Anoa (Bubalus sp.) merupakan hewan khas Sulawesi (endemic).
Kerabat dekat anoa adalah kerbau (Bubalus bubalis). Anoa digolongkan rentan dalam buku merah IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), dan dimasukkan ke dalam Apendiks I pada konvensi perdagangan internasional CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Rentan menunjukkan bahwa anoa di alam mengalami resiko kepunahan sangat tinggi, kriterianya ialah penurunan lebih dari 20% selama 10 tahun atau 3 generasi. Apendiks I CITES menunjukkan bahwa anoa telah terancam punah, sehingga perdagangannya harus diatur dengan aturan yang sangat ketat dan hanya dibenarkan untuk hal khusus. Upaya perlindungan anoa telah lama dilakukan sejak Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar tahun 1931, serta telah dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 1990 dan SK. Menteri Kehutanan No.: 301/Kpts-II//1991; 882/Kpts-II/1992. Kepunahan anoa bukan saja karena perburuan liar (illegal hunting) dan kerusakan hutan (deforestasi) tetapi juga karena aksi-aksi konservasi anoa yang keliru. Karena itu anoa sebagai mahluk biologis, konservasinya harus dinamis dan terbaharui. Logika biologis ini membuka peluang bagi anoa untuk dikelolah dan dimanfaatkan agar target produktifitas dan populasi anoa di alam meningkat, serta keuntungan ekonomis diperoleh. Salah satu aksi konservasi anoa yang dinamis dan terbaharui adalah domestikasi. Domestikasi secara harafiah diartikan menjinakkan. Domestikasi anoa dapat dilakukan di penangkaran ex situ (di luar hutan) melalui pengelolaan dan pemanfaatan yang mempertimbangkan faktor ekologis. Anoa diambil dari hutan kemudian dijinakkan dan dibesarkan di dalam kandang (captive). Anoa di dalam kandang diperbaiki produktivitas dan populasinya melalui perbaikan reproduksi, breeding dan feeding. Bila program domestikasi anoa di dalam kandang berhasil membuahkan keturunan, induk dan pejantan anoa dikembalikan ke hutan (reintroduksi) dan keturunannya di kelolah dan dimanfaatkan untuk objek wisata dan ekspor daging, tanduk dan kulit yang tentunya akan bernilai ekonomi. Keberhasilan program domestikasi sangat menguntungkan karena sumber daya genetik anoa lebih terjamin kelestariannya, keanekaragaman satwa Sulawesi dapat tetap dipertahankan, menambah keanekaragaman hewan domestik sebagai sumber protein hewani, membuka peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan peternakan anoa dan meningkatkan pendapatan asli daerah. Sejarah membuktikan bahwa hewan domestik seperti kambing, domba, sapi dan kerbau jauh lebih besar manfaatnya dan lebih lestari di alam dibanding ketika hewan-hewan tersebut masih liar. Economic Valuation Tree Direct Value Bagian tubuh anoa yang benilai ekonomi Harga Daging 3.080.000/ekor Kulit 750.000/ekor Tanduk 500.000/ekor Gigi 300.000/ekor Jumlah 4.630.000/ekor Indirect Value Kesehatan (Pemanfaatan tanduk sebagai minyak gosok) 3.000.000 Seni (Pemanfaatan kulit sebagai jaket) 5.250.000 Pollinasi 22.530.000 Rekreasi 8.005.000 Buru 2.540.000 Jumlah 41.325.000 Total (Direct Value + Indirect Value) 45.955.000 Konservasi anoa model domestika merupakan salah satu upaya dalam mendukung konservasi anoa. Keberhasilan program domestikasi sangat menguntungkan karena sumber daya genetik anoa lebih terjamin kelestariannya, keanekaragaman satwa Sulawesi dapat tetap dipertahankan, menambah keanekaragaman hewan domestik sebagai sumber protein hewani, membuka peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan peternakan anoa dan meningkatkan pendapatan asli daerah. Sejarah membuktikan bahwa hewan domestik seperti kambing, domba, sapi dan kerbau jauh lebih besar manfaatnya dan lebih lestari di alam dibanding ketika hewan-hewan tersebut masih liar.