Vol 2 No 1 pp 10-18
ABSTRAK
10
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019
ABSTRACT
The research aims to observe the effect of various Lactobacillus plantarum addition
levels to the Napier grass (Pennisetum purpureum cv. Mott) silage after incubated for 21 days.
The observed parameters include gas production, metabolizable energy (ME), net energy (NE),
dry matter digestibility (DMD), and organic matter digestibility (OMD). The materials used in
this research were Napier grass (Pennisetum purpureum cv. Mott), molasses and Lactobacillus
plantarum starter. The research is a laboratory experiment with Randomized Block Design
(RBD) consisted of 4 treatments done in triplicate. The different analysis results were then
tested with Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). The Napier grass was added with molasses
at 6% (w/w) and then added with Lactobacillus plantarum at 0% for P0; 0.3% for P1; 0.6% for
P2; and 0.9% for P3. The result showed that the addition of Lactobacillus plantarum to the
Napier grass silage gave no significant effect (P>0.05) on the total gas production, potential
gas production value, gas production rate, ME, NE, DMD, and OMD. The highest total gas
production after 48 hours (94.66 ml/500 mg DM), gas production rate (0.018 ml/hours) and
metabolizable energy (9.73 MJ/Kg DM) was obtained in P2. Moreover, the highest potential
gas production value (174.447 ml/500 mg DM), net energy (3.89 MJ/Kg DM), DMD (64.88%),
and OMD (64.96%) was obtained in P3. The research concludes that high total gas production
at 48 hours, gas production rate and metabolizable energy can be achieved by adding
Lactobacillus plantarum at 0.6% (w/w), while high gas production potential value, net energy,
DMD and OMD can be achieved by adding Lactobacillus plantarum at 0.9% to the Napier
grass silage.
Astutik, A. S., Mashudi., Irsyammawati, A., & Ndaru, Alfian Sri Astutik
P. H. (2019). Pengaruh Silase Rumput Odot Email : alfiantrias03@gmail.com
(Pennisetum purpureum cv. Mott) Dengan Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Jalan
Penambahan Bakteri Lactobacillus plantarum Veteran, Ketawanggede, Kec. Lowokwaru, Kota
Terhadap Produksi Gas dan Kecernaan Secara In Malang, Jawa Timur 65145
Vitro. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis, 2 (1) 10-18
11
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019
12
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019
24 jam. Setelah kering kemudian digiling, menunjukkan semakin tinggi pula aktivitas
sehingga sampel siap untuk dianalisa. mikroba di dalam rumen serta dapat
menggambarkan bahan organik yang
Variabel Pengamatan tercerna sehingga mencerminkan kualitas
Parameter yang diamati dalam bahan pakan tersebut.
penelitian ini adalah produksi gas, nilai Berdasarkan penelitian ini dapat
energi, KcBK, dan KcBO. dilihat bahwa produksi gas yang dihasilkan
cenderung lebih tinggi jika dibandingkan
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan penelitian Lawani (2016) produksi
gas yang diinkubasi selama 48 jam yaitu
Bersadarkan hasil pengamatan sebesar 73,08 ml/500 mg BK. Menurut
menunjukkan bahwa produksi gas semakin Zakaria dkk., (2016) produksi gas silase
meningkat seiring dengan bertambahnya kulit buah kakao pada inokulasi L.
waktu inkubasi. Dari hasil analisis statistik Plantarum (KLp) pada inkubasi jam ke 72
menunjukkan bahwa nilai produksi gas antar sebesar46,79 ml.
perlakuan tidak memberikan pengaruh yang Produksi gas silase pada inokulasi L.
nyata (P>0,05) terhadap setiap periode Plantarum dipengaruhi oleh jumlah fraksi
inkubasi. pakan optimum yang terdegradasi lebih
Produksi Gas Total yang di Inkubasi rendah. Menurut Sofyan (2011) fraksi pakan
selama 48 jam pada Silase Rumput yang potensial maksimum terdegradasi pada
Odot silase rumput raja dengan penambahan
Berdasarkan tabel diatas terlihat bekatul sebanyak 10% dengan inkubasi
bahwa produksi gas total yang cenderung selama 48 jam menggunakan L. plantarum
tinggi pada perlakuan P2. Menurut Gusasi menghasilkan produksi gas sebesar 48,9-
(2014) semakin tinggi produksi gas, 50,6 ml.
Tabel 1. Rata-rata produksi gas (ml/500 mg BK) pada perlakuan silase dengan penambahan
BAL
Perlak Lama Inkubasi (jam)
uan 2 4 8 12 16 24 36 48
3,33 7,00 ± 14,66 ± 23,66 ± 38,50 ± 64,66 ± 81,83 89,16
P0 ± 0,28 1,50 1,89 2,75 7,54 4,64 ± 8,31 ± 7,28
3,66 7,00 ± 16,33 ± 26,33 ± 41,66 ± 68,50 ± 85,16 92,50
P1 ± 0,28 4,65 3,81 3,01 8,22 3,04 ± 7,14 ± 6,55
3,83 7,33 ± 16,00 ± 27,16 ± 44,00 ± 70,83 ± 88,50 94,66
P2 ± 0,76 1,60 1,50 2,02 7,85 5,77 ± 8,52 ± 8,97
4,50 7,54 ± 14,00 ± 25,16 ± 39,83 ± 67,66 ± 85,66 91,16
P3 ± 0,50 1,32 2,78 3,54 5,92 9,07 ± 6,29 ±8,00
Nilai Potensi Produksi Gas dan Laju menyatakan bahwa komponen pakan berupa
Produksi Gas serat dan protein dapat mempengaruhi
Hasil analisis statistika menunjukkan produksi gas yang dihasilkan selama proses
bahwa pada silase rumput odot dengan fermentasi. Berdasarkan penelitian ini rata-
penambahan Lactobacillus plantarum tidak rata nilai b yang dihasilkan cenderung lebih
memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) tinggi jika dibandingkan dengan penelitian
terhadap nilai b dan c. Lawani (2016) nilai b yang dihasilkan pada
Dari hasil penelitian nilai b cenderung silase rumput gajah dengan penambahan
tinggi pada P0, hal ini diduga karena starter Lactobacillus plantarum ini yaitu
kandungan serat kasar bahan pakan yang sebesar 123,5833 ml/500 mg BK. Penelitian
tinggi. Menurut Makkar et al (2007) Zakaria dkk. (2016) yaitu fraksi pakan yang
13
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019
Tabel 2. Nilai rata-rata potensi produksi gas (b) dan laju produksi gas per jam (c)
Perlakuan Nilai b (ml /500 mg BK) Nilai c (ml/jam)
P0 175,32 ± 14,10 0,015 ± 0,0011
P1 169,59 ± 12,20 0,018 ± 0,0020
P2 170,33 ± 21,68 0,018 ± 0,0020
P3 174,47 ± 14,05 0,016 ± 0,0020
Tabel 3. Rata-rata Nilai Metabolizable Energy (ME) dan Nilai Net Energy (NE)
Perlakuan Nilai ME (MJ/Kg BK) ± SD Nilai NE (MJ/Kg BK) ± SD
P0 9,47 ± 0,99 3,84 ± 0,09
P1 9,62 ± 1,03 3,84 ± 0,11
P2 9,73 ± 0,83 3,86 ± 0,07
P3 9,53 ± 0,69 3,89 ± 0,06
Nilai Metabolizable Energy (ME) dan oleh pernyataan Nurhaliq (2017) yang
Net Energy (NE) menyatakan bahwa bahan pakan berserat
Hasil analisis statistik menunjukkan tinggi mempunyai serat kasar tinggi yang
bahwa perlakuan tidak memberikan tidak dapat dicerna.
