Anda di halaman 1dari 14

LINGKUNGAN BIOFISIK DAN EVALUASI PRODUKTIVITAS

TANAM GANDA DOMINASI TANAMAN SEMUSIM


MODUL 9
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pertanian Berkelanjutan

Oleh:
Futri Fauziah 150510170143

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
I. Lingkungan Biofisik
Lingkungan biofisik adalah lingkungan yang terdiri atas komponen biotik dan abiotik
yang berhubungan dan saling memengaruhi satu dengan lainnya. Kualitas lingkungan
biofisik disebut baik jika interaksi antarkomponen berlangsung dengan seimbang. Komponen
biotik terdiri dari makhluk hidup, seperti hewan, tumbuhan, dan manusia. Adapun komponen
abiotik terdiri atas benda-benda mati, seperti:
a. Iklim
Karakteristik faktor iklim di daerah tropis seperti halnya di Indonesia, dicirikan
oleh cahaya matahari, temperatur udara, kecepatan angin dan evaporasi yang secara
umum tidak mengalami fluktuasi besar terutama temperatur, sehingga pengaruhnya tidak
begitu besar terhadap tanaman, dan tanaman dapat diusahakan tumbuh sepanjang tahun.
Faktor iklim terdiri dari : (i) musim hujan, (ii) intensitas curah hujan, (iii) variabilitas, dan
keadaan curah hujan, (iv) evaporasi.
b. Tanah
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk yang telah
mengalami proses lanjut, karena perubahan alami dibawah pengaruh air, udara, dan
macam - macam organisme baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Tingkat
perubahan terlihat pada komposisi, struktur dan warna hasil pelapukan (Dokuchaev
1870).
c. Air
Ketersediaan air, dalam hal ini dimaksudkan air tersedia sepanjang tahun yang
cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman, termasuk kekurangan air atau
kekeringan. Kedua keadaan ini akan menentukan respons tanaman terhadap kelembaban.
Pengusahaan tanaman sepanjang tahun hanya dapat dilaksanakan apabila curah hujan
tersedia atau bukan merupakan faktor pembatas, selain dukungan lingkungan lainnya,
karena perbedaan faktor lingkungan dapat menentukan potensi pertumbuhan tanaman.
Korelasi di antara ketersediaan air dan produksi tanaman sangat nyata ditentukan oleh
berbagai faktor seperti total curah hujan, frekuensi lamanya kekeringan, waktu tanam,
suhu dan kelembaban.
d. Iklim mikro
Iklim mikro adalah keadaan yang menggambarkan situasi iklim suatu wilayah di
sekitar organisme, batasan ruang lingkupnya tergantung organisme. Iklim mikro memiliki
dimensi ± 1 km atau keadaan yang menggambarkan situasi iklim di sekitar organisme.
e. Cahaya matahari
Distribusi radiasi matahari di daerah tropis relatif merata sepanjang tahun seperti
halnya juga curah hujan, dan masalahnya pun tidak sekritis dibandingkan curah hujan.
Tingkat radiasi matahari lebih tinggi di daerah iklim kering seperti di Sahara, mencapai
hingga 200 kcal/sq cm/tahun, dan keadaan ini kurang mendukung untuk mengembangkan
pertanian secara luas, karena seringkali pula disertai dengan terbatasnya ketersediaan air.
Berbeda halnya dengan pertanian di sebagian besar daerah tropis, dengan tingkat
kelembaban tinggi, variasi radiasi matahari per tahun berkisar dari 130-170 kcal/sq cm/
tahun sangat mendukung untuk mengembangkan pertanian dibandingkan pertanian di
iklim “temperate” variasi radiasi matahari sebesar 80 hingga 140 kcal/sq cm/tahun.

II. Produktivitas tanam ganda, tanaman semusim


Produktivitas tanam ganda adalah hasil persatuan atau pemanenan lahan di seluruh
wilayah panen yang digunakan sebagai tempat budidaya tanam ganda. Penilaian
produktivitas pada berbagai model sistim tanam ganda didasarkan atas evaluasi agronomi.
Produktivitas tanam ganda juga diartikan sebagai perbandingan antara output dan input untuk
melihat tingkat efisiensi, energi dan produksi protein, serta evaluasi secara ekonomi.
Produktivitas tanam ganda dapat diukur dengan Nilai Kesetaraan Lahan (NKL). Nilai
Kesetaraan Lahan dinyatakan dalam rasio, jadi NKL adalah jumlah rasio atau perbandingan
hasil tanaman tumpangsari terhadap hasil tanaman tunggalnya. NKL dapat diukur dengan
sebagai berikut:
NKL : HA1/HA2 + HB1/HB2 
NKL : Nilai Kesetaraan Lahan
HA1 : Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara tumpangsari
HB1 : Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara tumpangsari
HA2 : Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara monokultur
HB2 : Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara monokultur
Bila Nilai Kesetaraan Lahan > 1,0 artinya menunjukkan bahwa dengan sistem tanam
ganda yang dilakukan lebih efisien dalam pemanfaatan lahan daripada masing-masing
tanaman tersebut ditanam secara monokultur (Yunita Haryanti, SP/Admin-OKU).

III.Perhitungan produktivitas sistem pertanaman, dengan asumsi jenis tanaman, umur


tanaman, sistem pertanaman, dan hasil tertentu ditentukan sendiri.
 Asumsi jenis tanaman

Sumber 1. Rifai, A., Basuki, S., & Utomo, B., 2014

Tebu merupakan tanaman utama penghasil gula di Indonesia. Akan tetapi, hingga
saat ini produksi gula lokal belum mampu memenuhi semua kebutuhan dalam negeri.
Pada tahun 2010, produksi tebu secara nasional tercapai 2,267 juta ton (Basis Data
Statistik Pertanian) sehingga dengan asumsi peningkatan 10,80% yang telah ditetapkan,
target produksi 3,4 juta ton pada tahun 2014 akan tercapai. Asumsi varietas yang
digunakan adalah tebu VMC 76-16.
Kedelai (Glycine max) adalah sejenis tanaman kacangkacangan yang berfungsi
sebagai sumber utama protein dan minyak nabati di dunia. Kedelai (Glycine max) adalah
sejenis tanaman kacangkacangan yang berfungsi sebagai sumber utama protein dan
minyak nabati di dunia. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija yang sangat
penting bagi Indonesia dengan kebutuhan mencapai angka 2,2 juta ton/tahun. Sementara
itu, produksinya hanya 851.647 ton sehingga terjadi kekurangan kedelai yang sebagian
besar masih dipenuhi dari impor. Asumsi varietas yang digunakan adalah kedelai
Kaba.
Karena hal tersebut, maka dibutuhkan suatu introduksi teknologi guna
meningkatkan produksi dan produktivitas kedelai dan gula dalam negeri. Untuk
menambah areal pertanaman kedelai, dapat dilakukan metode tumpang sari yang
merupakan salah satu pola tanam yang dapat meningkatkan produktivitas lahan.
 Umur tanaman
Usia ideal tanaman tebu hingga siap panen sekitar 11 bulan - 12 bulan. Kedelai
bisa dipanen pada umur 80 hari atau kurang. Tebu ditanam lebih dulu, sedangkan kedelai
ditanam setelah umur tebu mencapai 2–3 minggu setelah tanam.
 Sistem pertanaman
Lahan yang digunakan adalah sawah lahan kering tadah hujan. Panjang tiap
juringan tebu 8 m. Tanaman kedelai sebagai tanaman tumpang sari ditanam dengan jarak
tanam 40 x 15 cm 2 biji perlubang. Sistem budi daya ini menggunakan jarak tanam antar
juringan yang lebar (pusat ke pusat/pkp 160 cm) sehingga memberi kesempatan untuk
dilaksanakannya sistem tumpang sari. Masing-masing varietas kedelai ditanam di antara
juringan tanaman tebu sehingga terdapat empat petak dengan luasan ±80 m2.
 Hasil tertentu
Asumsi data dari hasil penelitian (Rifai, A., Basuki, S., & Utomo, B., 2014).
Maka dapat dihitung Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) tumpang sari tebu VMC 76-
16 dan kedelai Kaba dengan rumus sebagai berikut:

Dan hasil yang didapat sebagai berikut:

Dapat dilihat bahwa nilai Kesetaraan Lahan (NKL) yang didapat adalah 2,2 yang
berarti lebih > 1, artinya menunjukkan bahwa dengan sistem tanam ganda (tumpang sari)
tebu VMC 76-16 dan kedelai Kaba yang dilakukan lebih efisien dalam pemanfaatan
lahan daripada masing-masing tanaman tersebut ditanam secara monokultur.
Pemanfaatan lahan tanaman tebu (0–3 bulan) merupakan suatu usaha untuk
memaksimalkan fungsi lahan pertanian supaya berhasil guna dan berdaya guna.
Sedangkan penanaman kedelai tumpang sari dengan tebu (Bulai) merupakan salah satu
usaha untuk memaksimalkan fungsi lahan tersebut.
Sistem tanam tumpang sari merupakan sistem budi daya tanaman yang dapat
meningkatkan produksi lahan. Sistem usaha pertanian ini bertujuan untuk mendapatkan
hasil panen lebih dari satu kali dari jenis atau beberapa jenis tanaman pada sebidang
tanah yang sama dalam satu tahun. Pilihan ini diambil untuk mengurangi tingkat resiko
kegagalan produksi, menyerap tenaga kerja yang lebih merata sepanjang tahun,
meningkatkan produktivitas lahan, dan menjadikan lebih efisien penggunaan energi atau
cahaya matahari serta dalam penggunaan air.
IV. CONTOH PERHITUNGAN ATER dan RK
a. ATER
Menghitung produktivitas sistim tumpangsari hanya dengan NKL saja tampaknya
belum cukup, karena produksi pertanaman tidak hanya secara tunggal merupakan fungsi
dari areal tanah, tanaman, manajemen, dan lingkungan, yang kesemuanya dicerminkan
dalam NKL, tapi juga berhubungan dengan lamanya waktu yang digunakan untuk
pertumbuhan tanaman tersebut (“duration of growth”) atau lamanya waktu yang
digunakan pada lahan tersebut oleh tanaman yang diusahakan baik tunggal maupun
tumpangsari. Jadi dalam hal ini waktu perlu diperhatikan. Tampaknya tumpangsari lebih
kompleks, termasuk bentuk sisipan (relay) yang lebih sederhana sekali pun. Konsep ini
disebut sebagai ATER (Area Time Equivalency Ratio) (Hiebsch, 1978) dikutip Leihner,
1983. Dirumuskan dengan:

Contoh : Hasil ubikayu dan buncis, ATER pada berbagai sistim pertanaman di
CIAT Palmira (1981) (Leihner, 1983).
b. Kompetisi Tanaman (RK)
Dalam 2 tanaman yang berasosiasi terjadi rasio kompetisi (The Competitive Ratio
= CR) atau RK yaitu Rasio Kompetisi yang dihitung secara sederhana dari suatu
pertanaman terhadap pertanaman lain dan koreksi tersebut mengikuti ruang (tempat) yang
dirancang untuk setiap pertanaman. RK untuk tanaman x yang berasosiasi dengan
tanaman y ditulis :

Ax dan Ay = Hasil dari tanaman x dan y dalam asosiasi tumpangsari


Mx dan My = Masing-masing merupakan hasil tanaman tunggal
Sy = Ruang relatif yang ditempati oleh tanaman y
Sx = Ruang relatif yang ditempati oleh tanaman x
RK dari tanaman y ditentukan oleh nilai reciprocal (kebalikan) dari RKx
Contoh :
– Efek kepadatan tanaman dan penyusunan ruang dari ubikayu/kacang
Jarak tanam ubikayu = 180 x 60 cm
Kacang = Kepadatan 80.000 tanaman/ha diatur dalam 2 baris; dengan arak 45 cm
di samping ubikayu.

– Pada Gambar tersebut terlihat perbandingan ruang yang ditempati ubikayu :


kacang = 1:3 atau 45 cm ditempati ubikayu dan 135 cm ditempati kacang.
Diperoleh hasil :
Ubikayu : - Tumpangsari = 20,9 ton/ha ubi segar
- Tunggal = 22,9 ton/ha ubi segar
Kacang : - Tumpangsari = 1165 kg
- Tunggal = 1653 kg

V. Evaluasi produktivitas pada pergiliran tanaman atau berurutan(Sequential cropping)


a. Indeks Pertanaman (IP) = Cropping Index (CI)
Gunanya : Untuk mengetahui berapa kali pertanaman dalam setahun pada sebidang
lahan.
Artinya : IP adalah nisbah antara luas pertanaman dalam pola tanam selama
setahun terhadap luas lahan yang tersedia untuk ditanami kali 100%.

Contoh perhitungan IP :
Tersedia lahan untuk ditanami seluas 4,0 ha. Dalam setahun lahan tersebut
ditanami berturut-turut 4,0 ha tanaman padi, 4,0 ha tanaman kedelai , 3,0 ha tanaman
jagung. Berapa IP ?
Jawab :

Dari lahan 4,0 ha telah dihasilkan panen 2 x luas + 3/4 luas lahan tersebut,
atau selama setahun lahan tersebut penggunaannya belum cukup intensif, karena
mengalami bera 25 %.
b. Indeks Intensitas Pertanaman (IIP) = Cropping Intensity Index (CII)
Artinya : IIP adalah nisbah antara jumlah luas pertanaman kali umur tanaman
masing-masing dalam pola tanam setahun terhadap luas lahan yang tersedia untuk
ditanami kali 12 bulan x 100%.

Contoh perhitungan IIP :


Tersedia luas lahan 1,25 ha yang terdiri atas sawah yang diairi sepanjang
tahun seluas 1,0 ha. Pekarangan 0,25 ha.
 Di sawah ditanami padi 2 x setahun, dan setiap musim pertanaman memerlukan
waktu 5 bulan (termasuk pengolahan tanah).
 Lahan pekarangan ditanami seluruhnya dengan ubikayu yang diusahakan sepanjang
tahun.
Tentukan : * IIP Total
* IIP padi
* IIP ubikayu
Jawab:

Artinya :
Pada luas lahan tersebut dalam 1 tahun dapat diusahakan :
 Padi sawah = 66,66 %
 Ubikayu = 20,00 %
 Bera = 13,34 %

VI. Evaluasi produktivitas pada pola pertanaman tumpangsari berurutan


Evaluasi pola pertanaman (gabungan tumpangsari dan berurutan) ditujukan
untuk menerapkan hasil-hasil pengujian tumpangsari, pergiliran tanaman, varietas,
pemupukan, dan teknik budidaya lainnya untuk memperoleh hasil panen
(produktivitas) dalam kg/ha/th yang terbaik.
a. Indeks Tanam Ganda (ITG) = Multiple Cropping Index (MCI)

Ji = Luas jenis tanaman ke-i


A = Luas lahan yang tersedia
i = Jenis tanaman ke- 1, 2, 3,.......n
Contoh perhitungan ITG : Tersedia luas lahan 4,0 ha, diusahakan dalam setahun 2
kali
Musim 1 : Luas pertanaman jagung + padi = 4,0 ha
Populasi jagung tunggal = 60.000 pohon/ha
Populasi jagung tumpangsari = 20.000 pohon/ha
Populasi padi pada tumpangsari sama dengan populasi padi pada
tanaman tunggal.
Musim 2 : Luas pertanaman kacang tanah + jagung = 3 ha
Populasi kacang tanah tumpangsari sama dengan populasi tanaman
tunggal
Populasi jagung tumpangsari = 10.000 pohon/ha
Tentukan ITG nya!
b. Indeks Intensitas Tanam Ganda (IITG) = Multiple Cropping Intensity Index
(MCII)
Hampir sama dengan indeks tanam ganda, kecuali luas pertanaman dikalikan
umur masing-masing jenis dibagi dengan luas lahan tersedia untuk ditanami kali 12
bulan kali 100%.

