INDONESIA
Asosiasi
Energi Laut Indonesia
Potensi Energi Laut Indonesia
TIM PENYUSUN
Mukhtasor
Susilohadi
Erwandi
Wahyu Pandoe
Agung Iswadi
Harkins Prabowo
Evie Sudjono
Eko Prasetyo
Delyuzar Ilahude
i
Potensi Energi Laut Indonesia
SAMBUTAN
Perkembangan ekonomi Indonesia yang terus meningkat serta terus berkurangnya pasokan energi fosil
dari dalam negeri membutuhkan sokongan dari pengembangan sumber energi baru dan terbarukan yang
ada. Salah satu sumber daya energi baru dan terbarukan adalah energi yang berasal dari laut. Untuk itu,
sebagai upaya penganekaragaman sumber daya energi agar ketersediaan energi terjamin, saya
berharap potensi energi laut yang sudah dipetakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM ini
dapat diwujudkan dalam bentuk konversi menjadi listrik.
Saya terus menghimbau dan mendorong peran serta para pemangku kepentingan untuk segera
mewujudkan peningkatan penyediaan energi dari sumber EBT. Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT)
di Indonesia cukup besar, Pemerintah akan terus melakukan pengembangan dan pemanfaatannya
secara optimal. Pengembangan EBT perlu dilakukan secara terus menerus untuk peningkatan
ketahanan energi dan peran serta dalam penurunan emisi gas rumah kaca melalui penggunaan energi
yang lebih ramah lingkungan. Pemerintah bersama DPR telah menetapkan Kebijakan Energi Nasional
dengan menargetkan 25% pasokan energi Indonesia berasal dari EBT pada tahun 2030.
Untuk mendukung hal tersebut, saya berharap buku ini dapat dijadikan pedoman oleh pemerintah,
masyarakat, dan dunia usaha dalam mengembangkan dan memanfaatkan potensi energi laut terutama
di Kawasan Timur Indonesia dan sekaligus dapat meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia.
Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada jajaran Badan Penelitian dan
Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Perguruan Tinggi, Asosiasi Energi Laut Indonesia
(ASELI), dan Dunia Usaha, khususnya kepada Tim Penyusun yang telah bekerja keras dan penuh
dedikasi dalam menyusun dan menyelesaikan peta ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa
membimbing, melindungi dan menjaga kita agar dapat melaksanakan tugas-tugas pemenuhan energi
untuk kesejahteraan rakyat.
Jero Wacik
ii
Potensi Energi Laut Indonesia
PENGANTAR
Indonesia, sebagai negara kepulauan yang beriklim tropis yang dilintasi jalur gunung api, sesungguhnya
sangat kaya akan berbagai sumber energi baru dan terbarukan, seperti: panas bumi, panas surya, angin,
tenaga air, bahan bakar nabati (biofuel), biomassa, biogas, dan energi laut. Terkait dengan
pengembangan energi laut, sejak tahun 2006 Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
(P3GL) telah melakukan penelitian terkait potensi energi laut terutama menyangkut penelitian
hidrodinamika arus laut untuk mengetahui besarnya potensi energi tersebut pada selat-selat antar pulau
di Indonesia.
Berangkat dari hasil-hasil penelitian tersebut dan kontribusi para ahli yang tergabung dalam Asosiasi
Energi Laut Indonesia (ASELI) serta diperkaya dengan diskusi yang panjang dalam beberapa Focus
Group Discussion (FGD) serta melibatkan para pemangku kepentingan di subsektor energi kelautan
selanjutnya dituangkan dalam peta dan buku ini.
Buku ini diharapkan dapat menjadi panduan yang dapat memberikan arah dalam perintisan
pembangunan proyek percontohan dan pengembangan energi laut di Indonesia secara komersial, baik
untuk pemilihan lokasi yang tepat dan studi kelayakan yang lebih komprehensif. Pada akhirnya, harapan
kami semoga peta dan buku ini dapat menjadi panduan awal bagi dunia industri untuk bersama-sama
melakukan pengembangan teknologi pemanfaatan energi laut ini.
Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak yang
telah berpartisipasi dalam penerbitan peta dan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat dan dapat
dikembangkan lebih jauh lagi sebagai salah satu wujud indikator Kinerja Badan Litbang ESDM yaitu
memberikan masukan kebijakan.
FX Sutijastoto
iii
Potensi Energi Laut Indonesia
PENGANTAR
Dalam rangka percepatan pengembangan energi laut di masa depan, pemerintah melalui Dewan Energi
Nasional telah menetapkan kebijakan bahwa pengembangan energi laut di Indonesia dimulai dengan
pembuatan proyek percontohan (pilot project). Untuk mendukung implementasi kebijakan ini, ASELI
sebagai asosiasi profesi turut berperan dan bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan
ESDM melalui updating dan ratifikasi perhitungan potensi energi laut yang dituangkan dalam bentuk peta
nasional, buku potensi energi laut dan buku ringkasan pemetaan dan pemodelan energi arus laut di selat-
selat berpotensi Indonesia.
Hasil perhitungan yang telah dilakukan hingga awal 2014 mendapatkan kenaikan besar potensi energi
laut sekitar 24% dari hasil ratifikasi pada tahun 2011. Total besar potensi energi laut yang diperoleh dari
hasil perhitungan tahun 2014 ini adalah sebesar 60.985 Megawatt (MW). Buku potensi energi laut dan
ringkasan pemetaan dan pemodelan energi arus laut di selat-selat berpotensi Indonesia beserta peta
potensi energi laut nasional yang telah diselesaikan pada tahun 2014 ini diharapkan dapat menjadi
arahan dalam perintisan pembangunan proyek percontohan di Indonesia, melalui pemilihan lokasi yang
tepat dan studi kelayakan yang lebih komprehensif. Selain itu, semoga dapat menjadi panduan awal bagi
dunia industri untuk bersama-sama dalam membangun dan meningkatkan kemampuan di bidang energi
laut, sehingga semakin mempercepat tumbuh kembangnya pemanfaatan energi terbarukan dari laut di
Indonesia.
