Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Nutrisi Ternak Tropis Maret 2019

Vol 2 No 1 pp 10-18

PENGARUH SILASE RUMPUT ODOT (Pennisetum purpureum cv. Mott) DENGAN


PENAMBAHAN BAKTERI Lactobacillus plantarum TERHADAP PRODUKSI GAS
DAN KECERNAAN SECARA IN VITRO

The Effect of Lactobacillus plantarum Addition to the Napier Grass


(Pennisetum purpureum cv. Mott) Silage on the Gas Production and
Digestibility in Vitro

Alfian Sri Astutik1), Mashudi2), Artharini Irsyammawati2), Poespitasari H. Ndaru2)


1)
Mahasiswa Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Jalan Veteran,
Ketawanggede, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145
2)
Dosen Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Jalan Veteran,
Ketawanggede, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145
Email: alfiantrias03@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan Lactobacillus


plantarum dengan berbagai perlakuan pada silase rumput odot yang diinkubasi selama 21
hari terhadap produksi gas, nilai Metabolyzable Energy (ME) dan Net Energy (NE) serta nilai
Kecernaan Bahan Kering (KcBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KcBO). Bahan yang
digunakan adalah rumput odot (Pennisetum purpureum cv. Mott), molases dan Lactobacillus
plantarum. Metode yang digunakan yaitu percobaan laboratorium dengan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 ulangan apabila hasil menunjukkan
perbedaan maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD). Perlakuan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu P 0: Rumput Odot (Pennisetum purpureum cv. Mott) +
Molases 6% + Lactobacillus plantarum 0%; P 1: Rumput Odot (Pennisetum purpureum cv.
Mott) + Molases 6% + Lactobacillus plantarum 0,3%; P2: Rumput Odot (Pennisetum
purpureum cv. Mott) + Molases 6% + Lactobacillus plantarum 0,6%; P3: Rumput Odot
(Pennisetum purpureum cv. Mott) + Molases 6% + Lactobacillus plantarum 0,9%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan penambahan Lactobacillus plantarum pada silase
rumput odot tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap produksi gas total, nilai potensi produksi
gas (b), laju produksi gas (c), nilai Metabolizable Energy (ME), nilai Net Energy (NE),
Kecernaan Bahan Kering (KcBK), dan Kecernaan Bahan Organik (KcBO). Nilai produksi gas
total 48 jam, nilai c dan nilai ME yang cenderung tinggi pada perlakuan P 2 yaitu 94,66, 0,018
ml/jam dan 9,73 MJ/Kg BK. Sedangkan nilai b, Nilai NE dan KcBK serta KcBO yang
cenderung tinggi pada perlakuan P3 yaitu 174,47 ml/500 mg BK, 3,89 MJ/Kg BK, 64,88% dan
64,96%. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu nilai produksi gas total 48 jam, nilai c dan nilai
ME yang cenderung tinggi pada perlakuan P 2 yaitu penambahan Lactobacillus plantarum
sebanyak 0,6% terhadap silase rumput odot. Sedangkan nilai b, Nilai NE dan Nilai KcBK serta
KcBO yang cenderung tinggi pada perlakuan P3 yaitu silase dengan penambahan
Lactobacillus plantarum sebanyak 0,9%.

Kata kunci: Silase, produksi gas, kecernaan, in vitro

10
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019

ABSTRACT

The research aims to observe the effect of various Lactobacillus plantarum addition
levels to the Napier grass (Pennisetum purpureum cv. Mott) silage after incubated for 21 days.
The observed parameters include gas production, metabolizable energy (ME), net energy (NE),
dry matter digestibility (DMD), and organic matter digestibility (OMD). The materials used in
this research were Napier grass (Pennisetum purpureum cv. Mott), molasses and Lactobacillus
plantarum starter. The research is a laboratory experiment with Randomized Block Design
(RBD) consisted of 4 treatments done in triplicate. The different analysis results were then
tested with Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). The Napier grass was added with molasses
at 6% (w/w) and then added with Lactobacillus plantarum at 0% for P0; 0.3% for P1; 0.6% for
P2; and 0.9% for P3. The result showed that the addition of Lactobacillus plantarum to the
Napier grass silage gave no significant effect (P>0.05) on the total gas production, potential
gas production value, gas production rate, ME, NE, DMD, and OMD. The highest total gas
production after 48 hours (94.66 ml/500 mg DM), gas production rate (0.018 ml/hours) and
metabolizable energy (9.73 MJ/Kg DM) was obtained in P2. Moreover, the highest potential
gas production value (174.447 ml/500 mg DM), net energy (3.89 MJ/Kg DM), DMD (64.88%),
and OMD (64.96%) was obtained in P3. The research concludes that high total gas production
at 48 hours, gas production rate and metabolizable energy can be achieved by adding
Lactobacillus plantarum at 0.6% (w/w), while high gas production potential value, net energy,
DMD and OMD can be achieved by adding Lactobacillus plantarum at 0.9% to the Napier
grass silage.

Keywords: Silage, gas production, digestibility, in vitro

PENDAHULUAN melimpah sehingga perlu dilakukan


pengawetan menjadi silase.
Hijauan merupakan sumber pakan Silase merupakan produk fermentasi
utama bagi ternak ruminansia. Ternak hijauan, hasil samping pertanian dan
ruminansia memerlukan ransum 60-70% agroindustri dengan kadar air tinggi yang
hijauan dalam bentuk segar maupun kering. diawetkan dengan menggunakan asam, baik
Berbagai upaya peningkatan produksi yang sengaja ditambahkan maupun secara
ternak dalam rangka memenuhi kebutuhan alami dihasilkan selama penyimpanan
sumber protein hewani akan sangat sulit dalam kondisi anaerob. Salah satu upaya
dicapai apabila ketersediaan hijauan tidak untuk mempertahankan kualitas silase
sebanding dengan kebutuhan dan populasi hijauan tropis adalah dengan penggunaan
ternak yang ada (Riswandi, 2014). aditif inokulum, dedak padi dan Bakteri
Ketersedian hijauan pakan sangat Asam Laktat (BAL) pada saat ensilase yang
dipengaruhi oleh musim. Pada musim dapat menstimulasi fermentasi (Intansari,
kemarau ketersediaan hijauan tidak mampu 2016). Prinsip dasar dari pembuatan silase
mencukupi kebutuhan ternak, namun adalah fermentasi hijauan oleh mikroba
sebaliknya pada musim penghujan hijauan yang banyak menghasilkan asam laktat.

How to Cite : *Corresponding author :

Astutik, A. S., Mashudi., Irsyammawati, A., & Ndaru, Alfian Sri Astutik
P. H. (2019). Pengaruh Silase Rumput Odot Email : alfiantrias03@gmail.com
(Pennisetum purpureum cv. Mott) Dengan Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Jalan
Penambahan Bakteri Lactobacillus plantarum Veteran, Ketawanggede, Kec. Lowokwaru, Kota
Terhadap Produksi Gas dan Kecernaan Secara In Malang, Jawa Timur 65145
Vitro. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis, 2 (1) 10-18