pengaruh nyata pada nilai ME dan NE Selain itu daya cerna suatu bahan
(P>0,05).Menurut Lee et al (2000) pakan dipengaruhi oleh kandungan serat
menyatakan bahwa Metabolizable Energy kasar, keseimbangan zat-zat makanan, dan
(ME) dan Net Energy (NE) merupakan faktor ternak yang selanjutnya akan
parameter yang penting untuk mengukur mempengaruhi nilai energi metabolisme
kualitas bahan kering sampel pakan. Nilai suatu bahan pakan. Menurut Jayanegara dan
ME cenderung tinggi pada perlakuan P2. Sofyan (2008) nutrien seperti karbohidrat,
Sedangkan nilai ME cenderung lebih rendah protein, dan lemak dapat lebih didegradasi
pada perlakuan P0. Menurut Janet (2005) dan lebih tersedia bagi mikroba rumen yang
bahwa nilai Metabolizable Energy (ME) kemudian berkontribusi bagi peningkatan
untuk sapi potong pada fase growth yaitu 8,9 KBO, EM, dan Total VFA. Menurut NRC
KJ/kg BK, artinya dalam penelitian ini nilai (2000) bahwa nilai kebutuhan Net Energy
ME yang dihasilkan sudah mencukupi pada sapi potong fase finisher dan growth
kebutuhan ME pada sapi potong fase dengan BB 200-450 berkisar antara 3-6
growth. Zat nutrisi yang mempunyai MJ/Kg BK. Dari pernyataan tersebut dapat
pengaruh terbesar terhadap daya cerna dinyatakan bahwa nilai Net Energy
adalah serat kasar. Hal tersebut didukung penelitian ini sudah sesuai dengan
14
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019
kebutuhan Net Energy pada sapi potong. Nur (2015) perlakuan silase yang
Hasil analisis statistik pada tabel diatas memanfaatkan bakteri asam laktat dapat
menunjukkan bahwa nilai NE yang memecah ikatan lignin dan selulosa
cenderung tinggi pada perlakuan P3. sehingga dapat meningkatkan kecernaan.
Sedangkan nilai NE yang cenderung rendah Lactobacillus plantarum yang
yaitu pada perlakuan P0. Hal tersebut diduga merupakan bakteri selulolitik yang
karena kandungan serat kasar pada pakan menghasilkan enzim selulase dapat
cukup tinggi yaitu berkisar antara 23 sampai mengakibatkan populasi dan aktivitas
24%. Hal ini dikarenakan bahan pakan yang mikroba di rumen meningkat sehingga
bahan keringnya memiliki kandungan SK kecernaan pakan akan meningkat pula.
lebih dari 18% maka bahan pakan tersebut Faktor-faktor yang mempengaruhi
memiliki kandungan energi yang rendah. kecernaan yaitu komposisi bahan pakan,
Kecernaan Bahan Kering (KcBK) dan perbandingan komposisi antara bahan pakan
Kecernaan Bahan Organik dan (KcBO) satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan
Hasil analisis statistik menunjukkan pakan, suplementasi enzim dalam pakan,
bahwa perlakuan tidak memberikan ternak, dan taraf pemberian pakan
pengaruh nyata pada Kecernaan Bahan (McDonald et al., 2002). Rata-rata Nilai
Kering (KcBK) dan Kecernaan Bahan KcBK dan KcBO pada Silase Rumput Odot
Organik dan (KcBO) (P>0,05). Menurut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata KcBK dan KcBO (%) pada Silase Rumput Odot
Perlakuan Nilai KcBK ± SD Nilai KcBO ± SD
P0 61,90 ± 1,83 62,65 ± 1,14
P1 62,40 ± 5,22 62,61 ± 3,22
P2 63,37 ± 2,31 63,73 ± 1,96
P3 64,88 ± 1,49 64,96 ± 1,23
15
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019
kering. Nilai KcBO yang cenderung tinggi ransum. Peningkatan kecernaan bahan
yaitu pada perlakuan P3. Sedangkan Nilai organik dikarenakan kecernaan bahan
KcBO yang cenderung rendah yaitu pada kering juga meningkat.
