Anda di halaman 1dari 12

JURNAL

PENGARUH LEVEL ADITIF STIMULAN BAKTERI ASAM LAKTAT (Lactobacillus


casei) DARI YAKULT TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK SILASE RUMPUT
GAJAH MINI (Pennisetum purpureum cv. Mott)

PUBLIKASI ILMIAH

Diserahkan Guna Memenuhi Sebagai Syarat yang Diperlukan


Untuk Memenuhi Drajat Sarjana Peternakan

Oleh

AJHAR
B1D 015 015

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2019
PENGARUH LEVEL ADITIF STIMULAN BAKTERI ASAM LAKTAT (Lactobacillus
casei) DARI YAKULT TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK SILASE RUMPUT
GAJAH MINI (Pennisetum purpureum cv. Mott)

PUBLIKASI ILMIAH

Diserahkan Guna Memenuhi Sebagai Syarat yang Diperlukan


Untuk Memenuhi Drajat Sarjana Peternakan
Pada:

Program Studi Peternakan

Oleh

AJHAR
B1D 015 015

Menyetujui:
Pembimbing Utama

Ir. Mastur, M. Si.


NIP. 19611231 198703 1012

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2019
PENGARUH LEVEL ADITIF STIMULAN BAKTERI ASAM LAKTAT (Lactobacillus
casei) DARI YAKULT TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK SILASE RUMPUT
GAJAH MINI (Pennisetum purpureum cv. Mott)
Ajhar 1*, Mastur 2*, Muhamad Amin 3*
1*
Mahasiswa Program Studi Peternakan
2*
Dosen Pembimbing Pertama
3*
Dosen Pembimbing Dua
Fakultas Peternakan Universitas Mataram
Jl. Majapahit 62 Mataram NTB. Telp/Fax: 0370-633603/640592

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Yakult terhadap


Karakteristik Fisik (Warna,Bau, Tekstur), pH dan Suhu silase rumput gajah mini
(Pennisetum purpureum cv. Mott) yang telah dilaksanakan di Balai Inseminasi Buatan
(BIB), Laboratorium Hijauan Makanan Ternak dan Padang Pengembalaan serta di
Laboratorium Analisis Kimia Bahan Pakan Fakultas Peternakan Universitas Mataram
pada bulan Mei - Juli 2019. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rumput
Gajah Mini, Dedak Padi dan Yakult. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Ke 5 perlakuan tersebut
adalah T0 = Rumput Gajah 1 kg (DM) + 10 % Dedak Halus (DM Rumput) + 0 %
Yakult (DM Rumput), T1 = Rumput Gajah 1 kg (DM) + 10 % Dedak Halus (DM
Rumput) + 2 % Yakult (DM Rumput), T2 = Rumput Gajah 1 kg (DM) + 10 % Dedak
Halus (DM Rumput) + 4 % Yakult (DM Rumput), T3 = Rumput Gajah 1 kg (DM) + 10
% Dedak Halus (DM Rumput) + 6 % Yakult (DM Rumput), T4 = Rumput Gajah 1 kg
(DM) + 10 % Dedak Halus (DM Rumput) + 8 % Yakult (DM Rumput). Variabel yang
diamati meliputi bau, warna, tekstur, pH dan suhu. Data yang diperoleh dianalisis
dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukan silase yang baik dari segi
kualitas fisik yang meliputi aroma, warna, tekstur, pH dan suhu. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan level Yakult
terhadap karakteristik fisik silase rumput gajah mini (Pennisetum purpureum cv. Mott)
memberikan hasil silase yang baik dari segi kualitas fisik yang beraroma Asam Manis,
berwarna cerah (kekuningan), bertekstur halus ,pH silase yang menunjukan kondisi asam
pada silase serta suhu silase mulai stabil pada hari ke 21 sampai dengan hari ke 23
dengan suhu 25oC. Kualitas silase dengan penambahan level Yakult 0% menghasilkan
silase yang kurang baik dan penambahan level Yakult dari 2% sampai dengan 6%
menghasilkan silase yang baik serta penambahan 8% Yakult memiliki kualitas silase
sangat baik karena memiliki pH rendah, beraroma asam manis, warna dan tekstur yang
sangat baik.

