Anda di halaman 1dari 2

Anggota kelompok: 1.

Alfiah (03)
2. Muhammad Tegar Ramdhani (25)
Kelas : XI-5
Mata Pelajaran : Sosiologi
Sekolah : Sma Negeri 1 Balongpanggang

BENTROKAN ANTAR SUKU PAPUA TERKAIT TANAH ULAYAT

Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu aset Negara yang sangat mendasar, karena Negara dan Bangsa hidup dan
berkembang di atas tanah. Tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk kehidupan manusia untuk
menjalani kehidupannya. Tanah juga meliputi segala aspek dalam kehidupan dan penghidupannya.
Masyarakat Indonesia memposisikan tanah pada kedudukan yang sangat penting, karena merupakan
faktor utama dalam peningkatan produktivitas agraria. Oleh karena itu tanah menjadi suatu hal yang
dibutuhkan oleh setiap masyarakat, sehingga menyebabkan sering terjadinya konflik diantara sesamanya.

Tanah di Indonesia diatur dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria yang di dalamnya menyerap hukum adat, yaitu diakuinya hak ulayat sebagaimana yang tertuang
dalam pasal 5 UUPA yang menyatakan "Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa
ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang
tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan
mengindahkan unsur- unsur yang bersandar pada hukum agama".

Masyarakat suku Nafri dan masyarakat suku Enggros kota Jayapura adalah salah satu suku yang
memiliki konflik tanah ulayat. Konflik ini terjadi karena permasalahan hak tanah antara dua suku tersebut.
Konflik ini bermula saat masyarakat dari suku Enggros memalang salah satu poros Jembatan Youtefa
dengan spanduk klaim tanah. Konflik ini menyebabkan tujuh orang menjadi korban luka dalam bentrokan
yang terjadi antara Suku Nafri dan Suku Enggros di Jayapura, Papua, pada Kamis (10/9) sore.

Teori Konflik SOERJONO SOEKANTO

Menurut Soerjono Soekanto konflik cara mencapai tujuan setiap individu atau kelompok dengan
menggunakan segala cara termasuk ancaman sebagai bentuk pertentangan terhadap lawannya. Dapat kita
lihat pada konflik yang ada pada artikel bahwa suku Nafri dan suku Enggros saling melakukan kekerasan
sebagai bentuk pertentangan antara suku Nafri kepada suku Enggros tentang hak tanah.
Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Konflik

Saat masyarakat dari suku Enggros memalang salah satu poros Jembatan Youtefa dengan spanduk
klaim tanah. Lantaran tidak terima, warga dari kampung Nafri mendatangi lokasi dan meminta agar
palang tersebut dilepas. Mereka pun mempertanyakan alasan dari kelompok Enggros melakukan hal
tersebut. Kemudian warga Kampung Enggros secara spontan langsung melakukan penyerangan kepada
beberapa warga Kampung Nafri yang berada di lokasi tersebut. Penyerangan yang melibatkan antara
suku Nafri dengan suku Enggros ini menyebabkan Korban dari Suku Enggros sebanyak empat dengan
mengalami luka-luka, dari Kampung Nafri terdapat tiga orang.

Dampak

Dari pertikaian yang terjadi antara suku Nafri dengan suku Enggros ini menimbulkan dampak, yaitu:

1. Menimbulkan permusuhan antar suku


2. Terjadinya perkelahian antar suku
3. Terjadinya tindak kekerasan
4. Terjadinya perpecahan antar suku
5. Merenggangnya hubungan antar suku

Rekomendasi/Saran

Menurut kami, saran untuk konflik ini adalah dengan melakukan mediasi dan pendampingan terhadap
sengketa tersebut sehingga tidak terjadi kembali perpecahan serupa. Pasalnya, akibat bentrokan itu, akses
jalan disekitar jalan Trans Jayapura-Koya di Disrik Abepura itu sempat ditutup dan pihak yang berwajib
dapat melakukan melakukan patroli guna mencegah hal-hal yang dapat mengganggu ketertiban
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai