Anda di halaman 1dari 19

KECERNAAN NUTRIEN PADA KELINCI NEW ZEALAND

WHITE FASE BUNTING YANG DIBERI RANSUM KOMPLIT


MENGANDUNG DAUN KELOR (Moringa Oleifera Lamk)

PROPOSAL PENELITIAN
ADIH
D24150028

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS PETENAKAN
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
Jl. Agatis, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 Telp/Fax. (0251)8626213, 8628149
Web : http://intp.fapet.ac.id, E-mail : intp@ipb.ac.id

LEMBAR PENGESAHAN

Identitas Mahasiswa
Nama Lengkap Adih
Nomor Pokok Mahasiswa D24150028
Beban studi yang akan diambil pada 7 SKS
saat ini
Beban studi yang sudah diambil 139 SKS
Alamat di Bogor Jl. Soka No. 02, Perumahan Dosen
IPB, Dramaga Bogor 16680
Judul Penelitian Kecernaan Nutrien pada Kelinci New
Zealand White Fase Bunting yang
Diberi Ransum Komplit Mengandung
Daun Kelor (Moringa Oleifera Lamk)
Lokasi Penelitian Laboratorium Industri Pakan,
Laboratorium Pengolahan Bahan
Makanan Ternak, dan Kandang
Kelinci
Soka Farm House
Lama Penelitian 3 bulan
Proposal ini telah disetujui oleh pembimbing pada Maret 2019:

Mengetahui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, Mahasiswa,

Dr. Ir. Didid Diapari, MSi Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, Adih
NIP. 19620617 19902 1 001 MScAgr NIP. 19660705 199103 1 D24150028
003

Menyetujui,
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Sri. Suharti, SPt, MSi


NIP. 19741012 200501 2 002

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii
PENDAHULUAN...................................................................................................1
Latar Belakang.....................................................................................................1
Tujuan...................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................2
Kelinci New Zealand White..................................................................................2
Kebutuhan Nutrien Kelinci..................................................................................2
Saluran Pencernaan Kelinci..................................................................................3
Ransum Komplit...................................................................................................4
Moringa Oleifera..................................................................................................5
METODE.................................................................................................................6
Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................................6
Bahan dan Alat Percobaan...................................................................................6
Prosedur Penelitian...............................................................................................6
Formulasi Ransum............................................................................................6
Pembuatan Ransum..........................................................................................7
Analisi Proksimat..............................................................................................8
Pemeliharaan.....................................................................................................8
Koleksi Feses....................................................................................................9
Perlakuan............................................................................................................10
Analisis Data......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
JUSTIFIKASI ANGGARAN................................................................................11
JADWAL PENELITIAN.......................................................................................11

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kebutuhan nutrien pada kelinci.............................................................3


Tabel 2. Kebutuhan bahan kering kelinci............................................................3
Tabel 3. Kandungan nutrien tepung daun kelor...................................................5
Tabel 4. Susunan ransum penelitian....................................................................7
Tabel 5. Anggaran biaya......................................................................................13
Tabel 6. Jadwal kegiatan penelitian.....................................................................14

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Saluran pencernaan kelinci..................................................................5


Gambar 2. Diagram proses produksi pakan pelet.................................................8
Gambar 3. Sekema koleksi feses...........................................................................9
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelinci merupakan ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan


dengan ternak lainnya, sehingga kelinci saat ini sudah banyak dikembangkan di
berbagai daerah. Kandungan nutrien yang baik pada daging kelinci membuat
ternak ini mulai dilirik sebagai alternatif daging untuk gaya hidup yang sehat.
Bahkan, ternak kelinci dinilai mampu menjadi alternatif untuk diversifikasi
protein hewani. Daging kelinci berdasarkan bahan segarnya mempunyai
kandungan protein 20.8%, lemak 10.2%, dan kalori 7.3 MJ kg-1 (Bosco et al.
2001). Kelinci memiliki potensi produksi dan reproduksi yang baik. Hal ini
ditunjukkan dengan sifat kelinci yang politokus yaitu mampu menghasilkan anak
dalam jumlah banyak dalam satu kelahiran (4-12 ekor), kecepatan tumbuh dan
dewasa kelamin yang tinggi (4-5 bulan), interval kelahiran pendek (4-5 minggu),
penggemukannya relatif cepat (2 bulan setelah lepas sapih) (El-Raffa 2004), dan
dapat beranak 3-4 kali dalam setahun. Salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan usaha kelinci adalah pemberian pakan dengan pemenuhan nutrisi
yang baik dan efisien.
Pakan pada usaha ternak kelinci merupakan salah satu fakor yang paling
berpengaruh terhadap keuntungan yang didapat. Couletet (2015) dalam Maertens
et al (2016) melaporkan bahwa biaya pakan pada peternakan kelinci dapat
mencapai 55%-60% dari total produksi. Umumnya, pakan yang digunakan untuk
ternak kelinci adalah rumput segar, namun rumput segar dinilai belum dapat
memenuhi kebutuhan nutrisi kelinci serta kesediaanya yang semakin lama
semakin berkurang. Pakan kelinci dalam bentuk konsentarat saat ini telah banyak
digunakan. Namun, mahalnya bahan baku membuat harga pakan terus melonjak
tinggi salah satunya bungkil kedelai. Selain memiliki harga yang tinggi, bungkil
kedelai juga merupakan produk impor yang ketersediaanya semakin terbatas.
Alternatif subtitusi bungkil kedelai sudah banyak diteliti, namun banyak
diantaranya belum memberikan hasil yang efektif.
Kelor memiliki kandungan nutrien yang baik serta mengandung zat aktif
dan antioksidan yang lengkap, sehingga kelor dinilai mampu menjadi bahan baku
penyusun pakan kelinci. Okerek et al. (2013) menyatakan bahwa daun kelor
memiliki kandungan asam amino essensial yang cukup seimbang, seperti dalam
100g protein terdapat valin 3.36 g, treonin 4.38 g, isoleusin 2.33 g, leusin 5.22 g,
lysin 3.60 g, metionin 0.95 g, fenilalanin 4.26 g, dan histidin sebesar 3.36 g.
Selain itu, daun kelor juga memiliki beberapa jenis senyawa aktif seperti
flavonoid 3.56%, antraquinon 11.68%, alkaloid 3.07%, saponin 1.46%, steroid
3.21%, terpenoid
4.84%, glikosida 0.36%, antosianin 0.06%, tanin 9.36% dan karatenoid 1.16%
(Nweze and Nwafor. 2014).
Marhaeniyanto (2015) menyatakan bahwa pengunan 30% daun kelor dalam
pakan basal dapat meningkatkan produktifitas kelinci New Zealand White. Surni
(2016) menyatakan bahwa daun kelor dapat meningkatkan kemampuan
reproduksi kelinci jantan. Selain itu, pada kelor terdapat kandungan zat aktif dan
antioksidan yang diduga mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh,
reproduksi, dan produktifitas. Dibalik kandungan nutrien yang baik, kelor juga
mengandung antinutrisi yang cukup tinggi diantaranya dalam persen bahan kering
1
tanin 0.3%,

2
saponin 6.4%, asam phitat 2.3%, dan total phenol 2.7% (Astuti et al. 2005).
Antinutrisi dalam kelor dapat dikurangi melalui peroses pengeringan dan
pengolahan. Namun, dalam taraf tertentu antinutrisi masih dapat menimbulkan
efek negatif terhadap perkembangan ternak kelinci. Salah satu efek negatif dari
antinutrisi yang terkandung pada kelor yaitu dapat menghabat kecernaan nutrien.
Sotan dan Oyewole (2009) melaporkan bahwa tannin yang tinggi pada daun kelor
memiliki kemampuan untuk mengikat protein pakan dan enzim-enzim yang
dibutuhkan dalam pencernaan membentuk senyawa kompleks yang tidak dapat
dicerna. Berdasarkan hal tersebut kelor memiliki potensi yang sangat baik untuk
bahan baku pakan kelinci, namun perlu dicari level suplementasi daun kelor yang
aman dan dapat digunakan pada pakan kelici tanpa mempengaruhi kecernaan
nutrien ternak kelinci.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian pelet ransum


komplit yang mengandung daun kelor (moringa oleifera lamk) terhadap kecernaan
bahan kering, bahan organik, protein kasar, dan lemak kasar serta untuk
mengetahui level pemberian daun kelor pada ransum yang aman terhadap
kecernaan nutrien kelinci.

TINJAUAN PUSTAKA

Kelinci New Zealand White

Kelinci New Zealand White merupakan jenis kelinci penghasil daging


komersial dan sebagai hewan percobaan yang paling banyak dipelajari (Gadenne
dan Lebas 2006). Kelinci ini memiliki ciri-ciri bulunya putih, padat, tebal dan
sedikit kasar apabila diraba, serta memiliki mata berwarna merah. Kemampuan
biologis kelinci sangat tinggi, dapat tumbuh dan berkembang biak dengan cepat,
mampu melahirkan 6-8 kali dalam satu tahun dengan jumlah anakan ±6
ekor/kelahiran dan mencapai berat 2-3 kg pada umur 4-6 bulan (BPTP 2007).
Kelinci juga mempunyai kualitas daging yang baik dengan kadar protein tinggi
(20.1%), kadar lemak dan kolesterol lebih rendah dibanding dengan daging dari
ternak lain (Susandari et al. 2004). Salah satu persyaratan keberhasilan
pengembangan usaha ternak kelinci adalah persiapan calon induk. Persiapan calon
induk dilakukan dengan seleksi bibit unggul dan pemenuhan kebutuhan nutrisi
yang baik. Pemenuhan kebutuhan nutrisi bertujuan agar potensi genetik pada
kelinci bibit unggul dapat muncul secara optimal. Berikut merupakan kebutuhan
nutrient kelinci menurut Cheecke (1987).

Kebutuhan Nutrien Kelinci

Kebutuhan nutrien pada kelinci berbeda-beda tergantung dengan setatus


fisiologinya. Status fisiologi pada kelinci dibagi menjadi masa pertumbuhan,
hidup
pokok, bunting, dan laktasi. Kebutuhan nutrien pada kelinci menurut Cheecke
(1987) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kebutuhan nutrien pada kelinci


Status Fisiologi
Zat Makanan Masa
Pertumbuhan Hidup Pokok Bunting Laktasi

DE (kkal/kg) 2500 2200 2500 2700


TDN (%) 65 55 58 70
SK (%) 14 15-16 14 12
LK (%) 3 3 3 5
PK (%) 15 13 18 18
Ca (%) 0.5 0.6 0.8 1.1
P (%) 0.3 0.4 0.5 0.8
Sumber: Cheeck (1987)

Jumlah pakan yang diberikan harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan


oleh kelinci sesuai dengan tingkat umur atau bobot badan kelinci. Pemberian
pakan ditentukan berdasarkan kebutuhan bahan kering. Jumlah pemberian pakan
bervariasi bergantung pada periode pemeliharaan dan bobot badan kelinci.
Kebutuhan bahan kering pada kelinci disajikan pada Tabel 2.

Table 2 Kebutuhan bahan kering kelinci


Bahan Kering Kebutuhan BK
Status Fisiologis Bobot (Kg)
(%) (gram)
Muda 1.8-3.2 5.4-6,2 112-173
Dewasa 2.3-6,8 3,0-4.0 92-204
Bunting 2.3-6.8 3.7-5 115-251
Laktasi 4.5 11.5 520
Sumber: NRC (1977)

Saluran Pencernaan Kelinci

Saluran pencernaan merupakan saluran yang memanjang yang dimulai


dari mulut sampai anus yang berfungsi sebagai tempat pakan ditampung, dicerna,
diabsorbsi dan tempat sisa pencernaan yang akan dikeluarkan. Gerakan pakan di
saluran pencernaan dilakukan oleh adanya kontraksi atau gerakan peristaltik otot
sirkuler dinding saluran pencernaan. Berbagai macam getah pencernaan yang
berisi macam-macam enzim pencernaan yang diekskresikan ke dalam saluran
pencernaan (Kamal 1994). Berdasarkan sistem pencernaannya, kelinci
diklasifikasikan ke dalam hindgut fermentor yaitu saluran pencernaan bagian
belakang memegang peranan penting seperti sekum dan kolon (McNitt et al.
1996). Pada ternak ruminansia fermentasi serat terjadi di dalam rumen, fermentasi
pakan pada kuda terjadi di dalam kolon sedangkan pada kelinci terjadi di dalam
sekum (Irlbeck 2001).
Mikroba banyak terdapat di dalam sekum, sekum pada kelinci sangat besar
dibandingkan bagian lainnya dan berbentuk spiral (Gambar 1). Proporsi sekum
pada saluran pencernaan kelinci yaitu 40% dari total saluran pencernaannya
(Irlbeck 2001). Sekum kelinci 5 sampai 6 kali lebih panjang dibandingkan kuda
(Gidenne et al. 2002). Church (1991) menyatakan bahwa sekum pada kelinci
mempunyai ukuran panjang 40 cm dan berat 25 gram, sedangkan lambung pada
kelinci mempunyai ukuran berat 20 gram, lambung pada kelinci memiliki
kapasitas 90-100 gram atau 17% bahan kering. Lambung memiliki pH yang asam
yaitu berkisar antara 1,5-2,0. Usus halus pada kelinci memiliki ukuran panjang
330 cm dan berat 60 gram. Kapasitas usus halus pada kelinci yaitu berkisar antara
20 - 40 gram atau setara dengan 7% bahan kering.

