Anda di halaman 1dari 5

6

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Nomenklatur Bahan Pakan

Istilah nomenklatur berasal dari bahasa latin yaitu Nomenklatural yang berarti tata
nama atau penamaan. Pengertian nomenklatur sering disamakan artinya dengan
klasifikasi. Nomenklatur adalah penamaan yang merupakan alat untuk melakukan
komunikasi antara para ahli biologi, sedangkan klasifikasi adalah suatu hal yang
berhubungan dengan materi biologi. Nomenklatur harus mempunyai kata – kata dan arti
yang sama atau hakekatnya stabil dan seragam (Burhanuddin, 2012).

Hijauan adalah makanan utama dalam ransum ternak ruminan. Fungsi utama
hijauan ini selain sebagai pengisi adalah sumber serat yang cukup untuk bahan baku
fermentasi di rumen. Sumber hijauan utama berasal dari keluarga rumput – rumputan,
sebagian lainnya dari keluarga leguminosa dan tanaman lain. Penyediaan hijauan secara
konvensional diperoleh dari rumput budidaya, misalnya rumput raja dan rumput
lapangan (Budiman, dkk, 2009).

Pakan adalah bahan yang dapat dimakan dan menyediakan zat pakan untuk
ternak. Bahan baku pakan adalah satu bagian komponen atau suatu kombinasi atau
campuran suatu pakan, mempunyai nilai nutrisi maupun tidak dalam pakan ternak,
termasuk pakan tambahan, bahan berasal dari tanaman, hewan, atau hewan air atau
bahan organik atau anorganik lain. Bahan pakan adalah satu atau beberapa macam
bertujuan untuk dibuat pakan atau diberikan langsung kepada hewan (Layska dan
Nurhajati, 2013).

3.2 Pengenalan Alat

Pengenalan alat secara umum mencakup spesifikasi alat, prinsip kerja, dan
kegunaan alat. Setiap alat memiliki nama yang menunjukkan karakteristik alat tersebut.
Penamaan alat – alat yang berfungsi mengukur biasanya diakhiri dengan kata “meter”,
misalnya termometer, pH meter, atmometer, anemometer, dan lux meter. Peralatan alat
sangat diperlukan dalam mengumpulkan data atau informasi terutama data kuantitatif
(Yusa, dkk, 2010).
7

Pengenalan alat mencakup semua instrumen laboratorium sebagai pendukung


langsung dalam menganalisi bahan pakan. Pengenalan alat dan pengetahuan cara
pemakaian harus dipahami agar diperoleh hasil yang tepat. Cara pokok dalam perlakuan
umum yang sering dijumpai dalam laboratorium agar memperoleh hasil analisa yang
benar, antara lain dilakukan pengenalan mengenai alat - alat laboratorium dan cara
penggunaannya (Sudarmadji, 1997).

Kegunaan alat – alat dapat dikenali dari bentuk dan nama alatnya. Penggunaan
alat – alat praktikum harus sesuai dengan fungsinya. Pengetahuan tentang fungsi setiap
alat – alat laboratorium sangat penting untuk menunjang keakuratan hasil yang didapat
dan untuk kelancaran jalannya suatu praktikum dengan meminimalisir terjadinya
kecelakaan (Astuti, 2009).

3.3 Uji Fisik Bahan Pakan

Bahan pakan yang diberikan kepada ternak sangat berpengaruh terhadap


pencernaan bahan pakan secara spesifik maka diadakan uji fisik. Uji fisik ini untuk
mencegah penggunaan bahan pakan yang berbahaya bagi ternak. Bahan pakan
mempunyai sifat fisik yaitu sudut tumpukan, berat jenis, daya ambang, hidroskopis, luas
permukaan spesifik, kerapatan tumpukan dan kerapatan padatan tumpukan (Khalil,
1997).

Teknologi yang dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan kualitas mutu pakan,
memudahkan penyimpanan, serta dapat disimpan dalam waktu relatif lama yaitu dibuat
dalam bentuk wafer. Wafer ransum komplit merupakan suatu bentuk pakan yang
memiliki bentuk fisik kompak dan ringkas sehingga diharapkan dapat memudakan dalam
penanganan dan transportasi. Wafer juga memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan
menggunakan teknologi yang relative sederhana sehingga mudah diterapkan (Triyanto,
dkk, 2013).

Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan mennjatuhkan bahan sebanyak


500 gram pada ketinggian tertentu melalui corong pada bidang datar. Alas yang
digunakan kertas karton berwarna putih. Sudut tumpukan bahan ditentukan dengan
mengukur diameter dasar (d) dan tinggi tumpukan (t). Tinggi bahan diukur dengan
8

menggunakan jangka sorong, panjang dan lebar bahan dikur dengan menggunakan mistar
(Saenab, dkk, 2010).

