Anda di halaman 1dari 13

FKMA

BULETIN FORUM KOMUNIKASI MASYARAKAT AGRARIS


Edisi #1 - Mei 2014
RIWAYAT BIOGRAFIS
KABAR DARI KAWAN
CATATAN PERJALANAN
LAPORAN KEGIATAN
KOMIK
Edisi #1 - Mei 2014
MEI 2014 | FKMA | 01
Buletin FKMA
Editorial
hal 03
Forum Komunikasi Masyarakat Agraris: Riwayat Biografis
Kisah perjalanan Forum Komunikasi Masyarakat Agraris dari awal terbentuknya tahun 2011 hingga saat ini
hal 04
Solidaritas Menembus Batas
Laporan dari kegiatan penggalangan dana untuk Sekolah Tani FKMA
hal 10
Kabar Dari Kawan
Kabar perjuangan dari kawan-kawan yang ada di garis depan dalam mempertahankan hak hidupnya
hal 13
Jejak Hitam Keraton di Kulonprogo
Sebuah catatan perjalanan Anugerah Perkasa tentang kelindan korporasi dan penguasa untuk menggusur kehidupan
Petani pesisir Kulonprogo
hal 16
Komik
hal 19
07 12
14 18
www.selamatkanbumi.com | facebook: forumkomunikasimasyarakatagraris
ETELAH REZIM SBY BERKUASA, JALANNYA
industrialisasi di bidang sumber daya alam (SDA)
semakin meluas. Di pesisir selatan Pulau Jawa, proyek
industrialisasi di sektor SDA (tambang pasir besi) yang
dibarengi dengan pembangunan fasilitas prasarana S
penunjang untuk memperlancar proyek-proyek Jalur Lintas Selatan
Jawa memicu banyak perlawanan dari kaum tani. Beberapa
perlawanan yang cukup kencang dilakukan oleh Paguyuban Petani
Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP), Forum Paguyuban Petani
Kebumen Selatan (FPPKS), dan Forum Silaturahmi Masyarakat
Wotgalih (Foswot) Lumajang, yang berusaha mempertahankan
lahan pertanian dan ruang hidup mereka dari pencaplokan oleh
operasi industri pertambangan pasir besi dan peruntukan lain.
Forum Komunikasi
Masyarakat Agraris:
Riwayat Biografis
PROFIL
Sesi diskusi saat kongres I FMKA ,Yogyakarta
MEI 2014 | FKMA | 03
EDITORIAL
Buletin FKMA adalah sarana komunikasi dan informasi solidaritas antar komunitas akar rumput
melawan gencarnya ekspansi & eksploitasi di ruang-ruang hidup kita hari ini. Media ini berupaya
menjadi tempat untuk menghimpun, mendokumentasikan, serta menyebarluaskan berbagai
kabar, berita, cerita, atau pengalaman atas ragam bentuk perlawanan sehari-hari di berbagai
tempat demi menyulut aksi dan insipirasi dalam usaha yang lebih baik untuk menumbangkan
sistem ekonomi-politik kapitalisme dan membangun sebuah dunia yanglebih layak dan nyaman
untuk kita tinggali.
Buletin ini bersifat terbuka dan mengundang anda semua untuk berkontribusi dengan
mengirimkan tulisan dalam bentuk berita atau analisa mengenai berbagai konflik-konflik
perebutan ruang hidup melawan ekspansi & eksploitasi kapitalisme lewat surat-elektronik:
selamatkanbumi@riseup.net
EPERTI LIMA ATAU sepuluh
tahun lalu, kita masuk tahun
Spolitik lagi. Tahun-tahun seperti
ini selalu membuat dada serasa mem-
buncah, tanda luapan harapan sehabis
mendengar janji-janji pemimpin negeri
mendaftar keluhan kita semua. Satu
dekade lalu, Pak Yudhoyono mem-buat
sebuah program agenda pembangunan
untuk tahun 20042009 yang di hala-
man 56 punya janji untuk melaksanakan
reforma agraria. Tahun 2010 di Istana
Bogor yang agung kita lihat ia menangis
dan berhenti sejenak membacakan
pidato pada peringatan ke-50 Hari Agra-
ria. Kata Pak Yudhoyono; saya terha-
ru, tepat setelah ia melihat video per-
masalahan tanah kawan-kawan petani di
Cilacap. Tapi kita tahu, tangis cuma
tanda bersedih, dan bersedih saja tidak
cukup untuk mengembalikan tanah
kawan-kawan di Cilacap.
Sewaktu kesedihan mereda, Badan
Pusat Statistik (BPS) di tahun 2013 me-
ngeluarkan data yang bikin nyeri kepala;
26, 14 juta rumah tangga pertanian
hanya menguasai tanah rata-rata 0,89
hektare, lebih dari setengah wilayah
negeri ini dikuasai oleh 0,2% penduduk,
11 juta hektare tanah dimiliki perusaha-
an kebun sawit, 40 juta hektare dikuasai
areal tanaman industri dan kurang dari 1
juta hektarenya yang merupakan hutan
rakyat. Tanah makin sedikit, ruang gerak
tambah sempit, maka tak heran juga
kalau BPS bilang petani gurem turun
25% dari tahun 2003. Kemana mereka?
Keprihatinan atas kenyataan seperti
inilah yang membuat beberapa komu-
nitas akar rumput pada akhir Desember
2011 memulai sebuah inisiatif dan kese-
pakatan bersama bahwa ada yang tidak
beres di luar sana dan semua ini harus
lekas diselesaikan. Dari PPLPKP
sampai JMPPK, dari Sidoarjo sampai
Banten, dari penolakan terhadap
tambang pasir besi sampai pemba-
ngunan pabrik Aqua, bersama kawan-
kawan lain yang sepakat, kita percaya
bahwa tak perlu menunggu izin dan
belas-kasihan siapapun lagi untuk
secepat mungkin belajar berdiri di atas
kaki sendiri dan mulai mengatur stra-
Seumpama bunga kami adalah bunga yang tak kau hendaki tumbuh
engkau lebih suka membangun rumah dan merampas tanah
Wiji Thukul, Tembok dan Bunga
tegi. Forum Komunikasi Masyarakat
Agraris (FKMA) terbentuk sebagai
usaha bersama untuk tempat berbagi
pengalaman, saling belajar dan peduli
demi menumbuhkan rasa percaya bahwa
apa yang terjadi di suatu tempat juga
terjadi di belahan negeri yang lain,
bahwa nyatanya, semua ini adalah
masalah bersama, dan kita tak pernah
sendiri.
Media ini hanyalah salah satu bagian
dari proses-proses pembelajaran ber-
sama yang telah dilalui tersebut. Yang
kami lakukan selaku tim redaksi ha-
nyalah menghimpun, merapikan, dan
kemudian mencetaknya ke dalam se-
buah media cetak yang bisa terus
tersebar sampai ke desa paling pelosok.
Di edisi pertama ini ada sebuah riwayat
biografis dari FKMA, sedikit cerita dan
pernyataan yang dibuat kawan-kawan
setelah acara penggalangan dana seko-
lah tani, beberapa cerita dari kawan-
kawan di beberapa daerah yang masih
terus mengalami konflik lahan, dan
sebuah catatan perjalanan ke Kulon-
progo sumbangsih Anugerah Perkasa.
Kedepannya tentu kita bisa sama-sama
berharap media ini bisa terus rutin terbit,
berlari bersama kalender-kalender dan
menjadi wadah komunikasi, ruang saling
berbagi pengalaman, penjelasan, juga
harapan yang sehari-hari terjadi di tanah-
tanah kita yang tak lagi lapang.
Ini saatnya bersama merawat per-
juangan dan memperbesar hembus deru
angin perubahan.
Akhir Mei, 2014
Tim Redaksi
BULETIN FKMA
Tim Redaksi:
Dicky P. Ermandara, Ferdy F. Putra,
Sandria Komalasari, Suluh Pamuji, Udin
Choirudin.
Ilustrasi & Tata Letak:
Yudhistira Wardhana, Bara, Racun Api
Kontributor:
Anugerah Perkasa
02 | FKMA | Mei 2014
Kita percaya
bahwa tak perlu
menunggu izin
dan belaskasihan
siapapun lagi
untuk secepat
mungkin belajar
berdiri di atas
kaki sendiri dan
mulai mengatur
strategi
Pada 1 April 2011, PPLP-KP mem-
peringati lima tahun perjuangannya
menolak tambang pasir besi. Dalam
kesempatan itu FPPKS dan Foswot
turut hadir sebagai kelompok solida-
ritas. Setelah perjumpaan itu, tiga
komunitas akar rumput tersebut me-
rencanakan pembentukan wadah per-
juangan bersama bernama Paguyuban
Perjuangan Masyarakat Jawa Selatan
(PPMJS). Salah satu agendanya untuk
mempertemukan komunitas-komunitas
akar rumput di titik-titik konflik agraria
sepanjang pesisir selatan pulau Jawa.
Setelah ketiga komunitas menjalin
komunikasi terus-menerus, dibarengi
dengan ajakan konsolidasi komunitas-
komunitas lain, terjalinlah jejaring
komunitas-komunitas di luar pesisir
selatan Jawa yang memiliki perjuangan
sejalur. Akhirnya terselenggara Perte-
muan Petani se-Jawa pada 2022 De-
sember 2011 di Yogyakarta. Pertemuan
tersebut dihadiri oleh komunitas dari
sepuluh kabupaten, yakni: 1) PPLP-KP
yang melawan proyek tambang pasir
besi di sepanjang pesisir Kulon Progo;
2) FPPKS yang melawan proyek tam-
bang besi dan peruntukan lahan pesisir
garapan mereka untuk kawasan perta-
hanan dan keamanan (Hankam); 3)
Foswot di Lumajang yang menolak per-
untukan lahan untuk tambang pasir besi;
4) Serikat Tani Merdeka (Setam) dan
Forum Warga Cilacap di Cilacap yang
menolak perusahaan tambang pasir besi
dan perluasan lahan perkebunan oleh
PTPN dan Perhutani; 5) Jaringan Ma-
syarakat Peduli Pegunungan Kendeng
(JMPPK) di Pati yang menolak pertam-
bangan batu karst Kendeng untuk pa-
brik Semen; 6) Bale Ruhayat di Tasik-
malaya yang menolak tambang pasir
besi; 7) Bale Ruhayat di Ciamis yang
menolak tambang pasir besi; 8) Sitas
Petani, sebagai individu maupun kelompok
masyarakat, adalah golongan yang menanggung
dampak langsung dari proyek-proyek
industrialisasi berbasis tanah ini
Pembacaan pernyataaan sikap bersama saat kongres I FMKA ,Yogyakarta
04 | FKMA | Mei 2014
Desa di Blitar yang menolak tambang
pasir besi; 9) Kanal Korban Lumpur
Lapindo di Sidoarjo yang berjuang
menuntut keadilan; 10) Gerakan Rakyat
Anti Pembangunan Pabrik Aqua
Danone (Grappad) di Banten yang
menolak eksploitasi air oleh perusahaan
air minum Aqua, Danone.
