Anda di halaman 1dari 54

PENINGKATAN KUALITAS HALTE DI

KELURAHAN LEBAK SILIWANGI

LAPORAN PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah

oleh

RIZKY AGUNG NUGRAHA 16617334


RIFQI SULISTIO 16617339
AZIZ GANDHI SOPANO 16617414

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BANDUNG

2018
PRAKATA

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan

segala rahmat dan karunia-Nya karya tulis ini berhasil diselesaikan. Penulis

memilih tema peningkatan kualitas infrastruktur transportasi umum dengan judul

“Peningkatan Kualitas Halte di Kelurahan Lebak Siliwangi” dengan tujuan untuk

mencari solusi untuk meningkatkan kualitas halte, khususnya di kawasan Lebak

Siliwangi, agar terjadi peningkatan penggunaan halte oleh masyarakat kawasan

tersebut.

Karya tulis ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih

sebesar-besarnya kepada

1. kedua orang tua dan seluruh keluarga penulis yang selalu memberikan

dukungan penuh terdadap penulis baik secara moral maupun material dalam

setiap langkah penulis,

2. bapak Drs. Amas Suryadi, M. Hum., selaku dosen pengajar mata kuliah Tata

Tulis Karya Ilmiah Institut Teknologi Bandung, yang telah memberikan banyak

ilmu dan memantik semangat kami dalam berkarya dan mencari solusi dari

permasalahan yang dibahas di dalam karya tulis ini,

3. rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB,

terutama kelas TTKI 09, yang selalu memotivasi penulis dalam menyusun

karya tulis ini, serta

i
4. seluruh pihak yang turut serta berkontribusi membantu kelancaran penyusunan

karya tulis ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya apabila ada

kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja dalam penulisan karya tulis

ini. Kritik dan saran dari seluruh pihak selalu penulis harapkan sebagai bahan

evaluasi penulis untuk meningkatkan kualitas karya tulis ini.

Akhir kata, penulis berharap karya tulis ini mampu menjadi sesuatu yang

berguna baik bagi masyarakat sekitar maupun pemerintah sebagai solusi dalam

meningkatkan kualitas halte khususnya di Kelurahan Lebak Siliwangi.

Bandung, Mei 2018

Penulis

ii
SARI

Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat urbanisasi yang tinggi

dan semakin meningkat. Bila tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas dan

kuantitas infrastruktur di perkotaan, hal ini dapat menyebabkan kemacetan di kota

menjadi semakin parah. Ironisnya, salah satu penyebab kemacetan di perkotaan

adalah moda transportasi yang seharusnya dapat mengurangi kemacetan di kota,

angkutan kota, yang sering berhenti dengan waktu yang lama di sembarang tempat.

Hal ini juga disebabkan oleh keengganan masyarakat pengguna angkutan kota

dalam menggunakan halte sebagai tempat tunggu dan/atau tempat naik/turun

kendaraan. Padahal, penggunaan halte sebagai satu-satunya tempat naik/turun

angkutan umum selain terminal seharusnya dapat mengurangi kemacetan dengan

cukup signifikan. Keengganan tersebut salah satunya disebabkan oleh kurang

baiknya keadaan halte. Oleh karena itu, di karya tulis ini dibahas hubungan antara

frekuensi penggunaan halte dengan opini masyarakat terhadap keadaan halte itu

sendiri di Kelurahan Lebak Siliwangi, Kota Bandung. Selain itu, dibahas juga

upaya peningkatan kualitas halte di Kelurahan Lebak Siliwangi. Dengan

meningkatnya kualitas halte di Kelurahan Lebak Siliwangi, idealnya frekuensi

penggunaan halte juga ikut meningkat, sehingga angkutan kota tidak lagi berhenti

di sembarang tempat untuk menunggu penumpang sehingga kemacetan akibat

angkutan kota menurun drastis.

Kata kunci: Infrastruktur transportasi, angkutan kota, halte

iii
DAFTAR ISI

PRAKATA .......................................................................................................... i

SARI .................................................................................................................. iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

DAFTAR DIAGRAM ...................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii

DAFTAR ISTILAH.......................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah ................................................. 1

1.1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................... 1

1.1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4

1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................... 4

1.3 Ruang Lingkup Kajian .......................................................................... 4

1.4 Anggapan Dasar .................................................................................... 5

1.5 Hipotesis ............................................................................................... 5

1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................................ 5

1.7 Sistematika Penulisan ........................................................................... 6

BAB II TEORI DASAR HALTE

2.1 Pengertian Halte .................................................................................... 7

2.2 Tujuan dan Manfaat Halte .................................................................... 8

2.3 Regulasi Halte ....................................................................................... 9

iv
BAB III KUALITAS HALTE DI KELURAHAN LEBAK SILIWANGI

3.1 Halte di Kelurahan Lebak Siliwangi ................................................... 15

3.2 Pemanfaatan Halte di Kelurahan Lebak Siliwangi ............................. 22

3.3 Opini Masyarakat terhadap Kondisi Halte di Kelurahan Lebak

Siliwangi ................................................................................................... 26

3.4 Upaya Peningkatan Kualitas Halte di Kelurahan Lebak Siliwangi .... 27

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan ............................................................................................. 31

4.2 Saran ................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 33

LAMPIRAN ..................................................................................................... 35

DAFTAR RIWAYAT HIDUP........................................................................ 40

v
DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1 Frekuensi penggunaan angkutan kota oleh responden ........................ 23

2 Frekuensi penggunaan halte oleh responden ...................................... 24

3 Alasan responden menggunakan/tidak menggunakan halte ............... 25

4 Penilaian kualitas halte oleh responden .............................................. 26

5 Fasilitas tambahan halte yang diinginkan responden .......................... 28

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peletakan tempat perhentian di pertemuan jalan simpang empat ........ 12

2 Peletakan tempat perhentian di pertemuan jalan simpang ................... 13

3 Kapasitas lindungan (10 berdiri, 10 duduk) ......................................... 13

4 Teluk bus di sebuah halte di Chennai, India ........................................ 14

5 Halte-halte di Kelurahan Lebak Siliwangi ........................................... 15

6 Halte Ganesha 1 ................................................................................... 16

7 Halte Ganesha 2 ................................................................................... 17

8 Halte TMB Jalan Cikapayang .............................................................. 18

9 Halte Taman Sari 1 .............................................................................. 18

10 Halte Taman Sari (Bonbin) ................................................................ 19

11 Halte Taman Sari (ITB) ..................................................................... 20

12 Halte Sabuga ITB ............................................................................... 20

13 Halte Taman Sari (Baksil).................................................................. 21

vii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A DAFTAR PERTANYAAN KUESIONER ................................. 36

B DAFTAR JAWABAN KUESIONER ......................................... 38

viii
DAFTAR ISTILAH

Angkutan – pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain

menggunakan kendaraan

Angkutan kota – angkutan dari suatu tempat ke tempat yang lain dalam wilayah

kota dengan menggunakan mobil bus dan/ atau mobil penumpang umum

yang terikat dalam trayek tetap dan teratur

Kendaraan umum – kendaraan bermotor yang disediakan untuk digunakan oleh

umum dengan dipungut bayaran

Trayek angkutan – lintasan kendaraan umum yang mempunyai asal dan tujuan

perjalanan yang tetap

Tempat perhentian kendaraan penumpang umum – tempat untuk menurunkan

dan/atau menaikkan penumpang angkutan umum (selanjutnya disebut

TPKPU)

