Edisi #1 - Mei 2014 RIWAYAT BIOGRAFIS KABAR DARI KAWAN CATATAN PERJALANAN LAPORAN KEGIATAN KOMIK Edisi #1 - Mei 2014 MEI 2014 | FKMA | 01 Buletin FKMA Editorial hal 03 Forum Komunikasi Masyarakat Agraris: Riwayat Biografis Kisah perjalanan Forum Komunikasi Masyarakat Agraris dari awal terbentuknya tahun 2011 hingga saat ini hal 04 Solidaritas Menembus Batas Laporan dari kegiatan penggalangan dana untuk Sekolah Tani FKMA hal 10 Kabar Dari Kawan Kabar perjuangan dari kawan-kawan yang ada di garis depan dalam mempertahankan hak hidupnya hal 13 Jejak Hitam Keraton di Kulonprogo Sebuah catatan perjalanan Anugerah Perkasa tentang kelindan korporasi dan penguasa untuk menggusur kehidupan Petani pesisir Kulonprogo hal 16 Komik hal 19 07 12 14 18 www.selamatkanbumi.com | facebook: forumkomunikasimasyarakatagraris ETELAH REZIM SBY BERKUASA, JALANNYA industrialisasi di bidang sumber daya alam (SDA) semakin meluas. Di pesisir selatan Pulau Jawa, proyek industrialisasi di sektor SDA (tambang pasir besi) yang dibarengi dengan pembangunan fasilitas prasarana S penunjang untuk memperlancar proyek-proyek Jalur Lintas Selatan Jawa memicu banyak perlawanan dari kaum tani. Beberapa perlawanan yang cukup kencang dilakukan oleh Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP), Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS), dan Forum Silaturahmi Masyarakat Wotgalih (Foswot) Lumajang, yang berusaha mempertahankan lahan pertanian dan ruang hidup mereka dari pencaplokan oleh operasi industri pertambangan pasir besi dan peruntukan lain. Forum Komunikasi Masyarakat Agraris: Riwayat Biografis PROFIL Sesi diskusi saat kongres I FMKA ,Yogyakarta MEI 2014 | FKMA | 03 EDITORIAL Buletin FKMA adalah sarana komunikasi dan informasi solidaritas antar komunitas akar rumput melawan gencarnya ekspansi & eksploitasi di ruang-ruang hidup kita hari ini. Media ini berupaya menjadi tempat untuk menghimpun, mendokumentasikan, serta menyebarluaskan berbagai kabar, berita, cerita, atau pengalaman atas ragam bentuk perlawanan sehari-hari di berbagai tempat demi menyulut aksi dan insipirasi dalam usaha yang lebih baik untuk menumbangkan sistem ekonomi-politik kapitalisme dan membangun sebuah dunia yanglebih layak dan nyaman untuk kita tinggali. Buletin ini bersifat terbuka dan mengundang anda semua untuk berkontribusi dengan mengirimkan tulisan dalam bentuk berita atau analisa mengenai berbagai konflik-konflik perebutan ruang hidup melawan ekspansi & eksploitasi kapitalisme lewat surat-elektronik: selamatkanbumi@riseup.net EPERTI LIMA ATAU sepuluh tahun lalu, kita masuk tahun Spolitik lagi. Tahun-tahun seperti ini selalu membuat dada serasa mem- buncah, tanda luapan harapan sehabis mendengar janji-janji pemimpin negeri mendaftar keluhan kita semua. Satu dekade lalu, Pak Yudhoyono mem-buat sebuah program agenda pembangunan untuk tahun 20042009 yang di hala- man 56 punya janji untuk melaksanakan reforma agraria. Tahun 2010 di Istana Bogor yang agung kita lihat ia menangis dan berhenti sejenak membacakan pidato pada peringatan ke-50 Hari Agra- ria. Kata Pak Yudhoyono; saya terha- ru, tepat setelah ia melihat video per- masalahan tanah kawan-kawan petani di Cilacap. Tapi kita tahu, tangis cuma tanda bersedih, dan bersedih saja tidak cukup untuk mengembalikan tanah kawan-kawan di Cilacap. Sewaktu kesedihan mereda, Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2013 me- ngeluarkan data yang bikin nyeri kepala; 26, 14 juta rumah tangga pertanian hanya menguasai tanah rata-rata 0,89 hektare, lebih dari setengah wilayah negeri ini dikuasai oleh 0,2% penduduk, 11 juta hektare tanah dimiliki perusaha- an kebun sawit, 40 juta hektare dikuasai areal tanaman industri dan kurang dari 1 juta hektarenya yang merupakan hutan rakyat. Tanah makin sedikit, ruang gerak tambah sempit, maka tak heran juga kalau BPS bilang petani gurem turun 25% dari tahun 2003. Kemana mereka? Keprihatinan atas kenyataan seperti inilah yang membuat beberapa komu- nitas akar rumput pada akhir Desember 2011 memulai sebuah inisiatif dan kese- pakatan bersama bahwa ada yang tidak beres di luar sana dan semua ini harus lekas diselesaikan. Dari PPLPKP sampai JMPPK, dari Sidoarjo sampai Banten, dari penolakan terhadap tambang pasir besi sampai pemba- ngunan pabrik Aqua, bersama kawan- kawan lain yang sepakat, kita percaya bahwa tak perlu menunggu izin dan belas-kasihan siapapun lagi untuk secepat mungkin belajar berdiri di atas kaki sendiri dan mulai mengatur stra- Seumpama bunga kami adalah bunga yang tak kau hendaki tumbuh engkau lebih suka membangun rumah dan merampas tanah Wiji Thukul, Tembok dan Bunga tegi. Forum Komunikasi Masyarakat Agraris (FKMA) terbentuk sebagai usaha bersama untuk tempat berbagi pengalaman, saling belajar dan peduli demi menumbuhkan rasa percaya bahwa apa yang terjadi di suatu tempat juga terjadi di belahan negeri yang lain, bahwa nyatanya, semua ini adalah masalah bersama, dan kita tak pernah sendiri. Media ini hanyalah salah satu bagian dari proses-proses pembelajaran ber- sama yang telah dilalui tersebut. Yang kami lakukan selaku tim redaksi ha- nyalah menghimpun, merapikan, dan kemudian mencetaknya ke dalam se- buah media cetak yang bisa terus tersebar sampai ke desa paling pelosok. Di edisi pertama ini ada sebuah riwayat biografis dari FKMA, sedikit cerita dan pernyataan yang dibuat kawan-kawan setelah acara penggalangan dana seko- lah tani, beberapa cerita dari kawan- kawan di beberapa daerah yang masih terus mengalami konflik lahan, dan sebuah catatan perjalanan ke Kulon- progo sumbangsih Anugerah Perkasa. Kedepannya tentu kita bisa sama-sama berharap media ini bisa terus rutin terbit, berlari bersama kalender-kalender dan menjadi wadah komunikasi, ruang saling berbagi pengalaman, penjelasan, juga harapan yang sehari-hari terjadi di tanah- tanah kita yang tak lagi lapang. Ini saatnya bersama merawat per- juangan dan memperbesar hembus deru angin perubahan. Akhir Mei, 2014 Tim Redaksi BULETIN FKMA Tim Redaksi: Dicky P. Ermandara, Ferdy F. Putra, Sandria Komalasari, Suluh Pamuji, Udin Choirudin. Ilustrasi & Tata Letak: Yudhistira Wardhana, Bara, Racun Api Kontributor: Anugerah Perkasa 02 | FKMA | Mei 2014 Kita percaya bahwa tak perlu menunggu izin dan belaskasihan siapapun lagi untuk secepat mungkin belajar berdiri di atas kaki sendiri dan mulai mengatur strategi Pada 1 April 2011, PPLP-KP mem- peringati lima tahun perjuangannya menolak tambang pasir besi. Dalam kesempatan itu FPPKS dan Foswot turut hadir sebagai kelompok solida- ritas. Setelah perjumpaan itu, tiga komunitas akar rumput tersebut me- rencanakan pembentukan wadah per- juangan bersama bernama Paguyuban Perjuangan Masyarakat Jawa Selatan (PPMJS). Salah satu agendanya untuk mempertemukan komunitas-komunitas akar rumput di titik-titik konflik agraria sepanjang pesisir selatan pulau Jawa. Setelah ketiga komunitas menjalin komunikasi terus-menerus, dibarengi dengan ajakan konsolidasi komunitas- komunitas lain, terjalinlah jejaring komunitas-komunitas di luar pesisir selatan Jawa yang memiliki perjuangan sejalur. Akhirnya terselenggara Perte- muan Petani se-Jawa pada 2022 De- sember 2011 di Yogyakarta. Pertemuan tersebut dihadiri oleh komunitas dari sepuluh kabupaten, yakni: 1) PPLP-KP yang melawan proyek tambang pasir besi di sepanjang pesisir Kulon Progo; 2) FPPKS yang melawan proyek tam- bang besi dan peruntukan lahan pesisir garapan mereka untuk kawasan perta- hanan dan keamanan (Hankam); 3) Foswot di Lumajang yang menolak per- untukan lahan untuk tambang pasir besi; 4) Serikat Tani Merdeka (Setam) dan Forum Warga Cilacap di Cilacap yang menolak perusahaan tambang pasir besi dan perluasan lahan perkebunan oleh PTPN dan Perhutani; 5) Jaringan Ma- syarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) di Pati yang menolak pertam- bangan batu karst Kendeng untuk pa- brik Semen; 6) Bale Ruhayat di Tasik- malaya yang menolak tambang pasir besi; 7) Bale Ruhayat di Ciamis yang menolak tambang pasir besi; 8) Sitas Petani, sebagai individu maupun kelompok masyarakat, adalah golongan yang menanggung dampak langsung dari proyek-proyek industrialisasi berbasis tanah ini Pembacaan pernyataaan sikap bersama saat kongres I FMKA ,Yogyakarta 04 | FKMA | Mei 2014 Desa di Blitar yang menolak tambang pasir besi; 9) Kanal Korban Lumpur Lapindo di Sidoarjo yang berjuang menuntut keadilan; 10) Gerakan Rakyat Anti Pembangunan Pabrik Aqua Danone (Grappad) di Banten yang menolak eksploitasi air oleh perusahaan air minum Aqua, Danone. Pertemuan tersebut dilandasi de- ngan pemikiran bahwa proyek-proyek industrialisasi (termasuk di dalamnya adalah sertifikasi tanah untuk pembe- basan lahan demi kepentingan industri) sangat mungkin akan meningkatkan sengketa agraria di Indonesia, terutama antara kerjasama negara dan perusaha- an dengan masyarakat yang sadar akan hak-haknya. Petani, sebagai individu maupun kelompok masyarakat, adalah golongan yang menanggung dampak langsung dari proyek-proyek industri- alisasi berbasis tanah ini. Petani sebagai pihak yang paling berkepentingan perlu membaca agenda-agenda pembangun- an ke depan, karena suka tidak suka, mau tidak mau, suatu ketika mereka akan menghadapi masalah yang sama dengan cara yang berbeda-beda, mak- sudnya adalah pengambilalihan lahan melalui berbagai proyek pertambangan, misalnya saja emas di Pacitan dan Ba- nyuwangi; pasir besi di Kulon Progo, Lumajang, Cilacap, Ciamis, Kebumen; air di Banten, dan sebagainya. Pertemuan yang berlangsung tiga hari tersebut diisi dengan diskusi, ber- bagi pengalaman, dan perumusan kerja- kerja bersama untuk menguatkan ge- rakan antar komunitas. Hari pertama para peserta pertemuan saling memper- kenalkan diri, lalu melakukan kunjungan silaturahmi ke lahan pesisir Kulon Pro- go untuk menyimak pengalaman kerja keras para petani di sana mengusahakan lahan pasir menjadi lahan pertanian produktif. Hari ke-dua diisi dengan ber- bagi pengalaman kasus dan perjuangan masing-masing komunitas. Hari ketiga diadakan diskusi panel dan pernyataan sikap bersama. Forum pertemuan ini berbagi pe- ngalaman dan hasil diskusi menyimpul- kan beberapa pokok persoalan umum yang dihadapi oleh komunitas-komuni- tas peserta pertemuan. Pencaplokan ruang hidup warga oleh proyek-proyek industrialisasi dilakukan melalui empat cara, yakni: 1. Kongkalikong penguasa dan pengusa- ha untuk mengambil alih ruang hidup rakyat, lewat klaim dan pendudukan sepihak, skema kapling lahan dengan peraturan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), dan sertifikasi lahan untuk memudahkan pengambilalihan lahan. 2. Isolasi kasus dan penciptaan wacana yang menguntungkan perusahaan. Kasus-kasus yang dialami komunitas- komunitas peserta pertemuan se jatinya menyangkut isu-isu ketidak- adilan dan kejahatan lingkungan, penyalahgunaan wewenang pemerin- tah, perampasan hak hidup, pemiskin- an masyarakat secara teratur dan rapi (sistematis), dan ketimpangan akses dan kontrol dalam pemanfaatan sum- ber daya alam. Namun, isu-isu ter- sebut cenderung ditutupi oleh pe- merintah dan perusahaan dengan ber- bagai cara. 3. Pemecahbelahan warga oleh pihak luar yang mencari keuntungan di tengah konflik. Mencegah warga bersatu dalam satu tekad perjuangan adalah hal pokok yang dilakukan per- usahaan dan pemerintah agar proyek mereka berjalan lancar. Pemecahan warga ini biasanya dilakukan melalui penciptaan isu bahwa tidak semua warga menentang rencana perusaha- an; menciptakan kelompok-kelom- pok bayaran yang berada di sekitar lokasi konflik untuk menyuarakan dukungan kepada pemerintah dan perusahaan atas nama masyarakat; memasukkan program-program yang memecah sikap warga seperti bantuan langsung, ganti rugi, dan janji pekerja- an; dan melakukan pendekatan secara pribadi dengan pimpinan organisasi atau tokoh masyarakat yang berpe- ngaruh untuk menggoyahkan keper- cayaan masyarakat terhadap para pe- mimpin mereka. 4. Kriminalisasi petani. Perjuangan peta- ni mempertahankan hak-haknya ke- rap malah diganjar dengan hukuman oleh negara. Inilah keunggulan nega- ra, mereka menguasai aturan main peradilan yang mudah dibeli oleh perusahaan. Kriminalisasi menjadi upaya efektif untuk menciptakan te- ror kepada warga, mengalihkan isu utama, serta membuat warga mudah lengah dan mudah digiring dalam alur permainan perusahaan dan pemerin- tah. Upaya kriminalisasi biasanya di- lakukan melalui provokasi kemarahan warga dengan mendatangkan preman, aparat keamanan, dan pegawai peru- sahaan; memancing warga untuk me- lakukan tindakan main hakim sendiri terhadap perusahaan maupun aparat pemerintah; serta mengincar para to- koh gerakan. Selain merumuskan permasalahan umum, diskusi juga memetakan aktor- aktor yang kerap terlibat dalam konflik agraria yang dihadapi oleh komunitas- komunitas peserta. Diskusi hari ketiga menegaskan siapa petani, siapa aka- demisi, dan siapa aktivis. Petani (atau warga) harus hati-hati terhadap akade- misi maupun aktivis karena keduanya bisa saja memanfaatkan petani (atau warga) untuk kepentingan sempit me- reka. Keduanya juga bisa saja dibeli oleh perusahaan maupun pemerintah untuk melancarkan usaha mereka. Artinya, keduanya yang secara umum dipercaya sebagai pembela kepentingan masyara- kat luas, nyatanya malah bisa berposisi sebaliknya. Pertemuan ini melahirkan wadah bernama Forum Komunikasi Masyara- kat Agraris (FKMA), dan menunjuk satu moderator untuk memelihara intensitas komunikasi, yaitu salah satu pengurus PPLP-Kulon Progo. FKMA disepakati sebagai wadah bersama yang dapat menaungi kepentingan bersama, melin- dungi gerakan, dan non-hierarkis/ber- sifat cair; tak ada pemimpin dan bawahan, setiap anggota berkedudukan sama. FKMA pun ditegaskan bukan sebagai wahana unjuk diri memamer- kan siapa yang paling sengsara dan paling hebat dalam berjuang; harus menghormati corak perjuangan atau strategi sesama masyarakat yang ter- tindas karena perbedaan situasi politik, sosial, atau budaya; dan merupakan forum yang bertujuan menyatukan te- kad, memperkuat semangat, dan melin- dungi gerakan masing-masing. Sebagai catatan, kata 'agraris' dalam FKMA tidak selalu merujuk kepada petani. Dalam diskusi yang berlangsung selama pertemuan pertama, disepakati bahwa agraris bisa dimaknai sebagai ruang hidup. FORUM KOMUNIKASI MASYARAKAT AGRARIS MEI 2014 | FKMA | 05 Artinya, ruang hidup bagi setiap orang/ komunitas bisa bermacam-macam; laut adalah ruang hidup nelayan, lahan dan warung adalah ruang hidup bagi peda- gang, dan sebagainya. Maka dari itu, FKMA boleh dikatakan sebagai wadah perjuangan lintas sektoral (profesi) yang terbuka dan cair. etelah setahun lebih menjalin komunikasi dan konsolidasi, saling berkabar dan menjalin solidaritas dengan komuni- Stas-komunitas selain deklara- tor, FKMA berhasil mengadakan pertemuannya yang kedua pada 810 Februari 2013 di Yogyakarta. Perte- muan dengan tajuk Kongres II FKMA: Menuju Gerakan Akar Rumput yang Mandiri tersebut dihadiri oleh komunitas dari tiga belas kabupaten. Selain dihadiri oleh para komunitas deklarator, per- temuan kedua FKMA dihadiri oleh be- berapa komunitas lain, yakni Kelompok Tani Berdikari dari Sumedang, Front Pemuda Rengas (FPR) dari Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Forum Nelayan (FORNEL) dari Bandung Harjo, Jepara dan Aliansi Rakyat Menolak Penggusur- an (ARMP) dari Bantul. Pertemuan kedua FKMA ini sema- kin menegaskan sifat gerakan FKMA, yakni kemandirian. FKMA ditegaskan sebagai forum yang digagas, dirumus- kan, dan dibentuk oleh komunitas- komunitas petani/masyarakat yang menjadi korban persekongkolan negara dan korporasi atas sumber daya agraria (ruang hidup). Dari pertemuan tiga hari tersebut, FKMA juga menegaskan po- sisi rakyat di atas negara, dan meman- dang perusahaan atau korporasi di ba- wah kendali negara. Pertemuan kedua ini bisa dibilang semakin meyakinkan karakter dan pola gerakan FKMA. Prinsip Utama - Kemandirian atau gerakan komunitas - Solidaritas antar komunitas - Kepengurusan kolektif tanpa struktur hierarkis; artinya tidak mengenal stra- ta/kedudukan bertingkat (ketua- bawahan), dan bersifat cair - Tidak berpolitik praktis prosedural Mekanisme FKMA menjadi forum antar komu- nitas akar rumput yang cair. Tidak di- kenal istilah anggota resmi di dalamnya. Prinsip utamanya adalah solidaritas. Siapa saja, baik individu maupun kelom- pok, bisa bersolidaritas dalam FKMA, dengan catatan sesuai dengan prinsip- prinsip yang dianut oleh FKMA. Se- hingga, selain para komunitas akar rum- put, di dalam FKMA terdapat para solidaritas atau relawan individual mau- pun kelompok. Dari pertemuan kedua telah disepakati kepengurusan kolektif dengan koordinator masing-masing wilayah. Selain koordinator setiap wilayah, diamanatkan pula dibentuk beberapa tim kerja di dalam FKMA, yakni: - Tim advokasi Pembacaan pernyataaan sikap bersama saat kongres II FMKA ,Yogyakarta 06 | FKMA | Mei 2014 FORUM KOMUNIKASI MASYARAKAT AGRARIS - Tim media - Tim analisis hukum dan kebijakan - Tim jejaring Program Kerja - Membuat media alternatif yang me- nyuarakan dan diisi oleh komunitas - Menyelenggarakan fungsi pencerdasan - Mengusahakan fungsi advokasi (hukum) - Mengusahakan jejaring ekonomi kolektif Pelaksanaan - Fungsi koordinator tiap wilayah telah terlaksana - Tim kerja belum terlaksana - Pembuatan media yang menyuarakan komunitas telah terlaksana dengan publikasi portal media online www.- selamatkanbumi.com dan dimulai pe- nerbitan buletin untuk sekolah tani/ agraria. - Penyelenggaraan fungsi pencerdasan dilaksanakan dengan sekolah tani /ag raria sebagai ruang pembelajaran sesa- ma komunitas. Di poin terakhir, disebutkan tentang sekolah tani atau bisa juga disebut seba- gai kelas belajar FKMA, adalah ruang belajar bagi komunitas-komunitas yang tergabung dalam FKMA maupun jaringan solidaritasnya dengan tujuan memperkuat gerakan. Di kesempatan ini, anggota tidak lagi hanya sekadar berbagi pengalaman perjuangan, namun juga berbagi pengetahuan- pengetahuan yang bermanfaat bagi perjuangan itu sendiri. Latar Belakang dan Pentingnya Sekolah Tani/Kelas Belajar FKMA Setelah pertemuan FKMA ke-2, rencana kegiatan sekolah tani mulai digagas. Berawal dari obrolan santai antara para anggota dan relawan FKMA tentang keberlanjutan perjuangan mau- pun organisasi, rencana untuk menga- dakan sekolah tani digodok lebih matang. Kelas belajar FKMA tidak semata-mata diperuntukan bagi para petani, melainkan bagi seluruh komuni- tas yang tergabung dalam FKMA; yakni petani, nelayan, pedagang kecil ataupun masyarakat yang selama ini ditindas oleh perusahaan dan negara. Seperti yang kita tahu, perusahaan dan negara kerap bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat kecil, dan selalu membela mereka yang berduit. Semula, sekolah ini di- agendakan sebagai sekolah anak tani, yakni sekolah yang ditujukan kepada generasi muda di komunitas-komunitas yang tergabung dalam FKMA. Me- ngapa anak tani menjadi sasarannya? Karena jika kita melihat jauh ke depan, konflik yang terjadi sangat mungkin menjadi konflik berkepanjangan dan tidak terselesaikan hanya pada satu generasi saja. Hal ini dikarenakan perusahaan hampir pasti tidak akan meninggalkan lahan potensial sampai sumber daya alam yang dikandungnya habis mereka keruk. Maka, para generasi muda, yang dianggap sebagai penerus perjuangan, perlu memahami segala seluk beluk konflik yang terjadi di daerahnya. Selain itu, gagasan ini juga berang- kat dari kegelisahan umum bahwa sema- kin berkurangnya generasi muda negeri ini yang bercita-cita menjadi petani atau nelayan. Pendidikan yang ada di sekolah- sekolah selalu mengajarkan bahwa pe- kerjaan yang bagus adalah: yang berlo- kasi di tengah kota, di dalam ruangan berpendingin udara, dan berpakaian rapi (berdasi), dsb. Sementara petani, nelayan, dan pedagang selalu dilekatkan dengan kesan yang negatif: tidak rapi, kucel, berpanas-panasan di tengah terik matahari, dsb. Padahal, petani, nelayan dan para pedagang yang memproduksi bahan pangan secara langsung, akan menjadi tulang punggung keberlang- sungan peradaban manusia. Seperti kata pepatah, petani adalah soko guru kehi- dupan. Bayangkan, jika tak ada petani, apa yang kita makan? Jika tidak ada nelayan, dari mana kita mendapatkan ikan? Jika tak ada pedagang, dari mana kita akan mendapatkan bahan pokok? Bila kita tidak bisa menjawab semua per- tanyaan itu, maka jawaban satu-satunya adalah mempertahankan petani, nelayan MEI 2014 | FKMA | 07 Petani (atau warga) harus hati-hati terhadap akade-misi maupun aktivis karena keduanya bisa saja memanfaatkan petani (atau warga) untuk kepentingan sempit mereka. Keduanya juga bisa saja dibeli oleh perusahaan maupun pemerintah untuk melancarkan usaha mereka. Artinya, keduanya yang secara umum dipercaya sebagai pembela kepentingan masyarakat luas, nyatanya malah bisa berposisi sebaliknya dan para pedagang. Itulah yang melan- dasi mengapa sekolah tani ini penting untuk diadakan. Jika demikian alasan utama sekolah tani, maka yang menjadi harapan adalah terbentuknya generasi muda yang sadar bahwa kelestarian alam dan keberlangsungan hidup manusia di tangan mereka. Sejak 2011, keanggotaan FKMA su- dah meliputi wilayah Jawa dan Su- matera. Namun, pada sekolah tani per- dana yang digelar di Parangkusumo, Yogyakarta, pada 27-29 Mei 2014, be- lum melibatkan semua komunitas- komunitas dalam FKMA. Melainkan hanya beberapa komunitas di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Di antaranya, Parangkusumo, Kulonprogo, Kebu- men, Pati, Rembang, Blora, Batang dan Jepara. Komunitas-komunitas lain be- lum turut berpartisipasi, alasannya se- mata karena keterbatasan biaya. Sejauh ini seluruh kegiatan FKMA memang bersumber dari patungan komunitas dan orang-orang yang peduli akan ke- berlangsungan gerakan tersebut. Meski demikian, sekolah ini diharapkan akan terus meluas ke daerah-daerah lainnya, dan tidak menutup kemungkinan untuk melibatkan komunitas-komunitas di lu- ar FKMA selama memiliki tujuan dan cara perjuangan yang sama. Pertemuan kedua FKMA ini semakin menegaskan sifat gerakan FKMA, yakni kemandirian. FKMA ditegaskan sebagai forum yang digagas, dirumuskan, dan dibentuk oleh komunitas-komunitas petani/masyarakat yang menjadi korban persekongkolan negara dan korporasi atas sumber daya agraria (ruang hidup) FORUM KOMUNIKASI MASYARAKAT AGRARIS 08 | FKMA | Mei 2014 Sesi diskusi saat kongres I FMKA ,Yogyakarta ONSOLIDASI modal dalam sirkuit kapitalisme neoliberal semakin me- marakkan perampasan Klahan dan perenggutan ruang hidup warga. Berbagai lembaga di sektor agraria telah melaporkan semakin banyaknya konflik lahan karena investasi infrastruktur maupun industri tambang dan perkebunan. Kajian agra- ria dari berbagai bidang ilmu dan perspektif juga semakin beragam, dari pertanian, hukum dan HAM, ekonomi politik, ekologi, sosial budaya, lingkung- an, geografi, hingga arsitektur. Ada kecenderungan hasil laporan dan penelitian tentang konflik agraria itu merekomendasikan ditegakannya hu- kum dan dibentuknya tim khusus untuk mengatasinya. Rekomendasi itu menyi- ratkan kepasrahan dilimpahkannya konflik agraria kepada negara. Padahal faktanya negaralah yang memfasilitasi konsolidasi modal dalam kerangka regulasi dan kebijakan yang justru melancarkan perampasan lahan dan perenggutan ruang hidup warga itu, misalnya skema Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang berkedok pembangunan. Maka tak heran jika hasil laporan dan penelitian itu tak bertenaga untuk dirujuk sebagai petunjuk rute mengatasi konflik agraria secara ber- keadilan. Kisah menyesakkan pereng- Konflik Agraria Abad 21 dan Forum Komunikasi Masyarakat Agraris gutan ruang hidup warga yang dibarengi kekerasan oleh aparat keamanan negara, korporasi maupun preman, toh tetap berlanjut. Di tengah kejumudan itu, beberapa komunitas gerakan akar rumput yang berjuang mempertahankan ruang hidup dari serangan ekspansi modal terus menguatkan gerakan. Berawal dari konsolidasi antara Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP), Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS), dan Forum Silatu- rahmi Masyarakat Wotgalih (Foswot, Lumajang) yang sama-sama menolak tambang pasir besi, dideklarasikanlah Forum Komunikasi Masyarakat Agraris (FKMA) pada 22 Desember 2011 di Kulon Progo. Deklarasi itu merupakan hasil dari konsolidasi beberapa kelom- pok gerakan akar rumput dari berbagai daerah di Jawa yang sedang berjuang melawan ekspansi modal dan memper- tahankan ruang hidup mereka, yakni PPLP-KP, FPPKS, Foswot, Gerakan Rakyat Anti Pembangunan Aqua Danone (Grapad, Banten), Bale Rahayat (Tasikmalaya dan Ciamis) yang menolak tambang pasir besi, petani Cilacap yang melawan penyerobotan lahan oleh perusahaan perkebunan, Jaringan Ma- syarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK, Pati) yang menolak perusa- haan semen, petani Blitar yang menolak tambang pasir besi, dan korban lumpur Lapindo (Porong, Sidoarjo) yang menuntut keadilan. Dalam konsolidasi itu, antar komunitas saling berbagi pengalaman untuk belajar agar bisa memahami kasus secara jeli dan menen- tukan jalur perjuangan, sekaligus me- nguatkan solidaritas. Konsolidasi FKMA terus berlanjut. Pada tanggal 810 Februari 2013, FKMA menggelar pertemuan kembali di Yogyakarta. Mengusung tajuk Me- nuju Gerakan Akar Rumput Mandiri, FKMA berhasil mengkonsolidasikan beberapa kelompok gerakan akar rumput yang pada deklarasi awal belum terjaring, yakni Aliansi Rakyat Menolak Penggusuran (ARMP, Bantul) yang menolak penggusuran karena klaim tanah kerajaan Ngayogyakarta Hadi- ningrat, Kelompok Tani Berdikari (Sumedang), Forum Nelayan (Fornel) yang menolak tambang pasir besi dan Forum Masyarakat Balong (PMB) yang menolak PLTN (keduanya dari Jepara), Serikat Petani Blora Selatan (SPBS) dan Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) yang menolak eksploitasi gas dan karst Pegunungan Kendeng, dan Front Pe- muda Rengas (FPR) dari Ogan Ilir yang melawan penyerobotan lahan oleh PTPN VII. Rentetan Teror dan Kekerasan Terbaru Di dalam perjalanan perjuangannya, Jakarta, 27-29 Maret 2014 LAPORAN KEGIATAN MEI 2014 | FKMA | 09 1 5 7 10 | FKMA | Mei 2014 komunitas-komunitas yang tergabung di dalam FKMA terus menghadapi berbagai bentuk teror dan kekerasan, baik dari korporasi ataupun negara. Di Jawa Tengah misalnya, (1) FPPKS- Kebumen yang pada April Tahun 2011 diserang TNI AD kembali dihadapkan dengan tindakan pemagaran sepihak oleh TNI AD pada tahun 2013 di areal wilayah pertanian warga, (2) Fornel dan PMB-Jepara yang pada tahun 2006 dihadapkan dengan rencana pem- bangunan PLTN kembali diteror dengan proyek pertambangan pasir besi dan berujung pada pengkriminalisasian terhadap 15 warga pada tahun 2012. (3) SPBS dan Geram-Blora dihadapkan dengan tindakan pengusiran oleh Perhutani terhadap warga pada tahun 2014 dari areal pertanian dan pemuki- mannya. Sementara di Yogyakarta, (4) PPLP-Kulon Progo yang pada tahun 2011 dihadapkan dengan kasus krimi- nalisasi seorang petani oleh korporasi pertambangan kembali mendapatkan teror kriminalisasi yang serupa terhadap 4 orang warganya pada tahun 2013. (5), ARMP-Bantul yang hingga saat ini dihadapkan dengan teror penggusuran, kembali mendapatkan tindakan serupa pada tahun 2013, berupa penghancuran unit-unit usaha ekonomi warga. Dari situasi ini FKMA mereflek- sikan bahwa tidak ada jalan lain selain menyerahkan perjuangan kepada keko- kohan bangunan gerakan mandiri sebagai strategi perlawanan. Selain kerapnya muncul ragam kepentingan dari pihak luar sekaligus liciknya musuh yang bisa melemahkan gerakan semakin mempertegas sikap untuk memilih ge- rakan di luar jalur-jalur yang parlemen- tariat. FKMA meyakini bahwa mandiri tak berarti sendiri, maka dari itu solidaritas sesama gerakan akar rumput merupakan suatu keharusan dan telah terbukti menguatkan gerakan sehingga harus tetap dirajut erat. Sekolah Tani FKMA Sebagai Ruang Konsolidasi Gerakan Agraria Mandiri Selain menghasilkan pernyataan sikap, Kongres II FKMA mengama- natkan diselenggarakannya kerja-kerja strategis Forum, baik yang terencana maupun insidental. Adapun salah satu kerja strategis FKMA saat ini adalah penyelenggaraan sekolah tani. Sekolah tani akan mulai diselenggarakan dalam beberapa gelombang. Gelombang per- tama direncanakan terselenggara per- tengahan April 2014 nanti di Kebumen dengan tuan rumah FPPKS. Gelom- bang kedua direncanakan terselenggara di Pati dengan tuan rumah Sedulur Sikep dan JMPPK. Sekolah tani tersebut diharapkan bisa menjadi ruang saling belajar sesama akar rumput sendiri, baik dalam mem- pertajam pemahaman kasus sesuai per- kembangan kekinian, mempererat seka- ligus meluaskan solidaritas perlawanan, menyusun narasi pengalaman dan pe- ngetahuan seputar gerakan dan kehidu- pan mereka sendiri, maupun dalam me- rancang skema moda ekonomi agrari- kultur bersama yang berkelanjutan dan berkeadilan. Sebagaimana prinsip gerakan FK- MA, sekolah tani diusahakan dengan tetap memperluas solidaritas. Kegiatan penggalangan dana (fundrising) sekolah tani yang diadakan di Jakarta saat ini diniatkan sebagai penggalangan soli- daritas kepada masyarakat luas, bahkan yang tidak mempunyai keterikatan langsung dengan kasus yang dihadapi komunitas anggota FKMA. Selain sebagai usaha mengumpulkan dana, kegiatan fundrising akan diisi dengan diskusi buku Menanam Adalah Mela- wan! karya Widodo (PPLP-KP) dan diskursus gerakan agraria serta apresiasi berbagai karya seni para solidaritas FKMA yang mengkampanyekan ber- bagai kasus yang dihadapi FKMA. Se- hingga kegiatan fundrising ini tidak melulu mengumpulkan uang, tetapi sekaligus merefleksikan konflik agraria dan perjuangan akar rumput dalam mempertahankan ruang hidup melalui diskusi dan berbagai karya seni kontem- porer.
Seruan dan Pernyataan Sebagai penutup, FKMA dengan ini menyerukan dan menyatakan sikap berupa : 1. Melawan segala bentuk penindasan danketidakadilan akibat kejahatan korporasi, negara dan persengkokol- an ke-duanya dalam pengurusan sum- berdaya alam/agraria. 2. Memaksa pemerintah untuk meng- hentikan kriminalisasi serta mem- bebkan petani dan pejuang hak-hak rakyat dari tahanan akibat konflik agraria. 3. Memerintahkan kepada Presiden RI dan jajaran penyelenggara negara un- tuk mewujudkan hak-hak rakyat atas sumberdaya agraria/ruang hidup. 4. Menolak proyek pembangunan MP3EI 5. Mendesak Kapolri untuk mem- bebaskan seluruh petani-anggota Fo- rum Rakyat Bersatu Sumatera Utara (FRB SU) yang saat ini masih di tahan. 6. Menyerukan dan mengajak sema ele- men masyarakat sipil untuk mendu- kung perjuangan gerakan akar rum- put menuju gerakan yang mandiri. 7. Mendesak negara untuk menyelidiki upaya manipulasi Perjanjian Pele- pasan Pengalihan dan Hak Garap, Lahan Garapan serta Tanaman Gara- pan oleh pihak PT. Jogja Magasa Iron yang merugikan petani Kulon Progo (Desa Karang Wuni). 8. Hentikan rencana pertambangan pasir besi Kulon Progo yang telah berdampak pada terciptanya konflik horizontal dan memunculkan teror terhadap 4 Kepala Keluarga Desa Karang Wuni (yang menolak menjual tanah kepada pihak pertambangan). Di dalam perjalanan perjuangannya, komunitas- komunitas yang tergabung di dalam FKMA terus menghadapi berbagai bentuk teror dan kekerasan, baik dari korporasi ataupun negara. SOLIDARITAS MENEMBUS BATAS MEI 2014 | AKAR RUMPUT | 11 1 4 3 8 4 5 MEI 2014 | FKMA | 11 Penggalangan Dana Untuk Sekolah Tani FKMA 1. Musik Solidaritas dari Talamariam. 2. Lapak benefit dari berbagai kolektif dan individu. 3. Diskusi 4. Pameran karya seni. 5. Masak-memasak. onflik panjang di Urutsewu kian Kmenunjukkan posisi Negara yang lebih berpihak kepada kapital [dan militer] alih-alih rakyat. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, misalnya, April lalu menegaskan agar TNI segera menyelesaikan sertifikasi tanah Urut- sewu, sementara pemerintah pusat me- nganggarkan dana sertifikasi atas tanah yang telah puluhan tahun ditinggali warga. Konflik bermula saat TNI AD mengklaim secara sepihak tanah warga uluhan nelayan Indramayu men- derita luka-luka cukup serius dan P puluhan lainnya ditahan di Markas Kepolisian Indramayu, Jawa Barat, pada 17 Februari lalu. Insiden bermula saat sekitar 3000 nelayan yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB) melakukan aksi unjuk rasa di kantor PT Pertamina, Balongan. Pengunjuk rasa menuntut agar kesepakatan antara Dit- jen Migas, Ditjen Perikanan Tangkap, BPH Migas, dan PT Pertamina terkait pemberian subsidi bahan bakar mi nyak (BBM) untuk kapal nelayan di atas 30 GT, segera dilaksa- nakan. Kepolisian Resor Indramayu yang bertugas melakukan pengamanan kemudi an mel akukan pembubaran paksa kepada pengunjuk rasa menggu- nakan kekerasan. Lem- baga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengu- tuk tindakan semena- mena yang dilakukan oleh aparat, serta mendesak Pe- Aparat Represif di Indramayu 17 Feb, 2014 Intimidasi Militer di Urutsewu Apr, 2014 dengan alasan pertahanan militer, lalu pada 2008 menyetujui penggunaan tanah tersebut sebagai area penam- merintah, Kapolri, dan Komnas HAM agar melakukan penyidikan ihwal dugaan pelanggaran hak asasi manusia untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat yang dijamin oleh Undang-Undang. bangan pasir besi. Padahal, TNI sama sekali tidak punya wewenang untuk memberi izin hak atas tanah. Dalih pertahanan untuk mem- bungkus praktek bisnis adalah hal yang lazim men- jadi pangkal konflik tanah rakyat versus militer. Semen- tara, rakyat pesisir selatan Kebumen masih berusaha bertahan dan menolak pro- ses pemagaran yang terus dilakukan TNI. Konflik antara warga dan TNI per- nah mencuat pada April 2011 dalam bentrokan yang menyebab- kan belasan warga luka-luka akibat tembakan atau pukulan popor senjata. KABAR DARI KAWAN 12 | FKMA | Mei 2014 ARI DELI SERDANG SAMPAI KAMAMORA, DARI PELOSOK BARAT hingga daerah timur nusantara, di awal tahun 2014 ini kita bisa melihat bagai- mana proses pencaplokan ruang-ruang hidup bukan hanya terjadi di sekitar rumah kita, tetapi juga terjadi di tanah-tanah seantero Nusantara. Entah lewat D tuduhan penebangan pohon, teror pengrusakan rumah, atau sertifikasi tanah ulayat, kawan- kawan lain di pelosok negeri terus-menerus mendapat rongrongan dari korporasi yang dijaga institusi negara untuk secepat mungkin merelakan tempat hidup mereka berpindah tangan. Keringat boleh mengalir, darah bisa mencucur, tapi perjuangan tanpa kenal lelah oleh mereka yang bernasib sama semoga dapat terus memberi inspirasi dan kabar bahwa kita tak pernah sendirian! MEI 2014 | FKMA | 13 jukkan mata air, gua, dan sungai bawah tanah yang berlimpah di Kawasan Warst Watuputih harus dilindungi. Jika di- teruskan, maka kehancuran sumber ada 27 Januari 2014 sore, 13 orang petani Dongi-Dongi dan Kama- P mora, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah; diculik dari ladang yang tengah mereka garap oleh aparat gabungan dari TNI, Polri, Polisi Hutan dari Perhutani, dan petugas Taman Na- sional Lore Lindu (TNLL). Tanpa diser- tai surat penangkapan, kesewanang- wenangan ini juga disertai penyisiran rumah-rumah petani dan penyitaan per- alatan bercocok tanam. Para petani yang merupakan anggota Forum Petani Merdeka (FPM) ini dituding telah me- lakukan penebangan pohon secara ilegal di kawasan Taman Nasional, yang sekaligus merupakan tempat tinggal mereka. Ironisnya, insiden penculikan terjadi bersamaan dengan berlangsung- nya pembukaan Kongres FPM yang turut dihadiri oleh wakil bupati Sigi. Aksi penculikan disertai intimidasi dan kekerasan semacam ini sesungguh- nya selalu terjadi tiap kali FPM meng- gelar kongres. Diduga aksi ini terkait rencana pihak TNLL yang sudah sejak lama hendak merelokasi para petani dari kawasan hutan Taman Nasional Lore Lindu. Padahal para petani di kawasan Dongi-dongi dan Kamamora mulai me- nempati wilayah yang menjadi Taman Nasional ini, karena dipindahkan dari kampung halaman mereka di pegu- nungan sebelah barat Palu atas instruksi pemerintah pada tahun 1970an. Solidaritas sontak digalang oleh para petani yang tergabung dalam Koalisi Forum Petani Merdeka. Keesokan hari- nya, setidaknya 2000 petani Dongi- Dongi dan Kamarora mendatangi kan- tor TNLL di kota Palu, Sulawesi Tengah. Pernyataan solidaritas juga ditegaskan oleh para petani Kulonprogo, Yogya- karta yang sedang berjuang menggagal- kan proyek penambangan pasir besi di daerahnya. Aksi penculikan sejenis juga pernah dialami oleh Tukijo, seorang petani pejuang di Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulonprogo yang berbuntut dijebloskannya Tukijo selama 3 tahun ke dalam penjara lewat proses peradilan yang jauh dari rasa keadilan. Menurut kabar, para petani Dongi- Dongi dan Kamamora akhirnya dibe- baskan pasca demonstrasi besar-besaran tersebut. Meski demikian bukan berarti konflik warga melawan pihak TNLL usai. Pengebirian gerakan tani dan pen- culikan terhadap kaum tani sebagai ben- tuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap perjuangan petani masih akan terus ter- jadi, dimanapun. Kekuatan massa, tidak bisa dipungkiri, merupakan salah satu strategi yang tidak bisa ditawar. engan dukungan pemerintah Kabu-paten Rembang, tidak D kurang dari PT. Semen Indonesia, PT. Sir, dan PT. GMM terus melanjutkan penambangan di wilayah pegunungan Kendeng, sementara proses pendirian pabrik baru seperti Bosowa terus ber- gulir. Padahal, penolakan bertubi-tubi lantang dilontarkan oleh warga dan aktivis lingkungan. Penelitian menun- Tolak Pabrik Semen Di Pegunungan Kendeng! 27 Jan, 2014 daya air, kerusakan ekosistem, serta hilangnya lahan pertanian secara drastis yang akan ber- dampak kepada ketahanan pa- ngan hanya tinggal menunggu waktu. Lebih lanjut, pengguna- an lahan Perhutani untuk ke- pentingan tambang jelas telah mengingkari moratorium yang telah disepakati oleh Presiden RI, apalagi dalam prosesnya banyak terjadi ketidakadilan dan tidak adanya transparansi, yang berujung pada peram- pasan hak rakyat. Secara sepihak pula, masyarakat yang tak henti melancarkan protes, selalu diklaim telah bersepakat dengan rencana pembangunan ini. Aksi Penculikan Petani Dongi-Dongi dan Kamamora 27 Jan, 2014 LSM di Blora. Surat itu juga ditem- buskan kepada Komnas HAM yang di- antarkan langsung ke Jakarta. Kasus perampasan lahan warga Du- kuh Jambeyan, Desa Tanggel, Kecama- tan Randublatung yang dilakukan oleh pihak Perhutani dengan melibatkan aparat desa ini menyerobot setidaknya 5 hektar lahan yang dimiliki oleh 12 petani. Pal-pal tanda batas dipindahkan secara sepihak dari tempat asalnya hingga merangsek masuk ke wilayah tanah pemajakan lahan garapan warga sampai 50 meter. Padahal tanah tersebut erhutani lagi-lagi melakukan aksi perampasan tanah warga. Seorang P warga Randublatung, Blora, Jawa Tengah; Suwono (68 tahun) menuliskan surat pengaduan tertanggal 1 Desember 2013 yang menyatakan tuntutan para petani terkait pengembalian hak atas tanah garapan yang dirampas agar segera diselesaikan. Surat itu ditujukan kepada Bupati Blora dengan tembusan kepada Camat Randublatung, Kepala Desa Tanggel, Kapolres Blora, Ka- polsek Randublatung, Danramil Randu- blatung, DPRD Blora, dan beberapa sudah digarap selama puluhan tahun, serta sudah tercatat hak kepemilikannya dan terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak. Semenjak Suwono mengadukan kejadian ini, alih-alih tanggapan dan perlindungan yang didapat, justru inti- midasi tak henti diterima oleh warga Randublatung. Mulai dari ancaman lisan dari mantri Perhutani yang akan me- menjarakan petani yang berani meng- garap lahan tersebut hingga teror peng- rusakan rumah dan aksi kekerasan tabrak lari oleh orang tak dikenal. Untuk menyelamatkan diri, Suwono dan istri- nya yang mengalami trauma hingga jatuh sakit harus mengungsi. Pada 10 Januari 2014, tanpa meng- hadirkan para petani, pihak Perhutani dan Polres Blora tiba-tiba melakukan survey di lokasi pematokan tanah yang tak lain merupakan lokasi lahan Mbah Suwono dan 11 petani lainnya. Meski ti- dak diundang, Suwono menjadi satu- satunya