11
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019

Lactobacillus plantarum termasuk inkubator, labu ukur 3500 ml, penangas


dalam bakteri asam laktat yang yang dilengkapi dengan stirrer, karet
menghasilkan produk berupa asam laktat penutup, tabung fermentor, rak tabung
dalam pembuatan silase (Widodo, 2014). fermentor, centrifuge 2500 rpm, kertas
Starter Lactobacillus plantarum merupakan saring, cawan porselin, oven 105oC,
bakteri asam laktat yang bersifat eksikator dan tanur. Metode yang digunakan
homofermentatif. Semakin cepat dalam penelitian ini adalah percobaan
terbentuknya asam laktat maka pH silase dengan menggunakan Rancangan Acak
akan cepat turun, sehingga silase menjadi Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4
lebih tahan lama karena asam laktat yang perlakuan dan masing-masing perlakuan
dihasilkan selama proses fermentasi akan mempunyai 3 kelompok sebagai ulangan
berperan sebagai zat pengawet sehingga berdasarkan waktu pengambilan cairan
dapat menghindarkan pertumbuhan rumen.
mikroorganisme pembusuk. Penggunaan
inokulum Lactobacillus plantarum dengan Perlakuan yang digunakan dalam penelitian
berbagai variasi dan konsentrasi ini adalah sebagai berikut :
memberikan berpengaruh baik terhadap
kualitas silase sebagai pakan (Ratnakomala, P0I21: Rumput Odot (Pennisetum
dkk. 2006). purpureum cv. Mott) + Molases 6%
Rumput gajah kerdil (Pennisetum + tanpa penambahan Lactobacillus
purpureum cv. Mott) merupakan jenis plantarum
rumput unggul yang mempunyai P1I21: Rumput Odot (Pennisetum
produktivitas dan kandungan zat gizi tinggi purpureum cv. Mott) + Molases 6%
serta memiliki palatabilitas yang tinggi + Lactobacillus plantarum 0,3%
sehingga disukai ternak dan berpotensi P2I21: Rumput Odot (Pennisetum
untuk dijadikan silase (Thalib, 2016). purpureum cv. Mott) + Molases 6%
Namun perlu dilakukan penelitian lebih + Lactobacillus plantarum 0,6%
lanjut untuk mempertahankan kandungan P3I21: Rumput Odot (Pennisetum
nutrisi pada rumput gajah kerdil ini dengan purpureum cv. Mott) + Molases 6%
cara pembuatan silase yang ditambahkan + Lactobacillus plantarum 0,9%
dengan Lactobacillus plantarum.
Prosedur Penelitian
MATERI DAN METODE Rumput odot (Pennisetum purpureum
cv. Mott) yang akan dibuat silase di chopper
Penelitian ini dilaksanakan di terlebih dahulu dengan ukuran 3-5 cm,
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, kemudian dilayukan selama 48 jam untuk
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya menurunkan kadar airnya. Selanjutnya,
Malang sejak bulan September 2017 sampai dilakukan penimbangan rumput odot
bulan Oktober 2017.Bahan yang digunakan sebanyak 1 kg yang kemudian ditambahkan
dalam penelitian ini adalah rumput odot, molases sebanyak 6% dan Lactobacillus
molasses, Lactobacillus plantarum, bahan plantarum sesuai dengan perlakuan. Bahan
untuk analisa proksimat, larutan silase dimasukkan kedalam kantong plastik
Mc’Dougall, gas CO2, MgCl2, CaCl2, HCl, (silo), dikeluarkan semua udara dengan
pepsin, aquades, vaselin, NaOH. Peralatan vacuum pump dan dipadatkan lalu diikat
yang digunakan untuk penelitian meliputi : agar kondisi anaerob. Kantong plastik
timbangan analitik, ember, tali rafia, disusun di dalam ruangan fermentasi dengan
vacuum, gunting, tissue, gelas plastik, silo, suhu ruangan 26-28oC kemudian disimpan
piston, syringe, selang berklip, termos, gelas selama 21 hari. Bahan yang telah diinkubasi
ukur, kain penyaring, pipet tetes, tabung selama 21 hari kemudian dikeringkan udara
erlenmeyer, thermometer, pemanas, stirrer, dalam oven dengan temperatur 60oC selama

12
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019

24 jam. Setelah kering kemudian digiling, menunjukkan semakin tinggi pula aktivitas
sehingga sampel siap untuk dianalisa. mikroba di dalam rumen serta dapat
menggambarkan bahan organik yang
Variabel Pengamatan tercerna sehingga mencerminkan kualitas
Parameter yang diamati dalam bahan pakan tersebut.
penelitian ini adalah produksi gas, nilai Berdasarkan penelitian ini dapat
energi, KcBK, dan KcBO. dilihat bahwa produksi gas yang dihasilkan
cenderung lebih tinggi jika dibandingkan
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan penelitian Lawani (2016) produksi
gas yang diinkubasi selama 48 jam yaitu
Bersadarkan hasil pengamatan sebesar 73,08 ml/500 mg BK. Menurut
menunjukkan bahwa produksi gas semakin Zakaria dkk., (2016) produksi gas silase
meningkat seiring dengan bertambahnya kulit buah kakao pada inokulasi L.
waktu inkubasi. Dari hasil analisis statistik Plantarum (KLp) pada inkubasi jam ke 72
menunjukkan bahwa nilai produksi gas antar sebesar46,79 ml.
perlakuan tidak memberikan pengaruh yang Produksi gas silase pada inokulasi L.
nyata (P>0,05) terhadap setiap periode Plantarum dipengaruhi oleh jumlah fraksi
inkubasi. pakan optimum yang terdegradasi lebih
Produksi Gas Total yang di Inkubasi rendah. Menurut Sofyan (2011) fraksi pakan
selama 48 jam pada Silase Rumput yang potensial maksimum terdegradasi pada
Odot silase rumput raja dengan penambahan
Berdasarkan tabel diatas terlihat bekatul sebanyak 10% dengan inkubasi
bahwa produksi gas total yang cenderung selama 48 jam menggunakan L. plantarum
tinggi pada perlakuan P2. Menurut Gusasi menghasilkan produksi gas sebesar 48,9-
(2014) semakin tinggi produksi gas, 50,6 ml.