Tempat perhentian bus – tempat untuk menurunkan dan/atau menaikkan

penumpang bus (selanjutnya disebut TPB)

Halte – tempat perhentian kendaraan penumpang umum untuk menurunkan

dan/atau menaikkan penumpang yang dilengkapi bangunan

Teluk bus – bagian perkerasan jalan tertentu yang diperlebar dan diperuntukkan

sebagai TPKPU

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah

1.1.1 Latar Belakang Masalah

Perkotaan dapat didefinisikan sebagai kawasan permukiman yang

didominasi oleh rumah-rumah. Pada tahun 2012, sebanyak 54 persen, atau setara

dengan 129,6 juta orang, tinggal di perkotaan di seluruh Indonesia. Angka itu

meningkat bila dibandingkan dengan hasil sensus penduduk 2010, dimana 49,8

persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan1. Dengan melihatnya semakin

pesatnya tingkat urbanisasi di Indonesia yang tidak didukung oleh peningkatan

kualitas dan kuantitas sarana infrastruktur, terutama infrastruktur transportasi,

maka dapat dipastikan bahwa kemacetan di kawasan urban di seluruh Indonesia

tidak dapat terelakkan. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kualitas dan

kuantitas infrastruktur di perkotaan. Salah satu moda transportasi yang sering

digunakan oleh penduduk kota adalah angkutan kota, yaitu salah satu bentuk

angkutan umum yang menjadi alternatif sarana transportasi kota dengan sistem

sewa atau bayar.

Keberadaan angkutan kota dapat mengurangi volume lalu lintas kendaraan

pribadi jika digunakan secara rutin oleh sebagian besar penduduk kota. Hal ini

1
M. Zaid Wahyudi, 2012, “Hampir 54 Persen Penduduk Indonesia Tinggal di Kota”, Kompas.com
(URL:
https://nasional.kompas.com/read/2012/08/23/21232065/%20Hampir.54.Persen.Penduduk.Indones
ia.Tinggal.di.Kota), diakses pada 30 April 2018.

1
2

dimungkinkan karena angkutan umum bersifat massal sehingga biaya angkut dapat

dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang. Namun, karena sifat

massalnya tersebut, perlu adanya kesamaan antar penumpang, antara lain kesamaan

asal dan tujuan. Kesamaan ini dapat dicapai dengan pengumpulan penumpang di

terminal dan/atau tempat perhentian atau halte.2 Namun, pada praktiknya, angkutan

umum sering berhenti di tempat selain terminal, perhentian, atau halte.

Angkutan kota, atau sering disebut ‘angkot’ jika merujuk kepada jenis

angkutan kota yang menggunakan minibus, memiliki rute yang jelas dan frekuensi

yang tinggi, tetapi tidak memiliki jadwal keberangkatan yang jelas. Angkot pun

dapat diberhentikan oleh calon penumpang di mana saja. Hal tersebut menimbulkan

suatu masalah yang disebut “killing time”, yaitu waktu dimana para supir angkutan

kota untuk memberhentikan kendaraannya di tempat tertentu. Durasi killing time

dapat bervariasi bergantung pada angkutan kota itu sendiri. Killing time sendiri

menimbulkan dampak negatif, mengingat tendensi angkot untuk mengambil salah

satu ruas jalan, biasanya ruas jalan paling kiri, untuk digunakan sebagai tempat

tunggu. Hal tersebut mengakibatkan kemacetan sehingga menurunnya tingkat

pelayanan jalan.3 Persoalan seperti ini sangat umum dijumpai di kota-kota besar di

Indonesia, seperti Kota Bandung.

Perilaku angkutan kota yang berhenti di mana meningkatkan kemacetan

secara cukup signifikan. Hal tersebut juga bertentangan dengan keadaan ideal

angkot, dimana angkot berhenti hanya di tempat-tempat yang diperuntukkan untuk

2
Warpani Suwardjoko, Merencanakan Sistem Perangkutan, (Bandung: Penerbit ITB, 1990), hlm.
170 – 171.
3
Iskandar Yusuf Maharoesman, “Dampak ‘Killing Time’ Angkutan Kota pada Waktu Peak Hour
Kasus Beberapa Ruas Jalan di Kota Bandung” dalam ITB Journal Vol. 20 No.3, 2009.
3

perhentian kendaraan umum, seperti terminal atau halte. Pada kenyataannya, tidak

banyak pengguna angkutan kota yang naik/turun atau menunggu angkutan kota di

halte. Padahal, optimalisasi fungsi halte akan berpengaruh pada pelayanan lalu

lintas transportasi yang baik, kelancaran sirkulasi jalan dan angkutan dalam kota,

fungsi sekunder pengenalan identitas kota dan sebagainya, yang secara luas akan

berdampak pada kemungkinan kota berfungsi secara efektif.4

Untuk mencari akar masalah rendahnya penggunaan halte di Kelurahan

Lebak Siliwangi, Kota Bandung, dimana penulis beraktivitas sehari-hari, penulis

mencoba untuk mengamati kualitas halte di daerah tersebut. Selain itu, penulis juga

menjajak pendapat masyarakat yang tinggal maupun beraktivitas di kawasan Lebak

Siliwangi mengenai frekuensi penggunaan halte di kawasan tersebut dan kualitas

halte itu sendiri. Penulis berasumsi bahwa rendahnya kualitas halte menyebabkan

rendahnya penggunaan halte di Lebak Siliwangi. Dengan adanya peningkatan

kualitas halte, penulis berharap ada peningkatan frekuensi penggunaan halte,

sehingga angkutan umum, yang pada awalnya dapat berhenti di mana saja, hanya

berhenti di halte. Berkurangnya tempat pemberhentian angkutan kota juga

berdampak kepada berkurangnya titik-titik kemacetan, sehingga diharapkan

kemacetan di kawasan Lebak Siliwangi juga dapat berkurang.

4
Nurhasanah Dewi Irwandi, et al., “Evaluasi Fungsi Halte sebagai Tempat Perhentian Kendaraan
Penumpang Umum Yang Maksimal (Studi Kasus Rute Depok – Sudirman)” dalam Prosiding
Seminar Nasional FMIPA – UT, 2015.
4

1.1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut.

Upaya apa yang harus dilakukan agar terjadi peningkatan kualitas halte di

Kelurahan Lebak Siliwangi?

1.2 Tujuan Penulisan

Dengan ditulisnya karya tulis ini, penulis mengharapkan adanya

peningkatan kualitas halte di Kelurahan Lebak Siliwangi, Kota Bandung. Dengan

adanya peningkatan kualitas halte, diharapkan terjadi pula peningkatan tingkat

penggunaan halte di wilayah tersebut sehingga tidak ada lagi pengguna angkutan

kota yang naik/turun di sembarang tempat yang sehingga kemacetan di daerah

Lebak Siliwangi berkurang.

1.3 Ruang Lingkup Kajian

Untuk menjawab rumusan masalah pada karya tulis ini, dilakukan

pengkajian di beberapa topik, yaitu letak dan fasilitas halte di Kelurahan Lebak

Siliwangi, frekuensi pemanfaatan halte di Kelurahan Lebak Siliwangi, opini

masyarakat terhadap fasilitas halte di Kelurahan Lebak Siliwangi, dan upaya

peningkatan kualitas fasilitas halte di Kelurahan Lebak Siliwangi.


5

1.4 Anggapan Dasar

Halte adalah tempat perhentian angkutan umum yang dilengkapi dengan

bangunan (Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan

Penumpang Umum, 1996). Keberadaan perhentian sangat penting, sebab dapat

memberikan kepastian berlalu lintas dan kemudahan bagi calon penumpang dalam

memilih angkutan serta kemudahan bagi pengemudi dalam menunggu penumpang.

Letak halte harus memperhatikan berbagai aspek yang berkaitan dengan tuntutan

umum calon penumpang, seperti pusat keramaian (pasar, pertokoan, objek wisata),

kemungkinan perpindahan moda (persimpangan jalan), atau pusat kegiatan

(sekolah, perkantoran, museum, dll.). Selain itu, perlu juga diperhatikan jarak antar

halte agar tidak terlalu jauh (masih dalam jangkauan orang yang berjalan sambal

membawa barang) maupun tidak terlalu dekat (tidak menyulitkan operasi

kendaraan) sehingga cukup ekonomis bagi operasi kendaraan (Warpani, 2002).

1.5 Hipotesis

Berdasarkan anggapan dasar di atas, dapat diajukan hipotesis bahwa

penggunaan halte di kawasan Lebak Siliwangi dapat meningkat jika kualitas halte

di Kelurahan Lebak Siliwangi ditingkatkan.

1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam menafsirkan data dalam makalah ini adalah

metode deskriptif analitis. Data yang digunakan dalam makalah ini diperoleh

melalui studi pustaka, observasi lapangan, dan penyebaran kuesioner dalam


6

jaringan. Data yang telah dikumpulkan tersebut kemudian dideskripsikan dan

dianalisis.

1.7 Sistematika Penulisan

Karya tulis ini terdiri dari empat bab, yaitu pendahuluan, teori dasar halte,

kualitas halte di Kelurahan Babakan Siliwangi, serta simpulan dan saran. Pada bab

pertama, dipaparkan latar belakang dan rumusan masalah, ruang lingkup kajian,

tujuan penelitian, anggapan dasar, hipotesis, metode dan teknik pengumpulan data,

serta sistematika penulisan. Selanjutnya, pada bab kedua dijelaskan teori dasar

mengenai halte yang mencakup definisi halte, tujuan dan manfaat halte, serta

regulasi-regulasi yang menjadi dasar rekayasa halte. Pada bab ketiga, dibahas

permasalahan yang dimunculkan dari bab pertama, dimulai dengan penjelasan

mengenai halte-halte yang ada di Kelurahan Lebak Siliwangi, dilanjutkan dengan

pemaparan mengenai frekuensi pemanfaatan halte oleh masyarakat Lebak

Siliwangi dan opini masyarakat terhadap kualitas halte-halte tersebut yang

didapatkan dari kuesioner dan ditutup dengan pembahasan mengenai upaya

peningkatan kualitas halte-halte itu sendiri. Karya tulis ini ditutup dengan bab

keempat yang berisi simpulan dari analisis pada bab ketiga dan saran-saran dalam

peningkatan kualitas halte di Kelurahan Lebak Siliwangi.


BAB II

TEORI DASAR HALTE

2.1 Pengertian Halte

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Umum, halte didefinisikan sebagai tempat pemberhentian kendaraan

bermotor. Sedangkan menurut Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian

Kendaraan Penumpang Umum, halte adalah salah satu jenis tempat perhentian

kendaraan penumpang umum (TPKPU) selain tempat pemberhentian bus (TPB).

Definisi halte sendiri adalah TPKPU yang dilengkapi dengan bangunan.5 Adapun

Suwardjoko Warpani berpendapat dalam Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan bahwa halte, atau perhentian, adalah tempat calon penumpang menunggu

kedatangan kendaraan umum. Selanjutnya, Warpani menyebutkan bahwa

perhentian menyandang fungsi terminal namun tidak dapat disebut terminal karena

tidak memiliki kelengkapan sebagaimana disyaratkan untuk sebuah terminal.6

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa halte adalah tempat

perhentian angkutan umum yang dilengkapi dengan bangunan.

5
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian
Kendaraan Penumpang Umum, Departemen Perhubungan, hlm. 1.
6
Suwardjoko Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, (Bandung: Penerbit ITB,
2002), hlm. 75.

7
8

2.2 Tujuan dan Manfaat Halte

Dikutip dari Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan

Penumpang Umum yang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan, tujuan

dibuatnya halte adalah untuk menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas,

keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum, kepastian keselamatan

untuk menaikkan dan/atau menurunkan penumpang, dan memudahkan penumpang

dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum atau bus.7

Halte memiliki cukup banyak manfaat bagi transportasi kota. Salah satu

manfaat halte adalah memberikan kepastian berlalu lintas karena dengan adanya

halte pengemudi kendaraan lain dapat dengan pasti mengetahui dimana angkutan

umum akan berhenti. Selain itu, adanya halte juga memudahkan calon penumpang

dalam memilih angkutan yang akan digunakannya. Bagi pengemudi angkutan

umum, halte juga dapat memberi manfaat, salah satunya memberikan kemudahan

dan kepastian karena pengemudi tidak perlu memecah perhatian sepanjang jalan

untuk mengamati keberadaan calon penumpang.8 Pengemudi cukup melihat calon

penumpang yang menunggu di halte.

Pembuatan halte pun memberikan cukup banyak manfaat pada trayek suatu

angkutan kota untuk menaikkan/menurunkan penumpang. Trayek adalah lintasan

kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang

mempunyai asal dan tujuan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak

berjadwal. Pada trayek, dibutuhkan tempat untuk menaikkan penumpang (asal) dan

7
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Loc. Cit.
8
Warpani, Op. Cit., hlm. 76.
9

tempat untuk menurunkan penumpang (tujuan). Maka dari itu, halte dibutuhkan

sebagai tempat asal dan tujuan tersebut.9

2.3 Regulasi Halte

Mengingat sifatnya sebagai salah satu infrastruktur transportasi yang

disediakan oleh pemerintah, pemrakarsaan sebuah halte diatur oleh beberapa

regulasi. Dasar pendirian halte sendiri merujuk kepada Pasal 45 Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009, di mana halte dimasukkan sebagai salah satu fasilitas

pendukung lalu lintas dan angkutan jalan, bersama dengan trotoar, lajur sepeda,

tempat penyeberangan pejalan kaki, dan/atau fasilitas khusus bagi penyandang

cacat atau lanjut usia. Selain itu, pada Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992 Pasal

22 ayat 1, pemerintah berwewenang untuk menetapkan ketentuan-ketentuan seperti

a. rekayasa dan manajemen lalu lintas;

b. gerakan lalu lintas kendaraan bermotor;

c. berhenti dan parkir;

d. penggunaan peralatan dan perlengkapan kendaraan bermotor yang diharuskan,

peringatan dengan bunyi dan sinar;

e. tata cara menggiring hewan dan penggunaan kendaraan tidak bermotor di jalan;

f. tata cara penetapan kecepatan maksimum dan/atau minimum kendaraan

bermotor;

g. perilaku pengemudi terhadap pejalan kaki;

h. penetapan muatan sumbu kurang dari muatan sumbu terberat yang diizinkan;

9
Ibid., hlm. 53.
10

i. tata cara mengangkut orang dan/atau barang serta penggandengan dan

penempelan dengan kendaraan lain;

j. penetapan larangan penggunaan jalan, penunjukkan lokasi; dan

k. pembuatan dan pemeliharaan tempat pemberhentian untuk kendaraan umum.

