Anda di halaman 1dari 8

ETIKA SOSIAL DAN CITRA

POSITIF
NAMA TIM PENYUSUN : FADHLIL ULUM A.R

1. ETIKA SOSIAL
1.1 Pengertian dan Konsep Etika
Istilah “etika” berasal dari kata “ethos” bahasa Yunani, dalam bentuk tunggal
kata tersebut mempunyai banyak arti: tempat tinggal biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir.
Bentuk jamak “ethos”, yaitu “ta etha” berarti adat kebiasaan. Arti terakhir
tersebut menjadi latar belakang terbentuknya istilah “etika” yang digunakan oleh
filsuf besar Yunani Aristoteles (384-322 SM) untuk menunjukkan filsafat moral.
Jadi, secara etimologis “etika” berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan, atau
ilmu tentang adat kebiasaan. Akan tetapi, penelusuran arti etimologis tidak cukup
untuk memahami konsep yang dimaksudkan dengan istilah “etika” (Bertens,
2005: 4).
Jika ditinjau secara terminologis, pengertian “etika” dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Kebudayaan, 1988) mengacu pada
tiga arti: 1. ilmu tentang apa yang baik dan buruk, serta tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak), 2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak, dan 3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat. Berdasarkan penjelasan kamus tersebut, kita dapat membedakan
tiga arti istilah “etika” sebagai berikut. Pertama, kata “etika” dapat dipakai dalam
arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang
berbicara tentang “etika suku-suku Indian”, “etika Confusian”, “etika Protestan”
(ingat buku terkenal Max Weber, The Protestant Ethics and the Spirit of
Capitalism), maka tidak dimaksudkan “ilmu”, melainkan arti pertama ini. Secara
singkat, arti ini dapat dirumuskan sebagai “sistem nilai” yang dapat berfungsi
dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial. Kedua, “etika” juga
berarti: kumpulan asas atau nilai moral. Ketiga, “etika” mempunyai arti: ilmu
tentang baik atau buruk. Etika akan menjadi ilmu, bila kemungkinan-
kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai apa yang dianggap baik dan buruk)
yang serta-merta diterima dalam suatu masyarakat – sering kali tanpa disadari –
menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika dalam
hal ini berpadanan arti dengan filsafat moral.

1.2 Konsep Etika Sosial

Etika sosial adalah sebuah konsep yang berkaitan dengan perilaku moral
individu serta realitas kolektif mereka dan kombinasi individualitas mereka. Ini
semua adalah aturan perilaku yang harus dimiliki orang untuk dapat hidup damai
dengan orang lain, menghormati integritas fisik dan moral mereka sendiri dan
orang lain. Artinya, ini tentang perilaku yang diinginkan secara sosial yang harus
dilakukan dalam masyarakat sehingga ini adalah ruang yang baik untuk hidup
berdampingan.

Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia, baik secara


perorangan dan langsung maupun secara bersama dan dalam bentuk
kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap pandangan-
pandangan dunia dan ideologi, sikap dan pola perilaku dalam bidang kegiatan
masing-masing, maupun tentang tanggung jawab manusia terhadap makhluk
hidup lainnya serta alam semesta pada umumnya.
2. Konsep Interaksi Sosial
2.1 Teori Interaksi Sosial

Menurut Wulandari, bentuk umum dari sebuah proses sosial adalah interaksi
sosial, dan arena bentuk-bentuk lain dari proses sosial hanyalah sebuah bentuk-
bentuk khusus dari sebuah interaksi. Dengan begitu yang dapat disebut proses
sosial, hanyalah interaksi sosial itu sendiri. Interaksi sosial adalah kunci dari
semua kehidupan sosial, tanpa adanya interaksi sosial tidak akan mungkin ada
kehidupan secara bersama-sama. Syarat utama dari adanya atau hadirnya
aktivitas-aktivitas sosial adalah adanya interaksi sosial (Wulandari).

Seorang sosiolog ternama dari Kanada, Erving Goffman berpendapat, bahwa


masyarakat pun terbentuk karena adanya interaksi diantara anggotanya. Karena
tanpa adanya interaksi makan akan sulit memahami dunia sosial. Pada titik ini,
interaksi adalah tindakan yang terletak pada tataran praktis, bukan sekadar
teoritis (sosiologis.com, 2017).

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan sosial yang dinamis dan
meliputi hubungan antar orang perorang, antar kelompok, maupun antar
perorangan dengan kelompok (Adnan & Anwar, 2020). Interaksi sosial dapat
berupa tegur sapa, saling berjabat tangan, bertengkar atau marah. Namun
interaksi sosial tidak hanya dilakukan secara langsung dengan berjabat tangan,
berbicara atau sebagainya, adanya respon dan isyarat sudah termasuk dalam
interaksi sosial (Soekanto dalam Harahap, 2020). Hal ini dikarenakan syarat dari
interaksi sosial adalah adanya kontak sosial (social contact) dan komunikasi.
Kontak sosial merupakan tindakan yang menimbulkan hubungan satu pihak
dengan pihak lainnya yang berupa percakapan, berjabat tangan atau bahasa
isyarat. Sedangkan komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi dari
satu pihak kepada pihak lainnya, baik secara verbal (berbicara) maupun non
verbal yaitu menggunakan bahasa isyarat, bahasa tubuh, kontak mata dan
ekspresi wajah. (Firdaus, Junaidin & Surip, 2020).

