Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kata pektin berasal dari bahasa yunani yang berarti mengental atau menjadi padat. Pektin
merupakan senyawa turunan polisakarida yang kompleks dengan berat molekul 105.000-
125.000 g/mol (Kertesz, 1951) yang banyak terkandung dalam sayuran dan buah-buahan di
antaranya jeruk, apel, pisang, wortel, kacang dan bawang putih. Pektin secara umum terdapat
di dalam dinding sel primer tanamann, khususnya di sela-sela antara selulosa dan
hemiseluloosa. Senyawa-senyawa pektin juga berfungsi sebagai bahan perekat antara dinding
sel yang satu dengan yang lain. Bagian antara dua dinding sel yang berdekatan disebut
lamella tengah (Winarno,1992).
Pektin memiliki kemampuan membentuk gel sehingga sangat penting dalam proses
pembuatan berbagai produk makanan seperti selai,jeli, persiapan buah untuk yogurt, jus buah
dan produk lainnya. Penambahan pektin pada industri makanan bisa dilakukan pada
pertengahan atau pada akhir proses. Selain itu juga pektin bisa digunakan sebagai bahan
tambahan untuk kosmetik dan obat-obatan. Saat ini pemanfaatan pektin sudah meluas yaitu
sebagai pengisi, komponen permen, serta sebagai stabilizer untuk jus buah dan minuman dari
susu, juga sebagai sumber serat dalam makanan. Oleh karena itu, dilakukan pembuatan
makalah mengenai pektin untuk mengetahui mengenai pektinn, struktur molekul, komposisi
kimia, sifat fisik pektin serta sumber pektin dan pemanfaatannya pada bahan pangan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Pektin ?
2. Apa saja jenis senyawa penyusun dari Pektin ?
3. Apa saja sifat-sifat dari Pektin ?
4. Bagaimana proses pemungutan Pektin ?
5. Apa saja manfaat dari Pektin ?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian pektin dan struktur dari Pektin
2. Mengetahui jenis senyawa penyusun dari Pektin

Pektin | 1
3. Memahami sifat-sifat dari Pektin
4. Mendalami proses pemungutan Pektin
5. Mengetahui manfaat dari Pektin

1.4. Manfaat
1. Memberikan informasi mengenai pektin
2. Memberikan wawasan untuk pengembangan pektin bidang pangan
3. Memberikan informasi mengenai hasil diskusi tentang jurnal yang berkenaan dengan
pektin

Pektin | 2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dan Struktur Pektin


Istilah pektin berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengental atau menjadi padat.
Kelompok senyawa pektin secara umum disebut substansi pektat yang terdiri atas
protopektin, pektinat, dan asam pektat. Pektin merupakan salah satu jenis heteropolisakarida
terutama terdiri dari asam poligalakturonat yang termetoksilasi sebahagian yang terdapat
pada dinding sel tumbuhan darat.

Beberapa jenis buah-buahan yang mengandung pektin antara lain jeruk, apel, mangga,
jambu biji, lobi-lobi, nanas, mannelade dan arbei. Terdapat juga dalam akar gentian, kulit
buah, getah dalam kayu, misal pinus penaster (Winarno, 1984). Pektin dapat diekstrak
dengan asam encer dari bagian dalam kulit buah jeruk sitrus atau apel. Pektin berbentuk
serbuk kasar atau halus, berwarna putih kekuningan, hampir tidak berbau dan memiliki rasa
seperti musilago. Hampir larut sempurna dalam 20 bagian air, membentuk cairan
kental, praktis tidak larut dalam etanol atau pelarut organik lainnya (Ditjen POM,
1995).

