Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEBIJAKAN KEHUTANAN INDONESIA

POIN-POIN PENTING PP 23 TAHUN 2021

DISUSUN OLEH :
SHODIQ KURNIADI
(G1011201175)

DOSEN PENGAMPU
Ir. Iskandar AM., MSI

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
 BAB I
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan Hutan, Kawasan
Hutan, dan hasil Hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
2. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
3. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai Hutan Tetap.
4. Hutan Negara adalah Hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebdni hak atas
tanah.
5. Kawasan Hutan Negara adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai Hutan Tetap yang berada pada tanah
yang tidak dibebani hak atas tanah.
6. Hutan Hak adalah Hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
7. Hutan Adat adalah Hutan yang berada dalam wilayah Masyarakat Hukum Adat.
8. Hutan Konservasi adalah Kawasan Hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai
fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
9. Hutan Lindung adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
10. Hutan Produksi adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi
hasil Hutan.
11. Hutan Produksi Tetap adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil Hutan yang dipertahankan keberadaannya sebagai Hutan Tetap.
12. Hutan Produksi yang dapat Dikonversi adalah Kawasan Hutan Produksi yang secara
ruang dapat dicadangkan untuk pembangunan di luar kegiatan Kehutanan dan dapat
dijadikan Hutan Produksi Tetap.
13. Hutan Tetap adalah Hutan yang dipertahankan keberadaannya sebagai Kawasan
Hutan yang terdiri dari Hutan Konservasi, Hutan Lindung, dan Hutan Produksi Tetap.
14. Kawasan Hutan Suaka Alam adalah Hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai
fungsi pokok sebagai pengawetan keanekeragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
15. Kawasan Hutan Pelestarian Alam adalah Hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya.
16. Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penentuan kegiatan, dan
perangkat yang diperlukan dalam pengurusan Hutan lestari untuk memberikan
pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan Kehutanan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
17. Sistem Informasi Kehutanan adalah kegiatan pengelolaan data yang meliputi kegiatan
pengumpulan, pengolahan, dan penyajian serta tata caranya.
18. Pengukuhan Kawasan Hutan adalah rangkaian kegiatan Penunjukan Kawasan Hutan,
Penataan Batas Kawasan Hutan, pemetaan Kawasan Hutan, dan Penetapan Kawasan
Hutan dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum atas status, letak, batas, dan
luas Kawasan Hutan.
19. Penunjukan Kawasan Hutan adalah penetapan awal peruntukan suatu wilayah tertentu
sebagai Kawasan Hutan.
20. Penataan Batas Kawasan Hutan adalah kegiatan yang meliputi proyeksi batas,
pemancangan patok batas, pengumuman, inventarisasi, dan penyelesaian hak-hak
pihak ketiga, pemasangan pal batas, pengukuran, dan pemetaan, serta pembuatan
berita acara tata batas.
21. Penetapan Kawasan Hutan adalah suatu penegasan tentang kepastian hukum
mengenai status, batas dan luas suatu Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan Tetap.
22. Trayek Batas adalah uraian arah Penataan Batas Kawasan Hutan yang memuat jarak
dan azimut dari titik ke titik ukur dan di lapangan ditandai dengan rintis batas dan
patok batas atau tanda-tanda lainnya.
23. Penatagunaan Kawasan Hutan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka menetapkan
fungsi dan Penggunaan Kawasan Hutan.
24. Unit Pengelolaan Hutan adalah Kesatuan Pengelolaan Hutan terkecil sesuai fungsi
pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien, efektif, dan lestari.
25. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan
yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang dibatasi
oleh pemisah topografi berupa punggung bukit atau gunung yang berfungsi
menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan, dan mengalirkannya ke
danau atau laut secara alami.
26. Taman Buru adalah Kawasan Hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.
27. Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan adalah perubahan Kawasan Hutan menjadi
bukan Kawasan Hutan.
28. Perubahan Fungsi Kawasan Hutan adalah perubahan sebagian atau seluruh fungsi
Hutan dalam satu atau beberapa kelompok Hutan menjadi fungsi Kawasan Hutan
yang lain.
29. Pelepasan Kawasan Hutan adalah perubahan peruntukan Kawasan Hutan Produksi
yang dapat Dikonversi dan/atau Hutan Produksi Tetap menjadi bukan Kawasan
Hutan.
30. Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan adalah persetujuan tentang Perubahan
Peruntukan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi dan/atau Hutan
Produksi Tetap menjadi bukan Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri.
31. Penggunaan Kawasan Hutan adalah penggunaan atas sebagian Kawasan Hutan untuk
kepentingan pembangunan di luar kegiatan Kehutanan tanpa mengubah fungsi dan
peruntukan Kawasan Hutan.
32. Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan adalah persetujuan penggunaan atas
sebagian Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan
Kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan Kawasan Hutan tersebut.
33. Penelitian Terpadu adalah penelitian yang dilakukan oleh lembaga pemerintah yang
mempunyai kompetensi dan memiliki otoritas ilmiah (scientific authoitg) yang
dilakukan bersama-sama dengan pihak lain yang terkait.
34. Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah
pengelolaan Hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dikelola secara
efisien, efektif, dan lestari.
35. Kepala KPH adalah pimpinan pemegang kewenangan dan penanggung jawab
pengelolaan Hutan dalam wilayah yang dikelolanya.
36. Tata Hutan adalah kegiatan menata ruang Hutan dalam rangka pengelolaan dan
Pemanfaatan Kawasan Hutan yang intensif, efisien, dan efektif untuk memperoleh
manfaat yang lebih optimal dan berkelanjutan.
37. Penataan Kawasan Hutan dalam rangka Pengukuhan Kawasan Hutan adalah
rangkaian kegiatan dalam rangka menyelesaikan permasalahan Masyarakat di dalam
Kawasan Hutan.
38. Penataan Kawasan Hutan dalam rangka Pemanfaatan Kawasan Hutan adalah kegiatan
Tata Hutan yang antara lain meliputi pembagian Kawasan Hutan menjadi unitunit
manajemen Hutan terkecil (blok dan petak) berdasarkan satuan ekosistem, kesamaan
umur tanaman, tipe, fungsi, dan rencana Pemanfaatan Hutan.
39. Pemanfaatan Hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan, memanfaatkan j
asa lingkungan, memanfaatkan hasil Hutan kayu dan bukan kayu, memungut hasit
Hutan kayu dan bukan kayu, serta mengolah dan memasarkan hasil Hutan secara
optimal dan adil untuk kesejahteraan Masyarakat dengan tetap menjaga
kelestariannya.
40. Pemanfaatan Kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga
diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi secara optimal
dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.
41. Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
mengusahakan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan
mengurangi fungsi utamanya.
42. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
mengusahakan hasil Hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak
mengurangi fungsi pokoknya.
43. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
mengusahakan hasil Hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan
tidak mengurangi fungsi pokoknya.
44. Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan/atau Bukan Kayu adalah kegiatan untuk
mengambil hasil Hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu.
45. Peta Arahan Pemanfaatan Hutan adalah peta indikatif Pemanfaatan Hutan yang
ditetapkan oleh Menteri untuk menjadi acuan pemberian Perizinan Berusaha
Pemanfaatan Hutan Lindung dan Pemanfaatan Hutan Produksi.
46. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk
memulai dan menjalankan usaha dan/ atau kegiatannya.
47. Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan adalah Petizinan Berusaha yang diberikan
kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan
Pemanfaatan Hutan.
48. Perizinan Berusaha Pengolahan Hasil Hutan adalah Perizinan Berusaha yang
diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau
kegiatan Pengolahan Hasil Hutan.
49. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission)
yang selanjutnya disingkat Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang
dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk penyelenggaraan Perizinan
Berusaha berbasis risiko.
50. Sistem Silvikultur adalah sistem budidaya Hutan atau sistem teknik bercocok tanaman
Hutan mulai dari memilih benih atau bibit, penyemaian, penanaman, pemeliharaan
tanaman, perlindungan hama, dan penyakit sertam pemanenan.
51. Multiusaha Kehutanan adalah penerapan beberapa kegiatan usaha Kehutanan berupa
usaha Pemanfaatan Kawasan, usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu,
dan/atau usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan untuk mengoptimalkan Kawasan Hutan
pada Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
52. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan
yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung
maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang
diperoleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang menjadi
penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah, dan dikelola
dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
53. Penatausahaan Hasil Hutan yang selanjutnya disebut PUHH adalah kegiatan
pencatatan dan pelaporan atas perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan,
pengukuran, pengujian, penandaan, pengangkutan/ peredaran, pengolahan, dan
pemasaran hasil Hutan.
54. Iuran Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan yang selanjutnya disingkat IPBPH
adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan
Hutan.
55. Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan yang
dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil Hutan dan/atau hasil usaha yang
dipungut dari Hutan Negara.
56. Dana Reboisasi yang selanjutnya disingkat DR adalah dana yang dipungut atas
pemanfaatan kayu yang tumbuh alami dari Hutan Negara.
57. Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan
sumber daya alam Kehutanan.
58. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri yang
