Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TEKNOLOGI PENGAWETAN DAGING SAPI


(PENGERINGAN,PENDINGINAN
DAN,PEMBEKUAN,PENGGARAMAN,FERMENTASI)

NAMA : PUTRI AURORA FATIMAH AZZARAH

NIM : O 121 20 142

KELAS : PTK 4

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

JURUSAN PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini dapat
selesai tepat waktu. Saya sangat mengucapkan terima kasih kepadadosen pengampu mata
kuliah Ilmu Pengolahan Hasil Ternak ini. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah
ini adalah untuk memenuhi syarat tugas dalam mata kuliah Ilmu Pengolahan Hasil Ternak, serta
untuk mendalami pemahaman mengenai teknologi pengawetan dagingsapi dengan beberapa
teknik. Saya berharap semoga makalah ini menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,

PALU,MARET 2022

PUTRI AURORA FATIMAH A.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAH ......................................................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
1.2.Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4
1.3.Tujuan.................................................................................................................................... 4
BAB II ............................................................................................................................................ 5
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................ 5
2.1. Daging Sapi .......................................................................................................................... 5
2.2. Pengawetan Dengan Cara Pengeringan................................................................................ 5
2.3. Pengawetan Dengan Cara Pendinginan................................................................................ 5
2.4. Pengawetan Dengan Cara Pembekuan ................................................................................. 5
2.6. Pengawetan Dengan Cara Fermentasi .................................................................................. 6
BAB III........................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 7
BAB 1V ........................................................................................................................................ 11
PENUTUP .................................................................................................................................... 11
4.1. Kesimpulan......................................................................................................................... 11
4.2. Saran ................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 12
BAB I

PENDAHULUAH

1.1. Latar Belakang


Daging adalah bagian lunak pada hewan yang terbungkus kulit dan melekat pada tulang
yang menjadi bahan makanan. Daging tersusun sebagian besar dari jaringan otot, ditambah
dengan lemak yang melekat pada tubuh, urat, serta tulang rawan. Menurut SNI (2008), Daging
adalah bagian otot rangka yang aman, layak dan lazim dikonsumsi manusia, dapat berupa daging
segar, daging. Salah satu sifat dari daging adalah mudah mengalami kerusakan. Sangat mudah
mengalami kerusakan hal ini karena adanya aktivitas pada daging atau produk daging proses
karena daging memenuhi kriteria untuk tempat tumbuh dan berkembang mikroorganisme
termasuk mikroorganisme perusak. Dikare
nakan daging merupakan salah satu bahan makanan yang berasal dari hewan dan musah
mengalami kerusakan maka perlu dilakukan proses penangann berupa proses pengawetan. Proses
pengawetan yang dapat dilakukan adalah dengan proses termal dan juga dengan metode
pengeringan. Dalam melakukan proses pengawetan diperlukan pemahaman tenatang bagaimana
mekanisme mikroorganisme terhadap panas terutama pada pengawetan daging menggunakan
proses termal. Hal ini dikarenakan mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi daging sangat
beragam.

1.2.Rumusan Masalah
Apa Pengertian Daging Sapi?
Bagaimana Cara Pengawetan Daging Sapi Dengan Pengeringan ?
Bagaimana Cara Pengawetan Daging Sapi Dengan Pendinginan ?
Bagaimana Cara Pengawetan Daging Sapi Dengan Pembekuan ?
Bagaimana Cara Pengawetan Daging Sapi Dengan Penggaraman?
Bagaimana Cara Pengawetan Daging Sapi Dengan Fermentasi ?

1.3.Tujuan
Mengetahui cara pengawetan daging sapi?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daging Sapi


Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan
untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah, penggunaan daging ini berbeda-beda
tergantung dari cara pengolahannya. Sebagai contoh has luar, daging iga dan T-Bone sangat
umum digunakan di Eropa dan Amerika Serikat sebagai bahan pembuatan steik sehingga bagian
sapi ini sangat banyak diperdagangkan. Akan tetapi, seperti di Indonesia dan berbagai negara
Asia lainnya daging ini banyak digunakan untuk makanan berbumbu dan bersantan seperti sup
konro dan rendang.
Selain itu ada beberapa bagian daging sapi lain seperti lidah, hati, hidung, jeroan dan
buntut hanya digunakan di berbagai negara tertentu sebagai bahan dasar makanan.