pihak petani yang datang untuk menyaksikan. Ditengarai para petani lain takut untuk datang terkait ancaman dan teror yang mereka terima. Menge- tahui kehadiranya, Suwono langsung dihardik dan ditantang oleh anggota dari kedua instansi tersebut untuk membawa gugatannya ke pengadilan. Hingga kini, ancaman dan teror masih menghantui para petani Desa Tanggel lainnya. Tidak rela berdiam diri, Suwono pun menda- tangi kantor Komnas HAM RI di Jakarta untuk mengadukan ketidakadilan ini pada 27 Januari 2014 lalu. nsiden Deli Serdang Berdarah bermula saat Forum Rakyat Bersatu I Sumatera Utara (FRBSU) bermaksud menuntut pemerintah agar segera me- ngembalikan tanah leluhur mereka di wilayah Deli Serdang yang telah dikuasai oleh PTPN II selama puluhan tahun. Niatan para petani ini disambut dengan kekerasan dan penganiayaan yang di- lakukan aparat kepolisian dengan secara paksa membubarkan rencana aksi demonstrasi tersebut pada 19 Februari 2014. Situasi semakin memanas saat seorang petani yang tengah mendokumentasi- kan peristiwa tersebut dihajar oleh puluhan polisi. Pengacara FRBSU yang berusaha mene- ngahi perseteruan itu, justru mendapat bogem mentah dari aparat, sementara barang-barang pribadinya dirampas. 24 petani anggota FRBSU ditangkap pasca insiden ini. Hingga 25 April 2014 lalu, 6 orang telah di-bebaskan, sementara 18 orang sisanya masih ditahan di Polda Sumut. Insiden Deli Serdang 19 Feb, 2014 Perhutani Merampas Tanah Warga Randublatung 1 Des, 2013 14 | FKMA | Mei 2014 MEI 2014 | FKMA | 15 Saya ingin menemui Widodo, petani semangka dari Desa Garongan, yang terletak di Kecamatan Panjatan, men- jelang siang itu. Rumah Widodo ditem- puh sekitar 15 menit dengan ojek dari Terminal Wates, tempat pemberhentian terakhir si bus butut. Perjalanan dari terminal Giwangan ke Terminal Wates sendiri, memakan waktu lebih dari 1,5 jam. Ini adalah kali pertama kami ber- temu, setelah sebelumnya saya mene- leponnya dari Jakarta. Widodo beram- but agak gondrong. Tubuhnya gemuk, berkulit sawo matang. Dia juga memakai anting, gelang dan kalung. Usianya kini 35 tahun. Siang itu, Widodo bercerita dengan batuk yang tak kunjung berhenti tentang perlawanan para petani ter- hadap operasi pertambangan pasir besi. Mereka tergabung dalam wadah Pagu- yuban Petani Lahan Pantai (PPLP), yang berdiri sejak April 2006. Dari sinilah, Sukarman dari Desa Bugel, turut menggerakkan seluruh kelompok tani. Dari sini pula, Tukijo asal Desa Karang- sewu, yang kelak dipenjara, terus mela- Jejak Hitam Keraton di Kulonprogo wan akibat ancaman pengerukan di sepanjang lahan pesisir. Ini adalah lahan yang digunakan para petani untuk me- nyokong hidup mereka selama ini. Pertanian, memang satu sektor yang menopang ekonomi kabupaten dengan 12 kecamatan tersebut. Pada 2011 misalnya, sekitar 23 persen produk domestik regional bruto Kulonprogo disumbang dari hasil bercocok tanam. Ada tanaman pangan, palawija hingga buah-buahan. Total populasi penduduk di kabupaten tersebut mencapai lebih dari 388.000 dengan hampir separuhnya bekerja di sektor pertanian. Namun dengan munculnya pertambangan pasir besi, keadaan mulai berubah. Warung itu sempat dirusak sebe- lumnya oleh kelompok yang mendu- kung tambang pasir besi. Mereka datang dengan membabi buta, katanya, me- nunjuk warung makan di seberang rumahnya. Mereka juga membakar pos- pos ronda dan rumah warga yang tak bersalah. Saya melihat warung makan Bu Kus. Nama itu diambil dari kata Kusmini, ibu kandung Widodo. Saya juga menyak- sikan Kusmini ikut membersihkan kangkung di teras rumah anaknya sebe- lum dijual ke pasar. Rumah ibu dan anak tersebut memang berdekatan. Hanya dipisahkan oleh jalan beraspal di tengahnya. Ayah kandung Widodo, Su- marjo juga asyik bermain dengan cucu laki-lakinya. Saya mulai menikmati sua- sana Desa Garongan siang itu. Ada kete- nangan di sana. Perusakan yang dimaksud Widodo terjadi pada suatu pagi di bulan Oktober 2008. Mereka diduga merupakan ke- lompok yang mendukung beroperasi- nya pertambangan pasir besi. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat empat pelakunya divonis hukuman 6 bulan, namun tak diketahui siapa dalangnya hingga kini. Kegaduhan di kalangan para petani memang bermula sepanjang 2006- 2007. Ini setelah Bupati Kulonprogo periode 2001-2006, Toyo Santoso Dipo menerbitkan izin Kuasa Pertambangan untuk PT Jogja Magasa Mining (JMM) pada Oktober 2005. Areanya mencapai 4.076 hektare yang mencakup empat kecamatan: Galur, Panjatan, Temon dan Wates. PT JMM adalah perusahaan yang didirikan keluarga keraton, yakni BRMH Hario Seno, GBPH Joyoku- US KECIL BUTUT YANG SAYA tumpangi mulai meninggalkan Terminal Giwangan, Yogyakarta pada suatu pagi di bulan Agustus. Kursinya tak empuk. Joknya pun sobek di sana-sini. Penumpang saat itu tak lebih dari B sepuluh orang. Ada yang diam saja. Ada pula yang mem- baca suratkabar. Si supir sudah menyetel musik kencang- kencang sebelum keberangkatan. Jenisnya, lagu-lagu populer periode 1990-an: Bintang Kehidupan dari Nike Ardilla, Hati Yang Luka milik Betharia Sonata, hingga Suci dalam Debu dari Iklim, grup musik asal Malaysia. Di tengah musik yang menderu, saya pun memikirkan tempat tujuan kali ini: Kabupaten Kulonprogo. Di sanalah, konflik pertambangan pasir besi sejak 7 tahun lalu, masih tersisa. CATATAN PERJALANAN Oleh: Anugerah Perkasa Saat Ulang Tahun PPLP-KP,warga mempertunjukan berbagai hasil pertanian dari lahan pesisir. sumo dan GKR Pembayun. Nama terakhir adalah putri sulung dari Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X. Masalahnya, lahan di pesisir pantai itu juga bagian dari tanah milik Kadipaten Pakualaman, salah satu kekuatan feodal yang berdampingan dengan Kasultanan. Sejak 2003, Sri Paku Alam IX sendiri menjadi Wakil Gubernur Yogyakarta, mendampingi Sri Sultan Hamengku- buwono X. Keduanya ditetapkan kem- bali menjadi pemimpin provinsi ter- sebut untuk periode 20122017. Kami terkejut dengan kabar yang berhembus saat itu. Ironisnya, yang menyediakan modal lokal justru keluar- ga orang nomor satu di provinsi Yogya- karta, kata Widodo. Orang yang selama ini kami anggap baik, ternyata sama saja dengan orang lain. Memiliki nafsu untuk menindas. PT JMM juga menggandeng Indo Mines Limited, yang berbasis di Perth, Australia untuk mengerjakan proyek pa- sir besimenjadi bungkah besi sebagai bahan baku pembuat bajadi pesisir pantai Kulonprogo. Keduanya sepakat membentuk perusahaan bernama PT Jogja Magasa Iron (JMI) pada Septem- ber 2008, dengan porsi kepemilikan saham 70 persen dimiliki perusahaan asal Negara Kangguru tersebut. Peme- rintah Indonesia akhirnya menan- datangani Kontrak Karya dengan PT JMI, yang memiliki konsesi seluas 2.987 hektare, dua bulan setelahnya. Wilayah itu mencakup tiga kecamatan dengan enam desa. Ini terdiri dari Desa Banaran dan Karangsewu (Kecamatan Galur; Desa Bugel, Garongan, dan Plered (Kecamatan Panjatan; serta Desa Karangwuni (Kecamatan Wates). Lahan tepi pantai yang akan diguna- kan untuk eksploitasi pasir besi adalah sepanjang 22 kilometer dengan lebar 1,8 kilometer. Investasi dalam proyek tersebut diperkirakan mencapai lebih dari US$1,1 miliar. PT JMI pun diwajib- kan untuk membayarkan 1,5 persen dari total penjualan ke pemerintah kabupa- ten selama 10 tahun pertama. Perusa- haan akhirnya memulai tahap konstruk- si. Ada pabrik konsentrator di Desa Karangwuni. Lahan yang mulai dibeli secara bertahap. Tenaga kerja berdata- ngan. Pada tahap awal, perusahaan beren- cana menambang sekitar 150.000 ton pasir besi per bulannya dengan kandu- ngan pra-konsentrat maupun konsen- trat masing-masing sebesar 35 persen Fe dan 55 persen Fe. Tetapi, ada pula protes petani yang berkepanjangan. Ini yang membuat PT JMI pernah memin- ta pemerintah Kabupaten Kulonprogo untuk mengatasi persoalan tersebut. Ini juga terkait dengan target produksi. Pada 2016, perusahaan tersebut beren- cana menghasilkan 1 juta ton bungkah besi dari 2 juta ton konsentrat pasir besi. Pasar baja sendiri tengah tumbuh di Cina dan