Ji = Luas jenis tanaman ke-i dalam ha


ti = Umur jenis tanaman dalam bulan
A = Luas lahan yang tersedia
i = Jenis tanaman ke- 1, 2, 3, …n
Evaluasi produktivitas pada berbagai model sistim tanam ganda yang telah
diuraikan sebelumnya adalah atas dasar evaluasi agronomi. Selain itu evaluasi dapat
pula dilakukan atas dasar input dan output untuk melihat tingkat efisiensi, energi dan
produksi protein, serta evaluasi secara ekonomi.

VII. Input dan output


Secara umum efisiensi (E) dapat dijelaskan sebagai output (O) per unit
input(I) (Spedding, 1973) dikutip Beets (1982) dan bila dituliskan dalam rumus
sebagai berikut :
Tingkat output (O) dapat terukur dalam berat, uang, energi atau protein,
sementara input (I) dapat diekspresikan dalam penggunaan lahan, energi, tenaga
kerja, bahan bakar, pupuk, dan sumberdaya lainnya yang digunakan dalam proses
produksi, termasuk waktu.

VIII. Energi dan produksi protein


Evaluasi produktivitas pada sistim tanam dapat pula diukur dari efisiensi
energi dan produksi protein per unit area lahan per unit waktu. Energi dan protein
merupakan faktor yang penting untuk dipertimbangkan dalam masalah “diets”. Energi
dan protein harus dipisahkan karena tanaman pangan mengandung keduanya dalam
jumlah dan proporsi yang berbeda.
Keseimbangan di antara energi, protein, dan kandungan asam asmino dari
protein tersebut perlu menjadi bahan pertimbangan. Asam amino lisin dan metionin
merupakan asam amino penting di daerah tropis, karena lisin sering menjadi faktor
pembatas utama asam amino pada jagung, padahal jagung merupakan tanaman utama,
sementara metionin merupakan faktor pembatas asam amino dalam semua sumber
protein pada daun.

IX. Evaluasi Ekonomi


Dalam analisis ini, tenaga kerja merupakan “variable cost” , dan banyak
menggunakan tenaga kerja keluarga yang jarang diperhitungkan karena umumnya
tidak dibayar. Hal ini banyak ditemukan pada sistim pertanian di daerah tropis,
sehingga menyulitkan di dalam analisis. Pada umumnya output diekspresikan dalm
“gross profit” (keuntungan kotor). Bila cukup informasi yang memungkinkan
mengenai biaya-biaya yang dibayarkan (misal : interest, capital repayment,
depreciation), akan sangat berguna untuk membandingkan “net profit” (keuntungan
bersih) dari sistimpertanaman yang dievaluasi.
REFERENSI

Indonesia Productivity and Quality Institute. Pengertian dan Karateristik Kualitas Lingkungan
Hidup. Diakses 29 Maret 2020 pada https://ipqi.org/pengertian-dan-karateristik-kualitas-
lingkungan-hidup/

Rifai, A., Basuki, S., & Utomo, B. (2014). Nilai kesetaraan lahan budi daya tumpang sari
tanaman tebu dengan kedelai: Studi kasus di Desa Karangharjo, Kecamatan Sulang,
Kabupaten Rembang. Widyariset, 17(1), 59-69.

Sudaryono, S. (2004). Pengaruh naungan terhadap perubahan iklim mikro pada budidaya
tanaman tembakau rakyat. Jurnal Teknologi Lingkungan, 5(1).

Yuwariah, Yuyun As. Dkk. 2016. SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN (Sistem


Pertanian terpadu). Bandung. UNPAD Press

Anda mungkin juga menyukai