Kata kunci: Rumput Gajah Mini, Yakult, Karakteristik Fisik, pH, dan Suhu.

ABSTRACT
This study aims to determine the effect of Yakult's giving to physical characteristics
(color, smell, texture), pH and temperature of mini elephant silage (Pennisetum purpureum
cv. Mott) that has been carried out at artificial insemination Hall (BIB), Forage Laboratory
of livestock and Padang grazing and chemical analysis Laboratory of feed materials Faculty
of livestock at Mataram University in May-July 2019. The material used in this study was
the Mini elephant grass, rice bran and Yakult. This study was implemented using the
complete random design with 5 treatments and 3 repeats. The 5 treatment is T0 = Elephant
grass 1 kg (DM) + 10% fine bran (grass DM) + 0% Yakult (DM grass), T1 = Grass
Elephant 1 kg (DM) + 10% fine bran (DM grass) + 2% Yakult (DM grass), T2 = Elephant
grass 1 kg (DM) + 10% fine bran (grass DM) + 4% Yakult T (DM grass), T3 = Elephant
grass 1 kg (DM) + 10% fine bran (DM grass) + 6% Yakult (DM grass), T4 = Elephant grass
1 kg (DM) + 10% fine bran (grass DM) + 8% Yakult (DM grass). The observed variables
include odor, color, texture, pH and temperature. The data obtained is analyzed with
descriptive analysis. The results showed a good silage in terms of physical quality which
includes aroma, color, texture, pH and temperature. Based on the results of the research that
has been done can be concluded that the addition of Yakult levels to the physical
characteristics of mini elephants silage (Pennisetum purpureum cv. Mott) provides good
silage results in terms of flavorful physical quality Sour sweet, bright-coloured (yellowish),
smooth textured, pH silage that shows the acidic condition in the silage as well as the
temperature of the silage starts to stabilize on day 21 until day 23 with a temperature of
25oC. The quality of silage with the addition of a 0% Yakult level produces less good silage
and the addition of Yakult levels from 2% up to 6% produce good silage and the addition of
8% Yakult has a very good quality silage because it has a low pH, Sweet sour flavorful,
excellent color and texture.

Keywords: Mini Elephant Grass, Yakult, Physical Characteristics, pH, and Temperature.

PENDAHULUAN

Program pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dalam rangka


mewujudkan kemandirian pangan, harus didukung oleh ketersediaan pakan. Peningkatan
produksi ternak ruminansia memerlukan penyediaan pakan dalam jumlah besar, terutama
hijauan sebagai sumber gizi agar ternak dapat berproduksi dan meningkatkan populasi,
namun ketersediaan hijauan bagi ternak ruminansia sering kali menghadapi berbagai
kendala. Bila ditinjau dari upaya penyediaan hijauan yang telah dilakukan sangat tidak
mendukung karena areal penanaman hijauan yang semakin sempit.

Pakan merupakan salah satu faktor penunjang dalam pengembangan usaha


peternakan, terutama ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) ± 80 % dari
ransum yang diberikan adalah berupa hijauan baik dalam bentuk segar maupun dalam
bentuk kering.

Rumput gajah mini (Pennisetum purpureum cv. Mott) atau biasa disebut dwarf
elephant grass merupakan jenis rumput unggul yang mempunyai produktivitas yang
tinggi dan kandungan nutrisi yang cukup baik). Kultivar ini memiliki karakteristik
perbandingan rasio daun yang tinggi dibandingkan batang. Kualitas nutrisi rumput ini
lebih tinggi pada berbagai tingkat usia dibandingkan jenis rumput tropis lainnya. Selain
itu, rumput gajah mini mempunyai ke ungulan antara lain tahan kekeringan, dan hanya
bisa di propagasi melalui metoda vegetatif, zat gizi yang cukup tinggi serta memiliki
palatabilitas yang tinggi bagi ternak ruminansia.( Lasamadi, 2013).

Silase merupakan upaya pengawetan hijauan segar dengan metode fermentasi dan
dalam kondisi anaerob dengan tujuan untuk menambah daya simpan hijauan sehingga
dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lama terutama pada saat musim kemarau. Selain
itu, silase juga dimanfaatkan pada saat terdapat kelebihan produksi pada musim
penghujan sehingga kelebihan produksi tidak terbuang percuma.

Prinsip pembuatan silase adalah fermentasi hijauan oleh mikroba yang banyak
menghasilkan asam laktat dalam keadaan anaerob (Naif, Nahak, dan Dethan, 2015). Salah
satu jenis bakteri asam laktat yang baik digunakan sebagai aditif dalam silase adalah
Lactobacillus casei. Bakteri ini ditambahkan dengan tujuan untuk mempercepat proses
penurunan pH silase. Rendahnya pH akan dapat meningkatkan daya simpan dari silase
tersebut, sehingga diharapkan silase dapat bertahan lebih lama jika disimpan.

Kualitas silase diperlihatkan oleh beberapa parameter yaitu pH, suhu, warna, dan
kandungan asam laktatnya. Silase yang baik mempunyai pH antara 3,8-4,2 dengan tekstur
yang halus, berwarna hijau kecoklatan, bila dikepal tidak keluar air dan bau, kadar air 60-
70% dan bauhnya wangi

Menurut Utomo (1999) bahwa karakteristik silase yang baik adalah antara lain
memiliki warna hijau kekuningan atau kecoklatan, sedangkan warna yang kurang baik
adalah coklat tua atau kehitaman. Suhu, waktu dibuka suhu tidak panas. Bau, sebaiknya
bau silase agak asam atau tidak tajam bebas dari bau manis, bau ammonia dan bau H 2S
(Hydrogen sulfide). Tekstur, kelihatan tetap dan masih jelas, tidak menggumpal, tidak
lembek dan tidak berlendir.

Dari uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik fisik silase
rumput gajah mini yang difermentasi menggunakan Yakult, untuk mengetahui
bagaimana karakteristik fisik (Tekstur, Warna, Bau, pH dan Suhu) silase rumput gajah
mini.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini telah dilaksanakan kurang lebih selama 3 bulan yaitu pada bulan
Mei-Juli 2019 yang bertempat di Balai Inseminasi Buatan (BIB), Laboratorium Hijauan
Makanan Ternak dan Padang Pengembalaan dan dilanjutkan di Laboratorium Analisis
Kimia Bahan Pakan Fakultas Peternakan Universitas Mataram.

Materi Penelitian
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian antara lain sebagai berikut:
a. Alat Penelitian
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. lapangan
1. Parang
2. Sabit
3. Karung
4. Mesin chopper
5. Ember
6. Tarpal
7. Tali rapia
8. Kamera (Hp)
9. Timbangan gantung Salter kapasitas 50 kg, kepekaan 0,2 kg
b. Laboratorium Hijuan Makanan Ternak
1. Timbangan analitik OHAUS kapasitas 200 gram, kepekaan 0,0001 gram.
2. Kantong Plastik (silo) kapasitas 10 kg untuk fermentasi
3. Kertas label
4. Karet
5. Baskom kecil (wadah)
c. Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak
1. Cawan porselin
2. Timbangan analitik OHAUS kapasitas 200 gram, kepekaan 0,0001 gram.
3. Tang penjepit
4. Desikator
5. Oven suhu 105 0C
6. Pinset
7. Alat ekstrasi sxhlet
8. Pendingin tegak
9. Penangas air
10. Labu penampung
b. Bahan-bahan Penelitian
Adapun bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Rumput gajah mini (Pennisetum purpureum cv.Mott) umur 30 – 40 hari sebelum
berbunga.
2. Yakult
3. Dedak halus

Rancangan Percobaan
Rancangan yang dipergunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Kelima perlakuan adalah
a) T0 = RG 1 kg (DM) + 10 % DH (DM Rumput) + 0 % Yk (DM Rumput)
b) T1 = RG 1 kg (DM) + 10 % DH (DM Rumput) + 2 % Yk (DM Rumput)
c) T2 = RG 1 kg (DM) + 10 % DH (DM Rumput) + 4 % Yk (DM Rumput)
d) T3 = RG 1 kg (DM) + 10 % DH (DM Rumput) + 6 % Yk (DM Rumput)
e) T4 = RG 1 kg (DM) + 10 % DH (DM Rumput) + 8 % Yk (DM Rumput)

Analisis Statistik
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan analisis deskriptif