perlakuan P1. Kecernaan bahan organik
pakan perlakuan yang relatif sama diduga KESIMPULAN
disebabkan oleh kandungan BO pakan
perlakuan yang juga relatif sama. Dari hasil Berdasarkan penelitian yang
penelitian ini menunjukkan bahwa KcBO dilakukan penambahan bakteri
yang dihasilkan dari silase rumput odot Lactobacillus plantarum pada silase rumput
dengan penambahan Lactobacillus odot (Pennisetum purpureum cv. Mott) ini
plantarum cenderung lebih tinggi jika tidak memberikan pengaruh secara
dibandingkan dengan penelitian Wibisono signifikan yang artinya tanpa dilakukan
(2017) KcBO pada silase rumput odot penambahan bakteri Lactobacillus
dengan umur pemotongan 50 hari yaitu plantarum silase yang dihasilkan sudah
sebesar 52,22%. baik. Namun nilai produksi gas total 48 jam,
Rata-rata KcBO pada silase rumput nilai c, dan nilai ME yang cenderung tinggi
odot ini berdasarkan penambahan molases pada perlakuan P2 yaitu silase rumput odot
yang tertinggi yaitu dengan penambahan dengan penambahan Lactobacillus
sebanyak 6% dengan rata-rata KcBK plantarum sebanyak 0,6%. Sedangkan nilai
sebesar 54,10%. Peningkatan KcBK dan b, Nilai NE, dan nilai Kecernaan Bahan
KcBO ini dikarenakan molases Kering (KcBK) serta Kecernaan Bahan
mengandung karbohidrat (sukrosa) yang Organik (KcBO) yang cenderung tinggi
merupakan golongan disakarida yang pada perlakuan P3 yaitu silase dengan
mampu mempercepat proses ensilase penambahan Lactobacillus plantarum
sehingga nutrisi silase tidak banyak yang sebanyak 0,9%.
terlarut. Pemberian molases yang semakin
tinggi akan memberikan efek kecernaan SARAN
yang tinggi pula, karena molases mampu
meningkatkan konsumsi ransum dalam Berdasarkan penelitian yang sudah
pakan. dilakukan, maka perlu dilakukan percobaan
Kecernaan bahan organik erat secara langsung terhadap ternak agar
kaitannya dengan kecernaan bahan kering, informasi yang didapatkan lebih akurat.
karena sebagian bahan kering adalah bahan Selain itu juga perlu dilakukan penelitian
organik yang terdiri atas protein kasar, lebih lanjut untuk produksi gas secara in
lemak kasar, serat kasar, dan BETN. vitro pada silase dengan penambahan
Kecernaan bahan organik merupakan Bakteri Asam Laktat lain.
banyaknya nutrien yang terkandung pada
bahan pakan meliputi protein, karbohidrat, DAFTAR PUSTAKA
lemak, dan vitamin yang dapat dicerna oleh
tubuh. Menurut Riswandi dkk. (2015) nilai Gusasi, A. (2014). Nilai pH, Produksi Gas,
kecernaan bahan organik lebih tinggi Konsentrasi Amonia dan VFA Sistem
dibanding dengan nilai kecernaan bahan Rumen In Vitro Ransum Lengkap
kering. Berbahan Jerami Padi, Daun Gamal
Hal ini disebabkan karena pada bahan dan Urea Mineral Molases Liquid.
kering masih terdapat kandungan abu, Makasar: Skripsi. Fakultas Peternakan
sedangkan pada bahan organik tidak Universitas Hasanuddin.
mengandung abu, sehingga bahan tanpa
kandungan abu relatif lebih mudah dicerna. Intansari, W. D. (2016). Penambahan Enzim
Kandungan abu memperlambat atau Kasar Selulase Pada Pembuatan
menghambat tercernanya bahan kering Silase Rumput Gajah (Pennisteum
16
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019
Khairulli, G. (2013). Kinetika Produksi Gas National Research Council. (2000). Nutrient
dan Kecernaan In Vitro Pakan Requirement Of Beef Cattle (7th ed.).
Dengan Penambahan Mineral Washington, DC: National Academics
Organik Hasil Inokulasi dengan Press.
Saccharomyces Cerevisiae dan
Suplementasi Hijauan Bertanin. Nur, K., Atabany, A., Muladno, M., &
Institut Pertanian Bogor: Skripsi. Jayanegara, A. (2018). Produksi gas
Departemen Ilmu Nutrisi Dan metan ruminansia sapi perah dengan
Teknologi Pakan Fakutas Peternakan. pakan berbeda serta pengaruhnya
terhadap produksi dan kualitas susu.