Pektin ialah polimer linier dari asam α-D-galakturonat yang berikatan dengan ikatan 1,4-
α-glikosidik. Asam α-D-galakturonat memiliki struktur yang sama seperti struktur α-D-

Pektin | 3
galaktosa, perbedaannya terletak pada gugus alkohol primer C6 yang memiliki gugus
karboksilat (Hart, et al., 2003). Sebagian gugus karboksilat pada polimer pektin
mengalami esterifikasi dengan metil menjadi gugus metoksil dan biasanya
mengandung sekitar 8,0-11,0% gugus metoksil (Ranganna, 2000).
Menurut Nussinovitch (1997), komponen utama dari senyawa pektin adalah asam D-
galakturonat tetapi terdapat juga D-galaktosa, L-arabinosa, dan L-ramnosa dalam jumlah
yang beragam dan kadang terdapat gula lain dalam jumlah kecil. Beberapa gugus
karboksilnya dapat teresterifikasi dengan metanol. Polimer asam anhidrogalakturonat
tersebut dapat merupakan rantai lurus atau tidak bercabang. Komposisi kimia pektin sangat
bervariasi tergantung pada sumber dan kondisi yang dipakai dalam isolasinya (Willats et al,
2006).

Gambar 2.2. Struktur Asam α-D-galakturonat

Asam galakturonat memiliki gugus karboksil yang dapat saling berikatan dengan ion
Mg2+ atau Ca2+ sehingga berkas-berkas polimer "berlekatan" satu sama lain. Ini
menyebabkan rasa "lengket" pada kulit. Tanpa kehadiran kedua ion ini, pektin larut dalam
air. Garam-garam Mg- atau Ca-pektin dapat membentuk gel, karena ikatan itu berstruktur
amorf (tak berbentuk pasti) yang dapat mengembang bila molekul air "terjerat" di antara
ruang-ruang.

2.2. Senyawa penyusun pektin


a) Asam Pektat, adalah pektin yang tidak mengandung gugus Metil Ester, biasanya
terdapat pada sayuran dan buah yang busuk atau yang terlalu matang. Keberadaan dalam
tanaman sebagai Kalsium atau magnesium Pektat.

Pektin | 4
Gambar 2.3 Struktur Asam α-D-galakturonat (Asam Pektat)

b) Asam Pektina (Pektinat), adalah Asam Poligalakturonat yaitu asam yang mengandung
gugus metil ester dalam jumlah yang cukup banyak. Asam pektinat dalam keadaan yang
sesuai mampu membentuk gel dengan ion-ion logam, dapat terikat dengan air
membentuk jelly dan gula dalam suasana asam.

Gambar 2.4. Struktur metil-α-D-galakturonat

Gambar 2.5 Struktur Asam Poligalakturonat

c) Protopektin, adalah komponen yang tidak larut dalam air, dapat dihidrolisa dan
terdespersi menjadi Pektin dan Pektinat. Hal tersebut yang menyebabkan jaringan buah
atau sayur menjadi empuk (lunak) saat dimasak dengan air panas.

Pektin | 5
Pektin dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan kandungan gugus metoksinya yaitu
pektin berkadar metoksi tinggi (HMP), dan pektin berkadar metoksi rendah (LMP). Pektin
bermetoksi tinggi mempunyai kandungan metoksil minimal 7%, sedangkan pektin
bermetoksi rendah mempunyai kandungan pektin maksimal 7% (Guichard et al, 1991).
Gambar di bawah ini merupakan rumus molekul dari pektin bermetoksil tinggi dan pektin
bermetoksil rendah (IPPA, 2002).

Gambar 2.7. Struktur HMP

Gambar 2.8. Struktur LMP

2.3. Sumber pektin


Kandungan Pektin dalam tanaman sangat bervariasi, baik berdasarkan jenis tanamannya
maupun dari bagian-bagian jaringannya. Bagian kulit dan albedo buah jeruh lebih banyak
mengandung pektin daripada jaringan parenkimnya (Winarno, 1997). Tabel 2.1 berikut ini
adalah perbandingan banyak pektin yang terkandung pada beberapa sumber pektin.

