Anda di halaman 1dari 2

Tim Terpadu Dalam Rangka Penelitian Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan

Fungsi kawasan hutan adalah fungsi utama yang diembani oleh suatu hutan. Setiap wilayah
hutan mempunyai kondisi yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan fisik, topografi, flora dan
fauna, serta keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Hutan dibedakan menjadi 3 (tiga) fungsi
yakni hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. 

Hutan konservasi dibedakan menjadi 3 (tiga): kawasan hutan suaka alam (cagar alam dan suaka
margasatwa) , kawasan hutan pelestarian alam (taman nasional, taman hutan raya dan taman
wisata dan taman buru. Hutan lindung tidak mempunyai turunannya. Sementara itu, hutan
produksi dibedakan menjadi 3 (tiga) : hutan produksi biasa/tetap, hutan produksi terbatas dan
hutan produksi yang dapat dikonversi.

Perubahan fungsi kawasan hutan, dalah perubahan sebagian atau seluruh fungsi hutan dalam satu
atau beberapa kelompok hutan menjadi fungsi kawasan hutan yang lain. 

Perubahan fungsi kawasan hutan secara parsial dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yakni antara
fungsi pokok kawasan hutan (antara konservasi, lindung dan produksi) dan dalam fungsi pokok
kawasan hutan  (konservasi (antara suaka alam dan pelestarian alam), produksi (antara produksi
biasa, produksi terbatas dan produksi yang dapat dikonversi)). 

Untuk melakukan perubahan fungsi kawasan hutan dapat dilakukan apabila memenuhi kriteria
dan syarat-syarat tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan pemerintah (PP)
no. 104/2015 tentang tata cara perubahan peruntukan dan perubahan fungsi kawasan hutan.

Perubahan peruntukan kawasan hutan, adalah perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan
hutan. Perubahan peruntukan kawasan hutan dapat dilakukan secara parsial melalui 2 (dua)
kegiatan yakni tukar menukar kawasan hutan dan pelepasan kawasan hutan. 

Tukar menukar kawasan hutan adalah perubahan kawasan hutan produksi tetap dan/atau hutan
produksi terbatas menjadi bukan kawasan hutan yang diimbangi dengan memasukkan lahan
pengganti dari bukan kawasan hutan dan/atau hutan produksi yang dapat dikonversi yang
produktif menjadi kawasan hutan tetap. Tukar menukar kawasan hutan hanya dapat dilakukan
pada: hutan produksi tetap; dan/atau hutan produksi terbatas. 

Tukar menukar kawasan hutan dilakukan 3 (tiga) cara: pembangunan di luar kegiatan kehutanan
yang bersifat permanen (antara lain fasilitas pemakaman, kantor pemerintah, fasilitas pendidikan,
fasilitas keselamatan umum, penempatan korban bencana alam, permukiman, bangunan industri,
pelabuhan, dan bandar udara) ; menghilangkan enclave dalam rangka memudahkan pengelolaan
kawasan hutan; atau memperbaiki batas kawasan hutan.

Sedangkan pelepasan kawasan hutan adalah perubahan peruntukan kawasan hutan produksi yang
dapat dikonversi menjadi bukan kawasan hutan. Kawasan hutan produksi yang dapat dilakukan
pelepasan berupa kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi yang tidak produktif, kecuali
pada provinsi yang tidak tersedia lagi kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi yang tidak
produktif. Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi tidak dapat diproses pelepasannya
pada provinsi dengan luas kawasan hutan sama dengan atau kurang dari 30% (tiga puluh per
seratus), kecuali dengan cara tukar menukar kawasan hutan. Pelepasan kawasan hutan dilakukan
setelah dilakukan penelitian oleh tim terpadu yang dibentuk oleh Menteri. Berdasarkan penelitian
tim  terpadu dapat merekomendasikan untuk melakukan pelepasan kawasan hutan produksi yang
dapat dikonversi, sebagian atau seluruhnya; dan/atau melakukan perubahan fungsi menjadi
kawasan hutan tetap. Kriteria dan syarat-syarat pelespasan kawasan hutan dapat mengacu pada
PP no.104/2015.

Alih fungsi kawasan hutan, adalah tindak lanjut dari proses pelepasan kawasan hutan yang
artinya adalah telah terjadinya perubahan fungsi pokok hutan menjadi kawasan non hutan
seperti, pemukiman, areal pertanian dan perkebunan. Alih fungsi kawasan hutan yang sudah
terjadi di Indonesia sejak tahun 1985 sampai tahun 2017 seluas 6,7 juta ha. Menurut KLHK
rincian pelepasan kawasan tersebut pada era Soeharto, 3,4 juta  ha, era Habibie, 678.373 ha, era
Gus Dur, 163.566 ha, era Megawati  0 ha, era SBY  2,2 juta  ha dan era Jokowi 305.984 ha.

Anda mungkin juga menyukai