Gambar 1. Saluran pencernaan


kelinci Sumber: Cheeke et al. (1987)

Kelinci memiliki kebiasaan yang berbeda dari ternak lainnya yaitu


kebiasaan memakan feses yang sudah dikeluarkan yang disebut coprophagy. Sifat
coprophagy biasanya terjadi pada malam atau pagi hari berikutnya. Sifat tersebut
memungkinkan kelinci memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri di saluran
bagian bawah, yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri
yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B, dan memecahkan selulosa atau
serat menjadi energi yang berguna.

Ransum Komplit

Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa


dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat
keambaan pakan, keuntungan pakan bentuk pellet adalah meningkatkan konsumsi
dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energy metabolis pakan, membunuh
bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama
penyimpanan, menjamin keseimbangan zat - zat nutrrisi pakan dan mencegah
oksidasi vitamin (wahyono 2014). Menurut Hartadi et al. (1990), pelet dikenal
sebagai bentuk massa dari bahan pakan atau ransum yang dibentuk dengan cara
menekan dan memadatkan melalui lubang cetakan secara mekanis. Pellet adalah
hasil modifikasi dari mash yang dihasilkan dari pengepresan mesin pellet menjadi
lebih keras. Proses pembuatan pelet dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pengolahan
pendahuluan meliputi pencacahan, pengeringan dan penggilingan, pembuatan
pelet meliputi pencetakan, pendinginan dan pengeringan dan perlakuan akhir
meliputi sortasi, pengepakan dan penggudangan. Daya tahan merupakan sifat
dasar dari suatu bahan yang terkait dengan kemudahan dalam penanganan,
pengolahan, penyimpanan, proses penyerapam dan pencernaan bagi ternak (Jahan
et al. 2006).
Kualitas pelet untuk pakan beberapa jenis ternak berbeda-beda, perbedaan
ini berkaitan erat dengan daya tahan pelet terhadap proses penanganan dan
transportasi (Dozier 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelet antara
lain pati, serat dan lemak (Balagopalan et al 1988). Sifat fisik pellet yang
berkualitas dapat diukur dari kadar air, aktivitas air, berat jenis, kerapatan
tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, dan Pellet
Durability Index (Sholihah 2011).

Moringa Oleifera

Kelor (Moringa oleifera Lamk) merupakan salah satu tanaman local yang
memliki potensi sebagai bahan tambahan pakan fungsional untuk kelinci. Daun
kelor umumnya dikenal sebagai tanaman herbal yang banyak dikonsumsi oleh
manusia sebagai obat tradisional. Daun kelor (Moringa oleifera) sering
dimanfaatkan sebagai antioksidan karena mengandung beberapa senyawa
antiokisidan seperti vitamin C (5.81-6.60 mg g-1), vitamin E (5.63-6.53 mg g-1),
karotenoid (85.20-92.38 mg g-1), fenolik (36.02-45.81 mg g-1) dan flavonoid (15-
27 mg g-1) (Sreelatha dan Padma 2009). Aktivitas senyawa antiokisidan yang
terdapat pada daun kelor berkisar antara 18.15-19.2 IC50 (μg ml-1) menurut hasil
studi Sreelatha dan Padma (2009) dengan menggunakan metode DPPH. Daun
kelor diketahui memiliki kandungan asam amino essensial yang cukup seimbang
seperti valin 3.36 g, treonin 4.38 g, isoleusin 2.33 g, leusin 5.22 g, lysin 3.60 g,
metionin
0.95 g, fenilalanin 4.26 g, dan histidin sebesar 3.36 g, 100g -1 protein (Okerek et al.
2013). Berikut kandungan nutrien tepung daun kelor disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan nutrien tepung daun kelor
BK Abu PK SK LK Beta-N Ca P (%) NaCl GE
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

90,57 8,34 25,06 14,90 5,09 37,18 2.37 0.54 - 4363

Sumber: Laboratorium Bahan Makanan Ternak Departemen Ilmu Nutrisi dan


Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB
Salah satu bagian dari komposisi nutrien kelor juga disebutkan
mengandung saponin 1.2%, asam fitat 31 mg g -1 dan oksalat 4.1% (Gupta et al.
1989). Daun kelor juga memiliki beberapa jenis senyawa aktif seperti flavonoid
3.56%, antraquinon 11,68%, alkaloid 3.07%, saponin 1.46%, steroid 3.21%,
terpenoid
4.84%, glikosida 0.36%, antosianin 0.06%, tanin 9.36% dan karatenoid 1.16%
(Nweze et al. 2014).

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Soka Farm House (SFH) yang berlokasi di Jl.
Soka No. 02 Perumahan Dosen IPB, Dramaga, Kabupaten Bogor. Pengolahan
pakan dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Serta analisis proksimat pakan dapat dilakukan di Laboratorium
Ilmu Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
ini dilakukan selama dua bulan mulai bulan Mei 2019 hingga Juli 2019.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor kelinci Zew
Zealand white, tepung daun kelor, jagung, onggok, pollard, dedak padi, CGF,
bungkil inti sawit, bungkil kelapa, bungkil kedelei, kulit kopi, DCP, CPO, CaCO3
dan premix. Alat yang digunkan yaitu kandang individu kelinci, timbangan
digital, kertas recording, dan termohigrometer.

Prosedur Penelitian

Formulasi Ransum P0 P1 P2 P3
Penelitian menggunakan ransum komplit berbentuk pelet dengan taraf
Daun Kelor 0 10 20 30
pemberian daun kelor yang berbeda, serta disusun berdasarkan kebutuhan kelinci
Jagung
masa 15
reproduksi berdasarkan Cheeke (1987). 15
Formulasi ransum15 pada penelitian
15
Dedak
ini Padi
menggunakan 13 2.8. Ransum
aplikasi WinFeed 10.5dibuat iso energi
8 dan iso protein
5.5
dalam
Pollardbentuk pelet. Ransum yang 19 digunakan 12.75
terdiri dari empat6.5perlakuan dengan
0.25
taraf pemberian daun kelor yang berbeda. Ransum perlakuan pada penelitian ini
Onggok 9 10 11 12
yaitu kontrol tanpa penggunaan daun kelor (P0), ransum dengan penggunaan 10%
Bungkil
daun kelorKedelai
(P1), ransum dengan 10.5penggunaan 8.75
20% daun kelor 6.75(P2), dan ransum
4.6
Bungkilpenggunaan
dengan Kelapa Sawit
30% daun 16 16
kelor (P3). Bahan-bahan pakan16 penyusun ransum
16
komplit yang digunakan yaitu 15
Kulit Kopi daun kelor, jagung,
15 pollard, onggok,
15 dedak15padi,
bungkil kedelai, bungkil inti sawit, kulit kopi, CPO, DCP, CaCO 3, dan premix.
CPO 0.4 0.4 0.4 0.4
Ransum perlakuan diberikan sesuai kebutuhan ternak periode kebuntingan sesuai
CaCO(1977)
NRC 3 1
sebesar 150 g/ekor/hari ransum0.75
segar. Berikut0.75 0.65
disajikan susunan
ransum
DCP penelitian pada Tabel 4. 1 0.75 0.5 0.5
Premix 0.1
Tabel 4 Susunan 0.1
ransum penelitian 0.1 0.1
Kandungan Nutrien Persentase penggunaan (%)
Bahan Pakan
Bahan Kering 88.329 88.424 88.547 88.671
Abu 6.203 6.208 6.192 6.164
Protein Kasar 17.111 17.334 17.439 17.474
Lemak Kasar 6 6 6 6
Serat Kasar 12.036 12.553 13.055 13.546
TDN 70.871 70.776 70.471 70.044
Ca 0.807 0.866 1.026 1.2
P 0.817 0.712 0.606 0.542
Keterangan: P0 = Ransum Kontrol. P1 = Ransum dengan 10% Daun Kelor. P2 = Ransum dengan
20% Daun Kelor. P3 = Ransum dengan 30% Daun Kelor

Pembuatan Ransum
Penelitian ini menggunakan ransum komplit berbentuk pelet dengan taraf
pemberian daun kelor yang berbeda. Daun kelor kering dan bebrapa bahan lainnya
yang belum berbentuk mesh (tepung), dihaluskan (grinding) menggunakan
grinder dengan diameter lubang screen 1 mm atau 18 mesh. Bahan yang telah
digiling halus disimpan dalam plastik dan disimpan pada tempat kering sebelum
dilakukan pencampuran pakan. Pencampuran bahan pakan (mixing) dilakuan
secara manual. Bahan pakan dicampurkan berdasasarkan formulasi setiap
perlakuan. Setelah pencampuran, pakan kemudian dicetak menjadi pelet
(pelleting) menggunakan mesin pelet dengan ukuran die 4. Pelet selanjutnya
didinginkan hingga suhu ruang kemudian dikemas berdasarkan perlakuan.
Diagram proses produksi pakan pelet disajikian pada Gambar 2.
Bahan baku pakan

