Anda di halaman 1dari 41

STUDI META-ANALISIS EFEK SENYAWA METABOLIT

SEKUNDER TANIN TERHADAP KUALITAS SILASE

SKRIPSI
TEKAD URIP PAMBUDI SUJARNOKO

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN

Tekad Urip Pambudi Sujarnoko. D24080393. Studi Meta-Analisis Efek Senyawa


Metabolit Sekunder Tanin Terhadap Kualitas Silase. Skripsi. Departemen Ilmu
Nutrisi Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt.,M.Sc.


Pembimbing Anggota : Ir. Asep Tata Permana, M.Sc.

Hijauan merupakan bahan pakan yang sangat penting bagi ternak ruminansia,
namun di Indonesia keberadaan dan kualitas hijauan tidak menentu. Pembuatan
silase merupakan salah satu cara yang diharapkan dapat menjaga kualitas dan
kuantitas hijauan sepanjang tahun, tetapi di dalam pembuatan silase terjadi proses
pembusukan oleh beberapa bakteri pembusuk. Bakteri tersebut berperan dalam
proses degradasi dan proses deaminasi protein. Tanin merupakan senyawa metabolit
sekunder yang mampu mengikat protein, sehingga proses hidrolisis protein oleh
enzim protease berkurang. Tanin juga berperan sebagai anti-bakteri, jamur, dan
cendawan. Mikroba–mikroba tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas silase,
namun saat ini terdapat perbedaan pendapat dari beberapa peneliti mengenai
pengaruh tanin terhadap kualitas silase, sehingga perlu dilakukan penelitian
menganai jumlah pengaruh level pemberian tanin terhadap kualitas silase. Salah satu
metode yang dapat digunakan dalam menjawab perbedaan pendapat tersebut adalah
teknik meta-analisis. Harapan penulis dengan mengunakan teknik meta-analisis dapat
menjawab pertanyaan mengenai fungsi tanin terhadap kualitas silase, dan
menemukan nilai kuantitatif pengaruh tanin terhadap kualitas silase.
Penelitian ini menggunakan teknik meta-analisis untuk mengintegrasikan 136
data dari tujuh belas jurnal yang mengandung informasi kadar tanin dan kualitas
silase. Teknik meta-analisis diawali dengan pengumpulan data dari beberapa
publikasi ilmiah yang mengandung data kadar tanin dan kualitas silase. Selanjutnya
data tersebut ditabulasi dengan bantuan microsoft excel, dalam proses tabulasi ini
satuan dari setiap data disamakan, setelah itu data ditabulasi dan dianalisis
menggunakan SAS versi 9.1.
Hasil meta-analisis pengaruh level tanin terhadap kualitas silase menunjukkan
bahwa terjadi penurunan deaminasi protein dan pembusukan silase.. Penurunan
proses deaminasi dapat dimodelkan sebagai berikut: Y = 75,4 – 0,636X dengan Y
sebagai jumlah amonia (mM) dan X adalah level tanin (mg/g). Sedangkan model
penurunan jumlah asam butirat dapat diamati sebagai berikut : Y = 6,9 – 0,123 X,
dengan Y adalah jumlah butirat (mM) dan X adalah jumlah tanin yang ada pada
silase (mg/g). Namun untuk variabel kualitas silase lainnya seperti pH, asam laktat,
asam asetat, asam propionat, dan asam butirat, keberadaan tanin tidak berpengaruh
nyata terhadap nilai variabel – variabel tersebut. Pengaruh tanin pada kualitas nutrisi
silase juga tidak signifikan, hal ini dapat dilihat pada kandungan CP, ADF, dan NDF
yang tidak berbeda antara silase yang mengandung tanin dan tidak mengandung
tanin. Namun untuk ADICP terdapat indikasi penurunan jumlah dengan adanya tanin
di dalam silase (0,05 < P < 0,1). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanin tidak
meningkatkan kualitas silase, namun tanin mampu menjaga kualitas silase dari
proses de-aminasi dan pembusukan yang terlalu tinggi.

Kata-kata kunci : meta-analisis, tanin, silase


ABSTRACT

Meta-Analisis of The Efect of Tannin as Plant Secondary Compound


on Silage Quality
T.U.P. Sujarnoko, A. Jayanegara and A. T. Permana
Silage is a technique for preserving forage quality and quantity through the action of
decreasing pH. However, during ensilage process some nutrition especially protein
decrease due to the growth of spoilage bacteria such as Clostridium sp., Escherichia
coli, and Listeria monocytogenes. Tannin is an anti-nutritional factor that binds
protein and potentially may reduce the activity of such spoilage bacteria. This study
used meta-analysis to analyse data from seventeen journals and 136 data that contain
information on the amount of tannin in the silage. The data was tabulated into
Microsoft Excel and was selected according to data validity and value of journal.
Mixed models were applied to analyse the meta-data by using SAS. The results show
that tannin in the silage does not affect nutrient contents significantly such as crude
protein (CP), neutral detergent fiber (NDF) and acid detergent fiber (ADF).
However, there is an indication (0,05 < P <0,1) that tannin decreases acid detergent
insoluble crude protein (ADICP). Tannin does not increase silage quality parameters
such as pH, acetate, propionate and lactate. But on other hand, tannin can reduce the
deterioration of silage by decreasing de-amination and spoilage process.
Mathematical model on the effect of tannin level and NH 3 concentration as a de-
amination product is: Y = 75,3717 – 0,6363 X, where Y = NH 3 concentration (mM)
and X = tannin level (mg/g dry matter). It is also indicated that tannin can decrease
spoilage process by decreasing butyrate concentration with mathematical model of:
Y = 6,9 – 0,123 X, where Y = butyrate concentration (mM) and X = tannin level
(mg/g dry matter). It is concluded that tannin could maintain silage quality from
deamination and spoilage process but without improving the silage quality.

Keywords : meta-analysis, tannin, silage


STUDI META-ANALISIS EFEK SENYAWA METABOLIT
SEKUNDER TANIN TERHADAP KUALITAS SILASE

TEKAD URIP PAMBUDI SUJARNOKO


D24080393

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul : Studi Meta-Analisis Efek Senyawa Metabolit Sekunder Tanin Terhadap
Kualitas Silase
Nama : Tekad Urip Pambudi Sujarnoko

NIM : D24080393

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt, M.Sc.) (Ir. Asep Tata Permana, M.Sc.)
NIP. 19830602 200501 1 001 NIP. 19640302 199103 1 002

Mengetahui,
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.)


NIP. 19670506 199103 1 001

Tanggal Ujian: 6 September 2012 Tanggal Lulus:


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 03 November 1990 di


Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah anak pertama dari
dua bersaudara dari pasangan Bapak Djarno dan Ibu
Marsini. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2002
di SDN Sugihrejo 1, pendidikan lanjutan menengah
pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMPN 1
Kawedanan dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan
pada tahun 2008 di SMAN 1 Magetan.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Ilmu Nutrisi Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri pada tahun 2008.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam Dewan mushola asrama
TPB, Komti kelas A09, Ketua Ikatan Mahasiswa Jawa Timur, Wakil Ketua Ikatan
Mahasisiwa Pelajar Magetan, anggota divisi Ilmu dan Teknologi Himpunan
Mahasiswa Nutrisi Ternak, selain organiasi penulis mengikuti kegiatan penunjang
seperti asisten praktikum Tingkat Persiapan Bersama Biologi dasar, asisten mata
kuliah Nutrisi ternak perah, dan asisten praktikum Integrasi proses nutrisi. Prestasi
yang diraih penulis saat kuliah adalah: salah satu dari 104 inovasi Menristek 2012,
peserta Altech Young Compettion 2012, lolos seleksi abstrak Three University 2012,
Juara 2 LKTI tingkat nasional Fapet Golden Week, Juara 3 LKTI tingkat Nasional
Agroindustrial fair, 16 besar LKTI tingkat nasional TIMPI, juara satu cerdas cermat
INTP, Juara 3 futsal silase 2010, Juara 1 futsal Silase 2011, juara 2 lomba tulis puisi
fakultas peternakan IPB, 5 besar busines chalange mahasiswa Jatim. Penulis juga
mendapatkan dana hibah penelitian PKM Penelitian pada tahun 2009, 2010, 2011,
dan PKM Pengabdian Masyarakat pada tahun 2011, penulis juga menjadi mahasiswa
berprestasi pertama tingkat departemen dan urutan ke – 6 tingkat fakultas. Kegiatan
yang dilakukan oleh penulis di luar kuliah adalah, pengajar Fisika, Biologi, Kimia,
dan Matematika untuk SMA di bimbingan belajar Salemba Group. Penulis juga
bekerja sebagai pengajar Fisika untuk mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama di
Bimbingan Belajar Mafia Club.
.
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirahiim
Segala puji hanya bagi Allah, hanya kepada-Nya kami mengabdi dan hanya
kepada-Nya kami memohon pertolongan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah
atas rasul-Nya yang mulia, atas keluarganya, sahabatnya dan atas umatnya yang
selalu mengikuti jalannya hingga akhir jaman, amma ba’du.
Hijauan merupakan bahan pakan yang sangat penting bagi ternak ruminansia,
namun di Indonesia keberadaannya tidak kontinu, sehingga diperlukan teknik
penyimpanan yang tepat. Silase merupakan metode penyimpanan dengan metode
menurunkan pH lingkungan agar bakteri pembusuk mati, tetapi dalam pembuatan
silase terdapat proses degradasi dan deaminasi protein, oleh karena itu diperlukan
bahan yang mampu mengatasi proses tersebut. Tanin dikenal sebagai antinutrisi yang
mampu mengikat protein, namun di sisi lain tanin dindikasi mampu mengurangi
proses deaminasi dan degradasi protein saat proses pembuatan silase, karena tanin
bersifat antibakteri, jamur, dan cendawan, tetapi hal ini masih menjadi perdebatan
beberapa peneliti, sehingga dibutuhkan penarikan kesimpulan dari berbagai integrasi
data yang ada. Dalam melakukan penarikan kesimpulan ini dilakukan teknik meta-
analisis mengenai Efek Senyawa Metabolit Sekunder Tanin Terhadap Kualitas
Silase.
Penulis berharap agar skripsi yang dibuat mampu mengatasi permasalahan
degradasi dan de-aminasi protein pada pembuatan silase. Skripsi ini juga diharapkan
dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai teknik meta-analisis dalam
nutrisi ternak.
Terimakasih yang sangat banyak penulis ucapkan kepada pembimbing
skripsi, pembimbing akademik, serta pihak–pihak yang telah membantu peneliti
menyelesaikan penelitian ini. Semoga Allah selalu memberi hidayah dan taufik bagi
kita semua.

