidak kurang dari 4 ton per bulan atau sekitar 23 juta dolar Amerika setiap bulannya dan semuanya diimpor. Dengan melihat kebutuhan enzim di dalam dunia perindustrian yang ada di indonesia sangat besar, sekitar 4 ton perbulannya, dilihat dari sisi ekonomisnya mencapai 2-3 juta dollar Amerika, melihat asumsi kebutuhan enzim yang sangat besar di indonesia di harapkan kita sebagai anak bangsa bisa memproduksi enzim sendiri. Mikroba merupakan sumber penting dari beberapa jenis enzim. Sebagai sumber enzim, mikroba memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan hewan maupun tanaman, yaitu : produksi enzim pada jamur lebih murah, kandungan enzim dapat diprediksi dan dikontrol, pasokan bahan baku terjamin, dengan komposisi konstan dan mudah dikelola. I.2 Rumusan Masalah Apa itu enzim ? Bahan baku apa yang dapat digunakan untuk memproduksi enzim ? Cara memproduksi enzim secara fermentasi ?

I.3 Tujuan Penulisan Untuk mengetahui apa itu enzim Untuk mengetahui cara memproduksi enzim secara fermentasi Mengetahui fungsi dan kegunaan enzim

BAB II PRODUKSI ENZIM SECARA FERMENTASI II.1 Pengertian Enzim

Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator (protein katalitik) untuk reaksi-reaksi kimia di dalam sistem biologi. Katalisator mempercepat reaksi kimia. Walaupun katalisator ikut serta dalam reaksi, ia kembali ke keadaan semula bila reaksi telah selesai. Suatu katalis adalah suatu agen kimiawi yang mengubah laju reaksi tanpa harus dipergunakan oleh reaksi tersebut. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya konsentrasi substrat, pH, suhu, dan inhibitor (penghambat). (Campbell, 1987: 98). Berbeda dengan katalisator nonprotein (H , OH , atau ion-ion logam), tiaptiap enzim mengkatalisis sejumlah kecil reaksi, kerapkali hanya satu. Jadi enzim adalah katalisator yang reaksi-spesifik karena semua reaksi biokimia perlu dikatalis oleh enzim, sehingga terdapat banyak jenis enzim. Menurut Smith (1981: 39), enzim merupakan komplek molekul organik yang berada dalam sel hidup yang beraksi sebagai katalisdalam mempercepat laju reaksi kimia. Tanpa enzim, tidak akan ada kehidupan. Meskipun enzim hanya dibentuk dalam sel hidup, namun beberapa dapat dipisahkan dari selnya dan melanjutkan fungsinya dalam kondisi in vitro. Menurut Steve Prentis (1990: 12), enzim adalah katalisator biologis, karena suatu katalisator merupakan suatu senyawa yang mempercepat laju reaksi kimia. Hampir semua reaksi kimia yang penting bagi kehidupan akan berlangsung sangat lambat tanpa adanya katalisator yang sesuai. Bisa disimpulkan bahwa enzim merupakan senyawa organik bermolekul besar yang berfungsi untuk mempercepat jalannya reaksi metabolisme di dalam tubuh tanpa memperngaruhi keseimbangan reaksi. Dari beberapa pengertian tersebut jelaslah bahwa enzim sangat berperan dalam sebagian besar reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup, tak terkecuali mikroba yang banyak digunakan sebagai agen biologi dalam bioteknologi. Mekanisme kerja enzim berlangsung dalam dua tahap. Banyak enzim menggunakan lebih dari satu substrat tetapi untuk memahami prinsip dasar kerja
+ -

enzim dengan mudah dengan memperhatikan reaksi enzim dengan satu substrat seperti berikut (Primrose, 1987: 40). Kemampuan enzim yang unik, spesifik terhadap substrat meningkatkan penggunaannya dalam proses industri secara kolektif yang dikenal dengan istilah teknologi enzim. Teknologi enzim mencakup produksi, isolasi, purifikasi, menggunakan bentuk yang dapat larutdan akhirnya sampai pada immobilisasi dan penggunaan enzim dalam skala yang lebih luas melalui sistem reaktor. Peranan teknologi enzim berkontribusi pada pemecahan beberapa masalah vital di era modern seperti sekarang, misalnya produksi makanan, kekurangan dan pemeliharaan energi, dan peningkatan lingkungan. Teknologi baru ini dasarnya dari biokimia tetapi diterangkan lebih luas dengan mikrobiologi, kimia, dan proses alat teknologi yang mendukung keberadaan sains.