Buku ini tidak dapat terbit tanpa kerja keras tim penulis dan kerjasama berbagai pihak, baik dari
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Kelautan
dan Perikanan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember dan Institut Teknologi Bandung. Buku ini juga tidak dapat selesai
tanpa fasilitasi yang telah disediakan oleh Puslitbang Geologi Kelautan dan Badan Litbang ESDM melalui
rapat-rapat kecil, focus group discussion, maupun workshop. Terakhir, kami berharap semoga kehadiran
buku ini menjadi manfaat meskipun hasilnya belumlah dekat dengan kesempurnaan dan mungkin masih
ada kekurangan. Oleh karena itu, proses penyempurnaan dari waktu ke waktu melalui kegiatan updating
potensi energi laut akan dapat melengkapi beberapa kekurangan yang ada.
Mukhtasor
iv
Potensi Energi Laut Indonesia
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
2. PENDEKATAN ............................................................................................ 4
v
Potensi Energi Laut Indonesia
2.5. Asumsi-asumsi .................................................................................... 19
3.2.4 Total Hasil Perhitungan Potensi Energi Arus Pasang Surut ....... 25
6. KESIMPULAN ........................................................................................... 52
vi
Potensi Energi Laut Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 10. Peta Potensi Arus Laut hasil ratifikasi tahun 2011 (Profil
ASELI, 2011) ...................................................................... 21
Gambar 11. Peta Potensi Gelombang Laut hasil ratifikasi tahun 2011
(Profil ASELI, 2011) ............................................................ 21
Gambar 12. Peta Potensi Panas Laut hasil ratifikasi tahun 2011 (Profil
ASELI, 2011) ...................................................................... 22
vii
Potensi Energi Laut Indonesia
Gambar 19. Output Windwaves-05 untuk bulan Juli ............................ 31
Gambar 33. Profil vertical temperature di Laut Flores utara Bali hingga
Flores. Data temperatur diukur pada bulan Mei 2009 ......... 47
Gambar 34. Profil vertical temperature dan pH di Laut Maluku, timur Kep.
Banggai (kiri) dan selatan Halmahera (kanan). Data
temperatur diukur pada bulan Mei 2009 ............................. 48
viii
Potensi Energi Laut Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 13. Total Hasil Perhitungan Potensi Teoritis, Potensi Teknis, dan
Potensi Praktis Energi Gelombang ........................................40
Tabel 15. Hasil Perhitungan Daya Listrik Bruto dan Bersih untuk
Pembangkit OTEC .................................................................49
ix
Potensi Energi Laut Indonesia
Tabel 17. Perhitungan Total Potensi Energi Laut Tahun 2014 ......... 52
x
Potensi Energi Laut Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1. PENDAHULUAN
Energi arus laut merupakan jenis energi yang banyak ditemukan di daerah selat. Sebagai
Negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan selat, maka potensi energi arus cukup
berlimpah. Arus laut terjadi karena adanya pasang surut yang diakibatklan oleh interaksi
bumi, bulan, dan matahari. Selain itu bisa juga disebabkan oleh arus Geostropik karena
gaya Coriolis akibat rotasi bumi serta perbedaan salinitas, suhu, dan densitas. Di Indonesia,
terjadinya arus laut lebih dominan diakibatkan oleh pasang surut. Sedangkan pergerakan
laut yang menghasilkan gelombang laut terjadi akibat adanya dorongan pergerakan angin.
Angin timbul akibat perbedaan tekanan pada 2 titik yang diakibatkan oleh respon
pemanasan udara oleh matahari yang berbeda di kedua titik tersebut. Manakala,
pengukuran perbedaan suhu antara laut dalam dengan perairan dekat permukaan
merupakan metode untuk mengetahui potensi panas laut di sebuah lokasi.
1
Energi laut di Indonesia bukan hanya terbarukan tapi juga baru, oleh karena itu diperlukan
koordinasi lintas sektoral dalam mendukung implementasi pengembangan energi laut
sebagai energi berkelanjutan di masa depan. Salah satu rekomendasi yang dapat
mendukung kebijakan pengembangan energi laut yang diperlukan saat ini adalah proses
penyempurnaan yang berkelanjutan dan kontinyu secara periodik melalui proses updating
peta potensi energi laut yang dilaksanakan bersama-sama oleh instansi-instansi
pemerintahan terkait melalui kompilasi, sharing dan sinkronisasi data-data dari hasil
studi/kajian energi laut. Hal penting lain yang perlu dilaksanakan segera adalah penentuan
standar survei dan data akuisisi (spasial dan temporal) untuk penetapan lokasi potensi
energi terbarukan di laut. Informasi yang akurat juga akan sangat diperlukan dalam
menentukan jenis teknologi apa yang akan diaplikasikan pada suatu wilayah yang
berpotensi.
Oleh karena itu, diperlukan implementasi kebijakan yang konsisten dan terfokus untuk
mendukung ketahanan dan ketersediaan energi yang berkelanjutan, diantaranya dengan
melaksanakan upaya diversifikasi energi. Upaya ini memerlukan dana investasi yang
Energi laut di dunia telah menunjukkan perkembangan yang pesat. Teknologi pembangkit
listrik dari tenaga arus dan gelombang laut telah memasuki tahapan industri dan teruji di
lapangan. Pengalaman internasional juga menunjukkan bahwa biaya listrik per kWh dari
sumber energi laut lebih murah daripada biaya listrik dari pembangkit berbahan bakar
minyak (diesel), sehingga sangat sesuai dikembangkan di Indonesia yang merupakan
negara kepulauan terbesar di dunia ((OES-IA, 2009); (Mukhtasor, 2013a); (Mukhtasor,
2013b)).
