Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

PEMERIKSAAN KADAR GLUTAMAT PIRUVAT TRANSMIRASE

Disusun Oleh :

M. Geusan Andika D.L 10060316008

Riza Ramadhan 10060319164

Hasna Syakira Fauziah 10060319165

Siti Ainun Rohaniah 10060319166

Annisa Rahmawati 10060319167

Shift/Kelompok : E/6

Tanggal Percobaan : 25 Oktober 2022

Laporan Percobaan : 1 November 2022

Nama Asisten : Mutia Yustika, S.Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2022 M / 1444 H
PERCOBAAN V
PEMERIKSAAN GLUTAMAT PIRUVAT TRANSMIRASE

I. TUJUAN
1. Melakukan pemeriksaan glutamat piruvat transminase yang menunjukkan adanya
penyakit yang menyerang hati.
2. Mengintepretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh.

II. PRINSIP
Prinsip pengukuran kadar glutamat piruvat transminase (SGPT) yaitu serangkaian
reaksi enzimatis, dimana alanin aminotransferase (ALT) yang mengkatalis transmisi dari L-
alanin dan 2-Oksoglutarat yang membentuk piruvat dan L-glutamat. Selanjutnya, piruvat yang
terbentuk direduksi menjadi L-Laktat oleh laktat dehidrogenase (LDH) dan NADH dan
teroksidasi menjadi NAD. Banyaknya NADH yang teroksidasi dari hasil penurunan serapan
sebanding dengan alanin aminotransferase (ALT) dan diukur dengan fotometri pada panjang
gelombang 340 nm.

III. TEORI DASAR


3.1 Hati
Hati adalah organ intestinal terbesar dalam tubuh manusia yang terletak pada kuadran
kanan atas abdomen tepat dibawah tulang rusuk kanan dan berhadapan dengan diafragma. Hati
memiliki dua aliran darah, 20% merupakan darah kaya oksigen dari arteri hepatik dan 80%
darah kaya nutrisi dari vena portal yang berasal dari organ intestinal, pankreas dan limfa
(Ghany & Hoofnagle, 2018).
 Beberapa fungsi hati diantaranya:
1. Metabolisme nutrisi
a. Metabolisme lemak
Lemak disintesis dari karbohidrat dan protein terutama di hati. Lemak yang diserap
oleh lakteal di vili usus memasuki hati melalui limfatik, terutama sebagai trigliserida.
Trigliserida di hati dapat dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas dan digunakan
untuk menghasilkan energi metabolik adenosin trifosfat (ATP), atau dapat dilepaskan ke dalam
aliran darah sebagai lipoprotein. Lipoprotein dibawa oleh darah dan disimpan di sel adiposa.
Hati juga mensintesis fosfolipid dan kolesterol, yang dibutuhkan untuk produksi hati dari garam
empedu, hormon steroid, komponen membran plasma dan molekul khusus lainnya (Ozougwu,
2017).
b. Metabolisme protein
Hati mensintesis protein plasma, termasuk albumin dan globulin (tidak termasuk
gammaglobulin), beberapa asam amino non esensial dan enzim serum termasuk aspartat
aminotransferase, alanine aminotransferase, dehidrogenase laktat, dan alkalin fosfatase.
(Ozougwu, 2017).
c. Metabolisme karbohidrat
Hati terlibat dalam stabilitas kadar glukosa darah dengan melepaskan glukosa selama
keadaan hipoglikemia (gula darah rendah) dan mengambil glukosa selama keadaan
hiperglikemia (gula darah tinggi) dan menyimpannya sebagai glikogen (glikoneogenesis) atau
mengubahnya menjadi lemak. Ketika semua glikogen telah digunakan, hati dapat mengubah
asam amino dan gliserol menjadi glukosa (Ozougwu, 2017).
d. Metabolisme Bilirubin 
Bilirubin adalah produk sampingan dari penghancuran sel darah merah yang sudah tua
memberi pigmen warna empedu hitam kehijauan dan menghasilkan semburat kuning penyakit
kuning. Makrofag yang merupakan sel kupfer mengambil dan mengancurkan sel darah merah
yang sudah tua dari sistem fagosit mononuklear, terutama di limpa dan hati. Dalam plasma,
bilirubin mengikat albumin dan dikenal sebagai bilirubin tak terkonjugasi atau bilirubin bebas,
yang larut dalam lemak. Dalam hati, bilirubin tak terkonjugasi bergerak dari plasma di sinusoid
ke dalam hepatosit. Dalam hepatosit, itoin dengan asam 9 glukuronat membentuk bilirubin
terkonjugasi, yang larut dalam air. Konjugasi mengubah bilirubin dari zat yang larut dalam
lipid yang dapat melewati membran biologis ke zat yang dapat larut dalam air yang dapat
diekskresikan dalam empedu. Ketika bilirubin terkonjugasi mencapai ileum distal dan kolon,
bilirubin dikonjugasi oleh bakteri dan diubah menjadi urobilinogen. Sebagian besar
urobilinogenis kemudian diekskresikan dalam urin dan sejumlah kecil dieliminasi melalui fases
(Ozougwu, 2017).