II.2 Produksi Enzim Skala Industri

Produksi enzim secara industri saat ini sangat mengandalkan metode fermentasi tangki dalam (deep tank). Penggunaan mikroorganisme sebagai sumber bahan produksi enzim dikembangkan dengan beberapa alasan penting, yaitu: 1. Secara normal mempunyai aktivitas spesifik yang tinggi per unit berat kering produk. 2. Fluktuasi musiman dari bahan mentah dan kemungkinan kekurangan makanan kaitannya dengan perubahan iklim. 3. Mikroba mempunyai karakteristik cakupan yang lebih luas, seperti cakupan pH, dan resistansi temperatur. 4. Industri genetika sangat meningkat sehingga memungkinkan mengoptimalisasi hasil dan tipe enzim melalui seleksi strain, mutasi, induksi dan seleksi kondisi pertumbuhan, yang akhir-akhir ini, menggunakan inovasi teknologi transfer gen.

Bahan mentah (raw material) untuk industri fermentasi enzim biasanya terbatas pada unsur-unsur dimana bahan tersedia dengan harga yang murah, dan

aman secara nutrisi. Beberapa yang lazim menggunakan substrat amilum hidrolase, mollase, air dadih, dan beberapa gandum. Dalam produksi enzim, menggunakan batch untuk proses fermentasi dengan aerasi yang baik (diagram 1), tetapi proses mungkin ditingkatkan dengan memelihara satu atau beberapa komponen selama fermentasi.

Diagram 1. Penggambaran tahap dalam persiapan produksi enzim cair Beberapa enzim yang digunakan dalam skala industri adalah enzim ekstraseluler, enzim yang secara normal dihasilkan oleh mikroorganisme sesuai dengan substratnya dalam lingkungan eksternal dan dapat disamakan dengan enzim pencernaan pada manusia dan hewan. Kemudian ketika mikroorganisme memproduksi enzim untuk memisahkan molekul eksternal besar agar bisa dicerna biasanya digunakan media fermentasi. Dalam fermentasi sari dari kultivasi mikroorganisme tertentu, seperti contoh, bakteri, yeast atau filamentous jamur, dijadikan sumber utama protease, amilase dan sedikit selolosa, lipase, dsb. Kebanyakan industri enzim hidrolase mampu bertindak tanpa komplek kofaktor, yang segera dipisahkan dari mikroorganisme tanpa merusak dinding sel dan larut dalam air. Beberapa enzim intraseluler, sekarang juga banyak diproduksi secara industri dan diantaranya glukosa oksidase untuk pengawetan makanan, asparginase untuk terapi kanker, dan penicilin asilase untuk antibiotikTahap pemulihan standar untuk enzim ekstraseluler seperti berikut: memindah mikroorganisme, mengkonsentrasikan, penambahan bahan pengawet, standarisasi dan pengepakan. Untuk ekstraksi enzim intraseluler memerlukan cara mekanis, fisik atau gangguan kimiapada dinding sel atau membran.

