Anda di halaman 1dari 7

Latar Belakang

Bentang lahan atau yang biasa disebut dengan lansekap merupakan daerah
hamparan penggunaan lahan yang meliputi lingkungan fisik yang didalamnya terdapat iklim,
topografi/relief, hidrologi tanah atau curah hujan, dan keadaan vegetasi alami yang
berpengaruh secara potensial terhadap penggunaan lahan tersebut. Penetapan
penggunaan lahan pada umunya didasarkan pada karakteristik lahan dan daya dukung
lingkungan yang dimiliki. Pemanfaatan penggunaan lahan harus memperhatikan kapasitas
maksimal dari daya dukung lingkungan, seperti topografi lahan, curah hujan, dan kondisi
vegetasi alami sehingga kendala seperti erosi maupun degradasi lahan akibat limpasan
permukaan dapat sedikit diatasi dimana menggunakan pengelolaan lahan khususnya yang
bertujuan untuk pertanian perlu untuk memperhatikan keadaan lahan tersebut mulai dari
sifat-sifat lahan, kelas kemamuan lahan, hingga rekomendasi untuk kedepannya. Keadaan
lingkungan sekitar juga menjadi penunjang keadaan lahan yang baik untuk pertanian,
seperti kelerengan, ketinggian, panjang lereng, topografi, vegetasi, dan lain sebagainya.
Faktor-faktor tersebut dapat menjadi pemicu permasalahan dalam penggunaan lahan
seperti erosi.

Lahan yang berada dekatan dengan dua pegunungan biasanya mempunyai dampak
yang buruk seperti terkenanya kerusakan yang di sebabkan oleh erosi dan keadaan alam
didaerah tersebut ,salah satu kerusakan yang sering terjadi di lahan Indonesia adalah
terjadinya erosi dikarenakan limpasan permukaan yang tinggi dapat menyebabkan lahan
menjadi mudah terdegradasi atau mengalami erosi, terlebih lagi jika lahan berada di
kelerengan yang besar. Kegiatan praktikum lapang yang dilakukan pada areal lahan yang
diamati memiliki karakteristik tanah yang condong memiliki kandungan pasir yang tinggi
sehingga tanah akan mudah tererosi, selain itu tingkat kemiringan yang cukup besar akan
menyebabkan air hujan yang turun dan didukung dengan gaya gravitasi juga menyebabkan
tanah tersebut akan mudah tereerosi . Seiring berjalannya waktu, perubahan penggunaan
lahan semakin bertambah luasnya penggunaan lahan tegalan/ladang kemudian sawah
tadah hujan, dan permukiman. Hal ini sering terjadi dikarenakan dengan pertumbuhan
penduduk sehingga semakin meningkat kebutuhan akan lahan. Padahal, Hutan memiliki
potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut
mengandung manfaat bagi populasi manusia apabila dikelola dengan benar dan bijaksana.
Hutan juga memberikan pengaruh kepada sumber alam lain.

Peningkatan akitvitas penduduk yang berada di pegunungan atau hutan umumnya


meningkatkan prokduktivitas pertanian dimana mereka membuka lahan baru atau
ekspolitasi secara terus menerus tanpa melihat dampak yang panjang akan di dapatkan jika
melakukan hal tersebut seperti penurunan produktifitas lahan secara baik kemudian akan
terjadinyaa degradasi lahan dan semiditasi lahan .