Pertemuan tersebut dilandasi de-
ngan pemikiran bahwa proyek-proyek
industrialisasi (termasuk di dalamnya
adalah sertifikasi tanah untuk pembe-
basan lahan demi kepentingan industri)
sangat mungkin akan meningkatkan
sengketa agraria di Indonesia, terutama
antara kerjasama negara dan perusaha-
an dengan masyarakat yang sadar akan
hak-haknya. Petani, sebagai individu
maupun kelompok masyarakat, adalah
golongan yang menanggung dampak
langsung dari proyek-proyek industri-
alisasi berbasis tanah ini. Petani sebagai
pihak yang paling berkepentingan perlu
membaca agenda-agenda pembangun-
an ke depan, karena suka tidak suka,
mau tidak mau, suatu ketika mereka
akan menghadapi masalah yang sama
dengan cara yang berbeda-beda, mak-
sudnya adalah pengambilalihan lahan
melalui berbagai proyek pertambangan,
misalnya saja emas di Pacitan dan Ba-
nyuwangi; pasir besi di Kulon Progo,
Lumajang, Cilacap, Ciamis, Kebumen;
air di Banten, dan sebagainya.
Pertemuan yang berlangsung tiga
hari tersebut diisi dengan diskusi, ber-
bagi pengalaman, dan perumusan kerja-
kerja bersama untuk menguatkan ge-
rakan antar komunitas. Hari pertama
para peserta pertemuan saling memper-
kenalkan diri, lalu melakukan kunjungan
silaturahmi ke lahan pesisir Kulon Pro-
go untuk menyimak pengalaman kerja
keras para petani di sana mengusahakan
lahan pasir menjadi lahan pertanian
produktif. Hari ke-dua diisi dengan ber-
bagi pengalaman kasus dan perjuangan
masing-masing komunitas. Hari ketiga
diadakan diskusi panel dan pernyataan
sikap bersama.
Forum pertemuan ini berbagi pe-
ngalaman dan hasil diskusi menyimpul-
kan beberapa pokok persoalan umum
yang dihadapi oleh komunitas-komuni-
tas peserta pertemuan. Pencaplokan
ruang hidup warga oleh proyek-proyek
industrialisasi dilakukan melalui empat
cara, yakni:
1. Kongkalikong penguasa dan pengusa-
ha untuk mengambil alih ruang hidup
rakyat, lewat klaim dan pendudukan
sepihak, skema kapling lahan dengan
peraturan Rencana Tata Ruang dan
Wilayah (RTRW), dan sertifikasi lahan
untuk memudahkan pengambilalihan
lahan.
2. Isolasi kasus dan penciptaan wacana
yang menguntungkan perusahaan.
Kasus-kasus yang dialami komunitas-
komunitas peserta pertemuan se
jatinya menyangkut isu-isu ketidak-
adilan dan kejahatan lingkungan,
penyalahgunaan wewenang pemerin-
tah, perampasan hak hidup, pemiskin-
an masyarakat secara teratur dan rapi
(sistematis), dan ketimpangan akses
dan kontrol dalam pemanfaatan sum-
ber daya alam. Namun, isu-isu ter-
sebut cenderung ditutupi oleh pe-
merintah dan perusahaan dengan ber-
bagai cara.
3. Pemecahbelahan warga oleh pihak
luar yang mencari keuntungan di
tengah konflik. Mencegah warga
bersatu dalam satu tekad perjuangan
adalah hal pokok yang dilakukan per-
usahaan dan pemerintah agar proyek
mereka berjalan lancar. Pemecahan
warga ini biasanya dilakukan melalui
penciptaan isu bahwa tidak semua
warga menentang rencana perusaha-
an; menciptakan kelompok-kelom-
pok bayaran yang berada di sekitar
lokasi konflik untuk menyuarakan
dukungan kepada pemerintah dan
perusahaan atas nama masyarakat;
memasukkan program-program yang
memecah sikap warga seperti bantuan
langsung, ganti rugi, dan janji pekerja-
an; dan melakukan pendekatan secara
pribadi dengan pimpinan organisasi
atau tokoh masyarakat yang berpe-
ngaruh untuk menggoyahkan keper-
cayaan masyarakat terhadap para pe-
mimpin mereka.
4. Kriminalisasi petani. Perjuangan peta-
ni mempertahankan hak-haknya ke-
rap malah diganjar dengan hukuman
oleh negara. Inilah keunggulan nega-
ra, mereka menguasai aturan main
peradilan yang mudah dibeli oleh
perusahaan. Kriminalisasi menjadi
upaya efektif untuk menciptakan te-
ror kepada warga, mengalihkan isu
utama, serta membuat warga mudah
lengah dan mudah digiring dalam alur
permainan perusahaan dan pemerin-
tah. Upaya kriminalisasi biasanya di-
lakukan melalui provokasi kemarahan
warga dengan mendatangkan preman,
aparat keamanan, dan pegawai peru-
sahaan; memancing warga untuk me-
lakukan tindakan main hakim sendiri
terhadap perusahaan maupun aparat
pemerintah; serta mengincar para to-
koh gerakan.
Selain merumuskan permasalahan
umum, diskusi juga memetakan aktor-
aktor yang kerap terlibat dalam konflik
agraria yang dihadapi oleh komunitas-
komunitas peserta. Diskusi hari ketiga
menegaskan siapa petani, siapa aka-
demisi, dan siapa aktivis. Petani (atau
warga) harus hati-hati terhadap akade-
misi maupun aktivis karena keduanya
bisa saja memanfaatkan petani (atau
warga) untuk kepentingan sempit me-
reka. Keduanya juga bisa saja dibeli oleh
perusahaan maupun pemerintah untuk
melancarkan usaha mereka. Artinya,
keduanya yang secara umum dipercaya
sebagai pembela kepentingan masyara-
kat luas, nyatanya malah bisa berposisi
sebaliknya.
Pertemuan ini melahirkan wadah
bernama Forum Komunikasi Masyara-
kat Agraris (FKMA), dan menunjuk satu
moderator untuk memelihara intensitas
komunikasi, yaitu salah satu pengurus
PPLP-Kulon Progo. FKMA disepakati
sebagai wadah bersama yang dapat
menaungi kepentingan bersama, melin-
dungi gerakan, dan non-hierarkis/ber-
sifat cair; tak ada pemimpin dan
bawahan, setiap anggota berkedudukan
sama. FKMA pun ditegaskan bukan
sebagai wahana unjuk diri memamer-
kan siapa yang paling sengsara dan
paling hebat dalam berjuang; harus
menghormati corak perjuangan atau
strategi sesama masyarakat yang ter-
tindas karena perbedaan situasi politik,
sosial, atau budaya; dan merupakan
forum yang bertujuan menyatukan te-
kad, memperkuat semangat, dan melin-
dungi gerakan masing-masing. Sebagai
catatan, kata 'agraris' dalam FKMA tidak
selalu merujuk kepada petani. Dalam
diskusi yang berlangsung selama
pertemuan pertama, disepakati bahwa
agraris bisa dimaknai sebagai ruang hidup.
FORUM KOMUNIKASI MASYARAKAT AGRARIS
MEI 2014 | FKMA | 05
Artinya, ruang hidup bagi setiap orang/
komunitas bisa bermacam-macam; laut
adalah ruang hidup nelayan, lahan dan
warung adalah ruang hidup bagi peda-
gang, dan sebagainya. Maka dari itu,
FKMA boleh dikatakan sebagai wadah
perjuangan lintas sektoral (profesi) yang
terbuka dan cair.
etelah setahun lebih menjalin
komunikasi dan konsolidasi,
saling berkabar dan menjalin
solidaritas dengan komuni-
Stas-komunitas selain deklara-
tor, FKMA berhasil mengadakan
pertemuannya yang kedua pada 810
Februari 2013 di Yogyakarta. Perte-
muan dengan tajuk Kongres II FKMA:
Menuju Gerakan Akar Rumput yang
Mandiri tersebut dihadiri oleh komunitas
dari tiga belas kabupaten. Selain dihadiri
oleh para komunitas deklarator, per-
temuan kedua FKMA dihadiri oleh be-
berapa komunitas lain, yakni Kelompok
Tani Berdikari dari Sumedang, Front
Pemuda Rengas (FPR) dari Ogan Ilir,
Sumatera Selatan, Forum Nelayan
(FORNEL) dari Bandung Harjo, Jepara
dan Aliansi Rakyat Menolak Penggusur-
an (ARMP) dari Bantul.
Pertemuan kedua FKMA ini sema-
kin menegaskan sifat gerakan FKMA,
yakni kemandirian. FKMA ditegaskan
sebagai forum yang digagas, dirumus-
kan, dan dibentuk oleh komunitas-
komunitas petani/masyarakat yang
menjadi korban persekongkolan negara
dan korporasi atas sumber daya agraria
(ruang hidup). Dari pertemuan tiga hari
tersebut, FKMA juga menegaskan po-
sisi rakyat di atas negara, dan meman-
dang perusahaan atau korporasi di ba-
wah kendali negara. Pertemuan kedua
ini bisa dibilang semakin meyakinkan
karakter dan pola gerakan FKMA.
