Anda di halaman 1dari 6

PERMASALAHAN SUNGAI MUSI

Imam Mahfudh, Pemerhati Masalah Lingkungan Hidup


Pendahuluan
Di Palembang, akses terhadap kualita air bersih, khususnya air sungai Musi sering menjadi masalah.
Masuknya bahan pencemar ke Musi menyebabkan kualitas airnya tidak sesuai untuk berbagai
keperluan, terutama keperluan air minum. Kontaminasi air Musi umumnya disebabkan oleh kotoran
manusia, limbah rumah tangga dan limbah industri yang dibuang tanpa pengolahan. Limbah ini
menyebabkan tingginya resiko kesehatan bagi penduduk yang mengambil air Musi untuk keperluan air
minum, mandi, dan mencuci. Pencemaran air oleh limbah tersebut juga menurunkan kemampuan
sungai Musi untuk mendukung kehidupan organisme air, yakni menurunnya kadar oksigen.
Saat ini air Musi telah menurun kualitasnya sehingga mengganggu pemanfaatan air untuk air bersih
dan kehidupan biota terutama ikan. Sungai Musi umumnya digunakan untuk berbagai keperluan
seperti; air minum, industri, irigasi, energi, rekreasi, transportasi air, penggelontoran dll. Dengan
pesatnya jumlah penduduk Sumsel dan pembangunan berbagai sektor industri, telah terjadi
pencemaran terhadap Sungai Musi sehingga mengganggu pemanfaatan air untuk berbagai keperluan
masyarakat, khususnya bagi warga Palembang.
Komponen Pencemar Sungai Musi.
Secara umum ada sembilan komponen pencemar sungai Musi. Pertama, bahan buangan padat (kasar
dan halus). Jika bahan ini larut dalam air maka kepekatan air atau berat jenis akan naik dan diikuti
perubahan warna air. Jika mengendap, akan mengganggu kehidupan organisme dalam air dan jika
memebentuk koloid (melayang di air) maka air menjadi keruh.
Kedua, bahan buangan organik yaitu berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh
mikroorganisme dan menyebabkan meningkatnya populasi mikroorganisme didalam air sehingga
memungkinkan berkembangnya bakteri patogen yang menimbulkan penyakit sehingga sangat
berbahaya bagi kehidupan manusia.
Ketiga, bahan buangan anorganik, berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi
oleh mikroorganisme. Bahan ini mengandung timbal (Pb), kadmium (Cd), air raksa (Hg), kalsium (Ca)
dll. Kandungan ion Ca dan Mg menyebabkan air bersifat sadah sehingga merusak peralatan besi
(korosi). Jika ion logam bersifat racun (Pb, Cd, Hg), maka air tersebut berbahaya bagi tubuh manusia
dan tidak dapat digunakan sebagai air minum.
Keempat, bahan buangan olahan makanan yang menimbulkan bau busuk. Umumnya mengandung
protein dan gugus amin sehingga saat didegradasi mikroorganisme akan terurai menjadi senyawa yang
mudah menguap, berbau sangat busuk dan berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi
kehidupan manusia.
Kelima, bahan cairan berminyak yang tidak larut dalam air atau mengapung di air sehingga
mengganggu kehidupan organisme didalam air. Lapisan minyak di permukaan air dapat menghalangi
diffusi oksigen dari udara ke dalam air dan menghalangi masuknya sinar matahari. Selain itu, air yang
tercemar oleh minyak tidak dapat dikonsumsi oleh manusia karena mengandung zat beracun seperti
senyawa benzeen dan toluen.
Keenam, bahan buangan zat kimia seperti sabun, deterjen, shampo, dan bahan pembersih lainnya
serta insektisida. Bahan ini sebagai racun yang mengganggu dan mematikan hewan, tanaman air dan
manusia. Larutan sabun dapat menaikan pH air, bahkan deterjen yang memakai bahan non fosfat akan
menaikan pH air sampai 10,5-11. Bahan antiseptik dalam deterjen juga mengganggu atau mematikan
mikroorganisme. Khusus insektisida umumnya sulit didegradasi oleh mikroorganisme dan bersifat
racun sehingga jika masuk dalam air, berbahaya bagi organisme dalam air.
Ketujuh, bahan zat warna kimia yang berasal dari industri tekstil, plastik, serat buatan, otomotof,
elektronik, film, fotografi, pabrik cat, dll. Hampir semua zat warna bersifat racun, karena tersusun dari
senyawa kimia berbahaya. Misal, zat warna merah terdiri unsur besi oksida, kadmiun merah, timbal
merah dan toners. Zat warna kimia juga mempengaruhi kandungan oksigen dalam air dan pH air
sehingga mengganggu mikroorganisme dalam air.
Kedelapan, larutan penyamak kulit berupa senyawa chroom atau enzim pengganti chroom. Ion
chroom atau enzim pengganti yang terbawa larutan penyamak kulit bersama lemak dan sisa kulit
menambah populasi mikroorganisme dan dikawatirkan berkembangnya bakteri patogen yang
berbahaya bagi manusia. Lemak, sisa kulit dan enzim akan didegradasi oleh mikroorganisme sehingga
menghasilkan senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk.
Kesembilan, bahan buangan zat radioaktif yang berasal dari aplikasi teknologi nuklir bidang pertanian,
peternakan, kedokteran, hidrologi, farmasi, pertambangan dan lainnya. Jika terjadi kenaikan
pencemaran zat radioaktif pada air sungai berbahaya bagi kehidupan mahluk hidup terutama bagi
manusia karena menyebabkan kerusakan biologis baik langsung maupun tidak langsung (efek jangka
waktu lama).
Manfaat dan Pencegahan.
Hasil Rakornas Lingkungan Hidup 1994 menunjukkan bahwa perbandingan antara ketersediaan air
sungai dan besarnya kebutuhan, khususnya di Pulau Jawa akan mengalami tingkat kekritisan yang
tinggi. Pada tahun 2000, kebutuhan air di Pulau Jawa mencapai 153% dari ketersediaannya. Untuk
wilayah Sumatera 13%, Bali 73%, NTB 58%, Sulawesi 21%, NTT 45%. Untuk wilayah Kalimantan dan
Irian Jaya keadaannya masih cukup baik.
Oleh karena itu pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai satu ekosistem dan kesatuan tata air
harus dijaga dengan baik. Unsur utama ekosistem DAS yaitu vegetasi, tanah, air, dan manusia. Manfaat
pengelolaan DAS paling tidak ada empat. Pertama, kepentingan masa kini dan masa yang akan datang.
Kedua, kepentingan produksi dan perlindungan lingkungan hidup. Ketiga, kepentingan ekonomis dan
ekologis. Keempat, kepentingan teknis dan estetis (pariwisata).
Terkait sungai Musi, industri di Sumsel banyak memakai airnya baik untuk pendingin, pencuci,
pembangkit uap, dan air domestik. Perusahaan Air Minum (PAM) juga membutuhkan air sungai yang
cukup besar untuk penyediaan air bersih, terutama di Palembang. Sungai Musi juga dibutuhkan untuk
kegiatan pertanian, perikanan, pertamanan, pemadam kebakaran, rumah sakit, pertokoan, pasar,
rumah tangga dan sebagainya.
Disamping untuk keperluan domestik, irigasi dan industri, kebutuhan air sungai untuk tenaga listrik di
masa mendatang diperkirakan akan meningkat terutama diberlakukannya otonomi daerah, adanya
kebijaksanaan listrik masuk desa, industrialisasi di desa, kenaikan taraf hidup dan perluasan desa
sebagai kota. Artinya, manfaat air sungai Musi sangat besar bagi kehidupan di Palembang (Sumsel)
sehingga harus dilestarikan fungsinya melalui upaya pencegahan pencemaran terhadap sungai Musi.
Karena daerah aliran sungai Musi merupakan satu kesatuan tata air yang menerima, menyimpan dan
melepaskan air melalui jaringan aliran anak sungai dan kanal-kanal, maka kondisi sungai Musi dan tata
air di Sumsel harus dilestarikan keseimbangan ekosistemnya. Pelestarian ini harus melibatkan semua
komponen yang memanfaatkan Sungai Musi. Mulai dari pemerintah, industriwan, LSM, dan lainnya
termasuk masyarakat.
Dalam peraturan pemerintah No.35/1991 tentang Sungai, pasal 24 dinyatakan bahwa masyarakat
wajib ikut serta menjaga kelestarian Sungai. Pada pasal 27 dinyatakan “dilarang membuang benda-
benda/bahan-bahan padat dan/atau cair ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar
sungai yang diperkirakan atau menurunkan kualitas air, sehingga membahayakan dan/atau merugikan
penggunaan air dan lingkungan”.
