Anda di halaman 1dari 109

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia, salah satunya dalam kegiatan
domestik. Dalam aktivitas domestik air digunakan untuk kegiatan sanitasi dan untuk
dikonsumsi. Penggunaan air tersebut disesuaikan dengan kualitas air yang ada. Air yang
digunakan dalam kegiatan sanitasi ialah air yang memenuhi standar kualitas air bersih
sedangkan air konsumsi ialah air yang memenuhi standar kualitas air minum. Angka
pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menyebabkan kebutuhan air pun ikut
bertambah.

Dengan meningkatnya kebutuhan air, ketersediaan air dari sumbernya menjadi hal yang
seringkali dikhawatirkan. Ketersediaan air merupakan hal mendasar yang harus
dipenuhi
sehingga terwujud kesejahteraan masyarakat di wilayah pelayanan. Sumber air yang
tersedia harus diolah dan didistribusikan dengan sebaik mungkin agar dapat memenuhi
kebutuhan air secara maksimal. Hal ini menjadikan sistem distribusi air sebagai salah
satu
komponen vital dalam pemenuhan kebutuhan air.

Air bersih untuk keperluan publik umumnya dipasok oleh Perusahaan Daerah Air
Minum
(PDAM). Ketidakmerataan distribusi air bersih salah satunya disebabkan oleh sistem
distribusi yang kurang maksimal sehingga perlu dilakukan pengkajian kembali
mengenai
sistem distribusi air. Fasilitas, sarana, serta prasarana dalam pemenuhan kebutuhan air
di

1
Kecamatan Sungai Kunjang, Kota Samarinda cukup lengkap dan memadai bagi
masyarakatnya. Namun, untuk distribusinya belum merata dibeberapa wilayah
kelurahan.
Selain itu, masalah yang juga terjadi ialah air yang didistribusikan terkadang memiliki
kualitas yang kurang baik bahkan pada waktu tertentu air berhenti mengalir. Sebagian
masyarakat yang belum mendapatkan pelayanan distribusi air bersih oleh PDAM
memanfaatkan sumber air lain untuk memenuhi kebutuhannya.

Oleh karena itu, perlu dilakukannya Perancangan Sistem Penyediaan Air Minum di
Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda, Kalimantan Timur yang dimana memiliki 7
Kelurahan dan 307 RT. Perancangan dilakukan agar diketahui sistem penyediaan yang
efektif sebanyak tahun perancanaan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diketahui rumusan masalah pada
penulisan Laporan Resmi Sistem Penyediaan Air Minum ini yaitu :
a. Bagaimana cara mengetahui berapa jumlah penduduk 2039 di Kecamatan Sungai
Kunjang ?
b. Bagaimana cara mengetahui jumlah kebutuhan air bersih di Kecamatan Sungai
Kunjang ?
c. Bagaimana menentukan sistem pengolahan air baku yang tepat untuk Kecamatan
Sungai Kunjang ?
d. Bagaimana merencanakan detail junction sistem penyediaan air minum dan jaringan
pipa induk menggunakan EPANET untuk mendistribusikan air minum di
Kecamatan Sungai Kunjang ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka dapat diketahui tujuan pada penulisan
Laporan Resmi Sistem Penyediaan Air Minum ini yaitu :
Mengetahui jumlah kebutuhan air bersih di Kecamatan Loa Janan Ilir.

2
a. Mengetahui banyaknya jumlah populasi penduduk tahun 2039 di Kecamatan Sungai
Kunjang
b. Mengetahui banyaknya jumlah kebutuhan air bersih di Kecamatan Sungai Kunjang.
c. Menentukan system pengolahan air baku yang tepat untuk Kecamatan Sungai
Kunjang.
d. Merencanakan detail junction system penyediaan air minum dan jaringan pipa indur
menggunakan EPANET untuk mendistribusikan air minum di Kecamatan Sungai
Kunjang.
1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penyelesaian perencanaan penyediaan air minum ini dibatasi oleh :
a. Menghitung periode perencanaan kebutuhan air minum untuk tahun 2020-2039 di
Kecamatan Sungai Kunjang.
b. Menentukan daerah perencanaan distribusi air minum di Kecamatan Sungai
Kunjang.
c. Menghitung perkiraan kebutuhan air minum masyarakat Kecamatan Sungai
Kunjang.
d. Menghitung perkiraan jumlah penduduk di Kecamatan Sungai Kunjang dengan
menggunakan tiga metode yaitu metode Aritmatik, metode Geometri, dan metode
Least Square serta menentukan metode yang terpilih untuk digunakan.
e. Menentukan system distribusi air minum dengan hardy cross dan epanet di
Kecamatan Sungai Kunjang.
f. Membuat detail junction distribusi air minum di Kecamatan Sungai Kunjang.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebutuhan Air Bersih

Air merupakan kebutuhan pokok pada berbagai aktivitas manusia. Selain untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti minum, memasak mencuci, mandi, dan
sanitasi,
air juga dibutuhkan dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan pada aktivitas
ekonomi dan sosial seperti industri, rumah sakit, perhotelan, perdagangan, perkantoran,
dan Pendidikan (sekolah). Jumlah kebutuhan air bersih berbeda-beda untuk masing-
masing kegiatan tersebut dan persyaratan mutunya bergantung pada jenis aktivitas yang
bersangkutan (Sutrisno,1991).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/


SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri,
terdapat pengertian mengenai air bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan
sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak.
Sesuai
dengan ketentuan badan dunia (WHO) maupun badan setempat (Departemen
Kesehatan)
serta ketentuan atau peraturan lain yang berlaku seperti APHA (American Public Health
Association atau Asosiasi Kesehatan Masyarakat AS), layak tidaknya air untuk
kehidupan manusia ditentukan berdasarkan persyaratan kualitas secara fisik, secara
kimia
dan secara biologis (Suriawira, 1996).

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi masyarakat,


kebutuhan air juga mengalami penigkatan, baik dari sisi jumlah maupun mutu.
Kebutuhan

4
air spesifik per kapita dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kebiasaan, tingkat
ekonomi, tingkat pendidikan, kesadaran lingkungan, ketersediaan air, harga air, serta
musim atau cuaca. Kebutuhan air bersih per kapita tidak diketahui secara pasti. Untuk
keperluan perencanaan instalasi pengolahan air bersih komunitas diperkirakan
kebutuhan
air bersih sekitar 125-150 L/orang/hari (Sutrisno,1991).
2.2 Air Baku

Air merupakan sumber daya terbatas yang harus dikelola dengan berhati-hati. Sumber
air
untuk berbagai keperluan berasal dari air permukaan seperti sungai, danau, dan waduk
serta air tanah. Sumber air tersebut pada hakikatnya berasal dari air hujan. Air hujan
yang
masuk melalui lapisan batuan dan membentuk tandon dikenal sebagai air tanah. Jika air
tanah dalam kondisi tekanan tinggi, air tanah tersebut dapat mengalir ke permukaan
tanah
secara otomatis sebagai mata air (spring). Lokasi sumber air biasanya jauh dari dari
penggunanya. Saluran atau kanal, reservoir, sumur, dan Menara air merupakan sarana
buatan manusia untuk mengumpulkan dan memindahkan air dari sumber-sumber air
alami tersebut ke lokasi air tersebut diperlukan. Air dari waduk, sumur, dan sungai
biasanya harus diolah sebelum didistribusikan dan digunakan atau dikonsumsi arena
adanya kemungkinan kontaminasi (Kalensun, 2016).

2.3 Standar Mutu Air

Standar mutu air ditetapkan untuk melindungi masyarakat dari pengaruh negatif pada
Kesehatan, baik dalam jangka pendek maupun Panjang. Standar mutu air ditetapkan
untuk masing-masing kontaminan secara individual. Standar ini didasarkan pada banyak
faktor, termasuk kejadian di lingkungan, paparan manusia, dan resiko Kesehatan pada
populasi secara umum dan subpoplasi sensitif, batas deteksi metode analisis, kelayakan
secara Teknik, serta dampak regulasi pada sistem penyediaan air, ekonomi, dan

5
Kesehatan masyarakat. Persayaratan mutu air dapat dibagi menjadi dua yaitu
persyaratan
primer dan sekunder. Persyaratan primer diberlakukan untuk melindungi Kesehatan
masyarakat dengan membatasu tingkat kontaminan dalam air. persyaratan sekunder
diberlakukan dengan tujuan untuk melindungi dari kemungkinan gangguan kontaminan
dalam air yang dapat menyebabkan efek kosmetika dan estetika (Sutrisno,1991).

2.3.1 Standar Mutu Air Baku

Air bersih merupakan hasil olahan dari air baku. Untuk memperoleh mutu air olahan
yang
baik diperlukan air baku yang baik pula. Dengan proses pengolahan berbagai jenis
kontaminan dalam air dapat disishkan dari air, tetapi beberapa jenis kontaminan tertentu
tidak dapat disisihkan secara signifikan dengan teknologi proses pengolahan air
konvensional. Oleh karena itu, air baku harus memenuhi persyaratan tertentu.
Persyaratan air baku tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001 (Sutrisno,1991).

2.3.2 Standar Mutu Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari, yang mutunya
memenuhi syarat Kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Mutu air bersih
harus memenuhi syarat Kesehatan yang meliputi persyaratan mikrobiologis, fisika,
kimia,
dan radioaktif. Persyaratan mutu air bersih ditetapkan dalam PERMENKES
No.416/PER/IX/1990 (Sutrisno,1991).

2.3.3 Standar Mutu Air Minum

Air minum adalah air yang mutunya memenuhi syarat Kesehatan dan dapat langsung
diminum. Air minum harus aman bagi Kesehatan. Oleh karena itu, air minum harus
memenuhi persyaratan mikrobiologis, kimia, dan radioaktif yang dinyatakan dalam

6
parameter wajib dan parameter tambahan sebagaian dinyatakan dalam PERMENKES
No.492/Menkes/Per/IV/2010. Parameter wajib merupakan merupakan persyaratan mutu
air minum yang wajib dipenuhi dan ditaati oleh seluruh produsen air minum.
pemerintah
daerah dapat menetapkan parameter tambahan sesuai dengan kondisi mutu lingkungan
pada daerah tersebut (Sutrisno,1991)

2.4 Sistem Penyediaan Air

Menurut (Joko, 2010) sistem penyediaan air bersih meliputi besarnya komponen pokok
antara lain: unit sumber air baku, unit pengolahan, unit produksi, unit transmisi, unit
distribusi dan unit konsumsi.
1. Unit sumber air baku merupakan awal dari sistem penyediaan air bersih yang mana
pada unit ini sebagai penyediaan air baku yang bisa diambil dari air tanah, air
permukaan, air hujan yang jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan.
2. Unit pengolahan air berperan penting dalam upaya memenuhi kualitas air bersih
atau minum, dengan pengolahan fisika, kimia, dan bakteriologi, kualitas air baku
yang semula belum memenuhi syarat kesehatan akan berubah menjadi air bersih
atau minum yang aman bagi manusia.
3. Unit produksi adalah salah satu dari sistem penyediaan air bersih yang menentukan
jumlah produksi air bersih atau minum yang layak didistribusikan ke beberapa
tandon atau reservoir dengan sistem pengaliran gravitasi atau pompanisasi. Unit
produksi merupakan unit bangunan yang mengolah jenis-jenis sumber air menjadi
air bersih. Teknologi pengolahan disesuaikan dengan sumber air yang ada.
4. Unit transmisi berfungsi sebagai pengantar air yang diproduksi menuju ke beberapa
tandon atau reservoir melalui jaringan pipa.
5. Unit distribusi adalah merupakan jaringan pipa yang mengantarkan air bersih atau
minum dari tandon atau reservoir menuju ke rumah-rumah konsumen dengan
tekanan air yang cukup sesuai dengan yang diperlukan konsumen.
6. Unit konsumsi adalah merupakan instalasi pipa konsumen yang telah disediakan alat
pengukur jumlah air yang dikonsumsi pada setiap bulannya.

7
Menurut (Almadiya, 2017), Instalasi pengolahan air adalah suatu instalasi yang
mengolah
air baku menjadi air bersih yang kemudian menghasilkan air yang memenuhi standar air
bersih yang telah ditentukan. Instalasi pengolahan air bersih meliputi:
4. Pipa Transmisi
Sistem transmisi air bersih adalah sistem perpipaan dari bangunan pengambilan air
baku ke bangunan pengolahan air bersih.
4. Reservoir
Dalam suatu sistem perencanaan penyediaan air bersih diperlukan adanya suatu
perhitungan reservoir karena reservoir merupakan bangunan yang sangat penting
dalam suatu sistem distribusi air bersih. Desain hidrolis reservoir yaitu kapasitas
berguna reservoir diambil 20% dari total kebutuhan air harian maksimum.
4. Bangunan Penangkap Mata Air (Bronkaptering)
Brongkaptering adalah bangunan yang dibangun untuk menangkap mata air yang
keluar dari mata air. Ukuran bangunan disesuaikan dengan penyebaran keluaran
mata air.
4. Pipa Distribusi
Pipa distribusi adalah saluran tutup sebagai sarana pengaliran atau transportasi
fluida, sarana pengaliran atau transportasi energi dalam aliran.

2.5 Distribusi Air Bersih

Salah satu tugas pemerintah yang tertuang dalam standar pelayanan minimum adalah
dapat memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, yang tercakup didalamnya menyediakan
pelayanan minimal air bersih masyarakat. Dalam melakukan pelayanan air bersih
kepada masyarakat, sistem jaringan distribusi dari suatu kesatuan sistem penyediaan air
bersih merupakan bagian yang sangat penting. Fungsi pokok dari jaringan pipa
distribusi adalah
untuk menghantarkan air bersih keseluruh pelanggan dengan tetap memperhatikan
faktor
kualitas, kuantitas dan tekanan air. Kondisi yang diinginkan oleh seluruh pelanggan
adalah ketersediaan air secara terus menerus (Joko, 2010).