Bogor, september 2012

Tekad Urip Pambudi Sujarnoko


D24080393
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ....................................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
Latar Belakang .......................................................................................... 1
Tujuan ........................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 3
Tanin ...........................................................................................................3
Silase .......................................................................................................... 6
Pengaruh Mikroba dan Tanin Terhadap Kualitas Silase ............................ 8
Meta-analisis ...............................................................................................10
MATERI DAN METODE .................................................................................... 12
Waktu dan Lokasi ......................................................................................12
Materi ......................................................................................................... 12
Prosedur ....................................................................................................... 12
Rancangan dan Analisis Data .................................................................. 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 16
Pengaruh Kadar Tanin Terhadap Kandungan Nutrisi Silase ....................16
Pengaruh Kadar Tanin Terhadap Kualitas Silase ......................................18
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 23
Kesimpulan ............................................................................................... 23
Saran ......................................................................................................... 23
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25
LAMPIRAN ......................................................................................................... 28
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Data Jurnal dan Studi yang Digunakan ........................................ 13
2. Pengaruh Kadar Tanin Terhadap Kandungan Nutrisi Silase ....... 16
3. Pengaruh Kadar Tanin Terhadap Kualitas Silase ........................ 19
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Struktur Tanin Terhidrolisis dan Terkondensasi ............................ 4
2. Contoh Interaksi Tanin dan Protein……………………………….. 6
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Hasil Analisis Pengaruh Kadar Tanin Terhadap NH 3 ..................... 31
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembuatan dan perencanaan silase yang tepat sangat penting dilakukan di
Indonesia, karena saat musim penghujan jumlah hijauan sangat melimpah, namun
saat musim kemarau jumlah hijauan berkurang sangat drastis. Perencanaan
pembuatan silase yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kualitas silase, sehingga
kebutuhan hijauan pakan dari segi kualitas dan kuantitas dapat dipenuhi sepanjang
tahun. Prinsip pembuatan silase adalah menurunkan pH lingkungan di dalam silo
sampai mendekati empat atau di bawah empat, namun dalam proses ini diperlukan
selang waktu untuk mencapai proses tersebut. Selang waktu tersebut dimanfaatkan
oleh bakteri pembusuk untuk berkembang biak dan menurunkan nilai nutrisi silase.
Pemanfaatan nutrisi hijauan oleh bakteri pembusuk akan menurunkan nilai
nutrisi dan kualitas silase, salah satu permasalahan yang cukup sering terjadi adalah
proses deaminasi protein yang menghasilkan amonia. Proses deaminasi dapat
menurunkan nilai protein dan amonia yang dihasilkan oleh bakteri pembusuk dapat
menurunkan kualitas silase dengan mengurangi palatabilitas ternak.
Tanin merupakan senyawa metabolit sekunder pada tanaman yang memiliki
kemampuan untuk mengikat protein dan sebagai zat antibakteri, serta jamur (Salawu
et al., 1999). Kemampuan tanin dalam mengikat protein diharapkan dapat
dimanfaatkan sebagai pencegah tumbuhnya Clostridium sp yang merupakan bakteri
pembusuk, selain itu kemampuan tanin sebagai antibakteri dan jamur serta cendawan
diharapkan dapat menjaga kualitas silase dari proses deaminasi.
Pengaruh tanin terhadap kualitas silase saat ini menjadi perdebatan beberapa
ahli. Ada yang berpendapat bahwa tanin mampu meningkatkan kualitas silase,
sebagian lagi berpendapat bahwa tanin memiliki pengaruh yang negatif bagi silase,
namun ada juga yang berpendapat keberadaan tanin tidak berpengaruh terhadap
kualitas silase. Untuk itulah diperlukan teknik analisis dan penarikan kesimpulan dari
data yang ada untuk menjawab perbedaan tersebut. Salah satu metode menjawab
perdebatan tersebut adalah dengan menggunakan teknik statistik meta-analisis.
Teknik ini adalah alat untuk mengintegrasikan data dari setiap penelitian yang
dilakukan pada tempat, waktu, dan peneliti yang berbeda (St-Pierre, 2001).

1
Tujuan
Penelitian ini bertujuan memanfaatkan data kandungan tanin dan kualitas
silase dari berbagai penelitian melalui metode meta-analisis dan mengambil analisis
secara global untuk mendapatkan hubungan kuantitatif jumlah tanin dalam hijauan
pakan terhadap kualitas silase dan menjaga kualitas silase dari proses deaminasi
dengan memanfaatkan tanin sebagai pengikat protein dan antibakteri, jamur, serta
cendawan.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Tanin
Tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada beberapa
tanaman. Tanin mampu mengikat protein, sehingga protein pada tanaman dapat
resisten terhadap degradasi oleh enzim protease di dalam silo ataupun rumen (Kondo
et al., 2004). Tanin selain mengikat protein juga bersifat melindungi protein dari
degradasi enzim mikroba maupun enzim protease pada tanaman (Oliveira et al.,
2009), sehingga tanin sangat bermanfaat dalam menjaga kualitas silase.
Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam senyawa polifenol
(Deaville et al., 2010). Tanin mempunyai kemampuan mengendapkan protein,
karena tanin mengandung sejumlah kelompok ikatan fungsional yang kuat dengan
molekul protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang besar dan
komplek yaitu protein tanin. Tanin mempunyai berat molekul 0,5-3 KD. Tanin alami
larut dalam air dan memberikan warna pada air, warna larutan tanin bervariasi dari
warna terang sampai warna merah gelap atau coklat, karena setiap tanin memiliki
warna yang khas tergantung sumbernya (Ahadi, 2003).
Tanin pada tanaman diklasifikasikan sebagai tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Tanin terhidrolisis merupakan jenis tanin yang mempunyai struktur
poliester yang mudah dihidrolisis oleh asam atau enzim, dan sebagai hasil
hidrolisisnya adalah suatu asam polifenolat dan gula sederhana. Golongan tanin ini
dapat dihidrolisis dengan asam, mineral panas dan enzim-enzim saluran pencernaan.
Sedangkan tanin terkondensasi, yang sering disebut proantosianidin, merupakan
polimer dari katekin dan epikatekin (Maldonado, 1994). Tanin yang tergolong tanin
terkondensasi, banyak terdapat pada buah-buahan, biji-bijian dan tanaman pangan,
sementara yang tergolong tanin terhidrolisis terdapat pada bahan non-pangan
(Makkar, 1993), untuk lebih jelas struktur tanin dapat dilihat pada Gambar 1.
Menurut Susanti (2000), sifat utama tanin pada tanaman tergantung pada
gugus fenolik-OH yang terkandung dalam tanin. Secara garis besar sifat tanin dapat
dijabarkan sebagai berikut :

3
(a) Tanin terhidrolisis (b) Tanin terkondensasi

Gambar 1. Struktur tanin terhidrolisis (a) dan terkondensasi (b)


Sumber: (Dennis et al., 2005)

1. Tanin secara umum memiliki gugus fenol dan bersifat koloid.


2. Semua jenis tanin dapat larut dalam air, kelarutannya besar dan akan bertambah
besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu pula dalam pelarut organik
seperti metanol, etanol, aseton dan pelarut organik lainnya.
3. Reaksi warna terjadi bila disatukan dengan garam besi. Reaksi ini digunakan
untuk menguji klasifikasi tanin. Reaksi tanin dengan garam besi akan
memberikan warna hijau dan biru kehitaman, tetapi uji ini kurang baik karena
selain tanin yang dapat memberikan reaksi warna, zat-zat lain juga dapat
memberikan reaksi warna yang sama.
4. Tanin mulai terurai pada suhu 98,8 0C.
5. Tanin dapat dihidrolisis oleh asam, basa, dan enzim.
6. Ikatan kimia yang terjadi antara tanin-protein atau polimer lainnya terdiri dari
ikatan hidrogen, ikatan ionik, dan ikatan kovalen.
7. Tanin mempunyai berat molekul tinggi dan cenderung mudah dioksidasi menjadi
suatu polimer, sebagian besar tanin amorf (tidak berbentuk) dan tidak
mempunyai titik leleh.