2. Sintesis dan Sekresi Protein 


Protein plasma yang disintesis di hati antara lain albumin, beberapa protein pengikat
dan faktor koagulasi serta hormon dan prekursor. Hati berperan dalam mempertahankan
tekanan onkotik plasma, faktor koagulasi, tekanan darah, pertumbuhan dan metabolisme
(Burman, 2014).

3. Fungsi regulasi dan hematologi


Hati mengatur komposisi darah meliputi gula, protein, lemak dan lainnya. Termasuk
juga bilirubin yang dikonjugasi menjadi bentuk lebih polar sehingga dapat diekskresikan
(Burman, 2014). Hati dapat menyimpan sejumlah besar darah karena jaringan pembuluh
darahnya yang luas. Jumlah yang disimpan pada satu durasi tergantung pada hubungan tekanan
di arteri dan vena. Hati juga dapat melepaskan darah untuk menjaga volume sirkulasi sistemik
jika terjadi perdarahan. Karena hati menerima semua darah vena dari usus dan pankreas, sel
kupfer di sinusoid memainkan peran penting dalam menghancurkan bakteri usus dan mencegah
infeksi. Hati juga memiliki fungsi hemostatik yaitu mensintesis prothrombin, fibrinogen, dan
faktor pembekuan (Ozougwu, 2017).

4. Proses Detoksifikasi
Hati memiliki fungsi sebagai detoksifikasi metabolik dengan mengubah bahan kimia
eksogen dan endogen, molekul asing, dan hormon untuk membuatnya kurang beracun. Dengan
cara ini alkohol, barbiturat, amfetamin, steroid dan hormon (termasuk estrogen, aldosteron,
hormon antidiuretik, dan testosteron) dimetabolisme atau didetoksifikasi, mencegah akumulasi
berlebihan dan efek samping. Tetapi dalam beberapa jangka waktu produk detoksifikasi
metabolik dapat menjadi racun. Hasil metabolisme alkohol, seperti acetaldehyde dan hidrogen.
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama dalam jangka waktu yang lama menyebabkan
produk hasil metabolisme alkohol dapat merusak hepatosit. Asetaldehida merusak mitokondria
seluler, dan kelebihan hidrogen meningkatkan penumpukan lemak (Ozougwu, 2017).