Artinya, pencegahan pencemaran terhadap Sungai Musi dapat dilakukan dengan melarang
pembuangan sampah ke Musi. Limbah dari rumah sakit, pasar, pertokoan, rumah tangga, dan lainnya
tidak boleh dibuang ke sungai Musi. Sebaiknya limbah tersebut harus dibuang ke lokasi (dalam tanah)
yang telah disiapkan pemerintah. Di setiap kawasan (perumahan) diupayakan adanya kegiatan daur
ulang (reduce, reuse, recycle, recovery, refine) terhadap sampah-sampah dan benda lainnya. Upaya
daur ulang berbagai sampah anorganik dan produksi kompos dari sampah organik merupakan
alternatif terbaik pada saat ini.
Lebih lagi pihak industri yang banyak menggunakan air Musi, perannya untuk melestarikan sungai
Musi sangat diharapkan. Selain tidak membuang limbah ke Musi, para industriwan berkewajiban
membantu mengelola sungai Musi secara berkelanjutan, karena sungai Musi merupakan titipan untuk
anak cucu kita. smoga
Sungai Musi adalah sebuah sungai yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia dengan
panjang sungai sekitar 750 km dan merupakan sungai yang terpanjang di Pulau Sumatera. Sejak masa
keemasan Kerajaan Sriwijaya, sungai Musi ini terkenal sebagai sarana utama transportasi kerajaan dan
masyarakat. Ini tetap berlanjut pada masa pemerintahan kesultanan Palembang Darussalam.
Hingga kini pun sungai Musi masih menjadi alternatif jalur transportasi ke daerah tertentu dan untuk
kepentingan tertentu. Setiap hari banyak kapal baik kapal barang maupun kapal angkutan manusia
yang hilir mudik melintas di sini. Letaknya yang strategis membuat beberapa perusahaan
menempatkan pabriknya di tepian sungai ini. PT. Pusri, PT. Pertamina dan PT. Semen Baturaja adalah
contoh dari beberapa industri yang ada di sepanjang aliran sungai Musi yang juga memanfaatkan
keberadaan sungai Musi ini.
Banyak masyarakat sekitar memanfaatkan sungai Musi untuk keperluan sehari-hari. Misalnya
memasak, mencuci, mandi, bahkan buang air besar dan kecil pun disungai ini. Dan perusahaan daerah
air minum (PDAM) juga memanfaatkan air dari sungai Musi ini.
Pemanfaatan lain dari sungai Musi ini adalah sebagai tempat wisata. Di tepi Sungai Musi dapat dikmati
kemegahan Palembang tempo dulu. Banyak bangunan bersejarah terletak di sini. Salah satunya adalah
Benteng Kuto Besak, Museum Sultan Mahmud Baddarudin II, dan Jembatan Ampera. Atau berkeliling
sungai Musi dengan naik ketek (perahu kecil yg suara mesinnya berisik).
2.2 Penyebab Terjadinya Pencemaran Air Sungai Musi
Anak-anak Sungai Musi merupakan sumber bahan baku air minum untuk warga Sumsel, sehingga
kelayakannya harus sesuai standar baku. Menurut budayawan Palembang, Djohan Hanafiah, di masa
pemerintahan kolonial Belanda semasa 1930-an,
jumlah anak Sungai Musi di Palembang mencapai 316 buah. Namun, kini jumlah tersebut menyusut
tajam. Hanya tinggal puluhan anak sungai dengan kondisi yang memprihatinkan.
Sungai yang membelah kota Palembang itu ternyata tercemar limbah yang didominasi limbah rumah
tangga, dan sisanya limbah industri. Data yang disampaikan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH)
Sumsel menyebutkan, sekitar 70 persen air Sungai Musi tercemar limbah rumah tangga, sedangkan
sisanya 30 persen tercemar limbah perusahaan atau industri.
Beberapa anak sungai di Kota Palembang berisiko tercemar tersebut di antaranya, yaitu Sungai
Bendung, Sungai Aur, Sungai Sekanak, Sungai Buah, Sungai Ogan, Sungai Demang Jambul, Sungai
Sintren, Sungai Jeurju, dan Sungai Rendang. Selain menimbulkan bau tidak sedap, sampah
mengambang di aliran anak sungai ini. Sampah plastik, kayu, daun-daun, dan lainnya hanyut mengikuti
aliran menuju Sungai Musi. Meskipun warna airnya hitam pekat masih sering digunakan sebagian
warga terutama anak-anak untuk mandi.
Tingkat pencemaran di Sungai Musi meningkat akibat aktivitas industri dan limbah rumah tangga.
Unsur pencemar tertinggi, seperti fenol, besi, dan fosfat, sudah melebihi nilai ambang batas sehingga
berpotensi mengancam organisme sungai. Sebagian besar limbah rumah tangga tersebut masuk
Sungai Musi melalui aliran anak sungainya yang bermuara ke Sungai Musi.