Pektin | 6
2.4. Sifat-sifat Pektin
Pektin merupakan zat yang berbentuk serbuk bewarna putih kekuningan, tidak berbau
dan memiliki rasa seperti lendir. Pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal yang
berwarna putih dengan kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan
metoksilnya, penyebarannya dalam pelarut dan berat molekulnya. Pektin yang mempunyai
kadar metoksil tinggi larut dalam air dingin, sedangkan pektin dengan kadar metoksil
rendah larut dalam alkali dan asam oksalat. Umumnya kelarutan pektin meningkat dengan
meningkatnya kandungan metil ester atau dengan menurunnya berat molekul. Selain itu,
pH, temperatur, konsentrasi garam dan kandungan gula juga mempengaruhi kelarutan
pektin (Vina Fitriani,2003)

Sifat paling penting dari pektin adalah membentuk jeli apabila dicampur dengan air dan
gula dan dipanaskan dalam keadaan asam. Viskositas pektin tergantung pada berat molekul
pektin, pH, derajat esterifikasi, yang normalnya sekitar 70%. Penambahan gula juga akan
mempengaruhi kesetimbangan pektin dan air serta kemantapan molekul-molekul pektin
sehingga pektin akan menggumpal dan membentuk serabut-serabut halus. Serabut-serabut
halus tersebut yang selanjutnya dapat menahan cairan. Karakteristik kandungan metoksil
dalam pektin disajikan pada Tabel 2.2 Besarnya kadar pektin menentukan kepadatan
struktur tersebut. Semakin tinggi kadar pektin, semakin padat struktur tersebut. Kepadatan
dari serabut-serabut dalam struktur jeli dikendalikan oleh keasaman. Kondisi sangat asam
akan menghasilkan struktur jeli yang padat atau bahkan merusak struktur karena adanya
hidrolisis pektin. Kualitas pektin dikatakan tinggi jika mampu membentuk gel yang kuat,
yang didapat dari semakin tinggi kadar metoksil dan semakin panjangnya rantai
galakturonat.

Pektin | 7
Sifat fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin (Guichard dkk., 1991 dalam
Hariyati, 2006). Faktor yang mempengaruhi pembentukan gel dengan tingkat kekenyalan
dan kekuatan tertentu meliputi pH, konsentrasi pektin, suhu, ion kalsium, dan gula (Chang
dan Miyamoto, 1992 dalam Hariyati, 2006). Kekentalan larutan pektin mempunyai
kisaran yang cukup lebar tergantung pada konsentrasi pektin, garam, dan ukuran rantai
asam poligalakturonat (Rouse, 1977 dalam Hariyati, 2006).

Menurut May (1990) dalam Hariyati (2006), pektin merupakan asam poligalakturonat
yang bermuatan negatif. Pektin bereaksi dengan makromolekul bermuatan positif.
Pembentukan gel dapat terjadi dengan cepat pada pH rendah, tetapi reaksi ini dapat
dihambat dengan penambahan garam. Menurut Rouse (1977) dalam Hariyati (2006),
degradasi dan dekomposisi pektin dapat disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi.
Kecepatan degradasi tergantung pada suhu, pH, dan konsentrasi agen pengoksidasi.

Untuk mengetahui gugus fungsional dan informasi mengenai struktur pektin, perlu
dilakukan uji Fourier Transform Infrared (FTIR) (Ismail, 2012 dalam Ulinuha, 2014).
Spektroskopi FTIR merupakan salah satu teknik analitik yang sangat baik dalam proses
identifikasi struktur molekul suatu senyawa. Komponen utama spektroskopi FTIR adalah
interferometer Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi

Pektin | 8
infra merah menjadi komponen-komponen frekuensi. Penggunaan interferometer
Michelson tersebut memberikan keunggulan metode FTIR dibandingkan metode
spektroskopi infra merah konvensional maupun metode spektroskopi yang lain. Di
antaranya adalah informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat
(memiliki resolusi yang tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat
digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau cair).
Kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam identifikasi dengan spektroskopi FTIR dapat
ditunjang dengan data yang diperoleh dengan menggunakan metode spektroskopi yang
lain (Harmita, 2006 dalam Ulinuha, 2014).