3.4 Analisis Proksimat

Analisis kandungan proksimat terdiri atas uji kadar air, kadar abu, kadar protein
kasar, kadar lemak kasar, kadar serat kasar. Uji kadar lemak menggunakan metode
soxhlet, uji kadar protein menggunakan metode kjeldahl, uji kadar karbohidrat
menggunakan metode by difference. Analisis proksimat mulai dikembangkan oleh
Wilhelm Hennberg dan asistennya Stohman pada tahun 1960 di Laboratorium Wende di
Jerman (Putri, dkk, 2015).

Analisis proksimat ditunjukkan untuk mengetahui presentase nutrien dalam pakan


berdasarkan sifat kimianya. Analisis proksimat banyak digunakan untuk menentukan
kualitas pakan karena prosedurnya mudah dan relatif murah. Pakan ternak yang baik
umumnya mempunyai kandungan air 10 – 12%, protein 25 – 40%, karbohidrat 10 – 12%
dan lemak (Sugiyono, 2012).

Analisis proksimat adalah analisa dengan hasil yang hanya diperoleh mendekati

nilai yang sebenarnya, oleh karena itu untuk menunjukkan nilai dari sistem analisis

proksimat selalu dilengkapi dengan istilah minimum dan maksimum sesuai dengan

manfaat fraksi tersebut. Analisis proksimat digunakan untuk mengetahui kandungan gizi

dari suatu bahan pakan. Proksimat merupakan metode terdekat dalam menggambarkan

komponen zat gizi suatu bahan pakan (Kamal, 1998).

3.5 Gross energy (GE)

Efisiensi energi bruto dan neto merupakan suatu nilai nisbah (rasio) antara energi

dalam susu dengan energi yang dikonsumsi. Efisiensi energi neto yaitu energi yang

dikonsumsi dikurangi energi untuk kebutuhan hidup pokok. Penghitungan efisiensi energi

bruto dan dimaksudkan untuk mengetahui penggunaan energi oleh sapi perah menjadi

susu (Musnandar, 2011).


9

Energi dalam bahan pakan (energi bruto / groos energy) tidak semua dapat

digunakan oleh ternak, sebab tidak semua nutrien yang dikonsumsi ternak dapat dicerna

seluruhnya. Sebagian yang terdapat di dalam feses dan energi ini disebut sebagai energy

feses (fecal energy). Energi yang terdapat di dalam nutrien yang tercerna disebut energi

tercerna atau digestible energy (DE) (Purbowati, dkk, 2009).

Energi metabolis dari suatu bahan pakan adalah selisih antara kandungan energi

bruto (gross energy) dari bahan pakan dan energi yang hilang melalui ekskreta. Energi

metabolis suatu bahan pakan meningkat sejalan dengan meningkatnya pemberian bahan

pakan tersebut dalam ransum. Energi metabolis juga ditentukan oleh spesies dan strain

lemak. Faktor lain yang menentukan energi metabolis adalah daya cerna bahan pakan

atau ransum (Sukaryana, 2010).

3.6 Free Fatty Acid (FFA)

Pemakaian minyak goreng secara berulang dengan suhu panas yang tinggi akan

mengalami perubahan sifat fisikokimia (kerusakan minyak) seperti warna, bau,

meningkatknya bilangan peroksida dan asam lemak bebas (FFA), serta banyaknya

kandungan logam. Kerusakan minyak yang utama adalah karena peistiwa oksidasi, hasil

yang diakibatkan salah satunya adalah terbentuknya peroksida dan aldehid. Peroksida

dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki

dalam bahan pakan (Aisyah, dkk, 2010).

Meningkatnya kadar asam lemak bebas pada minyak goreng dikarenakan

penggunaan minyak goreng yang berulang – ulang, akibatnya minyak goreng tidak baik

untuk dikonsumsi. Kualitas dari minyak goreng ditentukan dari kadar asam lemak

bebasnya, oleh karena itu, perlu dilakukan penurunan kadar asam lemak bebas dalam
10

pembuatan sabun. Salah satu cara untuk penurunan kadar asam lemak bebas pada

minyak goreng bekas dengan menggunakan ampas tebu sebagai adsorben (Hajar dan

Mufidah, 2016).

Asam lemak bebas dan peroksida merupakan bagian dari parameter kualitas

minyak goreng. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisis.

Kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan berpengaruh terhadap kualitas produk

gorengan. Asam lemak dalam bahan pangan dengan kadar lebih dari 0,2% dari berat

lemak akan mengakibatkan flavor yang tidak diinginkan dan kadang – kadang dapat

meracuni tubuh (Nurhasnawati, dkk, 2015).

Anda mungkin juga menyukai