Anda di halaman 1dari 22

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Biokonversi adalah sebuah proses yang mampu mengubah bahan organik
menjadi produk lain yang berguna dan memiliki nilai tambah dengan
memanfaatkan proses biologis dari mikroorganisme dan enzim. yang terus kami
geluti dan dalami untuk menjawab berbagai permasalahan dalam dunia peternakan
dan lingkungan hidup. Beberapa masalah hari ini dapat diselesaikan dalam satu
langkah cerdas melalui teknologi Biokonversi dengan menggunakan BSF,
langkah kongkrit yang telah kami lakukan dalam menjawab permasalahan ini di
Indonesia yaitu pemanfaatan sampah organik. (Hardjo et al., 1989)
Sampah organik atau degradable yaitu suatu jenis sampah yang dapat
membusuk, dan terurai kembali. Sampah ini dapat dijadikan pupuk kompos yang
berguna dalam menyuburkan tanaman. Contohnya sisa makanan dari sayur-
sayuran, daun kering atau makanan.
Black Soldier Fly (BSF) adalah nama yang "digandrungi" saat ini oleh
banyak pihak khususnya para peternak tidak hanya di Indonesia tapi juga di
banyak tempat di dunia. Black Soldier Fly / hermetia illucens (latin) / Lalat
Tentara Hitam (indonesia) adalah satu jenis lalat dari sekian banyak yang tersebar
di dunia yang memiliki banyak kelebihan dan manfaat bagi manusia. kata "fly"
disini artinya adalah "lalat", jadi jangan kepleset dengan masih menyebut
kata lalat BSF. Black soldier Fly (BSF) dan Maggot BSF adalah dua istilah / nama
dari satu "jenis" hewan yang sama yang mempunyai perbedaan bentuk dan nama
karena memiliki fase metamorfosis dalam siklus hidupnya seperti kupu-kupu dan
ulat. BSF sendiri melekat pada fase lalat nya, dan maggot tentu saja pada fase
larva nya.
2.1. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Untuk mengolah sampahorganik untuk menjadi sebuah produk yang memiliki
nilai ekonomis tinggi dengan menggunakan larva BSF.
2. Untuk menguji pengaruh jenis pakan yang diberikan pada larva BSF terhadap
pertumbuhan dan kandungan nutrisi larva.
2

2.1. Manfaat Praktikum


Manfaat dari praktikum ini adalah :
1. Dapat mereduksi timbunan sampah organik dengan cepat
2. Menghasilkan produk bernilai tinggi berupa kompos dan biomassa larva yang
memiliki kandungan nutrisi tinggi.
3. Memberikan informasi dan juga dapat diaplikasikan oleh petani dan
masyarakat umum maupun pengusaha skala kecil/menengah pemanfaatan
sampah organik sebagai pakan larva BSF untuk mendapatkan pakan ikan dan
hewan ternak yang memiliki nilai kandungan protein tinggi.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi BSF


Black Soldier Fly berwarna hitam dan bagian segmen basal abdomennya
berwarna transparan (wasp waist) sehingga sekilas menyerupai abdomen lebah.
Panjang lalat berkisar antara 15-20 mm dan mempunyai waktu hidup lima sampai
delapan hari (Gambar 1). Saat lalat dewasa berkembang dari pupa, kondisi sayap
masih terlipat kemudian mulai mengembang sempurna hingga menutupi bagian
torak. Lalat dewasa tidak memiliki bagian mulut yang fungsional, karena lalat
dewasa hanya beraktivitas untuk kawin dan bereproduksi sepanjang hidupnya.
Kebutuhan nutrien lalat dewasa tergantung pada kandungan lemak yang disimpan
saat masa pupa. Ketika simpanan lemak habis, maka lalat akan mati (Makkar et al.
2014). Berdasarkan jenis kelaminnya, lalat betina umumnya memiliki daya tahan
hidup yang lebih pendek dibandingkan dengan lalat jantan (Tomberlin et al.
2009).

2.2. Siklus Hidup BSF


Menurut Tomberlin et al. (2002) bahwa siklus hidup BSF dari telur hingga
menjadi lalat dewasa berlangsung sekitar 40-43 hari, tergantung dari kondisi
lingkungan dan media pakan yang diberikan. Lalat betina akan meletakkan
telurnya di dekat sumber pakan, antara lain pada bongkahan kotoran unggas atau
ternak, tumpukan limbah bungkil inti sawit (BIS) dan limbah organik lainnya.
Lalat betina tidak akan meletakkan telur di atas sumber pakan secara langsung dan
tidak akan mudah terusik apabila sedang bertelur. Oleh karena itu, umumnya daun
pisang yang telah kering atau potongan kardus yang berongga diletakkan di atas
media pertumbuhan sebagai tempat telur.

2.3. Potensi Sampah Organik


Sampah organik contohnya adalah sampah dedaunan, sisa-sisa
makanan, kotoran binatang dan lain-lain. Sampah organik mempunyai potensi
yang besar untuk dimanfaatkan kembali menjadi barang yang berguna dan bisa
mempunyai nilai ekonomi yang cukup besar. Sebenarnya di Pedesaan, sampah
organik banyak dimanfaatkan oleh penduduk. Biasanya mereka membuang
4

sampah organik di lahan perkebunan atau pertanian untuk dijadikan pupuk alami.
Namun umumnya mereka belum mengolah sampah organik tersebut secara efektif
dan kontinu. Jika sampah organik hanya disebarkan saja di lahan pertanian tanpa
ada pengolahan terlebih dahulu, maka unsur-unsur hara yang ada dalam sampah
tersebut tidak bisa terserap secara optimal oleh tanaman. Oleh karena itu perlu
adanya upaya pengelolahan yang profesional agar sampah organik bisa menjadi
sesuatu yang menghasilkan sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai ekonomi.

2.4. Berbagai Media Untuk Produksi Larva Mini BSF (Magot)


Larva lalat BSF dapat tumbuh dan berkembang subur pada media organik,
seperti BIS, kotoran sapi, kotoran babi, kotoran ayam, sampah buah dan limbah
organik lainnya. Kemampuan larva BSF hidup dalam berbagai media terkait
dengan karakteristiknya yang memiliki toleransi pH yang luas (Mangunwardoyo
et al. 2011). Selain itu, kemampuan larva dalam mengurai senyawa organik ini
juga terkait dengan kandungan beberapa bakteri yang terdapat di dalam saluran
pencernaannya . Banjo et al. (2005) berhasil mengidentifikasi beberapa bakteri
yang diisolasi dari sistem pencernaan larva BSF, yaitu Micrococcus sp,
Streptococcus sp, Bacillus sp dan Aerobacter aerogens. Kualitas dan kuantitas
media perkembangan larva lalat sangat mempengaruhi kandungan nutrien tubuh
serta keberlangsungan hidup larva pada setiap instar dan tahap metamorfosis
selanjutnya. De Haas et al. (2006) menyatakan bahwa kualitas media
perkembangan larva berkorelasi positif dengan panjang larva dan persentase daya
tahan hidup lalat dewasa. Jumlah dan jenis media yang kurang mengandung
nutrien dapat menyebabkan bobot pupa kurang dari normal, akibatnya pupa tidak
dapat berkembang menjadi lalat dewasa. Larva BSF yang dikoleksi dari alam dan
ditumbuhkan pada media organik dengan kualitas cukup memiliki performans
yang lebih baik dibandingkan dengan larva dari koloni laboratorium. Bobot larva
BSF yang diberi pakan dalam jumlah terbatas tidak berbeda nyata dengan yang
diberi pakan melimpah. Namun, lalat dewasa yang menetas dari kelompok larva
dengan pakan terbatas memiliki umur yang lebih pendek (tiga sampai empat hari).
Menurut Zarkani & Miswati (2012) kualitas media pertumbuhan larva juga
berpengaruh terhadap jumlah rasio antara lalat jantan dan betina yang menetas
dari pupa. Lalat dewasa jantan akan banyak menetas dari larva yang dipelihara
5

pada jumlah media yang terbatas. Untuk mengatasi ketergantungan media larva
BSF dengan BIS, maka digunakan limbah loading ramp sawit, yaitu limbah yang
dihasilkan saat proses pemasukan tandan buah segar ke dalam bak/gerobak/ troli
sebelum proses perebusan. Limbah ini memiliki kandungan protein sekitar 9,81%
dengan kadar lemak mencapai 10,32%. Kandungan tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan BIS, yaitu 16-17% protein dan 13-15% lemak (Sundu &
Dingle 2003). Adapun limbah solid memiliki kandungan protein lebih tinggi
(12,63%), tetapi kandungan lemaknya lebih rendah (7,12%) dibandingkan dengan
limbah loading ramp. Media BIS juga menghasilkan kadar protein dan berat
kering larva yang lebih tinggi dibandingkan dengan media dari kotoran ayam
(Katayane et al. 2014). Keadaan ini diduga karena kualitas protein yang ada di
dalam kotoran ayam petelur merupakan senyawa Non Protein Nitrogen (NPN)
sehingga berkualitas lebih rendah dibandingkan dengan kandung protein pada
BIS. Disamping itu, kandungan nutrien yang terkandung dalam kotoran ayam
petelur juga lebih rendah dibandingkan dengan BIS. Studi lain menyatakan bahwa
substrat yang berkualitas rendah akan menghasilkan larva BSF yang lebih sedikit
karena media pertumbuhannya mengandung komponen gizi yang kurang atau
terbatas. Apabila kandungan nilai gizi pada media pertumbuhan berkurang, maka
fase larva dapat mencapai empat bulan, tetapi apabila nuturiennya cukup, maka
fase larva hanya memerlukan waktu dua minggu. (Dong et al. 2009; Yu et al.
2011)

