OLEH :
KELOMPOK 4:
1. EKKY BUDIMAN TIMANG- B20120034
2.FHADYA HUSNUL CHANDRA RANIA B20120035
3.KETUT NGURAH PUTRAYASA B20120036
4.AGRI B20120037
5.SARIPIANA ASWIATI B20120038
6.ISMAIL B20120039
7.RAHYANI NUR PRATIWI B20120040
8.ADINDA SITI NUR ANNISA KASIM B20120041
9. MOH. AAN HARDIANSYAH B20120042
10. ASMIRA NUR FALIDAH B20120043
11. SARIFUL B20120169
IV
Bertahan atau Keluar (Turun Gunung)
Muatan motif ekonomi dan gengsi sangat dominan dalam upacara rambu
solo’ sekarang ini. Maka tak heran, di lain pihak babi adalah aset ekonomi yang
berharga bagi warga tondok untuk menyuplai kebutuhan ekonomi baku-
balas. Ya, sekali lagi memang motivasi ekonomi baku-balas di upacara rambu
solo’ sudah berubah.
Peran Adat di Mamasa Kini
Jika ada yang bertanya seperti apa dan bagaimana peran dan fungsi adat dalam
kehidupan orang DTM kini? Maka kita akan memperoleh jawaban yang
menghenyakkan.Bagaimana tidak, saat ini adat tidak berfungsi lagi dan tinggal
kenangan saja. Mamasa yang menggambarkan betapa terlucutinya otoritas kultural
kelembagaan adat di DTM. Bila diamati, peran lembaga adat sendiri hanya sebatas
seremonial belaka atau sekurang-kurangnya dijadikan syarat kelengkapan
protokoler dalam setiap agenda pembangunan. Namun demikian adat tetap menjadi
pandangan hidup, pedoman, norma, etika dan kontrol sosial masyarakat DTM.
Sedangkan untuk wilayah kesastraan, dalam tradisi sastra lisan orang DTM
dapat kita temukan ada kata-kata yang diucapkan pada saat menyajikan makanan
itu kepada dewa— yang dinamakan ritual ma’paisung. Ritual ini dikagumi karena
dalam prosesnya orang yang didapuk untuk menjagal terlebih dahulu meminta
maaf kepada hewan yang akan ia sembelih.
Namun sangat disayangkan sejak kedatangan agama Islam dan Kristen ritual
ma’paisung langsung dilarang karena dianggap kafir dan berten- tangan dengan
iman agama Kristen maupun Islam. Alasannya pun tidak diketahui secara persis
mungkin dalam ritual ma’paisung ditemukan unsur-unsur pemberhalaan sehingga
ia tidak sesuai dengan ikonoklasme rumpun agama Ibrahim.
Meskipun ritual ma’paisung ini sudah tidak berlaku lagi, bagi orang DTM
prosesi penyembelihan hewan ternak terutama babi dan kerbau sangat penting
artinya dalam kehidupan adat mereka. Kita bisa ambil contoh dalam hal cara dan
pembagian hewan ternak di upacara sosial mereka. Misalnya untuk menyembelih
babi terlebih dahulu dilakukan dengan cara menusuk jantungnya.
Cara,penyembelihan ini disebut dengan istilah tusuk babi. Cara penyembelihan ini
dimungkinkan karena mayoritas orang DTM beragama non-muslim sehingga
mereka tidak melakukan cara penyembelihannya orang Islam. Kecuali, apabila di
lingkungan rumah mereka ada yang beragama Islam maka si muslim tersebut akan
dipersilakan untuk menyembelih hewan ternak. Khusus untuk kerbau biasanya
akan dicari seorang muslim yang berpengalaman dalam menyembelih
kerbau. Kemudian, dalam pembagian daging otomotis daging babi hanya
dibagikan kepada saudaranya yang non-muslim dan dipisahkan dari daging kerbau.
Di tempat berbeda, seorang kepala adat di Ballapeu’, mempunyai pandangan
tersendiri mengenai adat di tondok-nya. Seperti halnya tempat lain di DTM, ia
mengatakan bahwa di Mamasa kaum tetua adat disebut dengan panggilan nenek.
Meskipun secara gender mereka adalah laki-laki dan tidak dikenal penyebutan
kakek. Hal ini merepresentasikan unsur perempuan amat penting dalam mitologi
dan kosmologi orang DTM sendiri. Tak heran, banyak dijumpai istilah indo dan
puang. Terkait kepercayaan Aluk Todolo ia mengatakan bahwa di Ballapeu’
penyebutan demikian lebih dikenal dengan sebutan to’malilin. Lanjutnya,
penyebutan Aluk Todolo lebih dikenal di Toraja Sa’dan sana ketimbang di
Ballapeu’ atau wilayah Mamasa lainnya namun hakikatnya tetap sama. Di
masingmasing wilayah di Mamasa penyebutan Aluk Todolo bermacammacam,
seperti penyebutan Aluk Tomatua. Penyebutan Aluk Todolo lebih umum digunakan
di daerah Mamasa timur yang berbatasan dengan Toraja. Sedang penyebutan
lainnya adalah Ada’ Mappurondo yang lebih familiar di wilayah PUS.