8
Menurut (Joko, 2010) ada dua macam distribusi air atau sistem penyediaan air yang
digunakan, yaitu:
1. Sistem distribusi continuous
Sistem air bersih yang akan didistribusikan pada konsumen secara terus-menerus
selama
24 jam, kemudian kuantitas air bersih yang ada dapat disuplai untuk memenuhi
seluruh kebutuhan konsumen pada daerah pelayanan tersebut. Sistem ini dapat
diterapkan pada kota-kota besar atau metropolis dimana aktifitas penduduknya
berlangsung terus-menerus selama 24 jam sehingga kebutuhan air bersih
berlangsung secara kontinu. Sistem ini memiliki keuntungan dan kerugiannya yaitu
memiliki keuntungan dengan konsumen dapat memperoleh air bersih setiap saat dan
air yang diambil dari reservoir didalam jaringan pipa distribusi selalu segar.
Memiliki kerugian yaitu pemakaian air cenderung boros serta apabila terjadi
kebocoran jumlah air yang terbuang besar.
2. Sistem distribusi intermitten
Pada sistem ini, air minum yang ada akan disuplai dan didistribusikan kepada
konsumen hanya beberapa jam dalam satu hari, biasanya 2 sampai 5 jam pada pagi
hari dan sampai 5 jam pada sore hari. Sistem ini biasanya diterapkan bila kuantitas
dan tekanan air yang cukup tidak tersedia dalam sistem. Sistem ini memiliki
keuntungan dan beberapa kerugian yaitu keuntungan apabila ada kebocoran jumlah
air yang terbuang relatif sedikir serta pemakaian air lebih hemat dan memiliki
kerugian yaitu seiap umah memerlukan tandon, dimensi pipa lebih besar (untuk
memenuhi kebutuhan air pada jam puncak), serta apabila terjadi hal yang tidak
diinginkan semisal kebakaran tidak ada air yang akan digunakan.

2.6 Persyaratan Penyediaan Air Bersih

Menurut Kalensun (2016), persyaratan penyediaan air bersih dapat dibagi menjadi 3
kelompok yaitu :
1. Persyaratan kualitatif yang menggambarkan mutu atau kualitas dari air baku air
bersih dan terdiri dari :

9
a. Syarat-syarat fisik Air minum harus jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak berasa.
b. Syarat-syarat kimia Air minum tidak boleh mengandung bahanbahan kimia.
c. Syarat bakteriologis atau mikrobiologis Air minum tidak boleh mengandung
kuman patogen dan parasitic
d. Syarat-syarat radiologis Air minum tidak boleh mengandung zat yang
menghasilkan bahan yang mengandung radioaktif.
2. Persyaratan kuantitatif yang ditinjau dari banyaknya air baku yang tersedia. Artinya,
air baku tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jumlah
penduduk yang akan dilayani.
3. Persyaratan kontinuitas yaitu kemampuan air baku untuk air bersih untuk diambil
terus-menerus dengan fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim
kemarau maupun musim hujan.

2.7 Proyeksi Penduduk

Menurut Almadiya (2017), dalam proyeksi penduduk ada beberapa faktor yang
mempengaruhi, yaitu:
1. Jumlah populasi penduduk dalam suatu area, bila perkembangan penduduk pada
masa lampau tidak terdapat penurunan, maka proyeksi penduduk akan semakin
teliti.
2. Kecepatan pertambahan penduduk, apabila angka kecepatan pertambahan penduduk
pada masa lampau semakin besar, maka proyeksi penduduk kurang teliti.
3. Kurun waktu proyeksi, semakin panjang kurun waktu proyeksi, maka proyeksi
penduduk akan semakin berkurang ketelitiannya.

Menurut Kalensun (2016), Terdapat beberapa macam metoda untuk menghitung


proyeksi penduduk antara lain:
o. Metoda Aritmatik
Pn = Po + Ka (Tn -To)……………………………………………………………..(1)
Dimana :
Pn= Jumlah penduduk pada tahun ke-n

10
Po= Jumlah penduduk pada tahun dasar.
To = Tahun dasar
Tn = Tahun ke-n
Ka = Rata-rata pertumbuhan penduduk tiap tahun
o. Metoda Geometris
Pn = Po ( 1 + r )n ........................................................................................................(2)
Dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po = Jumlah penduduk pada tahun awal
n = Jumlah interval tahun
r = laju pertumbuhan pendudukpertahun
o. Metoda Least square
Pn = a + b . x ......……………………………………………………………….…(3)
Dimana :
Pn= Jumlah penduduk tahun ke-n
x =Jumlah interval tahun
N = Jumlah data (harus ganjil)

Untuk menentukan metoda proyeksi penduduk yang paling mendekati kenyataan dari
ketiga macam metoda matematis tersebut di atas, setelah dilakukan perhitungan dengan
ketiga metode di atas, maka perlu dihitung koefisien korelasinya (k) yang paling tepat
yaitu nilai yang mendekati satu.

k ]^0,5
Dimana :
k = koefisien korelasi
X = nomor data
Y = data penduduk per tahun
n = jumlah data Metoda yang mempunyai harga koefisien korelasi paling mendekati 1
(satu) adalah yang paling tepat.

2.8 Sistem Distribusi Air Bersih dan Air Minum

11
Menurut Kalensun (2016), sistem distribusi air bersih adalah pendistribusian atau
pembagian air melalui sistem perpipaan dari bangunan pengolahan (reservoir) kedaerah
pelayanan (konsumen). Dalam perencanaan sistem distribusi air bersih, beberapa faktor
yang harus diperhatikan antara lain adalah :
1. Daerah layanan dan jumlah penduduk yang akan dilayani.
2. Kebutuhan air Debit yang harus disediakan untuk distribusi daerah pelayanan.
3. Letak topografi daerah layanan, yang akan menentukan sistem jaringan dan pola
aliran yang sesuai.
4. Jenis sambungan sistem.

Menurut Kalensun (2016), terdapat 3 jenis tipe pengaliran dalam distribusi air bersih
yaitu:
1. Gravity sistem, sistem ini digunakan bila reservoir terletak di daerah yang tinggi.
2. Pumping sistem, sistem ini digunakan bila reservoir terletak di daerah yang rendah
sehingga memerlukan pompa.
3. Dual sistem, cara kerja sama seperti pumping sistem, namun apabila pemakaian air
di kota kecil, maka sebagian air akan tertampung pada “service reservoir”.
Menurut Joko (2010), sesuai dengan PERMEN PU No. 18/PRT/M/2007, Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) merupakan sarana dan prasarana air minum yang
meliputi kesatuan fisik (teknis) dan non fisik (non teknis). Aspek teknis terdiri dari:
1. Unit air baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, air tanah dan air
hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.
2. Unit produksi merupakan prasarana dan sarana yang dapat digunakan untuk
mengolah air baku menjadi air minum melalui proses fisik, kimiawi dan biologi.
3. Unit distribusi, merupakan unit yang mendistribusikan air dari unit produksi ke inti
pelayanan di pelanggan. Unit ini terdiri dari tangki penyimpanan, pompa, jaringan,
pipa, dan perlengkapannya.

Menurut Sutrisno (1991), sistem jaringan induk terdiri dari dua yaitu:
1. Sistem Cabang atau Branch (Dead End Sistem)

12
Sistem pengaliran air ini hanya menuju ke satu arah saja menuju ujung jaringan pipa
akhir daerah pelayanan (terdapat titik akhir atau dead end), serta pipa distribusi tidak
saling berhubungan. Area konsumen disuplai air melalui satu jalur pipa utama.
Sistem ini biasanya digunakan pada daerah dengan karakteristik sebagai berikut
1. Perkembangan kota ke arah memanjang.
2. Sarana jaringan jalan tidak saling berhubungan.
3. Keadaan topografi dengan kemiringan medan yang menuju satu arah.
2. Sistem Melingkar atau Loop (Grid Iron)
Pada sistem ini, jaringan pipa induk distribusi saling berhubungan satu dengan yang
lain membentuk lingkaran-lingkaran, sehingga pada pipa induk tidak terdapat titik
mati (dead end) dan air akan mengalir ke titik yang dapat melalui beberapa arah.
Sistem ini diterapkan pada:
a. Daerah dengan jaringan jalan yang saling berhubungan.
b. Daerah yang perkembangan kotanya cenderung ke segala arah.
c. Keadaan topografi yang relatif datar.
3. Sistem Melingkar (Ring System)
Pasokan air disalurkan ke pipa induk menuju sekitar batas area dan dapat menambah
tekanan pada daerah pelayanan.
4. Sistem Radial (Radials System)
Menggunakan sistem zona, pipa-pipa pasokan air diletakkan secara radial berakhir
menuju masing-masing zona. Air dipompa ke reservoir kemudian didistribusikan
ke masing-masing zona.

2.9 Software EPANET

EPANET adalah program komputer yang menggambarkan simulasi hidrolis dan


kecenderungan kualitas air yang mengalir didalam jaringan pipa. Jaringan itu sendiri
terdiri dari pipa, node (titik koneksi pipa), pompa, katub, dan reservoir. EPANET
menjajaki aliran air di tiap pipa, kondisi tekanan air di tiap titik dan kondisi konsentrasi
bahan kimia yang mengalir di dalam pipa selama dalam periode pengaliran. Selain itu
software EPANET juga dapat melakukan pelacakan dan simulasi usia air (Nelwan,
2013).

13
Menurut (Wigati, 2015), Kegunaan program Epanet 2.0 dalam simulasi system
penyediaan air bersih antara lain:
1. Didesain sebagai alat untuk mengetahui perkembangan dan pergerakan air serta
degradasi unsur kimia yang ada dalam air pipa distribusi.
2. Dapat digunakan sebagai dasar analisa dan berbagai macam sistem distribusi, detail
desain, model kalibrasi hidrolik, Analisa sisa khlor dan berbagai unsur lainnya.
3. Dapat membantu menentukan alternatif strategis manajemen dan sistem jaringan
pipa distribusi air bersih seperti:
a. Sebagai penentuan alternatif sumber atau instalasi, apabila terdapat banyak
sumber atau instalasi.
b. Sebagai simulasi dalam menentukan alternatif pengoperasian pompa dalam
melakukan pengisian reservoir maupun injeksi ke sistem distribusi.
c. Digunakan sebagai pusat treatment seperti dalam hal melakukan proses
klorinasi, baik di instalasi maupun dalam sistem jaringan.
d. Dapat digunakan sebagai penentuan prioritas terhadap pipa yang akan
dibersihkan atau diganti.

2.10 Metode Hardy Cross

Analisis jaringan pipa ini cukup rumit dan memerlukan perhitungan yang besar, oleh
karena itu pemakaian computer untu analisis ini akan mengurangi kesulitan. Untuk
jaringan kecil, pemakaian kalkulator untuk hitungan masih bisa dilakukan. Ada
beberapa metode untukmenyelesaikan perhitungan sistem jaringan pipa, salah satunya
adalah metode Hardy Cross. Aliran keluar dari sistem biasanya dianggap terjadi pada
titik-titik simpul. Metode Hardy Cross ini dilakukan secara iterative. Pada awalnya
hitungan ditetapkan debit aliran melalui masing-masing pipa secara sembarang.
Kemudian dihitung debit aliran di semua pipa berdasarkan nilai awal tersebut. Prosedur
hitungan diulangi lagi sampai persamaan kontinuitas di setiap titik simpul dipenuhi
(Triatmodjo, 2008).

Menurut Triatmodjo (2008), Proses perhitungan dengan metode Hardy Cross adalah

14
sebagai berikut ini :
1. Pilih pembagaian debit melalui tiap-tiap pipa Q0 hingga terpenuhi syarat
Kontinuitas.
2. Hitung kehilangan tenaga pada tiap pipa dengan rumus hf = k Q2.
3. Jaringan pipa dibagi menjadi sejumlah jarring tertutup sedemikian sehingga tiap
pipa termasuk dalam paling sedikit satu jarring
4. Hitung jumlah kerugian tinggi tenaga sekeliling tiap-tiap jaring, yaitu ∑ hf. Jika
pengaliran seimbang maka ∑ hf = 0
5. Hitung nilai ∑ |2kQ| untuk tiap jaring.
6. Pada tiap jaring diadakan koreksi debit ΔQ, supaya kehilangan tinggi tenaga
dalam jaring seimbang. Adapun koreksinya adalah sebagai berikut :
AQ = ∑ kQ02
∑ 2kQ0 ……………………………………………………………2.18
7. Dengan debit yang telah dikoreksi sebesar Q = Q0 + ΔQ, prosedur dari 1 sampai
diulangi hingga akhirnya ΔQ ≈ 0, dengan Q adalah debit sebenarnya, Q0 adalah
debit dimisalkan dan ΔQ adalah debit koreksi. Penurunan rumus adalah sebagai
berikut ini.

hf = kQ2 = k(Q0 + ΔQ)2


= kQ2 + 2kQ0ΔQ + k ΔQ
Untuk ΔQ <<Q0, maka ΔQ2 ≈ 0 sehingga
: hf = k Q02 + 2 k Q0ΔQ
Jumlah kehilangan tenaga dalam tiap jaringan adalah nol,
∑hf = 0
∑hf = ∑kQ0 + ΔQ∑2kQ0 = 0
Δ Q = ∑2 ∑ |2

2.11 Sistem Jaringan Distribusi

Menurut Joko (2010), pada sistem ini ujung-ujung pipa cabang disambungkan satu
sama lain, sistem ini lebih baik dari sistem pipa bercabang karena sirkulasinya lebih
baik dan kecil kemungkinan aliran menjadi tertutup atau stagnasi.

15
Kelebihan:
1. Air dalam sistem mengalir bebas ke beberapa arah dan tidak terjadi stagnasi seperti
bentuk cabang,
2. Ketika ada perbaikan pipa, air yang tersambung dengan pipa tersebut tetap
mendapat air dari bagian yang lain,
3. Ketika terjadi kebakaran, air tersedia dari semua arah, 4. Kehilangan tekanan pada
semua titik dalam sistem minimum.

Kekurangan:
1. Perhitungan ukuran pipa lebih rumit,
2. Membutuhkan lebih banyak pipa dan sambungan pipa sehingga lebih mahal.

Gambar 2.1 Sistem Jaringan Pipa Petak (Grid)

Menurut Joko (2010), Sistem jaringan bercabang terdiri dari pipa induk utama (main
feeder) disambungkan dengan pipa sekunder, lalu disambungkan lagi dengan pipa
cabang lainnya, sampai akhirnya pada pipa yang menuju ke konsumen.
Kelebihan:
1. Sistem ini sederhana dan desain jaringan perpipaannya juga sederhana,
2. Cocok untuk daerah yang sedang berkembang,
3. Pengambilan dan tekanan pada titik manapun dapat dihitung dengan mudah,
4. Pipa dapat ditambahkan bila diperlukan (pengembangan kota),
5. Dimensi pipa lebih kecil karena hanya melayani populasi yang terbatas,
6. Membutuhkan beberapa katup untuk mengoperasikan system.

16
Kekurangan:
1. Saat terjadi kerusakan, air tidak tersedia untuk sementara waktu.
2. Tidak cukup air untuk memadamkann kebakaran karena suplai hanya dari pipa
Tunggal.
3. Pada jalur buntu, mungkin terjadi pencemaran dan sedimentasi jika tidak ada
penggelontoran.
4. Tekanan tidak mencukupi Ketika dilakukan penambahan areal ke dalam system
penyediaan air minum.

Sistem jaringan perpipaan bercabang digunakan untuk daerah pelayanan dengan


karakteristik berikut:
1. Bentuk dan arah perluasan memanjang dan terpisah.
2. Pola jalur jalannya tidak berhubungan satu sama lainnya.
3. Luas daerah pelayanan relative kecil.
4. Elevasi permukaan tanah mempunyai perbedaan tinggi dan menurun secara
teratur.

Gambar 2.2 Sistem Jaringan Pipa Bercabang

Sistem jaringan perpipaan berbingkai terdiri dari pipa induk dan pipa cabang yang
saling berhubungan satu sama lainnya dan membentuk melingkar (loop), sehingga
terjadi sirkulasi air ke seluruh jaringan distribusi. Dari pipa induk dilakukan

17
penyambungan (tapping) oleh pipa cabang dan selanjutnya dari pipa cabang dilakukan
pendistribusian untuk konsumen. Sistem ini dari segi ekonomis kurang menguntungkan,
karena diperlukan pipa yang lebih panjang, katup dan diameter pipa yang bervariasi.
Sistem ini lebih baik apabila dilihat dari segi hidrolis (pengaliran) sistem ini lebih baik
karena jika terjadi kerusakan pada sebagian blok dan selama diperbaiki, maka yang
lainnya tidak mengalami gangguan aliran karena masih dapat pengaliran dari loop
lainnya.

Sistem jaringan perpipaan melingkar digunakan untuk daerah dengan karakteristik


sebagai berikut:
1. Bentuk dan perluasannya menyebar ke seluruh arah.
2. Pola jaringan jalannya berhubungan satu dengan lainnya.
3. Elevasi tanahnya relatif datar.

Gambar 2.3 Sistem Pipa Berbingkai (Ring)


2.12 Sistem Pengaliran Air Bersih

2.12.1 Sistem Gravitasi

Sistem pengaliran dengan gravitasi dilakukan dengan memanfaatkan beda tinggi muka
tanah, dalam hal ini jika daerah pelayanan terletak lebih rendah dari sumber air atau
reservoir. Daerah pelayanan yang mempunyai beda tinggi yang besar system gravitasi
dapat digunakan karena dengan beda tinggi yang besar untuk pengaliran kita dapat
memanfaatkan energi yang ada pada perbedaan elevasi tersebut tidak perlu pemompaan.
Bila digabungkan dengan sistem jaringan bercabang akan membentuk sistem yang
optimal, baik dari segi ekonomis maupun dari segi teknis (Joko, 2010).

18
2.12.2 Sistem Pemompaan

Sistem pengaliran dengan pemompan digunakan di daerah yang tidak mempunyai beda
tinggi yang cukup besar dan relatif datar. Perlu diperhitungkan besarnya tekanan pada
sistem untuk mendapatkan sistem pemompaan yang optimal, sehingga tidak terjadi
kekurangan tekanan yang dapat mengganggu sistem pengaliran, atau kelebihan tekanan
yang dapat mengakibatkan pemborosan energi dan kerusakan pipa (Joko, 2010).

2.12.3 Sistem Kombinasi

Sistem ini merupakan sistem gabungan dari sistem gravitasi dan sistem pemompaan.
Pada sistem kombinasi ini, air yang didistribusikan dikumpulkan terlebih dahulu dalam
reservoir pada saat permintaan air menurun. Jika permintaan air meningkat maka air
akan dialirkan melalui sistem gravitasi maupun sistem pemompaan (Joko, 2010).

2.13 Jenis-jenis Pipa dan Alat Sambung

2.13.1 Jenis Pipa

Menurut Joko (2010), Jenis pipa yang umum digunakan adalah pipa PVC dan HDPE
c. PVC (Poly Vynil Chloride)
Pipa ini bersifat fleksibel, panjang pipa biasanya 6 meter. Keunggulan dari pipa ini
adalah:
1. Memiliki standar kualitas dan pengujian SNI,
2. Anti pengaruh UV dan dapat digunakan dalam kondisi asam basa,
3. Sesuai untuk aplikasi saluran air bersih, saluran pembuangan, saluran limbah
pipa ventilasi dan saluran irigasi,
4. Efektif dan efisien dalam penggunaan,
5. Terbuat dari bahan PVC berkualitas tinggi dan dapat didaur ulang.
2. HDPE (High Density Poly Ethilene)

19
Pipa HDPE ini biasanya mempunyai panjang 100m/roll untuk pipa yang ukuran
diameter 1/2”-2” dan untuk ukuran diameter 2 ½” sampai ukuran terbesar yang
dijual di pasaran dijual per batang dengan panjang batang yang bervariasi mulai dari
5,8 m 6 m; 11,8 dan 12 m. Keunggulan dari pipa HDPE ini adalah:
a. Tahan lama untuk umur pemakaiannya,
b. Kuat, ringan dan lentur,
c. Anti karat, anti lumut,
d. Instalasi pemasangan mudah,
e. Dapat digunakan untuk sistem sambungan rumah (SR) PDAM.

2.13.2 Alat Sambung

Menurut Joko (2010), selain pipa distribusi, diperlukan juga perlengkapan tambahan
untuk pengaliran air dalam sistem ini. Perlengkapan pipa distribusi antara lain:
1. Stop/gate valve
Dalam suatu daerah perencanaan yang terbagi atas blok-blok pelayanan, tergantung dari
kondisi topografi dan prasarana yang ada, perlu dipasang gate valve. Gate valve
biasanya dipasang pada setiap percabangan pipa.
2. Perkakas (fitting).
Perkakas perlu disediakan dan dipasang pada perpipaan distribusi sesuai dengan
keperluan di lapangan. Macam perkakas yang biasa digunakan di dalam sebuah instalasi
pipa adalah :
a. Socket: untuk menyambung pipa dengan ukuran diameter yang sama,
b. Socket reduksi: untuk menyambung pipa yang ukuran diameternya berbeda,
c. Tee: untuk menyambung tiga buah pipa yang berdiameter sama,
d. Tee reduksi: untuk menyambung tiga buah pipa yang mempunyai dua macam
ukuran diameter dengan arah tegak lurus,
e. Elbow (F+F): untuk menyambung dua buah pipa yang berdiameter sama dengan
sudut 90°, kedua ujungnya mempunyai ulir di dalam,
f. Elbow (F+M): digunakan untuk menyambung dua buah pipa yang berdiameter
sama dengan sudut 90°, alat sambung ini mempunya ulir yang berlainan dikedua
ujungnya yaitu satu di luar dan satu di dalam,

20
g. Elbow 45° (F+F): untuk menyambung dua buah pipa yang berdiameter sama
dengan sudut 45°, kedua ujungnya mempunyai ulir di dalam,
h. Elbow 45° (F+M): digunakan untuk menyambung dua buah pipa yang
berdiameter sama dengan sudut 45°, alat sambung ini mempunya ulir yang
berlainan dikedua ujungnya yaitu satu di luar dan satu di dalam,
i. Bend (F+F): untuk menyambung dua buah pipa yang berdiameter sama
dengan sudut 90° yang mempunyai radius jari-jari panjang, kedua ujungnya
mempunyai ulir di dalam,
j. Bend (F+M): digunakan untuk menyambung dua buah pipa yang berdiameter
sama dengan sudut 90° yang mempunyai radius jari-jari panjang, alat
sambung ini mempunyai ulir yang berlainan dikedua ujungnya yaitu satu di
luar dan satu di dalam,
k. Bend 45° (F+F): untuk menyambung dua buah pipa yang berdiameter sama
dengan sudut 45° yang mempunyai radius jari-jari panjang, kedua ujungnya
mempunyai ulir di dalam,
l. Bend 45° (F+M): digunakan untuk menyambung dua buah pipa yang
berdiameter sama dengan sudut 45yang mempunyai radius jari-jari panjang,
alat sambung ini mempunya ulir yang berlainan dikedua ujungnya yaitu satu
di luar dan satu di dalam,
m. Barel-union: untuk menyambung dua pipa yang berdiameter sama, terutama
pada instalasi pipa tertutup
n. Bushis: untuk menyambung dua buah pipa yang berlainan ukuran dengan ulir
pada sisi luar dan dalam,
o. Heksagonal nipple: digunakan untuk mengencangkan sambungan pipa,
o. Cap: digunakan untuk menutup pipa dan alat sambung yang mempunyai ulir
luar,
o. Plug: digunakan untuk menutup pipa atau alat sambung yang mempunyai ulir
dalam.

21
BAB 3
PERENCANAAN UNIT PENGOLAHAN AIR BERSIH

3.1 Perhitungan Debit Pengolahan

Debit pengolahan air mengacu pada jumlah air yang diambil atau digunakan dari suatu
sumber air (seperti sungai, danau, sumur, atau reservoir) untuk pengolahan dan
distribusi guna memenuhi kebutuhan air masyarakat, industri, pertanian, atau tujuan
lainnya.

Debit pengolahan (Qpengolahan) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

Qpengolahan = Qpelanggan + Qkehilangan air + Qinstalasi................................................(3.1)

Qpelanggan dapat diartikan sebagai Qharian maks. untuk kebutuhan domestik dan non domestik.
Debit kehilangan air (Qkehilangan air ) dan debit instalasi (Qinstalasi) dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut.

Qkehilangan air = 20% × Qharian maks...................................................................(3.2)


Qinstalasi = 10% × Qharian maks........................................................................(3.3)

Tabel 3.1 Kebutuhan Air Domestik Kecamatan Sungai Kunjang

Q
Sambungan Rumah Keran Umum
Domestik
Jumlah Penduduk (SR) (KU)
Total (L/s)
Terpoyeksi
Ttahun 2039 Jumlah
Q Jumlah SR
Q (L/s) KU Total (L/s)
(L/s) (unit)
(unit)
438.626 109,1
18.127 10,79 311 119,89
0

22
Tabel 3.2 Kebutuhan Air Non Domestik Kecamatan Sungai Kunjang
Rumah Industri
Pedidikan Kesehatan Olahraga Ibadah Toko Kantor Pos Bank
Makan Kecil
Q Non
Jml. Jml. Jml. Jml. Jml. Jml. Jml. Jml.
Jml. Domesti
Fasil Q Fasil Q Fasil Q Fasil Q Fasil Q Fasil Q Fasil Q Fasil Q Q
Fasil. k (L/s)
. (L/s) . (L/s) . (L/s) . (L/s) . (L/s) . (L/s) . (L/s) . (L/s) (L/s)
2039
2039 2039 2039 2039 2039 2039 2039 2039
17,3 36,8 17,9
112 5,19 150 0 0 199 6,91 1591 620 0 0 0 0 69 1,35 85,63
6 3 4

Tabel 3.3 Kebutuhan Air Keseluruhan Kecamatan Sungai Kunjang


Q Q Non Q
Q Q Q
Pendudu Domestik Domestik Q Rata-rata Harian
Kehilangan Instalasi Pengolahan
k 2039 Total Total Total (L/s) Maks
Air (L/s) (L/s) (L/s)
(L/s) (L/s) (L/s)
438.626 119,88 85,63 205,51 489,79 51,38 25,6294 316

23
3.2 Perencanaan Unit Intake dan Bar Screen

Kriteria Desain Screening


Jarak antar Batang (b) = 0,0254 m – 0,0508 m
Lebar Batang (w) = 0,0254 m – 0,0381 m
Kecepatan Penampang Batang (v) = 0,3 m/s – 0,75 m/s
Kemiringan (Ø) = 30° – 60°
Headloss Maksimum (hl) = 0,1524 m

Kriteria Desain yang Digunakan


Debit air (Q) = 0,316 m3/s
Jarak antar Batang (b) = 0,03 m
Lebar Batang (w) = 0,04 m
Kecepatan Penampang Batang (v) = 0,4 m/s
Kedalaman batang terhadap air = 0,03 m
Kemiringan (Ø) = 45°

3.2.1 Perhitungan Intake dan Bar Screen

Diketahui : -Q = 0,316 m3/s


-v = 0,4 m/s
-w = 0,04 m
-b = 0,03 m
-Ø = 45°
Ditanya : a. Kapasitas Intake (q) =… m3/s ?
b. Luas Penampang Saluran (A) =… m ?
c. Dimensi Saluran =… ?
d. Jumlah Bar =… buah ?

a. Kapasitas Intake
Diketahui: Q = 315.7 L/s = 0,316 m3/s
Ditanya: kapasitas intake (q)?

