DISUSUN OLEH :
1801152
RIA EKA PUTRI SITINJAK
BDP II-D
BUDIDAYA PERKEBUNAN
Kopi merupakan sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan biji tanaman kopi.
Kopi digolongkan ke dalam famili Rubiaceae dengan genus Coffea. Secara umum kopi hanya
memiliki dua spesies yaitu Coffea arabica dan Coffearobusta (Saputra E., 2008).
Tanaman kopi (Coffea spp.) merupakan komoditas ekspor unggulan yang dikembangkan
di Indonesia karena mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi di pasaran dunia. Permintaan
kopi Indonesia dari waktu ke waktu terus meningkat karena seperti kopi Robusta mempunyai
keunggulan bentuk yang cukup kuat serta kopi Arabika mempunyai karakteristik cita rasa
(acidity, aroma, flavour) yang unik dan excellent (Hilmawan, 2013).
Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis
yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber
devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga
merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani kopi di
Indonesia (Rahardjo, 2012).
Dalam hal perkopian di Indonesia , kopi rakyat memegang peranan yang penting,
mengingat sebagian besar (93 %) produksi kopi merupakan kopi rakyat. Namun demikian
kondisi pengelolaan usaha tani pada kopi rakyat relatif masih kurang baik dibanding kondisi
perkebunan besar Negara (PBN). Ada dua permasalahan utama yang diidentifikasi pada
perkebunan kopi rakyat, yaitu rendahnya produktivitas dan mutu hasil yang kurang memenuhi
syarat untuk diekspor. Di Sulawesi Selatan berdasarkan data Statistik Dinas Perkebunan Prov.
Sul Sel tahun 2008, luas areal pertanaman kopi Arabika sebesar 47.181,46 ha yang melibatkan
65.178 KK petani dengan total produksi hanya sebesar 19.384,69 ton, karena produktivitasnya
yang masih sangat rendah yaitu hanya sebesar 636,24 kg/ha/tahun, sementara potensi
produksinya dapat mencapai 1.500 kg/ha/tahun. Demikian halnya dengan Kabupaten Enrekang
yang merupakan salah satu daerah penghasil kopi Arabika di Sulawesi Selatan dari luas areal
sebesar 11.384 ha dengan jumlah petani sebanyak 16.632 KK produksinya pada tahun 2008
hanya sebesar 5.350 ton karena produktivitas hanya mencapai 648,48 kg/ha/tahunnya
(Hilmawan, 2013).
Saat ini peningkatan produksi kopi di Indonesia masih terhambat oleh rendahnya mutu
biji kopi yang dihasilkan sehingga mempengaruhi mutu biji kopi yang dihasilkan sehingga
mempengaruhi pengembangan produksi akhir kopi. Hal ini disebabkan, karena penanganan
pasca panen yang tidak tepat antara lain proses fermentasi, pencucian, sortasi, pengeringan dan
penyangraian. Selain itu spesifikasi alat dan mesin yang digunakan juga dapat mempengaruhi
setiap tahapan pengolahan biji kopi (Hermawan, 2013).
Oleh karena itu, untuk memperoleh biji kopi yang bermutu baik maka diperlukan
penanganan pasca panen yang tepat dengan melakukan setiap tahapan secara benar. Proses
pengeringan merupakan salah satu tahapan yang penting dalam pemrosesan biji kopi untuk
menghasilkan biji kopi yang berkualitas (Hermawan, 2013).
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu dibahas lebih lanjut mengenai
perkembangan kopi di Indonesia agar kopi rakyat mampu menaikkan produktivitas dan mutu
hasil yang memenuhi syarat untuk diekspor. Selain itu juga, perlu dibahas mengenai syarat
tumbuh tanaman kopi agar produktivitas yang tinggi tetap bertahan, serta perlu dibahas juga
mengenai pengolahan pasca panen pengeringan biji kopi agar dapat menghasilkan biji kopi yang
berkualitas.
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah mengenai:
a. Bagaimana sejarah kopi di dunia?
b. Bagaimana perkembangan kopi di Indonesia?
c. Apa saja jenis-jenis kopi yang di budidayakan?
1.3 Tujuan
1938 M Nestle menemukan kopi instan di Brazil, Nestle sampai saat ini merupakan penghasil
kopi instan terbesar di dunia.
1939-1945 M Pasukan Amerika membawa kopi instan dalam perang dan
memperkenalkannya ke seluruh dunia.
1942 M Kopi menjadi barang yang disimpan secara sembunyi-sembunyi. Di Inggris pada
masa ini kopi dijatah pada jumlah tertentu.
1946 M Pabrik Gaggia memproduksi mesin Capucinno secara komersial untuk pertama kali.
Kata Capucinno berasal dari warna jubah pendeta Capucin (aliran Francisian-1529).
1948 M Achille Gaggia menemukan mesin kopi espresso secara massal di Milan.
1952 M Mesin Gaggia diimpor ke Inggris. Pada tahun ini kedai kopi setelah perang dunia
kedua untuk pertama kali dibuka di London di bulan Juli.
1954 M Pembatasan kepemilikan sejumlah komoditi seperti kopi berakhir dengan
berakhirnya masa transisi perang dunia kedua.
1957 M Catherine Uttley mendaftar ada 200 bar kopi di London. Mulai banyak yang bar kopi
yang memakai plastik mulai dari peralatan dapur, makan, lantai sampai furnitur.
1960 M Bar kopi tercatat bertambah dua kali lipat dari 1,000 menjadi 2,000 di seluruh
Inggris, terbanyak di London, sekitar 500 buah.
1962 M Puncak dari konsumsi kopi per kapita di Amerika, 3 cangkir per orang per hari.
1962 M Perjanjian Internasional mengenai perdagangan kopi dibuat, tujuannya mengontrol
harga.
1964 M Bar kopi sekarat di Inggris, tergantikan oleh restoran dengan berbagai hidangan.
1970 M Mokha café tutup setelah dikomplain sinis oleh penulis Amerika William S
Burrough.
1973 M Fair Trade Coffee pertama kali diimpor ke Eropa dari Guatemala.
1975 M Brazil menderita karena gagal panen, harga kopi dunia meroket.
1989 MPerjanjian Kopi Internasional gagal menstabilkan harga. Dalam sejarah perdagangan
kopi turun ke tingkat yang paling rendah.
1990 M Beberapa kedai kopi tutup karena penataan ruang (redevelopment) di Inggris.
Diperkenalkan organic coffee yang menjadi primadona di pasar kopi dunia.
1998 M Starbuck mencapai 2.000 gerai di Amerika saja. Di seluruh dunia 5.715 gerai.
Sedangkan di Indonesia telah dibuka sebanyak 11 gerai. Starbuck memposisikan diri sebagai
kedai kopi dengan jaringan terbesar di seluruh dunia.
Peringkat dunia penghasil kopi terbesar sekarang adalah brasil, kolombia dan
Indonesia (Wikipedia, 2014).
2.2 Perkembangan Kopi di Indonesia
a. Masa kolonial
Kopi mulai terkenal di Indonesia semanjak tahun 1696 ketika Walikota Asterdam, Nicholas
Witsen memerintahkan komandan pasukan Belanda di Pantai Malabar, Adrian Van Ommen,
untuk membawa biji kopi ke Batavia. Kopi arabika pertama-tama ditanam dan dikembangkan di
sebuah tempat di timur Jatinegara, yang menggunakan tanah pertikelir Kedaung yang kini lebih
dikenal dengan Pondok Kopi. Beberapa waktu kemudian kopi arabika menyebar ke berbagai
daerah di Jawa barat, seperti Bogor, Sukabumi, Banten dan Priangan, hingga kemudian
menyebar ke daerah lain, seperti Pulau Sumatera, Sulawasi, Bali dan Timor. Tak lama setelah
itu, kopi menjadi komoditi dagang yang sangat diandalkan VOC. Ekspor kopi pertama dilakukan
tahun 1711 oleh VOC, dan dalam tempo 10 tahun ekspor meningkat sampai 60 ton/tahun.
Karenanya, Hindia Belanda menjadi tempat perkebunan pertama di luar Arabia dan Ethiopia
yang membuat VOC memonopoli perdagangan kopi ini dari tahun 1725 sampai 1780.
Untuk mendukung produksi kopi, VOC membuat perjanjian berat sebelah dengan penguasa
setempat di mana para pribumi diwajibkan menanam kopi yang harus diserahkan ke VOC.