3.2 Enzim Aminotransferase


3.2.1 Aspartat Aminotransferase (AST)
Aspartat Aminotransferase (AST) atau Glutamat-oksaloasetat Transaminase (GOT)
adalah enzim mitokondria yang memerantarai reaksi pemindahan gugus amino antara asam
aspartat dan asam alfaketoglutamat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat. AST terdapat
pada jaringan dengan aktivitas metabolisme yang tinggi dan mengkatalis konversi bagian
nitrogen asam amino menjadi energi berbentuk ATP dalam siklus krebs. Sebanyak 20% AST
terdapat di sitoplasma dan 80% di mitokondria. AST terdapat di jantung, hati, otot rangka dan
ginjal. Bila jaringan tersebut mengalami kerusakan akut, maka kadar AST dalam serum akan
meningkat. Hal ini disebabkan oleh bebasnya enzim intraseluler dari sel yang rusak ke
sirkulasi. Kadar yang sangat meningkat menunjukan adanya nekrosis hepatoseluler atau infark
miokard. Kerusakan membran sel menyebabkan enzim Glutamat Oksaloasetat Transaminase
(GOT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya meningkat di dalam darah.
Sehingga dapat dijadikan indikator kerusakan hati (Ismail et al., 2014).
3.2.2 Alanine Aminotransferase (ALT)
Glutamic pyruvic Transminase (SGPT) atau Alanine aminotransferase (ALT)
termasuk kelompok enzim transaminase. Enzim SGPT banyak terdapat pada sel-sel
jaringan utama dan sumber utamanya adalah sel hati. Sehingga SGPT lebih khas untuk
penyakit hati. SGPT berperan dalam deaminasi asam amino, pengeluaran gugus amino dari
asam amino. SGPT memindahkan gugus amino pada alanine ke gugus keto dari α-
ketogutarat membentuk glutamate dan piruvat. Selanjutnya piruvat dirubah menjadi laktat.
Namun jika terjadi kerusakan sel-sel parenkim hati atau permeabilitas membrane akan
mengakibatkan enzim SGPT bebas keluar sel, sehingga enzim masuk ke pembuluh darah
melebihi keadaan normal dan kadarnya dalam darah akan meningkat. Secara normal organ
mengalami regenerasi sel termasuk hati. Pada keadaan ini sel yang telah rusak digantikan
oleh sel yang baru, jadi pada keadaan normal, keberadaan SGPT dalam darah itu normal,
hal tersebut terjadi karena regenerasi sel hati yang secara normal terjadi. Namun jika terjadi
kerusakan selsel parenkim hati atau permeabilitas membran akan mengakibatkan enzim
SGPT bebas keluar sel, sehingga enzim masuk ke pembuluh darah melebihi keadaan
normal sehingga kadar dalam darah akan meningkat (Satriya Wijaya, 2011).
Nilai normal SGPT atau ALT adalah 5-35 lU/L. Kadar SGPT meningkat pada
keadaan hampir semua penyakit hati. Kadar yang teringgi ditemukan dalam hubungannya
dengan keadaan yang menyebabkan nekrosis hati yang luas, seperti hepatitis virus yang
berat, cedera hati akibat toksin, atau kolaps sirkulasi yang berkepanjangan. Kenaikan kadar
transaminase terjadi paling awal dalam perjalanan penyakit sebelum terjadi perubahan dari
tes-tes yang lain. Kadar transaminanise serum adalah tes yang paling akhir kembali
menjadi normal dalam perjalanan penyakit hati, kadar transaminase juga dapat dipakai
sebagai petunjuk adanya kekambuhan dari suatu penyakit hati yang disertasi nekrosis sel-
sel hati (Satriya Wijaya, 2011).

3.3 Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis sampel
secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kuantitatif berhubungan dengan penentuan
(konsentrasi) zat dalam sampel, sedangkan analisis kualitatif berhubungan dengan
identifikasi zat atau penentuan keberadaan zat dalam sampel yang akan dianalisis (Lestari,
et.al., 2021)
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh
suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu. Sinar ultraviolet (UV) mempunyai
panjang gelombang antara 200-40, sedangkan untuk sinar tampak (visible) mempunyai
panjang gelombang 400-750 nm dengan prinsip sampel yang diamati memiliki warna
sehingga dapat dideteksi (Gandjar & Rohman, 2018).
IV. PROSEDUR PERCOBAAN
5.1 Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah vena diambil dari sukarelawan dan dimasukkan kedalam tabung
sentrifugasi. Sampel darah disentrifugasi menggunakan alat sentrifugasi dengan waktu dan
kecepatan tinggi yaitu 3000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan serum dan plasma
darah. Setelah Sentrifugasi terbentuk dua lapisan, dimana lapisan atas yang berwarna
jernih merupakan serum yang diambil dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi yang
baru dan diletakkan pada gelas beaker serta siap digunakan sebagai sampel uji.
5.2 Pembuatan Larutan Pereaksi
Reagen 1 (berisi buffer, L-Alanin, dan enzim LDH/laktat dehidrogenase)
dicampurkan dengan reagen 2 (berisi: 2-Oksoglutarat dan NADH) ke dalam tabung reaksi
dengan perbandingan (5:1), kemudian dihomogenkan.
5.3 Pembuatan Larutan Uji dan Pengujian SGPT
Serum dipipet sebanyak 100 μL menggunakan mikropipet dan sebanyak 1,0 mL
larutan pereaksi dipipet kedalam tabung reaksi. Kemudian dicampurkan hingga homogen
dan dibiarkan pada suhu 30oC / suhu ruangan (suhu pengujian) selama 1 menit. Setelah 1
menit, absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 340 nm dan aquadest sebagai blanko. Pengukuran penurunan absorbansi
diukur selama 3 menit dengan selang waktu 1 menit dan nilai rata-rata dari absorbansi
dihitung dengan rumus: (ΔA / menit). Kemudian aktivitas GPT dihitung dan dianalisa.
V. Data Pengamatan
5.1 Data Pengamatan Absorbansi
Menit Absorbansi
1 0,594
2 0,594
3 0,592
Dik :
 Faktor = 1768
 Faktor suhu 30 C = 0,69
o

- Perhitungan aktivitas GPT


A
GPT = x Faktor koreksi x Faktor suhu
Menit
( 0,594−0,594 ) +(0,594−0,592)
= x 1768 x 0,69
2
= 0,001 x 1768 x 0,69
= 1,219 IU/L
5.2 Data Pengamatan Aktivitas GPT tiap kelompok

Data kelompok A/menit Aktivitas GPT (IU/L)


1 0,0055 6,71
2 0,003 3,660
3 0,0035 4,270
4 0,0005 0,609
5 0,0095 11,589
6 0,001 1,219

Dik :
 Faktor = 1768
 Faktor suhu 30oC = 0,69

- Perhitungan aktivitas GPT


A
GPT = x Faktor koreksi x Faktor suhu
Menit
0,0055
GPT1 = x 1768 x 0,69= 6,71 IU/L
2
0,003
GPT2 = x 1768 x 0,69 = 3,660 IU/L
2
0,0035
GPT3 = x 1768 x 0,69= 4,270 IU/L
2
0,0005
GPT4 = x 1768 x 0,69= 0,609 IU/L
2
0,0095
GPT5 = x 1768 x 0,69= 11,589 IU/L
2
0,002
GPT6 = x 1768 x 0,69 = 1,219 IU/L
2

- Perhitungan rata-rata GPT


GPT 1+GPT 2+ GPT 3+GPT 4 +GPT 5+GPT 6
Rata-rata (x̄) GPT =
6
x̄ GPT =
6,71 IU /L+3,660 IU /L+ 4,270 IU / L+0,609 IU / L+11,589 IU / L+ 1,219 IU /L
6
GPT = 4,676 IU/L