Lawani, N. (2016). Pengaruh Tingkat Jurnal Ilmu Produksi Dan Teknologi
Penggunaan Starter Lactobacillus Hasil Peternakan, 3(2), 65–71.
plantarum Terhadap Kandungan
Nutrien dan Produksi Gas Secara In Nurhaliq, M. (2017). Energi Metabolisme
Vitro Pada Silase Rumput Gajah Pakan Komplit Berbasis Tongkol
(Pennisetum purpureum). Malang: Jagung Dengan Kandungan Tepung
Skripsi. Fakultas Peternakan, Rese Berbeda Pada Ternak Kambing
Universitas Brawijaya. Jantan. Makasar: Skripsi: Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin.
Lee, M., Hwang, S., & Chiou, P. (2000).
Metabolizable energy of roughage in R, R., Ratnakomala, S., Kartina, G., &
Taiwan. Small Ruminant Research : Widyastuti, Y. (2005). Pengaruh
The Journal of the International Goat penambahan dedak padi dan
Association, 36(3), 251–259. lactobacillus planlarum lBL-2 dalam
pembuatan silase rumput gajah. Media
Peternakan, 28(3), 117–123.
17
Alfian Sri Astutik, Dkk. 2019
Ratnakomala, S., Ridwan, R., Kartina, G., & Wati, N. E., Achmadi, J., & Pangestu, E.
Widyastuti, Y. (2006). Pengaruh (2012). In sacco ruminal degradation
inokulum lactobacillus plantarum 1A- of nutrients of agricultural by products
2 dan 1BL-2 terhadap kualitas silase in the goat. Animal Agriculture
rumput gajah (pennisetum Journal, 1(1), 485–498.
purpureum). Biodiversitas, 7(2), 131–134.
Wibisono, G. (2017). Pengaruh Umur
Riswandi. (2014). Evaluasi kecernaan silase Pemotongan dan Penambahan
rumput kumpai (hymenachne Molases Terhadap Kecernaan Bahan
acutigluma) dengan penambahan Kering dan Bahan Organik Silase
legum turi mini (sesbania rostrata). Rumput Odot (Pennisetum purpureum
Jurnal Peternakan Sriwijaya, 3(2), 43–52. cv Mott) Secara In Vitro. Malang:
Skripsi. Fakultas Peternakan,
Riswandi, Muhakka, & Lehan, M. (2015). Universitas Brawijaya.
Evaluasi nilai kecernaan secara in
vitro ransum ternak sapi bali yang Widodo, D. S. (2014). Pengaruh lama
disuplementasi dengan probiotik fermentasi dan penambahan inokulum
bioplus. Jurnal Peternakan Sriwijaya, lactobacillus plantarum dan
4(1), 35–46. https://doi.org/10.33230/JPS.4.1.2015.2298
lactobacillus fermentum terhadap
kualitas silase tebon jagung. Zea
Sofyan, A. (2011). Efektivitas Inokulum
Mays, 1(1), 1–10.
Bakteri Asam Laktat dan Khamir dari
Isolat Alami dengan Penambahan
Widodo, W., Wahyono, F., & Sutrisno, S.
Dedak Padi Terhadap Kualitas Silase
(2012). Kecernaan bahan kering,
Rumput Raja. Yogyakarta: Tesis.
kecernaan bahan organik, produksi
Universitas Gadjah Mada.
VFA dan NH3 pakan komplit dengan
level jerami padi berbeda secara in
Thalib, I. (2016). Pertumbuhan Rumput
vitro. Animal Agriculture Journal,
Gajah (Pennisetum Purpureum Cv.
1(1), 215–230.
Mott) Pada Berbagai Konsentrasi
Media Murashige dan Skoog Dengan
Zakariah, M. A., Utomo, R., & Bachruddin,
Teknik Kultur Jaringan. Makasar:
Z. (2016). Pengaruh inokulasi
Fakultas Peternakan Universitas
lactobacillus plantarum dan
Hasanuddin.
saccharomyces cerevisiae terhadap
fermentasi dan kecernaan in vitro
silase kulit buah kakao. Buletin
Peternakan, 40(2), 124–132.
https://doi.org/10.21059/buletinpeternak.v40i2.9294
18