Perjanjian ini disebut Koffiestelsel (sistem kopi). Berkat sistem ini pula biji kopi berkualitas
tinggi dari tanah jawa bisa membanjiri Eropa. Kopi Jawa saat itu begitu terkenak di Eropa
sehingga orang-orang Eropa menyebutnya bukan secangkir kopi, melainkan secangkir jawa.
Sampai pertengahan abad ke-19 kopi jawa adalah yang terbaik di dunia. Sistem perdagangan
kopi terus berlangsung meskipun kemudian VOC dibubarkan dan Hindia Belanda diperintah
oleh perintah Belanda. Ketika Hermann Willem Daendels (1762-1818) memerintah, ia
membangun jalan dari ujung bawat jawa sampai ujung timur yakni Anyer-Panarukan. Tujuannya
untuk memudahkan transportasi prajurit Belanda dan surat-menyurat di tanah Jawa. Alasan
lainnya, tentu saja untuk mempercepat biji kopi dari ujung timur Pulau Jawa mencapai pelabuhan
di Batavia, dan selanjutnya dikapalkan ke Belanda untuk dijual ke Eropa. Penderitaan
akibat koffiestelsel kemudian berlanjut dengan cultuurstelsel alias sistem tanam paksa. Melalui
sistem tanam paksa yang diciptakan Johannes van den Bosch (1780-1844) ini, rakyat diwajibkan
untuk menanam komoditi ekspor milik pemerintah, termasuk kopi pada seperlima luas tanah
yang digarap, atau bekerja selama 66 hari di perkebunan-perkebunan milik pemerintah.
Akibatnya, terjadi kelaparan di tanah Jawa dan Sumatera pada tahun 1840-an. Namun, berkat
cultuurstelsel itu Jawa menjadi pemasok biji kopi terbesar di Eropa. Di antara tahun 1830-1834
produksi kopi arabika di Jawa mencapai 26.600 ton, selang 30 tahun kemudian produksi kopi
tadi meningkat menjadi 79.600 ton.
Produksi kopi Jawa mencapai titik puncaknya di abad ke-19 yang pada tahun 1880-1884
mencapai 94.400 ton. Saat itu, kopi memainkan peranan yang jauh lebih penting dibandingkan
dengan gula tebu. Kalau nilai ekspor kopi rata-rata antara tahun 1865-1970 mencapai 25.965.000
gulden, maka dalam periode yang sama nilai ekspor rata-rata gula tebu hanyalah mencapai
8.416.000 gulden. Kejatuhan kopi jawa dimulai ketika serangan penyakit kopi melanda pada
tahun 1878. Setiap perkebunan di seluruh Nusantara terkena hama penyakit kopi yang
disebabkan oleh Hemileia Vasatrix. Penyakit ini membunuh semua tanaman arabika yang
tumbuh di dataran rendah. Kopi arabika yang tersisa hanyalah yang tumbuh di lahan setinggi dari
1.000 meter di atas permukaan laut. Pudarnya kejayaan kopi jawa ini kemudian diisi oleh kopi
arabika asal Brasil dan Kolombia yang terus merajai hingga sekarang. Meskipun demikian, sisa
tanaman kopi arabika masih dijumpai di kantong penghasil kopi di Indonesia, antara lain dataran
tinggi Ijen (Jatim), tanah tinggi Toraja (Sulsel), serta lereng bagian atas pegunungan Bukit
Barisan (Sumatera), seperti Mandailing, Lintong dan Sidikalang (Sumut), serta dataran tinggi
Gayo (Aceh). Untuk menyikapi serangan hama ganas tersebut, pemerintah Belanda kemudian
menanam kopi liberika yang lebih tahan hama. Sayangnya, varietas ini tidak begitu lama populer
dan juga terserang hama. Lantas kopi Robusta mulai diperkenalkan di Indonesia di awal 1900-an
untuk menggantikan kopi liberika dan arabika yang hancur lantaran hama. Kopi Robusta yang
lebih tahan terhadap hama dianggap sebagai alternatif yang tepat terutama untuk perkebunan
kopi di daerah dataran rendah. Saat ini, produksi kopi di Indonesia menempati peringkat keempat
terbesar di Dunia.
b. Masa sekarang
Jenis kopi yang banyak di budidayakan untuk sekarang adalah jenis robusta, ini dikarenakan
tingkat adaptasi yang tinggi dan tahan hama penyakit, khususnya di wilayah Indonesia yang
beragam. Untuk sekarang Indonesia menempati urutan 3 penghasil kopi terbesar di dunia, masih
tertinggal oleh Brasil dan Kolombia (Tenggara, 2014).
