Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM SILVIKULTUR HUTAN TROPIKA

ACARA 5

KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUH

Nama : Nanda Mustika Nurbaiti


NIM : 20/457040/SV/17487
Kelas :A

LABORATORIUM BUDIDAYA HUTAN


PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER
SEKOLAH VOKASI UGM
2021
ACARA 5

KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUH

A. Tujuan

Mahasiswa dapat mencocokan dan merekomendasikan jenis tanaman sesuai kondisi tempat
tumbuh

B. Waktu dan Lokasi

Hari, tanggal : Selasa, 23 Maret 2021

Lokasi : Rumah masing-masing praktikan

C. Bahan dan alat:

1. Referensi literature (artikel ilmiah/jurnal)

2. Alat tulis

D. Cara kerja

1. Temukan koordinat lokasi rumah Anda

2. Cari data biofisik (berbagai sumber) sekitar rumah Anda.

Data lingkungan yang dicari meliputi:

- Curah hujan

- Suhu

- Ketinggian tempat

- Jenis tanah

- Tipe iklim
- pH Tanah

3. Identifikasi 10 jenis tanaman yang ada di sekitar rumah anda

4. Mencari literature kesesuaian 10 jenis tanaman tersebut terhadap lahan (lahan menggunakan
data lingkungan sama dengan point 3)

E. Tinjauan Pustaka

Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu
penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu areal dapat berbeda tergantung daripada tipe
penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan. Berbeda dengan evaluasi kesesuaian lahan,
evaluasi kemampuan pada umumnya ditujukan untuk penggunaan yang lebih luas seperti
penggunaan untuk pertanian, perkotaan, dan sebagainya. Penilaian kesesuian lahan pada
dasarnya dapat berupa pemilihan lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu (Suharta, 2000).
Untuk itu, menurut Riyandani (2016) dalam penggunaan lahan harus memperhatikan
kesesuaian lahan yang berfungsi sebagai acuan dasar dalam penggunaan lahan sehingga
memerlukan evaluasi kesesuaian lahan yang bertujuan untuk mengetahui satu penggunaan
lahan yang cocok untuk satu kondisi lahan.

Untuk mengetahui apakah tempat/lahan cocok bagi suatu jenis tanaman, tentunya kita harus
mengetahui karakteristik dari lahan tersebut. Menurut Widiatmaka (2007), karakteristik lahan
(land characteristics) mencakup faktor-faktor lahan yang dapat diukur atau ditaksir besarnya
seperti lereng, curah hujan, tekstur tanah, air tersedia dan sebagainya. Satu jenis karakteristik
lahan dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, misalnya tekstur tanah
dapat berpengaruh terhadap tersedianya air, mudah tidaknya lahan diolah, ancaman erosi dan
faktor lainnya. Bila karakteristik lahan digunakan secara langsung dalam evaluasi lahan, maka
kesulitan dapat timbul karena adanya interaksi dari beberapa karakteristik lahan.

Kesesuaian jenis lahan tempat tumbuh pada masing-masing pada masing-masing tanaman
tentunya berbeda, yaitu :

1. Alpukat

Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu
5-1500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini akan tumbuh subur dengan hasil yang
memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl. Untuk tanaman alpukat ras Meksiko dan
Guatemala lebih cocok ditanam pada ketinggian 1000-2000 m dpl., sedangkan ras Hindia Barat
pada ketinggian 5-1000 m dpl. Curah hujan minimum untuk pertumbuhan adalah 750-1000
mm/tahun. Untuk daerah dengan curah hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6 bln kering),
tanaman alpukat masih dapat tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m. Suhu optimal
untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 °C. Mengingat tanaman alpukat dapat
tumbuh di dataran rendah sampai tinggi, tanaman alpukat dapat mentolelir suhu udara antara
15-30 °C. Kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar 40-80%. Angin
diperlukan tanaman alpukat, terutama untuk proses penyerbukan. Namun demikian angin
dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam dapat mematahkan ranting dan percabangan tanaman
alpukat yang tergolong lunak, rapuh dan mudah patah. Tanaman alpukat untuk dapat tumbuh
optimal memerlukan tanah gembur, tidak mudah tergenang air, subur, dan banyak mengandung
bahan organik. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah lempung
berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam), dan lempung endapan (aluvial loam).
Keasaman tanah (pH) berkisar 5,6-6,4. Bila pH di bawah 5,5, maka tanaman akan menderita
keracunan karena unsur Al, Mg dan Fe larut dalam jumlah cukup banyak (Lukitariati
Sadwiyanti, 2009).