5.3 Perhitungan SD dan RSD


- Perhitungan SD

SD =

Ket :
√ ∑ ( xn−x̄ )2
n−1

xn = kadar uji
x̄ = rata-rata kadar uji
n = jumlah sampel uji
SD=


2 2 2 2 2
( 6,71−4,676 ) + ( 3,660−4,676 ) + ( 4,270−4,676 ) + ( 0,609−4,676 ) + ( 11,589−4,676 ) + ( 1
6−1
SD =

81,614

SD = 4,040
5

- Perhitungan RSD
SD
RSD = × 100 %

4,040
RSD = ×100 %
4,676
RSD = 86,398 %

VI. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan kadar enzim Alanin Aminotransferase
(ALT) atau juga dikenal sebagai Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT). Bersama
dengan enzim Aspartat Aminotransferase (AST), enzim ini disekresikan di hati, sehingga
bersifat spesifik (Liu, 2014). Karena spesifisitasnya ini, pengukuran enzim ALT dapat
menjadi parameter kondisi hati, karena hati yang normal atau sehat akan mensekresikan
ALT dalam rentang jumlah tertentu, sehingga jika kadarnya lebih kecil atau lebih besar
dari rentangnya, dapat diindikasikan bahwa hati mengalami gangguan. Enzim ALT ini
berperan dalam metabolisme protein menjadi energi (Liu, 2014). Pemeriksaan yang
digunakan untuk mengetahui adanya kenaikan enzim transaminase yaitu dengan
melakukan pemeriksaan serum glutamate piruvat transaminase (SGPT) atau serum
glutamate oksaloasetat transaminase (SGOT), tetapi pemeriksaan serum glutamate piruvat
transaminase (SGPT) lebih spesifik dilakukan karena lebih banyak diproduksi di hati dari
pada enzim serum glutamate oksaloasetat transaminase (SGOT) (Ronika, 2012). Tempat
ditemukannya SGOT SGPT kedua enzim ini biasaya terkandung dalam hepatosit yang
merupakan sel tubuh yang memproduksi protein dan enzom intraseluler termasuk
transaminase. Ezim yang dihasilkan oleh hepatosit selain SGPT dan SGOT yakni ALT,
AST. SGPT terdapat pada sel darah merah, otot jantung, otot skelet, otak dan ginjal.
Sedangkan untuk SGOT ditemukan pada hati. Enzim tersebut akan dikeluatkan dari
hepatosit jika terdapat peradangan atau kerusakan pada sel tersebut. (Satriya Wijaya,
2011).
Hati adalah organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalam
tubuh. Organ hati terlibat dalam metabolisme paling kompleks di dalam tubuh,
metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat dan toksikan, dan mendetoksifikasi zat
kimia yang tidak berguna atau merugikan tubuh. Terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi kerusakan hati, seperti misalnya virus, bakteri, toksisitas dari obat-obatan
dan bahan kimia serta konsumsi alkohol yang berlebihan (Fauziyah, 2015). Salah satu
penyakit yang disebabkan oleh konsumsi alkohol yaitu penyakit hati alkoholik (alcoholic
liver disease). Terdapat hubungan langsung antara konsumsi minuman keras beralkohol
dengan mortalitas akibat sirosis hati. Gangguan mekanisme di hati dapat mengakibatkan
terjadinya pembengkakan dengan adanya kenaikan enzim transaminase yang diproduksi
oleh hati (Herlida, 2015). 

Pengukuran enzim tersebut dilakukan untuk membedakan penyakit obstruktif


dengan penyakit hepatoselular. Perbedaan antara penyakit obstruktif dengan hepatoselular
ini adalah pada penyakit obstruktif ini ditandai dengan adanya kerusakan pada organ dalam
hal ini adalah hati dimana adanya kerusakan tersebut menyebabkan dilepaskannya enzim-
enzim yaitu seperti ALT dan AST (Rosida, 2016). Sedangkan penyakit hepatoselular ini
untuk mendiagnosanya adalah tidak mengukur enzim tersebut namun dengan mengukur
tingkat alpha-fetoprotein dalam darah (Nurchalisa, 2018).

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pemeriksaan kadar glutamat piruvat
transaminase terhadap serum darah dengan melakukan pemeriksaan glutamat piruvat
transaminase yang menunjukan adanya penyakit yang menyerang hati berdasarkan reaksi
enzimatis, menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm dan
menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh, dalam menegakkan diagnosis
kondisi patologis. Metode yang digunakan untuk percobaan pemeriksaan glutamat piruvat
transaminase adalah metode enzimatik. Pengukuran kadar ALT dilakukan dengan metode
enzimatis, yaitu reaksi yang melibatkan substrat dan enzim, sehingga akan menghasilkan
produk yang bisa dideterminasi. Reaksinya berlangsung dalam 2 tahapan, yaitu sebagai
berikut:
ALT
L-Alanin + 2-oksoglutarat                          piruvat +L-glutamat

 
LDH
Piruvat +NADH                      L-laktat + NAD
Pada tahap pertama, ALT akan mengkatalisis transfer gugus amino (NH2) dari
alanin ke ɑ-ketoglutarat, sedangkan oksigen (O) yang disubstitusi akan terikat pada alanin
di binding site gugus amino, sehingga dihasilkan glutamat dan piruvat sebagai produk yang
selanjutnya akan direaksikan kembali. Reaksi ini berlangsung dalam perbandingan yang
sebanding atau berbanding lurus, dimana semakin banyak enzim ALT, maka semakin cepat
pula reaksi yang terjadi, dan piruvat yang dihasilkan akan semakin banyak.

Metode enzimatis ini digunakan karena memiliki sensitivitas dan spesifitas tinggi,
pengukuran mudah, kinerja spektrofotometri cepat (Saputri, 2020). Prinsip metode ini
yaitu alanin aminotransferase (ALT) mengkatalis transaminase dari L-alanine dan a-
ktaglutarate membentuk Lglutamate dan pyruvate, pyruvate yang terbentuk di reduksi
menjadi laktat oleh enzim laktat sehidrogenase (LDH) dan nicotinamide adenine
dinucleotide (NADH) teroksidasi menjadi NAD. Banyaknya NADH yang teroksidasi hasil
penurunan serapan (absorbance) berbanding lngsung dengan aktivitas ALT dan diukur
secara fotometrik (Pratama, 2015).

Tahapan selanjutnya adalah penetapan kadar. Prosesnya dilakukan dengan metode


Spektrofotometri UV/Vis. Mekanisme analisis dengan metode ini adalah penembakan
suatu analit didalam wadah (kuvet) dengan sinar UV-Visible, yaitu sinar dengan panjang
gelombang 200 – 800 nm. Analit dengan gugus kromofor atau auksokrom yang memiliki
ikatan rangkap (ikatan phi) selang-seling, memiliki kemampuan untuk menyerap energi
dari sinar tersebut dan dinyatakan sebagai Absorbansi (Tati, 2017). Pemilihan metode ini
didasarkan pada sifat NADH dan NAD+ yang dapat menyerap radiasi pada panjang
gelombang UV-Visible. Kemampuannya dalam menyerap radiasi ini disebabkan oleh
struktur NADH dan NAD+ yang memiliki gugus kromofor. Hal ini dapat terjadi karena
radiasi yang mengenai kromofor dapat diserap, dengan cara menarik elektron dari keadaan
dasarnya (ground state) ke keadaan tereksitasi (Tati, 2017). Banyaknya radiasi yang
diserap menyatakan besarnya Absorbansi.Digunakan panjang gelombang 340 nm karena
spektrofotometri pada panjang gelombang tersebut mengakibatkan transisi elektronik,
yaitu promosi elektron-elektron dari ortbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke
orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih rendah (Jati, 2018). 
Figure 1 Gugus Kromofor pada NADH

Percobaan dilakukan dengan sampel berupa serum darah. Serum darah digunakan
karena pada ALT yang dihasilkan secara berlebih, akan dilepaskan ke aliran darah (Senior,
2012). Darah yang diambil ditampung dan disentrifugasi pada rpm yang sesuai, sehingga
akan terjadi pemisahan berupa supernatant (serum) dan pellet (endapan), karena perbedaan
massa jenis (Liu, 2014). Sel darah dengan massa jenis lebih besar akan terdorong ke
dinding tabung dan lama kelamaan akan mengendap, sementara ALT tetap berada dalam
serum. Serum yang diperoleh selanjutnya dikumpulkan dan dipisahkan untuk digunakan
dalam pengujian.