Pada akhir proses fermentasi, kondisi ideal adalah cairan dengan konsentrasi enzim tinggi, sebuah organisme biomass yang mudah dipisahkan. Produk enzim yang aman sebaiknya mempunyai potensi alergi yang rendah, dan dalam partikelnya terbebas dari kontaminan. Metode isolasi mikroorganisme penghasil enzim 1. Mikroba penghasil enzim fitase diisolasi berdasarkan kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang dalam media yang mengandung sodium fitat. Bakteri isolate 1.1 merupakan isolate terbaik yang memiliki aktivitas enzim tertinggi. Bakteri isolat 1.1 merupakan bakteri gram-positif, berspora dan berbentuk batang. Kondisi optimum untuk aktivitas enzim dan stabilitas fitase adalah pada suhu 90C, sedangkan pH optimum untuk aktivitas enzim dan stabilitas sesuai adalah pH diatas 7. 2. Mikroba penghasil enzim protease diisolasi dan diseleksi dilakukan berdasarkan metode yang dipakai Durham et al. (1987). Seluruh media yang digunakan memiliki pH 10,2. Inkubasi dilakukan pada suhu 50C. lsolat yang telah murni disimpan dalam medium penyimpanan pada suhu 4C, selanjutnya secara serentak ditotol ulang pada medium agar susu skim untuk diukur diameter koloni dan zona jernihnya. Nisbah antara diameter zona jernih terhadap diameter koloni (indeks proteolitik = IP). lsolat dengan IP =3,0 dipilih dan disimpan pada suhu 4C. 3. Mikroba penghasil enzim xilanase sumber inokulumnya. Masing masing inokulum ditumbuhkan pada media tumbuh dan diinkubasi selama tiga hari pada suhu 39oC untuk cairan rumen dan suhu 55oC untuk sumber air panas. Pengkayaan dilakukan dengan menaikkan taraf xilan pada media tumbuh secara bertahap yaitu: 0; 0,6; 1,2; 1,8 dan 2,4 %. Koloni yang tumbuh dan mengandung bakteri yang seragam diseleksi sebagai suatu isolat dan ditumbuhkan sebagai isolat yang terpisah.

II.3

Produksi Enzim dalam skala laboratorium Ribuan tahun yang lalu proses seperti membuat bir, membuat roti, dan produksi keju melibatkan enzim yang belum diketahui jenisnya. Dalam cara konvensional ini, teknologinya dipercayakan pada konversi enzim sebelum bangun pengetahuan yang koheren dikembangkan. Di negara barat, industri menggunakan enzim pada produksi yeast dan ragi dimana pembuatan bir dan roti secara tradisional sudah jarang dikembangkan. Beberapa perkembangan awal biokimia dipusatkan pada fermentasi yeast dan konversi energi pada glukosa. Di negara timur, industri yang sama memproduksi sake dan banyak makanan fermentasi, semuanya dibuat dari filamentous fungi sebagai sumber aktivitas enzim. Pada tahun 1896, memperlihatkan permulaan yang sebenarnya dari teknologi mikroba enzim dengan pemasaran pertama takadiastase, campuran kasar dari enzim hidrolitik yang disiapkan pada pertumbuhan jamur Aspergillus oryzae pada tepung gandum. Perkembangan lebih lanjut dari penggunaan enzim meningkatkan proses secara konvensional ke era baru. Meskipun sebagian besar produksinya masih menghasilkan enzim kasar. Sampai saat ini lebih dari 200 enzim telah diisolasi dari mikroorganisme, tumbuhan dan hewan, tetapi kurang dari 20 macam enzim yang digunakan pada skala komersial atau industri. Kini, produsen enzim komersial memasarkan enzim dalam bentuk kasar karena proses isolasinya lebih sederhana, terutama digunakan dalam makanan dan dalam industri detergen (menggunakan enzim amilase), industri roti (menggunakan enzim enzim betaglukanase, proteinase), industri amiloglukosidase), pembuatan bir industri tekstil

(menggunakan

(menggunakan enzim amilase), industri kulit (menggunakan enzim tripsin), industri farmasi dan obat-obatan (menggunakan enzim tripsin, enzim pankreatic tripsin)

Pembuatan Enzim Skala Laboratorium Untuk mengawali proses pembuatan enzim, hal yang dipersiapkan adalah sebotol kecil mikroorganisme tertentu yang akan dipelihara dan dikembangkan hingga terjadinya proses penggandaan dalam jumlah banyak. Kemudian produk yang diinginkan akan diperoleh. Bahan yang paling penting dalam pembuatan enzim adalah kehadiran mikroorganisme, semisal bakteri. Bakteri tunggal mampu memproduksi enzim dalam jumlah yang kecil, semakin banyak mikroorganisme yang terlibat maka akan menghasilkan jumlah enzim yang lebih banyak. Proses penggandaan mikroorganisme inilah yang disebut dengan proses fermentasi.