India. Kekhawatiran para penduduk telah menjadi perhatian kami terkait dengan pengaruh tambang, kata Phil Walter, Direktur Pelaksana PT JMI, akhir De- sember 2008. Pertambangan di lahan pertanian hanya dilakukan ketika ada pemahaman bersama antara petani dan PT JMI. Kawasan pesisir merupakan bagian dari gugusan gumuk yang berfungsi sebagai benteng terhadap ancaman Tsu- nami, kata Supriyadi, Ketua PPLP dalam suratnya, Februari 2011. Pertam- bangan pasir besi akan menyebabkan jasa lingkungan kawasan itu hilang. Masalahnya, pasir besi di pesisir selatan sudah terlanjur dianggap komo- ditas yang sangat berharga. Kandungan pasir besi di Kulonprogo, ternyata tak hanya mengandung titanium, melainkan vanadanium. Bahan tersebut biasanya diproduksi untuk logam anti karat dan 16 | FKMA | Mei 2014 Masalahnya, pasir besi di pesisir selatan sudah terlanjur dianggap komoditas yang sangat berharga. Kandungan pasir besi di Kulonprogo, ternyata tak hanya mengandung titanium, melainkan vanadanium. Bahan tersebut biasanya diproduksi untuk logam anti karat dan peralatan yang berkecepatan tinggi MEI 2014 | FKMA | 17 JEJAK HITAM KERATON DI KULONPROGO peralatan yang berkecepatan tinggi. Ini macam tank dan pesawat ulang-alik. Dalam situs resmi Kabupaten Kulon- progo, Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyatakan pasir besi di pesisir Selatan, memiliki nilai yang sangat tinggi. Di dunia ini, pasir besi yang punya kandungan vanadium secara baik hanya di Meksiko dan Indonesia, di Yogya- karta, kata Sri Sultan dalam kunjungan kerja ke kabupaten tersebut pada Maret 2010. Pasir besi di pesisir selatan dapat dikatakan emas hitam, karena harganya bisa lipat seribu dibandingkan besi biasa. Ini belum lagi ditambah dengan data dari Jakarta. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis data cadangan terbukti pasir besi di seluruh Indonesia mencapai 5 juta ton. Sedangkan sumber daya komoditas itu jauh lebih besar lagi, yakni mencapai 1,66 miliar ton. Apalagi, demikian ke- menterian tersebut, pertumbuhan in- vestasi di sektor mineral dan batubara selama 20092011 mengalami pening- katan. Dari sekitar USS2,2 miliar menjadi USS3,4 miliar. Pertambangan j uga t er masuk dal am program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), suatu proyek konektivitas koridor ekonomi, hingga 2025. Melalui keterangan resminya, peme- rintah berencana mengembangkan delapan program utama dalam proyek jangka panjang tersebut. Ini terdiri dari pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, telema- tika, dan pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program utama tersebut juga mencakup 22 kegiatan ekonomi yang disesuaikan dengan potensi dan nilai strategis dalam koridor bersangkutan. Mineral sebagai sumber tak ter- barukan, seharusnya untuk keuntungan optimal masyarakat, kata Thamrin Sihite, Direktur Jendral Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, dalam presentasinya. Masalah utamanya ada- lah mentransformasikan keuntungan tersebut ke basis yang berkelanjutan. Rencana besar Jakarta rupanya tak jauh berbeda dengan tataran lokal. Proyeksi itu sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabu- paten Kulonprogo periode 2005 2025, yang memasukkan pertambangan pasir besi di dalamnya. Tentunya, ini juga tak berdiri sendiri. Di kawasan selatan itu pula, akan dibangun jalan lintas selatan, bandar udara interna- sional dan pelabuhan, kawasan ekonomi khusus hingga pabrik baja. Kebutuhan lahan berskala besar, suka tak suka, tak bisa dihindari. Tetapi itu belum cukup. Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo No.1/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012-2032, bahkan mengatur rinci soal pertambangan untuk pelbagai jenis. Aturan yang disahkan pada Februari 2012 itu memaparkan soal Kawasan Peruntu- kan Pertambangan (KPP)mineral dan batubara, panas bumi serta minyak dan gas bumiyang tersebar pada ham- pir seluruh kecamatan. Mari melihat beberapa di antaranya. KPP untuk mineral logam emas, barit, dan galena, misalnya, dapat ditemukan di dalam Kecamatan Kokap. Sedangkan untuk mineral mangaan, dapat dieksplorasi di Kecamatan Girimulyo, Kecamatan Ka- libawang, Kecamatan Kokap, Kecama- tan Nanggulan, Kecamatan Pengasih, dan Kecamatan Samigaluh. Pasir besi sendiri, akan dijumpai Melimpahnya hasil buah semangka di ladang petani pesisir Kulonprogo pada Kecamatan Galur, Kecamatan Panjatan, Kecamatan Temon, dan Kecamatan Wates. Ada pula yang mengejutkan. Pertambangan batubara di Kulonprogo juga akan dapat ditemukan pada Kecamatan Girimulyo dan Kecamatan Nanggulan, sementara panas bumi dan migas akan dapat digali di seluruh kecamatan. KPP tersebut, belum termasuk wilayah pertambangan untuk mineral bukan logam: pasir kuarsa, fosfat, batu gamping, marmer hingga bentonit. Proyek-proyek massif tersebut tak lama lagi, benar-benar hadir di tengah- tengah kehidupan para petani lahan pantai. Mungkin saja akan hadir di sela- sela Kusmini tengah membersihkan kangkung di teras rumahnya. Di antara waktu Sumarjo bermain dengan cucu kesayangannya. Kulonprogo di masa mendatang, saya kira, adalah Kulon- progo yang akan dikelilingi dengan pel- bagai eksploitasi pertambangan dan pembangunan raksasa di seluruh pen- juru. Jawa bagian Selatan akan habis, kata Widodo. Tujuh Pekerja PT Jogja Magasa Iron (JMI) baru saja pulang dari kantornya pada suatu sore, April 2011. Ada yang mengendarai sepeda motor atau yang berboncengan. Mereka akan melintasi jalan Gupit, Desa Karangsewu saat itu. Ketika mendekati gedung pelelangan cabai, ketujuhnya disetop oleh beberapa warga. Sebagian mereka memasang por- tal dari bambu sehingga ketujuh karya- wan itu tak bisa menembus jalan ter- sebut. Ada yang menghentikan sepeda motornya. Ada pula yang berbalik arah ingin meloloskan diri, namun gagal. Ketujuhnya kemudian dipaksa masuk ke dalam gedung pelelangan. Mereka du- duk di atas tikar. Tukijo, salah satu petani Karang- sewu, meminta para karyawan tersebut untuk tak lagi melewati jalan Gupit dan berhenti bekerja di perusahaan pertam- bangan pasir besi. Dia juga meminta Basroni, salah satu karyawan, untuk menandatangani surat pernyataan, sesuai dengan permintaan warga. Ora lewat dalan Gupit, ora kerja neng pasir besi! kata Tukijo, seperti 18 | FKMA | Mei 2014 tertera dalam putusan pengadilan. Surat perjanjian itu pun diteken Basroni. Mungkin, gara-gara ini pula Tukijo dijadikan target operasi kepoli- sian, sebulan kemudian. Saat itu Tukijo tengah beristirahat usai mengurus tanamannya. Awalnya, dia diminta ma- suk ke dalam mobil oleh sejumlah aparat kepolisian. Alasannya, salah satu ko- mandan mereka ingin berbicara. Namun tiba-tiba saja, aparat keamanan itu menciduknya dan memacu mobil cepat- cepat. Tujuannya kali ini: Markas Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Tukijo diperiksa hingga akhirnya didakwa merampas kemerde- kaan orang lain: para pekerja perusaha- an pasir besi. Masalah pasir besi sepanjang 2009 2011 memang memicu protes dan demonstrasi yang bergelombang. Dari Kulonprogo hingga Melbourne, Aus- tralia. Kasus Tukijo macam mencapai titik klimaks. Namun pada Agustus 2011, majelis hakim Pengadilan Negeri Wates akhirnya menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara terhadapnya. Dia pun dipenjara di Lembaga Pema-syarakatan (LP) Kelas II B Wates dan berakhir di LP Wirogunan, Yogyakarta. Saya mene- muinya pada awal Agustus lalu. Tukijo berperawakan kurus. Tulang pipinya menonjol. Kulit sawo matang- nya dibungkus baju khas tahanan. Dia mencopot sepatu botnya. Kami duduk di atas karpet dalam ruang tamu khusus tersebut. Saya melihat belasan pasangan lainnya. Ada orangtua dengan anaknya. Sebagian terlihat sedih. Sebagian lagi asyik bercerita. Ada pula yang tengah kasmaran: melihat pasangannya lekat- lekat dan saling berpegangan. Cerita Tukijo pada pagi itu, menya- darkan saya tentang beratnya tantangan yang mereka hadapi selama ini. Di antaranya, lagi-lagi adalah soal aturan. Misalnya, Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Provinsi