Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASI - FARMAKOKINETIKA
Semester VII | Tahun Ajaran 2021/2022

Asisten Penanggung Jawab

Lela Marlina, S.Farm

Praktikan

M. Geusan Andika D.L(10060316008)

Kelompok/Shift 5/A

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E — Farmasetika


Program Studi Farmasi – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Islam Bandung
1443H/2021
PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini, hal yang dilakukan adalah Farmakokinetika sediaan
oral. Percobaan ini bertujuan untuk bertujuan untuk mengetahui dan memahami
prinsip dan cara menentukan profil farmakokinetika sediaan oral pada tikus.
Farmakokinetik secara definitif adalah ilmu yang mempelajari kinetika
absorbsi obat, distribusi, dan eliminasi (metabolisme dan ekskresi) (Shargel dan Yu,
2005). Fase farmakokinetik adalah perjalanan obat mulai titik masuk obat ke dalam
badan hingga mencapai tempat aksinya. Fase ini meliputi selama obat diangkut ke
organ yang ditentukan, setelah obat dilepas dari sediaan (Anies, 2007).
Pemberian obat secara oral merupakan metoda pengahantaran obat yang
paling banyak digunakan. Tetapi, pemberian obat melalui rute ini memiliki
beberapa permasalahan seperti laju pengosongan lambung yang tidak dapat
diramalkan, waktu tinggal di saluran cerna yang singkat (8-12 jam), dan adanya
jendela absorpsi di lambung dan usus halus bagian atas untuk beberapa obat
menyebabkan terjadinya penyerapan yang rendah dan tidak tetap terhadap waktu
yang singkat. Pokok persoalan dalam mengembangkan sistem penghantaran obat
secara oral adalah untuk memperpanjang waktu tinggal sediaan di lambung dan
saluran cerna bagian atas hingga obat lepas dan terabsorbsi seluruhnya. Beberapa
pendekatan telah digunakan untuk menahan bentuk sediaan di lambung.
Diantaranya adalah sistem mukoadhesif, sistem mengembang (swelling and
expanding), sistem mengapung (floating), dan sistem penundaan pengosongan
lambung lainnya (Chowdary & Hussainy, 2012). Sistem penghantaran obat tertahan
di lambung merupakan sebuah sistem yang dirancang agar sediaan dapat tertahan
di lambung dalam waktu yang lama dan melepaskan zat aktifnya (Deghan & Khan,
2009). Agar dapat tertahan di lambung, suatu sediaan harus dapat menahan gerakan
peristaltik, kontraksi konstan, mekanisme penghalusan dan pengocokan dalam
lambung. Sediaan tersebut juga harus dapat melawan waktu pengosongan lambung
sebelum melepas obat (Arora, Ali, Ahuja, Khar & Baboota, 2005)