mempunyai kewajiban membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
59. Perseorangan adalah Warga Negara Indonesia yang cakap bertindak menurut hukum.
60. Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan adalah dokumen yang merupakan bukti
legalitas hasil Hutan pada setiap segmen kegiatan dalam PUHH.
61. Pengolahan Hasil Hutan adalah kegiatan mengolah hasil Hutan menjadi barang
setengah jadi dan/atau barang jadi.
62. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
63. Koperasi adalah koperasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang
Perkoperasian.
64. Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan Hutan lestari yang dilaksanakan dalam
Kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh
Masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk
meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial
budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat,
Hutan Adat, dan kemitraan Kehutanan.
65. Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial yang selanjutnya disingkat PIAPS adalah peta
yang memuat areal Kawasan Hutan yang dicadangkan untuk Perhutanan Sosial.
66. Hutan Kemasyarakatan adalah Kawasan Hutan yang pemanfaatan utamanya ditujukan
untuk memberdayakan Masyarakat.
67. Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah Hutan tanaman pada
Hutan Produksi yang dibangun oleh kelompok Masyarakat untuk meningkatkan
potensi dan kualitas Hutan Produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka
menjamin kelestarian sumber daya Hutan.
68. Hutan Desa adalah Kawasan Hutan yang belum dibebani izin, yang dikelola oleh desa
dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.
69. Masyarakat Hukum Adat yang selanjutnya disingkat MHA adalah Masyarakat
tradisional yang masih terkait dalam bentuk paguyuban, memiliki kelembagaan dalam
bentuk pranata dan perangkat hukum adat yang masih ditaati, dan masih mengadakan
pemungutan hasil Hutan di wilayah Hutan sekitarnya yang keberadaannya
dikukuhkan dengan Peraturan Daerah.
70. Wilayah Adat adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan/atau perairan beserta
sumber daya alam yang ada di atasnya dengan batas-batas tertentu, dimiliki,
dimanfaatkan, dan dilestarikan secara turun-temurun dan secara berkelanjutan untuk
memenuhi kebutuhan hidup Masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dari
leluhur mereka atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau Hutan Adat.
71. Wilayah Indikatif Hutan Adat adalah wilayah Hutan Adat yang berada pada Kawasan
Hutan Negara yang belum memperoleh produk hukum dalam bentuk Peraturan
Daerah namun wilayahnya telah ditetapkan oleh bupati/walikota.
72. Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan Masyarakat
setempat antara lain untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup dan sumber
daya alam secara lestari.
73. Perlindungan Hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan Hutan di
dalam dan di luar Kawasan Hutan dan hasil Hutan, yang disebabkan oleh perbuatan
manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta
mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, Masyarakat, dan perorangan atas
Hutan, Kawasan Hutan, hasil Hutan, investasi, serta perangkat yang berhubungan
dengan pengelolaan Hutan.
74. Pengawasan Kehutanan yang selanjutnya disebut Pengawasan adalah serangkaian
kegiatan yang dilaksanakan oleh Polisi Kehutanan dan/atau pengawas Kehutanan
untuk mengetahui, memastikan, dan menetapkan tingkat ketaatan pemegang Perizinan
Berusaha atau persetujuan pemerintah yang ditetapkan dalam Perizinan Berusaha atau
persetujuan pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
Kehutanan.
75. Sanksi Administratif adalah perangkat sarana hukum administrasi yang bersifat
pembebanan kewajiban/ perintah dan/atau penarikan kembali keputusan tata usaha
negara yang dikenakan kepada pemegangPerizinan Berusaha atau persetujuan
pemerintah atas dasar ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan di
bidang Kehutanan danf atau ketentuan dalam Perizinan Berusaha atau persetujuan
pemerintah yang terkait dengan Kehutanan.
76. Polisi Kehutanan adalah pejabat tertentu dalam lingkungan instansi Kehutanan pusat
dan daerah yang sesuai dengan sifat pekerjaannya, menyelenggarakan dan/atau
melaksanakan usaha Perlindungan Hutan yang oleh kuasa undang-undang diberikan
wewenang kepolisian khusus di bidang Kehutanan.
77. Masyarakat adalah Perseorangan, kelompok orang, termasuk MHA atau badan
hukum.
78. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
79. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelen ggara pemerintahan
daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonom.
80. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang lingkungan hidup dan Kehutanan.
81. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup dan kehutanan.
Pasal 2
Peraturan Pemerintah ini mengatur:
a. Perencanaan Kehutanan;
b. Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan
Fungsi Kawasan Hutan;
c. Penggunaan Kawasan Hutan;
d. Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
serta Pemanfaatan Hutan;
e. Pengelolaan Perhutanan Sosial;
f. Perlindungan Hutan;
g. Pengawasan; dan
h. SanksiAdministratif.