2.2. Pengawetan Dengan Cara Pengeringan


Metode pengeringan biasanya dilakukan ketika stok berlebihan daging. Dilakukan untuk
mengeluarkan air dalam daging dengan teknik penguapan, yakni menjemur daging di bawah
sinar, udara panas, atau melalui permukaan yang telah panas, menggunakan garam dan gula
untuk mengendalikan kegiatan air lebih lanjut dan bekerja sebagai penghambat terhadap kegiatan
dan enzim mikro organisme. Pengeringan dapat menghambat pertumbuhan bakteri, ragi, dan
jamur melalui pembuangan udara. Sehingga daging akan jauh lebih awet. Namun proses ini 5rot
saja menyebabkan beberapa konten dalam daging berkurang, serta mempengaruhi rasa dan
kualitas daging.

2.3. Pengawetan Dengan Cara Pendinginan


Pendinginan merupakan teknik pengawetan yang paling mudah dan sering dilakukan.
Teknik ini biasa dilakukan dengan menurunkan suhu dari +10° sampai dengan -2°C guna
menghambat pertumbuhan mikro organisme dan mencegah daging membusuk dan rusak. Kamu
5rot menggunakan lemari es untuk membuat daging tetap berada di suhu yang dingin.

2.4. Pengawetan Dengan Cara Pembekuan


pembekuan secara cepat atau lebih dikenal quick freezing dapat dilakukan antara suhu -
24˚C sampai dengan -40˚C. Memperpesiapkan bahan sebelum tahap pembekuan sangatlah
penting karena pembekuan tidaklah memperbaiki mutu bahan (Hermanianto et al.,1997).
Dilanjutkan menurut Hermanianto et al., (1997)
2.5. Pengawetan Dengan Cara Penggaraman
Penggaraman adalah metode pengawetan daging yang paling umum digunakan sebelum
adanya metode pendinginan yang lebih modern. Metode ini bekerja dengan cara menarik udara
yang ada pada daging keluar sehingga mencegah bakteri tumbuh dan merusak kualitasnya. Karna
ketika daging terpapar garam dalam jumlah yang tepat, sekitar 20% garam mulai menarik uap air
dan bakteri yang ada dalam daging tersebut
Biasanya metode penggaraman ini menggunakan bahan seperti garam NaCl, Na-nitrit
atau Na-nitrat, dan gula. Proses ini bertujuan untuk mempertahankan warna, aroma, dan tekstur
pada daging agar tetap berkualitas baik saat disimpan. Sayangnya metode penggaraman ini dapat
mengubah rasa daging menjadi lebih asin.

2.6. Pengawetan Dengan Cara Fermentasi


Fermentasi yaitu proses penguraian senyawa kompleks yang terdapat pada daging
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh enzim yang berasal dari daging itu sendiri
atau dari mikroorganisme yang berlangsung dalam lingkungan yang terkontrol. Proses
penguraian ini dapat berlangsung dengan atau tanpa mikroorganisme, terutama golongan jamur
dan ragi. Enzim yang berperan dalam proses fermentasi terutama didominasi oleh roteolysis
yang mampu mengubah protein.
BAB III

PEMBAHASAN
3.1. Daging Sapi
Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 1994). Daging sapi merupakan bagian
dari hewan potong yang digunakan manusia untuk bahan makanan (Saptarini, 2009).
Daging sapi merupakan produk ternak yang merupakan sumber protein hewani. Daging
sapi merupakan bahan pangan yang mengandung gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk
pertumbuhan dan kesehatan (Arifin et al., 2008). Daging sapi merupakan salah satu bahan
pangan asal ternak yang mengandung nutrisi berupa air, protein, lemak, mineral, dan sedikit
karbohidrat sehingga dengan kandungan tersebut menjadikan medium yang baik untuk
pertumbuhan bakteri dan menjadikan mudah mengalami kerusakan (Nurwantoro et al., 2012a ).
Bahan pangan asal ternak menjadi berbahaya dan tidak berguna apabila tidak aman, oleh karena
itu, perlu penjagaan yang mutlak dalam keamanan pangan supaya menjadikan berguna bagi
tubuh (Bahri, 2008). Komposisi daging sapi terdiri dari 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5%
zat-zat non protein, dan 2,5% mineral (Forrest et al., 1992). Sumber lain menyatakan bahwa
daging sapi terdiri dari 75% air, 19% protein, 3,5% substansi non protein yang larut, dan 2,5%
lemak (Lawrie, 2003).

