PROPOSAL PENELITIAN
FITRI ISNIA NURYANI
LEMBAR PENGESAHAN
Identitas Mahasiswa
Nama Lengkap Fitri Isnia Nuryani
Nomor Induk Mahasiswa D24190067
Alamat di Bogor Jl Perwira
Beban studi yang sedang diambil pada 21 SKS
saat ini
Beban studi yang telah diambil 125 SKS
IPK sampai saat ini 3,26
Judul penelitian Kualitas Fisik dan Nilai Fleigh Silase
Tebon Jagung (Zea mays L.) Dengan
Pemberian Starter Fermentasi Berbeda
Dr. Ir. Idat Galih Permana Dr. rer. nat. Nur Rochmah Fitri Isnia Nuryani
M.Sc.Agr. Kumalasari S.Pt., M.Si.
NIP. 196705061991031001 NIP. 198102142006042015 NIM. D24190067
Menyetujui,
Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Latar Belakang
Kualitas, kuantitas, dan kontinuitas ketersediaan pakan hijauan sangat
memengaruhi keberhasilan usaha peternakan ruminansia. Hal ini disebabkan,
sekitar 90% pakan ternak ruminansia berasal dari hijauan dengan konsumsi segar
per hari sebanyak 10 - 15% dari berat badan, sedangkan sisanya adalah konsentrat
dan pakan tambahan (feed supplement) (Sirait et al. 2005). Contoh pakan hijauan
ternak seperti rumput lapangan, rumput tanaman, rumput benggala, rumput
kolonjono dan rumput tuton. Kemudian dapat juga berupa leguminosa dan limbah
hasil pertanian.
Limbah hasil pertanian adalah bagian tanaman pertanian di atas tanah atau
bagian pucuk, batang yang tersisa setelah dipanen atau diambil hasil utamanya
dan merupakan pakan alternatif yang digunakan sebagai pakan ternak (Yani
2011). Sumber limbah pertanian diperoleh dari komoditas tanaman pangan, dan
ketersediaanya dipengaruhi oleh pola tanam dan luas areal panen dari tanaman
pangan di suatu wilayah. Jenis limbah pertanian sebagai sumber pakan
diantaranya limbah tanaman padi, tanaman jagung, tanaman kedelai, tanaman
kacang tanah, tanaman ubi kayu, dan tanaman ubi jalar.
Salah satu limbah hasil pertanian dapat dijadikan sebagai sumber bahan
pakan baru yang baik untuk ternak ruminansia adalah limbah tanaman jagung.
Limbah tanaman jagung ketersediaannya masih dipengaruhi oleh iklim sehingga
perlu dilakukan pengawetan agar tersedia sepanjang tahun.
Limbah tanaman jagung yang dapat dibuat silase adalah seluruh bagian
tanaman termasuk buah mudanya, buah yang hampir matang, tebon jagung, dan
kulit jagung. Tanaman jagung yang tersisa dari panen jagung masih cukup tinggi
kadar airnya. Untuk pembuatan silase, dibutuhkan kadar air sekitar 60%. Oleh
sebab itu, tanaman jagung harus dikeringkan sekitar 2 – 3 hari. Tanaman jagung
dipotong menjadi potongan-potongan kecil lalu dimasukkan sambil dipadatkan
sepadat mungkin ke dalam kantong-kantong plastik kedap udara, silo maupun
bunker (Nusio 2005).
Hal ini dapat menanggulangi berbagai masalah penyediaan pakan seperti
saat musim penghujan, petani memberikan supply hijauan pakan dalam kuantitas
yang berlebih, sehingga banyak sisa yang terbuang. Sebaliknya pada musim
kemarau hijauan pakan sangat terbatas, sehingga ransum yang diberikan tidak
dapat memenuhi kebutuhan nutrien ternak. Lebih lanjut, fluktuasi ketersediaan
hijauan pakan ini menyebabkan rendahnya produktivitas domba pembibitan di
pedesaan yang ditandai dengan jarak beranak (lambing interval) panjang (satu
tahun atau lebih) dan tingginya angka kematian anak pra sapih.
Permasalahan dalam penyediaan hijauan pakan dapat diatasi bila potensi
pertanian/industri maupun limbahnya dioptimalkan penggunaannya sebagai bahan
pakan ternak. Penggunaan bahan pakan alternatif sebaiknya mempertimbangkan
ketersediaan bahan pakan yang cukup banyak, sehingga untuk memperolehnya
tidak membutuhkan biaya yang besar. Kemudian perlu dilakukan teknis
penyimpanan pakan yang baik sehingga pakan tersebut dapat tersedia sepanjang
tahun tanpa bergantung terhadap cuaca. Salah satu upaya untuk menyimpan pakan
hijauan tersebut dengan pengawetan menjadi silase.
Silase merupakan hasil penyimpanan dan fermentasi hijauan segar dalam
kondisi anaerob dengan melalui proses pembentukan atau penambahan asam yang
berasal dari bantuan bakteri asam laktat (Kurniawan et al. 2015). Asam yang
terbentuk yaitu asam-asam organik antara lain laktat, asetat, dan butirat sebagai
hasil fermentasi karbohidrat terlarut oleh bakteri sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan derajat keasaman (pH).
Keberhasilan pembuatan silase dipengaruhi oleh kadar air hijauan, kadar
gula terlarut, jumlah bakteri penghasil laktat dan kadar oksigen. Kekurangan
kadar gula terlarut dalam proses ensilase menyebabkan bakteri asam laktat
kekurangan asupan energi untuk melakukan aktivitasnya, sehingga bakteri asam
laktat akan menggunakan zat-zat lain yang terkandung dalam hijauan yang
memungkinkan digunakan sebagai sumber energi dan menyebabkan
berkurangnya nilai nutrisi hijauan tersebut. Untuk menjamin ketersediaan gula
terlarut yang menjamin keberhasilan proses ensilase perlu dilakukan penambahan
bahan aditif (Jasin 2014).
Pada prosesnya, Bakteri Asam Laktat (BAL) memfermentasi karbohidrat
mudah larut menjadi asam laktat dan sebagian kecil diubah menjadi asam asetat
(Chen dan Weinberg 2008). Produksi asam tersebut akan mengakibatkan turunnya
nilai pH sehingga pertumbuhan mikroorganisme pembusuk akan terhambat
(Stefani et al. 2010). Proses fermentasi ini mengakibatkan perombakan bahan
pakan dari struktur yang kompleks menjadi sederhana, sehingga daya cerna ternak
menjadi lebih efisien.
Prinsip dasar pembuatan silase adalah fermentasi hijauan oleh mikroba
yang banyak menghasilkan asam laktat. Mikroba yang paling dominan adalah dari
golongan bakteri asam laktat homofermentatif yang mampu melakukan fermentasi
dari keadaan aerob sampai anaerob. Asam laktat yang dihasilkan selama proses
fermentasi akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat menghindarkan
dari bakteri pembusuk seperti clostridia dan enterobakteria. Bakteri asam laktat
sangat membantu dalam proses pembuatan silase.
Secara alami pada hijauan terdapat BAL yang hidup sebagai bakteri epifit,
tetapi jumlahnya tidak dapat dipastikan mencukupi untuk mengendalikan proses
fermentasi yang akan berlangsung. Bakteri asam laktat tumbuh dengan baik
dengan bantuan starter atau akselerator yang mengandung gula sehingga proses
pembuatan silase dapat berlangsung optimal. Akselerator dapat berupa inokulum
bakteri asam laktat ataupun karbohidrat mudah larut. Bahan-bahan tersebut
mengandung gula- gula sederhana seperti dedak padi dan molases yang
dibutuhkan oleh bakteri asam laktat sehingga akan membantu dalam proses
peningkatan kualitas silase. Sedangkan akselerator yang berupa inokulum bakteri
asam laktat yaitu
Lactobacillus plantarum, Lactobacillus casei, Lactobacillus lactis, Lactobacillus
buchneri, Pediococcus acidilactici, Enterococcus faecium, yang menyebabkan pH
silase cepat turun (Nusio 2005).
Karakter BAL yang perlu diketahui dalam kaitannya sebagai inokulan
adalah bersifat fakultatif anaerob, artinya dapat hidup baik dengan maupun tanpa
adanya oksigen. Walaupun demikian, untuk fermentasi silase harus dicapai
suasana anaerob sehingga adanya oksigen dapat dianggap sebagai racun dan
penyebab kegagalan.