2. Belimbing wuluh

Belimbing wuluh atau belimbing sayur dapat hidup pada ketinggian 5-500 meter di atas
permukaan laut, yang kadang tumbuh liar atau ditanam sebagai pohon buah. Tanaman ini dapat
tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 meter dengan batang utama yang pendek, letak cabang
rendah, bergelombang dan diameter batang sekitar 30 cm. Pohon ini tumbuh di tempat yang
terkena cahaya matahari langsung dan cukup lembab (Liantari, 2014).

3. Beringin

Persebaran jenis Ficus sangat tergantung pada faktor alam yang memengaruhi pertumbuhan
dan perkembangbiakannya, terutama iklim dan ketinggian tempat (H. Chen Y. Z., 2018; H.
Chen Y. P., 2015). Pada umumnya, Ficus spp. tumbuh di daerah tropis basah dengan curah
hujan >1.000 mm per tahun dan/atau musim kemarau (kering) kurang dari enam bulan,
sehingga dapat diketahui bahwa ficus tumbuh subur di lahan hutan pamah (dataran rendah)
hujan tropis (lowland rain forest) dengan ketinggian tempat tidak lebih dari 1.500 m dpl (
(Whitemore, 1988). Selain itu, faktor iklim juga sangat memengaruhi penyebaran Ficus.

4. Akasia Auri
A. auriculiformis berasal dari Australia, Papua New Guinea dan Indonesia pada dataran rendah
yang lembab dan panas, curah hujan tahunan rata-rata 800-2500 mm dan suhu rata-rata 20-
30°C. Sering dijumpai di tepi-tepi sungai dan pantai. Dibudidayakan luas di daerah tropis pada
ketinggian 0-1000 mdpl, masih tahan terhadap salju ringan, walaupun salju tidak cocok dengan
sebaran alamnya. Dapat tumbuh di tempat asam dan bekas tambang dengan pH 3 hingga pantai
berpasir basa dengan pH 8-9. Tidak tahan di tempat teduh atau angin kencang (Joker, 2001)

5. Jati

Secara umum tanaman jati membutuhkan iklim dengan curah hujan minimum 750 mm per
tahun, optimum 1000-1500 mm per tahun dan maksimum 2500 mm per tahun (walaupun
demikian, tanaman jati masih dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 3750 mm per tahun).
Curah hujan secara fisik dan fisiologis berpengaruh terhadap sifat gugurnya dan kualitas produk
kayu. Suhu udara yang dibutuhkan tanaman jati minimum 13-17 ̊C, suhu optimum 32-42 ̊C
(tanaman jati akan menghasilkan kualitas kayu yang baik). Kondisi kelembaban lingkungan
tanaman jati yang optimal sekitar 80% untuk fase vegetatif dan antara 60-70% untuk fase
generatif (Sumarna, 2001).

Secara geologis tanaman jatitumbuh di tanah dengan batuan induk berasal dari formasi batu
kapur, granit, gneiss, mica, schist, batu pasir, kuarsa, endapan, shale dan lempung (Siregar,
2005). Pertanaman jati akan lebih baik pada lahan dengan kondisi fraksi lempung berpasir, atau
pada lahan liat berpasir. Sesuai dengan fisiologisnya untuk menghasilkan pertumbuhan optimal
tanaman jati memerlukan kondisi solum tanah yang dalam dan keasaman tanah atau pH
optimum sekitar 6, namun kasus pada beberapa kawasan tanaman jati dengan tingkat pH rendah
(4-5) dijumpai tanaman jati yang baik, karena tanaman jati sensitif terhadap nilai rendahnya
pertukaran oksigen dalam tanah maka pada lahan yang berporositas dan memiliki drainase baik
akan menghasilkan pertumbuhan baik pula karena akan mudah menyerap unsur hara (Sumardi
dan WIdyastuti, 2004).

Sumber lain menyebutkan bahwa tanah tempat tumbuh Jati yang baik adalah tanah sarang,
mengandung Kalsium (Ca) dan Phosphor (P) yang cukup. Jati termasuk jenis tanaman
calciolus artinya adalah jenis tanaman yang memerlukan unsur kalsium dalam jumlah relatif
besar untuk tumbuh dan berkembang. Hasil analisis abu kandungan Jati terdiri dari Calcium
(CaCO3) 31,3%, Phosphorus (P) 29,7%, Silika (SiO2) 25%. Untuk tanah yang sangat kurus
dapat dilakukan penambaham Phosphor (P). PH tanah yang cocok untuk Jati antara 6-8. Jati
menginginkan kondisi lingkungan yang mempunyai musim kering yang nyata, memiliki curah
hujan antara 1200-3000mm/tahun. Intensitas cahaya untuk hidup Jati 75-100% dan suhu
berkisar 22̊C –31̊C. Ketinggian tempat tumbuh yang baik untuk Jati adalah antara 0-700m
diatas permukaan laut (Ir. Sugeng Pudjiono, 2014).

6. Ketapang

Terminalia catappa L. cocok dengan iklim pesisir dan dataran rendah hingga ketinggian sekitar
400 m dpl dengan curah hujan antara 1000-3500 mm per tahun, dan bulan kering hingga 6 bulan
(Evans, 2006).

7. Mahoni

Di Pulau Jawa, Mahoni ditanam pada berbagai jenis tanah dan curah hujan antara 500 – 2500
mm/th atau tipe iklim A-D menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson dan pada ketinggian
sampai 1000 di atas permukaan laut (Soeseno, 1976). Sedangkan menurut Prosea, (1990),
Mahoni tumbuh pada ketinggian 0 – 800 m atau 0 – 1500 m dpl (R, 2019).

8. Mengkudu

Mengkudu merupakan tanaman yang dapat tumbuh secara liar di hutan-hutan, tegalan,
pinggiran sungai, dan pekarangan. Tanaman ini mudah tumbuh pada berbagai tipe lahan dan
iklim pada ketinggian tempat dataran rendah sampai 1.500 m diatas permukaan laut dengan
curah hujan 1.500-3.500 mm/tahun, pH tanah 5-7, suhu 22-30˚C dan kelembaban 50-70%
(Aryadi, 2014)

9. Sengon

Pohon Sengon dapat tumbuh sampai tinggi 20m. Pohon ini dapat tumbuh sampai diameter 100
cm. Jenis kanopi dari pohon sengon menyerupai kubah yang berbentuk payung. Sengon dapat
tumbuh di berbagai jenis tanah seperti di tanah kering dan tanah lembab. Habitat alaminya,
curah hujan tahunan yang terjadi berkisar antara 2000 mm sampai 2700 mm. Pohon sengon
memiliki tingkat evapotranpirasi yang sangat tinggi sehingga membutuhkan iklim yang basah
dengan curah hujan tahunan 2000-3500 mm agar dapat tumbuh secara optimal. Ketinggian
habitat tempat tumbuh pohon sengon mencapai 1600 mdpl, tetapi dapat juga tumbuh sampai
ketinggian 3300 mdpl. Pertumubuhan sengon dapat berkembang dengan tingkat kemasaman
tanah pada kisaran 6-7 dan tingkat suhu mencapai kisaran 18-27 ̊C (Warisno,2001 dalam
(Tawakal Ridho Firdaus, 2019)).

10. Trembesi
Trembesi tersebar luas di daerah yang memiliki curah hujan rata-rata 600-3000 mm/tahun pada
ketinggian 0-300 mdpl. Trembesi dapat bertahan pada daerah yang memiliki bulan kering 2-4
bulan dan kisaran suhu 20̊C-38̊C. Pertumbuhan pohon trembesi optimum pada kondisi hujan
terdistribusi merata sepanjang tahun. Trembesi dapat beradaptasi dalam kisaran tipe tanah dan
pH yang tinggi. Tumbuh di berbagai jenis tanah dengan pH tanah 6,0-7,4, meskipun disebutkan
toleran hingga pH 8,5 dan minimal pH 4,7. Jenis trembesi ini memerlukan drainasi yang baik,
namun masih toleran terhadap tanah yang tergenang air dalam waktu pendek (Yuli Ardani
Lubis, 2014).