Prinsip Utama
- Kemandirian atau gerakan komunitas
- Solidaritas antar komunitas
- Kepengurusan kolektif tanpa struktur
hierarkis; artinya tidak mengenal stra-
ta/kedudukan bertingkat (ketua-
bawahan), dan bersifat cair
- Tidak berpolitik praktis prosedural
Mekanisme
FKMA menjadi forum antar komu-
nitas akar rumput yang cair. Tidak di-
kenal istilah anggota resmi di dalamnya.
Prinsip utamanya adalah solidaritas.
Siapa saja, baik individu maupun kelom-
pok, bisa bersolidaritas dalam FKMA,
dengan catatan sesuai dengan prinsip-
prinsip yang dianut oleh FKMA. Se-
hingga, selain para komunitas akar rum-
put, di dalam FKMA terdapat para
solidaritas atau relawan individual mau-
pun kelompok. Dari pertemuan kedua
telah disepakati kepengurusan kolektif
dengan koordinator masing-masing
wilayah.
Selain koordinator setiap wilayah,
diamanatkan pula dibentuk beberapa
tim kerja di dalam FKMA, yakni:
- Tim advokasi
Pembacaan pernyataaan sikap bersama saat kongres II FMKA ,Yogyakarta
06 | FKMA | Mei 2014
FORUM KOMUNIKASI MASYARAKAT AGRARIS
- Tim media
- Tim analisis hukum dan kebijakan
- Tim jejaring
Program Kerja
- Membuat media alternatif yang me-
nyuarakan dan diisi oleh komunitas
- Menyelenggarakan fungsi pencerdasan
- Mengusahakan fungsi advokasi
(hukum)
- Mengusahakan jejaring ekonomi
kolektif
Pelaksanaan
- Fungsi koordinator tiap wilayah telah
terlaksana
- Tim kerja belum terlaksana
- Pembuatan media yang menyuarakan
komunitas telah terlaksana dengan
publikasi portal media online www.-
selamatkanbumi.com dan dimulai pe-
nerbitan buletin untuk sekolah tani/
agraria.
- Penyelenggaraan fungsi pencerdasan
dilaksanakan dengan sekolah tani /ag
raria sebagai ruang pembelajaran sesa-
ma komunitas.
Di poin terakhir, disebutkan tentang
sekolah tani atau bisa juga disebut seba-
gai kelas belajar FKMA, adalah ruang
belajar bagi komunitas-komunitas yang
tergabung dalam FKMA maupun
jaringan solidaritasnya dengan tujuan
memperkuat gerakan. Di kesempatan
ini, anggota tidak lagi hanya sekadar
berbagi pengalaman perjuangan,
namun juga berbagi pengetahuan-
pengetahuan yang bermanfaat bagi
perjuangan itu sendiri.
Latar Belakang dan Pentingnya
Sekolah Tani/Kelas Belajar FKMA
Setelah pertemuan FKMA ke-2,
rencana kegiatan sekolah tani mulai
digagas. Berawal dari obrolan santai
antara para anggota dan relawan FKMA
tentang keberlanjutan perjuangan mau-
pun organisasi, rencana untuk menga-
dakan sekolah tani digodok lebih
matang. Kelas belajar FKMA tidak
semata-mata diperuntukan bagi para
petani, melainkan bagi seluruh komuni-
tas yang tergabung dalam FKMA; yakni
petani, nelayan, pedagang kecil ataupun
masyarakat yang selama ini ditindas oleh
perusahaan dan negara. Seperti yang
kita tahu, perusahaan dan negara kerap
bertindak sewenang-wenang terhadap
rakyat kecil, dan selalu membela mereka
yang berduit. Semula, sekolah ini di-
agendakan sebagai sekolah anak tani,
yakni sekolah yang ditujukan kepada
generasi muda di komunitas-komunitas
yang tergabung dalam FKMA. Me-
ngapa anak tani menjadi sasarannya?
Karena jika kita melihat jauh ke depan,
konflik yang terjadi sangat mungkin
menjadi konflik berkepanjangan dan
tidak terselesaikan hanya pada satu
generasi saja. Hal ini dikarenakan
perusahaan hampir pasti tidak akan
meninggalkan lahan potensial sampai
sumber daya alam yang dikandungnya
habis mereka keruk. Maka, para generasi
muda, yang dianggap sebagai penerus
perjuangan, perlu memahami segala
seluk beluk konflik yang terjadi di
daerahnya.
Selain itu, gagasan ini juga berang-
kat dari kegelisahan umum bahwa sema-
kin berkurangnya generasi muda negeri
ini yang bercita-cita menjadi petani atau
nelayan. Pendidikan yang ada di sekolah-
sekolah selalu mengajarkan bahwa pe-
kerjaan yang bagus adalah: yang berlo-
kasi di tengah kota, di dalam ruangan
berpendingin udara, dan berpakaian rapi
(berdasi), dsb. Sementara petani,
nelayan, dan pedagang selalu dilekatkan
dengan kesan yang negatif: tidak rapi,
kucel, berpanas-panasan di tengah terik
matahari, dsb. Padahal, petani, nelayan
dan para pedagang yang memproduksi
bahan pangan secara langsung, akan
menjadi tulang punggung keberlang-
sungan peradaban manusia. Seperti kata
pepatah, petani adalah soko guru kehi-
dupan. Bayangkan, jika tak ada petani,
apa yang kita makan? Jika tidak ada
nelayan, dari mana kita mendapatkan
ikan? Jika tak ada pedagang, dari mana
kita akan mendapatkan bahan pokok?
Bila kita tidak bisa menjawab semua per-
tanyaan itu, maka jawaban satu-satunya
adalah mempertahankan petani, nelayan
MEI 2014 | FKMA | 07
Petani (atau warga) harus hati-hati terhadap
akade-misi maupun aktivis karena keduanya
bisa saja memanfaatkan petani (atau warga)
untuk kepentingan sempit mereka. Keduanya
juga bisa saja dibeli oleh perusahaan maupun
pemerintah untuk melancarkan usaha mereka.
Artinya, keduanya yang secara umum dipercaya
sebagai pembela kepentingan masyarakat luas,
nyatanya malah bisa berposisi sebaliknya
dan para pedagang. Itulah yang melan-
dasi mengapa sekolah tani ini penting
untuk diadakan. Jika demikian alasan
utama sekolah tani, maka yang menjadi
harapan adalah terbentuknya generasi
muda yang sadar bahwa kelestarian alam
dan keberlangsungan hidup manusia di
tangan mereka.
Sejak 2011, keanggotaan FKMA su-
dah meliputi wilayah Jawa dan Su-
matera. Namun, pada sekolah tani per-
dana yang digelar di Parangkusumo,
Yogyakarta, pada 27-29 Mei 2014, be-
lum melibatkan semua komunitas-
komunitas dalam FKMA. Melainkan
hanya beberapa komunitas di Jawa
Tengah dan Yogyakarta. Di antaranya,
Parangkusumo, Kulonprogo, Kebu-
men, Pati, Rembang, Blora, Batang dan
Jepara. Komunitas-komunitas lain be-
lum turut berpartisipasi, alasannya se-
mata karena keterbatasan biaya. Sejauh
ini seluruh kegiatan FKMA memang
bersumber dari patungan komunitas
dan orang-orang yang peduli akan ke-
berlangsungan gerakan tersebut. Meski
demikian, sekolah ini diharapkan akan
terus meluas ke daerah-daerah lainnya,
dan tidak menutup kemungkinan untuk
melibatkan komunitas-komunitas di lu-
ar FKMA selama memiliki tujuan dan
cara perjuangan yang sama.
Pertemuan kedua FKMA ini
semakin menegaskan sifat gerakan
FKMA, yakni kemandirian. FKMA
ditegaskan sebagai forum yang
digagas, dirumuskan, dan dibentuk
oleh komunitas-komunitas
petani/masyarakat yang menjadi
korban persekongkolan negara dan
korporasi atas sumber daya agraria
(ruang hidup)
FORUM KOMUNIKASI MASYARAKAT AGRARIS
08 | FKMA | Mei 2014
Sesi diskusi saat kongres I FMKA ,Yogyakarta
ONSOLIDASI modal
dalam sirkuit kapitalisme
neoliberal semakin me-
marakkan perampasan
Klahan dan perenggutan
ruang hidup warga. Berbagai lembaga di
sektor agraria telah melaporkan semakin
banyaknya konflik lahan karena
investasi infrastruktur maupun industri
tambang dan perkebunan. Kajian agra-
ria dari berbagai bidang ilmu dan
perspektif juga semakin beragam, dari
pertanian, hukum dan HAM, ekonomi
politik, ekologi, sosial budaya, lingkung-
an, geografi, hingga arsitektur.
Ada kecenderungan hasil laporan
dan penelitian tentang konflik agraria itu
merekomendasikan ditegakannya hu-
kum dan dibentuknya tim khusus untuk
mengatasinya. Rekomendasi itu menyi-
ratkan kepasrahan dilimpahkannya
konflik agraria kepada negara. Padahal
faktanya negaralah yang memfasilitasi
konsolidasi modal dalam kerangka
regulasi dan kebijakan yang justru
melancarkan perampasan lahan dan
perenggutan ruang hidup warga itu,
misalnya skema Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) yang berkedok
pembangunan. Maka tak heran jika hasil
laporan dan penelitian itu tak bertenaga
untuk dirujuk sebagai petunjuk rute
mengatasi konflik agraria secara ber-
keadilan. Kisah menyesakkan pereng-
Konflik Agraria Abad 21 dan Forum Komunikasi Masyarakat Agraris
gutan ruang hidup warga yang dibarengi
kekerasan oleh aparat keamanan negara,
korporasi maupun preman, toh tetap
berlanjut.
Di tengah kejumudan itu, beberapa
komunitas gerakan akar rumput yang
berjuang mempertahankan ruang hidup
dari serangan ekspansi modal terus
menguatkan gerakan. Berawal dari
konsolidasi antara Paguyuban Petani
Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP),
Forum Paguyuban Petani Kebumen
Selatan (FPPKS), dan Forum Silatu-
rahmi Masyarakat Wotgalih (Foswot,
Lumajang) yang sama-sama menolak
tambang pasir besi, dideklarasikanlah
Forum Komunikasi Masyarakat Agraris
(FKMA) pada 22 Desember 2011 di
Kulon Progo. Deklarasi itu merupakan
hasil dari konsolidasi beberapa kelom-
pok gerakan akar rumput dari berbagai
daerah di Jawa yang sedang berjuang
melawan ekspansi modal dan memper-
tahankan ruang hidup mereka, yakni
PPLP-KP, FPPKS, Foswot, Gerakan
Rakyat Anti Pembangunan Aqua
Danone (Grapad, Banten), Bale Rahayat
(Tasikmalaya dan Ciamis) yang menolak
tambang pasir besi, petani Cilacap yang
melawan penyerobotan lahan oleh
perusahaan perkebunan, Jaringan Ma-
syarakat Peduli Pegunungan Kendeng
(JMPPK, Pati) yang menolak perusa-
haan semen, petani Blitar yang menolak
tambang pasir besi, dan korban lumpur
Lapindo (Porong, Sidoarjo) yang
menuntut keadilan. Dalam konsolidasi
itu, antar komunitas saling berbagi
pengalaman untuk belajar agar bisa
memahami kasus secara jeli dan menen-
tukan jalur perjuangan, sekaligus me-
nguatkan solidaritas.
Konsolidasi FKMA terus berlanjut.
Pada tanggal 810 Februari 2013,
FKMA menggelar pertemuan kembali
di Yogyakarta. Mengusung tajuk Me-
nuju Gerakan Akar Rumput Mandiri,
FKMA berhasil mengkonsolidasikan
beberapa kelompok gerakan akar
rumput yang pada deklarasi awal belum
terjaring, yakni Aliansi Rakyat Menolak
Penggusuran (ARMP, Bantul) yang
menolak penggusuran karena klaim
tanah kerajaan Ngayogyakarta Hadi-
ningrat, Kelompok Tani Berdikari
(Sumedang), Forum Nelayan (Fornel)
yang menolak tambang pasir besi dan
Forum Masyarakat Balong (PMB) yang
menolak PLTN (keduanya dari Jepara),
Serikat Petani Blora Selatan (SPBS) dan
Gerakan Rakyat Menggugat (Geram)
yang menolak eksploitasi gas dan karst
Pegunungan Kendeng, dan Front Pe-
muda Rengas (FPR) dari Ogan Ilir yang
melawan penyerobotan lahan oleh
PTPN VII.
Rentetan Teror dan Kekerasan
Terbaru
Di dalam perjalanan perjuangannya,
Jakarta, 27-29 Maret 2014
LAPORAN KEGIATAN
MEI 2014 | FKMA | 09
1
5
7
10 | FKMA | Mei 2014
komunitas-komunitas yang tergabung di
dalam FKMA terus menghadapi
berbagai bentuk teror dan kekerasan,
baik dari korporasi ataupun negara. Di
Jawa Tengah misalnya, (1) FPPKS-
Kebumen yang pada April Tahun 2011
diserang TNI AD kembali dihadapkan
dengan tindakan pemagaran sepihak
oleh TNI AD pada tahun 2013 di areal
wilayah pertanian warga, (2) Fornel dan
PMB-Jepara yang pada tahun 2006
dihadapkan dengan rencana pem-
bangunan PLTN kembali diteror
dengan proyek pertambangan pasir besi
dan berujung pada pengkriminalisasian
terhadap 15 warga pada tahun 2012. (3)
SPBS dan Geram-Blora dihadapkan
dengan tindakan pengusiran oleh
Perhutani terhadap warga pada tahun
2014 dari areal pertanian dan pemuki-
mannya. Sementara di Yogyakarta, (4)
PPLP-Kulon Progo yang pada tahun
2011 dihadapkan dengan kasus krimi-
nalisasi seorang petani oleh korporasi
pertambangan kembali mendapatkan
teror kriminalisasi yang serupa terhadap
4 orang warganya pada tahun 2013. (5),
ARMP-Bantul yang hingga saat ini
dihadapkan dengan teror penggusuran,
kembali mendapatkan tindakan serupa
pada tahun 2013, berupa penghancuran
unit-unit usaha ekonomi warga.
Dari situasi ini FKMA mereflek-
sikan bahwa tidak ada jalan lain selain
menyerahkan perjuangan kepada keko-
kohan bangunan gerakan mandiri
sebagai strategi perlawanan. Selain
kerapnya muncul ragam kepentingan
dari pihak luar sekaligus liciknya musuh
yang bisa melemahkan gerakan semakin
mempertegas sikap untuk memilih ge-
rakan di luar jalur-jalur yang parlemen-
tariat. FKMA meyakini bahwa mandiri
tak berarti sendiri, maka dari itu
solidaritas sesama gerakan akar rumput
merupakan suatu keharusan dan telah
terbukti menguatkan gerakan sehingga
harus tetap dirajut erat.
Sekolah Tani FKMA Sebagai Ruang
Konsolidasi Gerakan Agraria
Mandiri
Selain menghasilkan pernyataan
sikap, Kongres II FKMA mengama-
natkan diselenggarakannya kerja-kerja
strategis Forum, baik yang terencana
maupun insidental. Adapun salah satu
kerja strategis FKMA saat ini adalah
penyelenggaraan sekolah tani. Sekolah
tani akan mulai diselenggarakan dalam
beberapa gelombang. Gelombang per-
tama direncanakan terselenggara per-
tengahan April 2014 nanti di Kebumen
dengan tuan rumah FPPKS. Gelom-
bang kedua direncanakan terselenggara
di Pati dengan tuan rumah Sedulur
Sikep dan JMPPK.
Sekolah tani tersebut diharapkan
bisa menjadi ruang saling belajar sesama
akar rumput sendiri, baik dalam mem-
pertajam pemahaman kasus sesuai per-
kembangan kekinian, mempererat seka-
ligus meluaskan solidaritas perlawanan,
menyusun narasi pengalaman dan pe-
ngetahuan seputar gerakan dan kehidu-
pan mereka sendiri, maupun dalam me-
rancang skema moda ekonomi agrari-
kultur bersama yang berkelanjutan dan
berkeadilan.
Sebagaimana prinsip gerakan FK-
MA, sekolah tani diusahakan dengan
tetap memperluas solidaritas. Kegiatan
penggalangan dana (fundrising) sekolah
tani yang diadakan di Jakarta saat ini
diniatkan sebagai penggalangan soli-
daritas kepada masyarakat luas, bahkan
yang tidak mempunyai keterikatan
langsung dengan kasus yang dihadapi
komunitas anggota FKMA. Selain
sebagai usaha mengumpulkan dana,
kegiatan fundrising akan diisi dengan
diskusi buku Menanam Adalah Mela-
wan! karya Widodo (PPLP-KP) dan
diskursus gerakan agraria serta apresiasi
berbagai karya seni para solidaritas
FKMA yang mengkampanyekan ber-
bagai kasus yang dihadapi FKMA. Se-
hingga kegiatan fundrising ini tidak
melulu mengumpulkan uang, tetapi
sekaligus merefleksikan konflik agraria
dan perjuangan akar rumput dalam
mempertahankan ruang hidup melalui
diskusi dan berbagai karya seni kontem-
porer.

Seruan dan Pernyataan
Sebagai penutup, FKMA dengan ini
menyerukan dan menyatakan sikap
berupa :
1. Melawan segala bentuk penindasan
danketidakadilan akibat kejahatan
korporasi, negara dan persengkokol-
an ke-duanya dalam pengurusan sum-
berdaya alam/agraria.
2. Memaksa pemerintah untuk meng-
hentikan kriminalisasi serta mem-
bebkan petani dan pejuang hak-hak
rakyat dari tahanan akibat konflik
agraria.
3. Memerintahkan kepada Presiden RI
dan jajaran penyelenggara negara un-
tuk mewujudkan hak-hak rakyat atas
sumberdaya agraria/ruang hidup.
4. Menolak proyek pembangunan
MP3EI
5. Mendesak Kapolri untuk mem-
bebaskan seluruh petani-anggota Fo-
rum Rakyat Bersatu Sumatera Utara
(FRB SU) yang saat ini masih di tahan.
6. Menyerukan dan mengajak sema ele-
men masyarakat sipil untuk mendu-
kung perjuangan gerakan akar rum-
put menuju gerakan yang mandiri.
7. Mendesak negara untuk menyelidiki
upaya manipulasi Perjanjian Pele-
pasan Pengalihan dan Hak Garap,
Lahan Garapan serta Tanaman Gara-
pan oleh pihak PT. Jogja Magasa
Iron yang merugikan petani Kulon
Progo (Desa Karang Wuni).
8. Hentikan rencana pertambangan
pasir besi Kulon Progo yang telah
berdampak pada terciptanya konflik
horizontal dan memunculkan teror
terhadap 4 Kepala Keluarga Desa
Karang Wuni (yang menolak menjual
tanah kepada pihak pertambangan).
Di dalam
perjalanan
perjuangannya,
komunitas-
komunitas yang
tergabung di dalam
FKMA terus
menghadapi
berbagai bentuk
teror dan
kekerasan, baik dari
korporasi ataupun
negara.
SOLIDARITAS MENEMBUS BATAS
MEI 2014 | AKAR RUMPUT | 11
1 4
3
8 4 5
MEI 2014 | FKMA | 11
Penggalangan
Dana Untuk
Sekolah Tani
FKMA
1. Musik Solidaritas dari
Talamariam. 2. Lapak benefit dari
berbagai kolektif dan individu.