2. Syarat tumbuh
Table 1. Syarat Tumbuh Kopi Arabika
Syarat Tumbuh Jenis Kopi Robusta
Iklim
Tinggi tempat 800 – 2000 m dpl
Suhu 15º C – 25º C
Curah hujan 1.750 – 3000 mm/th
Jumlah bulan kering 3 bulan
Tanah
Ph tanah 5,5 – 6,5
Kandungan bahan organik Minimal 2 %
Kedalaman tanah efektif >100 cm
Kemiringan tanah 40%
b. Kopi Robusta
1. Perkembangan di Indonesia
Pudarnya kejayaan kopi jawa ini kemudian diisi oleh kopi arabika asal Brasil dan
Kolombia yang terus merajai hingga sekarang. Meskipun demikian, sisa tanaman kopi arabika
masih dijumpai di kantong penghasil kopi di Indonesia, antara lain dataran tinggi Ijen (Jatim),
tanah tinggi Toraja (Sulsel), serta lereng bagian atas pegunungan Bukit Barisan (Sumatera),
seperti Mandailing, Lintong dan Sidikalang (Sumut), serta dataran tinggi Gayo (Aceh). Untuk
menyikapi serangan hama ganas tersebut, pemerintah Belanda kemudian menanam kopi
liberika yang lebih tahan hama. Sayangnya, varietas ini tidak begitu lama populer dan juga
terserang hama. Lantas kopi Robusta mulai diperkenalkan di Indonesia di awal 1900-an untuk
menggantikan kopi liberika dan arabika yang hancur lantaran hama. Kopi Robusta yang lebih
tahan terhadap hama dianggap sebagai alternatif yang tepat terutama untuk perkebunan kopi di
daerah dataran rendah (Rezki, 2014).
2. Syarat tumbuh
Tabel 3. Syarat Tumbuh Kopi Robusta
Syarat Tumbuh Jenis Kopi Robusta
Iklim
Tinggi tempat 300 – 600 m dpl
Suhu udara harian 24 - 30º C
Curah hujan rata-rata 1.500 – 3.000 mm/th
Jumlah bulan kering 1 – 3 bulan/tahun
Tanah
Ph tanah 5,5 – 6,5
Kandungan bahan organik Minimal 2%
Kedalaman tanah efektif >100 cm
Kemiringan tanah 40%
a. Botani
Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan maka susunan botaninya sangat berbeda dengan
tanaman musiman, dan dalam tata nama secara taksonomi ini terdapat klasifikasi-klasifikasi dari
tanaman kopi adalah sebagai berikut :
Kindom : Plantae
Divisio : Spermatophita
Sub-divisio : angeospermae
Kelas : dicotiledónea
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Coffea
Species : Coffea Sp
b. Morfologi
Morfologi dan botani tanaman kopi seperti: Akar, batang, daun, buah, dan bunga.
a. Akar
b. Batang
Pohon kopi berbatang tegak lurus dan beruas-ruas hampir pada tiap tumbuh kuncup-kuncup pada
batang dan cabang susunannya agak rumit pada batang-batang itu sering tumbuh cabang yang
tegak lurus, yang direbut cabang (orthotrop) nama cabang atau tunas-tunas yang tumbuh pada
batang itu bisa disebut (wiwilan) tunas air atau cabang air.
c. Daun
Kopi mempunyai daun bulat telur ujungnya agak meruncing sampai bulat tumbuh pada batang,
cabang dan ranting-ranting tersusun berdampingan pada ketiak.
d. Bunga
Tumbuhnya bunga kopi pada ketiak-ketiak cabang primer tersusun berkelompok, tiap-tiap
kelompok terdiri dari 4-6 kuntum bunga yang bertangkai pendek.