2.3 Dampak Pencemaran Air Sungai Musi
Saat ini kualitas air Sungai Musi, yang menjadi bahan baku air Perusahaan daerah Air Minum (PDAM)
Tirta Musi itu, terus mengarah ke standar kelas II. Terus menurunnya kualitas air Sungai Musi akibat
terus terjadinya pencemaran baik itu dari limbah industri, khususnya rumah tangga (RT).
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Palembang, mengatakan, sesuai standard yang ditetapkan, PH
air sungai sekitar 0-9. Sedangkan PH air sungai musi saat ini sekitar 6,3-7. Memang, saat ini air Sungai
Musi masih masuk kelas I,
artinya airnya masih layak buat dijadikan bahan baku minum. Namun, bila pencemaran dibiarkan
terus terjadi, dikhawatirkan kualitas air sungai Musi turun ke kelas II.
Selain di Sungai Musi, air anak sungai Musi di antaranya sungai Bendung, Sekanak, Aur, Buah,
Kramasan dan Ogan juga terkandungan zat berbahaya dalam air tersebut. Hasilnya sangat
mengejutkan, 9 dari 10 anak sungai Musi yang airnya diteliti ternyata kualitas baku mutu sungai terus
menurun. Dengan kata lain, terjadi kenaikan kenaikan kadar kandungan zat berbahaya.
Dampak lainnya adalah berpengaruh pada kesehatan masyarakat setempat yang menimbulkan bibit
penyakit akibat dari penggunaan langsung air tersebut.
2.4 Upaya Yang Dilakukan Untuk Mencegah dan Mengatasi Pencemaran Air Sungai Musi
Kesadaran warga masyarakat untuk menjaga lingkungan tetap bersih masih rendah. Di mana,
beberapa anak Sungai Musi tersebut masih dipenuhi sampah yang berasal dari lingkungan tempat
tinggal warga. Sampah-sampah itu terbawa arus dari seluruh aliran Sungai Musi. Untuk itu, perlu
dilakukan pembinaan kepada masyarakat tentang hal ini.
Salah satu upaya pencegahan dengan melakukan pengawasan industri yang berada di bantaran
Sungai Musi dengan memperketat baku mutu limbah sebelum dibuang ke sungai. Seluruh masyarakat
dan termasuk industri, agar tidak membuang limbah bahan berbahaya, zat kimia, dan kotoran ke
sungai.
Pemerintah kota segera menerbitkan peraturan daerah yang melarang orang membuang sampah dan
kotoran berbahaya di Sungai Musi, baik langsung maupun melalui anak sungainya.
Partisipasi masyarakat terutama yang berdomisili di sekitar anak-anak Sungai Musi merupakan kunci
utama yang diperlukan untuk mempercepat pembangunan dan mengatasi pencemaran anak Sungai
Musi. Partisipasi masyarakat tersebut dapat dimulai dengan mendukung kebersihan dan
menggalakkan gotong royong tiap rumah masing-masing. Mulai dari halaman rumah dan saluran
pembuangan air.
Di samping itu, diperlukan peran aktif BLH Propinsi Sumsel dengan melakukan kerja sama dengan
semua pihak yang terkait guna melakukan pembersihan di beberapa anak Sungai Musi yang tercemar.

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sungai Musi adalah sebuah sungai yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia dengan
panjang sungai sekitar 750 km dan merupakan sungai yang terpanjang di Pulau Sumatera.
Pencemaran air sungai Musi terjadi akibat dari pembuangan limbah rumah tangga dan limbah industri
yang langsung kedalam sungai tanpa di olah terlebih dahulu.
Dampak pencemaran air sungai ini adalah menurunkan kualitas air sebagai bahan baku air PDAM.
3.2 Saran
Saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
1. Jagalah kebersihan lingkungan disekitar sungai.
2. Jangan membuang limbah berbahaya dan sampah plastik kesungai.

Pencemaran air Sungai Musi dan anak-anak sungai terus terjadi. Untuk mengatasi limbah yang masuk
ke sungai, Pemerintah Palembang berencana menerapkan sistem instalasi pengelolaan air limbah
(IPAL) komunal. Targetnya, kualitas air pembuangan dari mencuci, mandi, dan lain-lain, saat mengalir
ke parit, anak sungai, dan Sungai Musi, lebih baik atau tidak lagi mengandung limbah seperti diterjen.
“IPAL komunal membuat kualitas air sungai maupun anak sungai terjaga,” kata Isnaini Madani, kepala
Dinas Tata Kota Palembang, awal Juli 2014.