Selanjutnya dilakukan pengukuran larutan tes dengan menggunakan


Spektrofotometri. Menurut Basset (1994), Spektrofotometri merupakan suatu metode
analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan
berwarna pada panjang gelombang spesifik. Prinsip kerja spektrofotometri didasarkan pada
hukum Lambert-Beer yaitu bila cahaya monokromatik melalui suatu media cahayanya
diserap, sebagian dipantulkan, sebagian lagi dipancarkan. Pengukuran ini dilakukan
sebanyak tiga kali (triplo) untuk melihat ketepatan pengujian. Hasil absorbansi dari ketiga
pengukuran tersebut didapatkan hasil yang berturut-turut 0,594 , 0,594 dan 0,592.Menurut
Dirjen POM (2014) range nilai absorbansi yang baik yaitu berkisar atara 0,2-0,8, di daerah
ultraviolet atau cahaya tampak ,sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan
literatur .Dari hasil pengukuran larutan tes, didapatkan kadar alanin aminotransferase
(ALT) atau glutamate piruvat transaminase (SGPT) pengukuran pertama yaitu 6,71 IU/L,
pada pengukuran kedua yaitu 3,660 IU/L, dan pada pengukuran ketiga yaitu 4,270
IU/L,pada pegukuran keempat yaitu 11,589 IU/L,pada pengukuran kelima yaitu 0,609
IU/L,dan pada pengukuran keenam yaitu 1,219 IU/L. Sehingga didapatkan rata-rata kadar
ALT yaitu 4,676 IU/L, dari hasil tersebut berada direntang normal yaitu antara <26 IU/L
pada faktor suhu 30oC.  Kadar ALT atau SGPT normal pada orang dewasa dan anak-anak
adalah 4 – 36 IU/L pada suhu 37 ̊C. Nilai ini mungkin lebih tinggi pada laki-laki dan ras
Afrika-Amerika. Pada bayi nilainya dapat mencapai 2 kali lipat dan pada lansia dapat
sedikit lebih tinggi dari kadar pada orangdewasa (Pagana, 2013 : 39). SPGT pada kondisi
normal merupakan indikator yang speksifik pada peradangan hati dari pada SGOT. SGOT
dapat meningkatkan pada penyakit yang dapat mempengaruhi organ-organ lain (Ahmad
Reza, 2017).

Setelah dilakukan perhitungan kadar glutamate piruvat transaminase didalam


serum darah dilakukan pula perhitungan SD dan RSD. Tujuan perhitungan tersebut adalah
untuk melihat kepresisian metode yang digunakan dalam menganalisis kadar glutamate
piruvat transaminase. Dimana hasil yang didapatkan yaitu pada nilai SD sebesar 14,040
dan pada nilai RSD sebesar 86,398%. Berdasarkan perhitungan pada nilai RSD tersebut
menunjukkan bahwa tidak memenuhi persyaratan nilai RSD yang baik yaitu <2%
(Riyanto,2014). Faktor yang dapat mempengaruhi nilai RSD yaitu pemilihan metode
uji,kompetensi personil,kalibrasi atau verifikasi alat uji serta penggunaan bahan kimia yang
tepat (Ulfianti,2017).