3.2. Pengawetan Dengan Cara Pengeringan


Pengawetan daging dengan jalan pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan energi panas alam dan dengan menggunakan energi panas buatan melalui alat pengering.
Pengeringan daging dalam pembuatan dendeng masih dilakukan secara tradisional yaitu dengan
jalan menjemur daging tersebut disinar matahari. Pembuatan dendeng dilakukan dengan cara
pemeraman garam pada daging yang telah diiris tipis, kemudian dijemur, tanpa melakukan
penambahan bumbu yang dapat memperbaiki citra rasa dan kualitas dendeng tersebut. Prinsip
cara pengolahan dendeng adalah sama, yaitu irisan daging yang diberi bumbu, kemudian
diperam pada suhu kamar selama 24 jam, dikeringkan dengan menggunakan panas matahari atau
panas buatan sampai kadar air mencapai 20-25% (Winarno, 1992). Bumbu curing adalah garam
dapur, sendawa (garam nitrat dan/atau nitrit), gula merupakan bahan utama, sedang merica. laos,
ketumbar dan bawang putih merupakan bumbu tambahan yang dapat meningkatkan palatabilitas
dendeng (Hadiwiyoto, 1994; Suharyanto dkk., 2008).

3.3. Pengawetan Dengan Cara Pendinginan


Pendinginan Pada dasarnya prinsip penyimpanan rendah adalah hambatan pertumbuhan
mikroba dan merangsang reaksi-reaksi enzimatis, kimia dan biokimia. Penyimpanan pada suhu
rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan
enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Padaan dengan suhu rendah antara pendinginan dan
pendinginan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua.
Pendinginan atau refrigerasi adalah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan di atas
titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara – 1oC sampai + 4oC. Pada suhu
tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan
mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung pada jenis
bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam
lemari es yang memiliki suhu –2oC sampai + 16oC . Pembekuan atau pembekuan adalah
penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan
yang baik dapat dilakukan pada suhu kira-kira –17oC atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini
pertumbuhan bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu
antara – 12oC sampai – 24oC. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai bebarapa bulan,
bahkan kadang-kadang beberapa tahun.
Perbedaan antara pendinginan dan permainan juga ada hubungannya dengan aktivitas mikroba.
 Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10oC
 Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu kira-kira 3,3oC
 Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4 oC sampai – 9,4oC
Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau penyakit pada suhu tersebut, tetapi
pada suhu lebih rendah dari – 4,0 oC akan menyebabkan kerusakan pada makanan. Jumlah
mikroba yang terdapat pada produk yang ditawarkan atau yang dibekukan sangat tergantung
pada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang diberikan sebelum produk itu diterapkan atau
dibekukan, karena pada kenyataannya banyak mikroba yang berasal dari bahan mentah/bahan
baku. Setiap bahan pangan yang akan atau dibekukan perlu mendapat perlakuan-perlakuan
pendahuluan seperti mempersiapkan, blansing, atau sterilisasi, sehingga mikroba yang terdapat
dalam bahan dapat sedikit berkurang atau terganggu keseimbangannya keseimbangannya