Skenario Efisien Unit 2010 2015 2020 2025 2030 2040 2050
Energi Total MTOE 159 215 290 380 480 740 980
Biomass Biofuel MTOE 2 7 20 27 35 55 90
Biomass Sampah [Listrik] MTOE 0 1 3 9 15 35 55
Panas Bumi MTOE 5 6 15 30 40 60 80
Energi Air MTOE 2 2 5 11 15 20 24
Energi Laut MTOE 0 0 (*) 0.5 1 1.4 3 5
Energi Solar [Matahari] MTOE 0 0.5 2 4 6 12 18
ET Lainnya MTOE 0 0.2 1 1.5 2 4 7
Minyak MTOE 74 83 96 110 125 178 196
Gas MTOE 32 44 61 84 110 173 235
Batubara MTOE 44 71 86 100 126 193 255
Energi Baru MTOE 0 0 1 3 5 10 15
Subtotal Biomass MTOE 2 8 23 36 50 90 145
Subtotal ET Non Biomass MTOE 7 9 24 48 64 99 134
Subtotal ET MTOE 9 17 47 84 114 189 279
Total EBT MTOE 9 17 48 87 119 199 294
2. PENDEKATAN
Gambar 1. Ilustrasi aliran yang melewati suatu penampang A (sumber : Boud, 2003)
1
P AV 3 (1)
2
Keterangan:
P= daya (watt)
ρ= rapat massa air (kg/m³)
A= luas penampang (m²)
V= kecepatan (m/s)
Namun, tidak semua potensi sumber daya yang terkandung dalam arus laut tersebut
dapat dikonversi menjadi energi (perhatikan Gambar 2). Secara umum besarnya energi
yang dapat diekstrak tergantung dari jenis dan karakteristik turbin itu sendiri seperti
ukuran diameter turbin arus. Hubungan antara jumlah daya yang bisa diekstrak terhadap
diameter turbin dan kecepatan arus dapat dilihat pada Gambar 3.
Energi kinetik dari massa air m adalah kapasitasnya untuk melakukan kerja berdasarkan
kecepatannya V, dan dapat dirumuskan sbb:
T 0,5mV 2 (5)
Energi arus total adalah hasil penjumlahan dari energi potensial dan kinetik.
Ekspresi matematis yang digunakan hampir sama dengan turbin tipe baling-baling
(propeller).
Daya yang dihasilkan oleh semua turbin dari arus laut yaitu :
Pt 0,5AV 3 (6)
Keterangan:
Pt = daya turbin (kwatt)
η = efisiensi turbin (η = 0,35 melalui percobaan)
ρ = densitas air
A = total luas permukaan efektif turbin (m2), yaitu bagian dimana terjadi
perpotongan aliran di daerah instalasi turbin.
Sedangkan daya untuk arus bebas melewati luas perpotongan aliran A adalah
Pw 0,5AV 3 (7)
Efisiensi turbin (η), biasa disebut koefisien daya, adalah perbandingan output daya turbin
Pt terhadap daya dari arus bebas Pw.
P(t )dt (
1 2 0.5C p AoV 3 (t ) Prated (Tm T2 )
(9)
𝐴𝑓
Jumlah turbin = ⁄𝛼𝐷. 𝛽𝐷 (10)
Dengan asumsi semua turbin di suatu farm memiliki ukuran yang sama, daya yang
dihasilkan Pf adalah:
Af
Pf r 0,5 w kD2Vr
3
(11)
D.D
atau
Af
Pf r 0,5 w kVr
3
(12)
.
Keterangan:
ηr = efisiensi rotor
ρw = densitas air
k = koefisien
Vr = kecepatan rotor
Af = frontal area
α, β = faktor pengali
Persamaan diatas menunjukkan bahwa Pf tidak bergantung pada kedalaman air di lokasi
atau diameter rotor turbin. Namun batas maksimum diameter yang dapat dipakai
dibatasi oleh kedalaman.
Dalam perencanaan, pendekatan yang dilakukan untuk menghitung posisi vertikal turbin
adalah :
1. Puncak rotor harus berada pada LWS dikurangi 1 m akibat lembah gelombang
dengan tinggi 2 m, dikurangi 5 m untuk mencegah kerusakan akibat gelombang
dan aktivitas di laut. Sehingga letak turbin harus berada total 6,5 di bawah LWS.
2. Bagian terbawah rotor tidak boleh melebihi ¼ bagian dari kedalaman laut dihitung
dari LWS.
Electric
generators
sit above
Gambar 6. Marine current turbine farm menggunakan Gorlov the
Helical
waterTurbine (courtesy:
http://www.see.murdoch.edu.au/)
Pembangkitan dan propagasi gelombang akibat angin laut adalah proses nonlinier yang
kompleks, di mana energi secara perlahan berubah akibat perubahan dari komponen yang
berbeda. Namun, pada skala puluhan kilometer dan menit, dan pada laut dalam proses
Gaussian stasioner acak cukup akurat menggambarkan local state dan kondisi permukaan
laut. Dengan demikian perilaku lokal dari gelombang ditentukan oleh spektrum dari sea
state S (f, θ), Spektrum tersebut yang menentukan besaran energi gelombang,
proporsional terhadap varians elevasi permukaan air laut. Parameter tersebut
didistribusikan dalam frekuensi f dan arah θ.
Spektrum ini biasanya diringkas oleh sejumlah parameter gelombang, yaitu tinggi
gelombang H, periode T (f = 1 / T) dan arah θ. Spektrum directional dan statistik dari
parameter gelombang adalah informasi dasar yang digunakan untuk menggambarkan
sumber daya energi gelombang untuk merancang suatu konverter energi ombak dan
meramalkan kinerja mereka dengan menggunakan model matematis atau numerik, serta
dalam pengujian di tangki gelombang pada skala model. Perlu dipertimbangkan bahwa
energi gelombang directional atau 2D spektrum S (f, θ) yang menyediakan deskripsi sea
state yang (hampir) lengkap telah semakin digunakan dalam aplikasi teknik kelautan.
