Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MEREVIEW

“KONFLIK LAHAN PASIR BESI DAN DINAMIKA SOSIAL EKONOMI

PETANI PESISIR KULON PROGO

(FOKUS PADA PERLAWANAN PETANI DAN SISTEM PRODUKSI DI

PESISIR KULON PROGO)

OLEH :

KELOMPOK 4 ( KELAS A) :
1. EKKY BUDIMAN TIMANG- B20120034
2.FHADYA HUSNUL CHANDRA RANIA B20120035
3.KETUT NGURAH PUTRAYASA B20120036
4.AGRI B20120037
5.SARIPIANA ASWIATI B20120038
6.ISMAIL B20120039
7.RAHYANI NUR PRATIWI B20120040
8.ADINDA SITI NUR ANNISA KASIM B20120041
9. MOH. AAN HARDIANSYAH B20120042
10. ASMIRA NUR FALIDAH B20120043
11. SARIFUL B20120169
Ketimpangan peruntukan lahan yang lebih menguntungkan kelompok
kasultanan dan Paku Alaman dengan dalih tanah swapraja Paku Alaman Ground
(PAG) yang berbelit dengan pertentangan klaim sebagaimana disebut Dietz (1998)
pada soal, siapa yang berhak menguasai sumber-sumber agraria dan kekayaan alam
berupa pasir besi di Kulon Progo ini yang menyertainya dan siapa yang berhak
memanfaatkan serta siapa yang berhak mengambil keputusan atas penguasaan dan
pemanfaatan Pair besi Kulon Progo ini telah menjadi pemicu konflik dan sengketa
yang berujung pada aksi penolakan dan perlawanan kaum petani Kulon Progo,
yang kemudian membentuk diri dalam Paguyuban Petani Lahan Pasir (PPLP).
Posisi lemah tak membuat para petani peisisir Kulon Progo menyerah kalah atas
nasibnya. Dimulai dari kesamaan nasib terancam dari lahan garapan yang mereka
miliki selama ini, dan keselamatan ekologis masa depan anak cucu mereka nanti,
para petani menyusun beragam strategi perlawanan. Pada mulanya mereka
menolak rencana penambangan pasir tersebut dengan cara aksi massa
(demonstrasi) untuk melakukan pressure dan membentuk publik opinion ke Pemda
Kabupaten maupun ke Tingkat Provinsi Yogyakarta.
Salah satu aksi massa besar-besaran yang dilakukan di UGM (beberapa kali)
oleh ribuan warga Kulon Progo terjadi pada 21 Juli 2008, mereka memprotes keras
kalangan akademik/kampus yang ikut melegitimasi kepentingan perusahaan
penambangan pasir besi Kulon Progo dengan proyek Analisis Masalah Dampak
Lingkungannya (Amdal). Menurut petani, keterlibatan UGM menunjukkan
kalangan kampus telah kehilangan kekuatan moral dan independensinya sebagai
lembaga pendidikan tinggi. Apalagi UGM yang terkenal dengan jargon “Kampus
Kerakyatan”nya. Hasil dari demonstrasi besar-besaran tersebut, pihak UGM
membatalkan kerjasama yang sudah disepakati dengan pihak JMM untuk
melakukan riset AMDAL eksplorasi penambangan pasir besi tersebut
Selain bentuk aksi massa, petani pesisir yang telah tergabung dalam PPLP,
juga menggalang kekuatan di kalangan kelompok agamawan dan ilmuwan. Pada
tanggal 14 agustus 2008 diadakan saresehan dan rapat akbar di Balai Desa
Karangwuni, Wates Kulon Progo, dengan topik “ Perjuangan Rakyat Tani
Menolak Penambangan Biji Besi”. Kesepakatan yang diperoleh adalah petani
masih menolak rencana penambangan pasir besi di pesisir Kulon Progo. Selain
melanggar keadilan agraria juga mengancam kerusakan ekologis bagi daerah
disekitar penambangan pasir besi.
Proses perlawanan yang terus berlangsung dan resistensi kelompok
pendukung penambangan juga makin agresif, warga mulai menyadari penting
menjaga soliditas, militansi dan kekompakan perjuangan. Organisasi PPLP
menjadi ujung tombak dan rumah ideologis bersama bagi pelembagaan perlawanan
mereka. Menurut Widodo, pimpinan PPLP yang di tunjuk secara aklamasi, PPLP
lahir dari suara rakyat sendiri, bukan pesanan dari atas dan bukan pula bentukan
dari lembaga di luar mereka.
Teror, Mobilitas dan Pengorganisasian Perlawanan
Puncak kekerasan berwujud teror yang dilakukan para pendukung
pembangunan penambangan Biji Besi, terjadi pada hari senin, 27 Oktober 2008,
puluhan orang-orang tak dikenal (sebagian memakai penutup muka), bersenjata
pentungan dan senjata tajam, dengan ganas merusak dan membakar beberapa pos
ronda (yang menjadi pos komando warga) serta beberapa rumah tokoh warga
penolak penambangan pasir besi. Meski tak ada korban jiwa, sebagian masyarakat
telah merasa terteror dan marah. Dalam peristiwa itu ada sebagian warga sempat
ingin membalas dan mengejar pelaku pengrusakan. Namun berkat kesigapan
pemimpin PPLP warga tidak jadi menyerang dan mengejar pelaku kekerasan.
Pada perkembangan lebih lanjut, kesadaran untuk memperluas suara dan
gerakan perlawanan dan penolakan penambangan pasir besi mendorong PPLP
untuk mencoba mengembangkan pesan-pesan penindasan atas nasib warganya
melalui media (lektronik, massa dan seni. Tak heran, sudah beberapa kali mereka
audiensi dan juga menghadiri undangan dari beberapa stasiun radio di Yogyakarta.
Kemudian tim dokumentator PPLP juga membuat film dokumenter (sedang
diproses) tentang sejarah konflik dan pembentukan PPLP, bahkan kini juga
membentuk “Teater Unduk Gurun”78. Sejak pementasan di IPB pada tanggal 18
November 2008, PPLP menjadikan media teater ini sebagai soft campaign pada
publik, khususnya di kalangan terdidik, akademik/ kampus. Selain dukungan
kelompok “akademik” dan kalangan terdidik lainnya dianggap bisa lebih netral,
objektif dan independen, mereka berharap melalui Teater ini suara perlawanan
PPLP mampu masuk di ruang-ruang kampuskampus besar di Indonesia.
Strategi perlawanan yang dilakukan PPLP selama ini, terlihat bentuk-bentuk
lain dari model Gerakan Sosial Pedesaan (GSP) lama yang bergerak pada ranah
moral ekonomi subsistensi dan pilihan-pilihan rasional semata. Munculnya
pemimpin petani yang memiliki wawasan kosmopolit seperti Widodo, Supriyadi,
Sukarman, Sudiro, dkk yang menjadi pimpinan teras PPLP yang mampu
berkomunikasi dengan beragam jaringan, memiliki kemampuan organisatoris dan
daya cerna yang baik tentang wacana politik lokal dan nasional, menunjukkan
bagaimana tingkat intelektualitas mereka termasuk saat merumuskan beragam aksi
dan perlawanan yang canggih dan tidak konvensional.
Basis sosial gerakan perlawanan PPLP juga merupakan campuran antara
unsur desa-kota, baik dalam arti fisik maupun dalam berbagai urat nadi, organ dan
kegiatan gerakan. Warga petani Kulon Progo yang tergabung di PPLP tidak semua
murni dari pedesaan tetapi juga sebagian telah lama tinggal di kota dan kembali ke
desa untuk bergabung mengelola lahan pasir bersama saudara-saudara mereka.

Anda mungkin juga menyukai