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Nilai Rata-rata Kualitas Fisik Silase Rumput Gajah Mini (Pennisetum
purpureum cv. Mott) Menggunakan Aditif Yakult
Parameter
Perlakuan
Bau Warna Tekstur
T0 ( 0% Yakult ) 4.0 5.0 4.0
T1 ( 2% Yakult ) 8.0 8.1 8.7
T2 ( 4% Yakult ) 8.1 8.2 9.1
T3 ( 6% Yakult ) 8.3 8.3 9.3
T4 ( 8% Yakult ) 8.5 8.6 9.5
Sumber : Data Primer diolah (2019)

Bau Silase

Hasil penilaian aroma silase menunjukan bahwa nilai rata-rata aroma silase
berkisar antara 4.0 sampai 8.5 yang dimana pada perlakuan T0, T1 ,T2, T3 dan T4
memiliki nilai rata-rata berturut-turut yaitu 4.0, 8.0, 8.1, 8.3 dan 8.5. Sesuai dengan
pendapat Sandi et al. (2010) adanya produksi asam laktat selama proses fermentasi akan
menghasilkan wangi asam yang dihasilkan oleh bakteri anaerob yang aktif menghasilkan
asam organik. Hasil tersebut menunjukan bahwa semakin banyak Yakult yang
ditambahkan sebagai campuran dalam silase rumput gajah mini menunjukan kualitas
silase yang semakin baik, dimana dari rata-rata nilai aroma T1- T4 yang dihasilkan
menunjukan bahwa silase yang dihasilkan bagus yaitu dengan aroma asam manis.
Sedangkan untuk aroma T0 ( kontol ) memiliki aroma yang menyengat dan kurang sedap
untuk dicium dimana pada T0 ini tidak ditambahkan campuran Yakult yang
mengindikasikan bahwa T0 sebagai kontrol mengalami kerusakan karena sedikitnya
bakteri asam laktat itu sendiri (Rukmantoro, 2002). Proses ensilase terjadi apabila oksigen
telah habis dipakai, pernafasan tanaman akan berhenti dan suasana menjadi anaerob.
Keadaan demikian tidak memungkinkan untuk tumbuhnya jamur dan hanya bakteri
anaerob saja yang masih aktif bekerja terutama bakteri pembentuk asam (Susetyo et al.,
1969).

Warna Silase

Hasil pengamatan dan penilaian warna silase pada perlakuan T1, T2, T3 dan T4
dengan nilai rata-rata berturut-turut yaitu 8.1, 8.2, 8.3 dan 8.6 dari nilai rata-rata tersebut
warna silase tergolong kedalam warna khas silase (berwarna cerah). Sesuai dengan
pendapat Hermanto (2011) bahwa warna silase yang baik adalah coklat terang
(kekuningan) dengan bau asam dan pada perlakuan T0 dengan nilai rata-rata 5,0
termasuk ke dalam silase berwarna sedikit redup yang menandakan bahwa silase tanpa
ditambahkan aditif Yakult mengalami kerusakan yang ditandai dengan warna yang
sedikit redup jika dibandingkan dengan T1-T4 yang memiliki warna yang bagus.
Menurut (Reksohadiprodjo, 1998) perubahan warna yang terjadi pada tanaman yang
mengalami proses ensilase disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam
tanaman karena proses respirasi aerobik yang berlangsung selama persediaan oksigen
masih ada, sampai gula tanaman habis. Gula akan teroksidasi menjadi CO2 dan air,
panas juga dihasilkan pada proses ini sehingga temperatur naik.