Tabel 1. Rata-rata produksi gas (ml/500 mg BK) pada perlakuan silase dengan penambahan
BAL
Perlak Lama Inkubasi (jam)
uan 2 4 8 12 16 24 36 48
3,33 7,00 ± 14,66 ± 23,66 ± 38,50 ± 64,66 ± 81,83 89,16
P0 ± 0,28 1,50 1,89 2,75 7,54 4,64 ± 8,31 ± 7,28
3,66 7,00 ± 16,33 ± 26,33 ± 41,66 ± 68,50 ± 85,16 92,50
P1 ± 0,28 4,65 3,81 3,01 8,22 3,04 ± 7,14 ± 6,55
3,83 7,33 ± 16,00 ± 27,16 ± 44,00 ± 70,83 ± 88,50 94,66
P2 ± 0,76 1,60 1,50 2,02 7,85 5,77 ± 8,52 ± 8,97
4,50 7,54 ± 14,00 ± 25,16 ± 39,83 ± 67,66 ± 85,66 91,16
P3 ± 0,50 1,32 2,78 3,54 5,92 9,07 ± 6,29 ±8,00

Nilai Potensi Produksi Gas dan Laju menyatakan bahwa komponen pakan berupa
Produksi Gas serat dan protein dapat mempengaruhi
Hasil analisis statistika menunjukkan produksi gas yang dihasilkan selama proses
bahwa pada silase rumput odot dengan fermentasi. Berdasarkan penelitian ini rata-
penambahan Lactobacillus plantarum tidak rata nilai b yang dihasilkan cenderung lebih
memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) tinggi jika dibandingkan dengan penelitian
terhadap nilai b dan c. Lawani (2016) nilai b yang dihasilkan pada
Dari hasil penelitian nilai b cenderung silase rumput gajah dengan penambahan
tinggi pada P0, hal ini diduga karena starter Lactobacillus plantarum ini yaitu
kandungan serat kasar bahan pakan yang sebesar 123,5833 ml/500 mg BK. Penelitian
tinggi. Menurut Makkar et al (2007) Zakaria dkk. (2016) yaitu fraksi pakan yang

13
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019

terdegradasi optimum pada inokulasi L. substrat yang difermentasi juga semakin


plantarum silase kulit buah kakao sebesar berkurang (Khairulli, 2013). Nilai c yang
50,88 ml. Menurut Wati dkk. (2012) nilai c tinggi menunjukkan bahwa pakan dapat
merupakan laju degradasi fraksi b yang didegradasi dengan cepat dalam satuan
berupa dinding sel. Semakin tinggi waktu tertentu (Mukmin dkk., 2014).
kandungan dinding sel suatu bahan pakan Produksi gas yang tinggi dapat
dapat menurunkan laju degradasinya. berpotensi dijadikan pemasok energi yang
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa cukup besar. Dari hasil penelitian Lawani
nilai P0 memiliki nilai c yang cenderung (2016) menunjukkan bahwa laju produksi
paling rendah (0,015 ml/jam). Produksi gas gas (nilai c yang dihasilkan pada silase
yang semakin melambat menandakan laju rumput gajah dengan penambahan starter
produksi gas semakin berkurang dengan Lactobacillus plantarum ini yaitu sebesar
bertambahnya waktu inkubasi karena 0,0470 ml/jam).

Tabel 2. Nilai rata-rata potensi produksi gas (b) dan laju produksi gas per jam (c)
Perlakuan Nilai b (ml /500 mg BK) Nilai c (ml/jam)
P0 175,32 ± 14,10 0,015 ± 0,0011
P1 169,59 ± 12,20 0,018 ± 0,0020
P2 170,33 ± 21,68 0,018 ± 0,0020
P3 174,47 ± 14,05 0,016 ± 0,0020

Tabel 3. Rata-rata Nilai Metabolizable Energy (ME) dan Nilai Net Energy (NE)
Perlakuan Nilai ME (MJ/Kg BK) ± SD Nilai NE (MJ/Kg BK) ± SD
P0 9,47 ± 0,99 3,84 ± 0,09
P1 9,62 ± 1,03 3,84 ± 0,11
P2 9,73 ± 0,83 3,86 ± 0,07
P3 9,53 ± 0,69 3,89 ± 0,06

Nilai Metabolizable Energy (ME) dan oleh pernyataan Nurhaliq (2017) yang
Net Energy (NE) menyatakan bahwa bahan pakan berserat
Hasil analisis statistik menunjukkan tinggi mempunyai serat kasar tinggi yang
bahwa perlakuan tidak memberikan tidak dapat dicerna.
pengaruh nyata pada nilai ME dan NE Selain itu daya cerna suatu bahan
(P>0,05).Menurut Lee et al (2000) pakan dipengaruhi oleh kandungan serat
menyatakan bahwa Metabolizable Energy kasar, keseimbangan zat-zat makanan, dan
(ME) dan Net Energy (NE) merupakan faktor ternak yang selanjutnya akan
parameter yang penting untuk mengukur mempengaruhi nilai energi metabolisme
kualitas bahan kering sampel pakan. Nilai suatu bahan pakan. Menurut Jayanegara dan
ME cenderung tinggi pada perlakuan P2. Sofyan (2008) nutrien seperti karbohidrat,
Sedangkan nilai ME cenderung lebih rendah protein, dan lemak dapat lebih didegradasi
pada perlakuan P0. Menurut Janet (2005) dan lebih tersedia bagi mikroba rumen yang
bahwa nilai Metabolizable Energy (ME) kemudian berkontribusi bagi peningkatan
untuk sapi potong pada fase growth yaitu 8,9 KBO, EM, dan Total VFA. Menurut NRC
KJ/kg BK, artinya dalam penelitian ini nilai (2000) bahwa nilai kebutuhan Net Energy
ME yang dihasilkan sudah mencukupi pada sapi potong fase finisher dan growth
kebutuhan ME pada sapi potong fase dengan BB 200-450 berkisar antara 3-6
growth. Zat nutrisi yang mempunyai MJ/Kg BK. Dari pernyataan tersebut dapat
pengaruh terbesar terhadap daya cerna dinyatakan bahwa nilai Net Energy
adalah serat kasar. Hal tersebut didukung penelitian ini sudah sesuai dengan

14
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019

kebutuhan Net Energy pada sapi potong. Nur (2015) perlakuan silase yang
Hasil analisis statistik pada tabel diatas memanfaatkan bakteri asam laktat dapat
menunjukkan bahwa nilai NE yang memecah ikatan lignin dan selulosa
cenderung tinggi pada perlakuan P3. sehingga dapat meningkatkan kecernaan.
Sedangkan nilai NE yang cenderung rendah Lactobacillus plantarum yang
yaitu pada perlakuan P0. Hal tersebut diduga merupakan bakteri selulolitik yang
karena kandungan serat kasar pada pakan menghasilkan enzim selulase dapat
cukup tinggi yaitu berkisar antara 23 sampai mengakibatkan populasi dan aktivitas
24%. Hal ini dikarenakan bahan pakan yang mikroba di rumen meningkat sehingga
bahan keringnya memiliki kandungan SK kecernaan pakan akan meningkat pula.
lebih dari 18% maka bahan pakan tersebut Faktor-faktor yang mempengaruhi
memiliki kandungan energi yang rendah. kecernaan yaitu komposisi bahan pakan,
Kecernaan Bahan Kering (KcBK) dan perbandingan komposisi antara bahan pakan
Kecernaan Bahan Organik dan (KcBO) satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan
Hasil analisis statistik menunjukkan pakan, suplementasi enzim dalam pakan,
bahwa perlakuan tidak memberikan ternak, dan taraf pemberian pakan
pengaruh nyata pada Kecernaan Bahan (McDonald et al., 2002). Rata-rata Nilai
Kering (KcBK) dan Kecernaan Bahan KcBK dan KcBO pada Silase Rumput Odot
Organik dan (KcBO) (P>0,05). Menurut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata KcBK dan KcBO (%) pada Silase Rumput Odot
Perlakuan Nilai KcBK ± SD Nilai KcBO ± SD
P0 61,90 ± 1,83 62,65 ± 1,14
P1 62,40 ± 5,22 62,61 ± 3,22
P2 63,37 ± 2,31 63,73 ± 1,96
P3 64,88 ± 1,49 64,96 ± 1,23

Berdasarkan hasil penelitian menyebabkan semakin turunnya nilai


menunjukkan bahwa rata-rata nilai kecernaan. Hal ini diduga karena mikrobia
kecernaan pada silase rumput odot tidak mampu untuk mencerna komponen SK
(Pennisetum purpureum cv. Mott) hasilnya yang terkandung dalam pakan secara
lebih tinggi jika dibandingkan dengan optimal.
penelitian Wibisono (2017) kecernaan silase Kecernaan bahan kering yang relatif
rumput odot umur 50 hari yaitu 58,46% sama juga diduga dipengaruhi oleh
lebih tinggi jika dibandingkan kecernaan kandungan PK pakan perlakuan yang relatif
rumput signal segar umur 50 hari. Rata-rata sama. Menurut Widodo dkk. (2012) protein
Kecernaan Bahan Kering (KcBK) pada kasar dalam rumen mempunyai peranan
silase rumput odot ini berdasarkan penting karena di dalam rumen. PK akan
penambahan molases yang tertinggi yaitu dihidrolisis menjadi peptida oleh enzim
dengan penambahan sebanyak 6% dengan proteolisis yang dihasilkan mikrobia.
rata-rata KcBK sebesar 61,53%. Peptida tersebut mengalami degradasi lebih
Nilai KcBK yang relatif sama pada lanjut menjadi asam-asam amino, kemudian
masing-masing perlakuan pada silase akan dideaminasi menjadi amonia untuk
rumput odot dengan penambahan menyusun protein mikrobia.
Lactobacillus .plantarum, diduga Ternak ruminansia protein akan
disebabkan oleh kandungan SK pakan diubah menjadi peptida-peptida, asam-asam
perlakuan yang relatif sama. Kandungan SK amino, dan amonia (NH3). Hasil analisis
yang tinggi umumnya diikuti dengan statistik pada Tabel 4. menunjukkan bahwa
meningkatnya jumlah lignin yang mengikat kecernaan bahan organik lebih tinggi
selulosa dan hemiselulosa sehingga dibandingkan dengan kecernaan bahan

15
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019

kering. Nilai KcBO yang cenderung tinggi ransum. Peningkatan kecernaan bahan
yaitu pada perlakuan P3. Sedangkan Nilai organik dikarenakan kecernaan bahan
KcBO yang cenderung rendah yaitu pada kering juga meningkat.
perlakuan P1. Kecernaan bahan organik
pakan perlakuan yang relatif sama diduga KESIMPULAN
disebabkan oleh kandungan BO pakan
perlakuan yang juga relatif sama. Dari hasil Berdasarkan penelitian yang
penelitian ini menunjukkan bahwa KcBO dilakukan penambahan bakteri
yang dihasilkan dari silase rumput odot Lactobacillus plantarum pada silase rumput
dengan penambahan Lactobacillus odot (Pennisetum purpureum cv. Mott) ini
plantarum cenderung lebih tinggi jika tidak memberikan pengaruh secara
dibandingkan dengan penelitian Wibisono signifikan yang artinya tanpa dilakukan
(2017) KcBO pada silase rumput odot penambahan bakteri Lactobacillus
dengan umur pemotongan 50 hari yaitu plantarum silase yang dihasilkan sudah
sebesar 52,22%. baik. Namun nilai produksi gas total 48 jam,
Rata-rata KcBO pada silase rumput nilai c, dan nilai ME yang cenderung tinggi
odot ini berdasarkan penambahan molases pada perlakuan P2 yaitu silase rumput odot
yang tertinggi yaitu dengan penambahan dengan penambahan Lactobacillus
sebanyak 6% dengan rata-rata KcBK plantarum sebanyak 0,6%. Sedangkan nilai
sebesar 54,10%. Peningkatan KcBK dan b, Nilai NE, dan nilai Kecernaan Bahan
KcBO ini dikarenakan molases Kering (KcBK) serta Kecernaan Bahan
mengandung karbohidrat (sukrosa) yang Organik (KcBO) yang cenderung tinggi
merupakan golongan disakarida yang pada perlakuan P3 yaitu silase dengan
mampu mempercepat proses ensilase penambahan Lactobacillus plantarum
sehingga nutrisi silase tidak banyak yang sebanyak 0,9%.
terlarut. Pemberian molases yang semakin
tinggi akan memberikan efek kecernaan SARAN
yang tinggi pula, karena molases mampu
meningkatkan konsumsi ransum dalam Berdasarkan penelitian yang sudah
pakan. dilakukan, maka perlu dilakukan percobaan
Kecernaan bahan organik erat secara langsung terhadap ternak agar
kaitannya dengan kecernaan bahan kering, informasi yang didapatkan lebih akurat.
karena sebagian bahan kering adalah bahan Selain itu juga perlu dilakukan penelitian
organik yang terdiri atas protein kasar, lebih lanjut untuk produksi gas secara in
lemak kasar, serat kasar, dan BETN. vitro pada silase dengan penambahan
Kecernaan bahan organik merupakan Bakteri Asam Laktat lain.
banyaknya nutrien yang terkandung pada
bahan pakan meliputi protein, karbohidrat, DAFTAR PUSTAKA
lemak, dan vitamin yang dapat dicerna oleh
tubuh. Menurut Riswandi dkk. (2015) nilai Gusasi, A. (2014). Nilai pH, Produksi Gas,
kecernaan bahan organik lebih tinggi Konsentrasi Amonia dan VFA Sistem
dibanding dengan nilai kecernaan bahan Rumen In Vitro Ransum Lengkap
kering. Berbahan Jerami Padi, Daun Gamal
Hal ini disebabkan karena pada bahan dan Urea Mineral Molases Liquid.
kering masih terdapat kandungan abu, Makasar: Skripsi. Fakultas Peternakan
sedangkan pada bahan organik tidak Universitas Hasanuddin.
mengandung abu, sehingga bahan tanpa
kandungan abu relatif lebih mudah dicerna. Intansari, W. D. (2016). Penambahan Enzim
Kandungan abu memperlambat atau Kasar Selulase Pada Pembuatan
menghambat tercernanya bahan kering Silase Rumput Gajah (Pennisteum

16
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019

purpureum), Rumput Odot Makkar, H. P. S., Francis, G., & Becker, K.


(Pennisetum purpureum Shcum cv. (2007). Bioactivity of phytochemicals
Mott), Jerami Sorgum dan Jerami in some lesser-known plants and their
Padi. Institut Pertanian Bogor: effects and potential applications in
Departemen Ilmu Nutrisi Dan livestock and aquaculture production
Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. systems. Animal, 1(9), 1371–1391.
https://doi.org/10.1017/S1751731107000298
Janet, A. (2005). Improving The Grazing
Management Of Livestock Community Mc Donald, P., Edwards, R., & Greenhalgh,
Led Herds in Muminabad. J. (2002). Animal Nutrition (6th ed.).
Switzerland: Local Development New York.
Muminabad.
Mukmin, A., Soetanto, H., Kusmartono, &
Jayanegara, A., & Sofyan, A. (2010). Mashudi. (2014). Produksi gas in vitro
Penentuan aktivitas biologis tanin asam amino metionin terproteksi
beberapa hijauan secara in vitro dengan serbuk mimosa sebagai
menggunakan ’hohenheim gas test’ sumber condensed tannin (Ct).
dengan polietilen glikol sebagai TERNAK TROPIKA Journal of
determinan. Media Peternakan, 31(1), 44–52. Tropical Animal Production, 15(2), 36–43.

Khairulli, G. (2013). Kinetika Produksi Gas National Research Council. (2000). Nutrient
dan Kecernaan In Vitro Pakan Requirement Of Beef Cattle (7th ed.).
Dengan Penambahan Mineral Washington, DC: National Academics
Organik Hasil Inokulasi dengan Press.
Saccharomyces Cerevisiae dan
Suplementasi Hijauan Bertanin. Nur, K., Atabany, A., Muladno, M., &
Institut Pertanian Bogor: Skripsi. Jayanegara, A. (2018). Produksi gas
Departemen Ilmu Nutrisi Dan metan ruminansia sapi perah dengan
Teknologi Pakan Fakutas Peternakan. pakan berbeda serta pengaruhnya
terhadap produksi dan kualitas susu.
Lawani, N. (2016). Pengaruh Tingkat Jurnal Ilmu Produksi Dan Teknologi
Penggunaan Starter Lactobacillus Hasil Peternakan, 3(2), 65–71.
plantarum Terhadap Kandungan
Nutrien dan Produksi Gas Secara In Nurhaliq, M. (2017). Energi Metabolisme
Vitro Pada Silase Rumput Gajah Pakan Komplit Berbasis Tongkol
(Pennisetum purpureum). Malang: Jagung Dengan Kandungan Tepung
Skripsi. Fakultas Peternakan, Rese Berbeda Pada Ternak Kambing
Universitas Brawijaya. Jantan. Makasar: Skripsi: Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin.
Lee, M., Hwang, S., & Chiou, P. (2000).
Metabolizable energy of roughage in R, R., Ratnakomala, S., Kartina, G., &
Taiwan. Small Ruminant Research : Widyastuti, Y. (2005). Pengaruh
The Journal of the International Goat penambahan dedak padi dan
Association, 36(3), 251–259. lactobacillus planlarum lBL-2 dalam
pembuatan silase rumput gajah. Media
Peternakan, 28(3), 117–123.

17
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019

Ratnakomala, S., Ridwan, R., Kartina, G., & Wati, N. E., Achmadi, J., & Pangestu, E.
Widyastuti, Y. (2006). Pengaruh (2012). In sacco ruminal degradation
inokulum lactobacillus plantarum 1A- of nutrients of agricultural by products
2 dan 1BL-2 terhadap kualitas silase in the goat. Animal Agriculture
rumput gajah (pennisetum Journal, 1(1), 485–498.
purpureum). Biodiversitas, 7(2), 131–134.
Wibisono, G. (2017). Pengaruh Umur
Riswandi. (2014). Evaluasi kecernaan silase Pemotongan dan Penambahan
rumput kumpai (hymenachne Molases Terhadap Kecernaan Bahan
acutigluma) dengan penambahan Kering dan Bahan Organik Silase
legum turi mini (sesbania rostrata). Rumput Odot (Pennisetum purpureum
Jurnal Peternakan Sriwijaya, 3(2), 43–52. cv Mott) Secara In Vitro. Malang:
Skripsi. Fakultas Peternakan,
Riswandi, Muhakka, & Lehan, M. (2015). Universitas Brawijaya.
Evaluasi nilai kecernaan secara in
vitro ransum ternak sapi bali yang Widodo, D. S. (2014). Pengaruh lama
disuplementasi dengan probiotik fermentasi dan penambahan inokulum
bioplus. Jurnal Peternakan Sriwijaya, lactobacillus plantarum dan
4(1), 35–46. https://doi.org/10.33230/JPS.4.1.2015.2298
lactobacillus fermentum terhadap
kualitas silase tebon jagung. Zea
Sofyan, A. (2011). Efektivitas Inokulum
Mays, 1(1), 1–10.
Bakteri Asam Laktat dan Khamir dari
Isolat Alami dengan Penambahan
Widodo, W., Wahyono, F., & Sutrisno, S.
Dedak Padi Terhadap Kualitas Silase
(2012). Kecernaan bahan kering,
Rumput Raja. Yogyakarta: Tesis.
kecernaan bahan organik, produksi
Universitas Gadjah Mada.
VFA dan NH3 pakan komplit dengan
level jerami padi berbeda secara in
Thalib, I. (2016). Pertumbuhan Rumput
vitro. Animal Agriculture Journal,
Gajah (Pennisetum Purpureum Cv.
1(1), 215–230.
Mott) Pada Berbagai Konsentrasi
Media Murashige dan Skoog Dengan
Zakariah, M. A., Utomo, R., & Bachruddin,
Teknik Kultur Jaringan. Makasar:
Z. (2016). Pengaruh inokulasi
Fakultas Peternakan Universitas
lactobacillus plantarum dan
Hasanuddin.
saccharomyces cerevisiae terhadap
fermentasi dan kecernaan in vitro
silase kulit buah kakao. Buletin
Peternakan, 40(2), 124–132.
https://doi.org/10.21059/buletinpeternak.v40i2.9294

18

Anda mungkin juga menyukai