Grinding

Weighing

Mixing

Pelleting

Pelleted Feed
Gambar 2 Diagram proses produksi pakan pelet

Analisis Proksimat
Analisis proksimat dilakukan dengan metode AOAC (2005) yang
kemudian dilakukan perhitungan Total Digestibility Nutrient (TDN) untuk ransum
perlakuan mengacu pada perhitungan Sutardi (2003) yaitu %TDN = 25,6 + 0,53
PK + 1,7 LK
– 0,474 SK +0,732 BETN. Analisis Proksimat dilakukan pada tepung daun kelor
untuk mengetahui persentase kandungan nutrien, ransum perlakuan untuk
memastikan kandungan nutrien pada ransum sesuai dengan kebutuhan kelinci, dan
feses untuk mengetahui kandungan nutrien yang tidak tercerna. Peubah yang
diukur terdiri atas bahan kering (BK), abu, lemak kasar (LK), protein kasar (PK),
serat kasar (SK), dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).

Pemeliharaan
Kelinci yang digunakan pada penelitian ini yaitu kelinci New Zealand
White sebanyak 16 ekor pada fase bunting. Kelinci dibagi menjadi empat
kelompok perlakukan dan masing-masing perlakuan terdiri dari empat ulangan.
Kelinci pada masing-masing kelompok diberi salah satu perlakuan pakan yaitu P0
(pakan pellet control dengan 0% kelor), P1 (pakan pellet dengan 10% kelor), P2
(pakan pellet dengan 20% kelor), dan P3 (pakan pellet dengan 30% kelor).
Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari berdasarkan takaran sesuai
kebutuhan BK. Pemberian pakan dilaksanakan pada pagi hari pukul 07.30 WIB,
dan sore hari pukul
16.0 WIB. Pemberian air dilakukan secara ad libitum.
Koleksi Feses
Pengambilan contoh feses dilakukan pada lima hari terakhir penelitian
selama 5x24 jam dengan metode koleksi total mengacu pada Perez et al. (1995).
Feses yang terkumpul selama 24 jam ditimbang sebagai bobot feses segar,
kemudian sampel feses dikeringkan matahari. Selanjutnya sampel feses
dikeringkan pada oven 60˚C sampai berat setabil kemudian ditimbang untuk
mendapatkan bobot kering. Sampel dihaluskan dan dikomposit, kemudian diambil
10% dari setiap perlakuan dan ulangan. Sempel dianalisis untuk mengetahui
kandungan nutrien feses dengan metode proksimat AOAC (2005). Berikut
merupakan sekema koleksi feses ditunjukan pada Gambar 3.

Feses diambil pada Feses segar Dikeringkan


lima hari terakhir ditimbang dengan matahari
penelitian sebagai bobot dan oven (60˚C)
segar

komposit sampel Ditimbang sebagai


Analisis proksimat bobot kering dan
feses
dihaluskan
(grinding)

Gambar 3. Sekema koleksi feses

Peubah yang Di Amati

Peubah yang diukur dalam penelitian ini yaitu kecernaan bahan kering,
kecernaan bahan organik, kecernaan protein kasar, kecernaan lemak kasar dan
kecernaan serat kasar, serta konsumsi bahan kering, bahan organik, protein kasar,
serat kasar dan lemak kasar pada kelinci New Zealand white bunting dengan
rumus kecernaan berdasarkan metode Chruch (1991) sebagai berikut:

1. Kecernaan BK (%) = Konsumsi BK Ransum (g) – BK feses (g) x 100 %


Konsumsi BK Ransum (g)
2. Kecernaan BO (%) = Konsumsi BO Ransum (g) – BK Feses (g) x 100%
Konsumsi BO Ransum (g)
3. Kecernaan PK (%) = Konsumsi PK Ransum (g) – PK Feses (g) x 100%
Konsumsi PK Ransum (g)
4. Kecernaan LK (%) = Konsumsi LK Ransum (g) – LK Feses (g) x 100%
Konsumsi LK Ransum (g)
5. Kecernaan SK (%) = Konsumsi SK Ransum (g) – SK Feses (g) x 100%
Konsumsi SK Ransum (g)
6. Konsumsi BK (g/ekor/hari) = Konsumsi (g/ekor/hari) × %BK pakan
7. Konsumsi BO (g/ekor/hari) = Konsumsi (g/ekor/hari) × %BO pakan
8. Konsumsi PK (g/ekor/hari) = Konsumsi (g/ekor/hari) × %PK pakan
9. Konsumsi LK (g/ekor/hari) = Konsumsi (g/ekor/hari) × %LK pakan
10. Konsumsi SK (g/ekor/hari) = Konsumsi (g/ekor/hari) × %SK pakan
Keterangan:
BK Feses (g) = Feses yang keluar (g/ekor/hari) x % BK
Feses BO Feses (g) = Feses yang keluar (g/ekor/hari) x %
BO Feses PK Feses (g) = Feses yang keluar (g/ekor/hari) x %
PK Feses LK Feses (g) = Feses yang keluar (g/ekor/hari) x %
LK Feses SK Feses (g) = Feses yang keluar (g/ekor/hari) x %
SK Feses

Perlakuan
P0= Ransum mengandung 0% daun kelor
P1= Ransum mengandung 10% daun kelor
P2= Ransum mengandung 20% daun kelor
P3= Ransum mengandung 30% daun kelor

Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan penambahan daun kelor pada
ransum dengan taraf yang berbeda. Model matematika dari rancangan percobaan
RAL berdasarkan Steel and Torie (1993) sebagai berikut.

Yij = µ + αi + εij
Keterangan:
Yij : Respon parameter pada level jumlah bahan ke-i dan ulangan ke-j.
µ : Rataan umum.
Αi : Pengaruh perlakuan level taraf bahan, i= 0% daun kelor, 10% daun kelor,
20% daun kelor, dan 30% daun kelor.
Εij : Eror pada perlakuan level jumlah bahan ke-i dan ulangan ke-j.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis sidik


ragam atau Analysis of Varience (ANOVA) menurut. Selanjutnya. jika hasil
analisis menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05), maka analisis akan
dilanjutkan menggunakan uji Duncan pada program SPSS 21.
DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analitycal Chemist. 2000. Official Methods of