4
8. Warna tanin akan menjadi gelap apabila terkena cahaya atau dibiarkan di udara
terbuka.
9. Tanin mempunyai sifat bakteristatik dan fungistatik.
Tanin dikenal sebagai senyawa antinutrisi karena kemampuannya membentuk
ikatan komplek dengan protein. Kemampuan tanin untuk mengendapkan protein ini
disebabkan tanin memiliki sejumlah group fungsional yang dapat membentuk
komplek kuat dengan molekul-molekul protein, oleh karena itu secara umum tanin
dianggap sebagai anti-nutrisi yang merugikan. Ikatan antara tanin dan protein sangat
kuat sehingga protein tidak mampu tercerna oleh saluran pencernaan. Pembentukan
komplek ini terjadi karena adanya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, dan ikatan
kovalen antara kedua senyawa tersebut (Makkar, 1993). Menurut Ariningsih (2004),
ikatan kovalen terbentuk apabila tanin telah mengalami oksidasi dan membentuk
polimer quinon yang selanjutnya melalui reaksi adisi eliminasi atom N dari gugus
asam amino protein menggantikan atom oksigen dari senyawa poliquinon. Ikatan
hidrogen yang terbentuk merupakan ikatan antara atom H yang polar dengan atom O
baik dari protein (dari asam amino yang memiliki rantai samping non-polar) atau
tanin (cincin benzena), adapun yang mendominasi kekuatan ikatan ini adalah ikatan
hidrogen dan interaksi hidrofobik. Pembentukan ikatan antara tanin-protein
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (1) karakteristik protein, seperti komposisi
asam amino, struktur, titik isoelektrik dan bobot molekul, (2) karakteristik tanin,
seperti berat molekul, struktur, dan heterogenitas tanin, (3) kondisi pereaksi, seperti
pH, suhu, waktu, komposisi pelarut. Semakin rendah pH, jumlah tanin yang
berinteraksi semakin kecil. Hal ini menunjukkan penurunan afinitas tanin terhadap
protein untuk membentuk komplek dikarenakan adanya efek elektrostatik dari
protein, pada pH tinggi dimana group fenolhidroksil terionisasi maka tanin tidak
berinteraksi dengan protein.
Menurut Makkar (1993), keberadaan sejumlah gugus fungsional pada tanin
akan menyebabkan terjadinya pengendapan protein, selain membentuk komplek
dengan protein bahan pangan, tanin juga berikatan dengan protein mukosa sehingga
mempengaruhi daya penyerapan terhadap nutrien. Proses ikatan tanin dan nutrisi
pakan bisa dilihat pada Gambar 2.

5
Gambar 2. Contoh interaksi tanin dengan protein
Sumber: (Matteo et al., 2010)

Tanin merupakan senyawa yang mampu mengurangi produksi gas metan.


Semakin tinggi konsentrasi tanin maka produksi CH 4 akan menurun. Menurut Patra
et al. (2006), tanin yang terkandung dalam ekstrak tanaman Terminalia chebula
mempunyai aktivitas anti-metanogenik. Sementara itu McSweeney et al. (2001)
menyatakan bahwa penurunan produksi gas CH 4 dapat pula disebabkan oleh
penurunan degradasi karbohidrat struktural akibat terbentuknya suatu komplek antara
tanin dengan selulosa atau hemiselulosa.

Silase
Teknologi pasca panen merupakan salah satu hal penting dalam
mempertahankan kandungan nutrisi hijauan pakan. Salah satu teknik penyimpanan
yang umum digunakan adalah pembuatan silase. Silase merupakan teknik
penyimpanan yang dapat dimanfaatkan tidak hanya dalam musim kemarau, tetapi di
semua musim (Ohmomo et al., 2002).
Silase merupakan metode penyimpanan dengan prinsip fermentasi, dari
proses ini akan dihasilkan asam laktat (Muck, 2002). Bakteri asam laktat merupakan
bakteri Gram positif, tidak berspora, berbentuk batang atau basil maupun kokus,
tidak memiliki sitokrom, bersifat anaerobik tetapi toleran terhadap O 2 , mampu
menghasilkan asam laktat yang berguna sebagai bahan pengawet silase (Salminen
6
dan Wright, 1998). Apabila kondisi pH di dalam silo kurang dari 4, aktivitas bakteri
asam laktat mulai terhambat, sehingga proses pembentukan asam laktat menjadi
stabil. Di dalam silase terbentuk senyawa asam butirat yang berasal dari konversi
asam laktat menjadi asam butirat, CO 2 dan H 2 . Hal ini terjadi akibat adanya aktivitas
bakteri pembusuk (Ohmomo et al., 2002). Pada saat pH kurang dari 4, kualitas silase
menjadi stabil selama tetap dalam kondisi anaerob. Sebaliknya apabila terjadi
pasokan oksigen atau air di dalam silo, pH menjadi meningkat dan fermentasi bakteri
clostridium dapat berlangsung, pada kondisi ini asam laktat diubah menjadi asam
butirat (Ohmomo et al., 2002). Selain menghasilkan asam laktat bakteri asam laktat
dapat juga menghasilkan hidrogen peroksida yang mampu menghambat
pertumbuhan mikroba pembusuk. Aktivitas hidrogen peroksida sebagai senyawa
antimikroba, melibatkan sistem laktoperoksidase. Sistem ini dapat merusak membran
sitoplasma bakteri gram negatif.
Penilaian kualitas silase dapat diamati dari beberapa aspek diantaranya adalah
pH silase, pH silase dikategorikan sebagai berikut : 3,5-4,2 baik sekali, 4,2-4,5 baik,
4,5-4,8 sedang, lebih dari 4,8 dikategorikan dalam kualitas jelek (Siregar, 1996).
Warna merupakan salah satu penentu kualitas silase selain pH. Menurut Siregar
(1996), secara umum silase yang baik mempunyai warna hijau atau kecoklatan.
Penilaian silase juga ditentukan oleh bau yang dihasilkan. Silase yang baik memiliki
aroma asam dan memiliki palatabilitas yang lebih baik dari silase yang jelek. Tekstur
silase merupakan salah satu komponen penting dalam menilai kualitas silase.
Kualitas silase yang baik umumnya memilki tekstur yang mirip dengan aslinya dan
dalam silase tidak terdapat jamur.
Silase sebagai teknik menurunkan pH lingkungan hijauan ternyata
dipengaruhi oleh iklim wilayah pembuatan silase, tingginya nilai pH silase yang
dibuat di daerah tropis dibanding dengan nilai pH silase yang dibuat di daerah
subtropis disebabkan rumput tropis pada umumnya berbatang, berserat tinggi, dan
rendah kandungan karbohidrat mudah terfermentasi, sehingga pada pembuatan silase
rumput tropis perlu ditambahkan pakan sumber karbohidrat mudah terfermentasi
sebagai makanan bagi bakteri penghasil asam (Kondo, 2004). Disamping itu, pH
silase yang tinggi juga disebabkan dalam pembuatan silase di daerah tropis tidak
ditambah dengan bahan pengawet (Siregar, 1996).

7
Disamping pH warna silase merupakan salah satu kriteria penilaian kualitas
silase. Menurut Siregar (1996), secara umum silase yang baik mempunyai warna
hijau atau kecoklatan. Namun dalam proses pembuatan silase ditemukan perubahan
warna. Menurut Reksohadiprodjo (1988), perubahan warna ini terjadi karena proses
respirasi aerobik yang berlangsung selama persediaan oksigen masih ada, sampai
gula sederhana pada tanaman habis. Gula sederhana yang terdapat pada silase akan
teroksidasi menjadi CO 2 dan air, dan akan menghasilkan panas. Bila temperatur
terlalu panas, silase akan berwarna coklat tua sampai hitam. Hal ini menyebabkan
turunnya palatabilitas silase. Proses kenaikan temperatur pada silase juga dapat
menurunkan jumlah karbohidrat, serta dapat memicu proses denaturasi protein yang
dapat menurunan kecernaan protein. Warna coklat pada silase juga dapat disebabkan
oleh pigmen phatophytin suatu derivat klorofil yang tidak mengandung magnesium.
Pada proses pembuatan silase umur tanaman berpengaruh terhadap jumlah
karbohidarat mudah terfermentasi. Tanaman muda pada umumnya memiliki
kandungan karbohidrat mudah terfermentasi lebih tinggi. Karbohidrat ini nantinya
akan dirombak menjadi volatil fatty acid (VFA) yaitu asam laktat, asam asetat,
asam butirat, asam karbonat, serta alkohol dalam jumlah yang kecil (Oliveira, 2009).
Asam laktat merupakan komponen penting dalam pengawetan silase, namun asam
lemak terbang lain seperti asam butirat bila terlalu tinggi akan menyebabkan
penurunan kualitas silase. Perlu diketahui bahwa aktivitas mikroba pembusuk seperti
spesies Clostridium sp akan mengubah asam laktat yang baik bagi kualitas silase
menjadi asam butirat yang bersifat merusak silase (Salawu, 1999).

Pengaruh Mikroba dan Tanin Terhadap Kualitas Silase


Silase merupakan teknik penyimpanan yang memanfaatkan proses fermentasi
oleh bakteri asam laktat yang memiliki kemampuan dalam merubah lingkungan
sekitar silo menjadi asam. pH yang rendah ini menyebabkan bakteri pembusuk tidak
dapat tumbuh. Bakteri asam laktat (BAL) juga menghasilkan hidrogen peroksida
yang bersifat racun terhadap bakteri pembusuk (Muck, 2002). Selain bakteri asam
laktat di dalam silase terdapat bakteri yang memiliki fungsi bertolak belakang dengan
bakteri asam laktat seperti Bacterium herbicola, Escherichia coli, Bacillus sp,
Listeria monocytogenes. Mikroba–mikroba ini memiliki kemampuan dalam

8
merombak bahan organik dan protein menjadi CO 2 , CH 4 , CO, NO, NO 2 dan air
(Ohmomo et al., 2002).
Kualitas silase selain ditentukan oleh mikroba–mikroba yang terdapat dalam
lingkungan silo, juga dipengaruhi oleh senyawa metabolit sekunder. Penambahan
tanin yang berasal dari tanaman chestnut, mimosa atau residu daun teh hijau
meningkatkan kualitas silase yang ditandai dengan penurunan degradasi bahan
kering (BK) dan protein kasar (PK) selama ensilase, serta konsentrasi N-amonia atau
N total, hal ini dapat menujukkan bahwa pembusukan yang dilakukan mikroba
berkurang (Salawu et al., 1999; Kondo et al., 2004, dan Tabacco et al., 2006).
Santoso et al. (2007) juga melaporkan bahwa penambahan tanin yang berasal dari
residu daun teh hitam menurunkan degradasi BK dan PK selama ensilase rumput
gajah. Oleh sebab itu, senyawa tanin dapat dijadikan agen proteksi protein yang
bersifat alami selama ensilase. Salawu et al. (1999) menyatakan bahwa tanin dapat
menghambat aktivitas bakteri dan jamur, hal ini berpengaruh terhadap jumlah
konversi asam laktat yang diubah menjadi asam asetat, etanol atau butirat. Penurunan
konversi ini terjadi akibat bakteri Closridium sp yang merupakan bakteri pembusuk
jumlahnya menurun, hal ini ditunjukkan oleh penurunan jumlah asam butirat dalam
silase. Yahaya et al. (2004) dan Santoso et al. (2010), menyatakan bahwa
peningkatan kadar tanin akan menurunkan jumlah NDF dan hemiselulosa. Menurut
Santoso (2010) penurunan NDF dan hemiselulosa dapat meningkatkan kualitas
silase, karena dapat meningkatkan kecernaan silase oleh ternak.
Penelitian–penelitian diatas menyatakan bahwa tanin memiliki pengaruh
positif terhadap kualitas silase. Penelitian Oliveira et al. (2009) menyatakan bahwa
hasil silase dari sorgum bertanin tinggi dan bertanin rendah tidak berbeda nyata
terhadap jumlah kadar asam butirat, propionat, dan asetat. Kadar NH 3 pada
penelitian ini menunjukkan jumlah yang lebih tinggi pada silase sorgum dengan
kadar tanin tinggi daripada silase sorgum pada kadar tanin rendah baik yang
ditambah dengan polyetilen glycol maupun tidak, sedangkan penelitian lain
menyatakan bahwa tanin tidak berpengaruh terhadap proses fermentasi dalam silase,
tetapi tanin mampu menjaga protein dari proses de-aminasi (Cavallarin, 2007).

9
Meta-analisis
Meta-analisis merupakan suatu studi dengan cara menganalisis data yang
berasal dari studi primer. Hasil analisis studi primer dipakai sebagai dasar untuk
menerima atau mendukung hipotesis, menolak atau menggugurkan hipotesis yang
diajukan oleh beberapa peneliti (Sugiyanto, 2004). Teknik meta-analisis dapat juga
digunakan sebagai alat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan baru dengan
berpedoman pada data lama yang dimiliki (Glass, 1981). Sutjipto (1995)
menyatakan bahwa meta-analisis adalah salah satu teknik merangkum berbagai hasil
penelitian secara kuantitatif.
Meta-analisis pada awalnya dikembangkan dalam proses penelitian psikologi,
kesehatan, dan ilmu sosial, namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
terutama dalam bidang nutrisi makanan ternak maka metode ini diadopsi dalam
menjawab permasalahan–permasalahan yang ada dalam bidang tersebut (Sauvant et
al., 2008).
Meta-analisis memiliki keuntungan dalam membantu peneliti di negara
berkembang yang tidak memiliki peralatan dan dana yang memadai untuk
melakukan penelitian melalui pengumpulan data publikasi ilmiah di seluruh dunia.
Meta-analisis juga dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk menguji hipotesis suatu
penelitian secara global, seperti menguji pengaruh obat, dan feed aditif yang
terdapat dalam beberapa publikasi ilmiah. Metode ini dapat juga dimanfaatkan
sebagai model empiris suatu respon biologis ternak terhadap suatu perlakuan. Meta-
analisis juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dan meringkas suatu
pengukuran yang didapatkan dari penelitian sekunder atau data minor dari suatu
penelitian utama (Sauvant et al., 2008). Metode ini sangat membantu dalam
permodelan percobaan secara mekanistik, untuk mengestimasi atau menduga
parameter dan memperkirakan variabel tetap suatu model matematis respon ternak
terhadap suatu perlakuan (Sauvant et al., 2008).
Proses meta-analisis pada ilmu peternakan yang selama ini dilakukan
seringkali mengabaikan efek studi, dengan mengabaikan efek studi ini akan
mengakibatkan tingginya nilai bias atau eror pada nilai slope dan intercept pada
model matematis yang didapat (St-Pierre, 2001). Studi ini disebut juga sebagai fixed
effect. Secara garis besar pengertian fixed effect adalah proses analisis yang hanya

10
berkonsentrasi pada nilai peluang dan mengabaikan variasi penelitian, oleh karena itu
diperlukan analisis yang mampu mengurangi pengaruh perbedaan variasi dalam
pengumpulan data. Analisis yang mampu mengurangi pengaruh variasi antar studi
adalah random effect, dengan menggunakan metode analisis ini akan didapatkan
selang kepercayaan yang lebih lebar dibandingkan fixed effect, sehingga pada
penelitian ini dilakukan proses penggabungan antara metode fixed effect dan random
effect yang selanjutnya disebut mixed model, dengan metode ini kelebihan dan
kekurangan kedua analisis dapat digabungkan. Analisis mixed model ini terdapat
pada software SAS 9.1 (St-Pierre, 2001).
Penelitian meta-analisis diawali dengan pengumpulan data dari berbagai
jurnal secara objektif, dengan pendekatan konsep yang baik, selanjutnya dilakukan
penyeleksian jurnal dan tabulasi data. Dari hasil penyeleksian tersebut, dilakukan
analisis grafik yang dilanjutkan dengan pembuatan desain meta-analisis, setelah
proses pembuatan grafik selesai dilakukan proses seleksi model statistik yang tepat,
kemudian setelah tahap diatas selesai maka dilakukan analisis dan evaluasi, apabila
terjadi kesalahan bisa dilakukan pemeriksaan data pada tahap–tahap sebelumnya,
setelah dirasa benar maka hasil meta-analisis dapat digunakan (Sauvant et al., 2008).

11
MATERI DAN METODE

Waktu dan Lokasi


Penelitian yang berupa seleksi jurnal, tabulasi data, pembobotan data, analisis
data, dan pembahasan data dilaksanakan di Fakultas Peternakan IPB, dimulai dari
bulan Maret hingga Juni 2012.

Materi
Peralatan dalam melakukan penelitian berikut adalah hardware berupa
komputer, serta beberapa software berupa Microsoft excel 2007, Microsoft word
2007, serta program SAS 9.1. Bahan penelitian ini berupa data yang telah
dikumpulkan dari beberapa jurnal internasional. Jurnal yang dipilih dalam penelitian
ini adalah jurnal yang melaporkan jumlah tanin yang terdapat pada silase, ataupun
kandungan tanin yang ada pada bahan silase sehingga dapat dihitung jumlah tanin
yang terdapat pada silase. Selain itu tanin yang terdapat pada jurnal tersebut harus
hasil analisis laboratorium (bukan kadar tanin dari data sekunder). Jurnal yang
digunakan dalam penelitian ini berupa jurnal berbahasa Inggris atau bahasa
Indonesia, karena peneliti memiliki keterbatasan pada bahasa lain. Dari hasil
pencarian jurnal didapatkan tujuh belas jurnal, 24 studi, dan 138 data yang
melaporkan pengaruh kadar tanin terhadap kualitas silase (Olivra et al., 2009, Xu et
al., 2007, Tobacco et al., 2006, Kondo et al., 2004, Adesogan, 2002, Salawu et al.,
2001, Fraser et al., 2001, Salawu et al., 1999, Kondo et al., 2007, Kondo et al., 2007,
Kondo et al., 2007, Kondo et al., 2006, Kondo et al., 2004, Kondo et al., 2004,
Albrect et all., 1991, Deaville et al., 2010, Santoso et al., 2011). Untuk lebih jelas
jurnal – jurnal yang digunakan ditabulasi pada Tabel 1.

Prosedur
Data dari berbagai publikasi di atas ditabulasi dalam suatu database berbasis
MS Excel. Dalam melakukan tabulasi dilakukan penyamaan satuan serta
pembobotan, selanjutnya data diolah dan dikomparasikan dengan metode meta-
analisis, dan dibuat permodelan kuantitatif mengenai pengaruh kandungan tanin
terhadap kualitas silase (Sauvant et al., 2008). Penelitian dilakukan dengan
menempatkan kandungan tanin sebagai efek tetap (fixed effect) dan perbedaan antar

12
studi sebagai efek acak (random effect) yang menggunakan prosedur Mixed model
pada software SAS versi 9.1 (SAS Institute Inc., 2008).

Tabel.1 Jurnal dan Studi yang digunakan


Sumber Bentuk Fraksi Level Tanin
No Referensi Tahun Studi Pakan Dasar
Tanin Tanin Tanin (g/ Kg)
Non-
1 Oliveira 2009 1 - Sorghum CT 0,20-57,50
extracted
Non-
2 Xu 2007 2 TMR Green tea CT 0,57-15,87
extracted
3 Cavallarin 2007 3 Lucerne Chestnut Extracted TT 0,00 -40,00
4 Tabacco 2006 4 Alfalfa Chestnut Extracted TT 0,00-60,00
5 Tabacco 2006 5 Alfalfa Chestnut Extracted TT 0, 40
6 Tabacco 2006 6 Alfalfa Chestnut Extracted TT 5,00 & 6,20
Non-
7 Kondo 2004 7 Sudan grass TT 8,30-17.60
extracted
1:3 Non-
8 Adesogan 2002 8 Querbaco TT 0,00 & 16,00
Pea/Wheat extracted
3:1 Non-
9 Salawu 2001 9 Querbaco TT 5,00
Pea/wheat extracted
forage pea Non-
10 Fraser 2001 10 forage pea TT 0,50
10 extracted
perenial
11 Salawu 1999 11 Querbaco Extracted TT 50,00
rygrass
perenial
12 Salawu 1999 12 Mimosa Extracted TT 0,00-72,00
rygrass
13 Kondo 2007 13 TTH &SBM BTS Extracted TT 3,23-2,20
TTH &
14 Kondo 2007 14 TTH &SBM Extracted TT 2,20-10,48
SBM
TMR &
15 Kondo 2007 15 TMR + GTB Extracted TT 2,31-10, 60
GTB
Non-
16 Kondo 2006 16 Tofu Cake Tofu Cake TT 0,00-72,00
extracted
TC +G+ TC +G+ Non-
17 Kondo 2006 17 TT 0,00-1,76
GTW GTW extracted
Sudan Non-
18 Kondo 2004 18 Sudan grass TT 0,00-18,28
grass extracted
SG + Wet SG + Wet Non-
19 Kondo 2004 19 TT 0,00-10,00
GTW GTW extracted
Oat + Non-
20 Kondo 2004 20 Oat + GTW TT 14,40 - 26,50
GTW extracted
Serialia Non-
21 Albrecht 1991 21 Serala TT 0,00-29,40
(forage) extracted
Non-
22 Albrecht 1991 22 Lotus Lotus TT 0,00-55,60
extracted
perenial
23 Deaville 2010 23 Chestnut Extracted TT 0,00-31,10
ryegrss
24 Santoso 2008 24 king grass Akasia Extracted TT 0,00-80,00
Keterangan : TMR ( Ransum Komplit ) , TTH ( Timothy hay ), SBM ( Bungkil Kedelai ) , GTW
(Limbah ampas teh hijau ) , SG ( Rumput Sudan ) , TC ( Ampas Tahu ), TT ( Total tanin),
CT ( Tanin terkondensasi ).

13
Rancangan dan Analisis Data
Desain analisis statistik yang digunakan dalam penelitian pengaruh tanin
terhadap kualitas silase seperti desain model statisik yang digunakan oleh Jayanegara
et al. (2010), dengan pendekatan meta-analisis (Sauvant et al., 2008), serta prosedur
mixed model SAS versi 9.1 (SAS Institute Inc, 2008). Prosedur mixed model
digunakan untuk menggabungkan metode fixed effect dan random effect.
Penggabungan ini diharapakan dapat mengurangi bias atau error yang terlalu tinggi.
Bias yang terlalu tinggi ini pada umumnya timbul karena teknik meta-analisis pada
ternak menggunakan metode fixed effect. Metode ini hanya berkonsentrasi pada nilai
peluang sehingga bias yang ditimbulkan oleh variasi penelitian tidak diperhitungkan,
sehingga bias yang dihasilkan terlalu tinggi, di sisi lain terdapat metode yang
mampu menganalisis variasi yang terdapat pada data meta-analisis, metode ini
disebut random effect. Metode random effect tidak hanya berkonsentrasi pada data
intra-studi, tetapi juga memperhitungkan perbedaan antar-studi. Sebenarnya
perbedaan hasil dari fixed effect dan random effect tidak terlalu tinggi pada data yang
homogen, namun bila data yang digunakan adalah data yang heterogen maka muncul
perbedaan yang tinggi, oleh karena itu perlu metode yang mampu menggabungkan
kedua metode tersebut, metode ini disebut metode mixed model. Model analisis
statistik yang digunakan dari mixed model pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y ij = B 0 + B 1 X ij + B 2 X2 ij + s i + b i X ij + e ij

Y ij = hasil yang dihrapkan atau variabel terikat berupa kualitas silase yang diamati
pada tingkat j variabel X, variabel bebas X secara kontinu sesuai dengan studi i
B 0 = intercept
B 1 = koefisien linear regresi Y pada X (efek tetap)
B 2 = koefisien kuadratik regresi Y pada X (efek tetap)
X j = datum sintetis nilai j dari X (jumlah tanin) variabel kontinu dalam penelitian i
s i = efek acak penelitian i
b i = efek acak dari studi i pada koefisien regresi Y berdasarkan X.
e ij = error penelitian secara keseluruhan.

14
Proses pengumpulan data dengan teknik meta-analisis tidak lepas dari
penyeleksian data, kemudian data ditabulasi, dalam proses tabulasi ini dilakukan juga
proses penyamaan satuan, selanjutnya dilakukan proses pembobotan data dengan
mencari rata–rata ulangan setiap penelitian dan rata–rata ulangan tersebut nantinya
akan digunakan sebagai pembagi ulangan setiap data. Data yang sudah
dikelompokkan tadi dianalisis untuk disimulasikan. Pada penelitian ini
pengintegrasian data kuantitatif yang berhubungan dengan tanin dan kualitas silase
menggunakan metode mixed model (St-Pierre, 2001). Metode mixed model
merupakan metode yang mampu menggabungkan metode fixed effect dengan random
effect variable dengan bantuan proc mixed pada software SAS (2008).

15
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Kadar Tanin terhadap Kandungan Nutrisi Silase


Kandungan nutrisi bahan pakan diharapkan tetap bahkan bertambah saat
proses penyimpanan, tidak terkecuali dengan proses silase. Tanin sebagai senyawa
metabolit sekunder pada tanaman memiliki kemampuan dalam meningkatkan
kualitas silase dengan menurunkan degradasi bahan kering (BK) dan protein kasar
(PK) (Salawu et al., 1999; Kondo et al., 2004, dan Tobacco et al,. 2006). Penelitian
ini menyatakan hasil yang berbeda yang memperlihatkan bahwa meningkatnya
kandungan tanin pada silase tidak merubah nilai nutrisi pakan, hal ini dapat terlihat
dari nilai P pada variabel CP, NDF, dan ADF yang tidak nyata (P > 0,1) (Tabel 1).
Pengaruh tanin terhadap kandungan nutrisi silase diindikasikan (0,05 < P <
0,1) meningkatkan degradasi ADICP (Acid Detergen Insoluble Crude Protein), hal
ini terjadi disebabkan bakteri pembusuk tidak mendapatkan nitrogen yang cukup
akibat proses proteksi tanin pada protein yang mudah dicerna, sehingga bakteri
memanfaatkan nitrogen dari ADICP yang terletak pada dinding sel. Pengaruh kadar
tanin terhadap kualitas nutrisi silase disajikan pada Tabel 2.
Daya ikat antara tanin dan kandungan nutrisi pakan memiliki kekuatan yang
berbeda, karena adanya keanekaragaman pada struktur molekul dari tanin dan
berbagai macam gugus fungsional yang terdapat pada protein atau zat makanan
lainnya. Formasi dan stabilitas dari komplek tanin dengan protein atau zat makanan
lainnya terbentuk melalui ikatan hidrogen, ikatan kovalen, ikatan ionik, dan interaksi
hidrofobik (Kumar dan Singh, 1994). Umumnya interaksi tanin dan protein atau zat
makanan lain dibentuk melalui ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik, hal ini
disebabkan banyaknya gugus hidrofobik dan hidroksil pada tanin. Ikatan hidrogen
dan ikatan hidrofobik merupakan ikatan yang cukup lemah dibandingkan ikatan
ionik dan kovalen, sehinga komplek ikatan pada tanin protein lebih mudah terganggu
jika dalam reaksi terdapat detergen, fenol, pelarut organik, urea dan polietilen glikol
(Telek dan Graham, 1993). Proses ikatan tanin protein diharapkan dapat menjaga
protein hingga memasuki abomasum ruminansia dari degradasi protein di dalam silo
dan rumen, namun pada saat memasuki abomasum dan usus halus nutrisi pakan
dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi kususnya protein by-pass.