Menurut Schroeder (2004), akselerator berfungsi menambahkan bahan
kering, mengurangi kadar air silase, membuat suasana asam pada silase,
mempercepat proses ensilase, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan
jamur, merangsang produksi asam laktat, dan meningkatkan kandungan nutrisi
dari silase. Dengan kata lain, akselerator ini dapat menghindari kegagalan pada
saat proses fermentasi silase berlangsung.
Banyak jenis dalam menambahkan starter bakteri asam laktat antara lain
dapat menggunakan cairan rumen, EM4-Peternakan, dan EM4-Peternakan yang
dikembangbiakkan sebagai biodekomposernya. Selain itu dapat pula dengan cara
menambahkan starter fermentasi. Perbedaan dari kandungan karbohidrat mudah
larut dan bakteri inokulan memengaruhi kualitas silase yang dihasilkan, maka dari
itu untuk mengetahui bagaimana pengaruh penambahan berbagai macam
akselerator terhadap silase perlu dilakukan pengujian kualitas silase tersebut.
Kualitas silase dapat dinilai secara fisik, kimiawi dan biologis. Kualitas
fisik dari silase dapat diketahui dari bau, tekstur, warna, dan keberadaan jamur)
yang dapat dilakukan dengan uji organoleptik dengan menggunakan indera
manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap objek.
Indera yang digunakan pada uji ini yaitu indera penglihatan, peraba, dan pembau
(Suryono et al. 2018). Kemudian terdapat kualitas kimiawi (kandungan nutrien,
nilai Fleigh dan pH silase). Berdasarkan hal diatas maka dilakukan penelitian
untuk mengetahui pengaruh macam akselerator terhadap kualitas fisik dan
kimiawi dari silase tebon jagung.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas fisik yang ditinjau dari
aroma, tekstur, warna dan keberadaan jamur, serta kualitas kimia yang ditinjau
dari kandungan nutrien, keasaman pH dan nilai Fleigh dari silase yang telah
ditambahkan pemberian starter fermentasi.
‘
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jagung
Tanaman jagung salah satu tanaman pangan utama kedua setelah padi
yang sangat berguna bagi kehidupan manusia dan ternak, hampir keseluruhan
bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Selain sebagai komoditas pangan, jagung
dibutuhkan sebagai penyusun utama bahan pakan ternak terutama unggas. Di
Indonesia, jumlah kebutuhan jagung meningkat dari tahun ke tahun dalam jumlah
yang cukup tinggi karena adanya permintaan dari industri pakan ternak
(Departemen Pertanian 2007). Oleh sebab itu, Pemerintah berusaha keras untuk
meningkatkan produksinya melalui perluasan penanaman tanaman jagung.
Tanaman jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Astawan dan Wresdiyati
2004):
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L
Seiring berjalannya waktu, penelitian dan pemanfaatan limbah dari
tanaman jagung sebagai hasil sampingan dilakukan untuk ternak ruminansia
maupun non ruminansia. Beberapa limbah dari tanaman jagung yaitu:
● Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung termasuk batang, daun dan
buah jagung muda yang umumnya dipanen pada umur tanaman 45 – 65
hari (Soeharsono dan Sudaryanto 2006). Ada yang menyebut tebon jagung
tanpa memasukkan jagung muda ke dalamnya. Biasanya petani jagung
seperti ini bekerja sama dengan peternak besar; petani hanya menanam
jagung sebagai hijauan dan pada umur tertentu (masih dalam tahap baru
berbuah atau tahap buah muda) seluruh tanaman jagung dipangkas dan
dicacah untuk diberikan langsung ke ternak dan atau dimasukkan ke dalam
tempat tertutup untuk dibuat silase.
● Jerami jagung/brangkasan adalah bagian batang dan daun jagung yang
telah dibiarkan mengering di ladang dan dipanen ketika tongkol jagung
dipetik. Jerami jagung seperti ini banyak diperoleh di daerah sentra
tanaman jagung yang ditujukan untuk menghasilkan jagung bibit atau
jagung untuk keperluan industri pakan; bukan untuk dikonsumsi sebagai
sayur (Mariyono et al. 2004).
● Kulit buah jagung/klobot jagung adalah kulit luar buah jagung yang
biasanya dibuang. Kulit jagung manis sangat potensial untuk dijadikan
silase karena kadar gulanya cukup tinggi (Anggraeny et al. 2005).