Khususnya, pada pasal 47 di UU yang sama, disebutkan bahwa pengemudi

kendaraan umum dapat menurunkan penumpang dan/atau barang yang diangkut

pada tempat pemberhentian terdekat, apabila ternyata penumpang dan/atau barang

yang diangkut dapat membahayakan keamanan dan keselamatan angkutan.

Secara teknis, penyediaan halte diatur Keputusan Direktur Jenderal

Perhubungan Darat Nomor 271/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis

Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan Umum. Pada pedoman tersebut,

disebutkan bahwa persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang

umum adalah:

1. berada di sepanjang rute angkutan umum/bus;

2. terletak pada jalur pejalan kaki dan dekat dengan fasilitas pejalan kaki;

3. diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau permukiman;

4. dilengkapi dengan rambu petunjuk; dan

5. tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas.10

Suwardjoko Warpani pun berpendapat mengenai hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam perekayasaan halte, dimana pembangunan halte seharusnya

menjadi prioritas di

a. pusat keramaian: pasar, pertokoan, objek wisata;

10
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Loc. Cit.
11

b. kemungkinan perpindahan moda: persimpangan jalan; dan

c. pusat kegiatan: sekolah, perkantoran, museum.

Selain itu, Warpani juga beranggapan bahwa jarak antara satu perhentian dengan

perhentian lain harus memperhitungkan

a. tidak terlalu jauh, artinya masih dalam jangkauan orang yang berjalan sambal

membawa barang bawaan;

b. tidak terlalu dekat, artinya tidak menyulitkan operasi kendaraan karena harus

berhenti kemudian berjalan lagi; dan

c. cukup ekonomis bagi operasi kendaraan.11

Direktur Jenderal Perhubungan Darat membagi TPKPU menjadi dua

kategori, yaitu halte dan tempat perhentian bus (TPB). Baik halte maupun TPKPU

memiliki beberapa fasilitas umum yang sama, antara lain rambu petunjuk, papan

informasi trayek, dan identitas berupa nama dan/atau motor. Perbedaan utama

antara halte dan TPB adalah adanya fasilitas utama berupa lampu penerangan dan

tempat duduk di halte yang tidak harus ada di TPB, mengingat definisi halte sebagai

tempat perhentian kendaraan umum yang dilengkapi bangunan. Selain itu, baik

halte maupun TPB dapat dilengkapi beberapa fasilitas tambahan, seperti telepon

umum, tempat sampah, pagar, dan/atau papan iklan/pengumuman. Namun, pada

persimpangan, penempatan fasilitas tambahan tersebut tidak boleh mengganggu

ruang bebas pandang.12

11
Warpani, Op. Cit., hlm. 77.
12
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Op. Cit., hlm. 2.
12

Terhadap ruang lalu lintas, tata letak halte diharuskan untuk memenuhi

persyaratan sebagai berikut.

1. Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan kaki adalah

100 meter.

2. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter atau bergantung

pada panjang antrean.

3. Jarak minimal halte dari gedung yang membutuhkan ketenangan seperti

rumah sakit dan tempat ibadah adalah 100 meter.

4. Peletakan di persimpangan menganut system campuran, yaitu antara

sesudah persimpangan (farside), dan sebelum persimpangan

(nearside).13

Gambar 1 Peletakan tempat perhentian di pertemuan jalan simpang empat

(Sumber: Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum)

13
Ibid., hlm. 4.
13

Gambar 2 Peletakan tempat perhentian di pertemuan jalan simpang

(Sumber: Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum)

Halte memiliki standar rancang bangun yang juga diatur di Pedoman Teknis

Perekayasaan TPKPU. Halte dibuat dengan ukuran lindungan minimum (minimum

covered area) sebesar 4 m x 2 m. Daya tampung minimal halte adalah 20 orang

pada kondisi biasa dimana penumpang dapat menunggu nyaman (ruang gerak per

penumpang 90 cm x 60 cm, jarak bebas antar penumpang 30 – 60 cm). Adapun

ukuran tempat henti kendaraan memiliki panjang 12 m dan lebar 2,5 m. 14

Gambar 3 Kapasitas lindungan (10 berdiri, 10 duduk)

(Sumber: Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum)

14
Ibid., hlm. 21.
14

Selain itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat juga menetapkan standar

untuk pembuatan teluk bus. Teluk bus (bus bay) adalah bagian perkerasan jalan

tertentu yang diperlukan dan diperuntukkan sebagai TPKPU. Teluk bus digunakan

sebagai tempat kendaraan saat menunggu penumpang agar tidak mengganggu lalu

lintas jalan. Untuk menentukan kebutuhan teluk bus, dipakai patokan umum bahwa

sebuah teluk bus yang menampung bus tunggal dapat melayani 40 buah bus dalam

hitungan satu jam. 15

Gambar 4 Teluk bus di sebuah halte di Chennai, India

(Sumber: commons.wikimedia.org)

15
Ibid., hlm. 3.
BAB III

KUALITAS HALTE DI KELURAHAN LEBAK SILIWANGI

3.1 Halte di Kelurahan Lebak Siliwangi

Kelurahan Lebak Siliwangi adalah salah satu kelurahan di Kota Bandung,

Provinsi Jawa Barat. Secara administratif, kelurahan ini berada di Kecamatan

Coblong. Berdasarkan data dari BPS Kota Bandung, Kelurahan Lebak Siliwangi

memiliki luas wilayah 100 hektar dan dihuni oleh 4921 penduduk pada tahun

2014.16 Kelurahan Lebak Siliwangi dibatasi oleh Jalan Siliwangi di sebelah utara,

Jalan Ir.H. Juanda di sebelah timur, Jalan Layang Pasupati di sebelah selatan, dan

Jalan Pelesiran serta Sungai Cikapundung di sebelah barat. Terdapat delapan buah

halte di Kelurahan Lebak Siliwangi. Letak-letak halte tersebut diperjelas di peta

berikut.

Gambar 5 Halte-halte di Kelurahan Lebak Siliwangi

(Sumber: maps.google.com dengan suntingan penulis)

16
Badan Pusat Statistik Kota Bandung, Coblong dalam Angka 2015, 2015, hlm. 19

15
16

Halte pertama di Jalan Ganeca adalah Halte Ganesha 1. Halte ini terletak di

sebelah barat pintu utama Institut Teknologi Bandung (ITB). Halte ini memiliki dua

tiang dan dua kursi yang bentuknya kurang umum. Namun, melihat banyaknya

coretan dan pamflet di kedua tiang halte ini serta sampah yang tergeletak sehingga

menimbulkan kesan kumuh, kami berasumsi bahwa halte ini tidak pernah atau

jarang sekali digunakan. Selain itu, bagian depan halte sering digunakan sebagai

tempat parkir, sehingga sangat tidak praktis bagi penumpang angkutan kota untuk

menggunakan halte ini sebagai tempat naik atau turun.

Gambar 6 Halte Ganesha 1

(Sumber: dokumentasi penulis)

Di sebelah timur pintu utama ITB, terdapat halte lain, yaitu Halte Ganesha

2. Desain halte ini tidak berbeda dengan halte Ganesha 1. Selain itu, kedua halte ini

juga terlihat sangat jarang atau bahkan tidak pernah digunakan sebagaimana

mestinya melihat keadaannya yang tak terawat. Pada siang hari, halte ini digunakan

oleh pedagang kaki lima sehingga penggunaan halte ini untuk tempat
17

pemberhentian angkutan kota sangat tidak praktis. Tidak berbeda dengan halte

Ganesha 1, bagian depan halte ini juga sering digunakan sebagai tempat parkir.

Gambar 7 Halte Ganesha 2

(Sumber: dokumentasi penulis)

Adapun satu-satunya halte yang terletak di Jalan Cikapayang adalah Halte

TMB (Trans Metro Bandung) Jalan Cikapayang. Sebagaimana namanya, halte ini

pada awalnya diperuntukkan sebagai tempat pemberhentian bus Trans Metro

Bandung. Namun, mengingat belum diaktifkannya koridor bus TMB yang melalui

halte ini (koridor Cicaheum – Sarijadi), halte ini juga tidak digunakan dan terlihat

tidak terawat. Desain halte ini berbeda dengan kedua halte sebelumnya, tetapi mirip

dengan halte-halte bus Transjakarta di kota Jakarta seperti ditutupi kaca dan terletak

lebih tinggi dari permukaan jalan. Terdapat sebuah bangku panjang di dalam halte

ini. Halte Cikapayang ini juga dilengkapi informasi mengenai koridor Cicaheum –

Sarijadi yang seharusnya melalui halte ini.


18

Gambar 8 Halte TMB Jalan Cikapayang

(Sumber: dokumentasi penulis)

Salah satu halte yang terletak di Jalan Tamansari adalah Halte Taman Sari

1. Halte ini terletak di depan Villa Merah, salah satu ikon di daerah Lebak

Siliwangi. Desain halte ini serupa dengan kedua halte di Jalan Ganeca. Namun,

berbeda dengan kedua halte tersebut, halte ini masih digunakan walaupun terlihat

kurang terawat, melihat adanya penumpang angkutan kota yang naik/turun di halte

ini atau sekedar duduk untuk menunggu kendaraan.

Gambar 9 Halte Taman Sari 1

(Sumber: dokumentasi penulis)


19

Halte lain yang ada di Jalan Tamansari terletak di dekat pintu masuk Kebun

Binatang Bandung, yaitu Halte Taman Sari (Bonbin). Desain halte ini berbeda

dengan desain sebelumnya, dilihat dari adanya bangku panjang yang meggantikan

fungsi kursi. Selain itu, terdapat pula infromasi mengenai trayek angkutan kota yng

melintasi halte ini. Keadaan halte ini juga kurang terawat meskipun masih dipakai

oleh pengguna angkutan kota.

Gambar 10 Halte Taman Sari (Bonbin)

(Sumber: dokumentasi penulis)

Di sebelah utara Halte Taman Sari (Bonbin), terdapat Halte Taman Sari

(ITB). Desain halte ini berbeda dengan halte-halte sebelumnya, terlihat lebih

modern dengan sebuah bangku panjang sebagai tempat tunggu. Selain itu, terdapat

ayunan di halte ini. Keadaan halte ini lebih terawat dari halte-halte sebelumnya

meskipun masih terdapat coretan di dinding belakang halte. Informasi mengenai

rute angkutan kota yang melintasi halte ini juga terdapat di dekat halte. Selain

digunakan oleh pengguna angkutan kota, halte ini juga digunakan oleh orang yang

berlalu-lalang yang ingin bermain ayunan.


20

Gambar 11 Halte Taman Sari (ITB)

(Sumber: dokumentasi penulis)

Halte lain di Jalan Tamansari adalah Halte Sabuga ITB. Halte ini terletak di

sebelah utara pintu SBM ITB dan di antara pintu Tamansari Foodfest dan pintu

selatan Sasana Budaya Ganesha (Sabuga). Desain halte ini mirip dengan halte

Taman Sari – ITB. Namun, tidak ada ayunan di halte ini. Keadaan halte ini juga

cukup terawat dibandingkan dengan halte lain. Halte ini masih cukup sering

digunakan oleh para pengguna angkutan kota.

Gambar 12 Halte Sabuga ITB

(Sumber: dokumentasi penulis)


21

Halte kedelapan yang terletak di Keluraha Lebak Siliwangi adalah Halte

Taman Sari (Baksil). Halte ini terletak di dekat pintu masuk Hutan Kota Babakan

Siliwangi (Baksil). Desain halte ini mirip dengan Halte Taman Sari – Bonbin

dengan panjang bangku yang lebih pendek. Informasi trayek angkutan kota juga

tersedia di halte ini. Meskipun keadaan halte yang kurang bersih, masih ada

pengguna angkutan kota yang menggunakan halte ini sebagai tempat naik, turun,

maupun menunggu kendaraan.

Gambar 13 Halte Taman Sari (Baksil)

(Sumber: dokumentasi penulis)

Berdasarkan paparan di atas, kedelapan halte di Kelurahan Lebak Siliwangi

memiliki beberapa persamaan. Salah satu persamaan tersebut adalah adanya

kekurangan kualitas halte yang dapat dilihat dari keadaannya yang kotor atau

kurang terawat. Selain itu, halte-halte tersebut juga terlihat jarang digunakan oleh

pengguna angkutan kota. Bahkan, tiga dari delapan halte (Halte Ganesha 1 dan 2

serta Halte TMB Jalan Cikapayang) terlihat sangat tidak praktis untuk digunakan.
22

Jika dilihat dari standar yang telah ditetapkan oleh Dirjen Perhubungan Darat

melalui Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang

Umum, kedelapan halte di Kelurahan Lebak Siliwangi ini cukup memenuhi standar,

meskipun ada beberapa fasilitas yang belum dipenuhi, seperti rambu petunjuk di

beberapa halte. Oleh karena itu, kualitas halte-halte tersebut perlu diperbaiki agar

terjadi peningkatan jumlah pengguna halte-halte tersebut.

3.2 Pemanfaatan Halte di Kelurahan Lebak Siliwangi

Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan halte di Kelurahan Lebak Siliwangi,

penulis membagikan kuesioner online yang dibagikan melalui media sosial.

Responden yang diutamakan dalam kuesioner ini adalah penduduk Kelurahan

Lebak Siliwangi sendiri dan/atau masyarakat daerah sekitar yang sering

beraktivitas di kawasan Lebak Siliwangi, sebagai contoh, masyarakat yang

berdomisili kerja di Lebak Siliwangi atau pelajar dan mahasiswa yang bersekolah

di kawasan ini. Sebanyak 66 responden telah menjawab kuesioner ini.

Penulis menggolongkan responden menjadi dua kelompok, yaitu kelompok

yang sering menggunakan angkutan kota di Kelurahan Lebak Siliwangi dan

kelompok yang jarang menggunakannya. Untuk mengetahuinya, penulis bertanya

mengenai seberapa sering responden menggunakan angkutan kota dengan skala 1

untuk tidak pernah dan 5 untuk selalu.


23

25
21
20 18 18

15

10 8

5
1
0
Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering Selalu

Diagram 1 Frekuensi penggunaan angkutan kota oleh responden

Berdasarkan diagram di atas, 36 responden, atau 55 persen total responden, tidak

pernah atau jarang menggunankan angkutan kota. Sedangkan 30 responden lain,

atau 45 persen total responden, kadang-kadang, sering, atau selalu menggunakan

angkutan kota. Data dari pertanyaan pertama ini digunakan untuk melihat hubungan

antara penggunaan angkutan kota dan penggunaan halte, dimana idealnya pengguna

angkutan kota menggunakan halte sebagai tempat tunggu dan naik/turun kendaraan

umum.

Pada pertanyaan kedua, penulis bertanya tentang seberapa sering responden

menggunakan halte, baik sebagai tempat menunggu dan naik/turun angkutan umum

atau pribadi atau sekadar tempat duduk. Di pertanyaan ini, skala yang digunakan

sama dengan pertanyaan sebelumnya, yaitu skala 1 – 5, dengan 1 untuk tidak pernah

sampai 5 untuk selalu.


24

35

30
9
25

20

15
24 7
10
10
5
8 1 2
3 1
0 0
Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering Selalu

Pengguna Angkutan Umum Tidak Rutin Pengguna Angkutan Umum Rutin

Diagram 2 Frekuensi penggunaan halte oleh responden

Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa 35 responden yang terdiri dari 24

pengguna angkutan umum tidak rutin dan 9 angkutan umum rutin atau sekitar 53

persen total responden tidak pernah menggunakan halte. Di lain sisi, hanya 4

responden, atau 6 persen dari total responden yang sering atau selalu menggunakan

halte. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan halte di Kelurahan Lebak

Siliwangi sangat rendah.

Rendahnya penggunaan halte di Kelurahan Lebak Siliwangi disebabkan

oleh beberapa hal. Pada pertanyaan selanjutnya, penulis bertanya mengenai alasan

responden dalam menggunakan atau tidak menggunakan halte.


25

25
21
20 18

15 13

10 8

5 3 3

0
Kenyamanan Transportasi Kenyamanan Kebiasaan Tidak tahu ada Lainnya
baik lain buruk halte

Diagram 3 Alasan responden menggunakan/tidak menggunakan halte

Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa seluruh responden yang

memberikan alasan dalam menggunakan halte (13 responden; 20 persen total

responden) menyatakan bahwa kenyamanan, seperti letak yang dekat dari pusat

kegiatan dan keadaan halte yang cukup bersih menjadi alasan dalam penggunaan

halte, baik untuk menunggu angkutan umum maupun pribadi atau sekadar tempat

duduk atau beristirahat. Di lain sisi, 8 responden, atau 12 persen dari total

responden, menyatakan bahwa justru kenyamanan yang minim, seperti keadaan

halte yang gelap dan kurang terawat yang mencegah mereka menggunakan halte.

Berdasarkan pengamatan penulis pada bagian 3.1, memang ada beberapa halte di

kawasan Lebak Siliwangi yang tidak layak pakai, seperti Halte Ganesha 1 dan 2.

Adapun sebagian besar responden (21 responden; 31 persen total responden) yang

menyatakan alasan tidak menggunakan halte berpendapat bahwa adanya moda

transportasi lain, seperti ojek online, kendaraan pribadi, atau berjalan kaki, menjadi

alasan mengapa mereka tidak menggunakan halte. Bahkan, 3 responden tidak


26

menggunakan halte karena sudah terbiasa tidak menggunakan halte saat naik/turun

kendaraan dan 3 responden lain tidak mengetahui adanya halte. Oleh karena itu,

dibutuhkan peningkatan kualitas halte agar terjadi peningkatan penggunaan halte,

baik oleh pengguna angkutan kota secara rutin maupun masyarakat sekitar yang

bukan pengguna rutin angkutan umum.

3.3 Opini Masyarakat terhadap Kondisi Halte di Kelurahan Lebak

Siliwangi

Pada pertanyaan selanjutnya, penulis bertanya mengenai opini masyarakat

sekitar terhadap kondisi halte. Responden memberikan nilai bintang (star rating)

terhadap kondisi halte di Kelurahan Lebak Siliwangi pada pertanyaan ini dengan

skala 1 – 5, yaitu bintang 1 untuk kondisi yang sangat buruk sampai bintang 5 untuk

kondisi yang sangat baik.

35
30
30

25

20
16
15
11
10
6
5 3

0
★ ★★ ★★★ ★★★★ ★★★★★

Diagram 4 Penilaian kualitas halte oleh responden


27

Berdasarkan diagram di atas, 30 responden, atau 46 persen dari seluruh responden,

memberi nilai 3 bintang pada kualitas halte di Lebak Siliwangi. Salah satu alasan

yang mendasari pemberian nilai tersebut adalah kondisi halte yang cukup terawat.

Sebanyak 22 responden, atau 33 persen dari seluruh responden, memberi nilai 4

bintang ke atas, antara lain dengan alasan adanya papan informasi yang jelas, desain

halte yang cukup baik, dan tempat duduk yang cukup memadai. Namun, 14

responden, atau 21 persen dari seluruh responden, memberi nilai kurang dari 3

bintang untuk halte-halte di Lebak Siliwangi. Hal ini disebabkan antara lain karena

keadaan beberapa halte yang buruk dan adanya halte yang digunakan tidak

semestinya, seperti tempat berjualan. Secara umum, rata-rata nilai kondisi halte di

Kelurahan Lebak Siliwangi adalah 3,2 dari 5 bintang. Hal ini menunjukkan bahwa

meskipun kualitas halte di Lebak Siliwangi sudah cukup baik, kondisi halte-halte

tersebut masih perlu ditingkatkan agar kenyamanan para pengguna halte juga

meningkat.

3.4 Upaya Peningkatan Kualitas Halte di Kelurahan Lebak Siliwangi

Untuk meningkatkan kualitas halte, penulis menjajak pendapat para

responden dengan memberikan beberapa pilihan fasilitas tambahan yang dapat

ditambahkan di sebuah halte. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain tempat duduk

tambahan, charging station (tempat pengisi daya yang dapat digunakan oleh

masyarakat umum), WiFi, vending machine, atau renovasi total. Responden diberi

kebebasan untuk memilih lebih dari satu fasilitas tambahan dan/atau memberi

alternatif lain.
28

50 47
45 41
40 37
34
35
30 28

25
20
15
10
4
5
0
Renovasi total Charging station Tempat duduk Wi-Fi Vending Lainnya
tambahan machine

Diagram 5 Fasilitas tambahan halte yang diinginkan responden

Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa 71 persen dari seluruh

responden, atau 47 responden, menginginkan renovasi total dari halte-halte di

kawasan Lebak Siliwangi. 41 responden (62 persen seluruh responden)

menginginkan adanya penambahan charging station di halte-halte tersebut. 37

responden (56 persen dari seluruh responden) menginginkan adanya penambahan

tempat duduk di halte. Fasilitas tambahan yang juga diinginkan oleh responden

adalah Wi-Fi (52%) dan vending machine (42%).

Sebagai pertimbangan lain, penulis juga membandingkan biaya pengadaan

fasilitas-fasilitas tambahan tersebut. Perkiraan biaya pengadaan fasilitas-fasilitas

tersebut dijelaskan pada tabel berikut.


29

TABEL 1

PERKIRAAN BIAYA PENGADAAN FASILITAS HALTE

Fasilitas Perkiraan Rentang Biaya (Rp)

Vending Machine 6.855.000,00 – 113.299.000,00

Charging Station 650.000,00

Wi-Fi (per bulan) 200.000,00 – 500.000,00

Bangku (per 2 unit) 1.440.000,00

Renovasi Halte 600.000.000,00 (maksimum)17

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa renovasi halte memakan

biaya yang paling besar. Namun, biaya renovasi halte yang dicantumkan di tabel di

atas adalah biaya total renovasi, yang mungkin mencakup fasilitas-fasilitas di atas.

Meskipun 71% dari seluruh responden menginginkan renovasi halte, hal tersebut

kurang dimungkinkan karena mahalnya biaya renovasi halte itu sendiri. Tetapi,

diperlukan penambahan teluk bus di beberapa halte dengan frekuensi angkutan

umum yang cukup tinggi, seperti Halte Taman Sari (Bonbin) dan Sabuga ITB,

karena adanya angkutan kota yang berhenti sembarangan di depan halte sering

membuat kemacetan cukup parah di Jalan Tamansari. Selain itu, dibutuhkan juga

penambahan papan informasi di setiap halte agar semua calon penumpang

mengetahui trayek angkutan kota apa yang melintasi halte tersebut. Oleh karena itu,

17
Pikiran Rakyat, 2011, “Kota Bandung Bangun 32 Shelter TMB Senilai Rp 13,5 Miliar”, Pikiran
Rakyat (URL: http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2011/02/08/134669/kota-bandung-
bangun-32-shelter-tmb-senilai-rp-135-miliar), diakses pada 2 Mei 2018.
Data dalam artikel ini kemudian dikonversi dengan menghitung inflasi yang terjadi pada kurun
waktu 2011 – 2018.
30

renovasi halte dapat dilakukan, tetapi hanya dengan memberi teluk bus di beberapa

halte yang ramai dan papan informasi mengenai trayek angkutan kota yang

melewati halte tersebut di setiap halte. Untuk menjaga kebersihan, diperlukan pula

tempat sampah di setiap halte.

Adapun fasilitas-fasilitas lain yang paling diinginkan oleh responden adalah

charging station dan tempat duduk tambahan. Melihat cukup rendahnya biaya

pengadaaan charging station, maka fasilitas charging station dapat ditambahkan ke

setiap halte di kawasan Lebak Siliwangi. Adapun tempat duduk tambahan hanya

perlu ditambahkan ke beberapa halte yang memiliki jumlah tempat duduk yang

kurang, sebagai contoh, Halte Taman Sari 1. Namun, penambahan fasilitas-fasilitas

ini harus didampingi dengan kesediaan masyarakat sekitar dalam menjaganya. Jika

fasilitas-fasilitas ini tidak dijaga dengan baik, maka besar kemungkinan dalam

jangka waktu panjang maupun pendek fasilitas-fasilitas tambahan yang telah

disediakan ini rusak kembali sehingga tidak dapat lagi digunakan. Selain itu, perlu

juga dilakukan pemeliharaan setiap jangka waktu tertentu agar kondisi fasilitas-

fasilitas tambahan ini tetap terjaga, sehingga masyarakat pengguna angkutan umum

tertarik untuk menggunakan halte sebagai tempat naik/turun dan menunggu

angkutan umum.
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Berdasarkan analisis pada sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa upaya peningkatan kualitas halte di Kelurahan Lebak Siliwangi adalah

a. merenovasi halte dengan memperbaiki halte-halte yang rusak, memberi teluk

bus di Halte Taman Sari (Bonbin) dan Sabuga ITB dan memberi papan

informasi trayek angkutan kota di setiap halte serta tempat sampah,

b. memberi charging station di setiap halte dan penambahan bangku di halte yang

memiliki bangku yang kurang, dan

c. melakukan pemeliharaan setiap jangka waktu tertentu.

Dengan meningkatnya kualitas halte di Kelurahan Lebak Siliwangi, diharapkan

terjadi peningkatan frekuensi penggunaan halte oleh pengguna angkutan kota,

sehingga angkutan kota tidak lagi berhenti di sembarang tempat dan menyebabkan

kemacetan.

4.2 Saran

Penulis menyarankan kepada pengguna angkutan umum di Kelurahan

Lebak Siliwangi untuk mulai menggunakan halte sebagai tempat tunggu dan tempat

naik/turun kendaraan untuk menciptakan kebiasaan baik sehingga kelak angkutan

kota tidak lagi berhenti di sembarang tempat untuk sekedar menaikkan/menurukan

atau menunggu penumpang. Selain itu, kepada masyarakat yang tinggal atau sering

31
32

beraktivitas di sekitar halte, penulis menyarankan untuk turut serta menjaga

keadaan halte yang telah ada, baik dengan menjaga kebersihannya (tidak

membuang sampah di sekitar halte) maupun menjaga keutuhan fasilitas-fasilitasnya

(tidak melakukan vandalisme).

Bagi pemerintah, penulis menyarankan untuk meningkatkan kualitas halte

agar sesuai standar yang berlaku. Ada baiknya pemerintahan menggunakan solusi

yang penulis tawarkan pada karya tulis ini dengan melakukan kajian lebih lanjut

terlebih dahulu. Selain itu, penulis juga berharap pemerintah untuk melakukan

sosialisasi kepada masyarakat mengenai penggunaan halte terutama bagi siswa

yang mengikuti pendidikan dasar untuk membentuk kebiasaan baik seperti tidak

naik/turun angkutan umum di sembarang tempat. Selain itu, penulis berkeinginan

pemerintah dapat dengan tegas menindak siapa saja yang melakukan vandalisme di

halte.
DAFTAR PUSTAKA

Warpani, Suwardjoko. 1990. Merencanakan Sistem Perangkutan. Bandung:

Penerbit ITB.

…………….. 2002. Pengelolaan Lalu Lintas dan Pengangkutan Jalan. Bandung:

Penerbit ITB.

Irwandi, Nurhasanah Dewi dan Susanto, Agus. 2015. “Evaluasi Fungsi Halte

sebagai Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum Yang Maksimal

(Studi Kasus Rute Depok – Sudirman)” dalam Prosiding Seminar Nasional

FMIPA – UT, 2015.

Maharoesman, Iskandar Yusuf. 2009. “Dampak ‘Killing Time’ Angkutan Kota pada

Waktu Peak Hour Kasus Beberapa Ruas Jalan di Kota Bandung” dalam ITB

Journal Vol. 20 No.3, 2009.

Lembaga Negara RI. Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

…………….. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan

Direktur Jenderal Perhubungan Darat. 1996. Pedoman Teknis Perekayasaan

Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum. Departemen

Perhubungan.

Badan Pusat Statistik Kota Bandung. 2015. Coblong dalam Angka 2015. BPS Kota

Bandung.

33
34

Wahyudi, M. Zaid. “Hampir 54 Persen Penduduk Indonesia Tinggal di Kot.”

https://nasional.kompas.com/read/2012/08/23/21232065/%20Hampir.54.P

ersen.Penduduk.Indonesia.Tinggal.di.Kota. Diakses pada 30 April 2018.

“Kota Bandung Bangun 32 Shelter TMB Senilai Rp 13,5 Miliar.” Pikiran Rakyat.

8 Februari 2018. <http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-

raya/2011/02/08/134669/kota-bandung-bangun-32-shelter-tmb-senilai-rp-

135-miliar> Diakses pada 2 Mei 2018.

Bharathmeister. The bus bay in IT corridor. 10 September 2009. Wikimedia

Commons. <

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:The_bus_bay_in_IT_corridor.JP

G> Diunduh pada 3 Mei 2018.


LAMPIRAN

35
LAMPIRAN A

DAFTAR PERTANYAAN KUESIONER

Penjelasan:

Kelurahan Lebak Siliwangi adalah salah satu

kelurahan di Kota Bandung yang dibatasi:

a. Jalan Siliwangi di bagian Utara,

b. Jalan Ir.H. Juanda di bagian Timur,

c. Jalan Layang Pasupati di bagian Selatan,

dan

d. Sungai Cikapundung dan Jalan Plesiran di

bagian Barat.

Terdapat delapan buah halte di Kelurahan

Lebak Siliwangi, yaitu Halte Ganesha 1 dan 2, Taman Sari 1, Taman Sari (Bonbin),

Taman Sari (ITB), Taman Sari (Baksil), Sabuga ITB, dan Halte TMB Cikapayang.

1. Seberapa sering Anda menggunakan angkutan umum di Kelurahan Lebak

Siliwangi?

(Penilaian skala 1 – 5, 1 untuk tidak pernah, 5 untuk selalu)

2. Seberapa sering Anda menggunakan halte di Kelurahan Lebak Siliwangi?

(Penilaian skala 1 – 5, 1 untuk tidak pernah, 5 untuk selalu)

3. Apa alasan Anda dalam menggunakan/tidak menggunakan halte di Kelurahan

Lebak Siliwangi, Kota Bandung?

36
37

(Isian wajib)

4. Menurut Anda, seberapa baik kualitas halte di Kelurahan Lebak Siliwangi, Kota

Bandung?

(Penilaian bintang skala 1 – 5, bintang 1 untuk sangat buruk, bintang 5 untuk

sangat baik)

5. Apa pendapat Anda terhadap kualitas halte di Kelurahan Lebak Siliwangi, Kota

Bandung?

(Isian bebas)

6. Menurut Anda, apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas halte di

Kawasan Lebak Siliwangi, Kota Bandung?

(Pilihan wajib, boleh pilih lebih dari satu pilihan)

a. Penambahan jumlah tempat duduk

b. Penambahan charging station

c. Penambahan Router WiFi

d. Penambahan Vending Machine

e. Renovasi desain halte

f. Lainnya

7. Apa harapan Anda terhadap kualitas halte di Kawasan Lebak Siliwangi, Kota

Bandung?

(Isian bebas)
38

LAMPIRAN B

DAFTAR JAWABAN KUESIONER


39
40

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rizky Agung Nugraha

NIM : 16617334

Tempat, tanggal lahir : Tasikmalaya, 04 Januari 2000

Golongan darah :B

Alamat : Perumahan Permata Safira blok E4 No. 03

Sepang, Ciracas, Serang, Banten

Agama : Islam

Hobi : Membaca

No. telepon : 082112165083

Email : rizkyan2000@gmail.com

Riwayat Pendidikan

TK : TK Tunas Bangsa, Medan (2003 – 2005)

SD : SD Muhammadiyah 02, Medan (2005 –

2007)

SD Muhammadiyah Serang (2007 – 2011)

SMP : SMPN 1 Kota Serang (2011 – 2014)

SMA : SMAN 1 Kota Serang (2014 – 2017)

Organisasi : Pengurus ROHIS SMAN 1 Serang (2014 –

2016)
41

Nama : Rifqi Sulistio

NIM : 16617339

Tempat, tanggal lahir : Bandung, 06 Desember 1998

Golongan darah :B

Alamat : PPI Blok CC4 no. 8

Pekayon Jaya, Bekasi, Jawa Barat

Agama : Islam

Hobi : Membaca

No. telepon : 085222066555

Email : rifqisulis@gmail.com

Riwayat Pendidikan

TK : TK Assalaam, Bandung (2003 – 2005)

SD : SD Assalaam, Bandung (2005 – 2008)

SDI Darussalam, Bekasi (2008 – 2011)

SMP : SMP Labschool Cibubur (2011 – 2014)

SMA : SMA Labschool Jakarta (2014 – 2017)

Organisasi : Pengurus MPK SMP Labschool Cibubur

(2012 – 2013)

Pengurus MPK SMA Labschool Jakarta

(2014 – 2016)
42

Nama : Aziz Gandhi Sopano

NIM : 16617414

Tempat, tanggal lahir : Pandan, 20 Juni 1999

Golongan darah :A

Alamat : Perum BTN Aek Tolang Indah BLOK AA

No. 26 B

Pandan, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara

Agama : Islam

Hobi : Bermain badminton, futsal

No. telepon : 082317333070

Email : gandhiaziz20@gmail.com

Riwayat Pendidikan

TK : TK Bina Ikhwan, Pandan (2003 – 2005)

SD : SD Aksara Indah, Pandan (2005 – 2007)

SMP : SMPN 2 Pandan Nauli (2011 – 2014)

SMA : SMAN 1 MATAULI, Pandan (2014 –

2017)

Organisasi : Pengurus OSIS SMAN 1 MATAULI

(2014-2016)
UCAPAN TERIMA KASIH: EMPAT BULAN BERSAMAMU

Di Rabu pagi, tiada henti kami kelimpungan

1,2 dimetil pentosa, normal formaldehida, dihidrogen oksida,

Menyerang tiada henti otak kami yang sudah tiada encer lagi

Satu putaran jarum jam berlalu, datang dirimu di pintu kelas kami

Menenteng tas hitam sembari melayangkan pandang tajam matamu

Menghentak langkah seraya meraih penghapus hitam

TAK! TAK! TAK!

Lima menit berlalu, berdiri tegak dirimu di depan papan tulis kami

Menggurat kapur putih di hijau papan tulis

Mencurahkan lautan ilmu tanpa pamrih

Kami yang terdiam, terpaku seketika

Kami yang tertidur, terbangun seketika

Kami yang pikirannya kemana-mana?

Didatangi olehnya sembari dihujani beribu tanda tanya yang tercetak tebal,

NAON? NAON? NAON?

Dua jam berlalu, kau tinggalkan kelas kami

Membawa hitam tas jinjingmu seraya melangkah keluar


Meninggalkan kesan dalam di setiap sanubari kami

Ah, selesai juga pelajaran Pak Amas ini!

Lima belas pertemuan berlalu

Kertas absen putih bertutup merah sudah terisi penuh tanda tangan kami

Buku kuning TTKI sudah tercoret penuh tulisan kami

Engkau terduduk, melempar senyum yang menyapu kelas kami

Kami terdiam, menatap sesosok manusia yang melempar senyum kepada kami

Bagai pusaran angin yang berputar, bertukar pula rasa dalam hati kami

Kami yang dahulu lega setelah langkahmu meninggalkan ruang kami,

kini hanya dapat terdiam, terpekur menafakkuri besarnya ilmu yang kau beri

Menyadari seberapa besar perjuanganmu berbagi kepandaian kepada kami,

yang berotak tiada lebih encer dari sebuah batu

Setelah langkahmu meninggalkan kelas kami ke lima belas kalinya,

Biarlah diri kami berbisik ke tiup hawa di GKU Barat ini,

Terima kasih empat bulan terbaiknya,

Bapak Amas Suryadi,

Yang cinta pada namanya turut abadi bersama ilmu yang engkau bagi.

Anda mungkin juga menyukai