F. Hasil Pengamatan dan Pembahasan

1. Hasil Pengamatan

Tabel Pengamatan Jenis Tanaman

Curah Ketinggian
Jenis Jenis Tipe pH
No. Hujan Suhu Tempat T D Usia
Tanaman Tanah Iklim Tanah (th)
(mm/hari) (mdpl) (m) (cm)

1. Alpukat 0-22 28̊C 543 Latosol Tropis - 6 24,2 36


Belimbing 28̊C Latosol
2. 0-22 543 Tropis - 4 16,3 20
wuluh
3. Beringin 0-22 28̊C 545 Latosol Tropis - 8 80 35
Akasia 0-22 28̊C Latosol Tropis
4. 545 - 12 56 30
auri
5. Jati 0-22 28̊C 547 Latosol Tropis - 8 39,9 25
6. Ketapang 0-22 28̊C 545 Latosol Tropis - 8 27 16
7. Mahoni 0-22 28̊C 545 Latosol Tropis - 7 41,7 26
8. Mengkudu 0-22 28̊C 543 Latosol Tropis - 3,5 14 10
9. Sengon 0-22 28̊C 546 Latosol Tropis - 8 36,9 26
10. Trembesi 0-22 28̊C 545 Latosol Tropis - 8 39,1 8
2. Pembahasan

Pada praktikum acara 5 ini, kita membahas kesesuaian jenis dengan tempat tumbuh. Praktikum
ini dilakukan dengan mengamati dan mencari tahu keadaan lingkungan tempat tumbuh setiap
tanaman yang ada di sekitar rumah praktikan. Keadaan tersebut meliputi suhu, curah hujan,
ketinggian lahan tempat tumbuh, jenis tanah, iklim, pH tanah. Selain mengamati keadaan
eksternal, praktikan juga mengamati keadaan internal tanaman seperti diameter, tinggi tanaman,
dan umur tanaman. Data-data tersebut nantinya dibandingkan dengan data yang berasal dari
literatur untuk mengetahui apakah tanaman tersebut bertumbuh sesuai dengan lingkungan
tempat tumbuhnya.

Praktikum ini dilakukan di sekitar rumah saya yaitu Kelurahan Sambiroto, Kota Semarang.
Pengambilan data dilakukan dengan cara langsung, bantuan alat (pita meter) dan dari internet
serta aplikasi. Untuk mengetahui jenis tanah dilakukan pengamatan langsung dengan selidik
cepat, pengukuran dengan bantuan alat pita meter digunakan untuk mengukur diameter.
Sedangkan untuk mengukur tinggi pohon, saya menggunakan perbandingan ukuran galah dan
pohon dari pita meter. Untuk data curah hujan dan suhu, saya menggunakan data dari
https://globalweather.tamu.edu/ sebagai panduan. Dalam website tersebut terdapat data setiap
bulan dari tanggal 1 Januari 1979 sampai 31 Juli 2014. Untuk data ketinggian tempat tumbuh
saya ambil dari Google Earth. Sedangkan untuk pH di tempat tumbuh tanaman tidak dapat
diketahui karena tidak adanya alat ukur pH tanah.

Dalam praktikum ini, saya mengamati 10 jenis pohon yang berbeda, yakni pohon alpukat,
belimbing wuluh, beringin, akasia auri, jati, Ketapang, mahoni, mengkudu, sengon, dan
trembesi. Setiap jenis tanaman ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga untuk
tumbuh pun memerlukan keadaan lingkungan yang berbeda-beda pula. Pertumbuhan tanaman
dipengaruhi oleh beberapa keadaan seperti curah hujan, suhu, ketinggian tempat, jenis tanah,
tipe iklim, dan pH tanah. Hal-hal tersebut akan berdampak kondisi pertumbuhan tinggi dan
diameter tanaman. Jika tanaman tumbuh pada tempat yang sesuai dengan karakteristiknya,
maka tanaman tersebut akan tumbuh dengan baik.

Jenis tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Tanah
yang memiliki bahan organik banyak dan pH yang netral akan lebih mudah menjadi tempat
tumbuh yang baik bagi tanaman. Hal ini disebabkan tanah tersebut akan bersifat subur. Bahan
organik yang banyak akan membuat tanah kaya akan unsur hara, sedangkan pH yang netral
membuat unsur hara tersebut mudah larut dalam air sehingga bisa memudahkan tanaman untu
menyerapnya. Selain pH dan bahan organik, kesuburan tanah juga dipengaruhi oleh
kelembaban dan suhu. Kelembaban dan temperatur tanah yang baik membuat tanah menjadi
memiliki ruang pori yang cukup sehingga sirkulasi udara di dalam tanah dapat berjalan dengan
baik. Kelembaban dan suhu ini dipengaruhi oleh curah hujan. Seperti yang dikatakan Karamina
dkk (2017) curah hujan yang tinggi mampu menurunkan nilai temperature tanah dan mampu
meningkatkan kelembaban tanah sehingga lambat laun berdampak pada terbawanya unsur-
unsur mikro dalam tanah dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah.

Ketinggian tempat mempengaruhi suhu yang ada di daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan
pertanyaan Azkiyah dan Tohari (2019) berdasarkan hasil analisis regresi, diketahui bahwa rasio
rebaudiosida A/steviosida di dataran rendah lebih tinggi dibandingkan dataran tinggi. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh adanya suhu udara yang lebih tinggi di dataran rendah. Suhu
yang cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan adalah suhu yang tidak terlalu
tinggi dan terlalu rendah. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat merusak tanaman.
Selain itu, suhu yang terlalu rendah juga akan menghambat pertumbuhan tanaman. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Fitter & Hay (2002) bahwa tanaman yang tumbuh pada kondisi suhu
yang rendah umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menginisiasi
perkembangan reproduktif. Selain itu, seperti yang disebutkan Grimstad (1993) bahwa suhu
yang rendah menghambat membran sel untuk memanjang berakibat berkurangnya panjang ruas
batang tanaman. Selain itu, suhu yang terlalu tinggi bagi tanaman juga tidak baik. Menurut Xu
dan Huang (2000) di dataran rendah, akibat adanya suhu tinggi maka laju laju respirasi (tajuk
maupun akar) melebihi laju fotosintesis yang dilakukan kanopi yang kemudian berakibat
dengan adanya keterbatasan karbohidrat dalam tanaman. Dalam keadaan tersebut, akar
memiliki prioritas yang lebih rendah dibandingkan tajuk, sehingga karbohidrat lebih banyak
diakumulasi pada organ tajuk dibandingkan akar.

Pada data yang telah diambil, ternyata sebagaian besar tanaman telah tumbuh sesuai dengan
kondisi lahannya. Namun, ada beberapa tumbuhan yang tumbuh tidak sesuai dengan kondisi
lahannya karena tumbuh di ketinggian tempat yang tidak sesuai dengan literatur yang saya cari,
yaitu belimbing wuluh, ketapang, dan trembesi. Mungkin hal ini disebabkan oleh faktor lainnya
seperti curah hujan, jenis tanah, pH tanah, dan suhu yang ada di daerah ini yang memungkinkan
tumbuhan-tumbuhan ini dapat tumbuh di ketinggian yang tidak seharusnya.

Dari 10 tanaman yang saya gunakan dalam praktikum, tidak semua dapat tumbuh di ketinggian
yang sama. Ada yang hanya dapat tumbuh di dataran rendah, dataran medium, dataran tinggi
ada juga yang bisa tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Tanaman yang hanya
dapat tumbuh di dataran rendah adalah trembesi dan ketapang. Sedangkan jati dan belimbing
wuluh dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran medium. Untuk akasia auri, alpukat,
mahoni, mengkudu, sengon, dan beringin dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran
tinggi.