Namun sering frekuensi saja atau energi (1D), spektrum E(f) dan rata-rata distribusi arah θ
(f) yang tersedia. E (f) terkait dengan S (f, θ) dengan
(13)
Untuk tinggi gelombang, parameter yang paling banyak digunakan adalah tinggi
gelombang signifikan, yang didefinisikan sebagai rata-rata yang tertinggi dari sepertiga
tinggi gelombang dari hasil zerro up crossing dari lembah ke puncak gelombang. Hal ini
dapat dihitung dari spektrum kerapatan gelombang dari varians elevasi dengan persamaan
H5 = 4√𝑚0 (15)
Untuk periode gelombang beberapa parameter yang umum digunakan. Dalam konteks ini
berarti energi periode Te dan periode puncak Tp yang paling sering digunakan. Periode
energi didefinisikan oleh
Te = 𝑚-1⁄ 𝑚0 (16)
Te terutama tergantung pada rentang frekuensi (Frequency band) yang lebih rendah dari
spektrum di mana sebagian besar daya yang terkandung. Selain itu menyediakan cara
mudah komputasi negara permukaan laut kekuasaan di air dalam (lihat di bawah).
Para Tp periode puncak adalah kebalikan dari frekuensi puncak, fp, yang sesuai dengan
spektral kerapatan energi (Spectral Energy Density) tertinggi
1
Tp = (17)
𝑓p
Seperti halnya E(fp) = max (E). Tp paling berguna adalah untuk sea state dengan sistem
spektrum gelombang dengan satu puncak (spektrum single peaked) karena memberikan
informasi pada rentang frekuensi di mana sebagian besar energi terdapat. Meskipun, cara
perhitungan tersebut tidak tepat, contohnya pada lokasi dengan sea state yang memiliki
lebih dari satu sistem gelombang (biasanya pada lokasi yang memiliki gelombang angin
laut dan gelombang akibat swell), kondisi tersebut mewakili 20% atau lebih di daerah utara
Atlantik (misalnya Guedes-Soares, 1984), selain itu gelombang dengan lebih dari satu
sistem tersebut akan ditemukan dengan persentase yang lebih tinggi di Samudera Pasifik
di mana dua gelombang Swell dan Wind Waves sering ditemukan.
Gambar 7 mengilustrasikan statistik gelombang yang paling sering digunakan dan antar
hubungan dari setiap parameter tersebut.
2𝜋 ∞
(∫0 ∫0 𝑆(𝑓,𝜃) sin(𝜃)𝑑𝜃𝑑𝑓)
θm = arctan 2𝜋 ∞ (18)
(∫0 ∫0 𝑆(𝑓,𝜃) cos(𝜃)𝑑𝜃𝑑𝑓)
Directional buoys sering memberikan spektrum frekuensi E(f), selain arah rata-rata θ(f) dan
penyebarannya σ(f) untuk setiap rentang frekuensi. Dalam hal ini arah rata-rata dihitung
dengan
∞
(∫0 𝐸(𝑓) sin(𝜃(𝑓))𝑑𝑓)
θb = arctan ∞ (19)
(∫0 𝐸(𝑓) cos(𝜃(𝑓))𝑑𝑓)
Seringkali sebuah oceanic sea state akan mencakup baik wind-waves lokal, yang arah
dominan di tentukan dari angin lokal, dan swells, sebagai contoh suatu gelombang pada
suatu lokasi dihasilkan dari gelombang yang merambat dari tempat yang sangat jauh dari
beberapa hari sebelumnya dengan pola cuaca yang berbeda dengan lokasi yang ditinjau.
Tiap-tiap gelombang tersebut mungkin memiliki arah dominan yang sangat berbeda.
Dalam hal ini kondisi memadai dari sea state akan membutuhkan ketinggian dan periode
terpisah dan rata-rata dari arah gelombang akibat angin (wind waves) selain itu juga
dibutuhkan komponen swell (kadang-kadang lebih dari satu).
Dengan rapat massa air laut yang dapat ditentukan sebagai ρ = 1.025 kg/m3 dan
percepatan gravitasi g = 9,81 m/s2. Maka flux energi gelombang per unit panjang crest
gelombang atau level energi gelombang di perairan dalam dapat ditentukan dengan
persamaan berikut:
EPRI juga mengusulkan pola yang sama dalam perhitungan besaran energi gelombang
seperti yang di ilustrasikan pada Gambar 8.
Perbedaan suhu (ΔT) dalam konsep OTEC merupakan selisih suhu antara permukaan laut
dengan air laut dalam. Dari prosedur optimasi sederhana (Johnson, 1992), dapat
ditunjukkan bahwa penurunan suhu di seluruh turbin pembangkit listrik adalah sekitar
ΔT⁄ . Efisiensi termodinamika maksimum dari siklus pembangkit OTEC Rankine yang ideal,
2
didekati dengan 𝑑𝑇⁄2𝑇, dimana T adalah suhu air permukaan. Irreversibilitas pada
ekspansi fluida kerja (turbin) dan kompresi (pompa) terjadi pada mesin nyata. Ini
berangkat dari siklus Rankine ideal, dimana kerugian kecil pada langkah konversi listrik
(generator) diperhitungkan dengan penurunan 15% dari output daya listrik bruto (efisiensi
turbogenerator ɛtg = 85%). Dengan nilai ΔT = 20° C dan T = 25° C (298,15 K), maka efisiensi
konversi OTEC bruto adalah α ≈ ɛtg. ΔT⁄(2𝑇) = 2,85%. Dengan kata lain, panas laut (OTEC)
adalah proses yang agak kurang efisien, meskipun sumberdayanya melimpah dan
terbarukan.
Asumsi yang dipakai adalah volume flow rate dari air permukaan hangat (Qww) adalah dua
kali lebih banyak dibanding volume flow rate air dalam dingin (Qcw), dimana QCW = ηQww
dengan η = 0,5 (Nihous et.al., 1989). Dalam desain yang spesifik, η akan dioptimalkan.
Untuk menentukan jenjang suhu OTEC selanjutnya, pendekatan minimum (pinch) suhu
ΔT/16 (1,25°C pada kondisi standar) baik evaporator ataupun kondensor dipilih untuk
mempertahankan pertukaran panas. Karena energi yang diekstrak dalam proses OTEC
relatif kecil dibandingkan dengan beban penukar panas, dapat diabaikan dalam
keseimbangan panas dan massa yang disederhanakan.
Air laut permukaan mendingin berdasarkan [3η / (1 + η)] ΔT/8 dalam evaporator, dan air
laut dalam menghangat berdasarkan [3/(1 + η)] ΔT / 8 dalam kondensor. Ilustrasi proses
standar OTEC ditunjukkan pada Gambar 9. Daya listrik bruto (Pg) yang dihasilkan, ditulis
sebagai produk dari beban panas evaporator dan efisiensi konversi OTEC bruto.
Gambar 9. Ilustrasi proses standard OTEC, ketika η = 0,5 dan Qww = 10 m3/s (Nihous, 2005)
Dari Persamaan (22) dapat dilihat bahwa hilangnya 1°C dalam sumber daya ΔT, dengan
nilai dasar dari 20°C, dapat menghasilkan penurunan 10% di Pg. Ini berkaitan tentang
sensitivitas operasi OTEC ke ΔT. Pada akhirnya, daya bersih Pnet harus diestimasi, karena
membutuhkan konsumsi daya yang cukup untuk mendorong laju aliran air laut melalui
pembangkit OTEC. Kebanyakan desain biasanya membutuhkan sekitar 30% dari Pg untuk
menjalankan pembangkit pada kondisi desain (Nihous et.al., 1989).
Sebagai catatan, potensi yang dihitung dalam updating ini baru mencakup tiga kategori
potensi, yaitu potensi teoritis, potensi teknis dan potensi praktis.
2.5. Asumsi-asumsi
2.5.1 Asumsi untuk Perhitungan Arus Laut
Asumsi yang diambil dalam perhitungan ini adalah:
a. Kapasitas teknologi adalah 25% (diambil yang paling kecil dari semua teknologi yg
tersedia).
b. Kapasitas lingkungan diambil maksimum adalah 25% dari panjang pantai yg bisa
dimanfaatkan.
c. Koefisien efisiensi gearbox dalam perhitungan pembangkit energi diambil 0,8
dengan percepatan gravitasi = 9,81 m/s2, dan massa jenis air laut adalah 1.025
kg/m3.
d. Jarak antar alat diambil dari 6 kali diameter peralatan untuk jarak sejajar dengan
arus; sedangkan lebar alat diasumsikan 1 kali diameter.
a. Kapasitas teknologi adalah 25% (diambil yang paling kecil dari semua teknologi
yang tersedia).
a. Efisiensi generator turbin (ɛtg) adalah 85% dengan η = 0,5 dan laju aliran volum air
hangat 10 m3/s
b. Suhu desain yang digunakan sebesar 25 0C, densitas air laut rata-rata 1025 kg/m3,
dan panas spesifik air laut, ~ 4 kJ/kg K.
c. Jumlah alat yang dapat digunakan per lokasi adalah perbandingan panjang pantai
per 30 km.
Jenis Potensi Teoritis (MW) Potensi Teknis (MW) Potensi Praktis (MW)
Gambar 10. Peta Potensi Arus Laut hasil ratifikasi tahun 2011 (Profil ASELI, 2011)
Gambar 11. Peta Potensi Gelombang Laut hasil ratifikasi tahun 2011 (Profil ASELI, 2011)
Pada tahun 2013, diadakan kegiatan kembali pengolahan dan perhitungan data potensi
energi laut yang telah dilakukan pada tahun 2011. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
updating data potensi energi laut yang dilakukan secara periodik untuk mendukung
implementasi pengembangan energi laut melalui pelaksanaan proyek percontohan.
Angka potensi teoritis ini seharusnya lebih besar, karena yang dihitung hanyalah luas
permukaan air. Tidak menghitung kemungkinan bahwa turbin dapat dibuat bertingkat
ke arah kedalaman air.
No. Selat Kec. arus Rapat Daya Luas Daerah Potensi Potensi Potensi
maks. (m/s) (kW/m2) Potensi (m2) Teoritis (kW) Teknis (kW) Praktis (kW)
1 Riau 1,39 1,38 55.751.111 96.432.000 24.108.000 6.027.000
2 Sunda 2,63 9,32 21.025.000 36.366.680 9.091.670 2.272.917
3 Toyopakeh 3,00 13,84 2.959.360 5.118.768 1.279.692 319.923
4 Lombok 2,44 7,44 19.107.438 33.049.897 8.262.474 2.065.619
5 Alas 2,90 12,50 60.853.994 105.258.394 26.314.598 6.578.650
6 Molo 1,85 3,24 216.400 374.304 93.576 23.394
7 Larantuka 3,00 13,84 287.500 497.285 124.321 31.080
𝜕𝑆
= -∇.(CgS) + Sin + Snl + Sds (24)
𝜕𝑡
Dengan S=S(f,) adalah spektrum energi sebagai fungsi frekuensi dan arah rambat, t
menyatakan waktu, C adalah vektor kecepatan kelompok gelombang (group velocity).