VII. Kesimpulan
Berdasarkan Percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

7.1 Pemeriksaan kadar Glutamat Piruvat Transferase dapat dilakukan dengan


menggunakan metode enzimatik dan ditetapkan menggunakan spektrofotometri,
dimana absorbansi yang didapat menunjukan perubahan NADH menjadi NAD.
7.2 Kadar ALT yang didapat berada pada nilai normal yaitu 4,676 IU/L, namun nilai RSD
yang dihasilkan sebesar 86% sehingga perlu dilakukan pengujian ulang agar
didapatkan hasil yang lebih perisisi.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Reza, B. R. (2017). Perbedaan Kadar SGOT dan DGPT Antara Subyek Dengan
Tanpa Diabetes Mellitus. Jurnal Kedokteran Diponegoro, Vol.6, No.1.
Basset J. dan Mendham. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Jakarta : Buku kedokteran EGC
Fauziyah, Ageng Hasna. (2015). Uji Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Air Sarang
Burung Walet Putif (Collocalia Fuciphaga Thunberg) Terhadap Aktivitas SGPT
dan SGOT Pada Tikus Putih jantan Galur Sparague Dawley. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Gandjar, I. G. dan Rohman, A. (2018). Kimia Farmasi Analisis Spektroskopi Molekuler
Untuk Analisis Farmasi, Pustaka Pelajar,. Yogyakarta: Ghasemzadeh, A.
Ghany M.G., & Hoofnagle J.H. (2018). Approach to the patient with liver disease.
Jameson J, & Fauci A.S., & Kasper D.L., & Hauser S.L., & Longo D.L., &
Loscalzo J(Eds.), Harrison's Principles of Internal Medicine, 20e. McGraw Hill.
Herlida. (2015). Hubungan Skor Apri (Aspartat Aminotransferase to Platelet Ratio Index)
Dengan Derajat Keparahan Sirosis Hati Di Rsud Dokter Soedarso Pontianak.
Pontianak: Universitas Tanjungpura.
Ismail, A., Riaz, M., Akhtar, S., Ismail, T., Amir, M. and Zafar-ul-Hye, M., (2014).
Heavy metals in vegetables and respective soils irrigated by canal, municipal
waste and tube well waters. Food Additives & Contaminants: Part B. 7(3): 213-
19.
Jati, A. R. (2018). Perbedaan kadar total protein berdasarkan penggunaan kuvet dan
tabung reaksi baru. Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Burman, et al. (2014). Hepatitis B management in vulnerable populations: gaps in disease
monitoring and opportunities for improved care. Dig Dis Sci.
Lestari, et.al. (2021). Spektrofotometri merupakan metode yang dapat digunakan untuk
analisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan
dalam menentukan kadar (konsentrasi) suatu zat dalam sampel yang akan
dianalisis.
Liu, et. al. (2014). Alanine Aminotransferase-Old Biomarker and New Concept: A
Review. International Journal of Medical Science. 11 (9): 925–935.
Nurchalisa, Saragih. (2018). Identifikasi Penyakit Hepatocelullar Carcinoma (HCC) pada
Citra CT-Scan Menggunakan Probabilitas Neural Network. Skripsi. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Ozougwu, J.C. (2017). Physiology of the Liver. International Journal of Research in
Pharmacy and Biosciences, 4, 13-24.
Pagana, K.D., dan Pagana T. J. (2013). Mosby’s Manual of Diagnostic and Laboratory
Test, 5 th Edition Elsevier Health Sciences. [E-book]
Pratama, Henggar Allest. (2015). Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus (Chana Striata) Terhadap
Kadar IFN-ɤ Pasien Tuberkulosis Paru Dengan Pengobatan Fase Intensif.
Jember: Universitas Jember.
Riyanto. (2014). Validasi dan Verifikasi Metode Uji. Yogyakarta: Deepublish.
Ronika, C. (2012). Peningkatan Kadar Serum Glutamic Piruvic Transaminase (Sgpt)
Pada Tikus Wistar (Rattus Norvegicus) Jantan Yang Dipapar Stresor Rasa Sakit
Renjatan Listrik. Jember: Universitas Jember.
Rosida, A. (2016). Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati, Volume 12, Number 1.
Banjarmasin: Fakultas Kedokteran Lambung Mangkurat
Saputri, R. A. (2020). Membandingkan kadar kolesterol total menggunakan metode
enzimatik kolorimetrik dan metode point of care testing pada pasien hipertensi.
Sekolah tinggi ilmu kesehatan perintis padang.
Satriya Wijaya, G. L. (2011). Pemeriksaan kadar sgot dan sgpt pada penderita pasca
demam berdarah dengue di rumah sakit usada sidoarjo. Universitas
Muhammadiyah Surabaya.
Senior, J. R. (2012). Alanine Aminotransferase: A Clinical and Regulatory Tool for
Detecting Liver Injury–Past, Present, and Future. Clinical Pharmacology &
Therapeutics. 92 (3): 332–339.
Tati, S. (2017). Dasar-Dasar Spektrofotometri UV-Vis dan Spektrometri Massa untuk
Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandar Lampung: CV. Anugrah Utama
Raharja.
Ulfiati, Ratu., Tri Purnami., Rona Malam Karina. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi
Presisi Dan Akurasi Data Hasil Uji Dalam Menentukan Kompetensi L.

Anda mungkin juga menyukai