2.5. Proses Pemungutan Pektin


Pemisahan pektin dari jaringan tanaman dapat dilakukan dengan cara ekstraksi. Pektin
dapat larut dalam beberapa macam pelarut seperti air, beberapa senyawa organik, senyawa
alkalis dan asam. Dalam ekstraksi pektin terjadi perubahan senyawa pektin yang
disebabkan oleh proses hidrolisis protopektin. Proses tersebut menyebabkan protopektin
berubah menjadi pektinat (pektin) dengan adanya pemanasan dalam asam pada suhu dan
lama ekstraksi tertentu. Apabila proses hidrolisis dilanjutkan senyawa pektin akan berubah
menjadi asam pektat (Nurhikmat, 2003).

Ekstraksi pektin dengan menggunakan pelarut asam merupakan cara ekstraksi yang
umum digunakan karena kemungkinan terjadi kerusakan pektin lebih sedikit. Guna
memperoleh hasil ekstraksi yang optimal diperlukan pengaturan tingkat keasaman (pH),

Pektin | 9
suhu dan lama hidrolisis. Tingkat keasaman (pH) ekstraksi pektin juga perlu diatur
(Nurhikmat, 2003).
Tahapan-tahapan dalam pembuatan pektin yaitu persiapan bahan, ekstraksi, dehidrasi,
pencucian, dan pengeringan. Metode yang digunakan untuk mengekstrak pektin dari
jaringan tanaman sangat beragam. Akan tetapi pada umumnya ekstraksi pektin dilakukan
dengan menggunakan ekstraksi asam. Beberapa jenis asam dapat digunakan dalam ekstraksi
pektin.
Menurut Kertesz (1951) dalam Hariyati (2006), asam yang digunakan dalam ekstraksi
pektin adalah asam tartrat, asam malat, asam sitrat, asam laktat, asam asetat, asam fosfat
tetapi ada kecenderungan untuk menggunakan asam mineral yang murah seperti asam sulfat,
asam klorida, dan asam nitrat. Beberapa artikel saat ini menyarankan untuk menggunakan
asam klorida (Kalapathy dan Proctor, 2001; Hwang dkk., 1998; Dinu, 2001 dalam Hariyati,
2006) dan asam nitrat (Pagán dkk., 2001 dalam Hariyati, 2006).
Ekstraksi dengan menggunakan asam mineral menghasilkan rendemen yang lebih tinggi
dibandingkan asam organik. Asam mineral pada pH rendah lebih baik dari pada pH tinggi
untuk menghasilkan pektin (Rouse dan Crandal, 1978 dalam Hariyati, 2006). Peranan asam
dalam ekstraksi pektin adalah untuk memisahkan ion polivalen, memutus ikatan antara asam
pektinat dengan selulosa, menghidrolisa protopektin menjadi molekul yang lebih kecil dan
menghidrolisa gugus metil ester pektin (Kertesz, 1951 dalam Hariyati, 2006).
Penggunaan suhu ekstraksi yang terlalu tinggi akan menghasilkan pektin yang tidak
jernih, sehingga gel yang diperoleh akan keruh dan kekuatan gel berkurang, Waktu ekstraksi
yang terlalu lama akan mengakibatkan terjadinya hidrolisis pektin menjadi asam
galakturonat. Pada kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung
terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat (Budiyanto dan Yulianingsih, 2008).
Suhu ekstraksi yang tinggi menyebabkan peningkatan energi kinetik larutan sehingga
difusi pelarut ke dalam sel jaringan semakin meningkat pula. Hal ini berakibat terlepasnya
pektin dari sel jaringan sehingga pektin yang dihasilkan semakin banyak. Kadar air yang
tinggi disebabkan suhu yang rendah tidak mampu menguapkan air pada pektin, sebaliknya
semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu ekstraksi akan meningkatkan penguapan
jumlah air selama proses ekstraksi sehingga mempermudah proses pengeringan.