Demikian laporan hasil praktikum ini, dengan dilakukannya praktikum acara 5 ini, mahasiswa
diharapkan dapat memahami keadaan tanaman dan lingkungan hidupnya di sekitar tempat
tinggal serta dapat mencocokan dan merekomendasikan jenis tanaman yang sesuai dengan
kondisi tempat tumbuh.

G. Kesimpulan

Tanaman yang tumbuh tidak sesuai dengan tempat tumbuhnya, yaitu belimbing wuluh,
ketapang, dan trembesi. Jika kita berada di dataran rendah, maka kita bisa menanam tanaman
berjenis ketapang, belimbing wuluh, alpukat, mahoni, mengkudu, sengon, trembesi, akasia auri,
beringin, dan jati. Sedangkan jika kita berada di dataran medium, tanaman yang cocok ditanam,
yaitu belimbing wuluh, jati, akasia auri, alpukat, mahoni, mengkudu, sengon, dan beringin.
Untuk dataran tinggi, kita bisa menanam jati, akasia auri, alpukat, mahoni, mengkudu, sengon,
dan beringin.
H. Daftar Pustaka

https://globalweather.tamu.edu/ diakses pada 2 April 2021.

Aryadi, I. (2014). Pengaruh Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia, L.) terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aereus Sebagai Penyebab Abses Periodontal Secara In
Vitro. . 1-62.

Evans, L. T. (2006). Terminalia catappa (Tropical Almond) Species Profiles for Pacific Island
Agroforestry. Permanent Agriculture Resource (PAR).

Grimstad, S. (1993). The effect of a daily low temperature pulse on growth and development
of greenhouse cucumber and tomato plants during propagation. Scientia Horticulturae,
53-62.

H. Chen, Y. P. (2015). Winter cropping in Ficus tinctoria: an alternative strategy. Nature


Publishing Group, 1-7.

H. Chen, Y. Z. (2018). Latitudinal effects on phenology near the northern limit of figs in China.
Scientific Reports, 1-11.

Joker, D. (2001). Informasi Singkat Benih Acacia auriculiformis Cunn. ex Benth. Bandung:
Indonesia Forest Seed Project.

Karamina, H. ∙. (2017, Desember). . Kompleksitas pengaruh temperatur dan kelembaban tanah


terhadap nilai pH tanah di perkebunan jambu biji varietas kristal (Psidium guajava l.)
Bumiaji, Kota Batu. Jurnal Kultivasi, 16(3), 430-434.

Liantari, D. S. (2014, Desember). EFFECT OF WULUH STARFRUIT LEAF EXTRACT FOR


Streptococcus mutans GROWTH. J Majority, 3(7), 27-33.

Lukitariati Sadwiyanti, D. S. (2009). Petunjuk Teknis : Budidaya Alpukat. Solok, Sumatera


Barat: Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika.

R, S. W. (2019). Silvikultur Jenis.

Riyandani, D. (2016). . EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK BERBAGAI JENIS


TANAMAN DI LAHAN GAMBUT KECAMATAN ARUT SELATAN
KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT . Jurnal Publikasi Ilmiah, 3-23.

Siregar, E. B. (2005). Potensi Budidaya Jati. 1-8.


Suharta, N. (2000). Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat.

Sumardi dan WIdyastuti, S. M. (2004). Perlindungan Hutan. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Sumarna, Y. (2001). Budidaya Jati. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tawakal Ridho Firdaus, A. S. (2019). IDENTIFIKASI PENYAKIT KARAT TUMOR


TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SENGON. Journal of Forest Science
Avicennia, 2(2), 31-35.

Whitemore, T. (1988). Forest types and forest zonation. Oxford: Pergamon Press.

Widiatmaka, H. d. (2007). Evaluasi Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Yuli Ardani Lubis, M. R. (2014). PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN DENGAN


AIR TERHADAP DAYA BERKECAMBAH TREMBESI (Samanea saman). Jurnal
Sylva Lestari, 2(2), 25-32.
Lampiran

Kiri : Belimbing Wuluh, kanan : mengkudu Alpukat

Beringin Ketapang
Akasia Auri Jati

Mahoni
Sengon Trembesi

Anda mungkin juga menyukai