 BAB II
- Inventarisasi Hutan Tingkat Daerah Aliran Sungai Inventarisasi
Hutan tingkat DAS dimaksudkan sebagai bahan pen5rusunan rencana pengelolaan
DAS yang pada ayat huruf a diiaksanakan dengan mengacu hasil inventarisasi tingkat
nasional. Inventarisasi Hutan tingkat DAS dilaksanakan paling sedikit 1 kali dalam 5
tahun.

- Kawasan Hutan dan penutupan Hutan melalui Sistem


Ayat menjadi acuan bagi sistem informasi Kehutanan pada tingkatan sub-nasional.

- Pengukuhan Kawasan Hutan


Pengukuhan Kawasan Hutan diselenggarakan oleh Menteri untuk memberikan
kepastian hukum mengenai status, fungsi, letak, batas, dan luas Kawasan Hutan.
Hutan Hak. Hutan Adat. Berdasarkan hasil inventarisasi Hutan, Menteri
menyelenggarakan Pengukuhan Kawasan Hutan dengan memperhatikan rencana tata
ruang wilayah.

- Penetapan Kawasan Hutan.


penggunaan teknologi penginderaan jauh sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat
dilakukan pada seluruh tahapan Pengukuhan c. mengumumkan rencana batas
Kawasan Hutan yang tertuang pada peta Penunjukan Kawasan Hutan secara digital,
terutama pada lokasi-lokasi yang berbatasan dengan tanah hak.
- Menteri memprioritaskan percepatan Pengukuhan
Pada wilayah yang berdekatan dengan permukiman padat penduduk dan berpotensi
tinggi terjadi perambahan Kawasan Hutan.

- Berdasarkan Penunjukan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat


huruf a dilakukan Penataan Batas Kawasan Hutan. 21 Tahapan pelaksanaan Penataan
Batas Kawasan Hutan a.

- Tahapan pelaksanaan kegiatan Penataan Batas Kawasan


Dan/atau d. kegiatan pengadaan tanah obyek reforma agraria. Penataan Batas
Kawasan Hutan daerah strategis a. penJrusunan rencana Trayek Batas yang memuat
b. Pelaporan kepada Menteri dengan tembusan kepada bangunan untuk kegiatan
lainnya yang terpisah dari permukiman.

- Kategori penguasaan bidang tanah dalam Kawasan Hutan


bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan setelah.

- Penyelesaian penguasaan bidang tanah yang dikuasai dan sebagai Kawasan Hutan
Negara di dalam Kawasan Hutan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
huruf b, diawali dengan inventarisasi dan verifikasi. 21 Pola penyelesaian untuk
bidang tanah yang dikuasai dan sebagai Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada
ayat a. Penatagunaan Kawasan Hutan

- Berdasarkan hasil Pengukuhan Kawasan Hutan, Menteri menyelenggarakan


Penatagunaan Kawasan Hutan. Penggunaan Kawasan Hutan.

- Hutan Suaka Alam, Kawasan Hutan Pelestarian


Menteri menetapkan fungsi Kawasan Hutan berdasarkan kriteria sebagaimana
dimaksud pada ayat dan ayat .

- Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan Tingkat Provinsi


Wilayah pengelolaan Hutan tingkat provinsi terbentuk dari himpunan Unit
Pengelolaan Hutan dalam provinsi.

- Pembentukan Unit Pengelolaan Hutan


Hutan Produksi. KPH Produksi pada Hutan Produksi.
Dalam hal 1 Unit Pengelolaan Hutan terdiri lebih dari 1 fungsi pokok Hutan,
penetapan Unit Pengelolaan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat berdasarkan
fungsi Kawasan Hutan yang luasnya dominan.

- Pengelolaan Hutan yang terdekat tanpa mengubah fungsi pokoknya.


Pembentukan organisasi KPH dan wilayah pengelolaan KPH pada Hutan Konservasi
ditetapkan oleh Menteri.

- Kecukupan Luas Kawasan Hutan


Menteri menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas Kawasan Hutan dan
penutupan Hutan berdasarkan kondisi fisik dan geografis pada luas DAS, pulau,
dan/atau provinsi dengan sebaran yang proporsional.

- Jenis rencana Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


Skala geografis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a meliputi tingkat
nasional dan tingkat provinsi.

- Produksi, dan Hutan Lindung.


penyusunan rencana unit KPH konservasi, b. pen5rusunan rencana unit KPH
produksi.

- Rencana Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Penyusunan rencana


Kehutanan pada setiap tingkatan meliputi seluruh fungsi pokok Kawasan Hutan dan
jangka waktu perencanaan.
Rencana ... merupakan pedoman bagi penyusunan anggaran dan pelaksanaan kegiatan
di lapangan.

- 21Evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana


Ketentuan lebih lanjut mengenai Perencanaan Kehutanan diatur dalam Peraturan
Menteri.

 BAB III

- Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, dengan mempertimbangkan hasil Penelitian


Terpadu.
Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan secara parsial dilakukan berdasarkan
permohonan. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 harus memenuhi
persyaratan administrasi dan teknis. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
dikecualikan pada provinsi yang tidak tersedia lagi Kawasan Hutan Produksi yang
dapat Dikonversi yang tidak produktif. kegiatan usaha yang telah terbangun dan
memiliki izin di dalam Kawasan Hutan sebelum berlakunya.

- Setelah menerima permohonan Pelepasan Kawasan


Hutan, Menteri meneliti pemenuhan persyaratan administrasi dan teknis dan
pemenuhan komitmen. 21 Terhadap permohonan Pelepasan Kawasan Hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat , tim terpadu menyampaikan rekomendasi kepada
Menteri sebagai bahan pertimbangan. surat penolakan Pelepasan Kawasan Hutan.

- mengamankan Kawasan Hutan yang dilakukan pelepasan.

- Kawasan Hutan dan tidak dapat diperpanjang.


Hutan tidak dapat menyelesaikan tata batas sebagaimana dimaksud pada ayat dan ayat
Persetujuan

- Pelepasan Kawasan Hutan dinyatakan tidak berlaku.


Pemegang Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan yang belum memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat huruf a dilarang memindahtangankan
Kawasan Hutan yang dilakukan pelepasan kepada pihak lain.
Pelepasan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam
Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan provinsi dilakukan berdasarkan usulan kepada
Menteri.

- Menteri setelah menerima usulan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan untuk


wilayah provinsi dari gubernur, melakukan telaahan teknis.

- Kawasan Hutan Produksi.

kawasan cagar alam menjadi kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman
Hutan raya, b. kawasan taman Hutan raya menjadi kawasan cagar e. Hutan raya, atau
taman wisata alam.

- Perubahan
cakupan luasnya sangat kecil dan dikelilingi oleh lingkungan sosial dan ekonomi
akibat pembangunan di luar kegiatan Kehutanan yang tidak mendukung kelangsungan
proses ekologi secara alami.

 BAB IV
- Bagian Kesatu
Pemanfaatan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur pemanfaatan sebagian
kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan. Kawasan
hutan lindung.

- Bagian Kedua
Tata cara pemanfaatan pembangunan hutan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat
dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat
dihindarkan. tempat pembuangan sampah, fasilitas pengolahan sampah atau kegiatan
perbaikan lingkungan.

- Izin penggunaan kawasan hutan berlaku sebagai izin penggunaan mobil, serta izin
masuk dan penggunaan fasilitas.