3. Diskusi 4. Pameran karya seni.
5. Masak-memasak.
onflik panjang di Urutsewu kian
Kmenunjukkan posisi Negara yang
lebih berpihak kepada kapital [dan
militer] alih-alih rakyat. Gubernur Jawa
Tengah, Ganjar Pranowo, misalnya,
April lalu menegaskan agar TNI segera
menyelesaikan sertifikasi tanah Urut-
sewu, sementara pemerintah pusat me-
nganggarkan dana sertifikasi atas tanah
yang telah puluhan tahun ditinggali
warga. Konflik bermula saat TNI AD
mengklaim secara sepihak tanah warga
uluhan nelayan Indramayu men-
derita luka-luka cukup serius dan P
puluhan lainnya ditahan di Markas
Kepolisian Indramayu, Jawa Barat, pada
17 Februari lalu. Insiden bermula saat
sekitar 3000 nelayan yang tergabung
dalam Front Nelayan Bersatu (FNB)
melakukan aksi unjuk rasa di kantor PT
Pertamina, Balongan. Pengunjuk rasa
menuntut agar kesepakatan antara Dit-
jen Migas, Ditjen Perikanan Tangkap,
BPH Migas, dan PT Pertamina terkait
pemberian subsidi bahan
bakar mi nyak (BBM)
untuk kapal nelayan di
atas 30 GT, segera dilaksa-
nakan. Kepolisian Resor
Indramayu yang bertugas
melakukan pengamanan
kemudi an mel akukan
pembubaran paksa kepada
pengunjuk rasa menggu-
nakan kekerasan. Lem-
baga Bantuan Hukum
(LBH) Bandung mengu-
tuk tindakan semena-
mena yang dilakukan oleh
aparat, serta mendesak Pe-
Aparat Represif
di Indramayu
17 Feb, 2014
Intimidasi Militer
di Urutsewu
Apr, 2014
dengan alasan pertahanan militer, lalu
pada 2008 menyetujui penggunaan
tanah tersebut sebagai area penam-
merintah, Kapolri, dan Komnas HAM
agar melakukan penyidikan ihwal
dugaan pelanggaran hak asasi manusia
untuk berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat yang dijamin
oleh Undang-Undang.
bangan pasir besi. Padahal,
TNI sama sekali tidak punya
wewenang untuk memberi
izin hak atas tanah. Dalih
pertahanan untuk mem-
bungkus praktek bisnis
adalah hal yang lazim men-
jadi pangkal konflik tanah
rakyat versus militer. Semen-
tara, rakyat pesisir selatan
Kebumen masih berusaha
bertahan dan menolak pro-
ses pemagaran yang terus
dilakukan TNI. Konflik
antara warga dan TNI per-
nah mencuat pada April
2011 dalam bentrokan yang menyebab-
kan belasan warga luka-luka akibat
tembakan atau pukulan popor senjata.
KABAR DARI KAWAN
12 | FKMA | Mei 2014
ARI DELI SERDANG SAMPAI KAMAMORA, DARI PELOSOK BARAT
hingga daerah timur nusantara, di awal tahun 2014 ini kita bisa melihat bagai-
mana proses pencaplokan ruang-ruang hidup bukan hanya terjadi di sekitar
rumah kita, tetapi juga terjadi di tanah-tanah seantero Nusantara. Entah lewat D
tuduhan penebangan pohon, teror pengrusakan rumah, atau sertifikasi tanah ulayat, kawan-
kawan lain di pelosok negeri terus-menerus mendapat rongrongan dari korporasi yang dijaga
institusi negara untuk secepat mungkin merelakan tempat hidup mereka berpindah tangan.
Keringat boleh mengalir, darah bisa mencucur, tapi perjuangan tanpa kenal lelah oleh mereka
yang bernasib sama semoga dapat terus memberi inspirasi dan kabar bahwa kita tak pernah
sendirian!
MEI 2014 | FKMA | 13
jukkan mata air, gua, dan sungai bawah
tanah yang berlimpah di Kawasan Warst
Watuputih harus dilindungi. Jika di-
teruskan, maka kehancuran sumber
ada 27 Januari 2014 sore, 13 orang
petani Dongi-Dongi dan Kama- P
mora, Kecamatan Palolo, Kabupaten
Sigi, Sulawesi Tengah; diculik dari ladang
yang tengah mereka garap oleh aparat
gabungan dari TNI, Polri, Polisi Hutan
dari Perhutani, dan petugas Taman Na-
sional Lore Lindu (TNLL). Tanpa diser-
tai surat penangkapan, kesewanang-
wenangan ini juga disertai penyisiran
rumah-rumah petani dan penyitaan per-
alatan bercocok tanam. Para petani yang
merupakan anggota Forum Petani
Merdeka (FPM) ini dituding telah me-
lakukan penebangan pohon secara ilegal
di kawasan Taman Nasional, yang
sekaligus merupakan tempat tinggal
mereka. Ironisnya, insiden penculikan
terjadi bersamaan dengan berlangsung-
nya pembukaan Kongres FPM yang
turut dihadiri oleh wakil bupati Sigi.
Aksi penculikan disertai intimidasi
dan kekerasan semacam ini sesungguh-
nya selalu terjadi tiap kali FPM meng-
gelar kongres. Diduga aksi ini terkait
rencana pihak TNLL yang sudah sejak
lama hendak merelokasi para petani dari
kawasan hutan Taman Nasional Lore
Lindu. Padahal para petani di kawasan
Dongi-dongi dan Kamamora mulai me-
nempati wilayah yang menjadi Taman
Nasional ini, karena dipindahkan dari
kampung halaman mereka di pegu-
nungan sebelah barat Palu atas instruksi
pemerintah pada tahun 1970an.
Solidaritas sontak digalang oleh para
petani yang tergabung dalam Koalisi
Forum Petani Merdeka. Keesokan hari-
nya, setidaknya 2000 petani Dongi-
Dongi dan Kamarora mendatangi kan-
tor TNLL di kota Palu, Sulawesi Tengah.
Pernyataan solidaritas juga ditegaskan
oleh para petani Kulonprogo, Yogya-
karta yang sedang berjuang menggagal-
kan proyek penambangan pasir besi di
daerahnya. Aksi penculikan sejenis juga
pernah dialami oleh Tukijo, seorang
petani pejuang di Paguyuban Petani
Lahan Pantai (PPLP) Kulonprogo yang
berbuntut dijebloskannya Tukijo selama
3 tahun ke dalam penjara lewat proses
peradilan yang jauh dari rasa keadilan.
Menurut kabar, para petani Dongi-
Dongi dan Kamamora akhirnya dibe-
baskan pasca demonstrasi besar-besaran
tersebut. Meski demikian bukan berarti
konflik warga melawan pihak TNLL
usai. Pengebirian gerakan tani dan pen-
culikan terhadap kaum tani sebagai ben-
tuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap
perjuangan petani masih akan terus ter-
jadi, dimanapun. Kekuatan massa, tidak
bisa dipungkiri, merupakan salah satu
strategi yang tidak bisa ditawar.
engan dukungan pemerintah
Kabu-paten Rembang, tidak D
kurang dari PT. Semen Indonesia, PT.
Sir, dan PT. GMM terus melanjutkan
penambangan di wilayah pegunungan
Kendeng, sementara proses pendirian
pabrik baru seperti Bosowa terus ber-
gulir. Padahal, penolakan bertubi-tubi
lantang dilontarkan oleh warga dan
aktivis lingkungan. Penelitian menun-
Tolak Pabrik Semen
Di Pegunungan
Kendeng!
27 Jan, 2014
daya air, kerusakan ekosistem,
serta hilangnya lahan pertanian
secara drastis yang akan ber-
dampak kepada ketahanan pa-
ngan hanya tinggal menunggu
waktu. Lebih lanjut, pengguna-
an lahan Perhutani untuk ke-
pentingan tambang jelas telah
mengingkari moratorium yang
telah disepakati oleh Presiden
RI, apalagi dalam prosesnya
banyak terjadi ketidakadilan
dan tidak adanya transparansi,
yang berujung pada peram-
pasan hak rakyat. Secara sepihak pula,
masyarakat yang tak henti melancarkan
protes, selalu diklaim telah bersepakat
dengan rencana pembangunan ini.
Aksi Penculikan Petani Dongi-Dongi
dan Kamamora
27 Jan, 2014
LSM di Blora. Surat itu juga ditem-
buskan kepada Komnas HAM yang di-
antarkan langsung ke Jakarta.
Kasus perampasan lahan warga Du-
kuh Jambeyan, Desa Tanggel, Kecama-
tan Randublatung yang dilakukan oleh
pihak Perhutani dengan melibatkan
aparat desa ini menyerobot setidaknya 5
hektar lahan yang dimiliki oleh 12
petani. Pal-pal tanda batas dipindahkan
secara sepihak dari tempat asalnya
hingga merangsek masuk ke wilayah
tanah pemajakan lahan garapan warga
sampai 50 meter. Padahal tanah tersebut
erhutani lagi-lagi melakukan aksi
perampasan tanah warga. Seorang P
warga Randublatung, Blora, Jawa
Tengah; Suwono (68 tahun) menuliskan
surat pengaduan tertanggal 1 Desember
2013 yang menyatakan tuntutan para
petani terkait pengembalian hak atas
tanah garapan yang dirampas agar
segera diselesaikan. Surat itu ditujukan
kepada Bupati Blora dengan tembusan
kepada Camat Randublatung, Kepala
Desa Tanggel, Kapolres Blora, Ka-
polsek Randublatung, Danramil Randu-
blatung, DPRD Blora, dan beberapa
sudah digarap selama puluhan tahun,
serta sudah tercatat hak kepemilikannya
dan terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak.
Semenjak Suwono mengadukan
kejadian ini, alih-alih tanggapan dan
perlindungan yang didapat, justru inti-
midasi tak henti diterima oleh warga
Randublatung. Mulai dari ancaman lisan
dari mantri Perhutani yang akan me-
menjarakan petani yang berani meng-
garap lahan tersebut hingga teror peng-
rusakan rumah dan aksi kekerasan
tabrak lari oleh orang tak dikenal. Untuk
menyelamatkan diri, Suwono dan istri-
nya yang mengalami trauma hingga
jatuh sakit harus mengungsi.