Isnaini mengatakan, IPAL komunal memiliki fungsi hampir sama dengan septictank. Namun IPAL hanya
bagi air pembuangan rumah tangga yang berpotensi merusak lingkungan, yang menggunakan diterjen,
sampo, sabun mandi, dan lain-lain.
Sejak 1 Juli 2014, setiap pemohon izin mendirikan bangunan (IMB) baik rumah, rumah toko, hotel,
serta perumahan, wajib memiliki IPAL komunal.
“Jika kita tidak lakukan pembenahan, dalam waktu 10-20 tahun ke depan, konsumsi air baku Sungai
Musi untuk masyarakat Palembang, tidak bisa lagi.”
Guna memperkuat dasar hukum, pihaknya meminta Walikota Palembang membuat Peraturan
Walikota (Perwali) mengenai kewajiban membangun IPAL komunal.
IPAL ini bisa berupa septictank berbahan fiberglass maupun beton. Jika fiberglass, terdiri tiga bagian
dengan fungsi berbeda. Pertama, penampungan limbah. Kedua, limbah diurai bakteri dan
dialirkan. Ketiga, diuraikan lebih lanjut. Sebelum dibuang ke drainase, air limbah melalui tabung
disenfektan guna membersihkan hama.
Jika berbahan beton memiliki enam bagian. Yakni, pemisahan kotoran dengan air. Limbah padat yang
terendap disedot. Sedangkan cairan masuk ke bagian kedua melalui proses mikroorganisme.
Seterusnya, hingga masuk bagian akhir yang berisi filter berupa batuan vulcano. Kemudian dialirkan ke
drainase.
Contoh bagian dalam IPAL komunal di Kecamatan Cepu, Blora, Jawa Tengah. Foto: Dwi Kusuma
Sulistyorini
Biaya Tinggi
Sistem IPAL ini dinilai cukup bagus dan memiliki keunggulan. Pertama, lahan sedikit karena dibangun
di bawah tanah. Kedua, biaya pengoperasian dan perawatan murah. Ketiga, efisiensi pengelolaan
limbah tinggi.
Namun, katanya, membangun IPAL ini memerlukan biaya tidak sedikit. Selain bahan mahal, perlu
tenaga ahli. Jadi, kemungkinan hanya dilakukan rumah mewah, perumahan, rumah tokoh, hotel, atau
rumah sakit. “Kalau masyarakat biasa sulit, harus ada bantuan pemerintah atau pihak lain untuk
membangun IPAL komunal dalam pemukiman,” kata Hilmin Sihabudin, koordinator Green Srivijaya,
komunitas peduli sungai, Jumat (11/7/14).
Menurut Hilmin, penataan kualitas air Sungai Musi bukan hanya melalui pembangunan IPAL dan
perbaikan drainase. Namun, perlu penanaman pohon seperti bambu atau buahan.
Selain itu, penimbunan rawa yang tersisa 5.834 hektar harus dihentikan. Saat ini, masih ditemukan
penimbunan rawa oleh pengembang perumahan.
Jangan buat Angkutan Batubara
Salah satu ancaman besar bagi kualitas Sungai Musi, kata Hilmin, justru dari daerah huluan. Eksplorasi
batubara, termasuk penghabisan wilayah resapan, baik hutan dan rawa.
“Bukan hanya mengancam kualitas air, juga berpotensi Palembang banjir pada musim penghujan atau
krisis air pada kemarau.”
Untuk itu, rencana pemerintah Sumsel dengan PT Pelindo II untuk menjadikan Sungai Musi sebagai
sarana angkutan batubara harus dihentikan. Karena akan memperlancar eksplorasi batubara di
huluan, dan menyebabkan pencemaran limbah batubara di Sungai Musi.
“Kita harus belajar dengan Sungai Air Bengkulu yang rusak, dipenuhi limbah batubara. Jangan
sampailah batubara merusak Musi. Kerjasama itu harus dihentikan. Batubara itu bukan industri
berkelanjutan. Itu industri kotor.”
Pada Selasa (24/6/14) Pemerintah Sumsel dengan PT Pelindo II menandatangani nota kesepahaman
untuk pengangkutan batubara melalui Sungai Musi. Pelindo akan mengeruk Musi, dan ditimbunkan
untuk reklamasi Terminal Khusus Tanjungcarat, Banyuasin. Pelindo II akan memungut biaya
pengangkutan batubara menggunakan tongkang melalui Musi. Setiap tongkang membawa batubara
hingga 3.000 ton batubara!
Potongan memanjang IPAL komunal. Grafis: Dwi Kusuma Sulistyorini

Bagian dalam bak kontrol. Foto: Dwi Kusuma Sulistyorini

Anda mungkin juga menyukai