III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sungai Musi adalah sebuah sungai yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia dengan
panjang sungai sekitar 750 km dan merupakan sungai yang terpanjang di Pulau Sumatera.
Pencemaran air sungai Musi terjadi akibat dari pembuangan limbah rumah tangga dan limbah industri
yang langsung kedalam sungai tanpa di olah terlebih dahulu.
Dampak pencemaran air sungai ini adalah menurunkan kualitas air sebagai bahan baku air PDAM.
3.2 Saran
Saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
1. Jagalah kebersihan lingkungan disekitar sungai.
2. Jangan membuang limbah berbahaya dan sampah plastik kesungai.
Pencemaran air Sungai Musi dan anak-anak sungai terus terjadi. Untuk mengatasi limbah yang masuk
ke sungai, Pemerintah Palembang berencana menerapkan sistem instalasi pengelolaan air limbah
(IPAL) komunal. Targetnya, kualitas air pembuangan dari mencuci, mandi, dan lain-lain, saat mengalir
ke parit, anak sungai, dan Sungai Musi, lebih baik atau tidak lagi mengandung limbah seperti diterjen.
“IPAL komunal membuat kualitas air sungai maupun anak sungai terjaga,” kata Isnaini Madani, kepala
Dinas Tata Kota Palembang, awal Juli 2014.
Isnaini mengatakan, IPAL komunal memiliki fungsi hampir sama dengan septictank. Namun IPAL hanya
bagi air pembuangan rumah tangga yang berpotensi merusak lingkungan, yang menggunakan diterjen,
sampo, sabun mandi, dan lain-lain.
Sejak 1 Juli 2014, setiap pemohon izin mendirikan bangunan (IMB) baik rumah, rumah toko, hotel,
serta perumahan, wajib memiliki IPAL komunal.
“Jika kita tidak lakukan pembenahan, dalam waktu 10-20 tahun ke depan, konsumsi air baku Sungai
Musi untuk masyarakat Palembang, tidak bisa lagi.”
Guna memperkuat dasar hukum, pihaknya meminta Walikota Palembang membuat Peraturan
Walikota (Perwali) mengenai kewajiban membangun IPAL komunal.
IPAL ini bisa berupa septictank berbahan fiberglass maupun beton. Jika fiberglass, terdiri tiga bagian
dengan fungsi berbeda. Pertama, penampungan limbah. Kedua, limbah diurai bakteri dan
dialirkan. Ketiga, diuraikan lebih lanjut. Sebelum dibuang ke drainase, air limbah melalui tabung
disenfektan guna membersihkan hama.
Jika berbahan beton memiliki enam bagian. Yakni, pemisahan kotoran dengan air. Limbah padat yang
terendap disedot. Sedangkan cairan masuk ke bagian kedua melalui proses mikroorganisme.
Seterusnya, hingga masuk bagian akhir yang berisi filter berupa batuan vulcano. Kemudian dialirkan ke
drainase.
Contoh bagian dalam IPAL komunal di Kecamatan Cepu, Blora, Jawa Tengah. Foto: Dwi Kusuma
Sulistyorini
Biaya Tinggi
Sistem IPAL ini dinilai cukup bagus dan memiliki keunggulan. Pertama, lahan sedikit karena dibangun
di bawah tanah. Kedua, biaya pengoperasian dan perawatan murah. Ketiga, efisiensi pengelolaan
limbah tinggi.
Namun, katanya, membangun IPAL ini memerlukan biaya tidak sedikit. Selain bahan mahal, perlu
tenaga ahli. Jadi, kemungkinan hanya dilakukan rumah mewah, perumahan, rumah tokoh, hotel, atau
rumah sakit. “Kalau masyarakat biasa sulit, harus ada bantuan pemerintah atau pihak lain untuk
membangun IPAL komunal dalam pemukiman,” kata Hilmin Sihabudin, koordinator Green Srivijaya,
komunitas peduli sungai, Jumat (11/7/14).
Menurut Hilmin, penataan kualitas air Sungai Musi bukan hanya melalui pembangunan IPAL dan
perbaikan drainase. Namun, perlu penanaman pohon seperti bambu atau buahan.
Selain itu, penimbunan rawa yang tersisa 5.834 hektar harus dihentikan. Saat ini, masih ditemukan
penimbunan rawa oleh pengembang perumahan.
Jangan buat Angkutan Batubara
Salah satu ancaman besar bagi kualitas Sungai Musi, kata Hilmin, justru dari daerah huluan. Eksplorasi
batubara, termasuk penghabisan wilayah resapan, baik hutan dan rawa.
“Bukan hanya mengancam kualitas air, juga berpotensi Palembang banjir pada musim penghujan atau
krisis air pada kemarau.”
Untuk itu, rencana pemerintah Sumsel dengan PT Pelindo II untuk menjadikan Sungai Musi sebagai
sarana angkutan batubara harus dihentikan. Karena akan memperlancar eksplorasi batubara di
huluan, dan menyebabkan pencemaran limbah batubara di Sungai Musi.
“Kita harus belajar dengan Sungai Air Bengkulu yang rusak, dipenuhi limbah batubara. Jangan
sampailah batubara merusak Musi. Kerjasama itu harus dihentikan. Batubara itu bukan industri
berkelanjutan. Itu industri kotor.”
Pada Selasa (24/6/14) Pemerintah Sumsel dengan PT Pelindo II menandatangani nota kesepahaman
untuk pengangkutan batubara melalui Sungai Musi. Pelindo akan mengeruk Musi, dan ditimbunkan
untuk reklamasi Terminal Khusus Tanjungcarat, Banyuasin. Pelindo II akan memungut biaya
pengangkutan batubara menggunakan tongkang melalui Musi. Setiap tongkang membawa batubara
hingga 3.000 ton batubara!
Potongan memanjang IPAL komunal. Grafis: Dwi Kusuma Sulistyorini