Pada 10 Januari 2014, tanpa meng-
hadirkan para petani, pihak Perhutani
dan Polres Blora tiba-tiba melakukan
survey di lokasi pematokan tanah yang
tak lain merupakan lokasi lahan Mbah
Suwono dan 11 petani lainnya. Meski ti-
dak diundang, Suwono menjadi satu-
satunya pihak petani yang datang untuk
menyaksikan. Ditengarai para petani
lain takut untuk datang terkait ancaman
dan teror yang mereka terima. Menge-
tahui kehadiranya, Suwono langsung
dihardik dan ditantang oleh anggota dari
kedua instansi tersebut untuk membawa
gugatannya ke pengadilan. Hingga kini,
ancaman dan teror masih menghantui
para petani Desa Tanggel lainnya. Tidak
rela berdiam diri, Suwono pun menda-
tangi kantor Komnas HAM RI di Jakarta
untuk mengadukan ketidakadilan ini
pada 27 Januari 2014 lalu.
nsiden Deli Serdang Berdarah
bermula saat Forum Rakyat Bersatu I
Sumatera Utara (FRBSU) bermaksud
menuntut pemerintah agar segera me-
ngembalikan tanah leluhur mereka di
wilayah Deli Serdang yang telah dikuasai
oleh PTPN II selama puluhan tahun.
Niatan para petani ini disambut dengan
kekerasan dan penganiayaan yang di-
lakukan aparat kepolisian dengan secara
paksa membubarkan rencana aksi
demonstrasi tersebut pada 19
Februari 2014. Situasi semakin
memanas saat seorang petani
yang tengah mendokumentasi-
kan peristiwa tersebut dihajar
oleh puluhan polisi. Pengacara
FRBSU yang berusaha mene-
ngahi perseteruan itu, justru
mendapat bogem mentah dari
aparat, sementara barang-barang
pribadinya dirampas. 24 petani
anggota FRBSU ditangkap pasca
insiden ini. Hingga 25 April 2014
lalu, 6 orang telah di-bebaskan,
sementara 18 orang sisanya
masih ditahan di Polda Sumut.
Insiden Deli Serdang
19 Feb, 2014
Perhutani Merampas Tanah
Warga Randublatung
1 Des, 2013
14 | FKMA | Mei 2014 MEI 2014 | FKMA | 15
Saya ingin menemui Widodo, petani
semangka dari Desa Garongan, yang
terletak di Kecamatan Panjatan, men-
jelang siang itu. Rumah Widodo ditem-
puh sekitar 15 menit dengan ojek dari
Terminal Wates, tempat pemberhentian
terakhir si bus butut. Perjalanan dari
terminal Giwangan ke Terminal Wates
sendiri, memakan waktu lebih dari 1,5
jam. Ini adalah kali pertama kami ber-
temu, setelah sebelumnya saya mene-
leponnya dari Jakarta. Widodo beram-
but agak gondrong. Tubuhnya gemuk,
berkulit sawo matang. Dia juga memakai
anting, gelang dan kalung. Usianya kini
35 tahun.
Siang itu, Widodo bercerita
dengan batuk yang tak kunjung berhenti
tentang perlawanan para petani ter-
hadap operasi pertambangan pasir besi.
Mereka tergabung dalam wadah Pagu-
yuban Petani Lahan Pantai (PPLP), yang
berdiri sejak April 2006. Dari sinilah,
Sukarman dari Desa Bugel, turut
menggerakkan seluruh kelompok tani.
Dari sini pula, Tukijo asal Desa Karang-
sewu, yang kelak dipenjara, terus mela-
Jejak Hitam Keraton
di Kulonprogo
wan akibat ancaman pengerukan di
sepanjang lahan pesisir. Ini adalah lahan
yang digunakan para petani untuk me-
nyokong hidup mereka selama ini.
Pertanian, memang satu sektor yang
menopang ekonomi kabupaten dengan
12 kecamatan tersebut. Pada 2011
misalnya, sekitar 23 persen produk
domestik regional bruto Kulonprogo
disumbang dari hasil bercocok tanam.
Ada tanaman pangan, palawija hingga
buah-buahan. Total populasi penduduk
di kabupaten tersebut mencapai lebih
dari 388.000 dengan hampir separuhnya
bekerja di sektor pertanian. Namun
dengan munculnya pertambangan pasir
besi, keadaan mulai berubah.
Warung itu sempat dirusak sebe-
lumnya oleh kelompok yang mendu-
kung tambang pasir besi. Mereka datang
dengan membabi buta, katanya, me-
nunjuk warung makan di seberang
rumahnya. Mereka juga membakar pos-
pos ronda dan rumah warga yang tak
bersalah.
Saya melihat warung makan Bu Kus.
Nama itu diambil dari kata Kusmini, ibu
kandung Widodo. Saya juga menyak-
sikan Kusmini ikut membersihkan
kangkung di teras rumah anaknya sebe-
lum dijual ke pasar. Rumah ibu dan anak
tersebut memang berdekatan. Hanya
dipisahkan oleh jalan beraspal di
tengahnya. Ayah kandung Widodo, Su-
marjo juga asyik bermain dengan cucu
laki-lakinya. Saya mulai menikmati sua-
sana Desa Garongan siang itu. Ada kete-
nangan di sana.
Perusakan yang dimaksud Widodo
terjadi pada suatu pagi di bulan Oktober
2008. Mereka diduga merupakan ke-
lompok yang mendukung beroperasi-
nya pertambangan pasir besi. Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) mencatat empat pelakunya
divonis hukuman 6 bulan, namun tak
diketahui siapa dalangnya hingga kini.
Kegaduhan di kalangan para petani
memang bermula sepanjang 2006-
2007. Ini setelah Bupati Kulonprogo
periode 2001-2006, Toyo Santoso Dipo
menerbitkan izin Kuasa Pertambangan
untuk PT Jogja Magasa Mining (JMM)
pada Oktober 2005. Areanya mencapai
4.076 hektare yang mencakup empat
kecamatan: Galur, Panjatan, Temon dan
Wates. PT JMM adalah perusahaan yang
didirikan keluarga keraton, yakni
BRMH Hario Seno, GBPH Joyoku-
US KECIL BUTUT YANG SAYA tumpangi
mulai meninggalkan Terminal Giwangan,
Yogyakarta pada suatu pagi di bulan Agustus.
Kursinya tak empuk. Joknya pun sobek di
sana-sini. Penumpang saat itu tak lebih dari B
sepuluh orang. Ada yang diam saja. Ada pula yang mem-
baca suratkabar. Si supir sudah menyetel musik kencang-
kencang sebelum keberangkatan. Jenisnya, lagu-lagu
populer periode 1990-an: Bintang Kehidupan dari Nike
Ardilla, Hati Yang Luka milik Betharia Sonata, hingga Suci
dalam Debu dari Iklim, grup musik asal Malaysia. Di tengah
musik yang menderu, saya pun memikirkan tempat tujuan
kali ini: Kabupaten Kulonprogo. Di sanalah, konflik
pertambangan pasir besi sejak 7 tahun lalu, masih tersisa.
CATATAN PERJALANAN
Oleh: Anugerah Perkasa
Saat Ulang Tahun PPLP-KP,warga
mempertunjukan berbagai hasil pertanian dari
lahan pesisir.
sumo dan GKR Pembayun.
Nama terakhir adalah putri sulung
dari Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan
Hamengkubuwono X. Masalahnya,
lahan di pesisir pantai itu juga bagian
dari tanah milik Kadipaten Pakualaman,
salah satu kekuatan feodal yang
berdampingan dengan Kasultanan.
Sejak 2003, Sri Paku Alam IX sendiri
menjadi Wakil Gubernur Yogyakarta,
mendampingi Sri Sultan Hamengku-
buwono X. Keduanya ditetapkan kem-
bali menjadi pemimpin provinsi ter-
sebut untuk periode 20122017.
Kami terkejut dengan kabar yang
berhembus saat itu. Ironisnya, yang
menyediakan modal lokal justru keluar-
ga orang nomor satu di provinsi Yogya-
karta, kata Widodo. Orang yang selama
ini kami anggap baik, ternyata sama saja
dengan orang lain. Memiliki nafsu untuk
menindas.
PT JMM juga menggandeng Indo
Mines Limited, yang berbasis di Perth,
Australia untuk mengerjakan proyek pa-
sir besimenjadi bungkah besi sebagai
bahan baku pembuat bajadi pesisir
pantai Kulonprogo. Keduanya sepakat
membentuk perusahaan bernama PT
Jogja Magasa Iron (JMI) pada Septem-
ber 2008, dengan porsi kepemilikan
saham 70 persen dimiliki perusahaan
asal Negara Kangguru tersebut. Peme-
rintah Indonesia akhirnya menan-
datangani Kontrak Karya dengan PT
JMI, yang memiliki konsesi seluas
2.987 hektare, dua bulan setelahnya.
Wilayah itu mencakup tiga kecamatan
dengan enam desa. Ini terdiri dari Desa
Banaran dan Karangsewu (Kecamatan
Galur; Desa Bugel, Garongan, dan
Plered (Kecamatan Panjatan; serta Desa
Karangwuni (Kecamatan Wates).
Lahan tepi pantai yang akan diguna-
kan untuk eksploitasi pasir besi adalah
sepanjang 22 kilometer dengan lebar 1,8
kilometer. Investasi dalam proyek
tersebut diperkirakan mencapai lebih
dari US$1,1 miliar. PT JMI pun diwajib-
kan untuk membayarkan 1,5 persen dari
total penjualan ke pemerintah kabupa-
ten selama 10 tahun pertama. Perusa-
haan akhirnya memulai tahap konstruk-
si. Ada pabrik konsentrator di Desa
Karangwuni. Lahan yang mulai dibeli
secara bertahap. Tenaga kerja berdata-
ngan.
Pada tahap awal, perusahaan beren-
cana menambang sekitar 150.000 ton
pasir besi per bulannya dengan kandu-
ngan pra-konsentrat maupun konsen-
trat masing-masing sebesar 35 persen
Fe dan 55 persen Fe. Tetapi, ada pula
protes petani yang berkepanjangan. Ini
yang membuat PT JMI pernah memin-
ta pemerintah Kabupaten Kulonprogo
untuk mengatasi persoalan tersebut. Ini
juga terkait dengan target produksi.
Pada 2016, perusahaan tersebut beren-
cana menghasilkan 1 juta ton bungkah
besi dari 2 juta ton konsentrat pasir besi.
Pasar baja sendiri tengah tumbuh di
Cina dan India.
Kekhawatiran para penduduk telah
menjadi perhatian kami terkait dengan
pengaruh tambang, kata Phil Walter,
Direktur Pelaksana PT JMI, akhir De-
sember 2008. Pertambangan di lahan
pertanian hanya dilakukan ketika ada
pemahaman bersama antara petani dan
PT JMI.
Kawasan pesisir merupakan bagian
dari gugusan gumuk yang berfungsi
sebagai benteng terhadap ancaman Tsu-
nami, kata Supriyadi, Ketua PPLP
dalam suratnya, Februari 2011. Pertam-
bangan pasir besi akan menyebabkan
jasa lingkungan kawasan itu hilang.
Masalahnya, pasir besi di pesisir
selatan sudah terlanjur dianggap komo-
ditas yang sangat berharga. Kandungan
pasir besi di Kulonprogo, ternyata tak
hanya mengandung titanium, melainkan
vanadanium. Bahan tersebut biasanya
diproduksi untuk logam anti karat dan
16 | FKMA | Mei 2014
Masalahnya, pasir besi di pesisir
selatan sudah terlanjur dianggap
komoditas yang sangat berharga.
Kandungan pasir besi di Kulonprogo,
ternyata tak hanya mengandung
titanium, melainkan vanadanium.
Bahan tersebut biasanya diproduksi
untuk logam anti karat dan peralatan
yang berkecepatan tinggi
MEI 2014 | FKMA | 17
JEJAK HITAM KERATON DI KULONPROGO
peralatan yang berkecepatan tinggi. Ini
macam tank dan pesawat ulang-alik.
Dalam situs resmi Kabupaten Kulon-
progo, Gubernur Yogyakarta Sri Sultan
Hamengkubuwono X menyatakan pasir
besi di pesisir Selatan, memiliki nilai
yang sangat tinggi.
Di dunia ini, pasir besi yang punya
kandungan vanadium secara baik hanya
di Meksiko dan Indonesia, di Yogya-
karta, kata Sri Sultan dalam kunjungan
kerja ke kabupaten tersebut pada Maret
2010. Pasir besi di pesisir selatan dapat
dikatakan emas hitam, karena harganya
bisa lipat seribu dibandingkan besi
biasa.
Ini belum lagi ditambah dengan data
dari Jakarta. Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis
data cadangan terbukti pasir besi di
seluruh Indonesia mencapai 5 juta ton.
Sedangkan sumber daya komoditas itu
jauh lebih besar lagi, yakni mencapai
1,66 miliar ton. Apalagi, demikian ke-
menterian tersebut, pertumbuhan in-
vestasi di sektor mineral dan batubara
selama 20092011 mengalami pening-
katan. Dari sekitar USS2,2 miliar
menjadi USS3,4 miliar. Pertambangan
j uga t er masuk dal am program
Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI), suatu proyek konektivitas
koridor ekonomi, hingga 2025.
Melalui keterangan resminya, peme-
rintah berencana mengembangkan
delapan program utama dalam proyek
jangka panjang tersebut. Ini terdiri dari
pertanian, pertambangan, energi,
industri, kelautan, pariwisata, telema-
tika, dan pengembangan kawasan
strategis. Kedelapan program utama
tersebut juga mencakup 22 kegiatan
ekonomi yang disesuaikan dengan
potensi dan nilai strategis dalam koridor
bersangkutan.
Mineral sebagai sumber tak ter-
barukan, seharusnya untuk keuntungan
optimal masyarakat, kata Thamrin
Sihite, Direktur Jendral Mineral dan
Batubara Kementerian ESDM, dalam
presentasinya. Masalah utamanya ada-
lah mentransformasikan keuntungan
tersebut ke basis yang berkelanjutan.
Rencana besar Jakarta rupanya tak
jauh berbeda dengan tataran lokal.
Proyeksi itu sejalan dengan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Kabu-
paten Kulonprogo periode 2005
2025, yang memasukkan pertambangan
pasir besi di dalamnya. Tentunya, ini
juga tak berdiri sendiri. Di kawasan
selatan itu pula, akan dibangun jalan
lintas selatan, bandar udara interna-
sional dan pelabuhan, kawasan ekonomi
khusus hingga pabrik baja. Kebutuhan
lahan berskala besar, suka tak suka, tak
bisa dihindari.
Tetapi itu belum cukup.
Peraturan Daerah Kabupaten Kulon
Progo No.1/2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Kulon
Progo Tahun 2012-2032, bahkan
mengatur rinci soal pertambangan
untuk pelbagai jenis. Aturan yang
disahkan pada Februari 2012 itu
memaparkan soal Kawasan Peruntu-
kan Pertambangan (KPP)mineral
dan batubara, panas bumi serta minyak
dan gas bumiyang tersebar pada ham-
pir seluruh kecamatan. Mari melihat
beberapa di antaranya. KPP untuk
mineral logam emas, barit, dan galena,
misalnya, dapat ditemukan di dalam
Kecamatan Kokap. Sedangkan untuk
mineral mangaan, dapat dieksplorasi di
Kecamatan Girimulyo, Kecamatan Ka-
libawang, Kecamatan Kokap, Kecama-
tan Nanggulan, Kecamatan Pengasih,
dan Kecamatan Samigaluh.
Pasir besi sendiri, akan dijumpai
Melimpahnya hasil buah semangka di ladang petani pesisir Kulonprogo
pada Kecamatan Galur, Kecamatan
Panjatan, Kecamatan Temon, dan
Kecamatan Wates. Ada pula yang
mengejutkan. Pertambangan batubara
di Kulonprogo juga akan dapat
ditemukan pada Kecamatan Girimulyo
dan Kecamatan Nanggulan, sementara
panas bumi dan migas akan dapat digali
di seluruh kecamatan. KPP tersebut,
belum termasuk wilayah pertambangan
untuk mineral bukan logam: pasir
kuarsa, fosfat, batu gamping, marmer
hingga bentonit.
Proyek-proyek massif tersebut tak
lama lagi, benar-benar hadir di tengah-
tengah kehidupan para petani lahan
pantai. Mungkin saja akan hadir di sela-
sela Kusmini tengah membersihkan
kangkung di teras rumahnya. Di antara
waktu Sumarjo bermain dengan cucu
kesayangannya. Kulonprogo di masa
mendatang, saya kira, adalah Kulon-
progo yang akan dikelilingi dengan pel-
bagai eksploitasi pertambangan dan
pembangunan raksasa di seluruh pen-
juru.
Jawa bagian Selatan akan habis, kata
Widodo.
Tujuh Pekerja PT Jogja Magasa Iron
(JMI) baru saja pulang dari kantornya
pada suatu sore, April 2011. Ada yang
mengendarai sepeda motor atau yang
berboncengan. Mereka akan melintasi
jalan Gupit, Desa Karangsewu saat itu.
Ketika mendekati gedung pelelangan
cabai, ketujuhnya disetop oleh beberapa
warga. Sebagian mereka memasang por-
tal dari bambu sehingga ketujuh karya-
wan itu tak bisa menembus jalan ter-
sebut. Ada yang menghentikan sepeda
motornya. Ada pula yang berbalik arah
ingin meloloskan diri, namun gagal.
Ketujuhnya kemudian dipaksa masuk ke
dalam gedung pelelangan. Mereka du-
duk di atas tikar.
Tukijo, salah satu petani Karang-
sewu, meminta para karyawan tersebut
untuk tak lagi melewati jalan Gupit dan
berhenti bekerja di perusahaan pertam-
bangan pasir besi. Dia juga meminta
Basroni, salah satu karyawan, untuk
menandatangani surat pernyataan,
sesuai dengan permintaan warga.
Ora lewat dalan Gupit, ora kerja
neng pasir besi! kata Tukijo, seperti
18 | FKMA | Mei 2014
tertera dalam putusan pengadilan.
Surat perjanjian itu pun diteken
Basroni. Mungkin, gara-gara ini pula
Tukijo dijadikan target operasi kepoli-
sian, sebulan kemudian. Saat itu Tukijo
tengah beristirahat usai mengurus
tanamannya. Awalnya, dia diminta ma-
suk ke dalam mobil oleh sejumlah aparat
kepolisian. Alasannya, salah satu ko-
mandan mereka ingin berbicara. Namun
tiba-tiba saja, aparat keamanan itu
menciduknya dan memacu mobil cepat-
cepat. Tujuannya kali ini: Markas
Kepolisian Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta. Tukijo diperiksa hingga
akhirnya didakwa merampas kemerde-
kaan orang lain: para pekerja perusaha-
an pasir besi.
Masalah pasir besi sepanjang 2009
2011 memang memicu protes dan
demonstrasi yang bergelombang. Dari
Kulonprogo hingga Melbourne, Aus-
tralia. Kasus Tukijo macam mencapai
titik klimaks. Namun pada Agustus
2011, majelis hakim Pengadilan Negeri
Wates akhirnya menjatuhkan hukuman
3 tahun penjara terhadapnya. Dia pun
dipenjara di Lembaga Pema-syarakatan
(LP) Kelas II B Wates dan berakhir di
LP Wirogunan, Yogyakarta. Saya mene-
muinya pada awal Agustus lalu.
Tukijo berperawakan kurus. Tulang
pipinya menonjol. Kulit sawo matang-
nya dibungkus baju khas tahanan. Dia
mencopot sepatu botnya. Kami duduk
di atas karpet dalam ruang tamu khusus
tersebut. Saya melihat belasan pasangan
lainnya. Ada orangtua dengan anaknya.
Sebagian terlihat sedih. Sebagian lagi
asyik bercerita. Ada pula yang tengah
kasmaran: melihat pasangannya lekat-
lekat dan saling berpegangan.
Cerita Tukijo pada pagi itu, menya-
darkan saya tentang beratnya tantangan
yang mereka hadapi selama ini. Di
antaranya, lagi-lagi adalah soal aturan.