Suku-,(CgS) menyatakan perubahan energi selama perambatan gelombang karena adveksi
dan refraksi oleh dasar laut, Sin menyatakan perubahan energi karena angin, Snl
menyatakan perubahan energi karena transfer energi non linier antar gelombang, dan Sds
menyatakan energi yang hilang, termasuk karena gesekan dasar laut. Adapun
parameterisasi data model gelombang sebagai berikut:
Periode tahun data : 2000 - 2010
Domain : 30°LU-30°LS, 75°BT-155°BT
Resolusi : 10x10 menit (+18.5x18.5 km)
h1 _ h2 _ ......hn
rata-rata (h)
n
dimana, h adalah tinggi gelombang dan n adalah jumlah data hasil perhitungan.
Gelombang di perairan Indonesia dipengaruih oleh musim barat dan musim timur. Seperti
yang sudah dibahas sebelumnya untuk kondisi di perairan Pasifik biasanya terdapat lebih
dari 1 satu puncak spektrum kerapatan energi gelombang. Namun karena keterbatasan
data pengamatan langsung dilapangan data satelit maka dalam analisa energi gelombang
di lakukan dengan menggunakan gelombang regular. Pada perhitungan energi gelombang
di perairan Indonesia pada musim timur dapat dilihat tinggi gelombang pada pantai bagian
utara (north coast) untuk pulau-pulau di Indonesia gelombang laut menunjukkan angka
yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat pada perairan di sekitar kepulauan Bangka Belitung,
Kepulauan Natuna dan sekitarnya, dan Kalimantan Barat di perbatasan dengan Malaysia.
Pada wilayah ini tinggi gelombang berkisar antara 2,0 - 3,0 m. Sementara pada musim barat
perairan di selatan Sumatera, sekitar perairan Bengkulu, Mentawai hingga sampai ke
wilayah Nias. Selain itu di perairan selatan Jawa, kepulauan Nusa Tenggara dan perairan
sekitar Merauke menunjukkan tinggi gelombang berkisar 2,0 – 3,0 m.
Dari data gelombang keluaran Windwaves tersebut maka didapat lokasi-lokasi potensial
untuk penerapan konveris energi gelombang di perairan Indonesia. Untuk perhitungan
potensi gelombang laut diambil 22 lokasi atau titik yang dinilai memiliki potensi
berdasarkan data BMKG, diantaranya yaitu: Aceh, Nias, Mentawai, Pariaman, Painan,
Sukabumi, Banyuwangi, Nusa Penida, Gili Trawangan, Pontianak, Kepri, Tanjung Bumi,
Pulau Lembeh Bitung, Ambon, Biak, Halmahera, Kendari, Kupang Selatan, Labuhan Bajo,
Makasar, Raja Ampat, Sorong, dan Timika.
Gambar 25. Panjang garis pantai dalam perhitungan potensi teoritis untuk energi gelombang di Indonesia
Gambar 26. Panjang garis pantai untuk perairan dalam perhitungan potensi praktis pada energi gelombang
Tabel 7. Perhitungan Potensi Teoritis, Potensi Teknis dan Potensi Praktis Energi Gelombang di Aceh, Nias,
Mentawai, Pariaman
Lokasi Unit Aceh Nias Mentawai Pariaman
Garis Bujur 94,72 97,10 98,29 99,27
Garis Lintang 5,06 1,01 -1,36 -0,48
Data Gelombang
H1/3 (rata-rata) (m) m 1,18 0,86 1,21 0,99
H1/10 (rata-rata) (m) m 1,50 1,09 1,54 1,26
H1/100 (rata-rata) (m) m 1,98 1,43 2,03 1,65
Periode gelombang (T) atau dalam
output windwave-05 Ptot (rata-rata) m 6,56 5,00 6,53 6,60
(m)
Perhitungan Jumlah unit yang dipasang
Panjang garis pantai m 320.000 399.500 375.500 169.600
Jumlah unit yang dapat dipasang Unit 2064 2577 2422 1330
Panjang garis pantai yang bisa
m 80.000 99.875 93875 42.400
dimanfaatkan
Jumlah unit yang dapat dipasang Unit 516 644 605 273
Powerflux
Koefisien 0,49 0,49 0,49 0,49
Powerflux berdasarkan H1/3 rata-
kW/m 7,60 1,91 6,95 3,82
rata
Powerflux berdasarkan H1/10 rata-
kW/m 15,56 3,92 14,24 8,08
rata
Powerflux berdasarkan H1/100 rata-
kW/m 35,38 8,92 32,37 17,81
rata
Potensi Sumberdaya Berdasarkan Tinggi Gelombang Rata-rata H1/100
Potensi Teoritis MW 11.320 3.563 12.153 3.020
Potensi Teknis MW 639 201 686 170
Potensi Praktis MW 160 50 171 43
Tabel 8. Perhitungan Potensi Teoritis, Potensi Teknis dan Potensi Praktis Energi Gelombang di Painan,
Kepri, Sukabumi, Banyuwangi
Lokasi Unit Painan Kepri Sukabumi Banyuwangi
Garis Bujur 99,18 108,45 106,89 114,56
Garis Lintang -0,37 3,59 8,20 -9,09
Data Gelombang
H1/3 (rata-rata) (m) m 0,99 1,19 1,49 1,16
H1/10 (rata-rata) (m) m 1,26 1,51 1,89 1,47
H1/100 (rata-rata) (m) m 1,66 1,99 2,49 1,94
Total Perhitungan potensi energi gelombang di 23 titik lokasi tersebut diberikan dalam
Tabel 13.