Untuk menghasilkan enzim dalam skala industri, tetap saja diawali oleh sebotol kecil mikroorganisme yang dipersiapkan untuk itu. Umumnya mikroorganisme dalam bentuk kering atau sudah dalam bentuk terbekukan untuk menjaga dari gangguan lingkungan yang mampu mengubah keadaan

mikroorganisme tersebut atau malah dapat mematikannya. Mikroorganisme tertentu yang dipersiapkan tersebut dinamakan production strain, atau mikroorganisme jenis tertentu yang merupakan cikal bakal produk enzim. Hal yang sangat penting diperhatikan dalam proses fermentasi adalah sterilisasi. Untuk memperoleh enzim sesuai dengan yang diinginkan, strain produksi dan bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan enzim haruslah benar-benar terjaga dari kontaminan atau mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Hal ini untuk menjaga produk dan menghilangkan kegagalan produk, Jika strain produksi tidak dijaga dari kontaminan, kemungkinan akan terjadi penggandaan yang tidak terkendali, mikroorganisme antah barantah akan muncul dengan tujuannya masing-masing dan dalam keadaan ini produk yang diinginkan tidak akan diperoleh. Strain produksi, disebut juga bibit untuk produksi enzim, pada mulanya dibiakan dalam labu kecil yang mengandung nutrien. Nutrien adalah persediaan bahan makanan untuk mikroorganisme tertentu yang akan dikembangbiakkan. Labu tersebut ditempatkan dalam inkubator, sebuah alat yang mampu menjaga temperatur optimal bagi pertumbuhan mikroorganisme yang dimaksud.

Tahap selanjutnya, bibit dipindahkan ke dalam peralatan yang akan memfermentasikan bibit mikroorganisme tersebut. Peralatan yang lebih besar dari labu kecil tadi, sebelumnya telah mengandung bahan baku dan air sebagai medium perkembangannya. Fermentasi akan berlangsung dengan membiarkan sel-sel mengalami penggandaaan dan menyesuaikan dengan lingkungan dan nutriennya. Selanjutnya dipindahkan ke tanki yang lebih besar yang merupakan alat fermentasi utama. Dalam proses ini akan dilakukan pengontrolan terhadap waktu fermentasi, temperatur, pH, dan udara sedemikian rupa untuk mengoptimasi pertumbuhan sehingga hasil fermentasi yang diinginkan dapat diperoleh. Proses selanjutnya adalah proses penyaringan (filtrasi) dan pemurnian (purifikasi). Campuran sel, nutrien, dan enzim disebut dengan air kaldu. Proses filtrasi dan purifikasi terhadap air kaldu ini adalah proses paling menentukan dalam proses fermentasi enzim. Enzim akan ditarik (diekstrak) dari air kaldu melalui proses kimia yang melibatkan beberapa bahan kimia tertentu untuk mendapatkan ekstraksi yang efisien. Filtrasi dilakukan dengan mekanisme sentrifugasi. Campuran kaldu dimasukkan dalam alat centrifuse, sehingga terbentuk pemisahan campuran antara enzim bercampur air dan bahan lain dalam kaldu. Setelah terpisah, proses selanjutnya yang dilakukan adalah penguapan (evaporasi) terhadap air yang masih bercampur dengan enzim sehingga enzim yang diinginkan benar-benar murni. Enzim akan diformulasikan dalam bentuk bubuk, atau tetap dalam keadaan cair, dapat juga dalam bentuk granul. Harus dipastikan bahwa produk enzim yang dihasilkan dalam keadaan stabil, penyimpanan sesuai standar, dan harus aman untuk digunakan. Industri berbasis biokimia, khususnya fermentasi memiliki bidang penjaminan mutu yang sangat teliti. Tugasnya adalah untuk mengontrol setiap waktu proses produksi dan produk akhir enzim sehingga layak dijual sesuai dengan spesifikasi dan kegunaan enzim yang diproduksi.