- Kecukupan luas kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat dan wajib
membayar PNBP penggunaan kawasan hutan. membayar ganti rugi PNBP. Pemegang
izin pemanfaatan kawasan hutan wajib melakukan penanaman sebagai bagian dari
perbaikan DAS.

- Persetujuan penggunaan kawasan hutan untuk infrastruktur sebagaimana dimaksud


pada huruf d dikenakan kewajiban penanaman pohon di kiri kanan atau di sekitar
areal persetujuan penggunaan kawasan hutan sebagai wujud perlindungan.

- Dalam Pasal 94 (a) (b) (2) dan Pasal 95 (2) dinyatakan oleh Menteri atas permintaan.
21 Menteri dapat mendelegasikan wewenang untuk memberikan

- Persetujuan penggunaan kawasan hutan pada kawasan tertentu oleh gubernur untuk
pembangunan fasilitas umum yang bersifat nonkomersial dan penebangan alam.
Perorangan, kelompok orang dan/atau masyarakat.
- Ayat bahwa permohonan memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan izin
penggunaan kawasan hutan.

- melakukan reklamasi dan/atau penghijauan pada Hutan yang tidak lagi menggunakan
kawasan hutan sesuai dengan Izin penggunaan kawasan hutan, izin penggunaan
kawasan hutan dicabut. Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
pemegang Izin penggunaan kawasan hutan secara sukarela dikembalikan oleh
pemegangnya memenuhi kewajiban lain yang diatur dalam Izin Penggunaan Kawasan
Hutan.

- Kawasan hutan, barang bergerak dilelang sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan.

- Kawasan hutan dengan tujuan khusus

Kawasan hutan untuk ketahanan pangan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
diatur oleh Menteri. Kawasan hutan dengan T \. a) kawasan hutan tujuan khusus
ditentukan menurut 108 par.1 let.

 BAB V
- Pengelolaan hutan. rencana pengelolaan hutan jangka pendek selama 1 tahun.
Rencana pengelolaan hutan jangka pendek disusun oleh KPH berdasarkan rencana
pengelolaan hutan jangka panjang dan ditetapkan oleh kepala dinas kehutanan
provinsi.

- Pemanfaatan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan dan
pengamanan hutan dan perlindungan alam. 21 Rencana pengelolaan hutan jangka
pendek menurut 119 par.B, wajib disiapkan oleh kepala KPH paling lambat 1 tahun
sejak persetujuan rencana pengelolaan hutan jangka panjang.
Pemanfaatan hutan dapat dilaksanakan berdasarkan rencana hutan nasional. Sarana
prasarana KPH lindung dan KPH produksi dikelola oleh gubernur.Produksi KPH oleh
pemerintah provinsi.

- Pemanfaatan hutan dan pemanfaatan hutan


kawasan perlindungan dan keamanan, penanggulangan kebakaran hutan dan lahan,
ketahanan bencana dan perubahan iklim. f.kawasan hutan dalam Pemanfaatan
kawasan untuk memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pekerjaan. Pemerintah pusat dapat mempercayakan
penyelenggaraan kehutanan kepada badan usaha milik negara di bidang kehutanan.

- kegiatan yang berkaitan dengan penyidik negara kehutanan.


Pelaksanaan pengelolaan hutan lindung di pulau.

- Penyelenggaraan kehutanan oleh badan usaha dalam ayat diatur dalam peraturan
pemerintah tersendiri.
Kegiatan usaha pemanfaatan kawasan di dalam hutan tidak membangun sarana dan
prasarana yang mengubah bentang alam. itu tidak dilakukan pada blok dasar dan blok
khusus 21 Kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu pada saat pemungutan hasil
hutan bukan kayu menurut jumlah, berat atau volume yang diperbolehkan.

- Tata Ruang
41 Penataan tempat usaha sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan paling
sedikit dengan memperhatikan aspek kondisi biogeofisika dan potensi hasil hutan.

- Upaya pemanfaatan hutan diatur dengan aturan pemanfaatan hutan


Hutan lindung berhak menjalankan usaha dan memperoleh manfaat dari hasil
kegiatannya.

- Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan dalam


pengurusan dokumen perencanaan paling lama 1 tahun sejak diterbitkannya Izin
Usaha pemanfaatan hutan b. Melakukan kegiatan nyata di lapangan paling lambat 1 c.