2.5. Cara Berbudidaya Larva Mini BSF (magot)


Budidaya maggot sangat mudah namun diperlukan ketekunan dan kesabaran
yang cukup dengan memilah sampah rumah tangga yang diambil hanya bahan
organiknya saja. Budidaya maggot bsf diawali dengan tahap penetasan telur-telur
bsf yang dihasilkan dari kandang. Penetasan ini dilakukan pada media / wadah
box, diawali sejak meletakan telur sampai akhirnya menetas sampai kurang lebih
2 hari baru dipindah ke dalam biopond sebagai media pembesaran. Pada tahap ini
maggot ini mengalami beberapa fase yaitu fase larva muda (sekitar 1-18 hari),
fase prepupa (sejak hari ke 19 selama 1 minggu), fase prepupa (normal 3-7 hari),
lalu akhirnya kembali menjadi lalat. Fase maggot ini jauh lebih lama
dibandingkan dengan waktu pada fase lalatnya yang rata-rata hanya 7 hari.
6

Selama fase maggot/larva ini sejak hari pertama sampai menjelan fase prepupa,
maggot ini mempunyai aktifitas makan yang tinggi. Rata-rata 10.000 larva /
maggot dapat menghabiskan 1Kg makanan organik dalam 24 jam. Dan kita dapat
memanfaatkan bahan organik berupa limbah seperti limbah pasar (buah dan
sayuran), limbah rumah tangga, restoran, dsb. Limbah pasar adalah jenis yang
paling mudah didapatkan dalam jumlah banyak. Cara pemanenan magot sangat
mudah yaitu dengan cara mengumpulkan magot ditengah biopod tunggu sampai
semua berkumpul setelah itu bisa menggunakan sarinagn untuk memisahkan
magot dan kasgot.

2.6. Potensi Larva Mini BSF (magot)


Bagi sebagian orang melihat lalat adalah serangga yang menjijikan dan
identik dengan jorok., tidak semua jenis lalat yang bisa dipakai. Hanya ada satu
lalat yang bisa dipakai untuk mengatasi persoalan sampah organik, yakni hermetia
illucens atau yang dikenal dengan nama black soldier fly (BSF). Lalat hermetia
illucens bisa membantu mengatasi persoalan sampah organik karena makanan dan
sumber kehidupan dari BSF adalah sampah organik. Anakan lalat tersebut yakni
larva ternyata bisa menjadi bahan baku pakan ternak. Apalagi kandungan protein
di larva BSF tidak kalah dengan protein tepung ikan yang kerap menjadi bahan
baku pakan ternak. Margalarva adalah aplikasi penyedia pakan ternak berbahan
baku larva BSF. "Kualitas sebanding dengan pakan ternak yang lainnya. Untuk
bisa menghasilkan larva BSF, ia akan memberi pakan sampah organik kepada
bibit BSF selama satu hingga dua minggu. Di periode itu, bibit BSF akan berubah
menjadi larva BSF. Dari larva tersebut, ia menyiapkan tiga jenis pakan ternak.
Pertama larva hidup bagi pakan ikan terutama jenis arwana, reptil, hingga burung.
Kedua, larva kering dan yang ketiga adalah maggot meal atau tepung protein dari
tumbukan protein BSF kering. Selain itu, Magalarva juga mempunyai pupuk
organik dari feses larva BSF. Saban hari, ia bisa memproduksi protein kering
hingga Rp 500 kg dan 200 kg pupuk organik. Untuk bisa mencapai hasil tersebut,
ia butuh tiga ton sampah organik berupa sisa makanan, buah-buahan, dan sayur
dari mitra. Dari jumlah produksi itu, ia baru bisa menjual 300 kg per hari dan
sudah mengantongi omzet yang lumayan per bulannya. Sisa produksi ia pakai
untuk meneliti lebih lanjut upaya menggenjot kapasitas produksi larva BSF untuk
7

bisa menekan harga jual yang saat ini dua kali lipat dari harga pakan ternak yang
lain. Kandungan protein pada larva ini cukup tinggi, yaitu 44,26% dengan
kandungan lemak mencapai 29,65%. Nilai asam amino, asam lemak dan mineral
yang terkandung di dalam larva juga tidak kalah dengan sumber-sumber protein
lainnya, sehingga larva BSF merupakan bahan baku ideal yang dapat digunakan
sebagai pakan ternak (Fahmi et al. 2007).
8