16
Tabel 2. Pengaruh Kadar Tanin terhadap Kandungan Nutrisi Silase
Variabel SE P
N Model Intercept Slope SE slope P slope AIC
Respon intercept intercept
CP 27 Linier Tanin 151,22 17,3407 0,0001 -0,0704 0,1942 0,7179 908,7
Kuadratik Tanin 152,20 17,5958 0,0001 -0,2766 0,4768 0,5635 916,2
2
Tanin 0,0040 0,0085 0,6369 916,2
NDF 27 Linier Tanin 403,89 69,3464 0,0003 0,1174 0,6845 0,8654 372,0
Kuadratik Tanin 397,43 69,9273 0,0003 1,0000 1,7653 0,5591 377,5
Tanin2 -0,0123 0,0214 0,5715 377,5
ADF 27 Linier Tanin 202,57 80,7332 0,0661 -0,0270 0,1262 0,8350 132,8
Tanin 203,59 80,6592 0,0651 -0,2171 0,3750 0,5787 141,6
2
Tanin 0,0024 0,0044 0,6036 141,6
ADICP 27 Linier Tanin 13,21 0,5106 0,0000 -0,1776 0,0511 0,0738 1870,0
Kuadratik Tanin 12,87 0,7214 0,0000 -0,0208 0,2123 0,9379 1779,7
Tanin2 -0,00954 0,01243 0,5834 1779,7
Keterangan: CP: Crude Protein, NDF: Neutral Ditergent Fiber, ADF : Acid ditergent Fiber, ADICP : Acid Ditergent Insoluble Protein, Intercept:
Jumlah variabel respon saat tanin yang diberikan sama dengan nol, SE intercept: standar eror, P intercept : Nilai Peluang intercept,
Slope : Nilai kemiringan garis (Gradien), SE slope: Standar eror slope, AIC: Nilai jarak antara model yang diberikan dengan model
sebenarnya.

21
17
Pengaruh Kadar Tanin terhadap Kualitas Silase
Pengaruh kadar tanin terhadap kualitas silase dapat diamati pada Tabel 2.
Penilaian kualitas silase meliputi nilai pH silase, jumlah NH 3 atau amonia yang
dihasilkan, beberapa senyawa metabolit sekunder dari proses fermentasi silase
seperti asam asetat (C 2 ), asam propionat (C 3 ), dan asam butirat (C 4 ). Asam laktat
merupakan senyawa yang dihasilkan bakteri asam laktat (BAL), sedangkan C 2 , C 3 ,
dan C 4 merupakan komponen dari VFA yang dihasilkan dari proses fermentasi
pakan dalam silo.
Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
tanaman. Tanin merupakan anti-nutrisi yang mampu mengikat protein. Menurut
Makkar (1993), keberadaan sejumlah gugus fungsional pada tanin akan
menyebabkan terjadinya pengendapan protein. Selain membentuk komplek protein
dengan pakan, tanin juga berikatan dengan protein mukosa, sehingga mempengaruhi
daya penyerapan nutrien. Di sisi lain tanin diduga mampu melindungi kualitas silase.
Menurut Kondo (2004), tanin mampu dimanfaatkan sebagai senyawa yang mampu
menjaga kualitas silase. Tanin mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan
Escerichia coli dan Streptococcus aureus (Salawu et al, 1999). Pada penelitian ini
diamati pengaruh tanin terhadap jumlah NH 3, pH, asam laktat, asam asetat, asam
propionat, dan asam butirat.
NH 3 atau amonia merupakan zat yang dihasilkan di dalam silase akibat proses
pembusukan oleh Clostridum sp, atau bakteri pembusuk lainnya. Amonia berasal
dari gugus amin yang terlepas akibat proses degradasi protein oleh bakteri. Protein
merupakan zat gizi penting untuk menyusun enzim, hormon, jaringan tubuh, dan
sistem antibodi. Tanin pada silase melindungi proses degradasi protein oleh bakteri
dengan mengikat protein dan menjadi zat anti-bakteri bagi bakteri pembusuk. Pada
penelitian ini diketahui bahwa meningkatnya level tanin akan menurunkan jumlah
NH 3 secara linear dengan sangat nyata. Hal ini terlihat dari P slope yang rendah yaitu
< 0,001, dari penelitian ini juga didapatkan rumus penurunan amonia pada silase
dengan penambahan tanin adalah Y = 75,4 – 0,636 X, dengan Y sebagai jumlah
amonia dan X adalah level tanin. Tabacco et al. (2006) menyatakan bahwa
penambahan tanin yang berasal dari tanaman chesnut, mimosa atau residu daun teh
hijau mampu menurunkan degradasi bahan kering (BK) dan PK (protein kasar)

1817
Tabel 3. Pengaruh Kadar Tanin terhadap Kualitas Silase
SE P
Variabel N Model Intercept Slope SE slope P slope AIC
Intercept Intercept
NH3 120 Linier Tanin 75,3717 8,8311 0,0001 -0,6363 0,1406 0,0001 1149,4
Kuadratik Tanin 77,2687 8,9910 0,0001 -1,0043 0,3967 0,0100 1156,3
Tanin2 0,0076 0,0069 0,2754 1156,3
Ph 116 Linier Tanin 4,4351 0,1081 0,0001 -0,0011 0,0026 0,6779 174,9
Kuadratik Tanin 4,4499 0,1130 0,0001 -0,0023 0,0076 0,7663 190,7
Tanin2 0,0001 0,0001 0,6396 190,7
Lactate 61 Linier Tanin 40,5982 5,7757 0,0001 0,2121 0,1797 0,2235 554,0
Tanin 38,5695 6,3332 0,0001 0,6939 0,5902 0,2461 560,3
Tanin2 -0,0099 0,0115 0,3972 560,3
C2 63 Linier Tanin 17,1584 4,2805 0,0009 -0,0447 0,0930 0,6332 559,5
Kuadratik Tanin 16,1946 4,4663 0,0021 0,1389 0,2452 0,5738 568,0
Tanin2 -0,0033 0,0040 0,4214 568,0
C3 22 Linier Tanin 2,8627 1,6116 0,1260 -0,0046 0,0802 0,9545 173,7
Kuadratik Tanin 1,6438 2,1076 0,4600 0,1949 0,2353 0,4600 184,4
Tanin2 -0,0031 0,0034 0,3700 184,4
C4 65 Linier Tanin 6,8587 1,8895 0,0025 -0,1227 0,6767 0,0759 486,9
Kuadratik Tanin 7,0996 2,0764 0,0038 -0,1735 0,1970 0,3800 496,4
Tanin2 0,0009 0,0033 0,7831 496,4
Keterangan: NH 3 : Amonia, pH: Drajat keasaman (jumlah konsentrasi H+) Lactate : asam laktat C2 : asam asetat C3 : asam butirat C4 : asam propionat,
Intercept: Jumlah variabel respon saat tanin yang diberikan sam dengan nol, SE intercept: standar eror, P intercept : Nilai Peluang
(selang kepercayaan) intercept, Slope : Nilai kemiringan garis ( Gradien), SE slope: Standar eror slope, AIC: Nilai jarak antara model
yang diberikan dengan model yang sebenarnya

22
19
selama proses pembuatan silase. Konsentrasi N-amonia atau N total yang menurun
menunjukkan bahwa proses degradasi protein oleh bakteri pembusuk berkurang, hal
ini sangat baik untuk ternak karena dengan demikian ternak lebih banyak mendapat
asupan protein murni, selain itu akan didapatkan produk silase dengan kualitas dan
palatabilitas yang baik, karena bau yang ditimbulkan bukan dominan bau amonia
yang tidak disukai oleh ternak, tetapi bau asam dari beberapa senyawa asam silase
yang lebih disukai ternak ruminansia.
Pengamatan pada pH silase merupakan hal yang sangat penting, karena teknik
pembuatan silase adalah teknik menjadikan suasana asam pada lingkungan. Nilai pH
silase pada jurnal yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar termasuk
dalam kategori baik sekali 3,5–4,2 (Siregar, 1996). Penurunan pH ini bertujuan
menjadikan suasana yang tidak cocok untuk tumbuhnya bakteri pembusuk, sehingga
kuantitas dan kualitas silase dapat terjaga dengan baik, pada penelitian ini pH tidak
dipengaruhi oleh kadar tanin pada silase. Hal ini terlihat dari nilai P (selang
kepercayaan) pH yang > 0,05. Baik dalam model linear maupun kuadratik.
Pengamatan terhadap nilai pH pada silase akan lebih baik jika yang diamati adalah
waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan pH silase, karena dengan waktu yang
cepat untuk mencapai pH mendekati empat, maka semakin kecil pembusukan yang
terjadi.
Proses pembuatan silase dipengaruhi juga oleh bakteri penghasil asam
terutama bakteri asam laktat, bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat yang
mampu menurunkan pH silo, selain asam laktat. BAL (bakteri asam laktat) juga
dapat memproduksi hidrogen peroksida yang bersifat racun bagi bakteri pembusuk
(Muck, 2002). Pada penelitian pegaruh tanin terhdap kualitas silase terlihat bahwa
jumlah laktat yag dihasilkan tidak dipengaruhi oleh kandungan tanin pada silase. hal
ini terlihat dari p slope > 0,05.
Asam asetat atau C 2 merupakan senyawa yang termasuk dalam VFA asam
asetat dihasikan dalam proses fermentasi serat. Asam asetat merupakan salah satu
prekursor asam lemak rantai pendek pada produksi susu sapi. C 2 yang tinggi pada
silase menunjukkan bahwa serat yang mudah tercerna mengalami degradasi yang
sangat besar, oleh sebab itu diharapkan jumlah C 2 yang dihasilkan pada silase
sedikit. Asam asetat pada silase diahasilkan oleh bakteri Clostridum dan jamur yang

1820
mampu mengkonversi asam laktat menjadi asam asetat (Salawu et al., 1999). Asam
laktat sangat penting dalam penurunan pH silase (Salminent dan Wreight, 1998).
Konsentrasi asam asetat dan asam butirat antar perlakuan silase tidak berbeda nyata,
namun konsentrasi asam-asam tersebut relatif lebih rendah pada silase yang
dicampur tanin dibandingkan dengan silase tanpa tanin. Pada penelitian pengaruh
tanin terhadap kualitas silase dianalisis pengaruh tanin terhadap jumlah asam asetat
yang dihasilkan. Pada penelitian ini terlihat bahwa tanin tidak mempengaruhi jumlah
asam asetat yang berada pada silase. Hal ini didukung dengan nilai P slope yang >
0,05.
Asam propionat atau C 3 merupakan bahan prekursor glukosa pada ternak
ruminansia yang penting keberadaannya bagi ternak pedaging dalam meningkatkan
jumlah jaringan glikogen pada tubuh. Selain itu propionat juga berfungsi sebagai
prekursor laktosa yang penting dalam meningkatkan produksi susu dan salah satu
prekursor dari gliserol yang penting keberadaannya sebagai salah satu komponen
asam lemak rantai pendek pada pembentuan susu. Asam propionat banyak dihasilkan
dari konsentrat terutama bahan–bahan pakan sumber energi yang mengandung
karbohidarat mudah terfermentasi. Pada silase diharapkan jumlah propionat yang
dihasilkan tidak terlalu banyak, karena hal ini menandakan bahwa degradasi nutrisi
oleh bakteri pembusuk berjalan dengan baik (Kondo et al., 2004). Penelitian Olivera
(2009) menyatakan bahwa asam propionat yang dihasilkan pada silase dengan
penambahan tanin dan tanpa penambahan tanin tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai
dengan penelitian Cavallarin (2007) yang menyatakan bahwa tanin tidak
mempengaruhi fermentasi pada silase. Hasil penelitian diatas senada dengan hasil
penelitian ini yang menyatakan bahwa jumlah propionat tidak dipengaruhi oleh level
tanin pada silase, pernyataan ini berdasarkan dari P slope jumlah propionat akibat
penambahan tanin > 0,05.
Selain asam asetat dan asam propionat dalam silase juga dihasilkan asam
lemak terbang lain yang disebut sebagai asam butirat atau C 4 . Asam butirat
merupakan indikator bagi jumlah pembusukan yang terjadi dalam silase. Asam
butirat yang tinggi akan menurunkan kulaitas silase karena palatabilitas silase turun.
Menurut Siregar (1996), asam butirat dibentuk oleh bakteri pembusuk. Salawu
(1999) menyatakan bahwa aktivitas mikroba pembusuk seperti spesies Clostridium

19
21
sp akan mengubah asam laktat menjadi asam butirat. Pada penelitian ini
diindikasikan bahwa asam butirat mengalami penurunan saat level tanin
ditingkatkan. Pendapat ini sesuai dengan Salawu et al. (1999) yang menyatakan
bahwa tanin pada silase dapat menghambat aktivitas bakteri dan jamur, sehingga
menurunkan konversi laktat menjadi asetat, etanol atau butirat. Tanin dalam
penelitian ini hanya diindikasikan dapat menurunkan jumlah butirat karena p slope
bernilai antara (0,05 < P < 0,1), dari proses pengamatan level tanin terhadap kualitas
silase dihasilkan persamaan matematika pengaruh tanin terhadap jumlah butirat
sebagai berikut: Y = 6,9 – 0,123 X, dengan Y adalah jumlah amonia dan X adalah
jumlah tanin yang ada pada silase.

2220
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Penambahan tanin pada silase tidak meningkatkan kualitas silase, namun
tanin mampu menjaga kualitas silase dengan mempertahankan kandungan protein
dari proses degradasi dan deaminasi, hal ini dapat diketahui dari jumlah penurunan
NH 3 dan konsentrasi asam butirat seiring meningkatnya kadar tanin pada silase.
Penurunan jumlah NH 3 akibat penambahan tanin adalah sebagai berikut Y = 75,4 –
0,636 X, dengan Y sebagai jumlah amonia (mM) dan X adalah level tanin (mg/g)
dan untuk penurunan butirat adalah Y = 6,9 – 0,123 X, dengan Y adalah jumlah
butirat (mM) dan X adalah jumlah tanin yang ada pada silase (mg/g).

Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai jumlah kadar tanin yang terbaik untuk
menjaga silase dari proses deaminasi, namun tidak mengganggu kecernaan pakan,
selain itu dengan adanya pengetahuan tentang fungsi tanin diharapkan dapat
dilakukan aplikasi penambahan tanin terhadap bahan pakan dengan kadar protein
tinggi.

23
UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji hanya bagi Allah yang telah


memberikan semua yang dibutuhkan oleh penulis, sholawat serta salam bagi
Rasulullah Muhammad Salallohu Alaihi wassalam, yang telah menjadi inspirasi
terbesar bagi penulis, serta sahabat – sahabat beliau Rodiallohuanhum.
Penulis ucapkan terimakasih kepada pembimbing skripsi Bapak Dr. Anuraga
Jayanegara, S.Pt., M.Sc. serta pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi
Bapak Ir. Asep Tata Permana, M.Sc.,. Beliau–beliau banyak sekali memberikan ide,
masukan, motivasi, serta pelajaran kehidupan selama pembimbingan skripsi dan di
luar pembimbingan skripsi. Terimakasih juga penulis haturkan kepada dosen penguji
seminar Bapak Ir. Kukuh Budi Satoto MS. yang memberikan banyak masukan bagi
penulis.
Penulis juga mengucapakan terimakasih banyak kepada bapak Dr. Ir. Jajat
Tjahja Fahmi Arif, M.Sc., Agr. Ibu Ir. Anita Tjakradidjaja, M.Sc. dan Ibu Dr. Ir.
Despal, MSc. selaku pembimbing PKM, serta beberapa lomba yang penulis ikuti.
Beliu–beliau sangat mempengaruhi pola pikir penulis dalam melakukan dan
memandang suatu penelitian. Penulis juga mengucapakan terimakasih kepada dosen–
dosen lain yang berada di Departemen INTP, Fakultas Peternakan, dan IPB.
Ucapan terimakasih untuk guru – guru SD, SMP, SMA, TPA, TPQ. Serta
beberapa ustad di pondok pesantren modern Badrussalam. Ustad Abdul Jabbar, serta
saudara Rohis SMASA Magetan, saudara satu kajian, pramuka SMAN 1 Magetan
dan SMPN 1 Kawedanan dan teman – teman di Imajatim, teman – teman asrama C1
terutama Lorong 1. Penulis mengucapakan terimakasih yang banyak pula kepada
adik – adik penulis. Yeni, dan Muhammad Hilmi, saudara penulis dari pihak Bapak
dan pihak Ibu. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada sahabat
penulis, inspirator, sekaligus rival penulis Suwito dan Rionda. Terimakasih pula
penulis ucapakan bagi Genetic 45, Trimaskentir, Impaters, Bimbel SG dan Mafia
club, murid-murid penulis, A 09, dan semua orang yang menginspirasi penulis.
Skripsi ini penulis dedikasikan untuk Ibu dan Bapak penulis yang telah melahirkan,
mendidik, dan memberikan dukungan dana serta motivasi dalam menghadapi semua
cobaan hidup dalam pendidikan dan di luar pendidikan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Adesogan, A. T. & M. B. Salawu. 2002. The effect of diferent additives on the


fermentation quality, aerobics stability and in vitro digestability of pea wheat
bi-crop silages countaining pea to wheat rotation. Grass. Forage. Sci. 57: 25-
32.
Ahadi, M. R. 2003. Kandungan Tanin Terkondensasi dan Laju Dekomposisi pada
Serasah Daun Rhizospora mucronata lamk pada Ekosistem Tambak
Tumpangsari, Purwakarta, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor .
Albrecht, K. & R. E. Muck. 1991. Crop and utilitation proteolysis in ensilled forage
legume that varry in tannin concentration Crop sci. 31: 464-469.
Ariningsih, K. 2004. Penambahan Sumber Tanin yang Berbeda dalam Perebusan
Telur Asin terhadap Kualitas Mikrobiologi Selama Penyimpanan. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Cavallarin, L., E. Tabacco, & G. Borreani. 2007 Forage and grain legume silages as a
valuable source of protein for dairy cows. Ital.J.Anim.Sci. 6: 282-284.
Deaville, E. R., D. I. Givens, & I. Mueler-Harvey. 2010. Chesnut and Mimosa tannin
silages: Effect in sheep differ for apparent digestibilty, nitrogen utilitation and
losses. Anim. Feed Sci. Technol. 157: 129-138.
Dennis, O., W. J. M. Smith., J. D. Brooker, & M. C. ScWeeney. 2005 Tolerance
mechanisms of streptococci to hydrolysable and condensed tannins. Anim
Feed Sci. Technol. 121: 59-75
Ensminger, M. E. & C. G. Olentine. 1978. Feeds and Nutrition Complete. The
Ensminger ublishing Company, Clovis, California, U.S.A.
Frasser, M. D., R. Fychan, & R. Jones. 2001. The effect of harvest date and
inoculation on the yield, fermentation characteristics and feeding value of
forage pea and field bean silages. Grass. Forage. Sci. 56: 218-230.
Glass, G.V. 1976. Primary, secondary and meta-analysis of research. Ed. Res. 5: 3-8.
Jayanegara, A. & E. Palupi. 2010. Condensed tannin effect on nitrogent digestion in
ruminantia meta-analysis from invitro and invivo studies, Med. Pet. edisi
2010: 176-181.
Kondo, M., K. Kita, & H. Yokota. 2004. Feeding value to goats of whole crop oat
ensiled with green tea waste. Anim. Feed. Sci. Technol. 113: 71-81.
Kondo, M., N. Naoki, K. Kazumi, & H. Yokota. 2006. Enhanced lactic acid
fermentation of silage by the addition of green tea waste. J. Sci. Food. Agric.
84 : 728-734.
Kondo, M., K. Kita, & H. Yokata. 2006. Evaluation of fermentation characteristics
and nutrive value of green tea waste ensiled with by – product mixture for
ruminants. Asain – Aust. J. Anim. Sci. 19 : 533-540.