BAB VI

- Surat ev Hutan Lindung diberikan dalam bentuk kemitraan konservasi.

- Pada hutan produktif, izin dapat diberikan sebagai kemitraan antara hutan desa, hutan
rakyat, HTR dan/atau kehutanan.

- Pengelolaan hutan yang dilakukan atas prakarsa Masyarakat dapat diolah menjadi
perhutanan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 204. Pemungutan hasil hutan
bukan kayu. Pengembangan usaha pengelolaan hutan kemasyarakatan dapat dilakukan
secara mandiri oleh pemegang izin pengelolaan hutan kemasyarakatan dan/atau
bekerjasama dengan pihak lain.
- Kementerian atau kementerian/lembaga,
administrasi sosial dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Hutan biasa memiliki maksimum 35

- Persetujuan pengelolaan pengelolaan hutan sosial tidak menetapkan hak kepemilikan


atas kawasan hutan. Insentif kegiatan restorasi lingkungan diberikan kepada
pemegang pengelolaan hutan kemasyarakatan.

- Pemegang Izin Hutan Desa, melakukan Hutan Lindung.

21 Pemegang Izin Hutan Desa, Persetujuan Pengelolaan Alih Hutan b.

- Setiap pemanfaatan hasil hutan dalam hutan desa harus mendapat persetujuan PSDH
dan/atau DR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Persetujuan hutan rakyat oleh Menteri.

- Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat dapat dilimpahkan oleh Menteri kepada
Gubernur.

- Setiap pemegang persetujuan Hutan Kemasyarakatan dikenakan PSDH dan/atau DR


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- HTR

berdasarkan Pasal 226 diberikan dalam bentuk persetujuan HTR oleh Menteri.
Pemohon persetujuan HTR sebagaimana dimaksud pada ayat memiliki jaminan atas
penyediaan modal oleh lembaga keuangan.
Persetujuan HTR tidak menetapkan hak kepemilikan atas kawasan hutan. 21 Kawasan
hutan yang ditetapkan sebagai HTR harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip
pengelolaan hutan lestari.
Penilaian dan persetujuan rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat
dilakukan dengan persetujuan HTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229, ayat
tersebut diberikan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang.
- Hutan biasa
bukan hutan negara. Hutan biasa sebagaimana dimaksud pada ayat dikelola oleh
MHA. Negara ditentukan oleh daerah peraturan daerah atau peraturan daerah, yang
memuat intisari penetapan pengukuhan, pengakuan, dan perlindungan MHA.
Pemerintah dapat memfasilitasi pendanaan dan bantuan dalam mengukuhkan
keberadaan MHA sebagaimana dimaksud pada ayat.

- Penegasan keberadaan MHA sebagaimana dinyatakan di


sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penetapan kondisi Hutan Biasa
dilakukan dengan kriteria a.Pada kawasan hutan sekitar, hasil hutan masih dipungut
oleh MHA untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

 BAB VII

- PERLINDUNGAN HUTAN
Perlindungan Hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan Hutan. areal di luar
Kawasan Hutan dalam rangka memenuhi daya dukung dan daya tampung lingkungan.

- Pemegang Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya

- Kawasan Hutan yang tidak dibebani Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 248 ayat huruf d.

- meningkatkan efektivitas koordinasi kegiatan h.

- mengenakan sanksi terhadap pelanggaran hukum, Sosial, dan persetujuan Penggunaan


Kawasan Hutan yang bersangkutan.

- Kegiatan menyediakan sarana dan prasarana, serta tenaga pengamanan Hutan yang
sesuai dengan kebutuhan. Perlindungan Hutan pada Hutan Hak, dilaksanakan dan
menjadi tanggung jawab pemegang hak. melakukan kerja sama dengan sesama
pemilik Hutan.

- Pemantiaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan hanya dapat dilakukan apabila
telah memiliki Perizinan Berusaha atau persetujuan dari pejabat yang berwenang.

- Hutan yang melakukan Pemanfaatan Hutan atau


- Hutan yang melakukan kegiatan dalam radius dari lokasi tertentu yang dilarang
undang-undang. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan sebagaimana
dimaksud pada ayat dan ayat 21 diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan. Setiap orang dilarang membakar Hutan.