● Tongkol jagung/janggel adalah limbah yang diperoleh ketika biji jagung
dirontokkan dari buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan sebagai produk
utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel (Rohaeni et al.
2006b).
● Tumpi, hasil sampingan yang dihasilkan pada saat pemipilan/perontokan
biji jagung selain tongkol dan merupakan bagian pangkal dari biji jagung.
Tumpi bersifat kamba (bulky) (Pamungkas et al. 2004).
● Homini (empok) adalah hasil samping dari industri jagung semolina yaitu
hasil samping dari penggilingan jagung secara kering (dry milling). Terdiri
dari germ yang sudah diekstrak minyaknya, endosperm dan kulit luar yang
masih menempel pada fraksi ini (Umiyasih dan Wina 2008).
Adapun hasil samping dari industri jagung yang ada di luar negeri (Sauvant et
al. 2004) adalah:
● Corn distiller’s adalah hasil samping dari proses distilasi jagung yang
terdiri dari biji-biji sisa dan bahan terlarut dalam proporsi yang bervariasi.
● Corn gluten feed (CGF) adalah hasil samping dari industri pati jagung
yang dihasilkan dari proses penggilingan basah (wet milling). Terdiri dari
campuran dedak, gluten dan kadang-kadang tercampur dengan bahan
konsentrat terlarut dan corn germ. Bahan ini mengandung serat yang
mudah tercerna cukup tinggi.
● Corn gluten meal (CGM) adalah hasil samping dari industri pati jagung
yang dihasilkan dari proses penggilingan basah (wet milling). Terdiri dari
gluten yang diperoleh ketika pati dipisahkan. Mempunyai warna yang
sangat kuning karena mengandung kadar xantofil yang cukup tinggi untuk
pewarna kuning telur. Proteinnya merupakan bypass protein yang tinggi.
● Maize/corn bran (dedak jagung) adalah hasil samping dari industri tepung
jagung atau semolina. Terdiri dari bagian luar biji jagung sebagai
komponen utama yang tercampur dengan beberapa fragmen germ dan
partikel endosperm.
● Maize feed flour adalah hasil samping dari industri tepung jagung atau
semolina. Terdiri dari endosperm sebagai komponen utama, fragmen germ
dan kulit luar.
● Maize germ meal, expeller adalah hasil samping dari industri minyak
jagung. Terdiri dari bungkil (minyak diekstrak secara mekanik) yang
masih ada endosperm dan kulit luarnya.
● Maize germ meal, solvent extracted adalah hasil samping dari industri
minyak jagung. Terdiri dari bungkil (minyak diekstrak dengan pelarut
organik) yang masih ada endosperm dan kulit luarnya.
● Distiller’s dried grains with solubles (DDGS) adalah hasil samping dari
industri bioetanol. Merupakan campuran dari bahan terlarut dan bahan
padatan yang dikeringkan. Fraksi terlarut adalah fraksi cairan setelah
alkohol dipisahkan dengan penguapan dan bahan padatan adalah sisa
padatan yang dipisahkan setelah fermentasi perubahan pati menjadi
alkohol berlangsung.
Feed Additive
Molases
Selain bakteri asam laktat, bahan aditif lainnya yang biasa ditambahkan
pada silase yaitu molases. Molases berguna sebagai sumber karbohidrat mudah
larut atau WSC (Chalisty et al. 2017). Molases (tetes tebu). yaitu hasil samping
dari pengolahan tebu menjadi gula yang masih mengandung gula dan asam-asam
organik cukup tinggi. Kandungan sukrosa dalam molases adalah 48-55%
(Sebayang 2006) sehingga sering digunakan peternak untuk sumber makanan
mikroorganisme dalam proses pembuatan pakan fermentasi.
Molases banyak mengandung karbohidrat mudah larut dan merupakan
aditif yang umum ditambahkan sebanyak 3-5% dari bahan yang difermentasi
(Mcllroy 1976). Jumlah karbohidrat mudah larut yang terdapat dalam molases
adalah 650 g/kg bahan kering, atau sekitar 65 %, sebagian besar terdapat dalam
bentuk sukrosa (Mc Donald et al. 1991), dan kandungan sukrosa berkisar antara
40 sampai 60 % (Dumbre Patil et al. 2008). Menurut Sukria dan Krisnan (2009),
molases mengandung kadar air 23%, bahan kering 77%, protein kasar 4,2%,
lemak kasar
0,2%, serat kasar 7,7%, Ca 0,84%, P 0,09%, BETN 57,1%, abu 0,2. Molases
merupakan sumber energi bagi mikroba selama proses fermentasi berlangsung,
penambahan molases dalam proses fermentasi memberikan sumbangan bagi
ketersediaan karbohidrat terlarut yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan
bakteri, seperti kelompok bakteri asam laktat (Dhalika T et al. 2021). Penambahan
molases pada silase dapat meningkatkan populasi bakteri asam laktat,
meningkatkan kualitas silase dan menghindari berkurangnya bahan kering pada
silase (McDonald et al. 2002).
EM-4 Peternakan
Lactobacillus Plantarum
Lactobacillus plantarum mampu menghasilkan jumlah BAL lebih tinggi
dibandingkan dengan fermentasi yang dilakukan oleh Lactobacillus casei. Habitat
Lactobacillus plantarum yaitu pada fermentasi tanaman dan sayuran (Axelsson L
dan Ahrné S 2000). Lactobacillus plantarum merupakan BAL yang diisolasi
produk fermentasi sayuran juga buah-buahan sehingga mampu tumbuh lebih baik
dibandingkan Lactobacillus casei pada medium fermentasi tepung kulit pisang.
Lactobacillus plantarum mampu tumbuh lebih optimal dan memproduksi asam
lebih tinggi pada fermentasi sayuran dan buah dibandingkan bakteri asam laktat
lainnya (Kusuma dan Zubaidah 2016).
Penurunan total gula pada medium fermentasi yang difermentasi oleh
Lactobacillus plantarum memiliki penurunan nilai total gula tertinggi yakni
sebesar 0.54%. Penurunan total gula terjadi seiring dengan peningkatan total BAL
setelah proses fermentasi terjadi. Semakin banyak BAL yang tumbuh pada produk
maka semakin banyak gula yang dipecah menjadi asam laktat dan energi (Sari
2007). Sukrosa yang merupakan disakarida akan diurai terlebih dahulu menjadi
monosakarida-monosakarida penyusunnya yaitu fruktosa dan glukosa, selanjutnya
glukosa akan dimanfaatkan oleh Lactobacillus casei dan Lactobacillus plantarum
sebagai sumber energi dan sebagian lagi akan dimetabolisme lebih lanjut menjadi
asam-asam organik terutama asam laktat (Yusmarini dan Efendi 2004).
Medium fermentasi tepung kulit pisang kepok yang difermentasi oleh
Lactobacillus plantarum mengalami penurunan pH lebih besar dibandingkan
Lactobacillus casei. Lactobacillus plantarum dapat mempercepat penurunan pH
dibandingkan mikroorganisme lain (Khasanah dan Wikandari 2014). Penurunan
pH dipengaruhi oleh total asam produk. Asam laktat yang diproduksi akan
terdisosiasi
menghasilkan H+ dan CH3CHOCOO- sehingga semakin tinggi asam laktat maka
memungkinkan semakin tinggi ion H+ yang terbebaskan dalam medium (Singleton
dan Sainsburry 1988).
Penurunan kadar pati dapat terjadi karena kedua bakteri Lactobacillus
casei dan Lactobacillus plantarum yang memiliki kemampuan amilolitik dimana
mampu memecah sumber pati untuk digunakan sebagai sumber energi dengan
menghasilkan enzim amilase ekstraseluler untuk mem fermentasi pati menjadi
asam laktat (Ryan et al. 2006). Penurunan serat kasar dapat terjadi karena kedua
bakteri Lactobacillus casei dan Lactobacillus plantarum dapat memfermentasi
serat kasar menjadi senyawa SCFA (Short Chain Fatty Acid) yang berupa asam
propionat, asam butirat, asam laktat, juga asam asetat walaupun laju
pemecahannya lebih lambat daripada pemecahannya terhadap serat pangan larut
(Karpinnen 2003).
Nanas
Kulit nanas berpotensi untuk diolah menjadi minuman probiotik.
Komponen terbesar limbah kulit nenas selain air adalah karbohidrat sehingga kulit
nenas dapat menjadi substrat yang baik untuk pertumbuhan mikroba (Sidharta
1989). Kulit buah nenas dapat mencapai 47% dari total buah dan menurut Yulita
(1989) komposisi kimiawi kulit nenas adalah air sebesar 87,80%, total gula
sebesar 8,60% dan gula pereduksi sebesar 1,35%.
Kulit nanas memiliki kandungan gizi yang baik yaitu bahan kering
88,95%, protein kasar 8,78%, serat kasar 17,09%, lemak kasar 1,15%, abu 3,82%
dan BETN
66,89% (Nurhayati 2008). Sedangkan menurut Ramadhan (2016), kandungan gizi
kulit nanas yaitu protein kasar 8,86%, serat kasar 19,49%, lemak kasar 1,88%, abu
4,52%, BETN 65,68% dan metabolisme energi 1995,35 kkal/kg. Lebih lanjut
Ginting et al. (2005) menyatakan kulit nanas mengandung nutrien yang cukup
tinggi yaitu bahan kering 14,22%, bahan organik 81,90%, abu 8,1%, protein kasar
3,50%, serat kasar 19,69%, lemak kasar 3,49% dan neutral digestible fiber (NDF)
57,27% dan merupakan sumber energi dengan kandungan bruto 4.481 kkal.
Sruamsiri et al. (2007) menyatakan bahwa kulit nanas kaya akan karbohidrat yang
mudah dicerna dan enzim bromelin yang berguna untuk membantu dalam
pencernaan protein.
Menurut Wulandhari et al. (2017), penambahan kombinasi ekstrak nanas
pada pakan buatan dan probiotik pada media pemeliharaan menunjukkan hasil
yang signifikan terhadap laju pertumbuhan relatif dan efisiensi pemanfaatan pakan
pada ikan tawes. Faktor ekstrak nanas ini lebih berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan karena dapat dimanfaatkan dengan baik oleh ikan tawes. Hal ini
diduga enzim bromelin yang terdapat dalam ekstrak nanas dapat menghidrolisis
protein pakan menjadi unsur yang lebih sederhana. Penambahan dosis yang tepat
mempengaruhi pertumbuhan. Pertumbuhan dapat meningkat seiring dengan
bertambahnya dosis lalu menurun saat dosis sudah melampaui batas keefektifan
kerja enzim dalam tubuh ikan. Hasil penelitian Noviandi et al. (2018)
mengungkapkan bahwa
penggunaan limbah kulit nanas tidak mempunyai efek dalam meningkatkan bobot
badan ayam dan juga persentase karkas.
Tabel 1. Komposisi kimia buah nanas segar.
Komponen Kandungan
Total padatan terlarut (%) 10.8 - 17.5
Abu (%) 0.3 - 0.42
Serat (%) 81.2 - 86.2
Nitrogen (%) 0.3 - 0.61
Eter (%) 0.2
Ester (ppm) 1.0 - 250
Pigmen (mg/100 gr bahan)
Karoten 0.13 - 0.29
Xantophyl 0.03
Karbohidrat (%)
Glukosa 1.0 - 3.2
Fruktosa 0.6 - 2.3
Sukrosa 5.9 - 12.0
Pati < 0.002
Selulosa 0.43 - 0.54
Heksosan 0.10 - 0.15
Pentosan 0.33 - 0.43
Pektin 0.06 - 0.16
Asam Organik (%)
Asam Sitrat 0.32 - 1.22
Asam Malat 0.10 - 0.47
Asam Oksalat 0.005
Total asam tertitrasi 0.62 - 1.62
Vitamin (μg/100gr)
p-aminobenzoat 17.0 - 22.0
Asam Folat 2.5 - 4.8
Niacin 200.0 - 280.0
Asam pantotenat 75.0 - 163.0
Vitamin A 0.02 - 0.04
Thiamin 69.0 - 125.0
Vitamin B6 10.0 - 140.0
Asam Askorbat (mg/100gr) 10.0 - 25.0
Sumber: Samson (1982).