Tabel 13. Total Hasil Perhitungan Potensi Teoritis, Potensi Teknis, dan Potensi Praktis Energi Gelombang
No. Lokasi Potensi Teoritis (MW) Potensi Teknis (MW) Potensi Praktis (MW)
1 Aceh 11.320 639 160
2 Nias 3.563 201 50
3 Mentawai 12.153 686 171
4 Pariaman 3.020 170 43
5 Painan 3.791 214 53
6 Kepri 11.910 672 168
7 Sukabumi 27.731 1.565 391
8 Banyuwangi 5.157 291 73
9 Tanjung Bumi 33 2 0,5
10 Nusa Penida 118 7 1,7
11 Gili Trawangan 1.773 100 25
12 Labuhan Bajo 982 55 14
13 Pontianak 6.066 342 86
14 Kupang Selatan 11.243 635 159
15 Makasar 6.009 339 85
16 P. Lembeh Bitung 1.351 76 19
17 Ambon 2.426 137 34
18 Halmahera 9.334 527 132
19 Sorong 880 50 12
20 Raja Ampat 4.068 230 57
21 Kendari 1.288 73 18
22 Biak 3.779 213 53
23 Timika 13.477 761 190
TOTAL 141.472 7.985 1.995,2
Sensor adalah sebuah piranti yang mengubah fenomena fisika menjadi sinyal elektrik. CTD
memiliki tiga sensor utama, yakni sensor tekanan, sensor temperatur, dan sensor untuk
mengetahui daya hantar listrik air laut (konduktivitas).
BPPT dan beberapa instansi kelautan terkait lainnya telah melakukan pengukuran profil
CTD secara vertikal di berbagai area lautan di Indonesia. Data profil vertical temperature
air laut yang diperoleh BPPT dengan armada Kapal Riset Baruna Jaya I, III dan IV, sejak
tahun 1996 telah menunjukkan beberapa daerah yang memiliki potensi pengembangan
OTEC (Pandoe, 1999; Pandoe et. al., 2009; Pandoe et al., 2010; Pandoe et al., 2011). Tabel
14 menunjukkan sebagian data yang telah teridentifikasi hingga saat ini untuk
menggambarkan profil temperatur air laut dan estimasi jarak ke pantai pulau terdekat.
Gambar 29 menunjukkan tentang ilustrasi paket instrumen CTD. Sedangkan Gambar 30
menunjukkan posisi stasiun CTD WOC2009 di beberapa lokasi potensial.
Tabel 14. Identifikasi daerah potensi OTEC berdasarkan data base profil temperature perairan Indonesia
yang dikelola di BPPT
Sejumlah contoh profil CTD maupun profil temperatur dari data pada Tabel 15, disajikan
dalam beberapa urutan Gambar 31 hingga Gambar 36 masing-masing untuk area Enggano,
selatan Panaitan, Laut Flores, Laut Banda, Selat Makassar (Majene-Palu) dan sekitar Kep.
Sangir Talaud.
Gambar 31. Profil vertical salinity, temperature dan pH di Samudra Hindia barat P. Enggano. Data
temperatur diukur pada bulan Oktober 2011
Gambar 33. Profil vertical temperature di Laut Flores utara Bali hingga Flores. Data temperatur
diukur pada bulan Mei 2009
Gambar 35. Profil vertical temperature di Selat Makasar sekitar 10 km dari pantai Majene (kiri) hingga
Palu (kanan). Data temperatur diukur pada bulan Oktober 2009
Dari hasil analisa data-data profil temperatur yang sudah terinventarisir di BPPT hingga
saat ini, serta memperhatikan geomorfologi dari landas kontinen pantai Indonesia, perlu
kiranya dihitung ulang potensi OTEC di Indonesia yang mencakup wilayah-wilayah potensi
di perairan Indonesia.
Tabel 15. Hasil Perhitungan Daya Listrik Bruto dan Bersih untuk Pembangkit OTEC
Tabel 16 berikut memberikan hasil perhitungan potensi teoritis, potensi teknis dan potensi
praktis untuk 17 lokasi potensial yang telah diukur oleh BPPT.
Tabel 16. Perhitungan Potensi Teoritis, Potensi Teknis, dan Potensi Praktis Panas Laut
Melalui Tabel 17 diatas diketahui bahwa perhitungan untuk 17 area lokasi telah
mendapatkan potensi praktis sebesar 41.001 MW. Ini belum termasuk titik-titik lain yang
belum dilakukan tes pengukuran. Sehingga dengan asumsi tersebut data ini memberikan
pengembangan atas data perhitungan pada tahun 2011. Sehingga diperkirakan jumlah
total potensi panas laut di perairan Indonesia bisa jauh lebih besar dari 40.000 MW. Hasil
perhitungan di masing-masing titik ini dimasukkan dalam Peta Potensi Energi Panas Laut
dalam Lampiran Peta 3.
2. Hasil perhitungan yang telah dilakukan oleh tim yang terdiri dari Puslitbang Geologi
Kelautan (PPPGL), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Institut Teknologi Sepuluh Nopember
(ITS), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI)
mendapatkan penambahan besar potensi energi dari data yang telah diperoleh pada
tahun 2011. Berikut hasil perhitungan total potensi energi laut yang telah dihitung
yang telah dihitung pada tahun 2014.
3. Pembaruan peta potensi dan hasil perhitungan ini berperan untuk memberikan
arahan dan panduan awal dalam pengembangan energi laut di Indonesia. Adapun
untuk untuk pengembangan lebih lanjut, diperlukan studi-studi yang lebih
komprehensif dan mendetail, diantaranya melalui studi kelayakan dan lain
sebagainya.