II.4 Kegunaan Enzim

1. Peran enzim dalam metabolisme


Metabolisme merupakan sekumpulan reaksi kimia yang terjadi pada makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup. Reaksi-reaksi ini meliputi sintesis molekul besar menjadi molekul yang lebih kecil (anabolisme) dan penyusunan molekul besar dari molekul yang lebih kecil (katabolisme). Beberapa reaksi kimia tersebut antara lain respirasi, glikolisis, fotosintesis pada tumbuhan, dan protein sintesis. Dengan mengikuti ketentuan bahwa suatu reaksi kimia akan berjalan lebih cepat dengan adanya asupan energi dari luar (umumnya pemanasan), maka seyogyanya reaksi kimia yang terjadi pada di dalam tubuh manusia harus diikuti dengan pemberian panas dari luar. Sebagai contoh adalah pembentukan urea yang semestinya membutuhkan suhu ratusan derajat Celcius dengan katalisator logam, hal tersebut tidak mungkin terjadi di dalam suhu tubuh fisiologis manusia, sekitar 37 C. Adanya enzim yang merupakan katalisator biologis menyebabkan reaksi-reaksi tersebut berjalan dalam suhu fisiologis tubuh manusia, sebab enzim berperan dalam menurunkan energi aktivasi menjadi lebih rendah dari yang semestinya dicapai dengan pemberian panas dari luar. Kerja enzim dengan cara menurunkan energi aktivasi sama sekali tidak mengubah G reaksi (selisih antara energi bebas produk dan reaktan), sehingga dengan demikian kerja enzim tidak berlawanan dengan Hukum Hess 1 mengenai kekekalan energi. Selain itu, enzim menimbulkan pengaruh yang besar pada kecepatan reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme. Reaksi-reaksi yang berlangsung selama beberapa minggu atau bulan di bawah kondisi laboratorium normal dapat terjadi hanya dalam beberapa detik di bawah pengaruh enzim di dalam tubuh.

2. Pemanfaatan enzim sebagai alat diagnosis Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok: 1) Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ akibat penyakit tertentu.

10

Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti prinsip bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di cairan ekstrasel dalam jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada bagian kecil enzim yang berada di cairan ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang mati dan pecah sehingga mengeluarkan isinya (enzim) ke lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat sedikir dan tetap. Apabila enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah lebih besar dari yang seharusnya, atau mengalami peningkatan yang

bermakna/signifikan, maka dapat diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh kebocoran akibat pecahnya membran) sel secara besar-besaran. Kematian sel ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti keracunan bahan kimia (yang merusak tatanan lipid bilayer), kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi (virus), berkurangnya aliran darah sehingga lisosom mengalami lisis dan mengeluarkan enzim-enzimnya, atau terjadi perubahan komponen membrane sehingga sel imun tidak mampu lagi mengenali sel-sel tubuh dan sel-sel asing, dan akhirnya menyerang sel tubuh (penyakit autoimun) dan mengakibatkan kebocoran membrane.

Contoh penggunaan enzim sebagai petanda adanya suatu kerusakan jaringan adalah sebagai berikut:

Peningkatan aktivitas enzim renin menunjukkan adanya gangguan perfusi darah ke glomerulus ginjal, sehingga renin akan menghasilkan angiotensin II dari suatu protein serum yang berfungsi untuk menaikkan tekanan darah.

Peningkatan jumlah Alanin aminotransferase (ALT serum) hingga mencapai seratus kali lipat (normal 1-23 sampai 55U/L) menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis, peningkatan sampai dua puluh kali dapat terjadi pada penyakit mononucleosis infeksiosa, sedangkan peningkatan pada kadar yang lebih rendah terjadi pada keadaan alkoholisme.

Peningkatan jumlah tripsinogen I (salah satu isozim dari tripsin) hingga empat ratus kali menunjukkan adanya pankreasitis akut, dan lain-lain.

11

2) Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis. Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk mencari petanda (marker) suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Kelebihan penggunaan enzim sebagai suatu reagensia adalah pengukuran yang dihasilkan sangat khas dan lebih spesifik dibandingkan dengan pengukuran secara kimia, mampu digunakan untuk mengukur kadar senyawa yang jumlahnya sangat sedikit, serta praktis karena kemudahan dan ketepatannya dalam mengukur. Contoh penggunaan enzim sebagai reagen adalah sebagai berikut:
Uricase

yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteri Arthobacter

globiformis dapat digunakan untuk mengukur asam urat.


Pengukuran

kolesterol dapat dilakukan dengan bantuan enzim kolesterol-

oksidase yang dihasilkan bakteri Pseudomonas fluorescens.


Pengukuran

alcohol, terutama etanol pada penderita alkoholisme dan

keracunan alcohol dapat dilakukan dengan menggunakan enzim alcohol dehidrogenase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisciae, dan lainlain.

3) Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia.


Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang dilacak dan diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang digunakan. Selain itu, tidak semua senyawa memiliki enzimnya, terutama senyawa-senyawa sintetis. Oleh karena itu, pengenalan terhadap substrat dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam hal ini enzim berfungsi dalam memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen.

Contoh penggunaannya adalah sebagai berikut:

Pada teknik imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked Immuno Sorbent Assay), antibodi mengikat senyawa yang akan diukur, lalu antibodi kedua yang sudah ditandai dengan enzim akan mengikat senyawa yang sama. Kompleks

12

antibodi-senyawa-antibodi ini lalu direaksikan dengan substrat enzim, hasilnya adalah zat berwarna yang tidak dapat diperoleh dengan cara imunosupresi biasa. Zat berwarna ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah senyawa yang direaksikan. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah peroksidase, fosfatase alkali, glukosa oksidase, amilase, galaktosidase, dan asetil kolin transferase.

Pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul kecil seperti obat atau hormon ditandai oleh enzim tepat di situs katalitiknya, menyebabkan antibodi tidak dapat berikatan dengan molekul (obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.

3. Pemanfaatan enzim di bidang pengobatan Pemanfaatan enzim dalam pengobatan meliputi penggunaan enzim sebagai obat, pemberian senyawa kimia untuk memanipulasi kinerja suatu enzim dengan demikian suatu efek tertentu dapat dicapai (enzim sebagai sasaran pengobatan), serta manipulasi terhadap ikatan protein-ligan sebagai sasaran pengobatan. 1) Penggunaan enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian enzim untuk mengatasi defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam tubuh manusia untuk mengkatalis rekasi-reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya pemberian enzim sebagai pengobatan, maka keadaan defisiensi enzim dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara dan bersifat menetap. Contoh keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara adalah defisiensi enzim-enzim pencernaan. Seperti yang diketahui, enzim-enzim pencernaan sangat beragam, beberapa di antaranya adalah protease dan peptidase yang mengubah protein menjadi asam amino, lipase yang mengubah lemak menjadi asam lemak, karbohidrase yang mengubah karbohidrat seperti amilum menjadi glukosa serta nuklease yang mengubah asam nukleat menjadi nukleotida. Adapun defisiensi enzim yang bersifat menetap menyebabkan banyak kelainan, yang biasanya juga disebut sebagai kelainan genetic mengingat enzim merupakan protein yang ditentukan oleh gen. Contoh kelainan akibat defisiensi enzim antara lain adalah hemofilia. Hemofilia