Pada percobaan ini, hal yang pertama dilakukan adalah dengan membuat
kurva baku parasetamol,, yaitu dengan caranya memasukan serbuk parasetamol ke
dalam gelas kimia dan ditambahkan NaOH sedikit lalu diaduk hingga homogen.
Setelah diaduk, larutan dimasukan ke dalam labu ukur 10ml, dan ad NaOH hingga
tanda batas kemudian dikocok. Tujuan penambahan NaOH adalah untuk
melarutkan parasetamol, karena parasetamol larut dalam larutan alkali hidroksida.
(Farmakope III, 1979, Halaman 37). Sedangkan tujuan pengocokan adalah agar
obat dapat larut secara homogen. Setelah dikocok, larutan dipipet sebanyak 1 ml
dan dimasukan ke dalam labu ukur 10ml untuk pembuatan larutan stok. Setelah
dimasukan, larutan di ad dengan NaOH hinggaa tanda batas lalu dikocok hingga
homogen. Masing-masing dipipet dengan konsentrasi 0,3;0,5;0.7;0.9;dan 0,11 ml,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Kemudian ditambahkan NaOH
ad hingga 10ml.
Kemudian dilakukan pemberian obat pada tikus. Sebelum diberikan sediaan
oral parasetamol, tikus dipuasakan terlebih dahulu. Tujuan tikus dipuasakan adalah
agar pengaruh makanan terhadap proses farmakokinetik obat dapat dihindari.
Setelah dipuasakan, tikus ditimbang bobot badannya. Tikus memiliki berat 285
gram. Kemudian dilakukan perhitungan dosis parasetamol dan volume pemberian
berdasarkan bobot badan tikus. Tikus diberikan dosis sebesar 0.09234ml.
Sebelum melakukan pengambilan darah, praktikan harus menggunakan
perlengkapan pelindung (masker, jas lab dan sarung tangan). Tujuannya adalah
untuk melindungi praktikan dari kuman penyakit yang mungkin saja terdapat pada
tikus yang akan diambil darahnya (sampel). (Alexander, 2008). Setelah itu,
dilakukan pengambilan darah pada tikus melalui ekor setelah pemberian obat pada
menit ke 15,30,60,90, 120, dan 180. Pengambilan darah dilakukan dengan cara
menggunting ekor tikus menggunakan gunting steril. Gunting steril ini maksudnya
adalah gunting yang direndam terlebih dahulu pada etanol. Karena etanol berkhasiat
sebagai bakterisid dan fungisid (Tjay, 2010, Halaman 249). Selain itu juga, supaya
darah tikus yang diambil (sampel) tidak terkontaminasi oleh kuman sekunder yang
dapat mempengaruhi hasil uji yang akan kita lakukan pada sampel darah.
(Alexander, 2008). Tujuan pengambilan darah melalui ekor adalah karena pada
ekor terdapat pembuluh darah vena . (Alexander, 2008). Setelah itu darah yang
didapat disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Tujuan
sentrifugasi adalah untuk mendapatkan supernatan yang mengandung obat.
Kemudian dipipet 0,5 ml dan diencerkan dengan campuran metanol : asam asetat
1% (80:20) 0.5ml. Kemudian disentrifugasi kembali. Setelah itu, supernatan dipipet
0,5 ml, kemudian ditambahkan NaOH 0,5 ml. Kemudian kadar parasetamol
dianalisis dengan spektrofotometer uv-vis. Parasetamol dapat dianalisis dengan
spektrofotometri karena parasetamol memiliki ikatan rangkap terkonjugasi.
(Munson, 1991). Kemudian ditentukan kadar parasetamol, persamaan dan
parameter farmakokinetiknya. Pada sediaan oral (suspensi parasetamol) yang kita
berikan pada tikus terjadi proses farmakokinetika meliputi absorpsi, distribusi,
metabolisme dan eliminasi. Yang dimaksud absorpsi atau penyerapan zat aktif
adalah masuknya molekul-molekul obat ke dalam tubuh atau menuju ke peredaran
darah tubuh setelah melewati sawar biologik. Kemudian terjadi proses distribusi.
Pada tahap ini zat aktif tersebut (parasetamol) akan disebarkan ke seluruh bagian
tubuh dan kemudian disalurkan ke tempat kerjanya. (Aiache, 1993, Halaman 9).
Setelah terjadinya proses absorbs, terjadi proses metabolism. Proses metabolisme
adalah proses perubahan senyawa obat sehingga lebih mudah larut dalam air dalam
organisme dan biasanya terjadi di dalam hati. Sehingga obat menjadi aktif dan dapat
dieksresikan melalui saluran eksresi. (Mutschler, 1991, Halaman 20). Kemudian
obat dikeluarkan atau dieksresikan. Eksresi suatu obat dan metabolitnya
menyebabkan penurunan konsentrasi bahan berkhasiat dalam tubuh. Pada
percobaan ini bahan berkhasiat adalah parasetamol. (Mutschler, 1991, Halaman
34).

Parameter farmakokinetik didefinisikan sebagai besaran yang diturunkan


secara matematis dari pengukuran obat atau metabolit aktif dalam darah atau urin.
Secara umum parameter farmakokinetika digolongkan menjadi parameter primer,
sekunder dan turunan. Parameter primer adalah parameter farmakokinetika yang
harganya dipengaruhi secara langsung oleh variabel biologis. Contoh dari
parameter primer adalah volume distribusi (Vd), clirens (Cl), dan kecepatan
absorpsi (Ka). Volume distribusi adalah volume hipotetik dalam tubuh tempat obat
terlarut (Shargel dan Yu, 2005).
Parameter farmakokinetik yang digunakan adalah waktu paruh absorbs
(t1/2), waktu paruh eliminasi (t1/2), waktu puncak (tmax), volume distribusi (vd),
Konstanta laju absorpsi (ka), Konstanta elminasi (k), konsentrasi maksimum
(Cpmax), dan waktu puncak (tmax). Waktu paruh absorbs yang didapat adalah
21,656. Waktu paruh eliminasi yang didapat adalah 70,355. Ka yang didapat adalah
0,032. Nilai k yang didapat adalah 0,009. Nilai Cpmax yang didapat adalah 37,461.
Nilai tmax yang diperoleh adalah 53,545. Nilai Vd yang diperoleh adalah 0,149.

KESIMPULAN
Parameter farmakokinetikanya meliputi konstanta laju absorbsi, konstanta
laju eliminasi, fraksi obat terabsorpsi secara sistemik, dan volume distribusi. Proses
farmakokinetiknya meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi. (ADME)

DAFTAR PUSTAKA
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan, Edisi kedua. Airlangga University Press : Surabaya.
Alexander DJ & Senne DA.2008. Disease of Poultry,20th Ed.Blackwell
Publishing : United Kingdom.
Tjay, dan Rahardja.(1978). Obat-obat Penting edisi IV.Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Aiache, J.M.1993.Biofarmasi Edisi Kedua. Penerbit Universitas Airlangga
: Surabaya
Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat.
Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta
Munson, James. 1991. Analisis Farmasi Metode Modern. Penerbit
Universitas Airlangga : Surabaya

Anda mungkin juga menyukai