Pektin | 10
Semakin tinggi tingkat kemurnian pektin, kadar abu dalam pektin semakin rendah. Kadar
metoksil pektin semakin tinggi dengan meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu
ekstraksi. Kecenderungan kadar galakturonat semakin tinggi dengan meningkatnya suhu dan
bertambahnya waktu karena reaksi hidrolisis protopektin menjadi pektin yang komponen
dasarnya asam Dgalakturonat (Budiyanto dan Yulianingsih, 2008).

Selama proses ekstraksi, akan terjadi proses hidrolisis sakarosa menjadi gula invert-nya
(glukosa dan fruktosa). Gula invert sangat berpengaruh terhadap pembentukan gel karena
kristalisasi sakarosa dalam substrat yang sangat kental dapat dihambat. Diperlukan
keseimbangan antara kadar sakarosa dengan gula invert-nya, dimana gula invert tidak lebih
besar dari kadar sakarosanya (Nurhikmat, 2003).

Proses dehidrasi pektin merupakan suatu proses pemisahan pektin dari larutannya.
Pektin adalah koloid hidrofilik yang bermuatan negatif (dari gugus karboksil bebas yang
terionisasi) dan tidak mempunyai titik isoelektrik seperti kebanyakan koloidal hidrofilik.
Pektin lebih utama distabilkan oleh hidrasi partikelnya daripada oleh muatannya.
Penambahan etanol dapat mendehidrasi pektin sehingga mengganggu stabilitas larutan
koloidalnya, dan akibatnya pektin akan terkoagulasi (Rouse, 1977 dalam Hariyati, 2006)

Pada tahap pemurnian pektin, Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri
Sumatra Barat (2004) dalam Hariyati (2006) melakukan pencucian pektin markisa dengan
menggunakan alkohol 95% sampai pektin bebas klorida. Suradi (1984) dalam Hariyati
(2006) melakukan pencucian pektin dari kulit jeruk dengan alkohol 80% sampai bebas
klorida. Salah satu tujuan pencucian pektin adalah untuk menghilangkan klorida yang ada
pada pektin.

Tahap akhir dari ekstraksi pektin adalah pengeringan endapan pektin. Ranganna
(1977) dalam Hariyati (2006) menganjurkan pengeringan dilakukan pada tekanan yang
rendah agar pektin tidak terdegradasi. Menurut Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi
dan Industri Sumatra Barat (2004) dalam Hariyati (2006), pengeringan pektin markisa
dapat dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 40 - 60°C selama 6 - 10 jam. Mc
Cready (1965) menggunakan suhu 60°C dalam oven keadaan vakum selama 16 jam
untuk pengeringan pektin kulit jeruk.

Pektin | 11
2.6. Manfaat Pektin dan Penerapannya

Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan
karena kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein (May, 1990 dalam
Hariyati, 2006). Pektin merupakan suatu zat yang banyak digunakan dalam berbagai
industri, baik makanan, minuman, farmasi dan industri lain.

1. Industri Makanan dan Minuman


Pada industri makanan dan minuman, pektin sering digunakan sebagai:
 Bahan pemberi tekstur yang baik pada roti dan keju,
 Bahan pengental dan stabilizer pada minuman sari buah, serta
 Bahan pokok pembuatan jeli, jam dan marmalade.

Penambahan pektin pada makanan akan mempengaruhi proses metabolisme dan


pencernaan khususnya pada adsorpsi glukosa dan kolesterol (Baker, 1994 dalam Hariyati,
2006).