Binger, Al., 2009, “Potential and Future Prospects for Ocean Thermal Energy Conversion
(OTEC) In Small Islands Developing States (SIDS)”. Saga University Institute of
Ocean Energy, Saga, Japan, also in University of the West Indies Centre for
Environment and Development, Kingston, Jamaica
Boud, R., 2003, “Status and Research Development Priority for Marine Current and Wave
Energy”, AEAT report number AEAT/ENV/1054, International Energy Agency
Claude, G., 1930, “Power from the Tropical Seas”, Mech. Eng. (Am. Soc.Mech. Eng.) 52(12),
pp. 1039–1044
Duxbury, et.al., 2000. “An Introduction to the World's Oceans”. McGraw-Hill, Boston
EPRI, 2004, “E21 EPRI Assessment in Offshore Energy Conversion Device”. Report E21 EPRI
WP, June2004
EPRI, 2009, “Wave Energy Forecasting Accuracy as a Function of Forecast Time Horizon: EPRI-
WP-013”, October 2009
Erwandi, 2009, “The Study on Marine Current Turbine that Suit to Indonesian Ocean”,
Proceeding Seminar Nasional Kluster Riset Teknik Mesin 2009 Jurusan Teknik
Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, 13 – 14 Oktober
2009
Erwandi et.al., 2006, “A Preliminary Study on Electricity Generation by Tidal Current in Alas
Strait”, Proceeding of 5th Biennial International Conference on Marine
Technology 2006, Makassar, September 4-5, pp 109-118
Erwandi et.al., 2008, “The Research of Marine Current Turbine in Indonesian Hydrodynamics
Laboratory”, Proceeding of 6th Biennial International Conference on Marine
Technology 2008, University of Indonesia Jakarta, August 2008
Fraenkel, P.L., 1999, “Tidal Currents: A Major New Source of Energy for the Millennium;
Sustainable Developments International”, United Kingdom
Fraenkel, P.L., 2002, “Power from Marine Currents”, J. Power and Energy, Vol. 216 Part A. 1-
14
Guedes Soares, C., 1984, "Representation of Double-peaked Sea Wave Spectra", Ocean
Engineering, vol. 11, no. 2, pp. 185-207
Hatayama, et.al., 1996,”Tidal Currents in the Indonesian Seas and their Effect on Transport
and Mixing”, Journal of Geophysical Research, Vol. 101, no. C5, pages 12353-
12373, May 15, 1996
Hilmawan, Edi and Said, Mustafa, 2009, “Energy Efficiency Standard and Labelling Policy in
Indonesia”
Johnson, F. A., 1992, “Closed-Cycle Ocean Thermal Energy Conversion”, Ocean Energy
Recovery–The State of the Art, R. J. Seymour, ed., ASCE, NY,Chap. 5, pp. 70–96.
Kantha, L., Clayson, C.A., 2000, “Numerical Models of Oceans and Oceanic Processes”,
International Geophysical Series Vol. 68, Academic Press, pp 375-379
Marine Institute and Sustainable Energy Ireland, 2005, “Ocean Energy in Ireland, An Ocean
Strategy for Ireland”, Report to Department of Communications, Marine and
Natural Resources, October 2005
Mukhtasor, 2013a, “Ocean Energy in Indonesia: An Overview and Notes for Ocean Energy
Development”. Presentasi EBTKE-CONEX. Jakarta Agustus 2013
Mukhtasor, 2013b, “Pelaksanaan Kebijakan Energi Laut Indonesia: Dari Roadmap Menuju
Implementasi”. Presentasi Focus Group Discussion Balitbang ESDM. Bandung
September 2013
Mukhtasor, 2013c, “Country Report: Indonesia”. Presentasi The Exco Meeting Ocean Energy
System. Cape Town, South Africa, October 2013
Nihous, G. C., Syed, M. A., and Vega, L. A., 1989, “Design of a Small OTEC Plant for the
Production of Electricity and Fresh Water in a Pacific Island”, Proc. Int. Conf. on
Ocean Energy Recovery, pp. 207–216
Nihous, Gerard C., 2005, “An Order-of-Magnitude Estimate of Ocean Thermal Energy
Conversion Resources”. Advanced Energy Systems Division of ASME for
publication in the JOURNAL OF ENERGY RESOURCES TECHNOLOGY
NREL, http://www.otecnews.org/whatisotec.html
Pandoe, W. W., 1999. “Transport Estimate of the Indonesian Throughflow Through Ombai
Strait”. Master Thesis, Oceanography Dept., Texas A&M University
Pandoe, W.W., Yogantara, W. W., Rusdiansyah A., Haryanto, D., 2009, Laporan Survei Ina
Buoy TEWS Halmahera dan Sea Mount L. Halmahera. Internal Report, Balai
Teknologi Survei Kelautan, BPPT
Pandoe, W.W., Setiawan, I.E., Rusdiansyah A., Haryanto, D., 2010, INDEX SATAL Cruise
report. Internal Report, Balai Teknologi Survei Kelautan, BPPT
Pandoe, W.W., Haryanto, D., Dannari, A., 2010. Laporan Deployment InaBuoy TEWS
Enggano. Internal Report, Balai Teknologi Survei Kelautan, BPPT, Oktober 2009
Pontes, Teresa, 2009. “Wave Data Catalogue For Resource Assessment In IEA-OES Member
Countries”, Final Technical Report IEA-OES Document No: T0103, March 2009
Ray, et.al., 2005,”A Brief Overview of Tides in the Indonesian Seas”, Oceanography Vol. 18,
No. 4, Dec. 2005
Saulnier, J.-B. and Pontes, M. T., 2006, Wavetrain Deliverable no5: Representative sea states.
Technical report, E.C. WAVETRAIN R.T.N., Contract MRTN-CT-2004-505167
Sumiarso Luluk, 2011, “Kebijakan Energi Baru, Energi Terbarukan, Dan Konservasi Energi”,
Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi-
Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Bandung, 7
Januari 2011
The Coastal Response Research Center, “Technical Readiness of Ocean Thermal Energy
Conversion (OTEC)”, A Partnership between the National Oceanic and
Atmospheric Administration (NOAA) Office of Response and Restoration (ORR)
and the University of New Hampshire (UNH)
UNFCC, 2002, Third Assessment Report of the International Panel on Climate Change
U.S. Department of the Interior, 2006, “ Wave Energy Potential on the U.S. Outer Continental
Shelf Minerals Management Service, Renewable Energy and Alternate Use
Program U.S. Department of the Interior, Available for Downloading at
http://ocsenergy.anl.gov, May 2006