25
Kondo, M., K. Kita, & H. Yokata. 2007. Ensiled or oven-dried green tea by-product
as protein feed stuffs: effect of tannin on nutritive value in goats. Asian-
Aust.J. J Anim. Sci. 20: 880-886.
Kondo, M., M. Hidaka, K. Kita, & H. Yokata. 2007. Feeding value of supplemented
diet with black tea by-product silage : effect of polyethylene glycol addition
to the diet on digestibility of protein fractions in goats. Grass. Forage. Sci.
53: 131-137.
Kuman, R. & M. Singh. 1984. Tannins: their adsereve role in ruminants nutrition. J.
Agric. Food Chem. 32: 447-453.
Makkar, H. P. S. 1993. Antinutritional Factor in Food for Livestock in Animal
Producting in Developing Country. Britsh Society of Animal Production.
Maldonado, R. A. P. 1994. The Chemical Nature and Biologycal Activity of Tannins
in Forages Legumes Fed to Sheep and Goat. Thesis. Departement of
Agriculture Australia. University of Quensland Australia, Australia.
Marangon, M., S. Vincenzi, M.Lucchetta, & A. Curioni. 2010. Heating and reduction
affect the reaction with tannins of wine protein fractions differing in
hydrophobicity. Anal. Chim. Acta. 660: 110-118.
McSweeney, C. S., B. Palmer, D. M. McNeil, & D. O. Krause. 2001. Microbial
interactions with tannins: nutritional consequences for ruminants. Anim. Feed
Sci. Technol. 91: 83-93.
Muck, R. E. 2002. Effect of corn silage inoculation aerobic stability. An asae
meeting presentation. The society in agricultural, food and biological system.
Chicago, July 28-31, 2003.
Ohmomo, S., O.Tanaka, H. K. Kitamoto, & Y. Cai. 2002. Silage and mirobial
performace. Old Story but New Problem. J. Jarq 36: 59-71.
Patra, A., K. Sharma, & K. Sharma. 2006. Effects of partial replecement of dietary
protein by a leaf meal mixture on nutrient utilitation by goats in pre and late
gestation. Small. Rumin. Res. 63: 66-74.
Reksohadiprodjo, S. 1988. Pakan Ternak Gembala. BPFE, Yogyakarta.
Salawu, B. M., T. Acamovic, C. Stewart, T. Hvelpund, & M. R. Weisbjerg. 1999.
The use of tannins as silage additives: effects on silage compotition on mobile
bag disappearance of dry matter and protein. Anim. Feed Sci. Technol. 82 :
243-259.
Salawu, B. M., Warren, E. H, & A. T. Adesogan. 2001. Fermentation characteristics,
aeroik stability and ruminal degradation of ensiled pea wheat by-crop forages
treated with two microbial inoculants, formic acid or quebracho tannins J. Sci
Food Agric. 81 : 1263-1268.
Salminen, S. & A. Wright. 1998. Lactic Acid Bacteria. Microbiology and Functional
Aspects. Scont Adition. Marcel Dekker Inc.,New York.
Santoso, B., B. T. Hariadi, H. Manik, & H. Abu Bakar. 2011. King grass
(Pennisetum purpureotiphoides) tereated with epiphytic lactid acid bacteria
and tannin of acacia. Med. Pet, Edisi Agustus 140-145.
26
SAS Instititute Inc. 2008. SAS / STAT Software, version 9.2. SAS Institute Inc.,
Cary, USA.
Sauvant D., P. Schmidely, J. J. Daudin, & N. R. St-Piere. 2008 meta-analysis of
experemental dat in animal nutrition. Journal of Animal Consortium 1203-
1214.
Siregar, M. E. 1989. Produksi dan Nilai Nutrisi Tiga Jenis Rumput Pennisetum
dengan Sistem Potong Angkut. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Jilid
1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian,
Bogor.
Soetjipto, H. P. 1995. Aplikasi meta-analisis dalam pengujian validitas aitem. Buletin
Psikologi. No. 2 Desember 1995. Yogyakarta.
Sugiyanto 2004. Handout Meta-Analisis. Tidak diterbitkan. Yogyakarta.
Susanti, C. M. E. 2000. Autokondensat tanin sebagi perekat kayu lamina. Jurusan
IPK. Program pasca sarjana IPB. Bogor. Desertasi
St-Pierre N. R. 2001. Invited riview : Integrating quantitative findings from multiple
studies using mixed model methodology. J. Dairy. Sci. 84 : 741-755.
Tabbaco, E., G. Borreani, G. M. Crovetto, G. Glassi, D. Colombo, & L. Cavallarin.
2006. Effect of chestnut tannin on fermentation quality, proteolysis, and
protein rumen degradability of alfafa silage. J. Dairy Sci. 89 : 4736-4746.
Tangendjaja, B., E .Wina, Ibrahim, & B. Palmer 1992. Kaliandra dan
pemanfaatannya, balai penelitian ternak dan the Australian center for
International agricultural research.
Telek, L. & H. D. Graham. 1993. Leaf protein concentrate. AV I Publishing
Company, Inc. Wesport, Connecticut.
Xu C., C. Yimin, M. Naoka, & O. Msuhiro., 2007.Nutritive value for ruminants of
green tea grounds as replecment of rewers grains in totally mixed rotation
silage. Anim. Feed. Sci. Technol. 138 : 228-238.
Yahaya, M.S., M. Goto, W. Yimiti, B. Smerjai, & Y. Kuwamoto. 2004. Evaluation
of fermentation quality of a tropical and temperate forage crops ensiled
withadditives of fermented juice of epiphytic lactic acid bacteria (FJLB).
Asian-Aust. J. Anim. Sci. 17: 942-946.

27
Lampiran
Lampiran

Hasil analisis data dengan SAS 9.1

Hasil meta analisis dengan prosedur mixed model

Pendugaan Parameter
kofarian

Parameter Pendugaan
kofarian
studi 1445,17
Residual 522,40

Fit Statistik

AIC (semakin kecil semakin bagus) 1149,4


AICC (semakin kecil semakin bagus) 1149,5
BIC (semakin kecil semakin bagus) 1151,9

Hasil dari efek tetap

Standar
Efek Pendugaan Eror DF nilai t Pr > |t|

Intercept 75,3717 8,8311 21 8,53 <,0001


Tanin level -0,6363 0,1406 97 -4,53 <,0001

hasil dari random efek

Standar Eror
Efek studi pendugaan Prediksi DF nilai t Pr > |t|

penelitian 1 -15,3332 16,7496 97 -0,92 0,3622


penelitian 2 -29,9590 13,5915 97 -2,20 0,0299
penelitian 3 16,7449 16,6789 97 1,00 0,3179
penelitian 4 48,6962 13,6609 97 3,56 0,0006
penelitian 5 16,7449 16,6789 97 1,00 0,3179
penelitian 6 6,6246 16,6789 97 0,40 0,6921
penelitian 7 -23,8423 12,6222 97 -1,89 0,0619

29
penelitian 8 26,3028 14,7215 97 1,79 0,0771
penelitian 9 17,4006 18,2618 97 0,95 0,3430
penelitian 11 67,6191 10,3540 97 6,53 <,0001
penelitian 12 -14,4914 12,9743 97 -1,12 0,2668
penelitian 13 48,9897 12,6115 97 -3,88 0,0002
penelitian 14 0,0000 38,0154 97 0,00 1,0000
penelitian 15 0,0000 38,0154 97 0,00 1,0000
penelitian 16 -48,2274 10,2665 97 -4,70 <,0001
penelitian 17 -28,7539 12,2643 97 -2,34 0,0211
penelitian 18 -29,5382 12,7355 97 -2,32 0,0225
penelitian 19 14,9508 13,9219 97 1,07 0,2855
penelitian 20 -2,0602 18,3341 97 -0,11 0,9108
penelitian 21 0,0000 38,0154 97 0,00 1,0000
penelitian 22 0,0000 38,0154 97 0,00 1,0000

30

Anda mungkin juga menyukai