Anda di halaman 1dari 45

PENAMBAHAN TANIN ASAL EKSTRAK GAMBIR

(Uncaria gambir) TERHADAP PROTEKSI PROTEIN DAN


SINTESIS PROTEIN MIKROBA RUMEN

JANNAATIN ALFAAFA

SEKOLAH PASCASARJANA
IPB UNVERSITY
2019
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efek Penambahan Tanin
asal Ekstrak Gambir (Uncaria gambir) terhadap Proteksi Protein dan Sintesis
Protein Mikrobial adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2019

Jannaatin Alfaafa
NIM D251170331

__________________________
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
RINGKASAN

JANNAATIN ALFAAFA, Penambahan Tanin asal Ekstrak Gambir (Uncaria


gambir) terhadap Proteksi Protein dan Sintesis Protein Mikroba Rumen. Dibimbing
oleh SURYAHADI, HERI AHMAD SUKRIA dan AHMAD SOFYAN.

Penggunaan pakan konsentrat protein tinggi dapat meningkatkan degradasi


protein di rumen akibat aktivitas mikroba rumen yang merombak protein. Salah
satu teknologi yang dapat digunakan untuk melindungi protein pakan (by pass
protein) dari degradasi rumen yang berlebihan adalah melalui suplementasi tanin.
Tanin merupakan senyawa antinutrisi pada tanaman yang memiliki kemampuan
mengikat protein. Tanin yang digunakan berasal dari ekstrak gambir (Uncaria
gambir). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan ekstrak gambir
sebagai tanin dalam mengikat protein serta pengaruhnya terhadap proteksi protein
pakan, sintesis protein mikroba rumen serta parameter fermentasi invitro lainnya.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) pola faktorial dengan faktor pertama yaitu perlakuan level
penambahan tanin asal ekstrak gambir yang terdiri dari 0%, 2%, 4% dan 6% ekstrak
gambir dalam ransum campuran. Faktor kedua yaitu waktu inkubasi 2 dan 4 jam
dan kelompok pengambilan cairan rumen sapi dengan bobot badan yang berbeda.
Percobaan untuk mengevaluasi kinetika produksi gas disusun dalam Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan faktor perlakuan level penambahan ekstrak gambir.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Data yang diperoleh dianalisis
sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Least Significant Differences (LSD) serta
uji Polinomial Ortogonal.
Uji pengikatan protein bovine serum albumine (BSA) oleh tanin asal ekstrak
gambir menunjukkan hasil yang sangat signifikan (P<0.05). Persentase protein
BSA yang berhasil diikat semakin meningkat seiiring dengan peningkatan level
ekstrak gambir yang ditambahkan yakni sebesar 50.46% protein BSA pada level
ekstrak gambir 6%. Pola fermentasi rumen menunjukkan bahwa perlakuan level
penambahan ekstrak gambir dan waktu inkubasi yang berbeda meningkatkan
konsentrasi ammonia (N-NH3) (P<0.05) serta terdapat interaksi. Namun tidak
berpengaruh terhadap produksi VFA total dan populasi protozoa.
Konsentrasi Sintesis Protein Mikroba (SPM) dipengaruhi oleh perlakuan
level ekstrak gambir (P<0.05). Namun tidak dipengaruhi oleh waktu inkubasi serta
tidak terdapat interaksi antara kedua faktor tersebut. Penggunaan tanin asal ekstrak
gambir dalam ransum mampu meningkatkan SPM, SPM mampu meningkatkan
protein endapan, namun kontribusinya belum optimal. Bobot protein endapan tidak
dipengaruhi oleh perlakuan level penambahan tanin asal ekstrak gambir. Perlakuan
waktu inkubasi memiliki pengaruh (P<0.05) terhadap bobot protein endapan,
namun tidak terdapat interaksi antara level ekstrak gambir dan waktu inkubasi
(P>0.05). Peningkatan lama proses fermentasi dalam rumen, dapat menurunkan
jumlah protein endapan (protein lolos degradasi). Degradasi bahan kering dan
bahan organik tidak dipengaruhi oleh level penambahan ekstrak gambir yang
berbeda. Produksi gas total dan laju produksi gas terdapat kecenderungan menurun
secara nyata seiring dengan peningkatan level ekstrak gambir.

Kata kunci: ekstrak gambir, protein mikroba, proteksi protein, tanin


SUMMARY

JANNAATIN ALFAAFA, Tannin Supplementation from Gambir Extract (Uncaria


gambir) on Protein Protection and Ruminal Microbial Protein Synthesis. Dibimbing
oleh SURYAHADI, HERI AHMAD SUKRIA dan AHMAD SOFYAN.

The use of high protein concentrate feed can increase the degradation of
protein in the rumen due to microbial activity of the rumen which breaks down
protein. One technology that can be used to protect protein feed (bypass protein)
from excessive rumen degradation is through tannin supplementation. Tannins is
an antinutrient compound in plants that have the ability to bind proteins. The Tannin
used in this study was derived from gambir extract (Uncaria gambir). This study
aims to evaluate the ability of gambir extract as a tannin in binding proteins and
their effect on protection of feed protein, ruminal microbial protein synthesis and
invitro fermentation parameters.
The design used in this study was a randomized factorial block design (RBD)
with the first treatment were level of the addition of tannin from gambir extract
consisting of 0%, 2%, 4% and 6% gambir extract in mixed rations. The second
treatment were the incubation time of 2 and 4 hours and the group was different
rumen fluid. Meanwhile for the gas production kinetics, used a completely
randomized design (CRD) with the treatment factor of adding gambier extract level.
Each treatment was repeated 5 times. The data obtained were analyzed by analysis
of variance and continued with post joc tests using the Least Significant Differences
(LSD) and the Polynomial Orthogonal test.
Bovine serum albumine (BSA) protein binding test by tannins from gambir
extract showed the significant results (P<0.05). The percentage of BSA protein that
was successfully bound was increasing along with an increase in the level of gambir
extract levels which amounted to 50.46% BSA protein at the 6% gambier extract
level. The results of the rumen fermentation pattern showed that the treatment level
of adding gambir extract at different incubation times increased the concentration
of ammonia (N-NH3) (P<0.05) and there was interactions. But it does not affect the
total VFA production and protozoan population.
Microbial Protein Synthesis (MPS) concentration was influenced by the
treatment of gambir extract levels (P<0.05). However it did not influenced by
different incubation times (P>0.05) and there was no interaction between the two
factors (P> 0.05). The use of tannin from gambir extract in the ration was able to
increase the MPS, it was able to increase the protein precipitation, but that
contribution was not optimal. The weight of the protein precipitation has not been
influenced by the treatment of the addition of tannin levels from gambir extract
(P>0.05), but the different incubation time treatments had an effect (P<0.05),
without interaction (P>0.05). The longer fermentation process in the rumen,
reduced the amount of protein precipitation or undegradable protein. Degradation
of dry matter and organic matter were not affected by the different levels of gambir
extract addition. While the total gas production, maximum gas and gas production
rate there is a tendency to decrease significantly along with the increase in the level
of gambir extract.

Keywords: gambir extract, protein microbial, protein protection, tannin


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2019
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENAMBAHAN TANIN ASAL EKSTRAK GAMBIR
(Uncaria gambir) TERHADAP PROTEKSI PROTEIN DAN
SINTESIS PROTEIN MIKROBA RUMEN

JANNAATIN ALFAAFA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA
IPB UNIVERSITY
BOGOR
2019
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Sri Suharti, SPt, MSi
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia dan rahmat-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul pada
penelitian ini adalah Efek Penambahan Tanin asal Ekstrak Gambir (Uncaria
gambir) terhadap Proteksi Protein dan Sintesis Protein Mikrobial. Pada kesempatan
ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr Ir Suryahadi, DEA selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Ir


Heri Ahmad Sukria, MSc. Agr serta Bapak Ahmad Sofyan, SPt, MSc, PhD
selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, saran dan
ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa penyusunan tesis.
2. Balai Penelitian dan Teknologi Bahan Alam (BPTBA) Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gunungkidul, D.I Yogyakarta yang telah
memberikan kesempatan serta fasilitas kepada penulis selama penelitian.
3. Keluarga tercinta, atas seluruh doa, dukungan, semangat dan segala bentuk
kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis.
4. Suami tercinta Abdul Halim yang senantiasa memberikan motivasi semangat,
doa dan cinta kasih yang tulus kepada penulis.
5. Rekan-rekan INP 2017 atas bantuan, doa dan dukungan yang diberikan selama
masa perkuliahan hingga saat ini.
6. Seluruh peneliti dan teknisi Kelompok Peneliti Teknologi Bioaditif Pakan di
BPTBA LIPI, Yogyakarta atas bantuan dan dukungannya sehingga membantu
kelancaran penelitian ini sampai selesai.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2019

Jannaatin Alfaafa
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii


DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
2 MATERI DAN METODE 3
Waktu dan Lokasi Penelitian 3
Alat 3
Bahan 3
Prosedur Penelitian 4
Rancangan Penelitian dan Analisis Data 9
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Daya Ikat Ekstrak Gambir terhadap Protein BSA 10
Konsentrasi Ammonia (N-NH3) 11
Produksi VFA Total dan Proporsi Asetat Propionat 13
Sintesis Protein Mikrobial (SPM) 14
Bobot Protein Endapan (Protein Total) 15
Estimasi Kontribusi SPM terhadap Protein Endapan 16
Populasi Protozoa 17
Degradasi Bahan Kering dan Bahan Organik 17
Kinetika Produksi Gas 18
Pembahasan Umum (Proteksi Protein) 20
4 SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 21
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 26
RIWAYAT HIDUP ` 33

DAFTAR TABEL

1 Komposisi nutrien bahan pakan penelitian 5


2 Formulasi dan komposisi nutrien ransum penelitian 5
3 Pengukuran persentase daya ikat ekstrak gambir terhadap protein 10
4 Konsentrasi ammonia (N-NH3) pada perlakuan berbeda 11
5 Produksi VFA total dan proporsi asetat propionat 13
6 Sintesis protein mikrobial pada perlakuan berbeda 14
7 Bobot protein endapan (protein total) pada perlakuan berbeda 15
8 Konsentrasi SPM, protein endapan dan persentase kontribusi SPM 16
9 Populasi protozoa pada perlakuan berbeda 17
10 Degradasi bahan kering dan bahan organik pada perlakuan berbeda 18
11 Produksi gas, gas dari fraksi mudah larut, gas maksimum 18
dan laju produksi gas

DAFTAR GAMBAR

1 Hubungan level ekstrak gambir terhadap protein BSA 11


2 Kinetika produksi gas inkubasi 48 jam 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 ANOVA pengukuran daya ikat gambir terhadap protein BSA 27


2 Hasil uji lanjut LSD daya ikat gambir terhadap protein BSA 27
3 ANOVA konsentrasi ammonia (N-NH3) pada perlakuan berbeda 27
4 Uji polinomial orthogonal konsentrasi ammonia (N-NH3) 27
5 Hasil iji lanjut LSD konsentrasi ammonia (N-NH3) 28
6 ANOVA produksi VFA total pada perlakuan berbeda 28
7 ANOVA konsentrasi SPM pada perlakuan berbeda 28
8 Uji polinomial orthogonal konsentrasi SPM 29
9 Hasil iji lanjut LSD konsentrasi SPM pada perlakuan berbeda 29
10 ANOVA nilai bobot protein endapan pada perlakuan berbeda 29
11 Uji lanjut LSD nilai bobot protein endapan pada perlakuan berbeda 29
12 ANOVA populasi protozoa pada perlakuan berbeda 30
13 ANOVA degradasi bahan kering (DBK) pada perlakuan berbeda 30
14 ANOVA degradasi bahan organik (DBO) pada perlakuan berbeda 30
15 ANOVA produksi gas 48 jam pada perlakuan berbeda 30
16 Hasil uji lanjut LSD produksi gas 48 jam pada perlakuan berbeda 31
17 ANOVA produksi gas dari fraksi mudah larut pada perlakuan berbeda 31
18 Hasil uji lanjut LSD gas dari fraksi mudah larut pada perlakuan berbeda 31
19 ANOVA produksi gas maksimum pada perlakuan berbeda 30
20 Hasil uji lanjut LSD gas maskimum pada perlakuan berbeda 30
21 ANOVA laju produksi gas pada perlakuan berbeda 30
22 Hasil uji lanjut LSD laju produksi gas pada perlakuan berbeda 30
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Program pemeliharaan ternak ruminansia secara intensif pada umumnya


menggunakan pakan konsentrat dengan rasio yang lebih tinggi dibandingkan
hijauan untuk memenuhi kebutuhan. Menurut FAO (2014) konsentrat biasanya
memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi yang bertujuan untuk
mencapai hidup pokok, pertumbuhan dan produksi ternak secara efisien. Namun
kandungan nutrisi konsentrat yang tinggi, khususnya protein tidak sepenuhnya
berdampak positif terhadap performa ternak. Sapi yang diberi pakan protein terlalu
tinggi dapat menyebabkan peningkatan degradasi protein di rumen akibat adanya
aktivitas fermentasi mikroba rumen yang merombak protein, sehingga protein tidak
dapat sampai ke usus halus untuk dapat diserap sebagai asam amino (NRC 2001).
Mezzomo et al. (2011) menyatakan bahwa degradasi protein di rumen bertujuan
untuk menyediakan sejumlah N yang dibutuhkan untuk meningkatkan
pertumbuhan mikroba dan berpengaruh terhadap kecernaan nutrien. Salah satu
teknologi yang dapat digunakan untuk melindungi protein pakan (bypass protein)
dari degradasi rumen adalah dengan penambahan tanin.
Tanin merupakan senyawa folifenolik yang terdapat pada tanaman dan
diketahui sebagai faktor antinutrisi (Kondo et al. 2016). Menurut Makkar (2003)
secara umum, tanin terbagi menjadi dua jenis, yaitu condensed tannins (CT) dan
hydrolysable tannins (HT). Condensed tannins (CT) memiliki tingkat kestabilan
yang tinggi, sulit dicerna oleh enzim, panas, maupun asam serta biasa digunakan
sebagai bypass nutrien, sedangkan HT kestabilannya cenderung rendah sehingga
mudah dipecah menjadi gugus fenol dan gula sederhana (Makkar 2003). Waghorn
(2008) melaporkan bahwa CT memiliki kemampuan mengikat protein di rumen dan
dapat menurunkan degradasi protein.
Min et al (2003) menyatakan bahwa ternak yang diberi pakan dengan
kandungan tanin yang tinggi yaitu lebih dari 55 g CT kg-1 bahan kering (BK) dapat
menurunkan degradasi protein di rumen. Oleh karena itu, tanin harus diberikan
dalam jumlah yang tepat sehingga memberikan pengaruh positif terhadap
metabolisme ruminansia (Frutos et al. 2004). Tanin juga dapat menurunkan
konsentrasi gas metan melalui penurunan jumlah populasi bakteri metanogen
(Jayanegara et al. 2015). Hasil penelitian Mezzomo et al. (2011) melaporkan bahwa
penggunaan ekstrak kayu quebracho dengan kandungan CT sebesar 76% dengan
dosis 0.4% BK sebagai aditif pada pakan sapi pedaging dengan level konsentrat
yang tinggi serta bungkil kedelai sebagai sumber protein murni memberikan
dampak positif terhadap pemanfaatan protein kasar, menurunkan laju kecernaan
dan protein terdegradasi di rumen yang berdampak pada peningkatan level protein
metabolis tanpa mempengaruhi parameter fermentasi rumen. Hasil penelitian
Barman dan Rai (2008) menunjukkan bahwa penggunaan tanin asal kulit Acacia
nilotica hingga 10% dalam campuran konsentrat kambing secara in vitro masih
dapat dimanfaatkan tanpa mempengaruhi kecernaan BK dan bahan organik (BO),
namun dapat menurunkan produksi gas pada 24 jam pertama.
2

Adanya pengaruh positif dan negatif dari penggunaan tanin terhadap ternak
sangat bergantung pada jenis tanin yang digunakan, konsentrasi, berat molekul dan
struktur kimianya, jumlah yang diberikan serta spesies ternak (Makkar 2003).
Selain itu, identifikasi karakteristik tanin, total kandungan tanin pada suatu bahan
(Hoste et al. 2006) serta aktivitasnya terhadap kapasitas pengendapan protein
(protein precipating capacity) perlu juga untuk diketahui (Jayanegara et al. 2015).
Dosis penggunaan tanin sebagai aditif dalam pakan sangat berpengaruh terhadap
aktivitasnya. Menurut Waghorn et al. (2008), pemberian tanin dengan level yang
rendah memiliki pengaruh positif terhadap performa ternak, hal ini dikarenakan
tanin mampu melindungi protein pakan dari degradasi rumen sehingga aliran asam
amino esenssial ke dalam rumen dan penyerapannya ke darah meningkat. Makkar
(2003a) juga melaporkan bahwa penggunaan tanin pada level yang rendah dapat
memaksimalkan sintesis protein mikroba sehingga efisiensi sintesis protein
mikroba meningkat dan degradasi protein dalam rumen menurun.
Beberapa sumber tanin yang telah diteliti komposisi kimianya serta
memiliki kandungan tanin yang tinggi adalah chestnut husk (13.5%), grape skin
(11.3%), dan winery residue (10.3%) dalam satuan % BK (Kondo et al. 2016).
Minimnya ketersediaan tanin asal chesnut husk, grape skin dan winery residue di
Indonesia karena mayoritas berasal dari negara lain (impor) sehingga diperlukan
alternatif sumber tanin yang berasal dari bahanbaku lokal. Salah satu bahanbaku
yang berpotensi serta memiliki kandungan tanin yang cukup tinggi adalah gambir
(Uncaria gambir). Gambir merupakan tanaman yang banyak tumbuh di negara
tropis seperti Indonesia dan Malaysia (Sa’id-Gumbira et al. 2009). Menurut Kassim
et al. (2011) gambir yang diekstrak menggunakan pelarut etil asetat memiliki
persentase total CT tertinggi dalam ekstrak gambir yaitu 93.12% dibandingkan
dengan menggunakan pelarut metanol yaitu 75.35% dan air panas sebesar 66.96%.
Penggunaan gambir saat ini umumnya diterapkan pada industri pelapis logam,
pewarna tekstil, farmakologi (Yunarto and Aini 2015) dan penyamakan kulit.
Namun aplikasi tanin asal ekstrak gambir pada ternak ruminansia, khususnya
sebagai agen proteksi protein belum diketahui, sehingga penelitian ini perlu
dilakukan untuk mengevaluasi daya ikat ekstrak gambir terhadap protein dan
pengaruhnya pada ransum terhadap proteksi protein pakan, protein mikroba dan
parameter fermentasi rumen lainnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan ekstrak gambir


sebagai tanin dalam mengikat protein serta pengaruhnya terhadap proteksi protein
pakan, sintesis protein mikroba rumen serta parameter fermentasi in vitro lainnya.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu memberikan informasi kepada pengguna


mengenai pengaruh penambahan ekstrak gambir sebagai tanin dalam formulasi
ransum melalui pengukuran fermentasi rumen in vitro.
3

2 MATERI DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2018 hingga April 2019.
Adapun lokasi pengujian in vitro dilakukan di Laboratorium Bioaditif Pakan, Balai
Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA)-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Gunungkidul, Yogyakarta. Analisis kandungan tanin esktrak gambir dan
VFA dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, UGM,
Yogyakarta.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain spektrofotometer,
magnetic stirrer, waterbath, tabung fermentor, vortex, refrigerator, Gas
Chromatography (GC), cawan Conway, counting chamber, sentrifuse, freezer,
tabung falcon, sumbat karet berventilasi, oven 60 °C, oven 105 °C, tanur 550 °C,
mikropipet 1000 µL dan 5000 µL, autoklaf, mikroskop, buret, labu destruksi, labu
lemak, soklet, vortex, tabung reaksi, tabung ependorf, dan syringe glass.
Bahan
Pengujian secara in vitro dilakukan menggunakan cairan rumen dari dua
ekor sapi fistula Peranakan Ongole (PO) dengan bobot badan masing-masing
sebesar 438 kg dan 545.5 kg dan pakan harian berupa rumput raja dan dedak
gandum di kandang BPTBA-LIPI, Gunungkidul, Yogyakarta . Pengambilan cairan
rumen dilakukan sebanyak 2 kali pada waktu yang berbeda. Ekstrak gambir yang
digunakan diperoleh dari rumah pengolahan Kempan Gambir, Durian Tinggi,
Kecamatan Kapur Sembilan, Kabupaten Limapuluh, Sumatera Barat melalui proses
sebagai berikut: daun, batang dan ranting tanaman gambir yang siap panen direbus
dengan air selama 1-1.5 jam, kemudian dilakukan pengepresan selama 1 jam agar
diperoleh seluruh getah tanaman, selanjutnya getah tersebut ditiriskan selama 10-
20 jam dan dilakukan pencetakan dalam bentuk blok-blok selama 25-30 menit,
kemudian barulah dikeringkan matahari selama 2-3 hari. Hasil pengeringan ini
dinamakan ekstrak gambir lumpang (blok), setelah kering ekstrak gambir digiling
menjadi tepung dan disaring pada screen 2.00 mm. Ransum yang digunakan terdiri
dari bahan pakan dedak gandum, bungkil kedelai, mineral CaCO3 dan rumput raja
(Pennisetum hybrid) yang berasal dari kebun rumput BPTBA LIPI. Adapun bahan
kimia yang digunakan antara lain pereaksi folin-ciocalteu, polyvinylpolypyrlidone
(PVPP), air destilasi, larutan tanin standar, larutan Na2CO3 jenuh, larutan HgCl2
jenuh, H2SO4 15%, NaOH 0.5 N, HCl 0.5 N, indikator phenolphthalein (pp),
vaselin, asam borat, H2SO4 0.005 N, larutan penyangga McDougall (NaHCO3,
Na2HPO4.7H2O, KCl, NaCl, MgSO4.7H2O, CaCl2), larutan A (2% b/v Na2CO3
dalam NaOH 0.1N), larutan B (0.5% b/v CuSO4.5H2O dalam K-Na-Tartrat 1%),
larutan NaOH 2N, larutan NaOH 0.25N, Tricloro acetic acid (TCA), Sulfosalicylic
Acid (SSA), Bovine Serum Albumin (BSA), formalin, NaCl fisiologis, buffer asetat
pH 4.9, Sodium dodecyl sulfate (1%), SDS-triethanolamine (TEA) (1% SDS) dan
7% TEA, metanol 50% dan asam tannin.
4

Prosedur Penelitian
Analisis Proksimat Bahan Pakan dan Total Tanin Ekstrak Gambir
Bahan pakan seperti rumput raja, dedak gandum, bungkil kedelai dan
ekstrak gambir lumpang (blok) yang telah digiling menjadi tepung ukuran 1 mm
dianalisis proksimat bahan kering (BK), protein kasar (PK), lemak kasar (LK) dan
serat kasar (SK) dengan menggunakan metode AOAC (2005). Analisa kandungan
tanin pada ekstrak gambir dilakukan sesuai dengan metode Makkar (2003a) yang
dimodifikasi oleh Abdulrazak dan Fujihara (1999) dengan mengacu pada
pembuatan kurva standar melalui pembacaan absorbansi menggunakan
spektrofotometer.
Percobaan Daya Ikat Ekstrak Gambir terhadap Protein Bovine Serum
Albumin (BSA)
Kemampuan tanin asal ekstrak gambir dalam mengikat protein diuji coba
menggunakan metode Makkar (2003a) dan dilanjutkan dengan metode Lowry
(Plummer 1971) dengan modifikasi. Pembuatan kurva standar asam tanin terlebih
dahulu dilakukan dengan cara menyiapkan larutan stok standar asam tanin 0.5 mg
ml-1 dalam 1% SDS. Larutan dibuat dengan konsentrasi bertingkat sebanyak 0
(blanko), 0.3, 0.6, 0.9, 1.2, 1.5, 1.8, 2.4 dan 3 ml asam tanin, lalu ditambahkan SDS
1% hingga volume akhir mencapai 3 ml. Sedangkan untuk sampel sebanyak empat
tabung falkon disiapkan, lalu diisi 2 ml larutan BSA (1 mg BSA ml-1 buffer asetat).
Kemudian tabung berisi BSA ditambahkan metanol 50% dengan volume bertingkat
0, 0.94, 0.88 dan 0.82 ml dan ditambahkan ekstrak gambir secara berturut-turut
hingga mencapai volume akhir 3 ml. Selanjutnya tabung berisi campuran larutan
dihomogenkan menggunakan votrex lalu dimasukkan ke dalam refrigerator
semalaman. Endapan yang terbentuk dipisahkan menggunakan sentrifuse dengan
kecepatan 3000 g selama 10 menit. Supernatan diambil 1 ml untuk uji protein
terlarut (Lowry), sedangkan endapan ditambahkan 1.5 ml SDS 1%, lalu
dihomogenkan. Baik sampel maupun standar asam tanin masing-masing diambil
sebanyak 1 ml, lalu ditambahkan 3 ml SDS TEA dan 1 ml reagen ferric chloride.
Sampel diinkubasi selama 15-20 menit lalu absorbansi dibaca pada panjang
gelombang 510 nm.
Pengujian protein terlarut diawali dengan pembuatan kurva standar dan
kompleks yang akan digunakan. Pembuatan kurva standar terlebih dahulu
dilakukan dengan cara sebanyak 0 (blanko), 0.1, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1 ml protein
standar (Bovine Serum Albumin) dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu
ditambahkan air destilasi hingga volume masing-masing mencapai 4 ml. Sedangkan
sebanyak 1 ml supernatan yang dihasilkan dari proses sebelumnya ditambahkan air
destilasi hingga volume mencapai 4 ml. Masing-masing tabung reaksi baik standar
maupun perlakuan ditambahkan 5.5 ml reagen kompleks (larutan A dan B). Setelah
itu, larutan didiamkan pada suhu ruangan selama 10 menit dan ditambahkan 0.5 ml
reagen folin-ciocalteu, dihomogenkan dengan vortex lalu didiamkan kembali
selama 30-60 menit (tidak boleh lebih), namun baik pada larutan standar maupun
sampel yang telah ditambahkan reagen kompleks, absorbansi dibaca pada panjang
gelombang 510 nm.
5

Penyusunan Ransum
Bahan pakan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari rumput raja,
dedak gandum, bungkil kedelai, mineral dan ekstrak gambir. Komposisi nutrien
bahan pakan penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi nutrien bahan pakan penelitian
Komposisi nutrien (%)
Bahan Pakan
BK PK LK SK TDN Ca P Tanin
Rumput raja 90.41 13.10 2.30 39.95 57.00 0.37 0.35 -
Dedak gandum 87.12 16.11 2.92 11.24 69.20 0.10 0.91 -
Bungkil kedelai 87.78 49.98 0.95 4.00 83.20 0.27 0.68 -
Mineral CaCO3 100.0 - - - - 40.00 - -
Ekstrak gambir 83.68 4.01 0.31 1.32 - - - 62.43
Keterangan: BK (Bahan kering), PK (Protein kasar), LK (Serat kasar), TDN (Total Digestible
Nutrient). Komposisi proksimat berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Kimia BPTBA LIPI
2018, kadar tanin berdasarkan hasil analisis di Laboratorium TPHP UGM 2018. TDN mengacu pada
Hartadi et al. (1980).
Ransum yang digunakan merupakan campuran konsentrat dan rumput raja
dengan perbandingan 70:30 menggunakan sistem iso-protein dan iso-energi yang
memperhatikan kandungan protein 14% dan TDN 65% sesuai kebutuhan ternak
sapi potong (NRC 2001) dengan memperhatikan komposisi nutrien bahan pakan.
Susunan formulasi dan komposisi nutrien ransum disajikan pada Tabel 2 berikut
ini.
Tabel 2 Formulasi dan komposisi nutrien ransum penelitian dalam bahan kering
Persentase (%)
Bahan Pakan RC0 RC2 RC4 RC6

Rumput raja 30.0 30.0 30.0 30.0


Dedak gandum 56.4 53.3 50.1 46.9
Bungkil kedelai 12.1 13.2 14.4 15.6
Mineral CaCO3 1.5 1.5 1.5 1.5
Ekstrak gambir 0 2.0 4.0 6.0
Total 100.0 100.0 100.0 100.0
Komposisi nutrien ransum (%)
BK 88.38 88.32 88.25 88.19
PK 19.05 19.21 19.36 19.52
LK 2.45 2.38 2.30 2.23
SK 18.81 18.53 18.25 17.96
Abu 4.57 4.67 4.77 4.87
TDN 66.19 64.97 63.75 62.53
Total tanin 0.00 1.25 2.50 3.75
Keterangan: RC0 (0%), RC2 (2%), RC4 (4%) dan RC6 (6%) level ekstrak gambir dalam ransum
campuran. BK (Bahan kering), PK (Protein kasar), LK (Serat kasar), TDN, Total Digestible
Nutrient.
6

Pola Fermentasi Rumen


Inkubasi in vitro sampel pakan mengacu pada metode Tilley and Terry
(1963). Sebanyak 500 mg sampel pakan dengan dan tanpa penambahan ekstrak
gambir dimasukkan ke dalam tabung fermentor 100 ml. Buffer rumen yang terdiri
dari NaHCO3 (58.8 g), Na2HPO47H2O (42 g), KCl (3.42 gr), NaCl (2.82 g),
MgSO47H2O (0.72 g) dan CaCl2 (0.24 g) dialiri dengan gas CO2 selama 20 menit
hingga kondisinya anerob dan mencapai pH 6.7-6.8. Penyaringan cairan rumen
dilakukan sebanyak dua kali, yaitu saat koleksi pertama di kandang dan
penyaringan kedua di laboratorium dengan kain saring nylon 2 lapis. Selanjutnya
cairan rumen buffer dimasukkan sebanyak 50 ml (perbandingan 1:4) dengan dialiri
CO2 selama 30 detik dan ditutup dengan sumbat karet berventilasi dan diinkubasi
selama dua dan empat jam dalam waterbath suhu 39 °C. Supernatan hasil inkubasi
pada jam kedua dan keempat digunakan untuk analisis produksi Volatile Fatty Acid
(VFA), konsentrasi N-NH3, sintesis protein mikroba, populasi protozoa dan bobot
protein endapan. Sedangkan untuk pengukuran degradasi BK dan BO, lama
fermentasi dilanjutkan hingga 48 jam.
Pengukuran Konsentrasi VFA
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Marston (1948)
melaporkan bahwa sekitar 73% degradasi selulosa muncul dalam bentuk asam
dengan rantai karbon C1 hingga C4, jumlah relatif ini diantara produk fermentasi
dapat dianggap sebagai indikasi yang dapat dipercaya pada taraf dan variasinya
pada laju fermentasi yang terjadi ada dalam kondisi kultur mikroba yang stabil.
Konsentrasi VFA diukur dengan menggunakan gas chromatography (GC).
Gas – gas yang penting dari proses fermentasi berupa asetat, propionat, butirat dan
valerat dianalisis menggunakan GC pada inkubasi 4 jam. Sebelum analisis VFA,
pH cairan rumen hasil inkubasi diturunkan menjadi 3-4 dengan penambahan
H2SO4. Selanjutnya, 1.5 ml cairan rumen fermentasi dicampur dengan 30 mg
sulfosalicylic acid (C7H606S.2H20) dan disentrifugasi pada kecepatan 12.000
rpm10 min (7C). Sampel sebanyak 0.5 l dari supernatan yang dihasilkan
diinjeksi ke GC.
Pengukuran Konsentrasi N-NH3 Rumen
Konsentrasi N-NH3 rumen secara utama dihasilkan melalui proses
metabolisme senyawa nitrogen seperti asam amino, asam nukleat dan urea oleh
mikroorganisme rumen (Huntington and Archibeque 1999). Teknik pengukuran N-
NH3 ini menggunakan metode mikrodifusi Conway (GLP 1966). Bibir cawan
Conway sebelumnya diolesi dengan vaselin. Kemudian sebanyak 1 ml supernatan
dari hasil proses fermentasi diletakkan dalam salah satu sekat cawan conway. Pada
sisi yang lain diletakkan 1 ml larutan Na2CO3 jenuh.
Pada cawan kecil dibagian tengah diisi dengan asam borat berindikator merah
metil dan brom kresol hijau sebanyak 1 ml. Kemudian cawan Conway ditutup rapat
dengan tutup bervaselin lalu digoyang-goyangkan supaya supernatan bercampur
dengan Na2CO3. Setelah itu dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar. N-NH3 yang
terikat asam borat dititrasi dengan H2SO4 0.005N, sampai titik awal perubahan
warna dari biru menjadi kemerah-merahan. Konsentrasi N-NH3 dihitung
menggunakan rumus berikut:
7

Volume H2SO4 (ml) × N H2SO4 × 1000


N − NH3 (mM) =
Berat sampel (g) × BK sampel

Pengukuran Bobot Protein Endapan (Protein Total)


Pengukuran bobot protein endapan (protein total) mengacu pada metode
Shultz and Shultz (1969). Sampel cairan rumen yang telah diinkubasi diambil
sebanyak 10 ml dan dicampur dengan 2.5 ml larutan TS (10% TCA dan 2% SSA
dalam 100 ml aquades) dalam perbandingan 4:1. Sampel campuran dihomogenkan
dan didiamkan selama 10 menit, kemudian sampel disentrifuse dengan kecepatan
3000 rpm selama 20 menit. Supernatan hasil sentrifuse dibuang, sedangkan
endapannya ditambahkan 1 ml larutan TS dan ditambahkan aquades hingga
mencapai volume akhir 8 ml, selanjutnya sampel disentrifuse kembali. Endapan
yang diperoleh dianalisis konsentrasi PK menggunakan metode Kjeldahl. Bobot
protein endapan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
Bobot PK (mg) = PK (%) × Bobot Endapan

Sintesis Protein Mikroba (SPM)


Perhitungan sintesis protein mikroba mengacu pada metode Makkar et al.
(1982) yang kemudian dilanjutkan dengan metode Lowry et al. (1951). Tahapan
sintesis protein diawali dengan tahapan pembuatan reagen kompleks yang terbuat
dari tiga jenis larutan yaitu larutan A (2% b v-1 Na2 CO3 dalam NaOH 0.1N), larutan
B (0.5% b v-1 CuSO4.5H2O dalam K-Na-Tartrat 1%). Larutan A sebanyak 50 ml
dicampurkan dengan larutan B sebanyak 1 ml. Reagen ini hanya stabil selama 1
hari. Selanjutnya cairan rumen sebanyak 20 ml didestilasi menggunakan magnetic
stirrer dengan kecepatan 400 rpm selama 45 detik yang bertujuan untuk
memisahkan bakteri dengan sampel. Sampel kemudian disentrifuse kembali pada
408 gravitasi selama 5 menit yang bertujuan untuk menurunkan populasi protozoa
dan menghilangkan sisa partikel pakan, yang disebut dengan aliquot. Aliquot
(cairan rumen yang telah disentrifuse pada 408 gravitasi, dengan penurunan jumlah
populasi protozoa yang juga terpisah dari partikel pakan) diambil sebanyak 10 ml
dan ditambahkan tricloro acetic acid (TCA) 64.5% sebanyak 2.5 ml pada masing-
masing sampel. Kemudian sampel disentrifuse pada kecepatan 15000 rpm selama
20 menit sehingga menghasilkan endapan dan supenatan. Supernatan dibuang dan
endapan diambil dan dicuci dengan air destilasi. Endapan disentrifuse kembali
dengan kecepatan 15000 rpm selama 20 menit. Hasil yang diperoleh berupa
supernatan dan endapan. Supenatan dibuang kembali dan endapan diambil.
Endapan selanjutnya ditambahkan larutan NaOH 0.25N sebanyak 30 ml. Endapan
kemudian dipanaskan dengan air mendidih selama 10 menit. Supernatan yang
dihasilkan diambil dari masing-masing sampel sebanyak 1 ml untuk analisis protein
mikroba kemudian dilanjutkan dengan metode Lowrys.
Pembuatan kurva standar terlebih dahulu dilakukan dengan cara sebanyak 0
(blanko), 0.1, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1 ml protein standar BSA dimasukkan ke dalam
tabung reaksi lalu ditambahkan air destilasi hingga volume masing-masing
mencapai 4 ml. Sedangkan sebanyak 1 ml supernatan yang dihasilkan dari proses
sebelumnya ditambahkan air destilasi hingga volume mencapai 4 ml. Masing-
8

masing tabung reaksi baik standar maupun perlakuan ditambahkan 5.5 ml reagen
kompleks (larutan A dan B). Setelah itu, larutan didiamkan pada suhu ruangan
selama 10 menit dan ditambahkan 0.5 ml reagen folin-ciocalteu, dihomogenkan
dengan vortex lalu didiamkan kembali selama 30-60 menit (tidak boleh lebih).
Selanjutnya absorbansi dibaca pada panjang gelombang 650 nm.
Populasi Protozoa
Perhitungan populasi protozoa dilakukan dengan menggunakan metode
counting chamber dengan larutan garam formalin (formalin salin) yang dibuat dari
campuran formalin dengan NaCl fisiologis (Ogimoto salin) 0.9% dalam 100 ml
larutan (Ogimoto dan Imai 1981). Sebanyak 1 ml larutan formalin salin dimasukkan
ke dalam tabung ependorf kecil yang telah berisi supernatan hasil inkubasi
sebanyak 0.2 ml. Sampel kemudian dihomgenkan menggunakan vortex, setelah
homogen cairan diteteskan pada counting chamber sebanyak 1 tetes dan ditutup
dengan cover glass sampai rata. Counting chamber yang digunakan mempunyai
ketebalan 0.1 mm, dengan luas kotak terkecil 0.0625 mm yang terdapat 16 kotak
dan kamar yang dibaca sebanyak 2 kamar. Populasi protozoa diamati dengan
mikroskop lensa obyektif dengan pembesaran 40x dan okuler 10x. Populasi
protozoa dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah Protozoa (ml-1) = N × 104 × Fp

Keterangan:
N = jumlah koloni yang dihitung
Fp = faktor pengencer

Pengukuran Degradasi Bahan Kering (DBK) dan Degradasi Bahan Organik


(DBO)
Pengukuran DBK dan DBO dilakukan selama 48 jam mengacu pada metode
Tilley and Terry (1963). Setelah proses fermentasi selesai, isi tabung fermentor
disaring menggunakan cawan berlubang yang dalamnya telah dialasi glass wool,
sehingga antara supernatan dan residu terpisah. Residu inilah yang selanjutnya
dioven pada suhu 105 °C selama 24 jam kemudian ditimbang untuk mengukur nilai
DBK dan dilanjutkan dengan pembakaran pada tanur suhu 550° C selama 5 jam
kemudian ditimbang untuk mengukur nilai DBO. Pengukuran nilai DBK dan DBO
dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

BK sampel −[(BK residu−BK blanko)]


DBK (%) = x 100%
BK sampel

BO sampel −[(BO residu−BO blanko)]


DBO (%) = x 100%
BO sampel
9

Kinetika Produksi Gas dan Total Produksi Gas


Pengukuran kinetika produksi gas mengacu pada metode Menke et al.
(1979). Sebanyak 380 mg sampel pakan dengan dan tanpa penambahan ekstrak
gambir dimasukkan ke dalam syringe (FORTUNA 100 ml 2 00051 Wertheim
Germany) dan ditambahkan cairan rumen buffer sebanyak 30 ml (perbandingan
2:1). Sampel diinkubasi selama 48 jam dalam water bath suhu 39 °C. Produksi gas
diamati pada jam ke 0, 1, 2, 3, 6, 8, 12, 24 dan 48. Total volume gas yang diperoleh
dapat digunakan untuk estimasi perhitungan kecepatan produksi gas dan total
produksi gas maksimum.
Total volume gas yang diperoleh dapat digunakan untuk estimasi
perhitungan kecepatan produksi gas dan total produksi gas maksimum. Estimasi
perhitungan ini menggunakan persamaan Orskov’s (Orskov dan McDonald 1979)
dengan persamaan sebagai berikut:
P = a+b (1 – exp (-ct))
Keterangan:
p: produksi gas kumulatif pada waktu t jam
b: produksi gas maksimum pada t = ∞ (ml)
c: kecepatan produksi gas (ml jam-1)
t: waktu inkubasi (jam)

Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak


Kelompok (RAK) pola faktorial dengan faktor pertama yaitu perlakuan level dosis
penambahan tanin asal ekstrak gambir yang terdiri dari 0%, 2%, 4% dan 6% ekstrak
gambir dalam ransum campuran.
Adapun faktor kedua yaitu waktu inkubasi 2 dan 4 jam dan kelompok
pengambilan cairan rumen sapi dengan bobot badan yang berbeda. Dasar
pemberian level dosis tanin asal gambir mengacu pada level aman pemberian tanin
jenis CT bagi ruminansia baik terhadap utilisasi protein maupun parameter
fermentasi rumen yaitu maksimal 55 g/kg BK atau 5% BK (Min et al. 2003). Model
matematika dari rancangan yang digunakan adalah:

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk

Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan pada faktor A ke-i, faktor B ke-j dan kelompok ke-j
µ = Rataan umum
αi = Perlakuan level penambahan tanin asal ekstrak gambir pada taraf ke-i
βj = Perlakuan waktu inkubasi ke-j
αβij = Interaksi dari faktor A dan faktor B
ρk = Kelompok cairan rumen ke-k
εijk = Galat error pada faktor A ke-i, faktor B ke-j dan kelompok ke-k
10

Sedangkan untuk kinetika produksi gas menggunakan Rancangan Acak


Lengkap (RAL) dengan faktor perlakuan level penambahan ekstrak gambir.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Model matematika dari
rancangan yang digunakan adalah:
Yij = μ + αi + εij
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Rataan umum
αi = Perlakuan level penambahan tanin asal ekstrak gambir pada taraf ke-i
εijk = Galat error pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data dianalisis menggunakan program software CoStat 6.4 untuk analisa


sidik ragam (ANOVA) dan apabila hasilnya berbeda nyata maka dilakukan uji
lanjut dengan menggunakan uji Least significant differences (LSD) serta uji
polinomial ortogonal (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Ikat Ekstrak Gambir terhadap Protein Bovine Serum Albumin (BSA)

Ekstrak gambir pada penelitian ini memiliki kandungan total tanin sebesar
62.43% BK. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa jenis tanin yang
terkandung dalam ekstrak gambir merupakan jenis tanin terkondensasi (CT).
Kardel et al. (2013) melaporkan bahwa kandungan CT pada ekstrak gambir yakni
sebesar 43.15 g kg-1. Gambir yang diekstrak menggunakan air panas memiliki
kandungan tanin terkondensasi sebesar 66.96% wt (Kassim et al. 2011). Menurut
Makkar (2003a) menyebutkan bahwa CT merupakan jenis tanin dengan kestabilan
tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai agen proteksi protein (bypass protein).
Uji pengikatan protein BSA oleh tanin asal ekstrak gambir menunjukkan
hasil yang sangat signifikan (P<0.05) ditunjukkan pada Tabel 3. Persentase protein
BSA yang berhasil diikat semakin meningkat seiiring dengan peningkatan level
ekstrak gambir yang ditambahkan yakni sebesar 50.46% protein BSA pada level
ekstrak gambir 6%.
Tabel 3 Pengukuran persentase daya ikat ekstrak gambir terhadap protein
Level Ekstrak gambir (%) Protein BSA yang terikat (%)
0 0.03a
2 16.79b
4 34.42c
6 50.46d
Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).
11

Grafik hubungan antara level ekstrak gambir terhadap protein BSA yang
terikat disajikan pada Gambar 1. Grafik garis menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang linier positif secara signifikan dari peubah persentase level ekstrak
gambir terhadap persentase protein BSA yang berhasil diikat dengan persamaan
regresi y=8.44x + 0.087 dan koefisien determinasi R2= 0.9997. Artinya semakin
tinggi level ekstrak gambir yang digunakan, maka persentase protein yang terikat
juga akan semakin meningkat.
60,00
y = 8,446x + 0,087
50,00
Protein BSA terikat (%)

r² = 0,9997
40,00

30,00

20,00

10,00

0,00
0,0 2,0 4,0 6,0
Level ekstrak gambir (%)

Gambar 1 Hubungan antara level ekstrak gambir terhadap persentase protein BSA
yang mampu diikat

Tanin merupakan senyawa antinutrisi yang berperan dalam menurunkan


kualitas bahan dengan cara membentuk ikatan kompleks dengan protein. Kompleks
tanin-protein terjadi karena adanya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, dan ikatan
kovalen antara senyawa tersebut. Keberadaan sejumlah gugus fungsional pada tanin
menyebabkan terjadinya pengendapan protein. Senyawa kompleks antara tanin
dengan protein yang terbentuk tidak larut di dalam rumen, namun larut pada
suasana asam di dalam abomasum, kompleks tersebut mengalami pencernaan
enzimatis sehingga protein dapat dimanfaatkan oleh ternak (Makkar 2003).
Pernyataan ini sejalan dengan El-Wazyri et al. (2005) yang menyebutkan bahwa
tanin mengikat protein dengan ikatan hidrogen yang sensitif terhadap perubahan
pH. Tanin terkondensasi akan berikatan stabil pada pH rumen (pH 4-7) dan saat pH
kurang dari 3 (pH abomasum) serta pH lebih dari 7 (pH intestinum) maka ikatan
tanin akan terlepas.

Konsentrasi Ammonia (N-NH3)

Konsentrasi ammonia (N-NH3) mencerminkan jumlah protein ransum yang


terdegradasi di dalam rumen dan nilainya sangat dipengaruhi oleh kemampuan
mikroba rumen dalam mendegradasi protein tersebut (Putri et al. 2013). Pengaruh
penambahan tanin asal ekstrak gambir terhadap konsentrasi N-NH3 pada waktu
inkubasi berbeda ditunjukkan pada Tabel 4.
12

Tabel 4 Konsentrasi N-NH3 (mM) pada perlakuan level ekstrak gambir dan waktu
inkubasi berbeda
Waktu Level ekstrak gambir dalam ransum (%)
inkubasi 0 2 4 6
(jam) Konsentrasi N-NH3 (mM)
c
2 3.53±0.68 4.41±0.00bc 4.90±0.46ab 4.39±0.35bc
4 5.12±0.45ab 4.41±0.91bc 5.24±0.68ab 5.70±0.23a
Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada
tiap perlakuan dan waktu inkubasi (P<0.05).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi N-NH3 dipengaruhi


oleh perlakuan level ekstrak gambir (P<0.05), waktu inkubasi yang berbeda
(P<0.05) serta adanya interaksi antara kedua faktor tersebut (P<0.05). Konsentrasi
N-NH3 pada ransum penelitian yang tidak ditambahkan ekstrak gambir (0%) dan
diinkubasi selama 2 jam memiliki perbedaan dibandingkan perlakuan lainnya
(P<0.05). Namun setelah inkubasi 4 jam, konsentrasi yang diperoleh cenderung
meningkat. Hal ini berbeda dengan perlakuan penambahan ekstrak gambir pada
level 2% dan 4% yang memberikan hasil yang sama baik pada waktu inkubasi 2
jam maupun 4 jam. Penambahan ekstrak gambir pada level 6% mampu
meningkatkan konsentrasi N-NH3 dalam jangka pendek, yakni dari 4.39 mM pada
waktu inkubasi 2 jam meningkat hingga 5.70 mM pada waktu inkubasi 4 jam. Hasil
uji polinomial ortogonal pada perlakuan level ekstrak gambir menunjukkan hasil
yang sangat signifikan secara linier (P<0.05).
Hasil penelitian ini cenderung berbeda dengan Sujarnoko (2015) yang
melaporkan bahwa jumlah ammonia menurun secara nyata akibat adanya
penambahan tanin asal chesnut. Waghorn (2008) juga menyatakan bahwa ransum
yang mengandung tanin terkondensasi dapat menurunkan konsentrasi ammonia.
Adanya penurunan ammonia berdampak positif bagi ternak karena protein bypass
dapat meningkat (Deaville et al. 2010). Hal ini seiiring dengan hasil penelitian Ani
et al. (2011) yang menyebutkan bahwa protein konsentrat yang disuplementasi
tanin mampu menurunkan konsentrasi ammonia yang mencerminkan bahwa
protein mampu diproteksi oleh tanin sehingga mikroba rumen sulit untuk
merombak komponen tersebut. Meningkatnya konsentrasi N-NH3 pada penelitian
ini diduga sebagai akibat dari tingginya kandungan protein dalam campuran
ransum, sehingga mikroba rumen dapat mendegradasi protein menjadi ammonia,
hal ini sejalan dengan Wanapat dan Khampa (2007) yang menyatakan bahwa
peningkatan kadar protein dalam pakan dapat menghasilkan peningkatan
konsentrasi ammonia dalam rumen. Selain itu, pada waktu inkubasi 2 jam,
ammonia baru dilepas sebagai hasil degradasi bahan tersebut dan setelah inkubasi
4 jam barulah ammonia digunakan dalam proses sintesis protein mikroba. Hasil
yang diperoleh dalam penelitian ini juga menunjukan bahwa tidak terjadi proteksi
protein oleh tanin asal ekstrak gambir. Tidak terproteksinya protein pakan dari
degradasi rumen dimungkinkan karena level penambahan tanin asal ekstrak gambir
masih tergolong rendah dan agen proteksi yang digunakan tidak murni ekstrak
tanin, melainkan ekstrak gambir. Nilai rataan konsentrasi N-NH3 yang didapat
berkisar antara 3.53-5.70 mM dan nilai ini masih tergolong normal jika mengacu
13

pada Rahmadi et al. (2010) yang menyebutkan bahwa kisaran normal konsentrasi
N-NH3 adalah 3.57-7.14 mM. Ammonia pada level rendah digunakan sebagai
prekursor dalam sintesis protein mikroba. Suhendra et al. (2015) menyatakan
bahwa NH3 yang diproduksi dalam rumen digunakan untuk sintesis protein mikroba
rumen.

Produksi VFA Total dan Proporsi Asetat Propionat

Proses fermentasi karbohidrat dan sejumlah protein oleh mikroba rumen


secara anaerob akan menghasilkan VFA yang dimanfaatkan oleh ternak (Orskov
1992). Laju pembentukan VFA digunakan untuk mengukur aktifitas fermentatif
oleh bakteri rumen (Lampila 1964). Pengaruh penambahan tanin asal ekstrak
gambir terhadap produksi VFA total pada waktu inkubasi berbeda ditunjukkan pada
Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5 Produksi VFA total (mM) dan proporsi asetat propionat pada perlakuan
level ekstrak gambir dan waktu inkubasi berbeda
Waktu Level ekstrak gambir dalam ransum (%)
inkubasi 0 2 4 6 Rerata±SD
(jam) Produksi VFA total (mM)
2 15.51±0.48 13.22±0.04 13.58±0.41 14.68±3.31 14.24±1.51
4 14.76±0.64 14.39±4.09 15.09±0.57 16.16±3.90 15.10±1.96
Rerata±SD 15.13±0.96 13.80±2.64 14.33±0.42 15.42±2.98
Proporsi asetat : propionat
2 1.69±0.16 1.61±0.12 1.75±0.09 1.61±0.03 1.67±0.05
4 1.54±0.01 1.61±0.10 1.65±0.26 1.58±0.12 1.60±0.10
Rerata±SD 1.62±0.11 1.61±0.01 1.70±0.12 1.60±0.06
Keterangan: Perlakuan level ekstrak gambir dan waktu inkubasi tidak berpengaruh terhadap
produksi VFA total dan proporsi asetat/propionat (P>0.05).

Produksi VFA total dan proporsi asetat propionat pada penelitan ini tidak
dipengaruhi baik oleh faktor level ekstrak gambir maupun waktu inkubasi yang
berbeda. Mezzomo et al. (2011) menyatakan bahwa ransum yang mengandung
tanin terkondensasi dari ekstrak kayu quebracho tidak mempengaruhi konsentrasi
VFA total dalam rumen, namun berpengaruh terhadap proporsi asam propionat.
Hasil penelitian Sujarnoko et al. (2015) juga melaporkan bahwa jumlah VFA total
tidak dipengaruhi oleh penambahan tanin asal chesnut. Berbeda dengan hasil
penelitian Ani et al. (2011) yang menyebutkan bahwa protein konsentrat yang
disuplementasi tanin hingga 2% mampu meningkatkaan produksi VFA total secara
signifikan. Nilai rataan VFA total yang diperoleh berkisar antara 13.80-15.42 mM.
Sementara itu, nilai VFA total normal sebagai penyedia energi dan kerangka karbon
untuk sintesis protein mikroba rumen berkisar antara 70-150 mM (McDonald et al.
2002). Bampidis dan Robinson (2006) menyebutkan bahwa produksi VFA
dipengaruhi oleh sumber energi yang cukup yang berasal dari jenis pakan serta
substratnya. Menurut Muchlas et al. (2014) proporsi asetat propionat digunakan
14

sebagai indikator untuk mengetahui efisiensi penggunaan energi dan kualitas


produk. Apabila nilai proporsi asetat propionat semakin tinggi maka fermentasi
rumen mengarah pada produksi asetat, sedangkan jika nilai proporsi asetat
propionat rendah maka fermentasi rumen mengarah pada produksi propionat
(Wulansih et al. 2007).

Sintesis Protein Mikroba (SPM)

Protein mikroba dalam rumen menyediakan lebih dari setengah asam amino
yang diabsorbsi oleh ternak. Pengaruh penambahan tanin asal ekstrak gambir
terhadap konsentrasi Sintesis Protein Mikroba (SPM) pada waktu inkubasi berbeda
ditunjukkan pada Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6 Konsentrasi SPM (mg ml-1) pada perlakuan level ekstrak gambir dan waktu
inkubasi berbeda
Waktu Level ekstrak gambir dalam ransum (%)
inkubasi 0 2 4 6 Rerata±SD
(jam) Konsentrasi SPM (mg ml )-1

2 0.20±0.000 0.23±0.004 0.32±0.007 0.37±0.001 0.28±0.003


4 0.23±0.003 0.21±0.000 0.28±0.001 0.27±0.003 0.25±0.001
Rerata±SD 0.22±0.003b 0.22±0.005b 0.30±0.005a 0.32±0.003a
Keterangan: SPM = sintesis protein mikroba. Superskrip berbeda pada kolom dan baris yang sama
menunjukkan berbeda nyata pada tiap perlakuan (P<0.05).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi SPM dipengaruhi


oleh perlakuan level ekstrak gambir (P<0.05). Namun tidak dipengaruhi oleh waktu
inkubasi yang berbeda serta tidak terdapat interaksi antara kedua faktor tersebut.
Konsentrasi SPM pada Tabel 6 menampilkan angka yang semakin tinggi seiring
dengan level penambahan ekstrak gambir. Konsentrasi SPM tertinggi dihasilkan
pada level ekstrak gambir 6%, yaitu sebesar 0.32 mg ml-1, sedangkan pada
perlakuan tanpa penambahan ekstrak gambir sebesar 0.22 mg ml-1. Rataan
konsentrasi SPM pada penelitian ini berkisar antara 0.20-0.32 mg ml-1. Hasil uji
polinomial ortogonal pada perlakuan level ekstrak gambir menunjukkan hasil yang
sangat signifikan secara linier (P<0.05).
Sintesis protein mikroba in vitro, diekspreskan sebagai penggabungan 15N
ke dalam mikroba per unit produksi short chain fatty acid (SCFA) yang lebih efisien
dengan adanya tanin (Makkar et al. 1995). Protein mikroba merupakan pemasok
protein yang tersedia untuk ternak inang (Orskov 1992), sehingga apabila
jumlahnya sedikit dan tidak cukup bagi ternak, maka akan berpengaruh terhadap
produksi ternak tersebut. Rodriguez et al. (2007) menyatakan bahwa SPM
bergantung pada beberapa faktor seperti sumber karbohidrat dan protein, tingkat
asupan pakan, sinkronisasi fungsi rumen, recycle mikroba rumen dan antinutrien
pada tanaman yang dikonsumsi. Meningkatknya nilai SPM seiiring dengan
peningkatan level tanin asal esktrak gambir yang ditambahkan dalam ransum
mencerminkan bahwa adanya sinkronisasi antara ketersediaan sumber N dan
energi, hal ini sesuai dengan pernyataan Chanjula et al. (2004). Beberapa penelitian
15

sebelumnya melaporkan bahwa penggunaan jerami yang dikombinasikan dengan


sumber tanin seperti A. angustissima, A. salicina, kaliandra dan D. cinerea secara
signifikan meningkatkan SPM dibandingkan penggunaan jerami tunggal
(Getachew et al. 2000), selain itu penggunaan tanin asal quebraco dengan level 50
g kg-1 meningkatkan efisiensi SPM (Getachew et al. 2008). Makkar (2003a)
menyebutkan bahwa penggunaan tanin pada level rendah memiliki potensi untuk
memodulasi fermentasi rumen melalui maksimalisasi sintesis protein mikroba.
Hasil penelitian Ningrat et al. (2017) melaporkan bahwa suplementasi Gambir
Leaves Waste (GLW) asal Payakumbuh dan Painan cenderung meningkatkan nilai
SPM, produksi SPM yang lebih tinggi dikarenakan ketersediaan NH3 untuk
pertumbuhan bakteri rumen.

Bobot Protein Endapan (Protein Total)

Bobot protein endapan (protein total) mencerminkan besarnya sumbangan


protein pasca rumen yang lolos dari degradasi rumen yang tercampur dengan
protein mikroba (Prasetiyono 2008). Pengaruh penambahan tanin asal ekstrak
gambir terhadap bobot protein endapan pada waktu inkubasi berbeda ditunjukkan
pada Tabel 7.
Tabel 7 Nilai bobot protein endapan (protein total) (mg) pada perlakuan level
ekstrak gambir dan waktu inkubasi berbeda
Waktu Level ekstrak gambir dalam ransum (%)
inkubasi 0 2 4 6 Rerata±SD
(jam) Bobot protein endapan (protein total) (mg)
2 282.86 496.00 513.43 521.35 453.41a
4 272.56 191.74 268.60 229.77 240.67b
Rerata±SD 277.71 343.87 391.01 375.56
Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada
waktu inkubasi berbeda (P<0.05).

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa bobot protein


endapan (protein total) belum dipengaruhi oleh perlakuan level penambahan tanin
asal ekstrak gambir, namun pada perlakuan waktu inkubasi yang berbeda memiliki
pengaruh (P<0.05), serta tidak terdapat interaksi. Rataan bobot protein endapan
pada level penambahan ekstrak gambir 0%, 2%, 4% dan 6% secara berturut-turut
sebagai berikut: 277.71 mg, 343.87 mg, 391.01 mg dan 375.56 mg. Nilai rataan
protein endapan tertinggi terdapat pada perlakuan waktu inkubasi 2 jam, yakni
sebesar 453.41 mg dan mengalami penurunan dengan rataan terendah yaitu sebesar
240.67 mg pada waktu inkubasi 4 jam. Hal ini dikarenakan semakin lama protein
tersebut tertahan dalam rumen, maka ada potensi degradasi protein pakan lebih
lanjut. Stern et al. (2006) menyatakan bahwa total protein yang tersedia untuk
absorbsi dari usus halus bergantung pada pasokan protein mikroba dan protein
pakan yang lolos dari degradasi lalu masuk ke dalam duodenum dan kecernaannya
dalam usus halus. Penelitian lain menyebutkan bahwa protein konsentrat yang
disuplementasi tanin sebanyak 2% mampu meningkatkan protein endapan
16

dibandingkan dengan tanpa suplementasi tanin (Ani et al. 2011). Selain itu hasil
penelitian Orskov (2002) memperlihatkan bahwa protein yang dilindungi oleh asam
tanin dapat meningkatkan penyerapan N dalam saluran pencernaan pascarumen
dibandingkan penggunaan kapsul dan tanpa perlindungan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi degradasi protein dalam rumen diantaranya adalah tipe protein,
solubilitas dalam rumen, pH rumen, tipe substrat, serta tingkat laju lolos degradasi
rumen (Bach et al. 2005; Stern et al. 2006). Apabila mengacu pada hasil yang
diperoleh dalam penelitian ini jika nilai protein endapan yang diperoleh rendah,
sedangkan jumlah protein mikroba tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa pasokan
protein yang tidak terdegradasi di rumen atau undegradable protein (UDP) bernilai
rendah atau tidak terjadi proteksi protein oleh ekstrak gambir. Hal ini dimungkinkan
karena level penambahan tanin asal ekstrak gambir masih tergolong rendah dan
agen proteksi yang digunakan tidak murni ekstrak tanin.

Estimasi Kontribusi Sintesi Protein Mikroba (SPM) terhadap Protein


Endapan

Respon level penambahan tanin asal ekstrak gambir yang berbeda terhadap
konsentrasi protein mikroba (SPM), protein endapan dan persentase estimasi
kontribusi SPM dari protein endapan ditunjukkan pada Tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8 Konsentrasi SPM, protein endapan dan persentase estimasi kontribusi SPM
terhadap protein endapan
Level ekstrak gambir SPM Protein endapan SPM dari protein
dalam ransum (%) (mg ml-1) (mg ml-1) endapan (%)
0 0.217 5.554 3.90
2 0.220 6.874 3.20
4 0.301 7.820 3.84
6 0.321 7.511 4.27
Keterangan: SPM = sintesis protein mikroba

Hasil dari tabel 8 menunjukkan bahwa secara numerikal penambahan


ekstrak gambir dalam ransum yang semakin meningkat, dapat meningkatkan nilai
SPM dan protein endapan. Protein endapan atau total protein merupakan parameter
untuk melihat besarnya sumbangan protein yang lolos dari degradasi rumen (bypass
protein) dan protein mikroba (Stern et al. 2006). Penambahan ekstrak gambir pada
level 0% dan 2% menghasilkan nilai SPM secara berturut-turut sebesar 0.217 mg
ml-1 dan 0.220 mg ml-1 serta nilai protein endapan sebesar 5.554 mg ml-1 dan 6.874
mg ml-1, sehingga persentase sumbangan SPM dari protein endapannya yaitu 3.90%
dan 3.20%. Sedangkan penambahan ekstrak gambir pada level 4% dan 6%
menghasilkan nilai SPM yang lebih tinggi secara berturut-turut yaitu sebesar 0.301
mg ml-1 dan 0.321 mg ml-1 serta nilai protein endapan sebesar 7.820 mg ml-1 dan
7.511 mg ml-1, sehingga persentase sumbangan SPM dari protein endapannya
sebesar 3.84% dan 4.27%. Prasetiyono (2008) menyatakan bahwa upaya perbaikan
nutrisi protein pada ternak ruminansia dapat ditempuh melalui peningkatan pasokan
protein mikroba dan protein pakan yang lolos degradasi rumen (RUDP). Hal ini
diperkuat oleh Stern et al. (2006) yang menyebutkan bahwa protein yang sangat
17

mudah didegradasi oleh bakteri di rumen hanya akan memberikan masukan protein
berupa protein mikroba saja kepada hewan induk semang, namun sebaliknya jika
protein tersebut tahan dan lolos degradasi, selain protein mikroba maka pasokan
asam amino bagi penyerapan usus menjadi lebih banyak.

Populasi Protozoa

Pengaruh penambahan tanin asal ekstrak gambir terhadap populasi protozoa


pada waktu inkubasi berbeda ditunjukkan pada Tabel 9. Berdasarkan hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa level penambahan tanin asal ekstrak gambir pada waktu
inkubasi yang berbeda tidak berpengaruh terhadap populasi protozoa.
Tabel 9 Populasi protozoa (log sel ml-1) pada perlakuan level ekstrak gambir dan
waktu inkubasi berbeda
Waktu Level ekstrak gambir dalam ransum (%)
inkubasi 0 2 4 6 Rerata±SD
(jam) -1
Populasi protozoa (log sel ml )
2 4.68±0.01 4.57±0.31 4.51±0.13 4.48±0.00 4.56±0.14
4 4.58±0.15 4.66±0.20 4.57±0.12 4.38±0.30 4.55±0.16
Rerata±SD 4.64±0.09 4.61±0.19 4.53±0.10 4.44±0.18
Keterangan: Perlakuan level ekstrak gambir dan waktu inkubasi tidak berpengaruh terhadap
produksi populasi protozoa (P>0.05).

Rataan populasi protozoa pada penelitian ini berkisar antara 4.38-4.68 log
sel ml-1. Hasil penelitian ini serupa dengan Yogianto (2014) yang melaporkan
bahwa penambahan ekstrak tanin dalam bentuk tunggal tidak menunjukan pengaruh
nyata terhadap total protozoa. Menurut Kamra (2005), populasi protozoa di dalam
rumen berkisar 104-106 sel ml-1. Penambahan tanin asal ekstrak gambir tidak
memiliki pengaruh sebagai agen defaunasi. Menurut Van Soest (1994), protozoa
memiliki peranan penting dalam mendegradasi protein karena dapat menelan
partikel pakan yang besar serta bakteri rumen. Dijkstra (1994) menambahkan
bahwa protozoa melepaskan sejumlah protein larut ke lingkungan rumen karena
kemampuan mereka dalam mendegradasi protein tidak larut dari pakan yang
dikonsumsi dan protozoa tidak dapat menggunakan ammonia N. Apabila jumlah
populasi protozoa berkurang secara signifikan dimungkinkan proses perombakan
protein pakan akan terhambat. Hasil studi in vitro terhadap protein yang telah
dikomplekskan dengan tanin menunjukkan bahwa CT tidak mempengaruhi
pertumbuhan mkroorganisme yang sensitif terhadap tanin (Makkar 2003). Hidayah
(2017) menyebutkan bahwa rendahnya populasi protozoa akan meningkatkan
efisiensi rumen karena aliran protein mikroba dan non protein nitrogen menuju usus
meningkat.

Degradasi Bahan Kering (DBK) dan Bahan Organik (DBO)

Respon level penambahan tanin asal ekstrak gambir terhadap Degradasi


Bahan Kering (DBK) dan Bahan Organik (BO) disajikan pada tabel 10 berikut ini.
18

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan ekstrak gambir


yang berbeda dalam ransum tidak memiliki pengaruh yang nyata baik terhadap
DBK maupun DBO. Nilai DBK dan DBO yang diperoleh pada perlakuan
penambahan ekstrak gambir tidak berbeda dibandingkan kontrol (tanpa
penambahan ekstrak gambir). Rataan DBK dan DBO secara berturut-turut berkisar
antara 68.52-69.50% dan 71.61-72.97%.
Tabel 10 Degradasi BK dan BO pada perlakuan level ekstrak gambir berbeda
Level ekstrak gambir dalam ransum (%)
Parameter Rerata±SD
0 2 4 6
DBK (%) 68.52±2.48 69.89±1.01 68.89±3.33 69.50±5.25 69.20±1.77
DBO (%) 71.61±1.47 72.83±1.06 71.68±1.86 72.97±5.81 72.27±2.19
Keterangan: DBK (Degradasi Bahan Kering), DBO (Degradasi Bahan Organik). Perlakuan level
ekstrak gambir tidak berpengaruh terhadap DBK dan DBO (P>0.05).

Beberapa penelitian yang terkait melaporkan bahwa penambahan tanin


dalam campuran ransum cenderung menurunkan DBK dan DBO. Yogianto (2014)
menyebutkan bahwa pakan tinggi konsentrat (PTK) yang ditambahkan tanin
sebanyak 2 mg ml-1 menurunkan DBK dan DBO. Selain itu Jayanegara et al. (2009)
melaporkan bahwa hasil uji in vitro penambahan tanin murni dari beberapa sumber
tanaman pada level 0.5 mg ml-1 cairan rumen memiliki pengaruh dalam
menurunkan kecernaan bahan kering dan organik. Menurunnya DBK dan DBO
pada suplementasi senyawa tanin dikarenakan tanin tidak hanya berinteraksi
dengan komponen pakan berupa protein tetapi juga serat, sehingga degradasi
komponen tersebut berkurang (Makkar et al. 2003b)

Kinetika Produksi Gas

Formulasi ransum yang berbeda pada penelitian ini memberikan pengaruh


yang signifikan terhadap total produksi gas (p) (P<0.5), produksi gas dari fraksi
mudah larut (a), produksi gas maksimum (a+b) (P<0.5), maupun laju kecepatan
produksi gas kumulatif (c) (P<0.5) seperti ditunjukkan pada Tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11 Produksi gas 48 jam, gas dari fraksi mudah larut (a), gas maksimum (a+b),
dan laju produksi gas (c)
Level ekstrak
gambir (%) p (ml) a (ml) a+b (ml) c (ml jam-1)
0 49.28±0.39 a 0.21±0.15 b 50.23±0.42 a 0.083±0.003 a
2 48.41±1.33ab 0.42±0.05 a 49.40±1.46ab 0.082±0.004 a
4 47.40±1.01bc 0.39±0.13ab 48.46±1.00 b 0.079±0.001ab
6 47.07±0.66 c 0.47±0.15 a 48.28±0.71 b 0.077±0.003 b
Keterangan: p=produksi gas setelah inkubasi 48 jam; a+b=produksi gas maksimum pada t mendekati
tak hingga; c=laju produksi gas kumulatif. Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata (P<0.05).
19

Berdasarkan hasil analisis statisik terdapat kecenderungan penurunan


produksi gas, gas maksimum dan laju produksi gas, namun hal ini berlainan dengan
produksi gas dari fraksi mudah larut yang menunjukkan peningkatan seiiring
dengan peningkatan level ekstrak gambir. Produksi gas total tertinggi selama
inkubasi 48 jam terdapat pada perlakuan ransum tanpa penambahan ekstrak gambir
yakni sebesar 49.28 ml, sedangkan produksi gas terendah dihasilkan oleh perlakuan
penambahan ekstrak gambir pada level 6%, yakni sebesar 47.07 ml. Perlakuan
penambahan ekstrak gambir hingga level 6% menghasilkan produksi gas dari fraksi
mudah larut yang lebih tinggi sebesar 0.47 ml jika dibandingkan dengan perlakuan
kontrol yakni sebesar 0.21 ml. Suplementasi ekstrak gambir pada level 2% masih
memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap total produksi gas dan produksi gas
maksimum dibandingkan perlakuan level ekstrak gambir lain. Hal ini terlihat dari
laju kecepatan produksi gas (c) yang lebih tinggi yakni sebesar 0.082 ml jam-1. Hasil
serupa telah dilaporkan oleh Barman and Rai (2008) yang menyatakan bahwa
produksi gas in vitro menurun seiring dengan peningkatan level tanin dari Acacia
nilotica pada pakan selama inkubasi 24 jam. Jayanegara et al. (2009) juga
melaporkan bahwa condensed tannin yang terdapat pada tanaman dapat
menurunkan produksi gas dibandingkan hydolysable tannins. Grafik kinetika
produksi gas selama inkubasi 48 jam ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.

50
45
40
Produksi gas (ml)

35
ekstrak gambir 0%
30
25 ekstrak gambir 2%
20 ekstrak gambir 4%
15 ekstrak gambir 6%
10
5
0
0 6 12 18 24 30 36 42 48
Waktu inkubasi (jam)

Gambar 2 Kinetika produksi gas inkubasi 48 jam

Suplementasi ekstrak gambir cenderung menurunkan produksi gas selama


inkubasi, hal ini dikarenakan tanin berinteraksi dengan komponen pakan seperti
protein dan serat (Makkar 2003). Degradasi protein dan serat yang terhambat
mengakibatkan terhambatnya produksi gas yang merupakan hasil samping dari
proses fermentasi nutrien (Getachew et al. 2008). Selain itu, Makkar et al. (1989)
menyebutkan bahwa salah satu penyebab turunnya produksi gas dikarenakan tanin
mengurangi penempelan mikroba pada partikel pakan, sehingga menghambat
proses degradasi. Perlakuan pakan tanpa penambahan esktrak gambir memiliki
produksi gas yang paling tinggi. Produksi gas semakin cepat mencapai puncak
apabila fraksi yang larut dan mudah terdegradasi semakin banyak (Prihartini et al.
2007).
20

Pembahasan Umum
(Proteksi Protein)

Perlindungan protein dari degradasi rumen dapat ditempuh melalui berbagai


macam upaya, diantaranya adalah pemasakan bahan pakan, penambahan zat
kimiawi (formaldehid) (Widyobroto et al. 2001), pembungkusan protein dengan
kapsul (Chalupa 1974), penggunaan suplemen protein merek Soyxyl (Prasetiyono
2008) dan penambahan senyawa tanin (Cahyani et al. 2012). Suplementasi tanin
mampu memproteksi protein melalui mekanisme pembentukan ikatan kompleks
tanin-protein, sehingga protein tahan terhadap enzim proteolitik dan lolos dari
degradasi rumen serta mudah dicerna dan diserap di abomasum dan intestinal
karena pH yang asam atau basa. Proteksi protein menggunakan senyawa tanin pada
ruminansia dapat diamati efektivitas dan kemampuannya melalui beberapa
parameter seperti penurunan konsentrasi ammonia (NH3), peningkatan RUDP dan
peningkatan protein total atau bobot protein endapan (Cahyani et al. 2012).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa penambahan
tanin asal ekstrak gambir yang berbeda belum mampu memproteksi protein secara
optimal, hal ini dilihat dari nilai konsentrasi NH3 yang cenderung meningkat serta
protein total (bobot protein endapan) yang tidak dipengaruhi. Menurut Subrata
(2005), protein yang mampu diproteksi akan menurunkan produksi ammonia (NH3)
sehingga pasokan asam amino untuk ternak meningkat. Namun sebaliknya, apabila
konsentrasi NH3 meningkat karena degradasi protein dalam rumen tinggi, maka
pemanfaatan NH3 oleh mikroba rumen untuk sintesis protein mikroba menjadi
rendah. Namun dalam penelitian ini konsentrasi SPM yang dihasilkan meningkat
seiiring dengan peningkatan level penambahan ekstrak gambir, hal ini dikarenakan
adanya sinkronisasi antara ketersediaan sumber N dan energi (Chanjula et al. 2004).
Stern et al. (2006) menyebutkan bahwa protein endapan atau total protein
merupakan parameter untuk melihat besarnya sumbangan protein yang lolos dari
degradasi rumen (RUDP) dan protein mikroba (SPM). Yulistiani (2011)
melaporkan bahwa penggunaan tanin terkondensasi mampu meningkatkan RUDP.
Peningkatan RUDP akan meningkatkan protein total atau protein endapan yang
berasal dari pakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai protein endapan
tidak dipengaruhi oleh penambahan tanin asal ekstrak gambir. Hal ini berbeda jika
dibandingkan dengan Cahyani et al. (2012) yang melaporkan bahwa penggunaan
tanin yang berasal dari daun bakau yang diekstraksi dapat melindungi protein
tepung kedelai melalui parameter peningkatan protein total secara in vitro.
21

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak gambir memiliki kandungan tanin yang mampu mengikat protein


BSA secara signifikan. Penambahan ekstrak gambir dalam ransum belum mampu
memproteksi protein pakan, namun meningkatkan sintesis protein mikroba seiring
dengan level penambahannya. Penggunaann ekstrak gambir juga menurunkan total
produksi gas dan laju produksi gas secara signifikan, namun tidak mempengaruhi
DBK dan DBO.

Saran

Perlu dilihat laju pergerakan pakan dalam rumen (rate of passage) sebagai
indikator tingkat degradasi protein. Penggunaan ammonia pengaruhnya sangat
bergantung pada lama fermentasi dalam rumen, sehingga perlu diamati.
22

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrazak SA, Fujihara T. 1999. Animal Nutrition A Laboratory Manual.


Laboratory of Animal Science. Japan (JP): Faculty of Life and Enviromental
Science. Shimane University.
Ani AS, Pujaningsih RI, Widiyanto. 2011. Perlindungan protein menggunakan
tanin dan saponin terhadap daya fermentasi rumen dan sintesis protein
mikrob. Jurnal Veteriner 16(3): 439-447.
[AOAC] Association of Analytical Communities. 2005. Official Methods of
Analysis of the AOAC 18th ed. Virginia (VI): AOAC Inc. Arlington.
Bach A, Calsamiglia S, Stern MD. 2005. Nitrogen metabolism in the rumen. J
Dairy Sci 88 (E.Suppl.): E9-E21.
Bampidis VA, Robinson PH. 2006. Citrus by-products as ruminant feeds: A review.
Anim Feed Sci and Technol. 128: 175-217.
Barman K dan Rai SN. 2008. Invitro nutrient digestibility, gas production and
tannin metabolites of Acacia nilotica pods in goats. Asian Aust J Anim Sci.
21(1): 59-65.
Cahyani RD, Nuswantara LK, Subrata A. 2012. Pengaruh proteksi protein tepung
kedelai dengan tanin daun bakau terhadap konsentrasi amonia, undegradable
protein dan protein total secara in vitro. Animal Agricultural Journal 1(1):
159-166.
Chanjula P, Wanapat M, Wachirapakorn C, Rowlinson P. 2004. Effect of
synchronizing starch sources and protein (NPN) in the rumen on feed intake,
rumen microbial fermentation, nutrient utilization and performance of
lactating dairy cows. Asian-Aust J Anim Sci 17(10): 1400-1410.
Chalupa W. 1974. Rumen bypass and protection of proteins and amino acids. J
Dairy Sci 58:1198-1218.
Deaville ER, Givens DI, Mueller-Harvey I. 2010. Chestnut and Mimosa tannin
silages: Effects in sheep differ for apparent digestibility, nutrient utilization
and losses. Animal Feed Science and Technology 157: 129 – 138.
Dijkstra J. 1994. Simulation of the dynamics of protozoa in the rumen. Br. J. Nutr.
72: 679.
El-Wazyri AM, Nasser MEA, Sallam SMA. 2005. Processing methodes of soybean
meal: effect of roasting and tannic acid treated-soybean meal on gas
production and rumen fermentation in vitro. Journal of Applied Sciences
Research. 1(3): 313-320.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2014. Home Made Animal Feed
Concentrates. [Internet]. [diunduh 19 Mar 2018].
Frutos P, Hervas G, Giraldez FJ, Mantecon AR. 2004. Review tannins and ruminant
nutrition. Spanish Journal of Agricultural Research. 2(2): 191-202.
Getachew G, Makkar HPS, Becker K. 2000. Tannins in tropical browses: effect on
in vitro microbial fermentation and microbial protein synthesis in media
containing different amounts of nitrogen. J Agric Food Chem. 48: 3581-3588.
Getachew G, Pittroff W, Putman DH, Dandekar A, Goyal S, De Peters EJ. 2008.
The influence of addition of gallic acid, tannic acid, or quebracho tannins to
23

alfalfa hay on in vitro rumen fermentation and microbial protein synthesis.


Anim. Feed Sci Techno. 140: 444-461.
[GLP] General Laboratory Procedures. 1969. Department of Dairy Science.
Report of Dairy Science. Univ Wisconsin, Madison.
Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo, Tilman AD. 1980. Tabel-Tabel
Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): Gajah
Mada University Press.
Hidayah N. 2017. Viabilitas dan efek pemberian probiotik AME (Anaeobik
Majemuk Enkapsulasi) terhadap kondisi serta pertumbuhan mikroba rumen
in vitro [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hoste H, Jackson F, Athanasiadou S, Tamsborg SM, Hoskin SO. 2006. The effects
of tannin-rich plants on parasitic nematodes in ruminants. Trends Parasitol.
22 (6): 253-261.
Huntington GB, Archibeque S. 1999. Practical aspects of urea and ammonia
metabolism in ruminants. Proc. Am. Soc. Anim. Sci.
Jayanegara A, Togtokhbayar N, Makkar, HPS, Becker K. 2009. Tannins
determined by various methods as predictors of methane production reduction
potential of plants by an in vitro rumen fermentation system. J. Anim Feed
Sci and Technol. 150: 230-237.
Jayanegara A, Goel G, Makkar HPS, Becker K. 2015. Divergence between purifed
hydrolysable and condensed tannin effects on methane emission, rumen
fermentation and microbial population in vitro. Animal Feed Science
Technology 209: 60-68.
Kamra DN. 2005. Rumen Microbial Ecosystem. Current Science. 89: 124 – 135.
Kassim, MJ, Hussin MH, Achmad A, Dahon NA, Suan TK, Hamdan HS. 2011.
Determintaion of total phenol, condensed tannin and flavonoid contents and
antioxidant activity of Uncaria gambir extracts. Majalah Farmasi Indonesia.
22(1): 60-69.
Kardel M, Taube F, Schulz H, Schutze W, Gierus M. 2013. Different approaches to
evaluate tannin content and structure of selected plant extracts–review and
new aspects. J. Applied Botany and Food Quality. 86: 154-166.
Kondo M, Jayanegara A, Uyeno Y, Matsui H. 2016. Variation of tannin contents in
selected agro-industrial byproducts and their biological activity in
precipitating potein. Animal and Veterinary Sci. 4: 66-70.
Lampia Martti. 1964. Volatile Fatty Acid, pH and Microbial Activity In the Rumen
Content of the Cow. Tikkurila (FI): Kirjapaino O7 Versal Ab.
Lowry OH, Rosenbrough NJ, Farr AL, Randall RJ. 1951. Protein measurement with
the folin phenol reagent. J Bioi Chem. 193: 265-275.
Makkar HPS, Dingh B, Negi SS. 1989. Relationship of rumen degradability with
biomass accumulation, cell wall constituent and tannins level in some tree
leaves. Anim Prod. 49: 299-303.
Makkar HPS, Sharma, Dawra RK, Negi SS. 1982. Simple determination of
microbial protein in rumen liquor. J Dairy Sci. 65: 2170-2173.
Makkar HPS, Blummel M, Becker K. 1995. In vitro effect and interactions of
tannins and saponins and fate of tannins in rumen. J ci Food Agric. 69: 481-
493.
24

Makkar HPS. 2003. Quantification of Tannins in Tree and Shrub Foliage: A


Laboratory Manual. London (UK): Kluwer Academic Publishers.
Marston HR. 1948. The fermentation of cellulose in vitro by organisms from the
rumen of sheep. Biochem J. 42: 564-574.
Mattjik AA, Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan. Jilid 1 Edisi ke-2. Bogor
(ID): IPB Press.
McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition.
6th Ed. New York (US): Scientific and Tech John Willey and Sons Inc.
Menke K, Raab HL, Salewski A, Steingass H, Fritz D, Schneider W. 1979. The
estimation of the digestibility and metabolizable energy content of ruminant
feeding stuffs from the gas production when they are incubated with rumen
liquor in vitro. J. Agric. Sci. 93: 217-222.
Mezzomo R, Paulino PVR, Detmann E, Valdares SC, Paulino MF, Monnerat JPIS,
Duarte MS, Silva LHP, Moura LS. 2011. Influence of condensed tannin on
intake, digestibility, and efficiency of protein utilization in beef steers fed
high concentrate diet. Livestock Sci. 141:1-11.
Min BR, Barry TN, Attwood GT, McNabb WC. 2003. Review. The effect of
condensed tannin on the nutrition and health of ruminants fed fresh temparate
forages. Animal Science and Technology. 106: 3-19.
Muchlas M, Kusmartono, Marjuki. 2014. Pengaruh penambahan daun pohon
terhadap kadar VFA dan kecernaan secara invitro ransum berbasis ketela
pohon. J Ilmu-ilmu Peternakan. 24(2): 8-19. ISN:0852-3581.
Ningrat RWS, Zain M, Erpomen, Suryani H. 2017. Effect of doses and different
sources of tannins on in vitro ruminal methane, volatile fatty acid production
and on bacteria and protozoa populations. Asian J Anim Sci 11(1): 47-53.
[NRC] National Research Council. 2001. Nutrient Requirements of Beef Cattle, 7th
ed. Washington DC (US): National Academy Press.
Ogimoto K, Imai S. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Tokyo (JP): Japan
Scientific Societies Press.
Orskov ER. 1992. Protein Nutrition in Ruminants. 2nd Edition. New York (US):
Academic Press.
Orskov ER. 2002. Trails and trials in livestock research. Scotland (UK):
International Feed Resource Unit, Macaulay Land Use Research Institute.
Orskov ER, McDonald I. 1979. The estimation protein degradability in the rumen
from incubation measurements weighted according to rate of passage. J Agric
Sci. 92:499-503.
Plummer DT. 1971. An Introduction to Practical Biochemistry. New Delhi (IN):
Mc. Graw-Hill Publ.
Prasetiyono BWHE. 2008. Rekayasa suplemen protein pada ransum sapi pedaging
berbasis jerami dan dedak padi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Prihartini I, Chuzaemi S, Sofjan O. 2007. Parameter fermentasi rumen dan produksi
gas in vitro jerami hasil fermentasi inokulum lignochlorik. J. Protein.
15(1):24-32
Putri LDNA, Rianto E, Arifin M. 2013. Pengaruh imbangan protein dan energi
pakan terhadap produk fermentasi di dalam rumen pada sapi madura jantan.
Anim. Agri JI. 2(3):97-101.
25

Rahmadi, Sunarso D, Achmadi J, Pangestu E, Muktiani A, Christiyanto M, Surono,


Surahmanto. 2010. Ruminologi Dasar. Semarang (ID): Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro.
Rodriguez R, Sosa A, Rodroguez Y. 2007. Microbial protein synthesis in rumen
and its importance to ruminants. Journal of Agricultural Science. 41(4): 287-
294.
Sa’id-Gumbira A, Khaswar S, Etik M, Herryandie A, Evalia NA, Rahayu DL,
Puspitarini AAA, Ahyarudin A, Hadiwijoyo A. 2009. Agroindustri dan Bisnis
Gambir Indonesia. Bogor (ID): IPB Press.
Shultz TA, Shultz E. 1969. Estimation of Rumen Microbial Nitrogen by Three
Analytical Methods. J Dairy Sci 53:781-784.
Stern MD, Bach A, Calsamiglia S. 2006. New Concepts in Protein Nutrition of
Ruminants. St.Paul (USA): Department of Animal Science, University of
Minnesota.
Suhendra D, Anggiati GT, Sarah S, Nasrullah AF, Thimoty A, Utama DWC. 2015.
Tampilan kualitas susu sapi perah akibat imbangan konsentrat dan hijauan
yang berbeda. J Anim Sci. 25(1): 42-46.
Sujarnoko TUP. 2015. Penambahan ekstrak tanin asal chesnut pada ransum
terhadap performa domba, pola fermentasi dan metabolit darah [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Tilley JMA, Terry RA. 1963. A Two-Stage Technique for the In Vitro Digestion of
Forage Crops. Journal of British Grassland. 18: 104-111.
Van Soest PJ. 1994. Nutritional Ecology of the Ruminant. New York (US): Cornell
University Press.
Waghorn G. 2008. Beneficial and detrimental effects of dietary condensed tannins
for sustainable sheep and goat production - progress and challenges. Animal
Feed Science and Technology. 147: 116-139.
Wanapat M, Khampa S. 2007. Effect of levels of supplementation of concentrate
containing high levels of cassava chip on rumen ecology, microbial N supply
and digestibility of nutrients in beef cattle. Asian-Aust J Anim Sci. 20: 75-81.
Widyobroto BP, Budhi SPS, Agus A. 2001. Penggunaan Protein Pakan Terproteksi
(Undegraded Protein) untuk Meningkatkan Produktivitas Sapi Perah di
Indonesia. DI Yogyakarta (ID): Lembaga Penelitan Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Wulansih DA, Ridwan R, Tappa B. 2007. Penggunaan probiotik dan kromium
organik terhadap kondisi lingkungan rumen in vitro. J Ilmu Petenakan dan
Vet. 12(4):262-267.
Yogianto. 2014. Kajian in vitro reduksi emisi gas metana melalui penambahan
ekstrak tanin dan saponin dalam pakan dengan proporsi hijauan berbeda
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yulistiani D, Mathius JW, Puastuti W. 2011. Bungkil kedelai terproteksi tanin cairan
batang pisang dalam pakan domba sedang tumbuh. JITV. 16 (4): 33-40.
Yunarto N, Aini N. 2015. Effect of purifed gambir leaves extract to prevent
atherosclerosis in rats. Health Science Journal of Indonesia. 6(2): 105-110.
LAMPIRAN
27

Lampiran 1 ANOVA pengukuran persentase daya ikat ekstrak gambir terhadap


protein
Derajat Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman
bebas kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK)
(DB) (JK) (KT)
Level ekstrak gambir 3 3578.042 1192.680 276.138 0.000
Galat 7 30.23394 4.319135
Total 10

Lampiran 2 Hasil uji lanjut LSD pengukuran persentase daya ikat ekstrak gambir
terhadap protein
Peringkat Perlakuan Rataan N Superskrip
1 6% 50.4598 3 a
2 4% 34.4181 3 b
3 2% 16.7881 3 c
4 0% 0.0285 2 d

Lampiran 3 ANOVA konsentrasi N-NH3 (mM) pada perlakuan level ekstrak


gambir dan waktu inkubasi berbeda
Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman Derajat
kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK) bebas (DB)
(JK) (KT)
Ekstrak gambir (A) 3 1.93011 0.64337 13.116 0.0028
Waktu inkubasi (B) 1 2.63596 2.63596 53.738 0.0002
Blok 1 1.10196 1.10196 22.465 0.0021
A*B 3 1.74 0.57844 11.792 0.0039
Galat 7 0.34 0.04905
Total 15 7.74674

Lampiran 4 Uji Polinomial Ortogonal konsentrasi N-NH3 (mM) pada perlakuan


level ekstrak gambir dan waktu inkubasi berbeda
Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman Derajat
kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK) bebas (DB)
(JK) (KT)
Ekstrak gambir (A) 3 1.93011 0.64337 13.116 0.0028
Linier 1 1.59435 1.59435 5.59 0.0000
Kuadratik 1 0.01369 0.01369 5.59 0.6049
Kubik 1 0.32207 0.32207 5.59 0.0216
Waktu inkubasi (B) 1 2.63596 2.63596 53.738 0.0002
Blok 1 1.10196 1.10196 22.465 0.0021
A*B 3 1.74 0.57844 11.792 0.0039
Galat 7 0.34 0.04905
Total 15 7.74674
28

Lampiran 5 Hasil uji lanjut interaksi perlakuan level ekstrak gambir dan waktu
inkubasi berbeda terhadap konsentrasi N-NH3 (mM)
Level ekstrak Waktu inkubasi N Rataan Grouping
gambir (%) (jam)
6 4 2 5.698 a
4 4 2 5.244 ab
0 4 2 5.119 ab
4 2 2 4.901 ab
2 4 2 4.410 bc
2 2 2 4.409 bc
6 2 2 4.387 bc
0 2 2 3.527 c

Lampiran 6 ANOVA produksi VFA total (mM) pada perlakuan level ekstrak
gambir dan waktu inkubasi berbeda
Derajat Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman
bebas kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK)
(DB) (JK) (KT)
Ekstrak gambir (A) 3 13.13958 4.37986 0.413 0.7454
Waktu inkubasi (B) 1 5.78 5.78000 0.545 0.4679
Blok 1 22.47851 22.47851 2.119 0.1590
A*B 3 6.990075 2.33003 0.220 0.8818
Galat 23 244.03819 10.61036
Total 31 292.4264

Lampiran 7 ANOVA konsentrasi SPM (mg ml-1 ) pada perlakuan level ekstrak
gambir dan waktu inkubasi berbeda
Derajat Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman
bebas kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK)
(DB) (JK) (KT)
Ekstrak gambir (A) 3 0.03535 0.01178 7.762 0.0125
Waktu inkubasi (B) 1 0.00428 0.00428 2.823 0.1362
Blok 1 0.01260 0.01260 8.303 0.0237
A*B 3 0.00726 0.00242 1.594 0.2773
Galat 7 0.01063 0.00152
Total 15 0.07012
29

Lampiran 8 Uji Polinomial Ortogonal konsentrasi SPM (mg ml-1) pada perlakuan
level ekstrak gambir dan waktu inkubasi berbeda
Derajat Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman
bebas kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK)
(DB) (JK) (KT)
Ekstrak gambir (A) 3 0.03535 0.01178 7.762 0.0125
Linier 1 0.03119 0.03119 20.548 0.0003
Kuadratik 1 0.00028 0.00028 0.187 0.6711
Kubik 1 0.00387 0.00387 2.550 0.1311
Waktu inkubasi (B) 1 0.00428 0.00428 2.823 0.1362
Blok 1 0.01260 0.01260 8.303 0.0237
A*B 3 0.00726 0.00242 1.594 0.2773
Galat 7 0.01063 0.00152
Total 15 0.07012

Lampiran 9 Hasil uji lanjut LSD konsentrasi SPM (mg ml-1) pada perlakuan level
ekstrak gambir dan waktu inkubasi berbeda
Peringkat Perlakuan Rataan N Superskrip
1 6% 0.321 4 a
2 4% 0.301 4 a
3 2% 0.220 4 b
4 0% 0.217 4 b

Lampiran 10 ANOVA nilai bobot protein endapan (mg) pada perlakuan level
ekstrak gambir dan waktu inkubasi berbeda
Derajat Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman
bebas kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK)
(DB) (JK) (KT)
Ekstrak gambir (A) 3 30255.21 10085.07 1.168 0.3878
Waktu inkubasi (B) 1 181033.02 181033.02 20.960 0.0025
Blok 1 8016.11 8016.11 0.928 0.3674
A*B 3 56601.66 18867.22 2.184 0.1778
Galat 7 60459.67 8637.10
Total 15 336365.68

Lampiran 11 Hasil uji lanjut LSD nilai bobot protein endapan (mg) pada perlakuan
level ekstrak gambir dan waktu inkubasi berbeda
Peringkat Perlakuan Rataan N Superskrip
1 2 jam 453.409 8 a
2 4 jam 240.669 8 b
30

Lampiran 12 ANOVA populasi protozoa (log sel ml-1) pada perlakuan level ekstrak
gambir dan waktu inkubasi berbeda
Derajat Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman
bebas kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK)
(DB) (JK) (KT)
Ekstrak gambir (A) 3 0.10527 0.03509 0.830 0.5185
Waktu inkubasi (B) 1 0.00079 0.00079 0.019 0.8949
Blok 1 0.00342 0.00342 0.081 0.7842
A*B 3 0.03228 0.01076 0.254 0.8560
Galat 7 0.29611 0.04230
Total 15 0.43788

Lampiran 13 ANOVA Degradasi Bahan Kering (DBK) pada perlakuan level


ekstrak gambir berbeda
Derajat Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman
bebas kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK)
(DB) (JK) (KT)
Ekstrak gambir (A) 3 4.49242 1.49747 0.108 0.9539
Blok 1 82.85551 82.85551 5.950 0.0329
Galat 11 153.17497 13.92500
Total 15 240.52289

Lampiran 14 ANOVA Degradasi Bahan Organik (DBO) pada perlakuan level


ekstrak gambir berbeda
Derajat Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman
bebas kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK)
(DB) (JK) (KT)
Ekstrak gambir (A) 3 6.26993 2.08998 0.112 0.9513
Blok 1 41.79623 41.79623 2.240 0.1626
Galat 11 205.25223 18.65929
Total 15 253.31838

Lampiran 15 ANOVA Produksi gas 48 jam pada perlakuan level ekstrak gambir
berbeda
Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman Derajat
kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK) bebas (DB)
(JK) (KT)
Level ekstrak gambir 3 14.72114 4.90704 5.871 0.0074
Galat 15 12.53533 0.83570
Total 18
31

Lampiran 16 Hasil uji lanjut LSD produksi gas 48 jam pada perlakuan level ekstrak
gambir berbeda
Peringkat Perlakuan Rataan N Superskrip
1 0% 49.278 5 a
2 2% 48.412 5 ab
3 4% 47.401 4 bc
4 6% 47.065 5 c

Lampiran 17 ANOVA produksi gas dari fraksi mudah larut (a) pada perlakuan level
ekstrak gambir berbeda
Derajat Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman
bebas kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK)
(DB) (JK) (KT)
Level ekstrak gambir 3 0.01899 0.06330 3.995 0.0282
Galat 15 0.23762 0.01584
Total 18

Lampiran 18 Hasil uji lanjut LSD produksi gas dari fraksi mudah larut (a) pada
perlakuan level ekstrak gambir berbeda
Peringkat Perlakuan Rataan N Superskrip
1 6% 0.4725 5 a
2 2% 0.4238 5 a
3 4% 0.3900 4 ab
4 0% 0.2140 5 b

Lampiran 19 ANOVA produksi gas maksimum (a+b) pada perlakuan level ekstrak
gambir berbeda
Derajat Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman
bebas kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK)
(DB) (JK) (KT)
Level ekstrak gambir 3 11.74120 3.91373 4.109 0.0259
Galat 15 14.28624 0.95241
Total 18

Lampiran 20 Hasil uji lanjut LSD produksi gas maksimum (a+b) pada perlakuan
level ekstrak gambir berbeda
Peringkat Perlakuan Rataan N Superskrip
1 0% 50.228 5 a
2 2% 49.399 5 ab
3 4% 48.464 4 b
4 6% 48.284 5 b
32

Lampiran 21 ANOVA laju produksi gas (c) pada perlakuan level ekstrak gambir
berbeda
Derajat Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman
bebas kuadrat tengah Fhitung Nilai P
(SK)
(DB) (JK) (KT)
Level ekstrak gambir 3 1.12349 3.745 4.183 0.0244
Galat 15 1.34280 8.952
Total 18

Lampiran 22 Hasil uji lanjut LSD laju produksi gas (c) pada perlakuan level ekstrak
gambir berbeda
Peringkat Perlakuan Rataan N Superskrip
1 0% 0.082 5 a
2 2% 0.081 5 a
3 4% 0.079 4 ab
4 6% 0.076 5 b
33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 18 September 1991. Penulis merupakan anak


keenam dari pasangan Bapak Isra’ El Arsyad (Alm) dan Ibu Aslamiah (Almh).
Program sarjana penulis selesaikan pada tahun 2014 di Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Setelah
lulus penulis pernah bekerja sebagai Feed Formulator di PT Cheil Jedang
Superfeed Indonesia selama tahun 2015 hingga 2017. Penulis diterima sebagai
mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanin Bogor pada program studi Ilmu
Nutrisi Pakan (INP) tahun 2017. Penulis pernah mendapatkan kesempatan beasiswa
dari Pemerintah Provinsi (PEMPROV) Jawa Barat (JABAR) pada tahun 2017-
2018. Penulis menjadi penyaji dalam seminar 8th International Seminar on
Tropical Animal Production (ISTAP) 2019 dengan judul paper “Effect of Tannin
Supplementation from Uncaria gambir Extract on Rumen Fermentation, Microbial
Protein and In vitro Gas Production Kinetics”.

Anda mungkin juga menyukai