Pada tiap-tiap ketiak daun dapat tumbuh 3-4 kelompok bunga maka pada tiap buku dapat tumbuh
± 30 kuntum bunga atau lebih dan pada musim berbunga satu (1) pohon dapat keluar sampai
ribuan kuncup.
e. Buah
Buah kopi yang masih muda berwarna hijau, sedangkan buah yang masak berwarna merah. Pada
umumnya kopi mengandung 2 butir biji, biji-biji tersebut mempunyai bidang yang datar (perut)
dan bidang yang cembung (punggun), tetapi ada kalanya hanya ada satu butir biji yang
bentuknya bulat panjang sering disebut biji atau kopi (lanang).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Syarat Tumbuh
a. Lokasi
b. Tanah
• pH tanah : 5,5 – 6,5
• Top soil : Minimal 2%
• Stuktur tanah : Subur, gembur ke dalaman relative > 100 cm.
c. Iklim
• Tinggi tempat : 800 – 2000 m dpl
• Suhu : 15o C – 25o C
B. Bahan Tanam
Untuk perbanyakan tanaman di lapangan diperluakan Bibit Siap Salur dengan kriteria sebagai
berikut:
Sumber benih : Harus berasal dari kebun induk atau perusahaan yang telah di tunjuk
C. Penanaman
a. Jarak tanam
• Segi empat : 2,5 x 2,5 m
• Pagar : 1,5 x 1,5 m
• Pagar ganda : 1,5 x 1,5 x 3 m
b. Lubang tanam
c. Penanaman
• Penanaman di lakukan pada musim hujan.
• Leher akar bibit ditanama rata dengan permukaan tanah.
D. Pemeliharaan
a. Penyiangan
• Membersihkann gulma di sekitar tanaman kopi.
• Penyiangan dapat dilakukan bersama-sama dengan pengemburan tanah.
b. Pohon Pelindung
• Penanaman pohon pelindung
Tanaman kopi sangat memerlukan naungan untuk menjaga agar tanaman kopi jangan
berbuah terlalu banyak sehingga kekuatan tanaman cepat habis.
Pohon pelindung ditanam 1 – 2 tahun sebelum penanaman kopi, atau memanfaatkan
tanaman pelindung yang ada.
Jenis tanaman untuk pohon pelindung antara lain lamtoro, dadap, sengon, dll.
• Pengaturan pohon pelindung
Tinggi perncabangan pohon peindunh di usahakan 2x tinggi pohon kopi.
Pemangkasan pohon pelindung dilakukan pada musim hujan.
Apabila tanaman kopi dan pohon pelindung telah cukup besar, pohon pelindung bisa
diperpanjang menjadi 1 : 2 atau 1 : 4.
c. Pemangkasan
• Pemangkasan Bentuk
Tinggi pangkasan 1,5 – 1,8 m
Cabang primer teratas harus dipotong tinggi 1 ruas
Pemangkasan dilakuan di akhir musim hujan.
• Pemangkasan Produksi
Pembuangan tunas wiwilan (tunas air) yang timbuh ketas.
Pembuangan cabang cacing dan cabang balik yang tidak menghasilkan buah.
Pembuangan cabang-cabang yang terserang hama penyakit.
Pemangkasan dilakukan 3 – 4 kali setahun dan dikerjakan pada awal musim hujan.
• Pemangkasan Peremajaan
Ditujuan pada tanaman yang sudah tua dan produksinya sudah turun temurun.
Pada awal musim hujan, batang, diptong miring setinggi 40 - 50 cm dari leher akar.
E. Pemupukan
a. Dosis pemupukan kopi per pohon adalah:
Umur
(Tahun) Jenis Pupuk
Urea (gram) TSP (gram) KCl (gram)
1 50 40 40
2 100 80 80
3 150 100 100
4 200 100 100
5-10 300 150 240
> 10 500 200 320
b. Pupuk diberikan dua kali setahun yaitu awal dan akhir musim hujan masing-masing
setengah dosis.
c. Cara pemupukan dengan cara membuat parit melingkar pohon sedalam + 10 cm, dengan
jarak proyek tajuk pohon ( + 1 m).
a. Hama
Hama Bubuk Buah
• Penyebab adalah sejenis kumbang kecil.
• Menyerang buah muda dan tua.
• Pengedalian dengan mekanis yaitu dengan mengumpulkan buah-buah yang terserang,
seraca kultur mekanis dengan penjarangan naungan dan tanaman, secara kimia dengan
insektisisda Dimecron 50 SCW, Tamaron, Argothion, Lebaycide, Sevin 85 S dengan dosis 22
cc/liter.