Misalnya, Peraturan Daerah tentang
Tata Ruang Provinsi Yogyakarta untuk
20092029, yang disahkan pada Maret
2010. Salah satu soal adalah penggunaan
area untuk kawasan pertambangan.
Kegiatan tersebut akan dapat dilakukan
di sepanjang area pertanian, permuki-
man pedesaan, kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil serta kawasan rawan
bencana alam.
Tak hanya itu. Peraturan tersebut
juga menetapkan dua kawasan pertam-
bangan yang akan digunakan di masa
mendatang: Kabupaten Gunungkidul
dan Kabupaten Kulonprogo. Wilayah
Gunungkidul akan digunakan sebagai
tempat pertambangan batu kapur dan
kaolin, sedangkan Kulonprogo untuk
emas, mangaan dan pasir besi. Atau mari
melihat UU No.13/2012 tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogya-
karta.
Dalam soal pertanahan, demikian
aturan tersebut, baik Kasultanan meru-
pakan Kadipaten dianggap sebagai
badan hukum yang memiliki hak milik
atas tanah. Dua kekuasaan itu juga bisa
menetapkan kerangka umum kebijakan
tata ruang tanah atas lahannya masing-
masing sesuai dengan keistimewaan
Yogyakarta.
Dua aturan tersebut, saya kira, men-
jadi tantangan tersendiri bagi para petani
di pesisir pantai. Tak terasa, waktu kun-
jungan pada pagi itu sudah habis. Tukijo
yang kelak dibebaskan pada awal
Oktobertak henti-hentinya menceri-
takan tentang ketidakadilan yang
dialaminya. Pembicaraan kami disela
oleh petugas penjara.
Apa yang akan Anda lakukan setelah
bebas? kata saya.
Tetap bertani dan menolak pasir
besi.
Tukijo mungkin orang yang tidak
cepat berubah. Namun, banyak yang
terjadi dalam 1 tahun terakhir. Menje-
lang akhir 2012 misalnya, Indo Mines
Limited tak lagi menguasai saham PT
JMI karena dibeli oleh Grup Rajawali.
Ini merupakan kelompok bisnis raksasa
Hanya ada dua hal yang tak
bisa hidup di lahan pesisir.
Mayat dan tambang pasir besi
MEI 2014 | FKMA | 19
JEJAK HITAM KERATON DI KULONPROGO
milik Peter Sondakh. Saham sebesar
57,12 persen milik perusahaan asal
Australia tersebut dibeli secara bertahap
dengan dana hingga mencapai lebih dari
Aus$50 juta. Kelompok bisnis itu bu-
kanlah pemain baru, walaupun sempat
turun-naik dihantam krisis moneter
pada 1998.
Pada Desember 2010, Peter di-
umumkan sebagai salah satu orang ter-
kaya kedelapan di Indonesia oleh
majalah Forbes. Selain mengendalikan
PT JMI, Grup Rajawali juga memiliki
dua perusahaan pertambangan lainnya
yakni PT Golden Eagle Energy Tbk
untuk batu bara, serta PT Meares So-
putan Mining, dengan komoditas emas.
Dalam sejumlah laporan disebutkan,
Peter Sondakh pada periode 1980-an
juga dikenal dekat dengan anak mantan
Presiden Soeharto: Bambang Trihat-
modjo. Salah satu wujud bisnisnya,
keduanya mendirikan jaringan televisi
swasta pertama, Rajawali Citra Televisi
Indonesia (RCTI) pada 1989.
Dengan menjadi mayoritas, kami
bisa lebih mengelola perusahaan
menjadi lebih baik, kata Direktur
Pelaksana Rajawali Corporation Darjo-
to Setiawan, dalam keterangannya usai
pembelian saham tersebut, November
2012. Yang jelas, lini bisnis kami
semakin kokoh, tambahnya.
Bisnis perusahaan itu jelas tetap
kokoh. Pemerintah Kabupaten Kulon-
progo memang menyatakan dukungan
jauh-jauh hari soal investasi di sektor
pertambangan. Dan pasir besi bukanlah
satu-satunya. Pada 2012, pemerintah
kabupaten itu terus memberikan izin
usaha pertambangan lainnya hingga
mencapai 78 izin, atau meningkat dari
tahun sebelumnya yakni sebanyak 49
izin. Teorinya, setiap investasi yang
masuk diharapkan meningkatkan kese-
jahteraan masyarakat. Dari pasir besi,
jalan lintas selatan atau bandar udara
internasional. Khusus pasir besi, peme-
rintah berkomitmen untuk memprio-
ritaskan kesepakatan atas akuisisi tanah
hingga mewajibkan dana reklamasi.
Jangan sampai penambangan pasir
besi justru merugikan masyarakat, kata
Sekretaris Daerah pemerintah Kabupa-
ten Kulonprogo, Budi Wibowo, dalam
surat resminya. Sebelum melakukan
penambangan di lahan hak milik, ter-
lebih dahulu harus mendapat perse-
tujuan.
Perusahaan pun punya rencana bis-
nis yang solid. Salah satunya, soal lahan
yang diklaim lebih subur ketika
kandungan besinya diambil. Dalam
keterangan resminya, PT JMI memapar-
kan hal itu dimungkinkan karena
pengerukan mineral tersebut hanya
mencapai sekitar 10 persen dari pasir
pesisir. Sisa pasir yang tak diolah, akan
dikembalikan untuk meratakan lahan
reklamasi dan berguna untuk pertanian.
PT JMI juga menjanjikan tak akan ada
kolam-kolam hasil pertambangan,
macam di daerah yang kaya sumber
ekstraktif lainnya. Desa Karangwuni,
menurut rencana perusahaan, ditetap-
kan sebagai lokasi pabrik pengolahan
dan fasilitas pendukungnya. Sedangkan
desa-desa di luarnya: area pertambang-
an.
Lahan yang diakusisi hanyalah
untuk pembangunan pabrik dan fasilitas
pendukung, kata Heru Priyono,
Direktur Sumber Daya Manusia dan
Pengembangan Komunitas PT JMI,
awal Desember. Area penambangan
akan dipinjam-pakai blok per blok.
Setelah itu direklamasi dan dikembali-
kan ke petani.
Bagaimana kerja sama dengan pe-
merintah Kabupaten Kulonprogo un-
tuk mengatasi masalah yang dihadapi
perusahaan? tanya saya. Kerja sama
dengan pemerintah sangat erat dan bisa
dikatakan tanpa itu, target pemba-
ngunan tidak mencapai hasil seperti saat
ini, jawab Heru. Contoh nyata adalah
proses akuisisi lahan.
Saya sempat menyusuri Desa Ka-
rangwuni bersama dengan Widodo dan
motor bebeknya, pada Agustus lalu. Tu-
juannya, ingin menyaksikan pertenta-
ngan di kalangan petani dalam desa
tersebut: menjual lahannya atau tidak.
Beberapa spanduk yang bertuliskan ten-
tang penolakan pertambangan pasir besi
terpampang jelas. Di antaranya ber-
bunyi: Yogyakarta Istimewa, Jika Tak
Ada Pertambangan, Bertani atau Mati,
Tolak Tambang Besi. Sejumlah bendera
biru milik PPLP pun ditancapkan di
pelataran hunian masyarakat. Ini artinya
mereka menolak. Namun, ada pula
bendera merah putih terpancang, yang
menyiratkan bahwa mereka setuju
terhadap pertambangan pasir besi.
Warga ini pulalah yang mulai bersedia
melepas kepemilikan lahannya kepada
PT JMI.
Tapi, itu hampir 4 bulan lalu. Hari
ini, soliditas para petani kian tergerus.
Sebagi an besar petani di Desa
Karangwuni telah menjual lahan mere-
ka ke perusahaan. Kini lahan yang dimi-
liki PT JMIdengan kesepakatan harga
terakhir berkisar Rp75.000/ meterdi
kawasan itu mencapai hingga 160 hek-
tare, dari target perusahaan seluas 225
hektare. Salah satu petani yang menjual
lahannya adalah Sujianto, anggota PPLP
di Desa Karangwuni, yang saya temui
Agustus lalu. Saya ingat benar bagai-
mana dia mengatakan penolakannya ter-
hadap pertambangan pasir besi. Bagai-
mana pula, Sujianto yang pernah meng-
hadiri pertemuan sosialisasi, bertekad
menolak tawaran perusahaan.
Tetapi semuanya berubah.
Hari ini pula, saya kira, ada perpe-
cahan yang tak terelakkan di antara
petani. Masalah macam Sujianto, akan
menjadi tekanan sekaligus pelajaran
tersendiri bagi Widodo maupun PPLP
untuk meneruskan perlawanan. Tekan-
an hari ini, tak hanya datang dari aturan
dan investasi bisnis, namun juga dari
kawan-kawan sendiri. Masalah di Ku-
lonprogo bisa jadi menjadi soal yang tak
cepat selesai.
Di sepanjang pantai Trisik yang me-
mesona di Desa Banaran, saya menyak-
sikan bagaimana para petani maupun
nelayan, menggantungkan kehidupan-
nya. Ada perahu-perahu yang didampar-
kan di pasir putih. Tak jauh dari sana,
pelbagai tanaman pun terpapar rapi.
Buah Naga. Cabai. Melon. Semangka.
Juga ada kehangatan lainnya: petani yang
saling menyapa. Semua hal itu, membuat
saya termenung ketika kem-bali ke
Yogyakarta saat senja tiba. Pertamba-
ngan pasir besi dan proyek-proyek rak-
sasa lainnya, bukan tak mungkin, mulai
merampas kehidupan petani macam
Tukijo, Widodo, atau Sujianto, sekali
pun. Perlahan namun pasti. Satu per
satu. Tetapi, dalam renungan itu pu-la,
ada ucapan Widodo yang masih saya
ingat hingga hari ini:
Hanya ada dua hal yang tak bisa
hidup di lahan pesisir. Mayat dan tam-
bang pasir besi.
20 | FKMA | Mei 2014
www.selamatkanbumi.com
facebook: forumkomunikasimasyarakatagraris

Anda mungkin juga menyukai