Tekstur Silase
Hasil penilaian tekstur silase pada perlakuan, T2, T3, T4 didapatkan nilai rata-rata
berturu-turut 9.1, 9.3 dan 9.5 dimana pada perlakuan tersebut memiliki tekstur yang
sangat bagus . Pada perlakuan T1 memiliki nilai rata-rata yaitu 8.7 yang dimana pada
perlakuan ini termasuk kedalam silase bertekstur banyak mengandung air, penilaian pada
perlakuan T1-T4 ini menunjukan bahwa tekstur silase termasuk kedalam kategori tekstur
silase yang baik. Sedangkan untuk perlakuan T0 dengan nilai rata-rata 4.0 termasuk
kedalam silase bertekstur basah sekali dan apabila diperas keluar air menurut
(Rukmantoro, 2002). Pada perlakuan T0 ini mengindikasikan bahwa perlakuan yang tidak
dicampurkan dengan Yakult mengalami kerusakan atau tergolong kedalam silase tidak
baik. Menurut Kartadisastra (1997) silase yang baik kualitasnya adalah silase yang
teksturnya tidak lembek, tidak berair, tidak berjamur dan tidak menggumpal. Lebih lanjut
dijelaskan oleh Siregar (1996), secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu
tekstur yang jelas, seperti alaminya. Tekstur silase dapat lembek, jika kadar air hijauan
pada saat dibuat silase masih cukup tinggi, sehingga silase banyak menghasilkan air.
Supaya tekstur silase baik, hijauan yang akan dijadikan silase diangin-anginkan terlebih
dahulu, sehingga kadar air turun. Selain itu, pada saat memasukan hijauan kedalam silo,
hijauan dipadatkan dan diusahakan udara yang tertinggal sedikit mungkin dengan cara
disedot menggunakan penghisap debu.

Secara umum hasil silase yang didapatkan pada penelitian ini berkualitas baik
kecuali untuk perlakuan T0 (Kontrol). Hal ini sesuai dengan pendapat Salim dkk., (2002),
bahwa secara umum silase yang baik mempunyai ciri khas yaitu warna masih hijau atau
kecoklatan, rasa dan bau asam, nilai pH rendah, tekstur masih jelas, tidak menggumpal
dan tidak berjamur.

pH Silase

Tabel 2. pH Silase Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum cv. Mott) dari Yakult
Perlakuan
Pengukuran / Hari
T0 T1 T2 T3 T4
I (Rabu, 3) 5.15 4.84 4.65 4.26 4.91
II (Sabtu, 6) 5.03 4.83 4.39 4.59 4.25
III (Selasa, 9) 4.73 4.17 4.19 4.31 3.87
IV (Jum’at, 12) 4.83 4.52 4.13 4.06 3.97
V (Kamis, 18) 4.78 4.23 4.21 3.99 3.76
VI (Minggu, 21) 5.09 4.48 4.42 3.83 3.93
VII (Selasa, 23) 5.08 4.09 4.13 4.01 3.84
Sumber : Data Primer Diolah (2019)

Berdasarkan data Tabel di atas memperlihatkan bahwa pH silase mengalami


penurunan untuk T1- T4 yang ditambahan aditif Yakult sedangkan untuk T0 (kontrol)
tanpa penambahan Yakult belum tercapainya suasana asam. Menurut pendapat (Ratna
komala dkk., 2006) bahwa pH optimum silase yang baik antara 3.8- 4.2. Pada perlakuan
T0 tergolong kedalam silase yang berkualitas tidak baik karena suasana asam tidak
terjadi pada perlakuan ini. Pada perlakuan T1, T2, T3 tergolong silase yang baik karena
suasana asam sudah tercipta pada perlakuan ini dan pada perlakuan T4 menunjukan
bahwa kondisi asam sudah terjadi pada hari ke-9 dengan pH 3.87 hal ini menandakan
bahwa pemberian 8% Yakult menciptakan suasan asam yang sangat cepat bila
dibandingkan dengan T0 – T3 dan menandakan bahwa kualitas silase yang sangat baik.
Penuruanan pH yang semakin cepat dikarenakan semakin bertambahnya asam laktat yang
diproduksi oleh bakteri asam laktat Lactobacillus casei . Hal ini sesuai dengan pendapat
(Salim dkk., 2002) bahwa semakin cepat menurunnya pH akan diikuti semakin cepat
berakhirnya perombakan bahan substrat turun pada fase aerob. Hal ini sesuai dengan
pendapat Schukking (1997), bahwa dalam proses ensilase ikut menentukan tinggi
rendahnya pH yang ditunjukkan karena tercapainya pH yang serasi dengan pembiakan
bakteri asam laktat yang bekerja dalam kondisi anaerob dan tingginya kandungan protein
kasar silase dipengaruhi oleh jenis bahan tambahan dan sempurnanya proses ensilase.