24
Jawab:
q=Q
= 0,316 m3/detik

b. Luas Penampang Saluran


Diketahui: q = 0,316 m3/detik
v = 0,4 m/s
Ditanya: luas penampang saluran (A)?
q
Jawab: A =
v
3
0, 316 m /detik
=
0,4 m/detik
= 0,79 m2

c. Dimensi Saluran
Diketahui: A = 0,79 m2
Ditanya: dimensi kedalaman saluran (h)?
Jawab:
L = 2h
A = 2h2

√ √
2
A
h= = 0,79 m
2 2
= √ 0, 395 = 0,63 m

d. Lebar Saluran
Diketahui: h = 0,63 m
Ditanya: lebar saluran (L)?
Jawab:
L = 2h
L = 2 x 0,63 m
L = 1,26 m

e. Jumlah Batang (n)

25
Diket: L (Lebar Saluran) = 1,26 m
w (Lebar Batang) = 0,04 m
b (Jarak antar Batang) = 0,03 m
Jawab: L = n × w + (n + 1) × b
L–b
n=
w+b
1,26 – 0,03
n=
0,04 + 0,03
n = 17,6 ≈ 18 buah

f. Lebar bukaan koreksi (Ls)


L = n × w + (n + 1) × b
L – nw
b=
n+1
1,26 – (18 × 0,04 m)
b=
18 + 1
0,54 m
=
19
= 0,03 m

g. Luas bukaan batang (Ab)


h
Ab = (n + 1) × b ×
sin θ
0, 63 m
= (18 + 1) × 0,03 m × o
sin 45
= 0,507 m2

h. Kecepatan melalui batang (Vb)


q
Vb =
Ab
3
0, 316 m /s
= 2
0, 507 m
= 0,62 m/s

26
( )
4 2
w 3 vb
i. Headloss bar screen (hl) = β × × × sin α
b 2g

( )
4 2
0,03 3 0,62
= 1,83 × × × sin 45°
0,04 2 × 9,8

= 1,83 × (
0,03 )
4
0,04 ¿ 2
× (0,63 ¿ 2 x 9,8 × sin 45°
3

= 0,04 m

j. Panjang saluran intake


Panjang antara mulut saluran dengan bar screen = 1 m
Panjang antara bar screen dengan pintu air = 2 m
sehingga panjang total intake = 3 m

3.3 Perhitungan Unit Bak Penenang

a. Volume Bak Penenang

Diketahui : Q pengolahan = 315.7 L/s = 0,316 m3/s


td = 5 menit 300 s
Ditanya : Volume bak penenang (v)
Jawab : V = Qpengolahan × td
: V = 0,316 m3/s × 300 s
: V = 94,8 m3

b. Luas Permukaan Bak Penenang

Diketahui : V = 94,8 m3
: h = 4 m (sesuai kriteria desain)
Ditanya : Luas permukaan bak penenang (As)
V
Jawab : As =
h

27
3
94,8 m
: As =
4 m
: As = 23,7 m2

c. Dimensi Bak Penenang

Diketahui : As = 23,7 m2
: V = 94,8 m3
Ditanya : Dimensi bak penenang

Jawab : Panjang (p) √ 3 × As = √ 3 × 23,7 m = 8,432 m

1 1
: Lebar (l) = p = × 8,432 m = 2,810 m
3 3
3
V 94,8 m
: Tinggi (t) =p× l = = 4,001 m
8,432 m × 2,810 m

3.4 Perhitungan Unit Bak Sedimentasi I

Kriteria Desain Bak Sedimentasi I


Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Kecepatan Pengendapan dan Fraksi

28
Kecepatan
Waktu Pengambilan Kekeruhan
Pengendapan Fraksi (F0)
Sampel (Menit ke-) (NTU)
(Vo) (m/s)
0 400 0 0
10 381 0,00250 0,953
20 374 0,00125 0,935
30 332 0,00083 0,830
40 326 0,00063 0,815
50 322 0,0005 0,805
60 315 0,00042 0,788
70 302 0,00036 0,755
80 301 0,00031 0,753
90 288 0,00028 0,720
100 287 0,00025 0,718
110 284 0,00023 0,710
120 276 0,00021 0,690
Rata-rata 322,15 0,00060 0,789
(Data Primer, 2023).

3.4.1 Perhitungan Kecepatan Pengendapan (V0)

Diketahui : Tinggi settling coloumn type 1 = 1,83 m


Tinggi keran = 0,33 m
h = tinggi settling coloumn type 1 – tinggi keran
= 1,83 m – 0,33 m
= 1,50 m
Ditanya : Kecepatan pengendapan (V0)
h
Dijawab : v0 =
t

a. Menit ke-10
1,5 0 m
v0 =
600 s
v0 = 0,00250 m/s
b. Menit ke-20
1,5 0 m
v0 =
1200 s

29
v0 = 0,00125 m/s

c. Menit ke-30
1,5 0 m
v0 =
1800 s
v0 = 0,00083 m/s

d. Menit ke-40
1,5 0 m
v0 =
2400 s
v0 = 0,00063 m/s

e. Menit ke-50
1,5 0 m
v0 =
3000 s
v0 = 0,0005 m/s

f. Menit ke-60
1,5 0 m
v0 =
3600 s
v0 = 0,00042 m/s
g. Menit ke-70
1,5 0 m
v0 =
4200 s
v0 = 0,00036 m/s
h. Menit ke-80
1,5 0 m
v0 =
4800 s
v0 = 0,00031 m/s
i. Menit ke-90
1,5 0 m
v0 =
5400 s
v0 = 0,00028 m/s

30
j. Menit ke-100
1,5 0 m
v0 =
6000 s
v0 = 0,00025 m/s

k. Menit ke-110
1,5 0 m
v0 =
6600 s
v0 = 0,00023 m/s

l. Menit ke-120
1,5 0 m
v0 =
7200 s
v0 = 0,00021 m/s

Rata-rata v0 =
0,0025 0 + 0,0012 5 + 0,00083 + 0,0006 3 + 0,0005 + 0,000 42 + 0,0003 6
+ 0,00031 + 0,00028 + 0,00025 + 0,00023 + 0,00021
12

= 0,00060 m/s

3.4.2 Perhitungan Fraksi

Diketahui : Kekeruhan awal = 400 NTU


Ditanya : Fraksi (F0)
Kekeruhan menit ke-n
Dijawab : F0 =
Kekeruhan awal

a. Menit ke-0
400 NTU
F0 =
400 NTU
F0 = 1

31
b. Menit ke-10
381 NTU
F0 =
400 NTU
F0 = 0,953

c. Menit ke-20
374 NTU
F0 =
400 NTU
F0 = 0,935

d. Menit ke-30
332 NTU
F0 =
400 NTU
F0 = 0,830

e. Menit ke-40
326 NTU
F0 =
400 NTU
F0 = 0,815

f. Menit ke-50
322 NTU
F0 =
400 NTU
F0 = 0,805

g. Menit ke-60
315 NTU
F0 =
400 NTU
F0 = 0,788
h. Menit ke-70
302 NTU
F0 =
400 NTU

32
F0 = 0,755

i. Menit ke-80
301 NTU
F0 =
400 NTU
F0 = 0,753

j. Menit ke-90
288 NTU
F0 =
400 NTU
F0 = 0,720

k. Menit ke-100
287 NTU
F0 =
400 NTU
F0 = 0,718

l. Menit ke-110
284 NTU
F0 =
400 NTU
F0 = 0,710

m. Menit ke-120
276 NTU
F0 =
400 NTU
F0 = 0,690
0,953 +0,935+0,830+0,815+0,805+0,788+0,755+0,753+0,720+
Rata-rata fraksi = 0,718+0,710+0,690
12

Rata-rata fraksi = 0,789

3.4.3 Perhitungan Removal

33
F0
1
R = (1 – F0) +
v0 ∫ Vdf
0

Keterangan :

R = removal atau besarnya efisiensi pengendapan partikel total (%)

F0 = fraksi partikel tersisa pada kecepatan v0

v0 = kecepatan pengendapan (m/s)

dF = selisih partikel tersisa

a. Percobaan 1 (F0 = 0,4 ; v0 = 0,0001217 m/s)

Gambar 3.1 Grafik Perhitungan Removal Percobaan 1

Tabel 3.5 Perhitungan Removal Percobaan 1

34
Percobaan 1
Df V V Df
0,1 0,00003040 0,0000030400
0,1 0,0000609 0,0000060900
0,1 0,0000913 0,0000091300
0,1 0,0001217 0,0000121700

(Data Primer, 2023).

F0
1
R = (1 – F0) +
v0 ∫ Vdf
0

1
= (1 – 0,4) +(
0,00 01217
) X 0,0000304300
= 0,85 X 100 %
= 85%

b. Percobaan 2 (F0 = 0,8 ; v0 = 0,0002435 m/s)

35
Gambar 3.2 Grafik Perhitungan Removal Percobaan 2
Tabel 3.6 Perhitungan Removal Percobaan 2
Percobaan 2
Df V V Df
0,1 0,00003040 0,0000030400
0,1 0,0000609 0,0000060900
0,1 0,0000913 0,0000091300
0,1 0,00001217 0,0000012170
0,1 0,0001522 0,0000152200
0,1 0,0001826 0,0000182600
0,1 0,0002882 0,0000288200
0,1 0,0002435 0,0000243500
(Data Primer, 2023).

F0
1
R = (1 – F0) +
v0 ∫ Vdf
0

1
= (1 – 0,8) +(
0,00 02435
) X 0,0001061270
= 0,635 X 100 %
= 63,5%

c. Percobaan 3 (F0 = 0,9 ; v0 = 0,0004797 m/s)

36
Gambar 3.3 Grafik Perhitungan Removal Percobaan 3
Tabel 3.7 Perhitungan Removal Percobaan 3
Percobaan 3
Df V V Df
0,1 0,00003040 0,0000030400
0,1 0,0000609 0,0000060900
0,1 0,0000913 0,0000091300
0,1 0,00001217 0,0000012170
0,1 0,0001522 0,0000152200
0,1 0,0001826 0,0000182600
0,1 0,0002882 0,0000288200
0,1 0,0002435 0,0000243500
0,1 0,0004797 0,0000479700

(Data Primer, 2023).


F0
1
R = (1 – F0) +
v0 ∫ Vdf
0

1
= (1 – 0,9) +(
0,0 004797
) X 0,0001540970
= 0,42 X 100 %
= 42%

d. Percobaan 4 (F0 = 1 ; v0 = 0,0013369 m/s)

37
Gambar 3.4 Grafik Perhitungan Removal Percobaan 4
Tabel 3.8 Perhitungan Removal Percobaan 4
Percobaan 4
Df V V Df
0,1 0,00003040 0,0000030400
0,1 0,0000609 0,0000060900
0,1 0,0000913 0,0000091300
0,1 0,00001217 0,0000012170
0,1 0,0001522 0,0000152200
0,1 0,0001826 0,0000182600
0,1 0,0002882 0,0000288200
0,1 0,0002435 0,0000243500
0,1 0,0004797 0,0000479700
0,1 0,0013369 0,0001336900

(Data Primer, 2023).


F0
1
R = (1 – F0) +
v0 ∫ Vdf
0

1
= (1 – 1) +(
0,0013369
) X 0,0002877870
= 0,21 X 100 %
= 21%
Grafik Hubungan antara V0 dengan nilai R

Gambar 3.5 Grafik Hubungan Removal dan Kecepatan Pengendapan

38
V0
t
=Q =
td
A
Q 0,00 025
= = 0,00021 m/s
A 1,2

3.4.4 Perhitungan Luas Penampang Bak Sedimentasi I

Diketahui : Qpengolahan = 0, 316 m3/s

: vs = 0,00021 m/s

: Q tiap unit = 0,105 m3/s

Ditanya : Luas penampang (As)

Q
Jawab : As =
vs

3
0,1 0 5 m /s
=
0,00021 m/s

= 500 m2

39
3.4.5 Perhitungan Dimensi Bak Sedimentasi I

Diketahui : Jumlah unit = 2 unit

: Qpengolahan = 0,316 m3/s

: Q tiap unit = 0,105 m3/s

: vs = 0,00021 m/s

: As = 500 m2

:h = 1,5 – 3 m

: v0 = 0,000243 m/s

Ditanya : Dimensi bak sedimentasi I

Jawab :

h
a. td =
v0

3
=
0,000243 m/s
= 12.345 s
= 3,4 jam
b. vh = 10 × vs
= 10 × 0,00021 m/s
= 0,0021 m/s
c. panjang bak = vh × td
= 0,0021 m/s × 12.345 s
= 25 m
As
d. lebar bak =
panjang bak
2
500 m
=
25 m

40
= 20 m
3.4.6 Perhitungan Zona Inlet

Diketahui : Kecepatan melalui lubang (v) = 0,5 m/s

: Koefisien konstraksi (c) = 0,5 (0,5 – 0,6)

: Panjang (l) baffle = lebar bak = 20 m

: Tinggi baffle (h) = 2 m (<kedalaman bak)

Ditanya : Dimensi

Jawab :

a. Luas baffle yang terendam air (A) = l × t


= 20 m × 2 m

= 40 m2

Q
b. Luas total lubang (A total) =
c × v asumsi
3
0,105 m /s
=
0,5 × 0,5 m/s
= 0,42 m2
Luas baffle
c. Jumlah lubang (n) =
Luas total lubang
2
40 m
= 2
0,42 m
= 95,23 = 96 buah
Luas total lubang
d. Luas tiap lubang =
Jumlah lubang
2
0,42 m
=
96
= 0,0043 m2

1
0,0043 m2 = × 3,14 × D2
4

41

2
0,0043 m
Dlubang = 1
× 3,14
4

= 0,074 m

e. Susunan lubang (96 buah)


Horizontal = 12 buah
Vertikal = 8 buah
Jarak horizontal antar lubang (x)
lebar baffle - (Σlubang × D)
sh =
( Σlubang + 1)
40 m - ( 12 × 0,074 m)
=
( 12 + 1)
= 2,4 m
tinggi baffle - ( Σlubang × D)
Jarak vertikal antar lubang (h) =
( Σlubang + 1)
2 m - ( 8 × 0,074 m)
=
( 8 + 1)
= 0,156 m

3.4.7 Perhitungan Volume Zona Lumpur

Diketahui : Efisiensi removal SS= 60% (50 – 70%) Metcalf & Eddy, 1991

: Konsentrasi SS = 220 mg/L

: Konsentrasi diskrit = 90% × konsentrasi SS

: Kadar air di lumpur = 95%

: Kadar SS kering = 5%

: Massa jenis solid (ρs)= 2650 kg/m3

: Massa jenis air (ρa) = 995 kg/m3

Ditanya : Massa lumpur

Jawab :
42
a. Konsentrasi diskrit dan grit = 90% × konsentrasi SS
= 90% × 220 mg/L
= 198 mg/L
b. Partikel terendapkan = 70% × konsentrasi diskrit dan grit
= 70% × 198 mg/L
= 138,6 mg/L
c. Sludge lolos = 198 mg/L – 138,6 mg/L
= 59,4 mg/L
d. Massa lumpur terendapkan = partikel terendapkan × Q tiap unit
86400
= 138,6 mg/L × 0,105 m3/s ×
1000
= 1.257,38 kg/hari
e. Massa jenis lumpur = (massa jenis SS × 5%) + (massa jenis air × 95%)
= (2650 kg/m3 × 5%) + (995 kg/m3 × 95%)
= 1078 kg/m3
95%
f. Massa air = × massa lumpur terendapkan
5%
95%
= × 1.257,38 kg/hari
5%
= 23.890,2 kg/hari

massa lumpur + massa air


g. Volume lumpur diendapkan =
massa jenis lumpur
1859,6 kg/hari + 23.890,2 kg/hari
= 3
1078 kg/ m
= 23,8 m3/hari
h. Volume bak lumpur = volume lumpur × waktu pengurasan
= 23,8 m3/hari × 2 hari
= 47,6 m3
3.4.8 Perhitungan Dimensi Lumpur

Diketahui : Lebar perm zona lumpur (L1) = lebar baffle (b) = 20 m

43
Diketahui : Panjang perm zona lumpur (P1) = L1 = 20 m

Diketahui : Lebar dasar zona lumpur (L2) = 2/3 × L1 = 13,3 m

Diketahui : Panjang dasar zona lumpur (P2) = P2 = 13,3 m

Diketahui : Luas perm (A1) = P1 × L1 = 400 m

Diketahui : Luas perm (A2) = P2 × L2 = 176,89 m

Diketahui : Kedalaman grit strorage (h)

H
Diketahui :Volume = (A1 + A2 + √ A 1 + A 2)
3

1
47,6 = × h × (A1 + A2 + (A1+A2)
3

1
Diketahui : 47,6 = × h × ((400 + 176,89) + (400 + 176,89)1/2)
3

1
Diketahui : 47,6 = × h × 600,9
3

Diketahui : h = 0,2 m

Bila kemiringan dasar zona lumpur 1%, maka tinggi zona lumpur di atas ruang lumpur:

a = slope × panjang zona lumpur diatas ruang lumpur

= 0,01 × 6,7

= 0,067

Volume zona lmpur di atas ruang lumpur:

jumlah panjang sisi sejajar


V2 = × a × lebar bak
2

25 m + 20 m
V2 = × 0,067 m × 20 m
2

44
= 30,15 m3

Sehingga total volume ruang lumpur:

V1 + V2 = 47,6 m3 + 30,15 m3

= 77,75 m3

3.4.9 Perhitungan Zona Outlet

Ditetapkan:

Q beban pelimpah (WLR) = 150 m3/m.hari

= 0,00177 m3/m.s

Debit pengolahan per bak = 105 L/s

Lebar bak pengendap (L) = 20 m

Lebar gutter (r) = 0,5 m

Tebal dinding gutter = 0,05 m

Q total
a. Panjang weir (P) =
Q beban plimpah
105 L/s
= 1,77L/m.s

= 59,32 m
b. Panjang gutter (p) = L – (2 × r)
= 20 – (2 × 0,5)

= 19 m

P pelimpah
c. Jumlah sisi gutter (N) =
P gutter
59,32 m
=
19 m

45
= 3 buah

(Jumlah sisi gutter + 2)


d. Jumlah gutter (n) =
2m
(3+ 2)
=
2m

= 2,5 ≈ 3 buah

(L- ( n × ( lebar gutter + ( 2 × tebal gutter ) ) ) )


e. Jarak antar gutter (x) =
(n+1)
(20- ( 3 buah × ( 0,5+ ( 2 × 0,05 ) ) )
=
(3+1)
= 3,9 m

f. Panjang launder (y) = panjang gutter + 2 × tebal dinding gutter + lebar gutter

= 19 m + (2 × 0,05) + 0,5 m
= 19,6 m

g. Tinggi air di atas weir (h) =Q (23 × C × P × √2 ×g) × H


= 3/2

= 0,105 m /s = ( × 0,6 × 67,51 × √ 2 × 9,81 ) × H


3 2 3/2
3

h = 0,00999 ≈ 0,01 m

Q bak
h. Debit dalam satu jalur gutter =
jumlah gutter
0,105 m 3 /s
=3

= 0,035 m3/s
Q tiap gutter
i. Debit per satuan lebar (q) =
lebar gutter
0,035 m 3 /s
= 0,5 m

= 0,07 m2/s
j. Kedalaman minimum air dalam gutter (Yc)

46

2
=2q
g


2
= 2 0,0 7
9,81
= 0,0223 ≈ 0,02 m
k. Kedalaman mksimum air dalam gutter (Ho)


= Y c2+
2Q 2
2
9,81 × r ×Yc


2
2 (0,07)
= 0,022 + 2
9,81 × 0,5 ×0,02
= 0,447 ≈ 0,45 m
l. Kedalaman gutter (H) = Ho + H freeboard
= 0,95 ≈ 1 m

3.5 Perhitungan Bak Koagulasi

Tabel 3.9 Tabel Kriteria Unit Bak Koagulasi


Unit Kriteria
Pengaduk cepat Hidrolis
Tipe - Terjunan
- Saluran pipa bersekat
- Dalam pipa bersekat
- Perubahan phasa pengaliran

Mekanis
- Bilah (blade), pedal (paddle)
kipas
- Flotasi
Waktu pengadukan (detik) 20 – 120
Nilai G/detik ≥ 750

Diketahui : jumlah unit (n) = 1 unit

47
: gradien kecepatan (G) = 1000/s
: waktu detensi (td) = 50 s
: kecepatan gravitasi (g) = 9,81 m/s2
: massa jenis air (ρ) = 997,7 kg/m3
: viskositas absolut (μ) = 8,949 × 120-4 kg/m.s
: debit (Q) = 0,316 m3/s
: konstanta pengaduk (KT) = 5,31 (turbine, 4 flat blades, vaned disc)

a. Volume bak = Q × td
= 0,316 m3/s × 50 s
= 15,80 m3
b. Dimensi unit koagulasi
Desain unit dibuat persegi dengan tinggi = 1,25 × lebar, dengan panjang = lebar
V =p×l×t
15,80 m3 = l × l × 1,25l
3
15,80 m
l3 =
1,25
= 12,64 m3
l = √ 12,64 m 3
= 3,5 m
Jadi, dimensi unit koagulasi adalah:
Lebar dan Panjang = 3,5 m
Kedalaman = 3,5 m × 1,25
= 4,4 m
Freeboard = 0,5 m
Tinggi bak = 4,4 + 0,5 m
= 4,9 ≈ 5 m
c. Tenaga yang dibutuhkan pengaduk
P = G2 × μ × V
= (1000 s)2 × 8,949 × 10-4 kg/m.s × 15,80 m3
= 14.139,42 N.m/s
d. Diameter impeller

48
Tenaga yang dibutuhkan impeller sebesar 75%, sehingga
KT = 0,75 × 5,31
= 3,98
P = KT × n3 × Di5 × ρ
12832,866 N.m/s = 3,98 × 13 × Di5 × 997,7 kg/m3

Di =

5 14.139,42 N.m/s
3,98 × (1 rps) 3 × 997,7 kg/ m 3
Di = 1,3 m
e. Bilangan Reynolds
2
Di n ρ
NRe =
μ
2 3
1, 3 × 1 × 997,7 kg/ m
NRe = -4
8,949 × 10 kg/m.s
NRe = 1884135 = turbulen

3.6 Perhitungan Bak Flokulasi

Diketahui : Jumlah unit (n) = 1 unit


: Gradien 1 (G) = 40/detik
: Gradien 2 (G) = 16/detik (40% dari G1)
: Gradien 3 (G) = 10/detik
: Waktu detensi (td) = 1200 s
: Percepatan gravitasi (g) = 9,81 m/s2
: Massa jenis air (ρ) = 997,7 kg/m3
: Viskositas absolut (μ) = 8,949 × 10-4 kg/m.s
: Debit (Q) = 0,316 m3/s
: Faktor friksi (f) = 0,3
: Kedalaman bak (H) =2m
: Panjang bak (P) =6m

a. Volume Unit Flokulasi

49
V = Q × td
V = 0,316 m3/s × 1200 s
V = 379,2 m3
V
L=
( P × H)
379,2
W=
(6 × 2)
W = 31,6 m

b. Lebar tiap seksi


L total
L=
3
31 ,6
W=
3
W = 10,5 m
c. Jumlah dan jarak antar daerah
- Kompartemen 1

{[ ]}
2 1
n=
2 μt HPG
ρ ( 1,44+f) Q ][ 3

{[ ][ ]}
2 1
2 × 8,949 × 10 -4 kg/m.s × 360 detik ( 2 m) × (6 m) × 40/detik 3
n=
997,7 ( 1,44+0,3) 0,316 m 3 /detik
n = 9,5 buah ≈ 10 buah
Jarak antar sekat = L tiap seksi/n
Jarak antar sekat = 10,5/10
Jarak antar sekat = 1,05 m

- Kompartemen 2

{[ ][ ] }
2 1
2 μt HPG 3
n=
ρ ( 1,44+f) Q

{[ ][ ]}
2 1
2 × 8,949 × 10 -4 kg/m.s × 360 detik ( 2 m) × (6 m) × 16/detik 3
n=
997,7 ( 1,44+0,3) 0,316 m 3 /detik
n = 5,1 ≈ 5 buah
Jarak antar sekat = L tiap seksi/n

50
Jarak antar sekat = 10,5/5
Jarak antar sekat = 1,2 m

- Kompartemen 3

{[ ]}
2 1
n=
2 μt HPG
ρ ( 1,44+f) Q ][ 3

{[ ][ ]}
2 1
2 × 8,949 × 10 -4 kg/m.s × 360 detik ( 2 m) × (6 m) × 10/detik 3
n=
997,7 ( 1,44+0,3) 0,316 m 3 /detik
n = 3,8 ≈ 4 buah
Jarak antar sekat = L tiap seksi/n
Jarak antar sekat = 10,5/4
Jarak antar sekat = 2,65 m

d. Headloss pada unit Flokulasi


- Kompartemen 1
μt 2
H= G
ρg
8,949 × 10 -4 kg/m.s × 360 detik
H= 3 2 (40 detik)2
997,7 kg/ m × 9,81 m/ s
H = 0,052665
- Kompartemen 2
μt 2
H= G
ρg
8,949 × 10 -4 kg/m.s × 360 detik
H= 3 2 (16 detik)2
997,7 kg/ m × 9,81 m/ s
H = 0,008426
- Kompartemen 3
μt 2
H= G
ρg
8,949 × 10 -4 kg/m.s × 360 detik
H= 3 2 (10 detik)2
997,7 kg/ m × 9,81 m/ s
H = 0,003291
Total Headloss = 0,052665 + 0,008426 + 0,003291

51
Total Headloss = 0,064382

52
3.7 Perhitungan Unit Sedimentasi II

Tabel 3.10 Hasil Pengamatan Sedimentasi II

Pengambilan Sampel
Kecepatan
Temperatur
Kekeruhan Pengendapan
Fraksi
(NTU) (⁰C)
Menit ke- Keran (m/s)

0 Menit - 92 32 - -
1 88,9 31 3,7 × 10-3 m/s 0,966
2 77,1 31 2,9 × 10-3 m/s 0,838
3 64,2 31 2,0 × 10-3 m/s 0,697
4 54,6 31 1,2 × 10-3 m/s 0,593
10 Menit
5 55,5 31 3,6 × 10-4 m/s 0,603
1 58,9 31 1,8 × 10-3 m/s 0,640
2 50,1 31 1,4 × 10-3 m/s 0,544
3 50,9 31 1,0 × 10-3 m/s 0,553
4 48,5 31 6,0 × 10-4 m/s 0,527
20 Menit
5 47 31 1,8 × 10-4 m/s 0,510
1 52,6 31 1,2 × 10-3 m/s 0,571
2 46,9 31 1,0 × 10-3 m/s 0,509
3 46,9 31 6,8 × 10-4 m/s 0,509
30 Menit 4 44,9 31 4,0 × 10-4 m/s 0,488
5 44,4 31 1,2 × 10-4 m/s 0,482
1 42,8 32 9,2 × 10-4 m/s 0,465
2 42,6 31 7,1 × 10-4 m/s 0.463
40 Menit
3 42,5 31 5,1 × 10-4 m/s 0,461
4 42,5 31 3,0 × 10-4 m/s 0,461
5 42,1 31 9,0 × 10-5 m/s 0,457
1 43,2 32 7,4 × 10-4 m/s 0,469
2 42,3 31 5,7 × 10-4 m/s 0.459
50 Menit
3 40,3 31,5 4,0 × 10-4 m/s 0,438
4 40,1 31 2,4 × 10-4 m/s 0,435
5 40,1 31 7,2 × 10-5 m/s 0,435
(Data Primer, 2023).

53
Tabel 3.10 Hasil Pengamatan Sedimentasi II (lanjutan)

Pengambilan Sampel
Kecepatan
Temperatur
Kekeruhan Pengendapan
Fraksi
(NTU) (⁰C)
Menit ke- Keran (m/s)

1 41,1 31 6,2 × 10-4 m/s 0,446


2 41,5 31 4,8 × 10-4 m/s 0.451
60 Menit 3 41,1 31 3,4 × 10-4 m/s 0,446
4 38 31 2,0 × 10-4 m/s 0,413
5 37,3 31 6,0 × 10-5 m/s 0,405
1 43,1 31 5,3 × 10-4 m/s 0,468
2 40,3 31 4,1 × 10-4 m/s 0.438
70 Menit 3 39,6 31 2,9 × 10-4 m/s 0,430
4 38,5 31 1,7 × 10-4 m/s 0,418
5 36,1 31 5,1 × 10-5 m/s 0,392
1 43,7 31 4,6 × 10-4 m/s 0,475
2 42,6 31 3,6 × 10-4 m/s 0.463
80 Menit
3 42,5 31 2,5 × 10-4 m/s 0,461
4 38,8 31 1,5 × 10-4 m/s 0,421
5 37,1 31 4,5 × 10-5 m/s 0,403
1 43,3 31 4,1 × 10-4 m/s 0,470
2 41,1 31 3,2 × 10-4 m/s 0.446
90 Menit 3 36,7 31 2,3 × 10-4 m/s 0,398
4 35,8 31 1,3 × 10-4 m/s 0,389
5 35,5 31 4,0 × 10-5 m/s 0,385
(Data Primer, 2023).

Tabel 3.11 Hasil Perhitungan Persen (%) Removal

Tinggi Menit ke-


Keran
Keran
(m) 10 20 30 40 50 60 70 80 90
1 0,53 3,37% 35,98% 42,83% 53,48% 53,04% 55,33% 53,15% 52,50% 52,93%
2 1,03 16,20% 45,54% 49,02% 53,70% 54,02% 54,89% 56,20% 53,70% 55,33%
3 1,53 30,22% 44,67% 49,02% 53,80% 56,20% 55,33% 56,96% 53,80% 60,11%
4 2,03 40,65% 47,28% 51,20% 53,80% 56,41% 58,70% 58,15% 57,83% 61,09%
5 2,53 39,67% 48,91% 51,74% 54,24% 56,41% 59,46% 60,76% 59,67% 61,41%
(Data Primer, 2023).

3.7.1 Volume Settling Coloumn Type II


54
Diketahui : Tinggi Pipa (t) = 247,5 cm = 2,745 m
Diameter Pipa (d) = 20,5 cm = 0,205 m
Jari – jari Pipa (r) = 10,25 = 0,0125 m
Ditanya : V = ….
Jawab : V = 𝜋 × 𝑟2 × 𝑡
= 3,14 × (0,1025 m)2× 2,745 m
= 0,09055 m3
= 90,55 L

3.7.2 Kecepatan Pengendapan

3.7.2.1 Menit ke - 10

a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
V= = = 3,7 × 10-3 m/s
t 600 s
b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
V= = = 2,9 × 10-3 m/s
t 600 s
c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
V= = = 2,0 × 10-3 m/s
t 600 s
d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
V= = = 1,2 × 10-3 m/s
t 600 s
e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
V= = = 3,6 × 10-4 m/s
t 600 s

3.7.2.2 Menit ke - 20

a. Kran 1

55
h (2,745 - 0,53) m
V= = = 1,8 × 10-3 m/s
t 1200 s
b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
V= = = 1,4 × 10-3 m/s
t 1200 s
c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
V= = = 1,0 × 10-3 m/s
t 1200 s
d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
V= = = 6,0 × 10-4 m/s
t 1200 s
e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
V= = = 1,8 × 10-4 m/s
t 1200 s

3.7.2.3 Menit ke - 30

a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
V= = = 1,2 × 10-3 m/s
t 1800 s
b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
V= = = 1,0 × 10-3 m/s
t 1800 s
c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
V= = = 6,8 × 10-4 m/s
t 1800 s
d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
V= = = 4,0 × 10-4 m/s
t 1800 s
e. Kran 1
h (2,745 - 2,53) m
V= = = 1,2 × 10-4 m/s
t 1800 s
3.7.2.4 Menit ke - 40

a. Kran 1

56
h (2,745 - 0,53) m
V= = = 9,2 × 10-4 m/s
t 2400 s
b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
V= = = 7,1 × 10-4 m/s
t 2400 s
c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
V= = = 5,1 × 10-4 m/s
t 2400 s
d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
V= = = 3,0 × 10-4 m/s
t 2400 s
e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
V= = = 9,0 × 10-5 m/s
t 2400 s

3.7.2.5 Menit ke - 50

a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
V= = = 7,4 × 10-4 m/s
t 3000 s
b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
V= = = 5,7 × 10-4 m/s
t 3000 s
c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
V= = = 4,0 × 10-4 m/s
t 3000 s
d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
V= = = 2,4 × 10-4 m/s
t 3000 s
e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
V= = = 7,2 × 10-5 m/s
t 3000 s

3.7.2.6 Menit ke - 60

57
a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
V= = = 6,2 × 10-4 m/s
t 3600 s
b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
V= = = 4,8 × 10-4 m/s
t 3600 s
c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
V= = = 3,4 × 10-4 m/s
t 3600 s
d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
V= = = 2,0 × 10-4 m/s
t 3600 s
e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
V= = = 6,0 × 10-5 m/s
t 3600 s

3.7.2.7 Menit ke - 70

a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
V= = = 5,3 × 10-4 m/s
t 4200 s
b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
V= = = 4,1 × 10-4 m/s
t 4200 s
c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
V= = = 2,9 × 10-4 m/s
t 4200 s
d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
V= = = 1,7 × 10-4 m/s
t 4200 s
e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
V= = = 5,1 × 10-5 m/s
t 4200 s
3.7.2.8 Menit ke - 80

58
a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
V= = = 4,6 × 10-4 m/s
t 4800 s
b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
V= = = 3,6 × 10-4 m/s
t 4800 s
c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
V= = = 2,5 × 10-4 m/s
t 4800 s
d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
V= = = 1,5 × 10-4 m/s
t 4800 s
e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
V= = = 4,5 × 10-5 m/s
t 4800 s

3.7.2.9 Menit ke - 90

a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
V= = = 4,1 × 10-4 m/s
t 5400 s
b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
V= = = 3,2 × 10-4 m/s
t 5400 s
c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
V= = = 2,3 × 10-4 m/s
t 5400 s
d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
V= = = 1,3 × 10-4 m/s
t 5400 s
e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
V= = = 4,0 × 10-4 m/s
t 5400 s
3.7.3 Fraksi

59
3.7.3.1 Menit ke - 10

a. Kran 1
Kekeruhan t 10 88,9 NTU
Fraksi = = = 0,966
Kekeruhan Sampel 92 NTU
b. Kran 2
Kekeruhan t 10 77,1 NTU
Fraksi = = = 0,838
Kekeruhan Sampel 92 NTU
c. Kran 3
Kekeruhan t 10 64,2 NTU
Fraksi = = = 0,697
Kekeruhan Sampel 92 NTU
d. Kran 4
Kekeruhan t 10 54,6 NTU
Fraksi = = = 0,593
Kekeruhan Sampel 92 NTU
e. Kran 5
Kekeruhan t 10 55,5 NTU
Fraksi = = = 0,603
Kekeruhan Sampel 92 NTU

3.7.3.2 Menit ke - 20

a. Kran 1
Kekeruhan t 20 58,9 NTU
Fraksi = = = 0,640
Kekeruhan Sampel 92 NTU
b. Kran 2
Kekeruhan t 20 50,1 NTU
Fraksi = = = 0,544
Kekeruhan Sampel 92 NTU
c. Kran 3
Kekeruhan t 20 50,9 NTU
Fraksi = = = 0,553
Kekeruhan Sampel 92 NTU
d. Kran 4
Kekeruhan t 20 48,5 NTU
Fraksi = = = 0,527
Kekeruhan Sampel 92 NTU
e. Kran 5
Kekeruhan t 20 47 NTU
Fraksi = = = 0,510
Kekeruhan Sampel 92 NTU

60
3.7.3.3 Menit ke - 30

a. Kran 1
Kekeruhan t 30 52,6 NTU
Fraksi = = = 0,571
Kekeruhan Sampel 92 NTU
b. Kran 2
Kekeruhan t 30 46,9 NTU
Fraksi = = = 0,509
Kekeruhan Sampel 92 NTU
c. Kran 3
Kekeruhan t 30 46,9 NTU
Fraksi = = = 0,509
Kekeruhan Sampel 92 NTU
d. Kran 4
Kekeruhan t 30 44,9 NTU
Fraksi = = = 0,488
Kekeruhan Sampel 92 NTU
e. Kran 5
Kekeruhan t 30 44,4 NTU
Fraksi = = = 0,482
Kekeruhan Sampel 92 NTU

3.7.3.4 Menit ke - 40

a. Kran 1
Kekeruhan t 40 42,8 NTU
Fraksi = = = 0,465
Kekeruhan Sampel 92 NTU
b. Kran 2
Kekeruhan t 40 42,6 NTU
Fraksi = = = 0.463
Kekeruhan Sampel 92 NTU
c. Kran 1
Kekeruhan t 40 42,5 NTU
Fraksi = = = 0,461
Kekeruhan Sampel 92 NTU
d. Kran 1
Kekeruhan t 40 42,5 NTU
Fraksi = = = 0,461
Kekeruhan Sampel 92 NTU
e. Kran 1
Kekeruhan t 40 42,1 NTU
Fraksi = = = 0,457
Kekeruhan Sampel 92 NTU

61
3.7.3.5 Menit ke - 50

a. Kran 1
Kekeruhan t 50 43,2 NTU
Fraksi = = = 0,469
Kekeruhan Sampel 92 NTU
b. Kran 2
Kekeruhan t 50 42,3 NTU
Fraksi = = = 0.459
Kekeruhan Sampel 92 NTU
c. Kran 3
Kekeruhan t 50 40,3 NTU
Fraksi = = = 0,438
Kekeruhan Sampel 92 NTU
d. Kran 4
Kekeruhan t 50 40,1 NTU
Fraksi = = = 0,435
Kekeruhan Sampel 92 NTU
e. Kran 5
Kekeruhan t 50 40,1 NTU
Fraksi = = = 0,435
Kekeruhan Sampel 92 NTU

3.7.3.6 Menit ke - 60

a. Kran 1
Kekeruhan t 60 41,1 NTU
Fraksi = = = 0,446
Kekeruhan Sampel 92 NTU
b. Kran 2
Kekeruhan t 60 41,5 NTU
Fraksi = = = 0.451
Kekeruhan Sampel 92 NTU
c. Kran 3
Kekeruhan t 60 41,1 NTU
Fraksi = = = 0,446
Kekeruhan Sampel 92 NTU
d. Kran 4
Kekeruhan t 60 38 NTU
Fraksi = = = 0,413
Kekeruhan Sampel 92 NTU
e. Kran 5

62
Kekeruhan t 60 37,3 NTU
Fraksi = = = 0,405
Kekeruhan Sampel 92 NTU

3.7.3.7 Menit ke - 70

a. Kran 1
Kekeruhan t 70 43,1 NTU
Fraksi = = = 0,468
Kekeruhan Sampel 92 NTU
b. Kran 2
Kekeruhan t 70 40,3 NTU
Fraksi = = = 0.438
Kekeruhan Sampel 92 NTU
c. Kran 3
Kekeruhan t 70 39,6 NTU
Fraksi = = = 0,430
Kekeruhan Sampel 92 NTU
d. Kran 4
Kekeruhan t 70 38,5 NTU
Fraksi = = = 0,418
Kekeruhan Sampel 92 NTU
e. Kran 5
Kekeruhan t 70 36,1 NTU
Fraksi = = = 0,392
Kekeruhan Sampel 92 NTU

3.7.3.8 Menit ke - 80

a. Kran 1
Kekeruhan t 80 43,7 NTU
Fraksi = = = 0,475
Kekeruhan Sampel 92 NTU
b. Kran 2
Kekeruhan t 80 42,6 NTU
Fraksi = = = 0.463
Kekeruhan Sampel 92 NTU
c. Kran 3
Kekeruhan t 80 42,5 NTU
Fraksi = = = 0,461
Kekeruhan Sampel 92 NTU
d. Kran 4
Kekeruhan t 80 38,8 NTU
Fraksi = = = 0,421
Kekeruhan Sampel 92 NTU

63
e. Kran 5
Kekeruhan t 80 37,1 NTU
Fraksi = = = 0,403
Kekeruhan Sampel 92 NTU

3.7.3.9 Menit ke - 90

a. Kran 1
Kekeruhan t 90 43,3 NTU
Fraksi = = = 0,470
Kekeruhan Sampel 92 NTU
b. Kran 2
Kekeruhan t 90 41,1 NTU
Fraksi = = = 0.446
Kekeruhan Sampel 92 NTU
c. Kran 3
Kekeruhan t 90 36,7 NTU
Fraksi = = = 0,398
Kekeruhan Sampel 92 NTU
d. Kran 4
Kekeruhan t 90 35,8 NTU
Fraksi = = = 0,389
Kekeruhan Sampel 92 NTU
e. Kran 5
Kekeruhan t 90 35,5 NTU
Fraksi = = = 0,385
Kekeruhan Sampel 92 NTU

3.7.4 Persen (%) Removal

3.7.4.1 Menit ke - 10

a. Kran 1
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,966 x 100%)
= 3,37%
b. Kran 2
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,838 x 100%)
= 16,20%

64
c. Kran 3
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,697 x 100%)
= 30,22%
d. Kran 4
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,593 x 100%)
= 40,65%
e. Kran 5
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,603 x 100%)
= 39,67%
3.7.4.2 Menit ke - 20

a. Kran 1
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,640 x 100%)
= 35,98%
b. Kran 2
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,544 x 100%)
= 45,54%
c. Kran 3
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,553 x 100%)
= 44,67%
d. Kran 4
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,527 x 100%)
= 47,28%
e. Kran 5
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)

65
= 100% - (0,510 x 100%)
= 48,91%

3.7.4.3 Menit ke - 30

a. Kran 1
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,571 x 100%)
= 42,83%
b. Kran 2
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,509 x 100%)
= 49,02%
c. Kran 3
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,509 x 100%)
= 49,02%
d. Kran 4
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,488 x 100%)
= 51,20%
e. Kran 5
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,482 x 100%)
= 51,74%

3.7.4.4 Menit ke - 40

a. Kran 1
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,465 x 100%)
= 53,48%
66
b. Kran 2
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,463 x 100%)
= 53,70%
c. Kran 3
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,461 x 100%)
= 53,80%
d. Kran 4
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,461 x 100%)
= 53,80%
e. Kran 5
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,457x 100%)
= 54,24%

3.7.4.5 Menit ke - 50

a. Kran 1
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,469 x 100%)
= 53,04%
b. Kran 1
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,459 x 100%)
= 54,02%
c. Kran 1
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,438 x 100%)
= 56,20%
d. Kran 1
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)

67
= 100% - (0,435 x 100%)
= 56,41%
e. Kran 1
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,435 x 100%)
= 56,41%

3.7.4.6 Menit ke - 60

a. Kran 1
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,446 x 100%)
= 55,33%
b. Kran 2
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,451 x 100%)
= 54,89%
c. Kran 3
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,446 x 100%)
= 55,33%
d. Kran 4
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,413 x 100%)
= 58,70%
e. Kran 5
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,405 x 100%)
= 59,46%

3.7.4.7 Menit ke - 70

68
a. Kran 1
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,468 x 100%)
= 53,15%
b. Kran 2
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,438 x 100%)
= 56,20%
c. Kran 3
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,430 x 100%)
= 56,96%
d. Kran 4
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,418 x 100%)
= 58,15%
e. Kran 5
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,392 x 100%)
= 60,76%