13

adalah suatu keadaan di mana penderita mengalami kesulitan penggumpalan darah (cenderung untuk pendarahan) akibat defisiensi enzim-enzim terkait penggumpalan darah. Saat ini telah diketahui ada tiga belas faktor, sebagian besar adalah protease dalam bentuk proenzim, yang diperlukan dalam proses penggumpalan darah. Pada penderita hemofilia, terdapat gangguan/defisiensi pada faktor VIII (Anti-Hemophilic Factor), faktor IX, dan faktor XI. Kelainan ini dapat diatasi dengan transfer gen yang mengkode faktor IX. Diharapkan gen tersebut dapat mengkode enzim-enzim protease yang diperlukan dalam proses penggumpalan darah. 2) Enzim sebagai sasaran pengobatan merupakan terapi di mana senyawa tertentu digunakan untuk memodifikasi kerja enzim, sehingga dengan demikian efek yang merugikan dapat dihambat dan efek yang menguntungkan dapat dibuat. Berdasarkan sasaran pengobatan, dapat dibagi menjadi terapi di mana enzim sel individu menjadi sasaran dan terapi di mana enzim bakteri patogen yang menjadi sasaran. a) Pada terapi di mana enzim sel individu sebagai sasaran kinerja terapi, digunakan senyawa-senyawa untuk mempengaruhi kerja suatu enzim sebagai penghambat bersaing. Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini adalah:

Diabetes Melitus. Pada penyakit Diabetes Melitus, senyawa yang


diinduksikan adalah akarbosa (acarbose), di mana akarbosa akan bersaing dengan amilum makanan untuk mendapatkan situs katalitik enzim amilase (pankreatik -amilase) yang seyogyanya akan mengubah amilum menjadi glukosa sederhana. Akibatnya reaksi tersebut akan terganggu, sehingga kenaikan gula darah setelah makan dapat dikendalikan.

Penumpukan cairan. Enzim anhidrase karbonat merupakan enzim yang


mengatur pertukaran H dan Na di tubulus ginjal, di mana H akan terbuang keluar bersama urine, sedangkan Na akan diserap kembali ke dalam darah. Adalah senyawa turunan sulfonamida, yaitu azetolamida yang berfungsi menghambat kerja enzim tersebut secara kompetitif sehingga pertukaran kation di tubulus ginjal tidak akan terjadi. Ion Na akan dibuang keluar bersama dengan urine. Sifat ion Na yang higroskopis menyebabkan air akan

14

ikut keluar bersamaan dengan ion Na; hal ini membawa keuntungan apabila terjadi penumpukan cairan bebas di ruang antar sel (udem). Dengan kata lain senyawa azetolamida turut berperan dalam menjaga kesetimbangan cairan tubuh.

Pengendalian tekanan darah diatur oleh enzim renin-EKA dan angiosintase.


Enzim renin-EKA berperan dalam menaikkan tekanan darah dengan menghasilkan produk angiotensin II, sedangkan angiosintase bekerja terbalik dengan mengurangi aktivitas angiotensin II. Untuk menghambat kenaikan tekanan darah, maka manipulasi terhadap kerja enzim khususnya EKA dapat dilakukan dengan pemberian obat penghambat EKA (ACE Inhibitor). b) Pada terapi di mana enzim mikroorganisme yang menjadi sasaran kerja, digunakan prinsip bahwa enzim yang dibidik tidak boleh mengkatalisis reaksi yang sama atau menjadi bagian dari proses yang sama dengan yang terdapat pada sel pejamu. Hal ini bertujuan untuk melindungi sel pejamu, sekaligus meningkatkan spesifitas terapi ini. Karena yang dibidik adalah enzim mikroorganisme, maka penyakit yang dihadapi kebanyakan adalah penyakitpenyakit infeksi. Contoh terapi dengan menjadikan enzim mikroorganisme sebagai sasaran kerja antara lain: Pada penyakit tumor, sel tumor dapat dikendalikan perkembangannya dengan menghambat mitosisnya. Mitosis sel tumor membutuhkan DNA baru (purin dan pirimidin baru). Proses ini membutuhkan asam folat sebagai donor metil yang dapat dibuat oleh mikroorganisme sendiri dengan memanfaatkan bahan baku asam p-aminobenzoat (PABA), pteridin, dan asam glutamat. Suatu analog dari PABA, yaitu sulfonamida dan turunannya dapat dimanfaatkan untuk menghambat pemakaian PABA untuk membentuk asam folat. Penggunaan antibiotika, yaitu senyawa yang dikeluarkan oleh suatu mikroorganisme di alam bebas dalam rangka mempertahankan substrat dari kolonisasi oleh mikroorganisme lain dalam memperebutkan sumber daya, juga berperan dalam terapi. Contohnya adalah penisilin, suatu antibiotik yang menghambat enzim transpeptidase yang mengkatalisis dipeptida Dalanil D-alanin sehingga peptidoglikan di dinding sel bakteri tidak terbentuk

15

dengan sempurna. Bakteri akan rentan terhadap perbedaan tekanan osmotik sehingga gampang pecah. Penggunaan antibiotika, yaitu senyawa yang dikeluarkan oleh suatu mikroorganisme di alam bebas dalam rangka mempertahankan substrat dari kolonisasi oleh mikroorganisme lain dalam memperebutkan sumber daya, juga berperan dalam terapi. Contohnya adalah penisilin, suatu antibiotik yang menghambat enzim transpeptidase yang mengkatalisis dipeptida Dalanil D-alanin sehingga peptidoglikan di dinding sel bakteri tidak terbentuk dengan sempurna. Bakteri akan rentan terhadap perbedaan tekanan osmotik sehingga gampang pecah. Perbedaan mekanisme sintesis protein antara mikroorganisme dan sel pejamu
juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu prinsip terapi. Penggunaan antibiotika tertentu dapat menghambat sintesis protein pada mikroorganisme. Contohnya antara lain:

16

BAB III PENUTUP III.1 Kesimpulan

1.

Pengertian enzim secara umum yaitu enzim merupakan senyawa organik bermolekul besar yang berfungsi untuk mempercepat jalannya reaksi metabolisme di dalam tubuh tanpa memperngaruhi keseimbangan reaksi. Enzim banyak berperan pada pemecahan beberapa masalah vital di era modern seperti sekarang, misalnya produksi makanan, kekurangan dan pemeliharaan energi, dan peningkatan lingkungan dan beberapa industri.

2.

Berbagai enzim yang digunakan secara komersial berasal dari jaringan tumbuhan, hewan, dan dari mikroorganisme yang terseleksi.

3.

Produksi enzim secara industri saat ini sangat mengandalkan metode fermentasi tangki dalam (deep tank). Dalam produksi enzim, menggunakan batch untuk proses fermentasi dengan aerasi yang baik (diagram 1), tetapi proses mungkin ditingkatkan dengan memelihara satu atau beberapa komponen selama fermentasi.

4.

Produk enzim dari mikroba harus memenuhi spesifikasi yang ketat berkenaan dengan sifat racun dan aspek keamanan yang lain dengan legislasi.

5.

Untuk mengatasi hambatan pemisahan enzim dari substratnya dan produk, serta enzim yang sulit untuk digunakan secara berulang-ulang, maka dilakukan proses immobilisasi.

6.

Saat ini, produsen enzim komersial memasarkan enzim dalam bentuk kasar karena proses isolasinya lebih sederhana, terutama digunakan dalam makanan dan dalam beberapa industri.

17

DAFTAR PUSTAKA

http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-aplikasi-enzim-dalam.html http://hermanbagus.blogspot.com/2011/10/makalah-biokimia-enzim-by-hermanbagus.html

http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/11/%E2%80%9Cisolasimikroorganisme-dalam-proses-pembuatan-enzim-sebagai-hasil-produk-di-bidangindustri%E2%80%9D/

http://www.biotek.lipi.go.id/index.php/produk/36-enzim http://julhasratman.blogspot.com/2012/01/mengenal-proses-pembuatan-enzim.html http://www.mapsenzymes.com/Making_of_Enzymes.asp

18

Anda mungkin juga menyukai