3.4. Pengawetan Dengan Cara Pembekuan


Pembekuan merupakan metode yang sangat baik untuk pengawetan daging. Nilai nutrisi
secara relatif tidak mengalami perubahan selama penyimpanan dan penyimpanan beku dalam
jangka waktu yang terbatas. Laju pembekuan ada dua macam, yaitu: pembekuan lambat dan
pembekuan cepat. Waktu yang diperlukan untuk melewati suhu 0ºC sampai -5ºC , biasanya
digunakan sebagai petunjuk kecepatan pembekuan. Beberapa metode pembekuan daging yang
dapat digunakan adalah : diam udara, pembekuan plat, pembekuan cepat, pencelupan ke dalam
cairan, atau pemercikan cairan pembeku dan pembentukan kriogenik. Perubahan karkas daging
beku sangat minimal pada suhu -18ºC, sehingga tempat suhu ini digunakan sebagai dasar
penyimpana beku. Pada suhu ini daging beku mulai menunjukkan perubahan kualitas, rasa
daging setelah penyimpanan 4-6 terutama bulan. Pembekuan cepat pada daging tanpa pengepak
(permukaan daging tanpa proteksi) dapat mengakibatkan daging seperti terbakar,daging
berwarna keputih-putihan atau coklat kekuningkuningan, jernih yang disebut freezer burn atau
terbakar beku. Pembakaran freezer disebabkan oleh sublimasi yaitu terbentuknya lapisan
kondensasi dari jaringan molekuler di dekat permukaan daging, sehingga mencegah akses udara
dari dalam dan meningkatkan desikasi permukaan. Pada laju pembekuan yang sangat cepat.
Kristal es kecil-kecil terbentuk di dalam sel, sehingga struktur daging tidak mengalami
perubahan. Pada laju pembekuan yang lambat, Kristal es mulai terjadi di luar otot, karena
tekanan osmotik akstraseluler lebih kecil dari pada di dalam otot. Pembentukan ekstraseluler
berlangsung terus, sehingga cairan ekstraseluler yang tersisa dan belum membeku akan
meningkat kekuatan fisiknya dan menarik udara secara osmotik dari bagian dalam sel otot yang
sangat dingin. Air ini akan membekukan Kristal es yang terbentuk sebelumnya dan
menyebabkan Kristal es membesar. Kristal-kristal yang membesar ini menyebakan distorsi dan
merusak serat otot serta sarkolema. Kekuetan ionik ekstraseluler yang tinggi, juga menyebabkan
denaturasi jumlah protein otot. Protein denaturasi menyebabkan penarikan kembali daya ikat air
daging , dan pada saat penyegaran kembali terjadi kegagalan otot menyerap kembali semua
udara yang mengalami translokasi atau keluar pada proses pembekuan. Cairan inilah disebut
drip. Produk-produk daging yang bertulang (bone in beef) seperti oxtail, short rib, atau spare rib,
akan lebih baik jika disajikan di counter penjualan hanya sebagian kecil atau menurut kebutuhan
saja, bila sudah menipis baru ditambah dengan stok yang baru, sedangkan yang lain tetap
disimpan dalam penyimpanan beku. Hal ini bertujuan untuk mencegah atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme perusak karena ditengah bagian daging ini yaitu di tengah-tengah
tulang mengandung sumsum tulang yang sangat cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme perusak. Penyegaran kembali daging beku disebut thawing, yang dapat
dilakukan dengan cara : udara dingin, air hangat, air pada suhu kamar, pemanasan atau
pemasakan langsung tanpa penyegaran kembali dan udara terbuka. Hal ini bertujuan untuk
mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak karena ditengah bagian
daging ini yaitu di tengah-tengah tulang mengandung sumsum tulang yang sangat cocok bagi
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme perusak. Penyegaran kembali daging beku
disebut thawing, yang dapat dilakukan dengan cara : udara dingin, air hangat, air pada suhu
kamar, pemanasan atau pemasakan langsung tanpa penyegaran kembali dan udara terbuka. Hal
ini bertujuan untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak karena
ditengah bagian daging ini yaitu di tengah-tengah tulang mengandung sumsum tulang yang
sangat cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme perusak. Penyegaran
kembali daging beku disebut thawing, yang dapat dilakukan dengan cara : udara dingin, air
hangat, air pada suhu kamar, pemanasan atau pemasakan langsung tanpa penyegaran kembali
dan udara terbuka.
3.5. Pengawetan Dengan Cara Penggaraman
Penggaraman (curing) adalah cara pengolahan dan pengawetan daging dengan
menambahkan bahan seperti garam NaCl, Na-nitrit atau Na-nitrat, dan gula. Curing bertujuan
mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi
pengerutan daging selama pengolahan serta memperpanjang masa simpan produk daging
(Soeparno, 1992). Proses penggaraman daging dengan nitrit berperan sangat penting yaitu
bereaksi dengan mioglobin membentuk nitrosomioglobulin yang diubah menjadi
nitrosochemochrome, sehingga menyebabkan warna daging jadi merah. Bersama dengan garam
dapur, nitrit atau nitrat berperan sebagai pengawet dengan cara menurunkan produk.
3.6. Pengawetan Dengan Cara Fermentasi
Proses fermentasi daging melibatkan ekosistim mikroorganisme kompleks, yang dapat
mengubah komposisi dan karakteristik daging. Berbagai mikroorganisme yang terlibat dalam
proses fermentasi daging, yang meliputi bakteri (khususnya bakteri asam laktat), ragi dan jamur.
Proses fermentasi dapat terjadi secara spontan maupun terkontrol yang menyebabkan asidifikasi
dan penguraian berbagai senyawa kompleks yang terdapat pada daging. Penggunaan kultur
starter tertentu dapat menghasilkan produk daging fermentasi yang bersifat fungsional, yaitu
sebagai sumber probiotik dan mengandung metabolit seperti vitamin, peptide bioaktif, dan
mikronutrien lainnya. Kultur starter alternatif yang memiliki potensi untuk diterapkan di
Indonesia adalah mikroorganisme yang terdapat pada kefir susu. Pada artikel ini dipaparkan
mengenai proses dasar fermentasi daging, pemanfaatan alternatif sumber mikroorgaanisme, dan
peluangnya pengembangan produk daging fermentasi sebagai makanan fungsional di Indonesia.
Kata kunci: fermentasi daging, sosis urutan, peptida bioaktif, makanan fungsional
BAB 1V

PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Daging merupakan bagian dari tulang yang aman, layak dan lazim dikonsumsi manusia,
dapat berupa segar, daging. Salah satu sifat dari daging adalah mudah mengalami kerusakan.
Sangat mudah mengalami kerusakan hal ini karena adanya aktivitas pada daging atau produk
daging proses karena daging memenuhi kriteria untuk tempat tumbuh dan berkembang
mikroorganisme termasuk mikroorganisme perusak. Oleh karena itu perlu mencari metode
penangan dari daging salah satunya dengan proses termal dan juga menggunakan pengeringan.
Perlakuan proses adalan termal metode yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme
pembusuh dan mikroorganisme toksigenik di dalam proses daging atau daging. Terdapat
beberapa jenis proses pemanasan yang umum diterapkan dalam proses pengalengan pangan,
seperti blansir, pasteurisasi, sterilisasi dan hotfilling Mikroorganisme yang terdapat padapat pada
produk pangan yang telah menalami pemanasan dengan proses termal pada umumnya banyak
yang mati. Namun terdpat beberapa jenis bakteri yang dapat bertahan yaitu jenis bakteri
thermofilik . Adapun mekanisme pertahanan mikroba thermofilik terhadap suhu panas ekstrim
4.2. Saran
Pengeringan matahari (Sun drying) Pengeringan rumah kaca (Greenhouse) Pengeringan
oven Pengeringan iradiasi surya Freeze drying Pengering Kabinet (cabinet or tray dryer)
Pengering Terowongan (tunnel dryer) Pengering Kotak (bin dryer)
Pengawetan terhadap bahan-bahan makanan yang disarankan baik dari tumbuhan
maupun hewan sangat disarankan untuk menjaga kualitas dan daya simpan dari bahan-bahan
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Abustam E 2000 Pengolahan dan Pengawetan daging. Fakultas Peternakan Hasanuddin, Makasar

Anonim. 2010. Mekanisme Ketahanan Mikroba Terhadap Suhu Tinggi.

Widayaka, K. dan [. Hendratmo. 1991. Pengawetan Daging Sapi Dengan Garam dan Glukosapada Suhu
Rendah (5-10'C), Dalam Kajian Kimiawi Pangan (Bambang S., Ed.). Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi UGM. Yogyakarta.

Sudiarti, T. 1978. Pengaruh Pemakaian Tetrasiklin, Pasteurisasi, dan Kombinasinya Terhadap Kualitas
Daging yang Disimpan dalam Refrigerator. Skripsi S-1, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah
Mada, Yo gyakarta

Handiwirawan E, Subandriyo. 2004. Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Bali. Bogor.
Buletin Ilmu Peternakan Indonesia. 14(3):107-115.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta : UGM Press

Rahayu K. dan Sudarmadji, 1988. Prosesproses Mikrobiologi Pangan., Yogyakarta : PAU Pangan dan Gizi,
UGM.
L Waluyo, Mikrobiologi Umum. Malang, Indonesia: UMM Press, 2005.

Sutaryo. 2004. Penyimpanan dan Pengawetan Daging. Universitas Diponogoro. Semarang.

Widati AS. 2008. Pengaruh Lama Pelayuan, Temperatur Pembekuan dan Bahan Pengemas Terhadap
Kualitas Kimia Daging Sapi Beku. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas
Brawijaya. Malang.

Anda mungkin juga menyukai