- Dalam rangka pemadaman kebakaran, setiap pemegang


menyarnpaikan laporan kepada bupati/wali kota mengenai kebakaran Hutan yang
terjadi dan tindakan pemadaman yang dilakukan. pelaporan kepada bupati/wali kota
mengenai kebakaran Hutan yang terjadi dan tindakan pemadaman yang dilakukan.
penyampaian laporan kepada gubernur dan Menteri tentang kebakaran Hutan yang
terjadi, tindakan yang sudah dan akan dilakukan. penyampaian laporan kepada
Menteri tentang kebakaran Hutan yang terjadi, tindakan yang sudah dan akan
dilakukan.
Koordinasi dan mobilisasi tenaga, sarana, dan prasarana kebakaran Hutan. Dalam
rangka koordinasi dan mobilisasi sebagaimana dimaksud pada ayat huruf b, Menteri
membentuk pusat pengendalian operasi kebakaran Hutan. membantu memadamkan
kebakaran Hutan.

- Sosial, pemegang persetujuan Penggunaan Kawasan


Hutan, atau pemilik Hutan Hak, melakukan kegiatan identifikasi dan evaluasi.

- Berdasarkan hasil kegiatan sebagaimana dimaksud dalam 21 Kegiatan rehabilitasi


dilakukan oleh Kepala KPH, pemegang persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan,
atau pemilik Hutan Hak. Pemilik Hutan Hak bertanggung jawab atas terjadinya
kebakaran Hutan di areal kerjanya.

- melakukan pengumpulan data dan informasi dan operasi intelijen terhadap dugaan
tindak pidana yang menyangkut Hutan, Kawasan Hutan, dan hasil d. mencari
keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut Hutan dan
hasil g.

BAB VIII

- Pengawasan Kehutanan. Untuk melaksanakan Pengawasan sebagaimana dimaksud


pada ayat , Menteri atau gubernur sesuai kewenangannya menetapkan pejabat
fungsional.
- Menteri dapat melakukan Pengawasan terhadap penaatan pelaksanaan kegiatan yang
tidak dilakukan Pengawasan oleh gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 267
ayat . penyerahan Pengawasan oleh gubernur.

- Menghentikan pelanggaran tertentu. 21 Penghentian pelanggaran tertentu


sebagaimana dimaksud pada ayat huruf 1 dapat dilakukan melalui pemasangan plang
penghentian pelanggaran tertentu dan/atau garis pejabat pengawas Kehutanan. jangka
waktu penghentian pelanggaran tertentu.

- 41 Terhadap tindakan penghentian pelanggaran tertentu sebagaimana dimaksud pada


ayat huruf 1, Pelaku Berdasarkan berita acara penghentian pelanggaran tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat , pejabat pengawas Kehutanan segera melaporkan
kepada pejabat pemberi tugas.

- Pengawasan rutin sebagaimana dimaksud pada ayat hurtf a dilakukan paling sedikit 1
kali dalam 1 tahun. dugaan pelanggaran yang berdampak nasional dan internasional di
bidang Kehutanan. 41 Pengawasan insidental sebagaimana dimaksud pada ayat huruf
b dilakukan secara terkoordinasi antara Menteri dan gubernur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

- 21 Perencanaan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat huruf a merupakan


dasar untuk melaksanakan identifikasi pemegang Perizinan Berusaha, persetujuan
pemerintah, dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Kehutanan.
tindak lanjut hasil Pengawasan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengawasan
Kehutanan, diatur dalam Peraturan Menteri.

 BAB IX

- Hutan sebelum batas wilayah kerja ditetapkan,

tidak ada pembukaan dan/atau penghijauan.

- Kawasan hutan yang disetujui untuk digunakan adalah untuk

kawasan yang hutannya tidak lagi digunakan.


Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277 huruf c berlaku bagi pemegang izin
pemanfaatan kawasan hutan, a.
Tidak melaksanakan rencana untuk menghasilkan hasil hutan paling sedikit 5oo/o
ibandingkan dengan target yang direncanakan dalam Pasal 156 c. tidak melaksanakan
PUHH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 huruf k atau Pasal 156 huruf p.
Penebangan pohon yang dilindungi, kecuali atas izin pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a.

Anda mungkin juga menyukai