Analisis. 17 th edition. Arlington (US): Virginia
[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2007. Budidaya Ternak Kelinci di
Perkotaan. Yogyakarta (ID): Primatani Kota Yogyakarta.
[NRC] National Research Council. 1997. Nutrient requirements of Rabbits.
Washington (US): National Academy of Sciences.
Astuti DA, Ekastuti DR, Firdaus. 2005. Manfaat daun kelor (Moringa oleifera)
sebagai pakan ayam pedaging. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan
Usaha Peternakan Berdaya Saing di Lahan Kering. Yogyakarta (ID):
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada
Bosco AD, Castellini C, Bernardini M. 2001. Nutritional quality of rabbit meat as
affected by cooking procedure and dietary vitamin E. Journal of food
science 66(7): 1047-1051
Cheeke PR, Patton NM, Lukefahr SD, McNitt JL. 1987. Rabbit Production. 6th Ed.
Danvile Illinois (US): The Interstate Printers and Publisher Inc.
Cheeke PR. 1994. Nutrition and Nutritional Diseases. 2nd Ed. New York (US):
Academic Pr.
Church DC. 1991. Livestock Feeds and Feeding. 3th Edition. New Jersey (US):
Prentice Hall International
El-Raffa AM. 2004. Rabbit production in hot climates. Proceeding 8th World
Rabbit Congres-Puebla (Mexico). Hal: 1172-1180.
Gidenne T, Jehl N, Segura M, Michalet B, Doreau. 2002. Microbial activity in the
caecum of the rabbit around weaning: impact of a dietary fibre deficiency
and of intake level. J. Anim. Sci. 99:107-118
Hartadi H, Reksohadiprojo S, Tilman AD. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk
Indoneaia. Yogyakarta (ID): UGM Press.
Hernandez P, Zotte AD. 2010. Influence of Diet on Rabbit Meat Quality. Di
dalam: de Blas C, Wiseman J, editor. Nutrition of the Rabbit, 2th ed. UK:
CAB International. hlm 163-178.
Irlbeck NA. 2001. How to feed the rabbit (Oryctolagus cuniculus) gastrointestinal
tract. J Anim Sci. 79:E343-E346
Jahan MS, Asaduzzaman M, Sarkar AK. 2006. Performance of broiler fed on
mash, pellet and crumble. Int. J. Poult. Sci. 5(3): 265-270.
Kamal M. 1994. Ilmu Nutrisi Ternak 1. Universitas gadjah mada, Yogyakarta
Maertens L, Gidenne T. 2016. Feed Efficiency in Rabbit Production: Nutritional
Technico-Economical and Enviromental Aspects. Proceeding 11thWorld
Rabbit Congress-Qingdao (China). Hal. 367-381
Marhaeniyanto E, Rusmiwari S, Susanti S. 2015. Pemanfaatan daun kelor untuk
meningkatkan produksi ternak kelinci new zealand white. Buana Sains 15
(2): 119-126
McNitt JI, Cheeke PR, Patton M, Lukefahr SD. 1996. Rabbit Production. Danville
(CA): Interstate Publisher, Inc.
Nweze NO, Nwafor FI. 2014. Phytochemical, proximate and mineral composition
of leaf extracts of Moringa oleifera Lam. from Nsukka, South-Eastern
Nigeria. IOSR Journal of Pharmacy and Biological Sciences. 9: 99-103.
Okerek, Joyce O, Akninwor. 2013. The protein quaility of raw leaf, seed and root
of Moringa oleifera groen in Rivers State. ABS. 4(11):34-38.
Prasetyo AB. 2013. Partisipasi pelaksanaan program sarjana membangun desa
dalam pengembangan sapi potong di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa
Yogyakarta. [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada,
Sholihah U. 2011. Pengaruh diameter pelet dan lama penyimpanan
terhadap kualitas fisik pelet daun legum Indigofera sp. [skripsi]. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Soetan KO, Oyewole OE. 2009. The Need for Adequate Processing to Reduce the
Antinutritional Factors in Plants Used as Human Foods and Animal Feeds:
A Review. African Journal of Food Science, 3, 223-232.
Sreelatha S, Padma PR. 2009. Antioxidant activity and total phenolic content of
moringa oleifera leaves in two stages of maturity. Plant Foods Hum Nutr.
64:303–311.
Suarni Nmr. 2016. Substitusi Pakan Komersial Dengan Tepung Daun Kelor
(Moringa Oleifera) Untuk Meningkatkan Kemampuan Reproduksi Kelinci
(Lepus Sp.) Jantan. [disertasi]. Denpasar (ID): Universitas Udayana
Susandari L, Lestari CMS, Wahyuni HI. 2004. Komposisi lemak tubuh kelinci
yang mendapat pakan pellet dengan berbagai aras lisin. Pros. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan.
Badan Litbang Pertanian.
Zakaria, Hadju V, As’ad S, Bahar B. 2016. Effect of Extract Moringa Oleifera on
Quantity and Quality of Breastmilk In Lactating Mothers, Infants 0-6
Month. Jurnal MKMI 12(3): 161-166
JUSTIFIKASI ANGGARAN

Tabel 5 Anggaran biaya


Bahan Harga satuan Kuantitas (kg) Harga Total
Pembuatan Pakan
Daun Kelor 45000 18 810000
Jagung 4500 18 81000
Dedak Padi 2500 11.1 27750
Pollard 3150 11.55 36382.5
Onggok 2350 12.6 29610
Bungkil Kedelai 6500 9.18 59670
Bungkil Kelapa Sawit 1750 19.2 33600
Kulit Kopi 700 18 12600
CPO 5000 0.48 2400
CaCO3 1000 0.945 945
DCP 15000 0.825 12375
Premix 140000 0.12 16800
Sub Total 120 1.123.133
Produksi
Mixing 500 510 254800
Peleting 500 510 254800
packaging 500 10 5000
Transportasi 250000 1 250000
Sub total 764.600
Analisis LAB dan Oprasional
Analisis Proksimat Pakan 220000 4 880000
Analisis Proksimat Fases 220000 4 880000
Timbangan digital gantung 50000 1 50000
Jaring penyangga 100000 1 100000
Sub Total 1.910.000
Total Biaya 3.797.733
JADWAL PENELITIAN

Tabel 6 Jadwal kegiatan penelitian


No. Rincian Kegiatan Pelaksanaan Minggu Ke-
Program 0 1 2 3 4 5 6 7 8
1. Persiapan Bahan
2. Analisis Fisik Pakan
3. Analisis Proksimat
4. Pemeliharaan
5. Pengumpulan data
6. Pengolahan data

Anda mungkin juga menyukai