Terdapat kondisi ahli fungsi lahan di kawasan lereng Gunung Cikuray Jawa Barat
berda pada wilayah kabupaten Garut terjadi ahli fungsi lahan yang terjadi dikawasan hutan
lindung gunung Cikuray, yang semula adalah kawasan resapan air sebagian telah berubah
menjadi lahan pertanian,kondisi tersebut menyebabkan kelestarian dari hutan lindung dan
hilangnya daerah resapan air sebagai penunjang ketersediaan air di kawasan tersebut.
Selain itu, alih fungsi lahan yang dilakukan juga mengakibatkan degradasi lahan sehingga
kawasan tersebut menjadi lahan kritis. Upaya konservasi dan perbaikan perlu dilakukan
untuk mengingat kualitas lahan yang semakin buruk dapat menyebabkan berbagai dampak
negatif bagi lingkungan dan masyarakat disekitarnya. Apabila kualitas lahan terus menurun
dan tidak dilakukan upaya pengelolaan yang baik, maka lahan yang dapat dimanfaatkan
dengan baik menjadi akan berkurang manfaatnya serta menjadi bencana. Kegiatan
perekonomian para masyarakat yang disana , sosial budaya, dan keberlanjutan lahan tidak
akan terjadi. Maka dari itu pentingnya dilakukan konservasi dalam permasalahan ini,
sebagaimana yang kita ketahui pula, hutan merupakan sumber penghidupan bagi semua
mahluk terutama manusia

1.2 Tujuan

1.Menentukan besarnya erosi di wilayah lereng Gunung Cikuruy yang berada di wilayah
Kabupatan Garut Jawa Barat
2. Menentukan rekomendasi tindakan konservasi pada lahan lereng Gunung Cikuruy yang
berada di wilayah Kabupatan Garut Jawa Barat
3.3 Permasalahan Lahan

Permasalahan lahan merupakan suatu kondisi yang membuat lahan tersebut kurang
efektif atau efisien dalam pemanfaatannya secara optimal, permasalahan lahan harus di
atasi agar dapat mengoptimalkan lahan dengan baik. Permasalahan lahan yang dapat
dilihat dari hasil analisis adalah besarnya erosi yang melebihi nilai EDP.Kawasan hutan
lindung gunung Cikuray tedapat banyak sekali ahlifungsi lahan seperti penebangan pohon
liar , kebakaran hutan, dan aktivitas para pendaki gunung yang cukup banyak tanpa
memperhatikan etika lingkunga sehingga memiliki dampak kerusakan ekosistem di Gunung
Cukuray semakin masif. Menurut pendapat (sarjono,1998) dan (silviani 2008)Faktor
penyebab kerusakan hutan lindung adalah faktor ekonomi masyarakat di sekitar hutan yang
digambarkan sebagai masyarakat petani miskin. Sarjono, (1998) menyatakan bahwa
penyebab tingginya perambahan hutan adalah motivasi petani untuk memiliki lahan di
kawasan lindung ( ). Dimana aspek pengamanan hutan yaitu terbatasnya jumlah petugas
pengawas kehutanan mendorong berkembangnya dan pelaku ekonomi melakukan praktek
sehingga menyebabkan masuknya perambah hutan (Rachman Effendi , 2007). Maraknya
perambah hutan menurut Andri (2002) disebabkan belum sinkronnya program antar sektor
kehutanan dan pengembagan tanaman pangan dan hortikultura yang ditujukan untuk
kepentingan kesejahteraan masyarakat disekitar hutan lindung.

Daerah Gunung Cikuray rata-rata menggunakan pertanian ladang-ladang petani dari


berbagai jenis tanaman sayur-mayur seperti tomat, cabe, kentang, bawang putih, bawang
daun, serta berbagai jenis tanaman lain ,namu pertanian di daerah tersbut mengalami
permaslahan lahan yang dimana berdapak kedapada masyarakat di sekitar Gunung Cikuray
mulai kekurangan air bersih yang biasanya digunakan untuk kebutuh sehari-hari atau
kegiatan pertanian di ladang . Sedangkan saat musim hujan, tingkat erosi yang semakin
tinggi menjadi ancaman longsor bagi beberapa daerah yang memiliki tingkat kemiringan
yang tinggi, Apabila kondisi ini terus dibiarkan terjadi, maka kerusakan Gunung Cikuray akan
semakin masif dan mengundang dampak lebih buruk lagi pada ekosistem hutan seperti
terjadinya degradasi degradasi lahan atau erosi tanah. Menurut pendapat Atmojo (2006),
perubahan penggunaan lahan miring dari vegetasi permanen (hutan) menjadi lahan
pertanian intensif menyebabkan tanah menjadi lebih mudah terdegradasi oleh erosi tanah,
akibat degradasi oleh erosi ini dapat dirasakan dengan semakin meluasnya lahan kritis.
Praktek penebangan dan perusakan hutan (deforesterisasi) merupakan penyebab utama
terjadinya erosi. . Menurut Arsyad (2010) erosi merupakan kegiatan berpindahnya atau
terangkutnya tanah dan bagian-bagian dari tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh
media alami. Erosi ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor iklim, struktur, jenis
tanah, vegetasi, topografi dan faktor pengelolaan tanah proses erosi yang terjadi di alam
tidak hanya terjadi karena adanya faktor dari hujan dan kepekaan tanah melainkan juga
dipengaruhi oleh vegetasi, kemiringan dan manusia, Penggunaan teras bangku yang kurang
optimal juga menyebabkan erosi tersebut sangat besar, hal ini diperparah dengan tidak
adanya tanaman penutup tanah (covercrop) yang melindungi tanah dari dentuman air hujan,
sehingga ketika hujan turun yang didukung dengan kemiringan lahan yang curam serta
penggunaan teras yang kurang efektif maka akan menyebabkan limpasan permukaan air
yang tinggi dan menimbulkan erosi. Balai Penelitian Tanah (2005) mengungkapkan bahwa
tanaman penutup berfungsi untuk menahan dan mengurangi daya rusak butir-butir hujan
dan aliran permukaan, oleh sebab itu perlu nya dilakukan teknik konservasi secara mekanik
dengan pembuatan teras yang optimal serta konservasi secara vegetatif yaitu melakukan
penanaman tanaman penutup tanah.. Tingkat erosi akan semakin meningkat dengan
meningkatnya jika kegiatan penduduk membuka tanah-tanah pertanian tanpa pengelolaan
yang besar. Hilangnya kawasan hutan lindung yang berubah menjadi lahan pertanian
sangat berdampak buruk bagi kelangsungan lingkungan terutama tanah yang ada di
kawasan tersebut Berdasarkan pendapat Widianto et al. (2004)
4.1 Rekomendasi Koservasi

Lahan pengamatan pada hutan lindung daerah Cikuruy memiliki tingat erosi yang berbeda-
beda dalam menanggulangi erosi yang terjadi diperlukanya konservasi pada lahan. Dalam
pelaksanaan konservasi diperlukanya rekomendasi konservasi yang cocok dan sesuai
dengan keadaan lahan sehingga dapat menanggulagi maupun mempertahankan agar tidak
terjadinya erosi pada lahan Upaya untuk mengelola atau mengkonservasi lahan yang
berada di daerah lereng gunung seperti konservasi mekanik yaitu menurut Dariah et al.
(2005), konservasi tanah mekanik adalah segala perlakuan fisik mekanis yang
diberikan kepada tanah dan pembuatan bangunan dengan tujuan untuk mengurangi
laju aliran permukaan dan erosi serta meningkatkan kelas kemampuan
tanah,kegiatan konservasi yang mekanik yang dilakukan Daerah Cikuruy seperti dilakukan
dengan membuat reboisasi yaitu dengan pembuatan terasiring Dalam melakukan
konservasi tanah, terasering dikenal dengan istilah pembuatan teras demi teras seperti
tangga pada lahan yang miring. Terasering dilakukan agar jika terjadi hujan, air tidak akan
langsung hanyut begitu saja. Sehingga akan mencegah terkikisnya tanah oleh air hujan
dan bencana longsor bisa dicegah. Manfaat terasiring lainnya untuk konservasi tanah
antara lain sebagai penambah daerah resapan air, mengurangi tingkat kecuraman
lereng, dan memperlambat kecepatan air yang turun dan konservasi vegetatif adalah Upaya
konservasi tanah dan air (KTA) merupakan suatu kegiatan atau upaya perbaikan yang
dilakukan terhadap sumberdaya alam (termasuk sumberdaya lahan) dengan tujuan untuk
menjaga keberlanjutan sumberdaya tanah serta air yang dimanfaatkan pada daerah
tersebut. Sebagaimana penjelasan menurut Wahyudin (2014) dimana teknik vegetatif
konservasi yang akan disarankan pada daerah tersebut membuat sistem pertanian
agroforesti dikarenakan alih fungsi lahan pada daerah tersbut diantaranya adalah tanah
untuk keperluan pertanian, misalnya pada lahan dengan kemiringan atau
kelerengan curam >40%, tutupan lahannya berupa tanaman semusim maupun tanaman
perkebunan bahkan, pada beberapa wilayah dilakukan konversi lahan menjadi
penggunaan untuk permukiman. Menurut Widiyanto(2013),agfoforestrymerupakan suatu
sistem pengelolaan tanaman hutan (perennial) yang dikombinasikan dengan tanaman
pertaian tau disebut juga sebagai sistem wanatani, agroforestry merupakan suatu
sistem pengelolaan lahan yang dilakukan melalui kombinasi produksi dan tanaman
hutan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama dan enerapkan cara
pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat. Sistem agroforestry
yang diterapkan sebagai upaya konservasi tanah maupun air pada lahan yang mengalami
kerusakan dapat berupa sistem agroforestry sederhana dimana pepohonan ditanam
secara tumpang sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim, jenis pohon
yang ditanam sangat beragam dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi misalnya kelapa,
karet, cengkeh, kopi, kakao, Nangka, melinjo,petaijati hingga dadap.Jenis tanaman
semusim biasanya berkisar pada berbagai jenis tanaman pangan seperti padi (gogo),
jagung, kedelai, kacang-kacangan, ubi kayu, sayur maupun rerumputan. Bentuk
agroforestry sederhana ini umumnya banyak diterapkan di pulau jawa dalam bentuk
tumpang sari. Bentuk selanjutnya dari teknik agroforesty adalah berupa agroforestry
kompleks yang berupa hutan dan kebun. Didalam sistem ini, ciri utamanya adalah
kenampakan fisik dan dinamika didalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam
baik hutan primer maupun hutan sekunder. Penerapan agroforestry ini dapat berperan
sebagai Riverian Buffer Forest atau hutan penyangga tepi sungai yang fungsinya
adalah penjaga konidisi alami di sepanjang sungai, menjaga lahan dari terjadinya erosidan
memberikan perlindungan juga terhadappengolahan tanah di sekitarnya
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Andri. 2002. Kelolahutanbersamamasyarakat. www.aphi-pusat.net. 16Maret2002.

Rachman Effendi, Indah Bangsawan, and Muhammad Zahrul M. 2007. Kajian pola-pola
pemberdayaan masyarakat sekitar hutan produksi dalam mencegah illegal logging.
JurnalPenelitianSosialdanEkonomiKehutananVol.4No.4Desember2007

Sardjono,M.A.1998.UpayaPemberdayaanMasyarakatdiSekitarKawasanHutandiKaltim.

Sylviani,2008. Kajiandampakperubahanfungsikawasanhutanterhadapmasyarakatsekitar.
JurnalPenelitianSosialdanEkonomiKehutananVol.5No.3September2008

Atmojo .2006. Kajian Erosi Lahan pada Das Dawas Kabupaten Musi
Banyuasin – Sumatera Selatan. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Vol. 3,
No. 1.
dengan Pendugaan Erosi Tanah. Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian UPN Veteran Jawa
Timur

Widianto.2006. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Yogyakarta: Deepublis

Badan Penelitian tanah.2008. Teknik-teknik observasi (sebuah alternatif metode


pengumpulan data kualitatif ilmu-ilmu sosial). At-Taqaddum, 8(1), pp.21-46
Widiyanto, Ari. 2013. Agroforestry dan Peranannya dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi dan
Konservasi. Forestry Research and Development Agency.

Wahyudi. 2014. Teknik Konservasi Tanah serta Implementasinya pada Lahan Terdegradasi dalam
Kawasan Hutan. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 6 (2):71-85

Dariah, A., U. Haryati, dan T. Budhyastoro. 2005. Teknologi Konservasi Tanah Mekanik.
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/. Diakses pada 17 Oktober 2020

Anda mungkin juga menyukai