Sebagaimana konsep interaksi sosial tersebut di atas maka mahasiswa dalam


kehidupan kampus terutama bagi mahasiswa baru secara alamiah akan
membutuhkan sosilisasi sesuai fitrahnya sebagai makhluk sosial sehingga
terciptalah interaksi sosial di antara mereka. Selain karena kebutuhan dasar
tersebut, sebagai mahasiswa menuntut pula sosialisasi yang “ditugaskan” oleh
fakultas, misalnya beberapa mata kuliah yang mengharuskan ada pekerjaan
kelompok, diskusi kelompok dan beberapa kegiatan lainnya (Ninawati & Monika,
2018). Atas dasar hal tersebut, maka pola interaksi sosial di kalangan mahasiswa
seharusnya dapat lebih memiliki kualitas yang baik dikarenakan jenjang
mahasiswa adalah jenjang pendidikan tertinggi.

2.2 Interaksi Sosial Mahasiswa Unhas


Adapun ruang lingkup interaksi sosial Mahasiswa Unhas adalah bagaimana
seorang mahasiswa dapat menerapkan konsep etiak sosial dalam interaksi sosial
dengan universitas sendiri, dengan dosen, dalam kegiatan akademik, dengan
tenaga kependidikan, dengan sesame mahasiswa, dan dengan masyarakat. Dalam
interaksi sosial tersebut, mahasiswa Unhas dipedomani oleh Peraturan Senat
Akademik Universitas Hasanuddin Nomor: 2/UN4.2.2020. Peraturan ini akan
menjadi panduan etika mahasiswa dalam bersikap dan berperilaku yang di
dalamnya berisi garis-garis besar nilai moral dan norma yang mencerminkan
masyarakat kampus yang ilmiah, edukatif, kreatif, santun, dan bermartabat.
Pengejawantahan kode etik ini pada gilirannya diharapkan akan memberikan
hasil yang positif pada mahasiswa dalam bentuk karakter ke-Unhas-an yang
meliputi religiositas, integritas, inovatif, katalitis, arif, dan patriotik.
Tujuan kode etk ini adalah untuk menciptakan tata kehidupan kampus yang
kondusif, beriman dan bertakwa, berwatak akademis, berwawasan budaya
bangsa, bermoral Pancasila, berbasis benua maritim dan berkarakter manusiawi,
arif, religiusitas, integritas, tangguh, inovatif, dan mandiri, diperlukan suatu
standar perilaku sebagai dasar bersikap dan bertindak bagi mahasiswa.

3. Karakter Spesifik Mahasiswa Universitas Hasanuddin

Sebagaimana tujuan penyelenggaraan pendidikan untuk menghasilkan insan


cendekia yang berkarakter mulia, maka Universitas Hasanuddin dengan
mendasarkan pada statuta-nya menyusun suatu pola penyelenggaraan
pengembangan karakter dan soft-skills mahasiswa Universitas Hasanuddin.
Pengembangan karakter mahasiswa Unhas ini dimaksudkan untuk memicu
kreativitas dan mengembangakan kemampuan dan belajar serta kemampuan
interaksi sosial dalam kehidupan kampus.
Mahasiswa Unhas diharapkan dapat menjadi insan cendekia yang memiliki
integritas, inovatif, katalitis, arif, dan berjiwa patriotik. Hal ini telah dituangkan
melalui peraturan Rektor Unhas Nomor 17/UN4.1/2022 dan dijabarkan sebagai
berikut:

• Religiositas adalah kepedulian dan penghormatan kepada orang lain dan


lingkungan sosial di sekitarnya berdasarkan nilai-nilai agama yang dianutnya.
• Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur.
• Inovatif adalah kreativitas menyentuh dinamika lingkungan eksternal dan
memenuhi kebutuhan masyarakat.
• Katalitis adalah peran agar setiap perubahan berlangsung menuju tujuannya
dengan mulus, efektif dan efisien.
• Arif adalah cerminan dari kualitas tindakan dalam mengungkapkan persepsi
dan konsepsi yang berlanjut pada penyusunan aksi untuk memperkuat
karakter kemandirian baik secara individu maupun kolektif.
• Patriotik adalah prinsip yang mencerminkan kecintaan terhadap kelompok
atau bangsa dan kesediaan untuk menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
Standar interaksi sosial mahasiswa Universitas Hasanuddin selanjutnya harus
muncul dalam bentuk satu kesatuan sikap yang menunjukkan karakter spesifik yang
kuat berlandaskan etika yang meliputi enam karakter utama di atas.. Karakter tersebut
nantinya akan menjadi citra positif bagi mahasiswa Unhas dan Unhas itu sendiri.