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum Teknologi Pengelolaan Limbah dengan materi Biokonversi
Sampah Organik Menggunakan Larva Black Soldier Fly, dilaksanakan selama 14
hari, di labolatarium Budidaya Pertanian, Borneo Sustainable Farm dan Lab TIP.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum adalah baskom plastik berbentuk
kotak, sarung tangan plastik, masker, timbangan digital, Blender, pisau, pengaduk,
jaring, serbet, dan penggaris. Sedangkan bahan yang digunakan adalah telur BSF
sebayak 0,5-1 gram, ampas tahu, limbah buah-buahan, limbah sayur sayuran,
limbah rumah makan, sebagai media/pakan magot, daun pisang, dedak, pelet
ikan/pur ayam, ampas kelapa, dan jaring.

3.3. Metode Praktikum


3.3.1. Kunjungan Lapangan Borneo Suistainable Farm
Adapun cara kerja yang diterapkan pada praktikum Teknologi Pengelolaan
Limbah Industri dengan materi Biokonversi Sampah Organik Menggunakan
Larva Black Soldier Fly (Hermetia illucens) yaitu:
1. Menyiapkan bahan dan alat yang perlu digunakan pada pengamatan BSF.
2. Kemudian praktikan akan dibimbing untuk mengamati lalat tentara hitam
(BSF) yang diamati di lapangan.
3. Setelah itu diamati perkembangbiakan BSF, kondisi lingkungan, cara atau
tempat bertelur.
4. Kemudian untuk tempat lingkungan perkembangbiakan BSF perlu dilakukan
penyemprotan air, agar kondisi lingkungannya tetap lembab.
5. Untuk tempat telur BSF dibuat didalam kandang yang dipagari dengan jaring,
bentuk tempat telur BSF yang sangat unik yaitu menggunakan papan yang
kecil sekitar 5 x 10 cm yang ditumpuk, dengan ada sedikit ruang yang
disisakan pada bagian papan tersebut itu sebagai tempat perteluran BSF.
6. Setelah selesai pengamatan dari BSF, kemudian dilakukan pengamatan
Magot. Dimana disana terdapat banyak larva magot yang masih segar, hal ini
9

terjadi karena pakan yang dikasih terhadap magot tersebut merupakan limbah
sayuran dan buah.
7. Disana juga terdapat larva dari BSF yang akan dikasih menjadi pakan ikan
yang ada disekitar area perkembangbiakan magot.

3.3.2. Proses Pengembangbiakan Magot


Adapun cara kerja yang diterapkan pada praktikum Teknologi Pengelolaan
Limbah Industri dengan materi Biokonversi Sampah Organik Menggunakan
Larva Black Soldier Fly (Hermetia illucens) yaitu:
1. Menyiapkan telur BSF yang dari diambil dari tumpukan papan yang telah
disediakan. Kemudian karet pengikat papan dibuka dengan hati-hati agar telur
dari BSF tidak jatuh kelantai.
2. Pengambilan telur BSF dilakukan menggunakan pisau atau bahan yang
runcing.
3. Kemudian telur BSF yang telah di panen diletakkan diatas daun pisang untuk
diukur beratnya yang akan dikembangbiakkan nanti.
4. Untuk pembuatan Media perkembangbiakan telur BSF maka diperlukan
wadah yaitu baskom plastik berbentuk kotak.
5. Kemudian dimasukkan kedalam baskom plastik dedak seberat 250 gram.
6. Setelah itu dilakukan penghalusan Pur ayam menggunakan air bersih.
7. Kemudian telur BSF tadi diambil sekitar 1 gram, yang kemudian diletakkan
diatas daun pisang.
8. Kemudian menghaluskan pur ayam, ini akan menjadi tempat telur BSF
tersebut.
9. Setelah itu memasukkan baskom yang berisi dedak, pur ayam dan telur BSF
yang telhh dirancang tadi kedalam lemari yang telah dibuat sebelumnya. Area
dari lemari tempat perkembangbiakan telur BSF dibuat jaring untuk
menghindari masuknya organisme lain.
10. Setelah itu dibiarkan selama 1 minggu (7 hari) hingga telur menetas,
pengecekan dilakukan tiap hari.
11. Kemudian pada hari ke-8 sampai ke-10 setelah telur menetas, pakan dikasih
kepada magot. Pakan yang dikasih yaitu limbah buah-buahan, sayuran, ampas
10

tahu dan limbah resto. Semua limbah ini dibentuk menjadi pasta sebanyak
sekitar 500 gram/1 gram telur.
12. Untuk pemberian makan magot dilakukan sebanyak 2 kali pagi dan sore.
13. Kemudian pada hari yang ke-11 sampai ke-17 dilakukan juga hal sama
pemberian pakan, hingga magot bisa siap dipanen.
14. Pada saat pemberian makan magot juga dilakukan pemisahan dengan kasgot
(yang dapt digunakan sebagai kompos).
15. Kemudian pada hari ke-17 dilakukan pemanenan magot, pada pemanenan
magot semua kasgot dan magotnya dipisahkan hingga magot bersih. Magot
yang tadi diukur panjang dan beratnya (per ekor). Larva magot yang sudah
bersih kemudian ditimbang keseluruhannya.

3.3.3. Cara Kerja Penyangraian Larva BSF (Laboratorium Teknologi Industri


Pertanian)
Adapun cara kerja penyangraian larva BSF adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Mematikan larva BSF dengan cara merendam larva dengan menggunakan air
panas dengan suhu 800C.
3. Mencuci larva BSF yang sudah mati hingga bersih dari kotoran atau kasgot
yang menempel, dan kemudian tiriskan.
4. Menyangrai larva BSF hingga kering dan warnanya berubah agak kehitaman.
5. Mendinginkan larva BSF yang sudah disangrai dengan cara meletakkannya di
nampan dan diangin-anginkan hingga dingin.
6. Memasukkan hasil sangrai larva BSF yang sudah dingin kedalam plastik dan
kemudian disiman.
11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan (meliputi panjang magot, berat magot, total produksi
(magot)

Tabel 1. Pengamatan Pertumbuhan larva BSF pakan limbah sayur

Jumlah Panjang
Berat rata -
Hari Ke Makanan rata - Keterangan
rata
rata
pagi sore
Sebagian telur menetas
dan meninggalkan
cangkang menuju
1. kebawah daun pisang
yang mulai mengering,
baby magot berwarna
putih.

Masih ada terdapat telur


yang belum menetas.
Baby maggot yang sudah
2. menetas berkumpul di
bawah daun pisang
menuju makanan. Baby
maggot berwarna putih.

Hampir semua telur dan


terdapat pergerakan pada
3. maggot yang sedikit
besar dari magot lainnya.
Warna magot putih.

Semua telur sudah


menetas dan terdapat
4. maggot yang sedikit
besar dari magot lainnya.
Warna magot putih.
12

Ukuran magot bertambah


besar. pada makanan
5.
magot di tambahkan air
sebanyak 8 ml.

Terdapat magot yang


lebih besar dari magot
6.
lainnya dan bergerak
aktif.
Magot mulai bergerak
aktif dan mengumpul
7. pada bagian tengah. Pada
makanan magot di
tambahkan air 7 ml.
Mulai terlihat
50 pertumbuhan magot,
8.
gram bergerak lebik aktif,
magot berwarna putih.
Terdapat magot yang
50 50 lebih besar dari magot
9.
gram gram lainnya dan bergerak
aktif.
Magot bergerak di antara
50 makanan, terdapat magot
10.
gram yang lebih besar dan aktif
bergerak.

Magot berkembang dan


50 aktif bergerak. Terdapat
11.
gram magot yang lebih besar
dari magot lainnya

Magot bergerak di antara


50 makanan, terdapat magot
12.
gram yang lebih besar dan aktif
bergerak.

Terdapat magot yang


masih kecil, magot sudah
dapat diamati dengan
13. 50 gr 100 gr 0,72 cm 58,2 gram
mengukur panjang dan
beratnya
13

terlihat pertumbuhan
magot, bergerak lebik
14. 250gr 0,74 cm 59,1 gram
aktif, magot berwarna
putih.
Magot mengelompok dan
15. 250gr 250gr 1,16 cm 64,8 gram bersembunyi di bawah
media pertumbuhan.
Mulai terdapat magot
16. 500gr 1,8 cm 119,2 gram yang berubah warna
menjadi kehitaman
Ada terdapat magot yang
berwarna hitam, jumlah
17. - 1,62 cm 114 gram
magot dalam media
berkurang.
Berat keselurahan magot pada saat di panen 230 gram

Tabel 2. Pengamatan Pertumbuhan larva BSF pakan limbah buah-buahan


Pengamatan Pemberian Panjang Berat
Makanan (gram) Maggot Maggot Keterangan
Pagi Sore (cm) (gram)
Hari ke-0 Telur sudah menetas
dengan ciri berwarna
- - - - kuning kecoklatan,
penambahan air 2 mL
pada pelet.
Hari ke-1 Telur sudah menetas
sepenuhnya dengan ciri
berwarna kuning
kecoklatan, baby
- - - - maggot berada dibawah
daun pisang,
penambahan air 2 mL
pada pelet
Hari ke-2 Posisi maggot
menggumpal disekitar
- - - - pelet berserakan,
pemanbahan air 2 mL
pada pelet.
Hari ke-3 Maggot berwarna
putih, posisinya
- - - - menyebar, penamgabah
pelet 5 g dan 4 mL air.
Hari ke-4 Penambahan air 10 mL
- - - - pada pelet, pakan
ditambah dari dedak,
14

kondisi magot masih


sama seperti hari
sebelumnya.
Hari ke-5 Maggot berwarna
kuning, ukuran tidak
sama, letaknya
- - - - berserakan dibawah
pelet,penambahan air 5
mL,
Hari ke-6 Kondisi maggot masih
- - - - sama seperti hari
sebelumnya
Hari ke-7 Penambahan 6 mL air,
- - - - posisi maggot terdapat
ditumpukkan pelet.
Hari ke-8 kondisi maggot masih
- 50 - - seperti hari sebelumnya
Hari ke-9 Terdapat beberapa
50 100 - - maggot yang sudah
membesar
Hari ke-10 Kondisi maggot sama
100 100 - - seperti hari sebelumnya
Hari ke-11 Ukuran maggot tidak
50 100 0,86 0,036 sama, dedak dan media
makan dicampur
Hari ke-12 Ukuran maggot tidak
200 100 1,08 0,044 sama, dedak dan media
makan dicampur
Hari ke-13 Ukuran maggot tidak
merata, membersihkan
200 300 1,12 0,078 kasgot, dedak dan
media makanan
dicampur
Hari ke-14 Maggot berada
186 300 1,25 0,086 dibawah pakan,dedak
dan makanan dicampur
Hari ke-15 Ukuran maggot
182 418 1,34 0,094 semakin bertambah,
keadaannya lembab.
Hari ke-16 Kondisi maggot sama
200 200 1,48 0,106 seperti hari
sebelumnya,
15

penambahan ampas
kelapa.
Hari ke17 Ukuran maggot
250 500 1,68 0,132 bertambah, kondisi
lembab
Pemanenan Total berat larva BSF =
1,88 0,146 264.81 gram
Kasgot = 600 gram

Tabel 3. Pengamatan Pertumbuhan larva BSF pakan limbah tahu


Pemberian makanan
Pengukuran
(Limbah Ampas Tahu)
Hari ke- Panjan Sore Keterangan
Berat
g Pagi
(gram)
(cm)
0
Semua telur larva
(Senin, 13 - - - -
BSF menetas.
Mei 2019)
Penambahan air
1
sebanyak 2 ml pada
(Selasa, 14 - - - -
pelet yang sudah
Mei 2019)
mulai kering.
2
Penambahan air
(Rabu, 15 - - - -
sedikit.
Mei 2019)
3 Penambahan pelet 5
(Kamis, 16 - - - - gram dan air
Mei 2019) sebanyak 2,5 ml
Pelet agak kering
4
sehingga di
(Jum’at, 17 - - - -
tambahkan air
Mei 2019)
sedikit.
5
Penambahan air 2,5
(Sabtu, 18 - - - -
ml.
Mei 2019)
6
Tidak ada
(Minggu, 19 - - - -
pengamatan
Mei 2019)
7
Tidak ada
(Senin, 20 - - - -
Penambahan air.
Mei 2019)
8
Penambahan air
(Selasa, 21 - - - 50 gram
sedikit.
Mei 2019)
9 - - 50 gram - Penambahan air
16