Materi
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, plastik kedap udara,
penyiram tanaman, timbangan digital, buku, pulpen, borang penilaian panelis, pH
meter, oven, toples plastik, blender, mesin chopper, tabung reaksi, gelas ukur,
labu erlnmeyer, serta mortar dan pastel.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tebon jagung, molases,
EM-4, aquadest, starter fermentasi Ananta, konsentrat. Bahan pengujian
digunakan MRS-B, bacto agar, NaCl, CaCO3, dan aquadest. Pembuatan silase
tebon jagung menggunakan dua jenis starter fermentasi yaitu starter fermentasi
rumahan dan starter fermentasi komersial. Starter fermentasi rumahan dibuat
dengan bahan susu sapi segar, molases, buah nanas, yakult dan air. Starter
fermentasi komersial yang digunakan, yaitu EM-4 Peternakan dan molases.
Prosedur Penelitian
Gamb
ar 1. Skema pengenceran sampel untuk uji total sel bakteri (Madigan et al. 2011).
Pembuatan Pakan Silase Tebon Jagung
Tebon jagung dilayukan selama kurang lebih 2 - 3 hari untuk menurunkan
kadar air hingga 60%, kemudian dicacah menggunakan mesin chopper. Tebon
jagung yang sudah di chopper disiram dengan starter fermentasi secara bertahap
kemudian dimasukkan ke dalam plastik hingga padat. Lalu, silase akan
disimpan di tempat yang terhindar cahaya matahari selama 30 hari.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan setiap perlakuan
diulang sebanyak tiga kali sehingga jumlah satuan percobaan ada 12 unit. Adapun
faktor dalam penelitian ini yaitu penambahan starter fermentasi (tanpa starter
fermentasi dan dengan starter fermentasi) sebagai berikut:
R0 = Tebon jagung
R1 = Tebon jagung + Molases 3%
R2 = Tebon jagung + EM-4 Peternakan 3%
R3 = Tebon jagung + Starter Fermentasi Ananta 3%
Model persamaan linear RAL dengan faktor tunggal (Steel et al. 1993):
YIj = μ + τi + €ij
Keterangan:
Yij : Peubah yang diamati pada perlakuan yang diberikan (R1, R2, dan R3) ke-i
dan ulangan ke-j
μ : Rataan nilai tengah pengamatan
τ : Pengaruh perlakuan (R1, R2, dan R3) ke-i
€ij : Galat pada perlakuan (R1, R2, dan R3) ke-i dan ulangan ke-j
Tabel 3. Score (Nilai Fleigh) dari kualitas silase berdasarkan BK dan pH.
Nilai Fleigh Keterangan
> 85 Baik sekali
60 – 80 Baik
40 – 60 Cukup Baik
20 – 40 Sedang
< 20 Kurang Baik
Idikut et al. (2009).
Peubah yang diamati
Karakteristik Fisik
Karakteristik fisik silase tebon jagung meliputi aroma, tekstur, warna dan
keberadaan jamur pada silase. Pengamatan dilakukan dengan pengujian sensori
dan dianalisis secara deskriptif.
Karakteristik Kimia (pH dan kandungan nutrisi)
Karakteristik kimia yang diuji pada penelitian ini diamati melalui analisis
proksimat meliputi kandungan bahan kering (BK), abu, protein kasar (PK), serat
kasar (SK), lemak kasar (LK) dan BETN. Kemudian terdapat nilai pH yang
diukur dengan menggunakan pH meter digital. Alat ini sebelum digunakan
dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan.
Nilai Fleigh
Nilai fleigh atau fleigh point merupakan nilai yang digunakan untuk
menentukan kualitas fermentasi pada silase ditinjau dari nilai bahan kering (BK)
dan pH.
Nilai fleigh dihitung berdasarkan formula Killic (1984) yaitu:
2. Nilai pH
Sebanyak 10 g sampel silase direndam dengan aquadest sebanyak 50 ml.
Setelah itu diaduk dan diamkan selama 15 menit, nilai pH diukur
menggunakan pH meter. Pengukuran pH meter dilakukan setiap 1, 2, 3
hingga 4 minggu.
3. Uji Organoleptik
Sebanyak 5 panelis dengan kemampuan indra yang baik dan mengetahui
karakter silase yang baik. Berdomisili di Bogor dan bersedia untuk datang
pada pengujian berikutnya yaitu sebanyak 4 kali.
Analisis Income Over Feed Cost (IOFC)
Analisis IOFC dilakukan dengan pengurangan harga jual dengan harga beli dan biaya pakan
kemudian dilanjutkan dengan analisis secara deskriptif.