2. Industri Farmasi
Pada industri farmasi, pektin sering digunakan sebagai:
 Emulsifier bagi preparat cair dan sirup,
 Obat diare pada bayi dan anak-anak seperti maltose, kaopec, nipectin, intestisan,
 Obat penawar racun logam,
 Bahan penurun daya racun dan penambah daya larut obat-obatan sulfa,
 Bahan penyusut kecepatan penyerapan bermacam–macam obat,
 Bahan kombinasi untuk memperpanjang kerja hormon dan antibiotik,
 Bahan pelapis perban (pembalut luka) untuk menyerap kotoran dan jaringan yang
rusak atau hancur sehingga luka tetap bersih dan cepat sembuh, serta
 Bahan hemostatik, oral, atau injeksi untuk mencegah pendarahan.
3. Industri Lain
Pektin sering juga digunakan pada berbagai industri seperti industri kosmetik (pasta gigi,
sabun, lotion dan krim), baja dan perunggu (quenching), karet (creaming and thickening
agent), plastik, tekstil, bahan sintesis serta film nitropektin.

Pektin | 12
Dalam pemanfaaatannya pektin digolongkan sebagai food additive dan ditemukan secara
alami pada tanaman maka Food and Drug Administration (FDA) menerimanya sebagai
bahan tambahan makanan yang aman. Adapun pektin sendiri, memiliki manfaat yang lebih
banyak dalam industri pengolahan bahan pangan misalnya dalam pembuatan jeli, jam dan
juga dalam industri permen (Perina, 2007)

Kualitas pektin komersial ditentukan oleh sifat-sifat fisik pektin. Sifat fisik tersebut di
antaranya warna dan cita rasa yang cocok, kelarutan (untuk pektin padat), derajat gel,
kecepatan membeku, serta tidak mengandung bahan atau zat berbahaya bagi kesehatan.
Sifat fisik tersebut dipengaruhi oleh sifat kimia pektin (IPPA, 2002 dalam Hariyati, 2006).

Pektin | 13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pektin merupakan senyawa polisakarida yang terdapat pada sebagian besar tanaman
pangan.
2. Pektin tersusun atas molekul asam galakturonat yang berikatan dengan ikatan α-(1-
4)-glikosida sehingga membentuk asam poligalakturonat.
3. Pektin berbentuk serbuk berwarna putih kekuningan, tidak berbau dan memiliki
rasa seperti lendir. Pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal yang
bewarna putih dengan kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan
metoksilnya, penyebarannya dalam pelarut dan berat molekulnya.
4. Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan
karena kemaampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein.

Pektin | 14
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, A. & Yulianingsih 2008. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap Karakter
Pektin dari Ampas Jeruk (Citrus nobilis L). JPascapanen, 5, 37-44.

Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi
IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 1083, 1084.

Fitriani, Vina. 2003. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Jeruk Lemon (Citrus medica
var Lemon). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor

Guichard, E. S., A, Issanchou., Descovieres dan P. Etievant. 1991. Pectin Concentration,


Molekular Weight and Degree of Esterification. Influence on Volatile Composition and
Sensory Caracteristic of Strawberry Jam. J. Food Science, 56:1621

Hariyati, M.N. 2006. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Limbah Proses Pengolahan Jeruk
Pontianak (Citrus Nobilis Var Microcarpa). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hart, Harold et al. 2003. Kimia Organik: suatu kuliah singkat. Jakarta: Penerbit Erlangga.

IPPA (International Pectins Procedures Association). 2002. What is Pectin.


http://www.ippa.info/history_of_pektin.htm.

Nurhikmat, A. 2003. Ekstraksi Pektin dari Apel Lokal: Optimalisasi pH dan Waktu Hidrolisis.
Widyariset, 4, 23-31.

Nussinovitch A. 1997. Hydrocolloid Applications, Gum Technology in Food and Other


Industries. London: Blackie Academic Press & Professional.

Ranganna, S. 1977. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products. New Delhi : McGraw
Hill.

Ulinuha, A.Y. 2014. Ekstraksi Pektin Kulit Buah Naga (Dragon fruit) dan Aplikasinya sebagai
Edible Film. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Pektin | 15
Willats J, William GT, Paul K, Jorn DM. 2006. Pectin: new insights into an old polymer are
starting to gel. Journal of Trends in Food Science & Technology 97–104.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Pektin | 16

Anda mungkin juga menyukai