(Rabu, 22 sedikit.
Mei 2019)
Penambahan air
sedikit. Makanan
10
masih banyak
(Kamis, 23 - - - -
sehingga tidak perlu
Mei 2019)
diberikan makanan
lagi.
Pengukuran
11
dilakukan dengan
(Jum’at, 24 0,76 0,0284 50 gram 100 gram
mengambil 5 magot
Mei 2019)
secara acak.
Pengukuran
12
dilakukan dengan
(Sabtu, 25 1 0,044 150 gram 200 gram
mengambil 5 magot
Mei 2019)
secara acak.
Pengukuran
13
dilakukan dengan
(Minggu, 26 0,8 0,047 250 gram 300 gram
mengambil 5 magot
Mei 2019)
secara acak.
Pengukuran
14
dilakukan dengan
(Senin, 27 1,02 0,028 350 gram 400 gram
mengambil 5 magot
Mei 2019)
secara acak.
Pengukuran
15
dilakukan dengan
(Selasa, 28 1,26 0,0764 450 gram 190 gram
mengambil 5 magot
Mei 2019)
secara acak.
Pengukuran
dilakukan dengan
mengambil 5 magot
16 secara acak.
(Rabu, 29 1,26 0,07 - 700 gram Penambahan ampas
Mei 2019) kelapa 100 gram.
Pakan yang
diberikan adalah
tahu.
Pengukuran
17
- dilakukan dengan
(Kamis, 30 1,78 0,102 750 gram
mengambil 5 magot
Mei 2019)
secara acak.
18 Total larva BSF =
(Jum’at, 31 1,62 0,134 - - 1,56 kg
2019) Kasgot = 1,9 kg
17

Tabel 4. Pengamatan Pertumbuhan larva BSF pakan limbah resto


Hari Pembuatan pengukuran
ke -
makan keterangan
pagi sore panjang berat
0 - - - - Berupa telur BSF yang masih
kecil dan tak terlihat mengunakan
visual
1. - - - - Telor sudah menetas tapi
sebagian masih belum menetas
dan kondisi pangan masih basah
dan warna makanan agak
hitamdan magot banyak menetas
di bawah daun pisang dan tidak
ada seranga yang masuk dan
untuk pakan ditambah air 1 ml

2. - - - - Untuk magot menyebar di bawah


dari daun pisang dan semua
menetas dan ukuran magot agak
besar dari hari satu air ditambah 3
ml
3. - - - - Untuk magot sudah bisa terlihat
jelas dengan mata dan pakan
diberi 5 gram dan air ditambah 6
ml dan daun pisang sudah coklat
dan kering
4. - - - - Hanya dilakukan pengamatan
magot perkembangan masih
sama
5. - - - Pakan diberi air 3 ml pengamatan
magot perkembangan masih
sama
18

- - - - Pakan diberi air 6 ml air


6. pengamatan magot perkembangan
masih sama
7. - - - - Magot agak besar dan pakan
sudah agak kering dan ditambah
air 4 ml
8. - - - - Perkembangan magot masih
sama seperti hari kemaren dan
tampa ada penambahan air pada
pakan
9 - 100 - - Mulai diberi pakan berupa limbah
gram resto 100 gram dan ditambahkan
air 15 ml air karena pakaan
kering dan pakan disebar
keseluruh bagian magot dan daun
pisang dibuang
10 50 100 - - Hanya pemberian makan magot
gram gram makanan menyusut dan kering
dan ditambah air 2 ml
11. - 100 1 cm 30 gram Ukuran magot tidak merata ada
gram yang kecil dan besar bertambah
ukuran 1 cm
12. - 150 1,2 cm 33 gram Magot masih sama dengan
gram pengamtan yang kemaren

13. - 200 1,2 cm 62 gram Magot bertambah berat


gram
14. - 420 1,8 cm 0,87 gram Magot bertambah berat dan pakan
gram ditambah

15. - 700 1, 6 cm 0, 23 gram Pakan ditambah 700 gram dan


gram ditambah kelapa parut
19

16. - 750 1,7 cm 0, 14 Magot diberi makan lebih karena


gram mulai ada magot yang mulai mau
menjadi pupa
17. - - 1,8 cm 1, 300 kg Magot dipanen

4.2. Pembahasan
Pada hari pertama Sebagian telur menetas dan meninggalkan cangkang
menuju kebawah daun pisang yang mulai mengering, baby magot berwarna putih.
Pada hari kedua Masih ada terdapat telur yang belum menetas. Baby maggot yang
sudah menetas berkumpul di bawah daun pisang menuju makanan. Baby maggot
berwarna putih. Pada hari ketiga Hampir semua telur dan terdapat pergerakan
pada maggot yang sedikit besar dari magot lainnya. Warna magot putih. Pada hari
ke empat Semua telur sudah menetas dan terdapat maggot yang sedikit besar dari
magot lainnya. Warna magot putih. Pada hari ke lima Ukuran magot bertambah
besar. pada makanan magot di tambahkan air sebanyak 8 ml. Pada hari ke enam
Terdapat magot yang lebih besar dari magot lainnya dan bergerak aktif. Pada hari
ke tujuh Magot mulai bergerak aktif dan mengumpul pada bagian tengah. Pada
makanan magot di tambahkan air 7 ml. Pada hari ke delapan Mulai terlihat
pertumbuhan magot, bergerak lebik aktif, magot berwarna putih. Pada hari
kesembilan Terdapat magot yang lebih besar dari magot lainnya dan bergerak
aktif. Pada hari kesepuluh Magot bergerak di antara makanan, terdapat magot
yang lebih besar dan aktif bergerak. Pada hari ke-sebelas Magot berkembang dan
aktif bergerak. Terdapat magot yang lebih besar dari magot lainnya. Pada hari ke
duabelas Magot bergerak di antara makanan, terdapat magot yang lebih besar dan
aktif bergerak. Pada hari ke-tigabelas Terdapat magot yang masih kecil, magot
sudah dapat diamati dengan mengukur panjang dan beratnya dan sudah bisa
diukur, diambil lima sampel dan di rata-ratakan pada hari ke-tigabelas berat magot
58,2 gram dan panjang nya 0,72 cm. Pada hari ke-empatbelas terlihat
pertumbuhan magot, bergerak lebik aktif, magot berwarna putih dan rata rata
panjang nya adalah 0,74 cm dan berat nya 59,1 gram. Pada hari ke-limabelas
Magot mengelompok dan bersembunyi di bawah media pertumbuhan dan rata rata
panjang nya adalah 1,16 cm dan rata rata berat nya adalah 64,8 gram. Pada hari
ke-enambelas Mulai terdapat magot yang berubah warna menjadi kehitaman dan
20

rata-rata panjang nya adalah 1,8 cm dan berat nya adalah 119,2 gram. Pada heri
ke-tujuhbelas Ada terdapat magot yang berwarna hitam, jumlah magot dalam
media berkurang dan rata-rata panjang nya 1,62 cm dan berat nya 114 gram. Pada
hari terakhir magot menyusut karena media kasgot nya becek dan magot banyak
yang keluar dari media karena media nya basah, disebabkan oleh kesalahan pada
pemberian makan.sehingga pada pemanenan hanya bisa mengumpulkan magot
230 gram. Dan memanen nya dengan menggunakan aliran air untuk memisahkan
magot dan kasgot, kenapa menggunakan air kerena media yang becek/basah maka
dari itu akan sulit untuk memanen magot dengan cara biasa. Magot pada
kelompok sayur memiliki ukuran yang lebih kecil dan sedikit karena kesalahan
pada pemberian makan dan kurangnya variasi pada pemberian makan.
21

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah magot BSF sangat bagus untuk
mengolah sampah organik dan magot sendiri tidak ada menghasilkan limbah sama
sekali karena magot banyak bisa diolah menjadi berbagai macam produk seperti
contohnya magot bisa dibuat pakan ternak, dan kasgotnya bisa dibuat pupuk
organik.
Pada setiap jenis pakan magot sebenarnya tidak berpengaruh nyata karena
semuanya sama saja tergantung dari pemberiaan pakan dan kerutinan pemberian
pakan nya.

5.2. Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah agar anggota kelompok selalu kompak,
jika teman kelompok tidak adpat hadir atau berhalangan harus nya kita bisa
mengisi nya.
22

DAFTAR PUSTAKA

Banks IJ, Gibson WT, Cameron MM. 2014. Growth rates of Black Soldier Fly
larvae on fresh human faeces and their implication for improving
sanitation. Trop Med Int Heal. 19:14-22.
Barros-Cordeiro KB, Nair Báo S, Pujol-Luz JR. 2014. Intrapuparial development
of the Black Soldier Fly, Hermetia illucens. J Insect Sci. 14:1-10.
Hardjo et al., 1989. 2015. Performance of Clarias gariepinus (Burchell, 1822) fed
dietaty levels of Black Soldier Fly, Hermetia illucens (Linnaeus, 1758)
prepupa meal as a protein supplement. Int J Res Fish Aquac. 5:89-93
Tomberlin et al. 2009. 2015. Specialised protein products in black soldier fly
nutrition: A review. Anim Nutr. 1:47-53.

Anda mungkin juga menyukai