3.7.4.8 Menit ke - 80

a. Kran 1
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,475 x 100%)
= 52,50%
b. Kran 2
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,463 x 100%)
= 53,70%
c. Kran 3

69
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,461 x 100%)
= 53,80%

d. Kran 4
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,421 x 100%)
= 57,83%
e. Kran 5
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,403 x 100%)
= 59,67%
3.7.4.9 Menit ke - 90

a. Kran 1
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,470 x 100%)
= 52,93%
b. Kran 2
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,446 x 100%)
= 55,33%
c. Kran 3
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,398 x 100%)
= 60,11%
d. Kran 4
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)
= 100% - (0,389 x 100%)
= 61,09%
e. Kran 5
%Removal = 100% - (Fraksi x 100%)

70
= 100% - (0,385 x 100%)
= 61,41%

3.7.5 Waktu Detensi

3.7.5.1 Menit ke - 10

a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
td =
v0
= -3 = 600 s
3,7 x 10 m/s
b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
td = v = 2,9 x 10-3 m/s = 600 s
0

c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
td = v = 2,0 x 10-3 m/s = 600 s
0

d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
td = v = 1,2 x 10-3 m/s = 600 s
0

e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
td = v = 3,6 x 10-3 m/s = 600 s
0

3.7.5.2 Menit ke - 20

a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
td = v = 1,8 x 10-3 m/s = 1200 s
0

b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
td = v = 1,4 x 10-3 m/s = 1200 s
0

71
c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
td = v = 1,0 x 10-3 m/s = 1200 s
0

d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
td = v = 6,0 x 10-4 m/s
= 1200 s
0

e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
td = v = 1,8 x 10-4 m/s
= 1200 s
0

3.7.5.3 Menit ke - 30

a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
td = v = 1,2 x 10-3 m/s = 1800 s
0

b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
td = v = 1,0 x 10-3 m/s = 1800 s
0

c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
td = v = 6,8 x 10-4 m/s
= 1800 s
0

d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
td = v = 4,0 x 10-4 m/s
= 1800 s
0

e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
td = v = 1,2 x 10-4 m/s
= 1800 s
0

3.7.5.4 Menit ke - 40

a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
td =
v0
= -4 = 2400 s
9,2 x 10 m/s

72
b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
td = v = 7, 1 x 10-4 m/s
= 2400 s
0

c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
td = v = 5,1 x 10-4 m/s
= 2400 s
0

d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
td = v = 3,0 x 10-4 m/s
= 2400 s
0

e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
td = v = 9,0 x 10-5 m/s
= 2400 s
0

3.7.5.5 Menit ke - 50

a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
td = v = 7,4 x 10-4 m/s
= 3000 s
0

b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
td = v = 5, 7 x 10-4 m/s
= 3000 s
0

c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
td = v = 4,0 x 10-4 m/s
= 3000 s
0

d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
td = v = 2,4 x 10-4 m/s
= 3000 s
0

e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
td = v = 7,2 x 10-5 m/s = 3000 s
0

3.7.5.6 Menit ke - 60

73
a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
td = v = 6,2 x 10-4 m/s
= 3600 s
0

b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
td = v = 4,8 x 10-4 m/s
= 3600 s
0

c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
td = v = 3,4 x 10-4 m/s
= 3600 s
0

d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
td = v = 2,0 x 10-4 m/s
= 3600 s
0

e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
td = v = 6,0 x 10-5 m/s
= 3600 s
0

3.7.5.7 Menit ke - 70

a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
td = v = 5,3 x 10-4 m/s
= 4200 s
0

b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
td =
v0
= -4 = 4200 s
4,1 x 10 m/s
c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
td = v = 2,9 x 10-4 m/s
= 4200 s
0

d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
td = v = 1,7 x 10-4 m/s
= 4200 s
0

e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
td = v = 5,1 x 10-5 m/s = 4200 s
0

74
3.7.5.8 Menit ke - 80

a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
td = v = 4,6 x 10-4 m/s
= 4800 s
0

b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
td =
v0
= -4 = 4800 s
3,6 x 10 m/s
c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
td = v = 2,5 x 10-4 m/s
= 4800 s
0

d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
td = v = 1,5 x 10-4 m/s
= 4800 s
0

e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
td = v = 4,5 x 10-5 m/s
= 4800 s
0

3.7.5.9 Menit ke - 90

a. Kran 1
h (2,745 - 0,53) m
td = v = 4,1 x 10-4 m/s
= 5400 s
0

b. Kran 2
h (2,745 - 1,03) m
td = v = 3,2 x 10-4 m/s
= 5400 s
0

c. Kran 3
h (2,745 - 1,53) m
td = v = 2,3 x 10-4 m/s
= 5400 s
0

d. Kran 4
h (2,745 - 2,03) m
td = v = 1,3 x 10-4 m/s
= 5400 s
0

75
e. Kran 5
h (2,745 - 2,53) m
td = v = 4,0 x 10-4 m/s
= 5400 s
0

76
3.7.6 Total Removal

H1 + H2 + H3
RT (15) = RA +¿ (RB – RA) (RC – RB) (RD – RC)
H H H
1,15 + 0,6 + 0,015
= 30 +¿ (40 – 30) (50 – 40) (60 – 50)
3 3 3
= 35,88%

H1 + H2
RT (23) = RB +¿ (RC – RB) (RD – RC)
H H
2,1 + 0,3
= 40 +¿ (50 – 40) (60 – 50)
3 3
= 48%

H1
RT (38) = RC +¿ (RD – RC)
H
1
= 50 +¿ (60 – 50)
3
= 53,33%

3.7.7 Grafik

77
Gambar 3.6 Grafik Isoremoval Sedimentasi I

78
Waktu %RT
15 35,88
23 48
38 53,33

Gambar 3.7 Grafik Hubungan % RT VS T

Untuk mendapatkan 53% pengendapan, diperlukan waktu 37 menit

Perhitungan Surface Loading

Waktu %RT
15 35,88
23 48
38 53,33

a. Perhitungan Surface Loading menit 15


15 menit = 0,0104 hari
2,745
SL = =
0,0104
b. Perhitungan Surface Loading menit 23
23 menit = 0,016 hari
2,745
SL = = 171,97
0,016
c. Perhitungan Surface Loading menit 38
38 menit = 0,026 hari
2,745
SL = = 104,09
0,026

79
Waktu %RT Surface Loading
15 35,88 263,69
23 48 171,97
38 53,33 104,09

Gambar 3.8 Grafik Hubungan % RT VS Surface Loading

Untuk mendapatkan efisiensi removal sebesar 53%, diperlukan Surface Loading sebesar
110 m3/hari.m2

3.7.8 Perhitungan Dimensi Bak Sedimentasi II

Berdasarkan pengolahan data dari hasil percobaan diperoleh:

td = 37 menit

V0 = 110 m3/hari.m2

Untuk desain, nilai dari hasil percobaan dikalikan dengan faktor scale up sehingga :
td = 37 menit × 0,9 = 33,3 menit = 0,023 hari
v0 = 110 m3/hari.m2× 0,53 = 59 m3/hari.m2
3
Q 2 0650 m /hari
As = = = 350 m2
v 0 59 m 3 /hari. m 2

As =p×l
As = 2l × l
80
2
350 m
= 175 m2
2
l = √ 175
= 13,2 m

p = 2 × 13,2 m
= 26,4 m
Q
Kedalaman bak = td ×
As
3
2 0650 m /hari
= 0,023 hari × 2
350 m
= 1,36 m

3.7.9 Zona Inlet


Direncanakan :
Kecepatan melalui lubang (v) = 0,5 m/s
Koefisien kontraksi (c) = 0,6
Panjang (L) baffle (lebar bak) = 13,2 m
Tinggi baffle (H) = 1,36 m
Perhitungan :
 Luas baffle yang terendam air =bxh
= 13,2 m x 1,36 m
= 17,95 m2
Q
 Luas total lubang (A total) =
C× Vasumsi
0,239 m3/s
=
0,6 x 0,5
= 0,8 m2
luas baffle
 Jumlah lubang (n) =
luas total lubang
17,95 m2
=
0,8 m2
= 22 buah

81
luas total lubang
 Luas tiap lubang (A) =
jumlah lubang
0.8
=
22 buah
= 0,036 m2
1
0,036 m2 = x 3,14 x D2
4


0,036
 Dlubang = 1
x 3,14
4
= 0,214 m
 Susunan lubang (22 buah) : Horizontal = 11
Vertikal =2
lebar baffle - (Σ lubang x d)
 Jarak horizontal antar lubang (x) = sh =
( Σ lubang + 1)
13,2 m - ( 11 x 0,677)
=
(11 + 1)
= 0,90 m
tinggi baffle- ( Σ lubang x d)
 Jarak vertikal antar lubang (h) = sv =
( Σ lubang + 1)
1,36 - ( 2 x 0,677)
=
( 2 + 1)
= 0,311 m
3.7.10 Zona Lumpur
Diketahui :
Efisiensi removal suspended solid = 53%
Konsentrasi suspended solid = 226 mg/L
Konsentrasi diskrit = 90% x konsentrasi SS
Kadar air dalam lumpur = 95%
Kadar SS kering dalam lumpur = 5%
Massa jenis solid ( ρs ¿ = 2650 kg/m3
Massa jenis air ( ρa ¿ = 995 kg/m3 (suhu 30°C)

Perhitungan :

82
 Konsentrasi diskrit dan grit = 90% x konsentrasi SS
= 90% x 226 mg/L
= 203,4 mg/L
 Partikel terendapkan = 53% x konsentrasi diskrit dan grit
= 53% x 203,4 mg/L
= 109,8 mg/L
 Sludge lolos = 203,4 mg/L – 109,8 mg/L
= 93,564 mg/L
 Berat lumpur terendapkan = 165 mg/L x Q bak
= 109,8 mg/L x 0,33 m3/s x 86400/1000
= 3130,62 kg/hari
 Berat jenis lumpur = [berat jenis SS x 5%] + [berat jenis air x 95%]
= [2650 x 5%] + [995 x 95%]
= 1078 kg/m
95%
 Berat air = x berat lumpur terendapkan
5%
95%
= x 3130,62 kg/hari
5%
= 59481,78 kg/hari
berat lumpur + berat air
 Volume lumpur yang diendapkan =
berat jenis lumpur
3130,62 kg/hari + 59481,78 kg/hari
=
1078 kg/m^3
= 58 m3/hari
 Volume bak lumpur (V1) = volume lumpur x waktu pengurasan
= 58 m3/hari x 2 hari
= 116 m3
Dimensi Lumpur

Lebar permukaan zona lumpur (L1) = lebar baffle (b) = 13,2 m


Panjang perm. zona lumpur (P1) = L1 = 13,2 m
2
Lebar dasar ruang lumpur (L2) = x L1 = 8,8 m
3

83
Panjang dasar zona lumpur (P2) = L2 = 8,8 m
Luas perm. (A1) = P1 x L1 = 174,24 m2
Luas perm. (A2) = P2 x L2 = 77,44 m2
Kedalaman grit storage (h) :
H
 Volume = (A1 + A2 √ A 1+ A 2)
3
1
116 m3 = x H x (A1 + A2 + (A1 + A2)
3
1
116 m3 = x H x (174,24 + 77,44 + (174,24 + 77,44)) m2
3
1
116 m3 = x H x 503,36
3
H = 0,7

Bila kemiringan dasar zona lumpur 1%, maka tinggi zona lumpur di atas ruang lumpur :
a = slope x panjang zona lumpur di atas ruang lumpur
= 0,01 x 13,2
= 0,132 m

Volume zona lumpur di atas ruang lumpur :


Jumlah panjang sisi sejajar
V2 = x a x lebar bak
2
13,2 +26,4
= x 0,132 x 8,8m
2
= 23 m3

Sehingga total volume ruang lumpur :


V1 +V2 = 116 m3+ 23 m3
= 139 m3

3.7.11 Zona Outlet

Diketahui :
Q beban pelimpah (WLR) = 150 m3/m.hari

84
= 0,00177 = 1,77 L/m.s
Debit pengolahan per bak = 0,239 m3/s = 239 L/s
Lebar bak pengendap (L) = 13,2 m
Lebar gutter (r) = 0,5 m
Tebal dinding gutter = 0,05 m
Perhitungan :
239 L/s
 Panjang weir (P) = = 135 m
1,77 L/m.s
 Panjang gutter (p) = L – (2 x r)
= 13,2 – (2 x 0,5)
= 12,2 m
P. pelimpah (P.weir)
 Jumlah sisi gutter (N) =
P.gutter
135 m
=
12,2 m
= 11 buah
(L-(n x (lebar gutter + (2 x tebal gutter))))
 Jarak antar gutter (x) =
(n + 1)
(12,2 m-(11 buah x (0,5 m + (2 x 0,05 m))))
=
( 11+ 1) buah
12,2 - (11 x (0,5 +(0,1))
=
12
12,2 - (13 x (0,6)
=
12
5,5
=
12
= 0,45 m
 Panjang launder (y) = panjang gutter + 2 x tebal dinding gutter + lebar gutter
= 12,2 m + (2 x 0,05) + 0,5
= 12,8 m
 Tinggi air di atas weir (h) :
2
Q =( x Cd x P x √ 2 x g)x H3/2
3
2
0,239 m3/s = ( x 0,6 x 135 x √ 2 x 9 , 81)x H3/2
3

85
H = 0,0099947 m
 Debit dalam satu jalur gutter = Q bak : jumlah gutter
= 0,239 m3/s : 11 buah
= 0,021 m3/s
 Debit per satuan lebar (q) = Q tiap gutter : lebar gutter
= 0,021 m3/s: 0,5 m
= 0,0042 m2/s
 Kedalaman minimum air dalam gutter (Yc) :

√ √
2
= 3 q2 = 3 (0,0042) = 0,0121 m
g 9 ,81
 Kedalaman maksimum air dalam gutter (Ho) :



= Y c 2+
2 Q2
2
g r Yc
Kedalaman gutter (H)
=

0,0121 2
+
2(0,021)2
9 ,81 x 0 ,52 x 0,0121
= Ho + H freeboard
= 0,17 m

= 0,17 + 0,3
= 0,47 m

3.8 Perhitungan Unit Bak Filtrasi

3.8.1 Perhitungan Jumlah Bak Filtrasi

n = 12 × Q0,5
= 12 × 0,316 m3/s0,5
= 3,8 = 4 bak + 1 bak (sebagai cadangan saat proses backwash)
= 5 bak

3.8.2 Perhitungan Hidrolika dan Dimensi Filtrasi

Tabel 3.12 Kriteria Desain Bak Filtrasi


Kriteria Desain Nilai Satuan
Kecepatan filtrasi (v) 5 – 21 m/h
Luas media (A) 40 – 400 m2

86
Porositas media (ε ) sharp 0,4
Faktor bentuk () sharp 7,4
Viskositas dinamis () air
0,008363 N.s/m2
pada suhu 28˚C
Kecepatan filtrasi (v0)
5 – 21 m/h
RSF
Tebal media pasir 60 – 80 cm
Tebal media kerikil 10 - 30 cm

Direncanakan : Qpengolahan = 0,316 m3/s


: Q tiap unit= 0,0632 m3/s
= 227,5 m3/h
: v0 = va = 10 m/h
= 0,003 m/s
: suhu (T) = 28˚C
: air = 0,9963 kg/m3
: dpipa = 0,08 m
: Ss = 2,65
Tebal media pasir silika = 40 cm = 0,4 m
Tebal media pasir malang = 40 cm = 0,4 m
Tebal media kerikil = 20 cm = 0,2 cm
Perhitungan :
a. Luas permukaan bak
Q
As =
v0
3
227,5 , m /h
=
10 m/h
= 22,75 m2

b. Dimensi bak filtrasi


Bak berbentuk persegi
A = 22,75 m2

87
s = √ 22 ,75 m 2
= 4,8 m

c. Kecepatan aliran (v)


va
v =
ε
0,003 m/s
=
0,4
= 0,0075 m/s

d. Headloss filtrasi
ρs d v a
NRe =
μ
3
0,81 × 996, 3 kg/ m × 0,0 012 m × 0,003 m
= 2
0,00 0 8363 N.s/ m
= 3,47 (laminer)
1-ε
f’ = 150 ( ) + 1,75
N Re
1 - 0,4
= 150 ( ) + 1,75
3,47
= 27,68
L 1 - ε v2
hL kerikil = f’ ( 3 ) a
d ε g
2
0, 2 m 1 - 0,4 (0,003 m/s)
= 27,68×0,81 × 0,0012 m × ( 3 ) × 2
0,4 9,81 m/ s
= 0,05 m

L1 - ε v 2a
hL malang = f’ ( )
d ε3 g
2
0, 4 m 1 - 0,4 (0,003 m/s)
= 27,68×0,81 × 0,001 m × ( 3 ) × 2
0,4 9,81 m/ s
= 0,1 m

L1 - ε v 2a
hL silika = f’ ( )
d ε3 g

88
2
0, 4 m 1 - 0,4 (0,003 m/s)
= 27,68×0,81 × 0,0008 m × ( 3 ) × 2
0,4 9,81 m/ s
= 0,15 m
Total headloss= 0,05 m + 0,1 m + 0,15 m
= 0,3 m

e. Headloss awal backwash


hL kerikil = (Ss – 1) × (1 – ε ) × L
= (2,65 – 1) × (1 – 0,4) × 0,2 m
= 0,187 m
hL malang = (Ss – 1) × (1 – ε ) × L
= (2,65 – 1) × (1 – 0,4) × 0,7 m
= 0,655 m
hL silika = (Ss – 1) × (1 – ε ) × L
= (2,65 – 1) × (1 – 0,4) × 0,065 m
= 0,655 m
Total headloss= 0,188 m + 0,655 m + 0,655 m = 1,498 m
Total headloss= 0,011 m + 0,022 m + 0,022 m
= 0,055 m
f. Porositas saat ekspansi (εe)
24
CD =
N Re
24
=
3 , 47
= 6,9
4g
vs =[ (Ss – 1) d] 2
3 Cd
2
4 × 9,81 m/ s
=[ (2,65 – 1) 0,08] 2
3 × 6,9
= 0,063 m/s
vb = vs × ε4,5
= 0,063 m/s × 0,44,5
= 0,0102 m/s

89
v b 0,22
εe =( )
vs
0, 0 102 m/s
= ( 0,063 m/s )0,22
= 0,67

g. Underdrain nozzle
Lebar slot nozzle = 0,45 mm
Persentase luas slot nozzle = 15%
Kriteria jumlah nozzle = 36 nozzle/m2
Jumlah nozzle = 36 nozzle/m2 × 22,75 m2
= 819 nozzle

3.9 Perhitungan Bak Desinfeksi

3.9.1 Perhitungan Desain Unit

Direncanakan : Kadar klor dalam kaporit = 60%


: Berat jenis kaporit = 0,860 kg/L
: Konsentrasi Cl = 5%
: Kadar kaporit = (60 – 70) %, dipilih 60%
: Daya Pengikat Klor (DPC) = (1,18 – 1,22) mg/L, dipilih 1,2
mg/L
: Cl sisa = (0,2 – 0,5) mg/L, dipilih 0,4 mg/L
: Qpengolahan = 316 L/s
Perhitungan :
a. Dosis klor
Dosis klor = DPC + Cl sisa
= 1,2 mg/L + 0,5 mg/L
= 1,7 mg/L
b. Kebutuhan kaporit
100
Kebutuhan kaporit = ( ) × Q × dosis klor
60

90
100
=( ) × 316 L/s × 1,7 mg/L
60
= 859,3 mg/s
= 74,15 kg/hari
c. Volume kaporit
Kebutuhan kaporit
Vk =
BJ kaporit
75 , 15 kg/hari
=
0,86 kg/L
= 87,38 L/hari
d. Volume pelarut
100% - konsentrasi Cl
Vp = × volume kaporit
konsentrasi Cl
100% - 5%
= × 87,38 L/hari
5%
= 1.660,22 L/hari
e. Volume larutan kaporit
Vl = Vk + Vp
= 87,38 L/hari + 1.660,22 L/hari
= 1.747,6 L/hari
= 1,7476 m3/hari

3.9.2 Perhitungan Bak Pelarut dan Bak Pembubuh

Direncanakan : Volume (V) = 1 m3/menit


: Jumlah bak = 1 buah
: Kedalaman bak = 1 m + 0,3 m freeboard = 1,3 m
: Panjang bak (p) = 1 m
: Lebar bak (p) =1m
: Freeboard = 0,3 m
: Qp = 0,00121 m3/menit

Perhitungan :

91
V
Waktu detensi =
Qp
3
1m
= 3
0,00121 m /menit
= 826,4 menit = 13,8 jam

3.9.3 Perhitungan Dimensi Bak Kontak Klor

Direncanakan : Qp = 0,00121 m3/menit


: td = 13,8 jam = 826,4 menit
Perhitungan :
a. Volume
V = Qp × td
= 0,00121 m3/menit × 826,4 menit
= 1 m3
b. Berupa persegi
h = 1,3 m
p =1m
l =1m

3.10 Perhitungan Bak Reservoir

Tabel 3.13 Jam Faktor Pemakaian Air


Jam ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Faktor
0,3 0,37 0,45 0,64 1,15 1,4 1,53 1,56 1,41
Pemakaian

Jam ke- 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Faktor
Pemakaia 1,38 1,27 1,2 1,14 1,17 1,18 1,22 1,31 1,38
n

92
Jam ke- 19 20 21 22 23 24
Faktor
1,25 0,98 0,62 0,45 0,37 0,25
Pemakaian

Grafik Fluktuasi Pemakaian Air


1.8
1.6
1.4
Faktor Pemakaian

1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Jam

Gambar 3.9 Grafik Fluktuasi Pemakaian Air

93
Tabel 3.14 Kumulatif Pemakaian Air
Supply air per Pemakaian per Kumulatif Total Kumulatif Volume Rerservoir
Waktu
jam (%) jam Supply Pemakaian (%) Pemakaian Surplus Defisit
24.00 - 01.00 4,17 0,3 4,17 1,251 1,251 2,92
01.00 - 02.00 4,17 0,37 8,34 1,5429 2,7939 5,55
02.00 - 03.00 4,17 0,45 12,51 1,8765 4,6704 7,84
03.00 - 04.00 4,17 0,64 16,68 2,6688 7,3392 9,34
04.00 - 05.00 4,17 1,15 20,85 4,7955 12,1347 8,72
05.00 - 06.00 4,17 1,4 25,02 5,838 17,9727 7,05
06.00 - 07.00 4,17 1,53 29,19 6,3801 24,3528 4,84
07.00 - 08.00 4,17 1,56 33,36 6,5052 30,858 2,50
08.00 - 09.00 4,17 1,41 37,53 5,8797 36,7377 0,79
09.00 - 10.00 4,17 1,38 41,7 5,7546 42,4923 -0,79
10.00 - 11.00 4,17 1,27 45,87 5,2959 47,7882 -1,92
11.00 - 12.00 4,17 1,2 50,04 5,004 52,7922 -2,75
12.00 - 13.00 4,17 1,14 54,21 4,7538 57,546 -3,34
13.00 - 14.00 4,17 1,17 58,38 4,8789 62,4249 -4,04
14.00 - 15.00 4,17 1,18 62,52 4,9206 67,3455 -4,83
15.00 - 16.00 4,17 1,22 66,72 5,0874 72,4329 -5,71
16.00 - 17.00 4,17 1,31 70,89 5,4627 77,8956 -7,01
17.00 - 18.00 4,17 1,38 75,06 5,7546 83,6502 -8,59
18.00 - 19.00 4,17 1,25 79,23 5,2125 88,8627 -9,63

94
Supply air per Pemakaian per Kumulatif Total Kumulatif Volume Rerservoir
Waktu
jam (%) jam Supply Pemakaian (%) Pemakaian Surplus Defisit

19.00 - 20.00 4,17 0,98 83,4 4,0866 92,9493 -9,55


20.00 - 21.00 4,17 0,62 87,57 2,5854 95,5347 -7,96
21.00 - 22.00 4,17 0,45 91,74 1,8765 97,4112 -5,67
22.00 - 23.00 4,17 0,37 95,91 1,5429 98,9541 -3,04
23.00 - 24.00 4,17 0,25 100,08 1,0425 99,9966 0,08

95
Direncanakan : Q pengolahan = 0,316 m3/s
= 27.302,4 m3/hari
: Jumlah bak reservoir =5
Perhitungan :
a. Volume reservoir = kapasitas reservoir (Z) % × Qp
= 9,34 – (-9,63) % × 27.302,4 m3/hari
= 18,97% × 27.302,4 m3/hari
= 5179,3 m3/hari = 5179 m3/hari
3
5179 m /hari
b. Volume per unit =
5
= 1.035,8 m3/hari
c. Untuk mencari dimensi reservoir, diasumsikan reservoir memiliki alas berupa
persegi dengan panjang sisi 15 m × 15 m, sehingga didapat dimensi reservoir sebagai
berikut:
Dimensi reservoir =p×l×t
1.035,8 m3 = 15 m × 15 m × t
3
1 .035 ,8 m
=t
225
4,6 m =t
t = 4,6 + 0,3 m (free board)

96
DAFTAR PUSTAKA

1. Almadiya, Renold, Siswanto dan Manyuk Fauzi., 2017, Analisis Kehilangan Energi
Pada Pipa Transmisi SPAM Kecamatan Mempura, Volume. 4 Nomor. 2, Jom
FTeknik, Universitas Riau, Riau (Diakses pada 29 September 2023).

2. Asmadi., 2011, Teknologi Pengolahan Air Minum, Gosyen Publishing, Yogyakarta.

3. Budiharjo., 1997, Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota, Penerbit Andi,
Yogyakarta.

4. Chatib., 1996, Sistem Penyediaan Air Bersih, Diklat Tenaga Teknik PAM, LPM-
ITB, Bandung,

5. Joko., 2010, Unit Produksi Dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Graha Ilmu,
Yogyakarta,

6. Kalensun, Hesti., 2016, Perencanaan Sistem Jaringan Distribusi Air Bersih Di


Kelurahan Pangalombian Kecp.

7. Almadiya, Renold, Siswanto dan Manyuk Fauzi., 2017, Analisis Kehilangan Energi
Pada Pipa Transmisi SPAM Kecamatan Mempura, Volume. 4 Nomor. 2, Jom
FTeknik, Universitas Riau, Riau (Diakses pada 29 September 2023).

8. Asmadi., 2011, Teknologi Pengolahan Air Minum, Gosyen Publishing, Yogyakarta.

9. Budiharjo., 1997, Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota, Penerbit Andi,
Yogyakarta.

10. Chatib., 1996, Sistem Penyediaan Air Bersih, Diklat Tenaga Teknik PAM, LPM-
ITB, Bandung,

97
11. Joko., 2010, Unit Produksi Dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Graha Ilmu,
Yogyakarta,

12. Kalensun, Hesti., 2016, Perencanaan Sistem Jaringan Distribusi Air Bersih Di
Kelurahan Pangalombian Kecamatan Tomohon Selatan, Jurnal Sipil Statik Volume.
Nomor 2, Universitas Sam Ratulangi, Manado (Diakses pada tanggal 28 September
2023).

13. Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air, Jakarta.

14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 173/Men.Kes/Per/VIII/1997


tentang Pencemaran Air dari Badan Air untuk Berbagai Kegunaan yang
Berhubungan dengan Kesehatan, Jakarta.

15. Nelwan, Fenny., 2013, Perencanaan Jaringan Air Bersih Desa Kima Bajo
Kecamatan Wori, Jurnal Sipil Statik Volume 1 Nomor 10, Universitas Sam
Ratulangi, Manado. (Diakses pada tanggal 29 September 2022).
16. Said., 1999, Kesehatan Masyarakat dan Teknologi Peningkatan Kualitas Air,
Penerbit Direktorat Teknologi Lingkungan, Jakarta.

17. Suriawira, U., 1996, Air Dalam Kehidupan Dan Lingkungan Yang Sehat, Edisi 1,
Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung.

18. Sutrisno., 1991, Teknologi Penyediaan Air Bersih, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

19. Wigati dkk., 2015, Studi Analisis Kebutuhan Air Bersih Pedesaan Sistem Gravitasi
Menggunakan Epanet 2.0, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.

98
LAMPIRAN

99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109

Anda mungkin juga menyukai