Bubuk Cabang (Xyloborus moliberus)
• Menyerang / menggerek cabang dan ranting kecil 3 – 7 dari pucuk kopi.
• Daun menjadi kuning dan rontok kemudian cabang akan mengering.
• Pengendalian sama seperti hama bubuk buah.
b. Penyakit
Penyakit Karat daun
• Penyebab adalah jenis cendawan.
• Serangan ada bercak-bercak merak kekuningan pada bagian bawah daun, sedangkan di
permukaan daun ada bercak kuning. Kemudian daun gugur, ujung cabang muda kering dan buah
kopi menjadi hitam kering dan kualitas tidak baik selanjutnya tanaman akan mati.
• Pengandalian secara kultur teknis dengan menanam jenis kopi arabika yang tahan seperti
S 333, S 288 dan S 759.
G. Panen
Kopi Arabika mulai berbuah pada umur 4 tahun.
Petik buah yang betul masak dengan warna merah tua agar menghasilkan kopi yang
berkualitas.
Pada waktu panen (pemetikan) agar berhati-hati supaya tidak ada bagian
pohon/cabang/ranting yang rusak.
BAB IV
KESIMPULAN
Sejarah kopi telah dicatat sejauh pada abad ke-9. Pertama kali, kopi hanya ada
di Ethiopia, ketika bangsa Arab mulai meluaskan perdagangannya, biji kopi pun telah meluas
sampai ke Afrika Utara dan biji kopi di sana ditanam secara massal. Dari Afrika Utara itulah biji
kopi mulai meluas dari Asia sampai pasaran Eropa dan ketenarannya sebagai minuman mulai
menyebar.
Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa membudidayakan tanaman Kopi
lebih baik di daerah dataran tinggi/pengunungan (800-2000 m dpl).
Kopi mulai terkenal di Indonesia semenjak tahun 1696 ketika Walikota Asterdam, Nicholas
Witsen memerintahkan komandan pasukan Belanda di Pantai Malabar, Adrian Van Ommen,
untuk membawa biji kopi ke Batavia. Ekspor kopi pertama dilakukan tahun 1711 oleh
VOC. Para pribumi diwajibkan menanam kopi yang harus diserahkan ke VOC. Perjanjian ini
disebut Koffiestelsel (sistem kopi). Sistem perdagangan kopi terus berlangsung meskipun
kemudian VOC dibubarkan dan Hindia Belanda diperintah oleh perintah Belanda. Kopi
Robusta mulai diperkenalkan di Indonesia di awal 1900-an untuk menggantikan kopi liberika
dan arabika yang hancur lantaran hama. Jenis kopi yang banyak di budidayakan untuk sekarang
adalah jenis robusta, ini dikarenakan tingkat adaptasi yang tinggi dan tahan hama
penyakit. Untuk sekarang Indonesia menempati urutan 3 penghasil kopii terbesar di dunia, masih
tertinggal oleh Brasil dan Kolombia.
Kopi arabika pertama-tama ditanam dan dikembangkan di sebuah tempat di timur
Jatinegara. Kopi arabika berasal dari Brasil dan Kolombia yang terus merajai hingga sekarang.
Meskipun demikian, sisa tanaman kopi arabika masih dijumpai di kantong penghasil kopi di
Indonesia, antara lain dataran tinggi Ijen (Jatim), tanah tinggi Toraja (Sulsel), serta lereng bagian
atas pegunungan Bukit Barisan (Sumatera), seperti Mandailing, Lintong dan Sidikalang (Sumut),
serta dataran tinggi Gayo (Aceh). Sedangkan kopi Robusta mulai diperkenalkan di Indonesia di
awal 1900-an untuk menggantikan kopi liberika dan arabika yang hancur lantaran hama. Kopi
Robusta yang lebih tahan terhadap hama dianggap sebagai alternatif yang tepat terutama untuk
perkebunan kopi di daerah dataran rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Farnanda, Rezki. 2014. Kelebihan dan Kekurangan Kopi Arabika dan
Robusta. (http://pemudakayong.blogspot.com). (Daikses pada 20 April 2014).
Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar
Swadaya: Jakarta.