4. CITRA POSITIF
4.1 Konsep Citra Diri

Citra diri atau self image merupakan gambaran umum tentang diri sendiri
yang ingin ditampilkan atau diperlihatkan agar mendapat penilaian atau
penghargaan dari orang lain dan lingkungan disekitarnya. Citra tersebut merupakan
penilaian seseorang atas suatu objek (Rarasingtyas & Maturbongs, 2019). Menurut Fitria
dan Herlinda, citra diri sendiri yakni gambaran umum tentang diri sendiri atau
pandangan yang kita buat untuk diri kita sendiri, mungkin citra diri ini tidak sama
dengan kenyataan yang terjadi tetapi kita meyakininya (Zakirah, 2018). Sedangkan
Suneki dan Haryono mengungkapkan, citra diri dalam kehidupan menurut teori
Dramaturgi Goffman adalah ibarat teater, interaksi sosial yang mirip pertunjukan
drama, yang menampilkan peran. Dalam memainkan peran, kita menggunakan bahasa
verbal dan perilaku non verbal dan mengenakan atribut tertentu. Kehidupan sosial
dibagi menjadi wilayah depan (front region) yang merujuk peristiwa sosial bahwa
individu bergaya menampilkan perannya dan wilayah belakang (back region) yang
merujuk tempat dan peristiwa yang memungkinkan mempersiapkan perannya di
wilayah depan. Panggung depan dibagi menjadi dua yaitu ; front pribadi (personal front)
dan setting atas alat perlengkapan (Suneki & Haryono, 2017).

4.2 Pembentukan Citra Positif

Proses pembentukan citra atau kesan terhadap suatu obyek atau organisasi atau
individu tertentu termasuk pada kelompok mahasiswa melibatkan empat komponen
penting dalam diri seorang individu yang meliputi : 1) persepsi, 2) kognisi, 3) motivasi,
dan 4) sikap. Walter Lipman, seorang pakar psikologi sosial, menyebut empat rangkaian
tersebut dengan istilah picture in our head. Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan
terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Individu
akan memberikan makna terhadap rangsangan berdasarkan pengalaman mengenai
rangsangan tersebut. Persepsi atau pandangan individu akan positif apabila informasi
yang diberikan oleh rangsangan dapat memenuhi kognisi individu. Kognisi yaitu suatu
keyakinan diri dari individu terhadap stimulus. Keyakinan akan timbul apabila individu
telah mengerti rangsangan tersebut, sehingga individu harus diberikan informasi-
informasi yang cukup yang dapat mempengaruhi perkembangan kognisinya.
Selanjutnya, motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong
keinginannya melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.
Sedangkan sikap, adalah kecendrungan bertindak, berpersepsi, berpikir guna
menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan
kecendrungan untuk berperilaku dengan cara tertentu. Sikap menentukan apakah
seseorang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai,
diharapkan dan diinginkan. Sikap pun mengandung aspek evaluatif artinya mengandung
nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Yang paling penting pula, sikap ini juga
dapat diperteguh, atau pun diubah (Gani, 2015).
Dengan memahami konsep citra diri dan pembentukan citra positif, maka
mahasiswa Unhas akan menyadari bahwa citra tersebut akan hadir melalui empat
komponen penting yang tadi telah dijelaskan yang terwujudkan melalui satu komponen
integral karakter yang kuat dan mewakili karakter Universitas Hasanddin secara utuh.

REFERENSI:
Caesari dkk (2013). “Kuliah Vs Organisasi Studi kasus mengenai strategi belajar pada
mahasiswa yang aktif dalam organisasi mahasiswa pecinta alam Universitas Diponegoro.
Jurnal Psikologi UNDIP, XII (2), 164-175
Cahyono, AS. (2012). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat di
Indonesia. 140-157. Datta, D., Datta, PP. and Majumdar, KK. (2015). Role of Social Interaction
on Quality of Life. National Journal Of Medical Research (NJMR). Vol. 5, Issue 4, Oct-Dec 2015;
290-292
Ninawati, Monika (2018). Interaksi Sosial pada Mahasiswa Peserta Mabinmaba 2017. Jurnal
Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, Vo.2 No.2: 575-586
Peraturan Senat Akdemik Universitas Hasanuddin (2020). Kode Etik Mahasiswa Universitas
Hasanuddin
Peraturan Rektor Universitas Hasanuddin (2022): Penyelenggaraan Pengembangan
Karakter dan Soft Skills Mahasiswa Universitas Hasanuddin

Rejeki S., Komalawati E., Indriyanti P.. (2020). “Penggunaan Instagram terhadap Citra Diri
Mahasiswa” Jurnal Lugas, Vol 4 No 2: 105-1.
Sartika dkk. (2016). Interaksi Sosial Kepengurusan Organisasi Himpunan Mahasiswa
Sosiologi (HIMSOS) Periode 2014-2015
sosiologis.com. (2017, Deember 6). Interaksi Sosial: Pengertian dan Contohnya. Retrieved
from sosiologis.com: http://sosiologis.com/interaksi-sosial
Wulandari, T. A. (n.d.). Materi Pengantar Sosiologi, onesearch.id

Anda mungkin juga menyukai