Nilai pH yang dihasilkan oleh tiap-tiap perlakuan pada Tabel 10 memperlihatkan


bahwa semakin tinggi penambahan Yakult pada pembuatan silase rumput gajah mini
(Pennisetum purpureum cv. Mott) semakin bagus dan cepat menurunkan pH silase.
Semakin cepat penurunan pH makan akan semakin baik. Kondisi asam akan
menghindarkan hijauan dari pernbusukan oleh mikoba perusak atau pembusuk dari
golongan kapang, kamir, yeast, Clostridium sp. dan Entercbacleriaceae (Henderson,
1993).

Suhu Silase

27

26.5

26
TEMPERATUR

25.5 T0
T1
25 T2
T3
24.5 T4

24

23.5
0 3 6 9 12 15 18 21 23
Pengukuran ke

Gambar 2. Grafik Suhu Silase

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa suhu silase pada pengukuran
pertama fermentasi sampai dengan pengukuran ke 3 fermentasi perlahan meningkat dan
pada pengukuran ke 6 sampai dengan pengukuran ke 18 mengalami penurunan suhu
secara perlahan-lahan kemudian pada pengukuran ke 21 fermentasi dan suhu mulai
stabil sampai dengan pengukuran ke 23 dengan suhu rata-rata 25oC. Sejalan dengan
pendapat (Susetyo, 1969) proses fermentasi juga dapat meningkatkan temperatur silase.
Kenaikan suhu yang terjadi pada silase disebabkan karena pada hari pertama fermentasi
hijauan pakan yang dijadikan silase masih mengalami respirasi yang mengakibatkan suhu
dalam silo meningkat. Sesuai dengan pendapat Hermanto (2011) menyatakan bahwa
fermentasi awal menyebabkan temperatur dalam silo meningkat dan pH mulai turun
akibat terdapatnya asam organik khususnya asetat dalam silo. Ridwan,dkk(2005)
menjelaskan bahwa silase masih dikatakan berhasil jika suhu panen silase berada
beberapa derajat dibawah suhu lingkungan. Sebaliknya apabila melebihi suhu lingkungan
5-10oC silase diduga telah terkontaminasi mikroorganisme yang lain seperti kapang dan
jamur. Okine et al. (2005) menyebutkan bahwa pembuatan silase pada suhu 25-32 ºC
akan menghasilkan kualitas yang sangat baik, suhu yang terlalu tinggi dalam proses
ensilase disebabkan karena adanya udara didalam silo sebagai akibat pemadatan atau
penutupan silase yang kurang rapat.

Suhu panen silase dari semua perlakuan yaitu rata-rata 25 oC. Angka ini
menunjukkan bahwa silase yang dihasilkan dalam penelitian masuk dalam kategori silase
berkualitas sangat baik karena suhu panen berada beberapa derajat dibawah suhu
lingkungan.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penambahan level Yakult terhadap karakteristik fisik silase rumput gajah mini
(Pennisetum purpureum cv. Mott) memberikan hasil silase yang baik dari segi kualitas
fisik yang beraroma Asam Manis, berwarna cerah (kekuningan), bertekstur halus ,pH
silase yang menunjukan kondisi asam pada silase serta suhu silase mulai stabil pada hari
ke 21 sampai dengan hari ke 23 dengan suhu 25oC. Kualitas silase dengan penambahan
level Yakult 0% menghasilkan silase yang kurang baik dan penambahan level Yakult
dari 2% sampai dengan 6% menghasilkan silase yang baik serta penambahan 8% Yakult
memiliki kualitas silase sangat baik karena memiliki pH rendah, beraroma asam manis,
warna dan tekstur yang sangat baik.

Saran
Penelitian ini dapat menjadi data pembanding untuk dilakukanya penelitian-
penelitian sejenis dan penelitian ini masih dapat diteliti lebih lanjut untuk penambahan
level Yakult dan untuk memperlihatkan perbedaan kualitas antara probiotik Yakult
dengan probiotik-probiotik lainnya serta untuk memperoleh hasil penelitian yang
akurat, semua proses harus dilakuan dengan teliti dan meperhatikan teknik pengambilan
sampel, pembutan silase, pengkodean sampel, pencatatan data hasil pengamatan silase.

DAFTAR PUSTAKA

Chalisty, V., Utomo, R., & Bachruddin, Z. (2017). Pengaruh penambahan molasses,
lactobacillus plantarum, trichoderma viride & campurannya terhadap kualitas total
campuran hijauan. Buletin Peternakan, 411(4), 4311–4318. Diakses pada Tanggal
23 April 2019.