Yogyakarta untuk 20092029, yang disahkan pada Maret 2010. Salah satu soal adalah penggunaan area untuk kawasan pertambangan. Kegiatan tersebut akan dapat dilakukan di sepanjang area pertanian, permuki- man pedesaan, kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil serta kawasan rawan bencana alam. Tak hanya itu. Peraturan tersebut juga menetapkan dua kawasan pertam- bangan yang akan digunakan di masa mendatang: Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulonprogo. Wilayah Gunungkidul akan digunakan sebagai tempat pertambangan batu kapur dan kaolin, sedangkan Kulonprogo untuk emas, mangaan dan pasir besi. Atau mari melihat UU No.13/2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogya- karta. Dalam soal pertanahan, demikian aturan tersebut, baik Kasultanan meru- pakan Kadipaten dianggap sebagai badan hukum yang memiliki hak milik atas tanah. Dua kekuasaan itu juga bisa menetapkan kerangka umum kebijakan tata ruang tanah atas lahannya masing- masing sesuai dengan keistimewaan Yogyakarta. Dua aturan tersebut, saya kira, men- jadi tantangan tersendiri bagi para petani di pesisir pantai. Tak terasa, waktu kun- jungan pada pagi itu sudah habis. Tukijo yang kelak dibebaskan pada awal Oktobertak henti-hentinya menceri- takan tentang ketidakadilan yang dialaminya. Pembicaraan kami disela oleh petugas penjara. Apa yang akan Anda lakukan setelah bebas? kata saya. Tetap bertani dan menolak pasir besi. Tukijo mungkin orang yang tidak cepat berubah. Namun, banyak yang terjadi dalam 1 tahun terakhir. Menje- lang akhir 2012 misalnya, Indo Mines Limited tak lagi menguasai saham PT JMI karena dibeli oleh Grup Rajawali. Ini merupakan kelompok bisnis raksasa Hanya ada dua hal yang tak bisa hidup di lahan pesisir. Mayat dan tambang pasir besi MEI 2014 | FKMA | 19 JEJAK HITAM KERATON DI KULONPROGO milik Peter Sondakh. Saham sebesar 57,12 persen milik perusahaan asal Australia tersebut dibeli secara bertahap dengan dana hingga mencapai lebih dari Aus$50 juta. Kelompok bisnis itu bu- kanlah pemain baru, walaupun sempat turun-naik dihantam krisis moneter pada 1998. Pada Desember 2010, Peter di- umumkan sebagai salah satu orang ter- kaya kedelapan di Indonesia oleh majalah Forbes. Selain mengendalikan PT JMI, Grup Rajawali juga memiliki dua perusahaan pertambangan lainnya yakni PT Golden Eagle Energy Tbk untuk batu bara, serta PT Meares So- putan Mining, dengan komoditas emas. Dalam sejumlah laporan disebutkan, Peter Sondakh pada periode 1980-an juga dikenal dekat dengan anak mantan Presiden Soeharto: Bambang Trihat- modjo. Salah satu wujud bisnisnya, keduanya mendirikan jaringan televisi swasta pertama, Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) pada 1989. Dengan menjadi mayoritas, kami bisa lebih mengelola perusahaan menjadi lebih baik, kata Direktur Pelaksana Rajawali Corporation Darjo- to Setiawan, dalam keterangannya usai pembelian saham tersebut, November 2012. Yang jelas, lini bisnis kami semakin kokoh, tambahnya. Bisnis perusahaan itu jelas tetap kokoh. Pemerintah Kabupaten Kulon- progo memang menyatakan dukungan jauh-jauh hari soal investasi di sektor pertambangan. Dan pasir besi bukanlah satu-satunya. Pada 2012, pemerintah kabupaten itu terus memberikan izin usaha pertambangan lainnya hingga mencapai 78 izin, atau meningkat dari tahun sebelumnya yakni sebanyak 49 izin. Teorinya, setiap investasi yang masuk diharapkan meningkatkan kese- jahteraan masyarakat. Dari pasir besi, jalan lintas selatan atau bandar udara internasional. Khusus pasir besi, peme- rintah berkomitmen untuk memprio- ritaskan kesepakatan atas akuisisi tanah hingga mewajibkan dana reklamasi. Jangan sampai penambangan pasir besi justru merugikan masyarakat, kata Sekretaris Daerah pemerintah Kabupa- ten Kulonprogo, Budi Wibowo, dalam surat resminya. Sebelum melakukan penambangan di lahan hak milik, ter- lebih dahulu harus mendapat perse- tujuan. Perusahaan pun punya rencana bis- nis yang solid. Salah satunya, soal lahan yang diklaim lebih subur ketika kandungan besinya diambil. Dalam keterangan resminya, PT JMI memapar- kan hal itu dimungkinkan karena pengerukan mineral tersebut hanya mencapai sekitar 10 persen dari pasir pesisir. Sisa pasir yang tak diolah, akan dikembalikan untuk meratakan lahan reklamasi dan berguna untuk pertanian. PT JMI juga menjanjikan tak akan ada kolam-kolam hasil pertambangan, macam di daerah yang kaya sumber ekstraktif lainnya. Desa Karangwuni, menurut rencana perusahaan, ditetap- kan sebagai lokasi pabrik pengolahan dan fasilitas pendukungnya. Sedangkan desa-desa di luarnya: area pertambang- an. Lahan yang diakusisi hanyalah untuk pembangunan pabrik dan fasilitas pendukung, kata Heru Priyono, Direktur Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Komunitas PT JMI, awal Desember. Area penambangan akan dipinjam-pakai blok per blok. Setelah itu direklamasi dan dikembali- kan ke petani. Bagaimana kerja sama dengan pe- merintah Kabupaten Kulonprogo un- tuk mengatasi masalah yang dihadapi perusahaan? tanya saya. Kerja sama dengan pemerintah sangat erat dan bisa dikatakan tanpa itu, target pemba- ngunan tidak mencapai hasil seperti saat ini, jawab Heru. Contoh nyata adalah proses akuisisi lahan. Saya sempat menyusuri Desa Ka- rangwuni bersama dengan Widodo dan motor bebeknya, pada Agustus lalu. Tu- juannya, ingin menyaksikan pertenta- ngan di kalangan petani dalam desa tersebut: menjual lahannya atau tidak. Beberapa spanduk yang bertuliskan ten- tang penolakan pertambangan pasir besi terpampang jelas. Di antaranya ber- bunyi: Yogyakarta Istimewa, Jika Tak Ada Pertambangan, Bertani atau Mati, Tolak Tambang Besi. Sejumlah bendera biru milik PPLP pun ditancapkan di pelataran hunian masyarakat. Ini artinya mereka menolak. Namun, ada pula bendera merah putih terpancang, yang menyiratkan bahwa mereka setuju terhadap pertambangan pasir besi. Warga ini pulalah yang mulai bersedia melepas kepemilikan lahannya kepada PT JMI. Tapi, itu hampir 4 bulan lalu. Hari ini, soliditas para petani kian tergerus. Sebagi an besar petani di Desa Karangwuni telah menjual lahan mere- ka ke perusahaan. Kini lahan yang dimi- liki PT JMIdengan kesepakatan harga terakhir berkisar Rp75.000/ meterdi kawasan itu mencapai hingga 160 hek- tare, dari target perusahaan seluas 225 hektare. Salah satu petani yang menjual lahannya adalah Sujianto, anggota PPLP di Desa Karangwuni, yang saya temui Agustus lalu. Saya ingat benar bagai- mana dia mengatakan penolakannya ter- hadap pertambangan pasir besi. Bagai- mana pula, Sujianto yang pernah meng- hadiri pertemuan sosialisasi, bertekad menolak tawaran perusahaan. Tetapi semuanya berubah. Hari ini pula, saya kira, ada perpe- cahan yang tak terelakkan di antara petani. Masalah macam Sujianto, akan menjadi tekanan sekaligus pelajaran tersendiri bagi Widodo maupun PPLP untuk meneruskan perlawanan. Tekan- an hari ini, tak hanya datang dari aturan dan investasi bisnis, namun juga dari kawan-kawan sendiri. Masalah di Ku- lonprogo bisa jadi menjadi soal yang tak cepat selesai. Di sepanjang pantai Trisik yang me- mesona di Desa Banaran, saya menyak- sikan bagaimana para petani maupun nelayan, menggantungkan kehidupan- nya. Ada perahu-perahu yang didampar- kan di pasir putih. Tak jauh dari sana, pelbagai tanaman pun terpapar rapi. Buah Naga. Cabai. Melon. Semangka. Juga ada kehangatan lainnya: petani yang saling menyapa. Semua hal itu, membuat saya termenung ketika kem-bali ke Yogyakarta saat senja tiba. Pertamba- ngan pasir besi dan proyek-proyek rak- sasa lainnya, bukan tak mungkin, mulai merampas kehidupan petani macam Tukijo, Widodo, atau Sujianto, sekali pun. Perlahan namun pasti. Satu per satu. Tetapi, dalam renungan itu pu-la, ada ucapan Widodo yang masih saya ingat hingga hari ini: Hanya ada dua hal yang tak bisa hidup di lahan pesisir. Mayat dan tam- bang pasir besi. 20 | FKMA | Mei 2014 www.selamatkanbumi.com facebook: forumkomunikasimasyarakatagraris