Henderson, J. and N. Venkatraman (1993, 1999). "Strategic alignment: Leveraging


information technology for transforming organisations." IBM systems journal 32
(1993); 38 (1999)(1 (1993); 2&3 (1999)).

Hermanto, 2011. Sekilas Agribisnis Peternakan Indonesia. konsep pengembangan


peternakan, menuju perbaikan ekonomi rakyat serta meningkatkan gizi generasi
mendatang melalui pasokan protein hewani asal peternakan.
Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius.
Yogyakarta

Lasamadi R.D., Malalantang S.S, Rustandi dan Anis S.D. 2013. Pertumbuhan dan
perkembangan rumput gajah dwarf (Pennisetum purpureum cv. Mott) yang diberi
pupuk organik hasil fermentasi EM4. Jurnal Zootek 32 (5): 158–171.

Naif, R., Nahak, O. R., & Dethan, A. A. (2016). Kualitas nutrisi silase rumput gajah
(pennisetum purpureum) yang diberi dedak padi & jagung giling dengan level
berbeda. JAS, 1(1), 6–8.

Ratnakomala, S. 2006. Pengaruh Inokulum Lactobacillus plantarum 1A-2 dan 1BL-2


terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Biodiversitas. 7
(2): 131-134

Regan, C.S. 1997. Forage Concervation in The Wet/ Dry Tropics for Small Landholder
Farmers. Thesis. Faculty of Science, Nothern Territory University, Darwin
Austalia.

Reksohadiprodjo, S. 1988. Pakan Ternak Gembala. Yogyakarta: BPFE

Ridwan, R., Ratnakomala, S., Kartina, G., dan Widiyastuti, Y. 2005.Pengaruh Penambahan
Dedak Padi dan Lactobacillus plantarum 1BL-2 dalam Pembuatan Silase Rumput
Gajah (Pennisetum purpureum). Media Peternakan. 28 (3): 117-123

Rukmantoro. S., 2002. Produksi dan Pemanfaatan Hijauan. Direktorat Jendral Bina Produksi
Peternakan Departemen Pertanian. Daery Technology Inprovement Proyeck In
Indonesia.

Salim, R., B. Irawan., Amiruddin., H. Hendrawan dan M. Nakatani. 2002. Pengawetan


Hijauan Untuk Pakan Ternak. Silase. Sonisugema Pressindo, Bandung.

Sandi, S., Laconi, E.B., Sudarman, A., Wiryawan, K.G, dan Mangundjaja, D. 2010. Kualitas
Nutrisi Silase Berbahan Baku Singkong yang Diberi Enzim Cairan Rumen Sapi dan
Leuconostoc mesenteroides. Media Peternakan. 3 (1): 25-30

Sirait J, Tarigan A, Simanihuruk K. 2015a. Karakteristik morfologi rumput gajah kerdil


(Pennisetum purpureum cv. Mott) pada jarak tanam berbeda di dua agroekosistem
di Sumatera Utara. Dalam: Noor SM, Handiwirawan E, Martindah E, Widiastuti R,
Sianturi RSG, Herawati T, Purba M, Anggraeny YN, Batubara A, penyunting.
Teknologi Peternakan dan Veteriner untuk Peningkatan Daya Saing dan
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Jakarta, 8-9 Oktober 2015. Jakarta (Indonesia):
Puslitbangnak. hlm. 643-649. Diakses pada Tanggal 23 April 2019.

Siregar, S. (1996). Pengawetan pakan ternak. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sulaeman, E., D.S. Tasripin dan U.H. Tanuwiria. 2014. Pengaruh pemberian silase biomassa
jagung terhadap produksi susu dan produksi 4% fCM pada sapi perah. Jurnal.
Universitas Padjadjaran. Bandung. Diakses pada Tanggal 23 April 2019.
Susetyo, I. Kismono dan B. Soewardi. 1969. Hijauan Makanan Ternak. Departemen
Pertanian, Jakarta.

Schukking, S., 1997. Fodder conservation. International Course Dairy Cattle Husbandry,
International Agricul-tural Center Wegeningen, Nether-land.

Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan, Universitas GadjahMada,


Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai